Pengaruh Struktur Dewan Terhadap Voluntary Disclosure Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

YOHANA WISNU WARDANI F0308092 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

ii

DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA YOHANA WISNU WARDANI NIM. F0308092 ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh struktur dewan terhadap voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian adalah persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit, ukuran dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris. Variabel dependen adalah voluntary disclosure yang menggunakan item pengungkapan penelitian Akhtaruddin et al (2009) serta ditambah dengan item-item GRI (Global Reporting Initiative).

Teknik pengambilan sampel mengunakan metode purposive sampling dengan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia pada tahun 2009-2010 dan diperoleh sampel 120 perusahaan. Pengujian data dilakukan dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari normalitas, autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas sebagai syarat uji regresi berganda.pengujian dilakukan dengan bantuan software komputer untuk statistik SPSS versi 16.0

Hasil pengujian regresi berganda menunjukkan persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Sedangkan ukuran dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure .

Kata kunci: struktur dewan, voluntary disclosure, laporan tahunan

commit to user

iii

THE IMPACT OF BOARD STRUCTURE ON VOLUNTARY DISCLOSURE IN MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE YOHANA WISNU WARDANI NIM. F0308092 ABSTRACT

This study aims to obtain empirical evidence related to the influence of board structure on voluntary disclosure in manufacturing companies listed on the

Indonesia Stock Exchange. Independent variables used in this study are

percentage of independent board, percentage of independent commissioners in the audit committee, size of board directors, and the existence committees supporting

of board commissioners. Dependent variabel is voluntary disclosure that

measured by voluntary disclosure indeks according to disclosure items from Akhtaruddin et al (2009) and GRI index (Global Reporting Initiative).

Sampling techniqueis taken by purposive sampling method with a sample of manufacturing companies listed in Indonesia stock exchanges in 2009-2010

and obtained samples of 120 companies. Tests conducted with the test data

consisting of the classical assumptions of normality, autocorrelation, multicollinearity and heteroscedasticity as a condition of multiple linier regression. Multiple linier regression conducted with help of computer software SPSS version 16.0 for statistical.

The results of multiple linier regression shows the percentage of independent board, the percentage of the audit committee of independent

commissioners has no effect on voluntary disclosure. While the size of the board

of directors and the existence committees supporting of board commissioners has

a positive influence voluntary disclosure.

Key words: board structure, voluntary disclosure, annual reports

commit to user

iv

commit to user

commit to user

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku persembahkan karya kecil ini untuk:

Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya

untukku

Ibu dan Bapak yang aku cintai,

Adik-adikku tersayang,

Teman dan sahabat yang tidak bisa disebutkan

satu per satu.

Almamater yang aku banggakan, Universitas Sebelas Maret

commit to user

vii

MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka

mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ro’du:11).

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami.”

(QS. Ath-Thuur: 48)

“Jangan meminta kepada Alloh agar Dia meringankan bebanmu, tetapi mintalah

kepada-Nya agar menguatkan punggungmu.”

(Permadi Alibasyah)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya, serta memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi sehingga tersusunlah skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Dewan

Terhadap Voluntary Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang

Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah yang penulis terima.

2. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, dukungan serta doanya yang luar biasa.

3. Adik-adikku tersayang, terima kasih atas segala kasih sayang dan cinta yang kalian berikan.

4. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

commit to user

ix

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

6. Ibu Dra. Evi Gantyowati, M.Si., Ak. selaku pembimbing skripsi, yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

7. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta karyawan FE UNS, terima kasih penulis ucapkan atas semua ilmu yang telah diberikan.

8. Anikha Yulianti Sutarmo, Diesta Arum Pramesti, Hervina Putri Indriana, Winda Tri Herwanti, Lina Ramadhani dan Kunti Kathina Agung sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka membantuku.

9. Ira, Maryama, Rosania, sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

10. Teman senasib selama penyusunan skripsi, Ayu Nur Fitria, terima kasih telah banyak membantu dan selalu sabar.

11. Teman-teman akuntansi A yang menyenangkan dan selalu kompak, semoga kita semua bisa menjadi orang yang sukses.

12. Teman-teman Akuntansi angkatan 2008 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

13. Gea, Hani, Dika, Ruben, Rudi, Rais, Salma, Nesya teman lama yang selalu bersamaku memberikan dukungan, semoga kita menjadi orang yang sukses.

14. Teman-teman Badan Koordinasi Kesenian Tradisional Universitas Sebelas Maret (BKKT UNS) yang selalu memberikan keceriaan dan senyuman. Kebersamaan dan pengalaman berharga dengan kalian tidak akan pernah penulis lupakan.

commit to user

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai masukan yang berharga. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan. Wassalammu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, 21 Februari 2011 Penulis

Yohana Wisnu Wardani

commit to user

xii

a. Dewan Komisaris Independen..............................................

b. Komite Audit........................................................................

c. Dewan Direksi......................................................................

d. Komite Penunjang Dewan Komisaris...................................

3. Ukuran Perusahaan.....................................................................

4. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure).......................

B. Review Penelitian dan Pengembangan Hipotesis...........................

C. Kerangka Pemikiran.......................................................................

29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel......................

B. Data dan Metode Pengumpulan Data.............................................

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.............................

D. Teknik Analisis Data......................................................................

34 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengumpulan Data................................................................

B. Statistik Deskriptif..........................................................................

C. Pengujian Asumsi Klasik...............................................................

D. Uji Regresi Berganda.....................................................................

E. Pembahasan....................................................................................

50 BAB V PENUTUP

A. Simpulan.......................................................................................................

B. Keterbatasan Penelitian................................................................................

C. Saran.............................................................................................................

54

55

56

commit to user

xiii

LAMPIRAN DAFTAR TABEL

TABEL Tabel 4.1.Kriteria Pengambilan Sampel .................................................................. 41 Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel Independen ................................................ 42 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ................................................................................. 45 Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ....................................................................... 45 Tabel 4.5 Hasil Durbin Watson ................................................................................ 46 Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas.................................................................47 Tabel 4.7 Hasil Koefisien Determinasi .................................................................... 48 Tabel 4.8 Hasil Uji Signifikansi F ............................................................................ 49 Tabel 4.9 Hasil Regresi Berganda ............................................................................ 50

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 29

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Lampiran I

Daftar Sampel Perusahaan

Lampiran II

Data Variabel Penelitian

Lampiran III

Item-item Voluntary Disclosure

Lampiran IV

Hasil Pengolahan Data

commit to user

PENGARUH STRUKTUR DEWAN TERHADAP VOLUNTARY DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA YOHANA WISNU WARDANI NIM. F0308092 ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh struktur dewan terhadap voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian adalah persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit, ukuran dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris. Variabel dependen adalah voluntary disclosure yang menggunakan item pengungkapan penelitian Akhtaruddin et al (2009) serta ditambah dengan item-item GRI (Global Reporting Initiative).

Teknik pengambilan sampel mengunakan metode purposive sampling dengan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia pada tahun 2009-2010 dan diperoleh sampel 120 perusahaan. Pengujian data dilakukan dengan uji asumsi klasik yang terdiri dari normalitas, autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas sebagai syarat uji regresi berganda.pengujian dilakukan dengan bantuan software komputer untuk statistik SPSS versi 16.0

Hasil pengujian regresi berganda menunjukkan persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Sedangkan ukuran dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure .

Kata kunci: struktur dewan, voluntary disclosure, laporan tahunan

commit to user

THE IMPACT OF BOARD STRUCTURE ON VOLUNTARY DISCLOSURE IN MANUFACTURING COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE YOHANA WISNU WARDANI NIM. F0308092 ABSTRACT

This study aims to obtain empirical evidence related to the influence of board structure on voluntary disclosure in manufacturing companies listed on the

Indonesia Stock Exchange. Independent variables used in this study are

percentage of independent board, percentage of independent commissioners in the audit committee, size of board directors, and the existence committees supporting

of board commissioners. Dependent variabel is voluntary disclosure that measured

by voluntary disclosure indeks according to disclosure items from Akhtaruddin et al (2009) and GRI index (Global Reporting Initiative).

Sampling techniqueis taken by purposive sampling method with a sample of manufacturing companies listed in Indonesia stock exchanges in 2009-2010

and obtained samples of 120 companies. Tests conducted with the test data

consisting of the classical assumptions of normality, autocorrelation, multicollinearity and heteroscedasticity as a condition of multiple linier regression. Multiple linier regression conducted with help of computer software SPSS version 16.0 for statistical.

The results of multiple linier regression shows the percentage of independent board, the percentage of the audit committee of independent

commissioners has no effect on voluntary disclosure. While the size of the board

of directors and the existence committees supporting of board commissioners has

a positive influence voluntary disclosure.

Key words: board structure, voluntary disclosure, annual reports

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengungkapan merupakan informasi yang dibuat oleh pihak internal perusahaan yang akan digunakan atau direspon oleh pihak-pihak eksternal. Pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan sangat berhubungan dengan transparansi atas setiap informasi yang dimiliki. Menurut Chariri dan Ghozali (2003), pengungkapan terdiri atas pengungkapan wajib atau mandatory dan pengungkapan sukarela atau voluntary. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure ) merupakan pengungkapan tentang informasi yang diharuskan oleh peraturan yang telah ditetapkan oleh badan otoriter. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure) merupakan informasi yang tidak diwajibkan oleh suatu peraturan yang berlaku, tetapi diungkapkan oleh entitas karena dianggap relevan dengan kebutuhan pemakai.

Pengungkapan membantu investor dekat dengan keadaan perusahaan karena itu mengurangi kesenjangan antara manajemen dan investor (Akhtaruddin et al, 2009). Boesso (2003) juga menjelaskan bahwa pengungkapan merupakan informasi yang digunakan untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan, pemasok, karyawan maupun pihak lain yang diberikan oleh suatu entitas.

Menurut Keasey (2005), corporate governance adalah sebuah struktur, proses, budaya dan sistem yang digunakan untuk menciptakan kondisi operasional yang sukses bagi organisasi. Corporate governance

commit to user

merupakan konsep yang digunakan untuk peningkatan kinerja perusahaan yang dilaksanakan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder yang berdasarkan kerangka peraturan (Nasution dan Setiawan, 2007). Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomi dan pertumbuhan serta meningkatkan kepercayaan investor. Corporate governance melibatkan seperangkat hubungan antara manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.

Konsep corporate governance dilatarbelakangi masalah pemisahan antara kepemilikan dengan pengelolaan di dalam perusahaan, yang selanjutnya dimodelkan dengan agency theory. Pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan merupakan upaya yang penting dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik dalam mekanisme good corporate governance . Namun, dengan adanya pemisahan tersebut akan menimbulkan suatu masalah agensi, yaitu terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan manajer (agen). Agen juga akan memiliki lebih banyak informasi dibanding prinsipal sehingga dapat menimbulkan asimetri informasi. Konflik dapat diminimumkan melalui mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait, tetapi dengan adanya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut agency cost. Principal dapat menggunakan insentif yang berbeda untuk mengawasi agen mereka yang kemungkinan termasuk kontrak berbasis kinerja, rencana pembagian saham bonus, perjanjian hutang, komite audit, serta peningkatan pengungkapan (Birt et al, 2006).

commit to user

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan menyebabkan munculnya agency cost yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan struktural, akademisi, dan pelaksanaan kontrak (baik formal maupun non formal), ditambah residual loss. Konflik kepentingan yang menyebabkan munculnya agency cost dapat dikurangi melalui sebuah mekanisme corporate governance. Bagi perusahaan yang memiliki good corporate governance akan cenderung memberikan pengungkapan sukarela yang lebih luas karena perusahaan melakukan transparasi informasi sehingga mengurangi asimetri informasi.

Jensen and Meckling (1976) memperlihatkan bahwa pengungkapan yang lebih besar dapat mengurangi ketidakpastian pada investor dan mengurangi cost of capital perusahaan. Akhtaruddin et al (2009) juga menyatakan bahwa pengungkapan membantu investor lebih mengetahui keadaan perusahaan sehingga mengurangi gap antara manajemen dan investor.

Penelitian Barako (2007), meneliti faktor-faktor yang menentukan voluntary disclosure pada perusahaan go public di Kenya. Hasil penelitiannya, atribut-atribut corporate governance seperti struktur kepemilikan dan karakteristik perusahaan mempengaruhi pengungkapan sukarela. Pada penelitian Akhtaruddin et al (2009) meneliti pengaruh corporate governance terhadap voluntary disclosure pada perusahaan go public di Malaysia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel jumlah direksi, proporsi dewan komisaris independen, outside share ownership,

commit to user

family control, dan persentase komite audit terhadap jumlah dewan berhubungan positif dengan tingkat pengungkapan.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Akhataruddin et al (2009) dengan perbedaan pada variabel penelitian yang digunakan. Penelitian Akhtaruddin et al (2009) menggunakan variabel jumlah direksi, proporsi dewan komisaris independen, outside share ownership, family control, dan persentase komite audit terhadap jumlah dewan. Namun, dalam penelitian ini tidak menggunakan variable family control, pemegang saham asing, dan persentase komite audit terhadap jumlah dewan, tetapi diganti dengan keberadaan komite penunjang dewan komisaris serta persentase dewan komisaris independen dalam komite audit. Komite penunjang dewan komisaris digunakan dalam penelitian Kanagaretnam et al (2007) yang menguji apakah good corporate governance menurunkan asimetri informasi di sekitar pengumuman laba. Dalam penelitiannya diketahui bahwa good corporate governance menurunkan asimetri informasi di sekitar pengumuman laba.

Variabel persentase dewan komisaris independen juga digunakan dalam penelitian Khodadadi et al (2010) yang menunjukkan bahwa persentase dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure , namun hasil penelitian Cheng dan Courtenay (2006) menunjukkan persentase dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure . Persentase dewan komisaris independen dalam komite audit juga digunakan oleh Nasir dan Abdulah (2004) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa persentase dewan komisaris independen dalam

commit to user

komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Barako (2007) dan Rouf (2011) menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap voluntary disclosure. Sementara itu, variabel ukuran direksi digunakan oleh Akhtaruddin et al (2009) menunjukkan terdapat pengaruh positif ukuran direksi terhadap voluntary disclosure . Namun, hasil penelitian penelitian Gantyowati dan Nurlinda (2011) menunjukkan bahwa ukuran direksi tidak berpengaruh terhadap penurunan asimetri informasi. Gantyowati dan Nurlinda (2011) juga melakukan penelitian dengan variabel komite penunjang dewan komisaris yang digunakan oleh Kanagaretnam et al (2007). Dalam penelitian keduanya menunjukkan komite penunjang dewan komisaris berpengaruh positif terhadap penuruan asimetri informasi. Asimetri informasi dapat dikurangi dengan peningkatan pengungkapan sukarela.

Variabel voluntary disclosure menggunakan item pengungkapan yang digunakan Akhtaruddin et al (2009) dalam penelitiannya serta ditambah dengan item-item GRI (Global Reporting Initiative). Semua item pengungkapan tersebut selanjutnya disesuaikan dengan PSAK per 31 Juli 2009 dan Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No : KEP- 134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009 dan 2010. Pertimbangan peneliti untuk memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur dipercaya membutuhkan image yang lebih baik dari

commit to user

investor dan stakeholders lainnya karena menurut Surat Edaran Badan Pengawas Pasar Modal Nomor SE-02/PM/2002 perusahaan memiliki berbagai macam risiko yang melekat.

Atas uraian di atas, maka judul penelitian ini adalah : “Pengaruh Corporate governance Terhadap Vountary Disclosure Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1. Apakah terdapat pengaruh persentase dewan komisaris independen terhadap voluntary disclosure?

2. Apakah terdapat pengaruh persentase komisaris independen dalam komite audit terhadap voluntary disclosure?

3. Apakah terdapat pengaruh ukuran dewan direksi terhadap voluntary disclosure ?

4. Apakah terdapat pengaruh keberadaan komite penunjang dewan komisaris terhadap voluntary disclosure?

5. Apakah terdapat pengaruh struktur dewan terhadap voluntary disclosure?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan persentase dewan komisaris independen, persentase komisaris independen dalam komite audit, ukuran

commit to user

dewan direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris terhadap voluntary disclosure .

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain:

1. Bagi perusahaan Penelitian ini diharapakan memberikan manfaat dan masukan kepada perusahaan agar meningkatkan pengungkapan sukarela yang penting bagi pihak eksternal.

2. Bagi investor Penelitian ini diharapkan dapat membantu investor dalam menentukan keputusan investasi dengan memilih perusahaan yang memiliki good corporate governance .

3. Bagi akademisi Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian tentang voluntary disclosure .

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam 5 bab, yaitu : BAB I: PENDAHULUAN Menjelaskan latar belakang penelitian ini serta perumusan masalah penelitian yang penyusunannya disesuaikan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

commit to user

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Berisi teori-teori serta penelitian terdahulu berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selain itu, bab ini juga dijelaskan susunan pemikiran yang melandasi timbulnya hipotesis penelitian. Pada bagian ini, diuraikan mengenai hubungan antara variabel independen dan dependen yang digunakan dalam penelitian. BAB III: METODE PENELITIAN Terdiri dari variabel penelitian dan definisi operasional penelitian, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian. BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN Menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasan hasil output SPSS. BAB V: PENUTUP Berisi tentang kesimpulan penelitian serta implikasi keterbatasan penelitian.Untuk mengatasi keterbasan penelitian tersebut, disertakan pula saran bagi penelitian mendatang.

commit to user

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Teori Agensi (Agency Theory)

Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak yang terjadi antara manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal). Wewenang dan tanggung jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Agen dituntut untuk bertindak sesuai dengan keinginan pemilik, untuk mencegah masalah keagenan dimana timbul konflik karena agen akan cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi maka akan timbul biaya keagenan (monitoring, bonding, dan residual loss) (Jensen dan Meckling, 1976).

Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agent) yang melakukan perkerjaan. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi

commit to user

tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Kedua adalah masalah pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko.

Teori agensi juga menyatakan bahwa konflik kepentingan antara agen dan prinsipal dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada dalam perusahaan. Namun, dengan adanya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut agency cost. Konflik kepentingan yang menyebabkan munculnya agency cost dapat dikurangi melalui sebuah mekanisme corporate governance. Melalui good corporate governance diharapkan dapat memberikan kepercayaan terhadap manajemen dalam mengelola kekayaan pemilik (pemegang saham), sehingga dapat meminimalkan konflik kepentingan dan mengurangi agency cost.

Selain itu teori agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri informasi. Agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal, sehingga menimbulkan adanya asymmetry information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingannya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.

Asimetri informasi terjadi karena manajer dari suatu perusahaan memiliki lebih banyak informasi tentang operasi perusahaan dan prospek masa depan perusahaan dibandingkan dengan investor (Sundjaja dan

commit to user

Barlian, 2003). Teori signaling muncul karena adanya asimetri inforrmasi ini. Asimetri informasi antara manajer dan investor potensial akan membuat investor melakukan evaluasi bijaksana terhadap saham perusahaan (Matoussi dan Chakroun, 2008). Voluntary disclosure bertujuan untuk memberikan informasi kepada para pemegang saham. Manajer memiliki motivasi untuk mengungkapkan private information secara sukarela karena mereka berharap informasi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai sinyal positif mengenai kinerja perusahaan dan mampu mengurangi asimetri informasi (Oliveira et al, 2008).

2. Corporate governance

Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau sering kali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Sifat masalah keagenan secara langsung berhubungan dengan struktur kepemilikan. Strukur kepemilikan yang tersebar tidak akan memberikan insentif kepada pemilik untuk memonitor pengelolaan manajemen. Hal ini disebabkan para pemilik akan menanggung sendiri biaya pengawasan (monitoring cost), sehingga semua pemilik akan menikmati manfaat.

Kaen (2003) menyatakan corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa yang seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa harus dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan ”siapa” adalah para pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan

commit to user

terhadap perusahaan. Corporate governance merupakan suatu bentuk kontrol terhadap masalah agen dan memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan harapan pemegang saham.

Forum for Corporate governance in Indonesia atau FCGI (2002) menggunakan definisi Cadbury Committee untuk mendefinisikan corporate governance sebagai

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”.

Pengertian lain corporate governance menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/MPM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik Corporate Governance dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO) menyatakan bahwa:

“Corporate governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan efek yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur orgnisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung: pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien, efektif, dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya”.

Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat (FCGI, 2002), yaitu: (1) meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders , (2) mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang

commit to user

lebih murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value, (3) mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dan (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen.

Menurut Pedoman Umum GCG Indonesia (2006), good corporate governance berasakan lima hal, yaitu:

1. Transparansi (Transparency) Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan untuk menjaga obyektivitas. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

2. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

commit to user

3. Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

4. Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas good corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Di dalam penelitian Kanagaretnam et al (2007), mekanisme corporate governance dijelaskan dengan jumlah direksi dan keberadaan komite penunjang dewan komisaris. Sedangkan berdasarkan penelitian Akhtaruddin et al (2009) menggunakan jumlah direksi, proporsi dewan komisaris independen, outside share ownership , family control, dan persentase komite audit terhadap jumlah dewan sebagai faktor corporate governance.

a. Dewan Komisaris Independen

Komite Nasional Corporrate Governance mengartikan dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi

commit to user

serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Namun, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris termasuk komisaris utama adalah setara. Tugas komisaris utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris. Agar pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:

1. Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.

2. Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan.

3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good governance. Dewan komisaris menggambarkan puncak dari sistem pengendalian pada perusahaan besar, yang memiliki peran ganda yaitu peran untuk memonitor dan pengesahan (ratification). Fama dan Jensen, (1983) menyatakan bahwa pengendalian keputusan yang efektif merupakan fungsi positif dari rasio dewan komisaris eksternal dengan total keanggotaan dewan komisaris.

Terdapat dua sistem manajemen yang berbeda berasal dari dua sistem hukum yang berbeda (FCGI, 2002) yang membedakan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris yaitu:

commit to user

1. Sistem satu Tingkat (One Tier System) Dalam sistem ini perusahaan hanya mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan paruh waktu (non direktur eksekutif). Negara-negara yang menggunakan one tier system adalah Amerika Serikat dan Inggris.

2. Sistem Dua Tingkat (Two Tiers System) Dalam sistem ini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan dewan komisaris. Sehingga dewan komisaris terutama bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen. Menurut Tjager et al (2003) dan Syakhroza (2005) dalam Arifin (2005), Indonesia menganut two tiers system yang berarti komposisi pengurus perseroan terdiri dari fungsi eksekutif yaitu dewan direksi, dan fungsi pengawasan yaitu dewan komisaris.

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 pasal 97, dijelaskan bahwa komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Selanjutnya pasal 98 UUPT menegaskan, bahwa komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Komisaris independen merupakan pihak independen dari posisi manajemen eksekutif atau fungsi manajemen lainnya dalam

commit to user

perusahaan dan bebas dari hubungan apapun yang dapat mempengaruhi keputusan mereka. Terdapat beberapa kritera mengenai komisaris independen menurut FCGI (2002) antara lain:

1. Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen.

2. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan.

3. Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi itu.

4. Komisaris independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut.

5. Komisaris independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut.

b. Komite Audit

Menurut Abeysekera (2006), komite audit merupakan mekanisme untuk memastikan tidak ada tindakan manajemen yang merugikan

commit to user

stakeholder . Komite audit menurut KNKG (2006) memiliki tugas membantu dewan komisaris dalam memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.

Dalam FCGI dinyatakan bahwa komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Sebagai contoh, komite audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam cakupan tanggung jawabnya. Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu:

a. Laporan Keuangan (Financal Reporting) Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen jangka panjang.

b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

commit to user

c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) Tanggung jawab komite audit dalam pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektivitas sistem pengawasan intern.

Menurut KNKG (2006) jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, komite audit diketuai oleh komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan, salah seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntansi dan atau keuangan. Kepercayaan atas independensi sikap komite audit sangat penting sehingga untuk diakui sebagai pihak independen, anggota komite audit harus bebas dari setiap kewajiban kepada perusahaan dan tidak memiliki suatu kepentingan tertentu terhadap perusahaan atau direksi atau komisaris perusahaan dan bebas dari keadaan yang menyebabkan pihak lain meragukan sikap independensinya.

commit to user

c. Dewan Direksi

Menurut Komite Nasional Corporate Governance (KNKG), dewan direksi merupakan organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing- masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota direksi termasuk direktur utama adalah setara. Tugas direktur utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan direksi. Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:

1. Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.

2. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.

3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan.

4. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

commit to user

d. Komite Penunjang Dewan Komisaris

Dewan komisaris dapat melakukan tugasnya sendiri maupun dengan mendelegasikan kewenangannya pada komite yang bertanggung jawab pada dewan komisaris. Dalam Pedoman Umum Corporate Governance Indonesia terdapat dijelaskan mengenai komite penunjang dewan komisaris yang dapat membantu melaksanakan tugas-tugas dari dewan komisaris, komite-komite tersebut antara lain:

1) Komite Nominasi dan Remunerasi Komite nominasi dan remunerasi bertugas membantu dewan komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota dewan komisaris dan direksi serta sistem remunerasinya. Komite ini juga bertugas membantu dewan komisaris mempersiapkan calon anggota dewan komisaris dan direksi dan mengusulkan besaran remunerasinya. Dewan komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar. Komite nominasi dan remunerasi diketuai oleh komisaris independen dan anggotanya dapat terdiri dari komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan.

2) Komite Kebijakan Risiko Komite kebijakan risiko bertugas membantu dewan komisaris dalam mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh perusahaan. Anggota komite kebijakan risiko terdiri dari anggota dewan komisaris, namun

commit to user

bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.

3) Komite Kebijakan Corporate Governance Komite kebijakan corporate governance bertugas membantu dewan komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Anggota komite kebijakan corporate governance terdiri dari anggota dewan komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan. Bila dipandang perlu, komite kebijakan corporate governance dapat digabung dengan komite nominasi dan remunerasi.

3. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan (firm size) merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang biasanya digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan, yaitu jumlah karyawan, total aset, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar aset maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Menurut Veronica dan Siddharta (2005), semakin besar ukuran perusahaan, informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak.

commit to user

4. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure)

Melalui voluntary disclosure, perusahaan dapat meningkatkan kredibilitas dari sebuah pelaporan. Voluntary disclosure sebuah organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) aturan-aturan informal yang diadopsi oleh organisasi; (2) norma-norma akuntansi dan (3) peraturan pasar. Aturan-aturan informal sering diproduksi oleh budaya dan kebiasaan perusahaan (Gibbins et al, 1992 dalam Maingot dan Zeghal, 2008). Terdapat tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu: adequate disclosure (pengungkapan cukup), fair disclosure (pengungkapan wajar) dan full disclosure (pengungkapan penuh). Dari ketiga konsep tersebut yang paling umum digunakan adalah pengungkapan yang cukup yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Konsep fair disclosure mengandung sasaran etis dengan menyediakan informasi yang layak terhadap investor potensial, sedangkan full disclosure merupakan pengungkapan atas semua informasi yang relevan.

Pengungkapan informasi harus bersifat cukup, wajar dan lengkap agar sesuai dengan keperluan dari pihak-pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Jika terlalu banyak informasi yang disajikan dapat membahayakan karena penyajian rincian yang tidak penting justru akan mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan keuangan sulit dipahami.

Latridis (2008), Mcknight dan Tomkins, (1999), Skinner (1994), Trueman (1986) dalam Hossain dan Hamami (2009) menyatakan motivasi perusahaan melakukan voluntary disclosure antara lain:

commit to user

1. Pengungkapan dibutuhkan karena manajer bertanggung jawab dan harus memenuhi kebutuhan bisnis tertentu dan target keuangan.

2. Manajer cenderung untuk mengungkapkan informasi tentang kinerja mereka dalam rangka untuk mendapatkan timbal manfaat di pasar saham.

3. Pengungkapan yang tidak memadai dapat memotivasi para manajer untuk memberikan pengungkapan sukarela untuk mengurangi biaya litigasi.

4. Manajer dapat memberikan pengungkapan sukarela dan perkiraan untuk menunjukkan kepada investor yang sadar terhadap lingkungan ekonomi perusahaan dan dapat dengan cepat merespon perubahan

Dokumen yang terkait

Manajemen program nasional sanitasi berbasis masyarakat (sanimas) di kelurahan sangkrah Surakarta Surakarta FKIP 2012

0 2 140

penerapan otonomi daerah di negara indonesia

0 3 36

PERISTILAHAN DALAM NE’BARUAKNG KULUB CERITA RAKYAT KANAYATN MAMPAWAH DI DESA PAHOKNG KECAMATAN MEMPAWAH HULU Antonia Weni Iyasena, Paternus Hanye, Agus Syahrani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak e-mail: antoniaweni

0 0 12

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN METODE INKUIRI DI MAN 2 FILAIL PONTIANAK Sajidin Muttaqin Putra. Nanang Heryana. Syambasril. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Pontianak

0 0 10

KAJIAN STRUKTURALIAME DAN NILAI-NILAI PADA HIKAYAT HANG TUAH JILID I KARYA MUHAMMAD HAJI SALEH Fiky Indra Gunawan Saputra, Antonius Totok Priyadi, Agus Wartiningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak Email : fikyind

0 0 14

Konsep Perencanaan dan Perancangan Hotel Resort Di Bukit Patuk Gunungkidul Yang Mengangkat Kearifan Lokal

1 2 89

PROGRAM SOLO TECHNOPARK DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN TENAGA KERJA TERAMPIL SIAP PAKAI TAHUN 2012 ( Studi Kasus di Surakarta )

0 0 115

Tinjauan Yuridis Mengenai Perlindungan Terhadap Pekerja/Buruh Khususnya Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

1 1 92

Analisis tingkat kesehatan Bank perkreditan rakyat ( Studi Kasus di PT. BPR Nguter Kota Solo : 2009-2011)

0 1 121

Perusahaan Gula Praja Mangkunegaran Masa K.G.P.A.A. Mangkunegara VI (1896-1916)

0 1 106