Gaya Bahasa Perbandingan
1) Gaya Bahasa Perbandingan
Gaya bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam (PMP) yaitu: hiperbola, personifikasi, dan Perumpamaan.
(a) Gaya Bahasa Hiperbola
15) Sapu tangan dipukul ribut
Tercampak di tanah seberang Di mulut naga lagi ditekak Apakan lagi di tangan orang
( Sulaiman Daud dalam Rachman, 2009: 271)
16) Api-api kulitnya manis
Tambat rakit di tangan puan Laki-laki mulutnya manis Pandai membujuk hati perempuan
( Sulaiman Daud dalam Rachman, 2009: 271)
Berdasarkan data (15) di atas merupakan jenis pantun percintaan yang menggunakan gaya bahasa hiperbola yang ditunjukkan pada baris pertama dan kedua merupakan sampiran,baris ketiga dan keempat adalah isi. “Sapu tangan dipukul ribut, Tercampak di tanah seberang”.Pada baris pertama dan kedua merupakan sampiran pantun menggunakan gaya bahasa hiperbola. Sapu tangan merupakan benda yang lembut tidak akan menimbulkan suara yang keras apalagi ribut dan tidak mengkin terlempar atau sampai tercampak jauh kalau tidak dibawa
commit to user
yang sangat berlebihan.“Di mulut naga lagi ditekak, Apakan lagi di tangan orang” baris ketiga pantun menggunakan gaya bahasa hiperbola, berdasarkan pilihan kata yang berlebihan karena manusia sekuat apapun untuk mengambil sesuatu dari mulut naga sangat mustahil. Tetapi karena cinta seseorang bisa melakukan apapun termasuk mengorban diri untuk pujaan hati ditunjukkan pada baris keempat merupakan isi pantun.
Data (16) di atas baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi pantun yang mengandung gaya bahasa hiperbola. “Api-api kulitnya manis, Tambat rakit di tangan puan” Baris pertama dan kedua pantun di atas menggunakan gaya bahasa hiperbola karena api ditunjukkan seperti kulit yang manis, makna sebenarnya api panas. Kedua sampiran pantun ini seolah-olah menggambarkan hati yang bergelora karena asmara. “Laki-laki mulutnya manis,Pandai membujuk hati perempuan”pemakaian gaya bahasa hiperbola pada baris ketiga dan keempat yang merupakan isi pantun menunjukkan seoang pemuda yang sedang jatuh cinta pada pujaan hatinya, sehingga ia pandai berkata-kata dengan manis untuk merayu hati perempuan.
Pemakaian gaya bahasa hiperbola dalam pantun memang menarik untuk dicermati. Gaya bahasa hiperbola, dapat menimbulkan suatu efek yang indah dalam sebuah pantun.Sama halnya dengan yang terdapat dalam Pantun Melayu Pontianak yang terhimpun dalam Pantun Melayu, Titik temu Islam dan Budaya Lokal Nusantara karya Abd. Rachman Abror.
commit to user
hiperbola tampak pada contoh-contoh berikut.
17) Pukul gendang bertambur tidak,
Orang bercermat di dalam peti; Berpandang mata bertegur tidak, Rasa kiamat di dalam hati.
(Nurifah Hasan dalam Rachman, 2009: 263)
Sudah menjadi sebuah ketetapan dalam menulis pantun bahwa baris pertama dan kedua merupakan sampiran, namun sampiran dalam pantun bukan berarti tanpa makna. Sampiran pada data (17) di atas adalah Pukul gendang bertambur tidak,Orang bercermat di dalam peti; Sampiran tersebut memuat makna bahwa rasa dalam hati menyimpan suka yang sangat mendalam tapi di simpan dalam hati, hati yang suka tapi di simpan di ibaratkan dengan peti. Penggunaan gaya bahasa hiperbola ditemui dalam isi dari pantun pada data (17) yaitu, Berpandang mata bertegur tidak,Rasa kiamat di dalam hati.Kutipan tersbut merupakan baris ke tiga dan ke empat dalam data 17 yang sekaligus menjadi isi pantun. Kutipan 17 PMP di atas mengandung makna bahwa seseorang yang tengah bertemu atau berpapasan dengan seseorang yang dia kenal mungkin kekasihnya namun tidak saling menyapa menjadikan hatinya kecewa dan sakit. Rasa kecewa tersebut ditunjukkan dengan penggunaan frasa rasa kiamat. Kata kiamat menggambarkan kondisi yang tidak terkendali, segalanya runyam, kacau dan panik. Penggambaran seperti ini digunakan pengarang untuk mengambarkan suasana hati yang tidak kacau, hal ini dapat dilihat pada penggunaan kata rasa di depan kata kiamat.
commit to user
Penjuru satu dimakan api; Luka di tangan dapat diobat, Luka di hati hancur sekali.
(Nurifah Hasan dalam Rachman, 2009: 264)
Data 18 di atas masih menunjukkan pemanfaatan gaya bahasa hiperbola untuk menyatakan maksud dan memunculkan keindahan dalam pantun. Pantun di atas menggambarkan rasa kecewa seseorang terhadap pasangannya.Hatinya terluka oleh tindakan atau perbuatan yang dilakukan pasangannya.Untuk menggambarkan rasa sakit hati tersebut pengarang memilih kalimat luka di hati hancur sekali .Kata atau frasa hancur sekali menunjukkan rasa sakit yang sangat yang dialami oleh pelaku. Hal ini diketahui dari penggunaan kata hancur yang berarti menjadi remah-remah.Kata hancur sudah mengandung arti “sangat” dan untuk memberi efek yang lebih pengarang menambahkan kata “sekali” untuk memberi penyangatan.
19) Berapa lama tidak ke ladang,
Habis padi dililit kangkung; Berapa lama tidak berpandang, Rasa remuk hati dengan jantung.
(Sulaiman Daud dalam Rachman, 2009: 271)
Penggunaan gaya bahasa hiperbola juga tampak dalam data 19 di atas. Tidak jauh berbeda dengan data 18, data 19 menggunakan kata remuk untuk memberikan gambaran kondisi yang parah atas suatu kejadian. Kata remuk memuat arti yang tidak jauh berbeda dengan hancur, yaitu berkeping menjadi remah-remah. Adapun makna dari pantun di atas adalah rasa rindu karena lama tidak berjumpa dengan pujaan hatinya, sehingga hal tersebut menjadikan hatinya nelangsa. Hal ini terlihat dalam isi pantun pada baris ke tiga dan ke empat seperti
commit to user
jantung.Pantun lainnya yang menggunakan gaya bahasa hiperbola ditunjukkan oleh data 20 berikut ini.
20) Orang menjala kecebak-kecebur,
Dapat udang di bawah daun;