Mekanisme Pelaksanaan Sertifikasi Guru

1. Mekanisme Pelaksanaan Sertifikasi Guru

Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki Undang-Undang Guru dan Dosen, yang merupakan kebijakan untuk intervensi langsung meningkatkan mutu kompetensi guru lewat keharusan kebijakan pendidik untuk memiliki kualifikasi strata 1 atau diploma 1V dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini, pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi. Tunjangan yang diterima oleh pendidik tersebut adalah sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan finansial pendidik. Dengan mendapatkan tunjangan professional, diharapkan guru mendapatkan hak-hak dan juga kewajiban professional sehingga pendidik dapat mengabdikan keprofesionalannya secara total kepada peserta didik.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa cara pengajuan program sertifikasi ada dua, yakni melalui jalur portofolio dan jalur pendidikan. Jalur portofolio diperuntukkan bagi SMA/SMK/MA sedangkan jalur pendidikan diperuntukkan bagi pengajar SD/MI dan SMP/MTs.

Khusus di Madrasah Aliyah (MA), proses sertifikasi dilakukan melalui portofolio yang di dalamnya telah memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu. Berkas portofolio tersebut diajukan setiap tahun kepada Kementrian Agama Provinsi melalui Kementrian Agama Kabupaten yang kemudian dikirimkan langsung ke Kementrian Agama Pusat untuk diseleksi.

Wakil Kepala bagian Kurikulum berikut ini : “... gini mbak, kalau di Aliyah ini kan di bawah Kemenag langsung,

bukan dibawah Dinas Pendidikan seperti SMA umumnya, jadi kalau mengajukan sertifikasi, itu portofolio yang sudah lengkap dikirimkan ke Kemenag Pemkab, nanti dari Pemkab dikirimkan ke Kemenag Provinsi kemudian diseleksi langsung oleh pusat begitu..tapi kalau sekarang ini yang lagi duduk disini semua ini udah pada lewat PLPG semua mbak.” (wawancara, 28 November 2012)

Kemudian Bapak Sudiman selaku Kepala Seksi Madrasah dan Pendidikan Agama Islam di Kementerian Agama Sukoharjo menambahkan bahwa :

“Program sertifikasi di sekolah-sekolah binaan Depag, mulai dari MI (Madrasah Ibtidayah), MTs (Madrasah Tsanawiyah) hingga MA (Madrasah Aliyah) ini sudah berjalan dari 2007. Tapi dari 2007 sampai 2010 itu melalui seleksi portofolio, dan mulai tahun 2010 itu melalui pelatihan PLPG langsung di PLTK-PLTK, itu di perguruan tinggi yang berbeda-beda ada yang di UMS, UNS, ada juga yang di IAIN, itu kalau yang untuk portopolio berkas-berkasnya dikirim ke sini terus nanti dari sini langsung dikirim ke pusat begitu.” (Wawancara, 15 November 2011)

Pada Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sukoharjo, pengajuan program sertifikasi ini dilakukan setiap tahun khususnya bagi guru yang belum mendapat sertifikat. Hal tersebut dilaksanakan dengan maksud untuk menambah kuota guru yang bersertifikasi sehingga kuota guru yang berkualitaspun dapat meningkat karena mau tidak mau mereka harus meningkatkan kualifikasi pendidikan dan juga kompetensinya. Adapun alur proses dalam mengajukan sertifikasi guru sebagai pendidik di MAN Sukoharjo antara lain sebagai berikut :

Alur Proses Pengajuan Sertifikasi

(sumber: MAN Sukoharjo)

Keterangan :

1) Dikeluarkannya Surat dari Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Jawa Tengah tentang pendaftaran peserta calon penerima program sertifikasi yang diturunkan kepada Kementrian Agama Kabupaten Sukoharjo. Kemudian Kemenag Kabupaten Sukoharjo memberitahukan

Surat Kemenag Provinsi Jateng tentang

Pendaftaran Peserta

Kementrian Agama Kabupaten Sukoharjo

Madrasah Aliyah Negeri Sukoharjo

Kemenag Kabupaten Sukoharjo

Kemenag Provinsi Jateng

Lulus Tidak lulus

Persiapan portofolio

Tidak lulus Lulus

Wisuda (penerima sertifikat sebagai pendidik)

Mengikuti PLPG Mengikuti PLPG

2) Setelah menerima Surat dari Kemenag Kabupaten, maka MAN Sukoharjo mendaftarkan guru yang terdaftar sebagai peserta sertifikasi dengan catatan masa kerja minimal 5 tahun.

3) Pihak sekolah menunggu pengumuman dari Kemenag Provinsi Jateng.

4) Dikeluarkannya pengumuman guru yang telah menerima sertifikasi lewat website Kemenag Provinsi Jateng.

5) Peserta yang lolos dipanggil ke Kemenag Kabupaten Sukoharjo untuk diberikan penjelasan mengenai langkah-langkah apa yang harus dikerjakan peserta diterima sertfikasi.

6) Persiapan portofolio oleh peserta lolos sertifikasi yang kemudian

diserahkan kepada Kemenag Kabupaten Sukoharjo.

7) Setelah itu peserta portofolio melakukan pelatihan selama kurang lebih

1 bulan di Perguruan Tinggi di Surakarta.

8) Menunggu hasil pengumuman untuk kedua kalinya, apabila lulus sertifikasi maka guru di wisuda sebagai penerima sertifikat pendidik namun apabila peserta tidak lulus maka peserta mengikuti Diklat PLPG (Pelatihan Profesi Guru) di Perguruan Tinggi Negeri (untuk MA dilaksanakan di UNS) selanjutnya peserta mengulang proses pendaftaran dari awal.

(sumber : MAN Sukoharjo)

berdasarkan masa kerja dan kuota mata pelajaran. Persyaratannya yaitu guru harus melalui masa kerja minimal 5 tahun dan berdasarkan kuota mata pelajaran yang diampu pada guru di Kabupaten Sukoharjo. Penyeleksian tersebut tidak bisa dipastikan oleh pihak sekolah sendiri mengingat masa kerja dan jumlah mata pelajaran yang diampu tidak sedikit pada guru-guru yang ada di seluruh Kabupaten Sukoharjo. Penyeleksian dan keputusan tetap diputuskan oleh Kemenag Pusat yang diseleksi berdasarkan berkas-berkas yang tercantum dalam portofolio yang telah diajukan oleh seluruh guru karena di dalam portofolio tersebut tercantum dengan jelas mengenai masa kerja, jabatan dan kualifikasi mata pelajarannya.

Dalam perkembangannya cara memperoleh sertifikasi kini sudah tidak menggunakan jalur portopolio lagi akan tetapi setiap guru bersertifikasi harus mengikuti pelatihan PLPG yang dilaksanakan oleh PLTK yang terakreditasi oleh Kemendiknas. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan guru yang benar-benar berkompetensi dan mendapatkan nilai yang sesungguhnya bila dibandingkan dengan portopolio, karena dengan portopolio bisa dipastikan banyak guru yang dimungkinkan memaksakan untuk membuat persyaratan sertifikasi dengan cara yang tidak diperkenankan seperti manipulasi dan sebagainya. Sedangkan melalui PLPG akan terlihat seperti apa sebenarnya kompetensi dan guru yang bersangkutan. Selain itu, diharapkan dengan adanya PLPG ini bisa Dalam perkembangannya cara memperoleh sertifikasi kini sudah tidak menggunakan jalur portopolio lagi akan tetapi setiap guru bersertifikasi harus mengikuti pelatihan PLPG yang dilaksanakan oleh PLTK yang terakreditasi oleh Kemendiknas. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan guru yang benar-benar berkompetensi dan mendapatkan nilai yang sesungguhnya bila dibandingkan dengan portopolio, karena dengan portopolio bisa dipastikan banyak guru yang dimungkinkan memaksakan untuk membuat persyaratan sertifikasi dengan cara yang tidak diperkenankan seperti manipulasi dan sebagainya. Sedangkan melalui PLPG akan terlihat seperti apa sebenarnya kompetensi dan guru yang bersangkutan. Selain itu, diharapkan dengan adanya PLPG ini bisa

“Selain untuk menyesuaikan dengan Kemendiknas, kan di sana (Kemendiknas) sudah ada perubahan dari portofolio ke PLPG yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2009 lalu, portofolio itu kan persyaratannya hanya berdasarkan pada data-data tertulis ya itu bisa dimungkinkan untuk dimanipulasi atau semacamnya sehingga menjadi kurang valid untuk dijadikan persyaratan pencairan tunjangan profesi yang menjadi tujuan daripada program sertifikasi itu sendiri. Nah dari situ maka Depag (sekarang Kemenag) mensyaratkan guru-guru yang telah memenuhi persyaratan untuk mengikuti PLPG langsung. Nanti kan disana (PLTK) langsung dilakukan ujian tertulis setelah peserta mengikuti PLPG.” (Wawancara, 15 November 2011)

Sementara itu ibu Zuhriyah selaku Ketua Panitia Pelaksana Sertifikasi Guru UMS menjelaskan secara lebih detail berikut ini :

“Ya karena pertama yang lebih dominan itu para guru itu makin lama makin muda, kalau guru itu makin lama makin muda maka bisa diestimasikan, bisa diasumsikan pasti angka portopolionya tidak mencapai angka 800. Kalau kita sudah punya asumsi gitu mengapa maksa-maksain, kan itu hanya pemborosan dana saja, karena untuk menilai satu portopolio itu kan ada dua asesor, itu juga butuh biaya, itu yang pertama, kita punya estimasi bahwa portopolionya belum sampai angka 800. Yang kedua, kalau hanya portopolio, itu tidak memberikan efek apapun, penambahan ilmu apapun bagi yang bersangkutan, tetapi kalau melalui PLPG, itu meskipun itu hanya selama 9-10 hari, tetapi ada sesuatu yang baru yang diberikan oleh universitas kepada yang bersangkutan, gitu, karena nanti mereka bersentuhan lagi dengan kampus, bersentuhan lagi dengan metodologi ilmiah, bersentuhan lagi dengan apa namanya paradigma-paradigma baru tentang pembelajaran, gitu, tapi kalau portopolio nggak pernah mereka bersentuhan dengan itu.” (wawancara 29 Februari 2012)

Berdasarkan penjelasan Kasie Mapenda dan Ketua Panitia

guru yang bersangkutan demi tercapainya tujuan daripada sertifikasi guru itu sendiri, yakni meningkatkan profesionalitas dan kompetensi guru. Pelaksanaan PLPG bagi calon guru bersertifikasi ini di dalamnya terdapat beberapa materi dan praktikum serta penilaian-penilaian yang telah ditentukan sebelumnya. Melalui pelatihan pelatihan yang dilaksanakan selama 10 hari ini diharapkan nantinya dapat mengubah paradigma dan cara berfikir guru untuk memberikan pengajaran yang lebih efektif di kelas. Seperti yang telah dijelaskan oleh Bapak Sudiman bahwa PLPG pada sekolah-sekolah di bawah Kemendiknas sudah dilaksanakan dari tahun 2009, namun untuk madrasah dalam arti sekolah yang ada di bawah binaan Kemenag baru memulai PLPG ini pada tahun 2010.

Dalam pelatihan PLPG, alokasi waktu yang ditetapkan adalah 10 hari atau selama 90 jam pelajaran. Dari 90 jam pelajaran tersebut terdapat pembagian jam tertentu, yakni pertama, untuk pengembangan profesionalisme guru yang dijelaskan secara bersamaan dan guru dikumpulkan dalam satu ruangan, kemudian kedua, terdapat penelitian tindakan kelas yang harus dipraktekkan oleh setiap guru, dan yang ketiga adalah pendalaman materi yang harus diikuti oleh setiap guru, serta terdapat peer teaching. Dalam hal ini ibu Zuhriyah menggambarkan secara detail mengenai pembagian jam tersebut sebagai berikut :

“Ya itu karena sepuluh hari ya mbak, maka ada pembagian- pembagian jam tertentu, ya dan disini ada tiga jam untuk pengembangan profesionalime guru ini disampaikan secara stadium “Ya itu karena sepuluh hari ya mbak, maka ada pembagian- pembagian jam tertentu, ya dan disini ada tiga jam untuk pengembangan profesionalime guru ini disampaikan secara stadium

32 jam pelajaran, gitu. Iya, ini adalah alokasi waktunya. Kemudian ada peer teaching itu selama 30 jam pelajaran. Ada peer teaching.” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa selama 10 hari pelatihan PLPG, setiap guru harus benar-benar dituntut untuk mengikuti dan melaksanakan setiap rangkaian kegiatan yang telah ditentukan. Setiap rangkaian kegiatan tersebut mulai dari pengembangan profesionalisme guru, penelitian tindakan kelas, pendalaman materi, pengembangan perangkat pembelajaran, hingga peer teaching secara otomatis dapat meningkatkan kemampuan dan kreativitas guru secara efektif bila dibandingkan dengan hanya mengumpulkan berkas-berkas portopolio. Hal ini dikarenakan di dalam pelaksanaan PLPG tersebut setiap guru akan mendapatkan pengetahuan, pengalaman, keahlian dan juga paradigma baru secara langsung dalam setiap bidang mapel yang dikuasainya.

Adapun penyelenggaraan PLPG dilakukan berdasarkan proses baku sebagai berikut : Adapun penyelenggaraan PLPG dilakukan berdasarkan proses baku sebagai berikut :

2. PLPG diselenggarakan selama minimal 10 hari dan bobot 90 jam pertemuan (JP), dengan alokasi 22 JP teori dan 68 JP praktik. Satu JP setara dengan 50 menit.

3. Penentuan tempat pelaksanaan PLPG harus memperhatikan kelayakan (representatif dan kondusif) untuk proses pembelajaran.

4. Rombongan belajar (rombel) PLPG diupayakan satu bidang keahlian/mata pelajaran. 5. Satu rombel maksimal 36 orang peserta, dan satu kelompok peer teaching/peer conseling/peer supervising maksimal 12 orang peserta. Dalam kondisi tertentu jumlah peserta atau satu kelompok peer teaching/peer konseling /peer supervising dapat disesuaikan.

6. Satu kelompok peer teaching/peer konseling/peer supervising difasilitasi oleh satu orang instruktur yang memiliki NIA yang relevan termasuk pada saat ujian.

7. PLPG diawali pretest secara tertulis (1 JP) untuk mengukur kompetensi pendagogik dan profesional awal peserta. 8. Pembelajaran dalam PLPG dilakukan dalam bentuk workshop yang didahului dengan penyampaian materi penunjang workshop dengan menggunakan multimedia dan multimetode yang berbasis pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM).

9. PLPG diakhiri uji kompetensi dengan mengacu pada rambu-rambu pelaksanaan PLPG. Uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji kinerja (ujian praktik). (sumber: buku 4 rambu-rambu pelaksanaan pendidikan dan latihan profesi guru, Kemendiknas)

Berdasarkan petunjuk pelaksanaan PLPG di atas dapat diketahui bahwa PLPG dilaksanakan oleh PLTK yang terakreditasi oleh Kemendiknas, dalam hal ini salah satu PLTK yang melaksanakan PLPG adalah Panitia Sertifikasi Guru Rayon 41 FKIP UMS dimana PLTK tersebut mempunyai wewenang untuk melaksanakan PLPG di empat kabupaten, yakni Sukoharjo, Klaten, Wonogiri dan Karanganyar yang salah satu peserta sekolahnya ialah dari Madrasah Aliyah Negeri Sukoharjo. Hal ini seperti yang telah disebutkan oleh Ibu Zuhriyah yakni, “...satu LPTK itu bisa memeriksa empat kabupaten ya mbak, dan itu tergantung kuota dari Jakarta juga, kalau untuk UMS ini ada empat kabupaten, klaten, wonogiri, sukoharjo, karanganyar. ”

Dalam rangka meningkatkan kualitas guru sehingga mampu menghasilkan sumber daya manusia yang juga berkualitas maka pemerintah mengadakan program sertifikasi guru yang telah dilaksanakan mulai tahun 2007. Secara rinci tujuan daripada program sertifikasi ini antara lain pertama, menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, kedua, meningkatkan proses dan hasil pembelajaran kemudian ketiga, meningkatkan kesejahteraan guru serta keempat meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

Mulai dari tahun 2007 hingga saat ini sudah banyak guru-guru yang telah menerima sertifikasi beserta tunjangan profesionalnya, sejak tahun itu pula bermunculan anggapan masyarakat akan banyaknya guru bersertifikasi yang tidak meningkat kompetensinya atau bahkan menurun. Oleh karena hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk menilai dan mengukur sejauh mana sertifikasi guru dapat mencapai tujuannya yaitu dengan menilai kelayakan guru yang telah bersertifikasi, proses dan hasil pembelajaran guru bersertifikasi serta mengukur kesejahteraan guru itu sendiri. Dalam penelitian ini akan mengevaluasi dampak atau hasil program sertifikasi guru yang telah diberikan oleh guru yang bersangkutan.

Pembahasan mengenai evaluasi dampak sertifikasi guru ini akan diukur dengan menggunakan enam (6) indikator sertifikasi guru. Adapun Pembahasan mengenai evaluasi dampak sertifikasi guru ini akan diukur dengan menggunakan enam (6) indikator sertifikasi guru. Adapun

a. Ketrampilan Mengajar

Ketrampilan mengajar guru meliputi cara penyampaian guru dalam menyajikan bahan pembelajaran dan juga kemampuan guru dalam mengorganisir atau menyusun rencama kegiatan pembelajaran.

1) Presentasi dan Penyajian

Sebagai langkah awal untuk mengetahui apakah guru itu berkualitas atau tidak, maka dilihat dari cara mengajarnya ketika proses kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Guru yang mempunyai kualitas mengajar yang baik cenderung bisa memilih metode pembelajaran yang paling sesuai dan paling dapat diterima oleh peserta didiknya mengingat kemampuan atau daya serap peserta didik yang berbeda-beda. Dalam hal ini guru diharapkan mampu menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan silabus yang ada pada mata pelajaran tetapi juga sesuai dengan karakteristik peserta didik itu sendiri. Mengingat kemampuan peserta didik yang berbeda-beda maka guru sudah seharusnya menerapkan metode pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran maupun standar hasil pembelajaran yang telah ditentukan menjadi tercapai dalam arti guru tidak sia-sia dalam Sebagai langkah awal untuk mengetahui apakah guru itu berkualitas atau tidak, maka dilihat dari cara mengajarnya ketika proses kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Guru yang mempunyai kualitas mengajar yang baik cenderung bisa memilih metode pembelajaran yang paling sesuai dan paling dapat diterima oleh peserta didiknya mengingat kemampuan atau daya serap peserta didik yang berbeda-beda. Dalam hal ini guru diharapkan mampu menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan silabus yang ada pada mata pelajaran tetapi juga sesuai dengan karakteristik peserta didik itu sendiri. Mengingat kemampuan peserta didik yang berbeda-beda maka guru sudah seharusnya menerapkan metode pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran maupun standar hasil pembelajaran yang telah ditentukan menjadi tercapai dalam arti guru tidak sia-sia dalam

Melihat situasi dan kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa peserta didik MAN Sukoharjo tergolong memiliki tingkat sumber daya manusia yang menengah ke bawah dalam arti memiliki kemampuan yang berada dibawah sekolah-sekolah negeri maupun terfavorit lainnya di Sukoharjo, maka menjadikan guru di MAN Sukoharjo terlebih guru yang telah menerima sertifikasi harus berusaha keras agar peserta didik bisa mencapai standar pembelajaran yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena guru yang telah menerima sertifikasi ini mempunyai tanggungjawab lebih untuk memberikan seluruh kemampuan dan kompetensinya untuk peserta didiknya.

Oleh karena itu keberhasilan peserta didik dalam mencapai standar pembelajaran yang telah ditentukan pada kenyataannya pertama kali memang bergantung pada guru yang bersangkutan. Apabila guru yang bersangkutan mampu menerapkan metode pembelajaran yang efektif bagi peserta didiknya, maka selanjutnya peserta didik akan mampu mengikuti pembelajaran dan bahkan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan lebih terlihat hasil dan manfaat dari pembelajaran tersebut.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian, ternyata metode pembelajaran yang digunakan oleh guru yang

guru menerangkan dan menjelaskan terlebih dahulu terhadap materi yang ada sehingga peserta didik akhirnya dapat memahaminya. Terlebih lagi pada bidang mata pelajaran yang memang memerlukan penjelasan lebih dari guru yang bersangkutan seperti pada bidang mata pelajaran sejarah, aqidah akhlak, bahasa arab, bahasa Indonesia, kimia, matematika. Kelima guru mata pelajaran tersebut lebih sering menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi dengan alasan cara tersebut adalah cara yang dianggap tepat untuk siwa di MAN Sukoharjo sendiri.

Mengingat kemampuan sumber daya manusia peserta didik yang relatif masih kurang dalam mengikuti pelajaran maka metode ceramah dirasa merupakan metode yang paling tepat digunakan di sekolah ini. Akan tetapi metode ceramah juga tidak selamanya hanya menerangkan saja selama waktu pembelajaran berlangsung, akan tetapi ada kalanya juga guru yang bersangkutan memberikan stimulan bagi anak agar anak itu mau untuk bertanya maupun mengajukan pendapatnya. Namun prosentase anak yang aktif di kelas masih sedikit bahkan jarang. Jadi para guru di MAN Sukoharjo menganggap bahwa metode pembelajaran ceramah menjadi metode yang paling cocok untuk digunakan di MAN Sukoharjo. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil

Solikhah, M.Pd :

“Iya nu, disesuaikan juga, nek model sing paling luwes yo ceramah kuwi, kalo yang cocok diterapkan disini ya kebanyakan masih pake ceramah kan ceramah juga sebenarnya masih penting tho, tapi kadang juga diselingi diskusi juga... nah kalo nanti disitu anak udah menthok kan baru dibantu, karena kadang-kadang anak itu kan harus dirangsang tho, nah kalo tidak dicoba seperti itu ya gimana bisa mengerti tho, beda kalo msdm nya itu seperti anak-anak sma 1 sma 2 kan ya disini masih kalah walaupun tujuan nasional itu kan pada dasarnya dimana-mana sama tho menuntut anak lebih aktif diskusi daripada ndengerin thok gitu, tapi kan ya lihat-lihat kondisi juga, kalo mungkin kita sodori materi yang anak itu belum ngerti kan ya nggak bisa tho jadi ya akhirnya tetap harus dipresentasikan dulu materinya.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh salah satu siswa kelas XI IPA, Dinda yang juga termasuk salah satu anggota OSIS berikut ini :

“Kebanyakan sih teori mbak, ya ada yang ceramah, ada yang jelasin , kalau yang pake komputer ya guru TIK gitu terus kalau bahasa inggris itu sekarang juga ke lab terus ke lab bahasa, tapi kalau yang pake ceramah ya lebih banyak kayak agama, fiqih, bahasa arab, sejarah, terus kalau kayak kimia sama matematika itu ya dijelasin, misalnya ada guru matematika, kalau nulis materinya itu suku banyak itu tuh ditulis dulu semuanya itu dari awal sampai contohnya itu ditulis, tapi jelasinnya juga sambil nulis cuma jelujur ngomong aja jadinya pada nggak mudheng udah habis ditulis sendiri langsung disuruh nyatet aja gitu tapi kalau kimia suka ada latihan-latihan gitu jadi kita mending lah kalau kimia pada mudheng semuanya..”

(Wawancara, 20 Maret 2012) Siswa lainnya, Dina yang merupakan siswa kelas XI IPS juga menyampaikan hal yang sama, “Kalau menurut saya sih banyak penjelasannya, diskusi jarang, ya paling satu-dua kali lah.”

Rayon 41 UMS, Ibu Zuhriyah M.Pd sebagai berikut :

“...selama tidak ada monitoring pasca PLPG, maka PLPG itu ya hanya dianggap satu apa namanya ya, satu kewajiban untuk mengikuti semacam penataran habis itu balik lagi ke sistem lama dia gitu, jadi balik ke cara lamanya dia, mungkin misalnya balik lagi ke metode ceramah ketika dia sudah pulang ke sekolahnya masing-masing. Sesudahnya ya balik ke cara mereka sendiri, tidak menggunakan prinsip-prinsip yang sudah diperkenalkan di dalam PLPG gitu.” (wawancara Ibu Zuhriyah tanggal 29 Februari 2012)

Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut menunjukkan bahwa memang hingga saat ini metode pembelajaran yang digunakan di MAN Sukoharjo adalah model ceramah atau menerangkan. Hal ini terjadi karena faktor kemampuan sumber daya manusia peserta didik sendiri yang memang sebagian besar memiliki kemampuan yang masih di bawah sekolah-sekolah negeri lainnya di Kota Sukoharjo. Melihat situasi dan kondisi tersebut membuat para guru untuk berusaha menjadikan peserta didik tetap mengerti dan mampu mencapai segala standar pembelajaran yang ditetapkan dengan kesabaran yang lebih dibandingkan dengan mengajar di sekolah lainnya. Dengan demikian metode pembelajaran ceramah dirasa sesuai untuk diterapkan di MAN Sukoharjo pada awal pembelajaran sebelum memberikan metode- metode pembelajaran lain seperti memberikan stimulan bagi anak, pembentukan kelompok diskusi, dan presentasi karena pemberian Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut menunjukkan bahwa memang hingga saat ini metode pembelajaran yang digunakan di MAN Sukoharjo adalah model ceramah atau menerangkan. Hal ini terjadi karena faktor kemampuan sumber daya manusia peserta didik sendiri yang memang sebagian besar memiliki kemampuan yang masih di bawah sekolah-sekolah negeri lainnya di Kota Sukoharjo. Melihat situasi dan kondisi tersebut membuat para guru untuk berusaha menjadikan peserta didik tetap mengerti dan mampu mencapai segala standar pembelajaran yang ditetapkan dengan kesabaran yang lebih dibandingkan dengan mengajar di sekolah lainnya. Dengan demikian metode pembelajaran ceramah dirasa sesuai untuk diterapkan di MAN Sukoharjo pada awal pembelajaran sebelum memberikan metode- metode pembelajaran lain seperti memberikan stimulan bagi anak, pembentukan kelompok diskusi, dan presentasi karena pemberian

Namun demikian, ternyata tidak semua guru di MAN Sukoharjo selalu memakai metode ceramah, karena ternyata ada juga sebagian kecil guru bersangkutan yang sudah mulai menggunakan multimedia dalam menyampaikan pembelajaran. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh salah satu guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo, Ibu Desi Murtofi’ah, S.Pd berikut ini :

“Mungkin kalau setelah sertifikasi ya, sama sudah disertifikasi ya kalau saya pakai metode pembelajaran yang memakai multimedia, ya jadi ketika ada beberapa materi-materi yang sekiranya abstrak, itu untuk diterima siswa ya kan misalnya kaya ikatan kimia itu nggak bisa kan secara prakteknya kita juga nggak bisa mengetahui untuk molekul seperti apa, tapi ketika kita apa namanya, kalau kita memberikan gambaran kepada siswa yang misalnya kita ngambil atau download dari youtube gitu ya untuk mempermudah siswa dalam memahami dan memberikan gambaran yang mudah untuk diterima oleh siswa sehingga dapat mengaktifkan suatu pembelajaran yang berbeda disitu adalah dengan menggunakan multimedia itu.”

(Wawancara, 14 Maret 2012) Hal yang senada juga diungkapkan oleh salah satu siswa XII IPA berprestasi, Fitria yang mengatakan bahwa, “Kebanyakan sih ceramah tapi ada beberapa guru yang pakai metode penggambaran, atau pakai LCD kaya pak Widoto kadang pak Wakhid juga pakai LCD, terus bu Desi, kalau Warti itu kitanya disuruh membaca, terus nanti dipresentasikan di depan selain itu sisanya ceramah. (Wawancara, 31 Maret 2012)

berbeda dalam melihat metode pembelajaran yang digunakan di MAN Sukoharjo, dimana semua guru bersertifikasi di sekolah ini memang hanya melulu menggunakan metode ceramah saja karena memang dianggap sudah paling sesuai diterapkan. Namun setelah mengetahui pernyataan Ibu Desi tersebut memberikan cara pandang bahwa ternyata sebagian guru bersertifikasi juga mengupayakan suatu metode pembelajaran yang dirasa menjadikan peserta didik untuk lebih merasa tertarik dan menyukai pelajaran yang diberikan sehingga peserta didik menjadi lebih mudah untuk memahami materi pembelajaran serta merangsang rasa ingin tahu mereka untuk menjadi aktif bertanya dan berpartisipasi aktif dalam suatu kelas baik secara individual maupun kelompok diskusi.

Metode pembelajaran multimedia, terlebih lagi apabila disajikan dalam bentuk animasi dianggap metode pembelajaran yang lebih menarik dibandingkan dengan metode ceramah karena menjadikan peserta didik lebih tertarik untuk mengikuti proses kegiatan belajar mengajar sehingga dianggap dapat memberikan feedback maupun hasil belajar seperti yang diharapkan oleh para guru pada umumnya. Namun pada kenyataannya guru bersertifikasi yang benar-benar mengupayakan suatu metode pembelajaran yang mudah untuk diterima oleh peserta didik memang masih sedikit, bisa dikatakan hal ini hanya berlaku pada guru bersertifikasi muda Metode pembelajaran multimedia, terlebih lagi apabila disajikan dalam bentuk animasi dianggap metode pembelajaran yang lebih menarik dibandingkan dengan metode ceramah karena menjadikan peserta didik lebih tertarik untuk mengikuti proses kegiatan belajar mengajar sehingga dianggap dapat memberikan feedback maupun hasil belajar seperti yang diharapkan oleh para guru pada umumnya. Namun pada kenyataannya guru bersertifikasi yang benar-benar mengupayakan suatu metode pembelajaran yang mudah untuk diterima oleh peserta didik memang masih sedikit, bisa dikatakan hal ini hanya berlaku pada guru bersertifikasi muda

Untuk menyesuaikan dengan kemampuan peserta didik sendiri, maka pengajar hendaknya juga menyesuaikan diri dalam menyampaikan suatu materi pembelajarannya. Untuk memberikan pengajaran pada peserta didik MAN Sukoharjo, guru yang bersangkutan dituntut untuk dapat memberikan materi pembelajaran dengan lebih sabar dan pengertian terhadap peserta didik dalam arti guru yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri dalam menyampaikan materi pembelajaran secara jelas dan penuh pengertian terhadap peserta didiknya. Hal tersebut ternyata memang sudah diterapkan oleh sebagian besar guru di MAN Sukoharjo, dimana guru yang bersangkutan memberikan materi pembelajaran dengan cara yang jelas dan sistematis hingga dapat diterima oleh peserta didik.

Melihat kondisi di lapangan sendiri memang ternyata sebagian besar guru dapat menyampaikan materi pembelajaran secara jelas dan detail hingga dapat dimengerti oleh semua peserta didik dan bahkan banyak pula diantara mereka yang bersabar untuk mengulang penjelasan materi kembali apabila didapatkan siswa yang ternyata masih belum paham akan materi yang diberikan. Hal Melihat kondisi di lapangan sendiri memang ternyata sebagian besar guru dapat menyampaikan materi pembelajaran secara jelas dan detail hingga dapat dimengerti oleh semua peserta didik dan bahkan banyak pula diantara mereka yang bersabar untuk mengulang penjelasan materi kembali apabila didapatkan siswa yang ternyata masih belum paham akan materi yang diberikan. Hal

“Yang jelas kalo anak saya tadi kan seperti yang saya bilang anak kita itu kan menengah ke bawah itu ya harus pelan-pelan, harus sabar, jadi itu ya harus pinter-pinter kitanya lagi, kan waktu pembelajaran itu kan harus selesai pada waktunya tho misalnya pada KD ini kan harus selesai pada waktu ini... jadi mungkin diberikan tugas rumah, terus untuk besok siap-siap memanfaatkan waktu yang ada untuk pengajaran yang lain, karena sini kan mapelnya beda, mapelnya lebih banyak.” (Wawancara, 20 Februari 2012)

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Ibu Desi berikut ini : “Anak-anak saya kasih waktu untuk belajar dalam kelas mau

ndak mau mereka mereka itu harus ngapalin rumus kan mereka nanti harus maju satu-satu, jadi mau ndak mau mereka ya bakal kebagian, memang waktunya sebenernya jadi lebih lama ya tapi setidaknya karena kita melihat juga IQ-nya ya karena kalau saya lihat itu rata-rata menengah ke bawah gitu ya jadi kita harus setidaknya beda jadi harus memberikan celah-celah yang mereka belum mengerti.” (Wawancara, 14 Maret 2012) Pernyataan yang senada juga diungkapkan oleh Dinda, siswa

kelas XI IPA 1 sebagai berikut :

“Ya standar sih mbak jadi biasa aja gitu nggak cepet nggak lambat juga, tiap pelajaran juga beda-beda juga tergantung gurunya, kalau buat fisika itu neranginnya bisa sampai berkali- kali masalahnya rumusnya kan banyak gitu jadi harus banyak contohnya juga, pak guru fisika itu kadang-kadang ya neranginnya sampai dua kali apa tiga kali gitu, tapi kalau misalnya pelajaran-pelajaran umum sih cuman diterangin dikit juga pada mudheng disambi baca-baca LKS juga, tapi kalau kebanyakan itu ya standar, jelasinnya nggak terlalu cepet nggak lama banget gitu.” (Wawancara, 20 Maret 2012)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh siswa lainnya, Dina yakni, “Sebagian sih ada yang cepet, ada yang lama, bertele-tele

diulang lagi sampai dua-tiga kali”. (Wawancara, 25 Maret 2012) Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat diketahui bahwa sebagian besar guru yang bersangkutan sudah memahami dan mengerti akan kondisi siswanya sehingga mereka lebih mengutamakan agar para siswa bisa memahami dan mengikuti pembelajaran dengan mudah, yakni dengan tempo yang sedang, tidak terlalu cepat tetapi juga tidak terlalu lama karena walau bagaimanapun guru yang bersangkutan tetap harus menyelesaikan kompetensi dasar (KD) tepat pada waktunya tetapi juga tetap memperhatikan kemampuan dan kondisi siswa agar mereka bisa mengikuti KD dengan baik.

Untuk melihat ketrampilan mengajar guru bersertifikasi tentunya tidak hanya dengan melihat metode atau cara mengajar yang digunakan saja, tetapi juga harus dilihat dari bentuk umpan balik yang diberikan oleh peserta didik itu sendiri. Bentuk umpan balik peserta didik menggambarkan seberapa jauh mereka dapat menerima input yang diberikan oleh para guru yang bersangkutan. Pada umumnya peserta didik yang dapat menerima masukan- masukan materi yang diberikan oleh gurunya cenderung muncul perasaan ingin tahu ataupun juga ingin menyampaikan apa yang menjadi unek-unek dan tanggap jika ada materi pelajaran yang dirasa mengganjal di pikiran mereka.

hal yang kurang dimengerti pada saat proses pembelajaran, dan juga ada sesuatu hal yang dirasa mengganjal sehingga ia merasa perlu menyampaikan atau berpartisipasi dalam suatu pembelajaran tertentu. Dalam hal ini peserta didik yang memiliki daya tanggap dan keberanian yang tinggi cenderung mempunyai prosentase keaktifan di kelas yang lebih daripada peserta didik yang cenderung pemalu. Oleh karena itu, dalam memperoleh umpan balik yang optimal sangat tergantung pula pada kemampuan guru yang bersangkutan dalam memberikan stimulan dan juga tekanan yang dapat memaksa peserta didik untuk menjadi kreatif dan berani dalam mengungkapkan pendapat.

Namun demikian, pada saat melihat kondisi di lokasi penelitian, ternyata bukan hal yang mudah bagi guru yang bersangkutan untuk memperoleh umpan balik seperti yang diharapkan. Dalam hal ini perlu dilihat juga dari kondisi peserta didiknya sendiri yakni rata-rata seberapa besar kemampuan sumber daya manusianya. Pada peserta didik di MAN Sukoharjo yang rata- rata tergolong menengah ke bawah dalam bidang akademisnya menjadikan guru yang bersangkutan harus berupaya lebih keras lagi dibandingkan dengan guru pada sekolah lainnya.

Untuk menentukan seberapa besar umpan balik yang bisa diberikan oleh peserta didik tergantung pula pada bidang mata

mudah untuk dimengerti seperti mata pelajaran aqidah akhlak, sejarah, bahasa Indonesia, maka secara otomatis peserta didik menjadi ikut terlibat aktif di dalam suatu pembelajaran di kelas. Berdasar pada hasil pengamatan dan pengumpulan data yang dilakukan di MAN Sukoharjo menunjukkan bahwa sebagian peserta didik di MAN Sukoharjo cenderung memiliki prosentase keaktifan yang relatif kecil. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Guru bersertifikasi, Ibu Desi Murtofi’ah sebagai berikut :

“....memang ketika di kelas itu saya kasih waktu untuk ngapalin rumus yang mau ndak mau mereka harus bisa, lewat jembatan keledai itu kan model untuk menghapalkan, kimia kan banyak hapalan ya kalau kita bandingkan dengan teori itu ada 70% hitungan, 30% hapalan, nah kalau saya itu kan nanti anak-anak mau ndak mau memang harus maju satu persatu nantinya jadi ya mereka saya tuntut untuk bisa aktif di kelas, tapi untuk selebihnya semisalkan untuk diskusi ataupun aktif bertanya sendiri itu saya lihat di sini masih sedikit.” (Wawancara, 14 Maret 2012)

Hal tersebut senada dengan pernyataan Ibu Siti Solikha berikut ini : “Ya tergantung dari materinya juga, kalo sekiranya materinya

itu anak gampang memahaminya ya aktif di kelas, tapi nek neng kene saya lihat disini ya banyak yang nggak aktifnya. Jadi seperti saya bilang tadi, metode ceramah itu perlu, ya walaupun udah nggak jamane istilahe kan gitu tapi kan masih perlu karena istilahnya untuk memancing anak yang belum bisa itu jadi ya ceramah masih banyak dipake disini. Jadi feedback yang diberikan anak itu kecil.” (Wawancara, 20 Februari 2012)

Salah satu siswa MAN Sukoharjo, Dinda Nagari juga membenarkan hal tersebut seperti yang dipaparkan berikut ini : Salah satu siswa MAN Sukoharjo, Dinda Nagari juga membenarkan hal tersebut seperti yang dipaparkan berikut ini :

4 orang lah itu juga yang suka bertanya orangnya pasti itu-itu aja mbak ya pokoknya dikitlah jarang, paling-paling pada malu sih kebanyakan.” (Wawancara, 20 Maret 2012)

Fitria, siswa lainnya juga mengatakan hal yang sama yakni, “Kalau yang aktif itu 20 persen aja, yang lain banyak yang diam”. (Wawancara, 31 Maret 2012)

Mendasar pada beberapa pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa umpan balik yang diberikan oleh peserta didik di MAN Sukoharjo relatif kecil. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yakni pertama, kemampuan dasar peserta didik kemudian kedua, tingkat kesulitan materi yang diajarkan dan yang ketiga, tingkat kompetensi dan kemauan guru yang bersangkutan dalam memberikan rangsangan dan juga tekanan pada peserta didik agar mereka mau berpartisipasi aktif dalam suatu proses pembelajaran. Faktor yang pertama dan ketiga menjadi penyebab utama rendahnya umpan balik yang diberikan oleh peserta didik MAN Sukoharjo.

Mengingat tingkat sumber daya manusia yang relatif kurang, ditambah lagi dengan sikap “menerima keadaan” oleh para guru yang bersangkutan yang ditunjukkan melalui tetap diberlakukannya metode ceramah ini sebenarnya hanya akan membuat peserta didik menjadi kurang kreatif dan cenderung tidak punya motivasi kuat Mengingat tingkat sumber daya manusia yang relatif kurang, ditambah lagi dengan sikap “menerima keadaan” oleh para guru yang bersangkutan yang ditunjukkan melalui tetap diberlakukannya metode ceramah ini sebenarnya hanya akan membuat peserta didik menjadi kurang kreatif dan cenderung tidak punya motivasi kuat

Sejauh ini upaya yang telah dilakukan oleh para guru bersangkutan yakni berusaha memberi motivasi kepada anak mengenai pentingnya meraih prestasi yang setinggi-tingginya. Untuk merangsang peserta didik agar mau belajar dan meningkatkan prestasinya adalah dengan membuat kelompok- kelompok diskusi yang mengharuskan setiap anak untuk berpikir secara aktif dan kreatif. Selain itu, di setiap kelas juga ditempatkan beberapa anak yang dinilai bagus kemampuan akademisnya sehingga diharapkan dapat merangsang anak yang lainnya agar mau belajar. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Kepala Bagian Kurikulum MAN Sukoharjo, Ibu Siti Solikha berikut ini :

“Ya tergantung, kalo dalam kelas itu ada anak yang yoo radha mlethik sithik kan artinya yang SDM- nya itu lebih yang itu insya Allah bisa, tapi paling ndak di setiap kelas itu ada, tapi saya coba atur dalam masing-masing kelas, di kelas x, itu kan diliat dari nilai-nilai yang masuk itu untuk bisa dipertanggungjawabkan, lha itu kan terlihatnya nanti setelah penjurusan, yang dari sekian-sekian anak itu kan pastinya juga ada yang kurang, ada juga yang lebih kan, nah itu nanti disebar biar bisa untuk mancing anak yang lain.” (Wawancara, 20 Februari 2012)

Selain melihat dari presentasi dan penyajian materi, ketrampilan guru dapat diketahui pula dari kemampuan guru yang bersangkutan dalam mengorganisir pembelajaran yakni, mulai dari penyusunan bahan pelajaran, jam pelajaran, penyusunan pendahuluan dan penutupan pelajaran hingga cara mempergunakan papan tulis atau media lainnya sehingga dapat memberikan hasil yang efektif dalam mengajar.

Untuk kelancaran proses mengajar, setiap guru yang bersertifikasi diwajibkan membuat Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP). Jadi setiap guru yang bersangkutan sudah memiliki RPP-nya masing-masing yang berisi mulai dari tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, hingga penilaian.

Sejauh ini semua guru yang bersangkutan memiliki RPP yang dibuat sendiri dan dapat melaksanakan semua perencanaan pembelajaran yang telah disusun, dan hanya beberapa perencanaan yang mungkin terdapat sedikit hambatan untuk mencapainya. Jadi semua guru yagn bersangkutan dapat mengelola waktu pembelajaran melalui RPP-nya masing-masing. Seperti yang telah dikemukakan oleh Kepala Bagian Kurikulum, Ibu Siti Solikha berikut ini :

“Niki pun enten itu di RPP sudah ada, jadi mungkin mulai kita “Niki pun enten itu di RPP sudah ada, jadi mungkin mulai kita

Hal ini dibenarkan oleh Ketua Panitia Sertifikasi Guru UMS, Ibu Zuhriyah berikut ini :

“Rpp, dipegang oleh guru sesudah diberi masukan oleh instruktur. Nanti itu dinilai, tetapi memang instruktur tidak boleh membawa pulang lesson plan itu, karena lesson plan itu lebih bermanfaat bagi guru agar nanti ketika pulang ke sekolah masing-masing itu bisa dijadikan salah satu model, salah satu bahan belajar gitu lho. Maka penting RPP itu disusun oleh mereka, diserahkan kepada instruktur, instruktur melihat berdasarkan standar proses dan standar isi” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Pernyataan yang senada juga dikemukakan oleh Kasie Mapenda, Bapak Sudiman berikut ini :

“....kan yang menerapkan itu banyak mbak, ada sebagian itu yang melaksanakan terstruktur, pengayaan, nah rata-rata itu ada yang belum terjadwal gitu tapi itu sudah tak suruh melengkapi jadi pengayaan itu, terus jadwal pembelajaran itu udah terprogram melalui RPP-nya masing-masing, misalnya bangsane program iki, iki, rata-rata sudah memenuhi semuanya” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Melalui beberapa pernyataan di atas menunjukkan bahwa setiap guru yang bersangkutan di MAN Sukoharjo telah menyusun RPP dengan baik dan melaksanakannya sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Hanya saja, jika ditelaah lebih lanjut memang ada Melalui beberapa pernyataan di atas menunjukkan bahwa setiap guru yang bersangkutan di MAN Sukoharjo telah menyusun RPP dengan baik dan melaksanakannya sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Hanya saja, jika ditelaah lebih lanjut memang ada

Hal tersebut membuat RPP yang sudah disusun menjadi tidak bisa dicapai secara keseluruhan, namun hal ini tidak terlalu berdampak signifikan terhadap pencapaian standar proses dan standar isi dalam pembelajaran. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Siti Solikha sebagai berikut :

“kesulitannya itu ya tetep ada, karena pada anak yang kita harapkan bisa memotivasi pada anak yang diem-diem itu nggak mesti , yang pasif misalnya, beda dengan anak yang aktif, kalo udah pasif, pendiam, kan mau ndeketin aja kan juga bingung ya padahal itu anak kadang-kadang susah juga, tapi beda dengan anak yang telaten kemudian supel, yang suka nolong temennya kan beda juga itu, jadi macem-macem karakter tetep ada itu.” (Wawancara, 20 Februari 2012)

Hal yang senada juga dipaparkan oleh salah satu guru bersertifikasi muda, Ibu Desi Murtofi’ah sebagai berikut : “iya terkadang kita sudah membuat program belajar yang

sesuai dengan yang telah ditentukan ya terkadang yang semester satu tergantung materi juga tapi kalau materinya itu kan kadang anak-anak itu agak lambat buat ininya masalahnya dia itu kadang kan ndak mau materi dulu jadi inginnya sesuai dengan yang telah ditentukan ya terkadang yang semester satu tergantung materi juga tapi kalau materinya itu kan kadang anak-anak itu agak lambat buat ininya masalahnya dia itu kadang kan ndak mau materi dulu jadi inginnya

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa sejauh ini kemampuan guru yang bersangkutan dalam menyusun dan melaksanakan program pembelajaran memberikan hasil yang positif, dimana setiap guru sudah menyusun RPP masing-masing dan dapat dilaksanakan dengan baik meskipun terdapat sedikit kesulitan namun hal tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan dalam penyelesaian program penyusunan pembelajaran.

Contoh format langkah-langkah pembelajaran pada RPP yang harus dibuat oleh masing-masing guru ialah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Langkah-langkah Pembelajaran

No

Kegiatan Guru

Alokasi Waktu

1. 2. 3. 4.

Kegiatan Awal Membuka pelajaran Menggali pengetahuan awal siswa ___________________________ ___________________________

10 Menit

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Kegiatan Inti Mengatur siswa bekerja dalam kelompok-kelompok Membagikan format lembar diskusi pada masing-masing ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________ ___________________________

Penutup Meminta siswa untuk menyimpulkan Memberikan penghargaan pada kelompok dengan poin tertinggi ___________________________ ___________________________

10 Menit

yang bersangkutan, maka diasumsikan bahwa program sertifikasi tidak terlalu memberikan dampak pada perubahan cara mengajar guru yang telah menerima sertifikasi dan tunjangan profesi. Hal ini terlihat dari masih banyaknya guru bersertifikasi di MAN yang menggunakan metode pembelajaran ceramah dimana guru yang bersangkutan memberikan penjelasan secara utuh akan materi yang diajarkan. Sedangkan melalui program sertifikasi sendiri sebenarnya pemerintah mengharapkan dapat mengubah dari paradigma lama ke paradigma baru kepada guru yang bersangkutan agar dapat meningkatkan kualitas peserta didik. Dalam hal ini program sertifikasi guru pada kenyataannya tidak merubah cara mengajar guru yang bersangkutan walaupun ada juga guru bersertifikasi yang berusaha mengembangkan cara mengajar dengan menggunakan multimedia, namun hal tersebut hanya berlaku pada sebagian kecil guru saja, sedangkan pada guru bersertifikasi secara keseluruhan metode ceramah dianggap masih perlu untuk diterapkan di sekolah ini.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan mengajar yang diterapkan oleh guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo belum bisa menerapkan metode pembelajaran melibatkan partisipasi peserta didik secara dominan sehingga berdampak pada prosentase keaktifan siswa yang kecil. Meskipun terdapat guru

yang berbeda, yakni penggunaan multimedia namun hal tersebut masih jarang dijumpai pada guru bersertifikasi di sekolah ini, sehingga dapat diasumsikan bahwa guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo perlu meningkatkan ketrampilan mengajar dengan mengembangkan keahlian mengajar yang dapat merangsang peserta didik agar menjadi lebih berani dalam menyatakan pendapat dan kreatif misalnya menggunakan multimedia dan sering melakukan diskusi-diskusi kelas.

b. Kompetensi Profesional

Pendidik yang berkualitas merupakan pendidik yang mempunyai kompetensi profesional, yakni menguasai pengetahuan yang menjadi bahan pengajarannya, mampu menyusun program pembelajaran dengan baik, tanggungjawab dan disiplin. Profesional dapat dimaknai dengan penguasaan bidang mata pelajaran oleh guru yang bersangkutan. Jadi guru yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidangnya ini dapat dibuktikan dari kualifikasi akademisnya yakni yang sesuai antara mata pelajaran yang diajarkan dengan pendidikan yang ditempuhnya sehingga guru yang bersangkutan benar-benar memiliki latar belakang yang relevan dengan bidang mata pelajarannya.

Namun pada kenyataannya masih banyak dijumpai guru-guru yang tidak berlatar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidangnya bahkan pada guru yang telah menerima setifikasi. Hal ini seperti yang Namun pada kenyataannya masih banyak dijumpai guru-guru yang tidak berlatar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidangnya bahkan pada guru yang telah menerima setifikasi. Hal ini seperti yang

itu apa sih, tolak ukurnya apa sih, indikatornya apa sih, gitu dengan menguasai bidang ilmunya. Dan sekarang kan banyak sekali guru-guru yang miss match kan gitu, ijasahnya kimia ngajarnya matematika atau sebaliknya, gitu. Ada guru apa namanya, terutama di depag, itu apa namanya lulusannya dari jurusan PPKN atau apa, hanya karena pinter bahasa inggris dia mengajar bahasa inggris, tetapi kan ilmu bahasa inggris bagaimana ilmu itu berkembang dia nggak punya background sama sekali” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Namun Kepala Bagian Kurikulum MAN Sukoharjo yang kebetulan mengajar bidang mata pelajaran kimia menampiknya dengan memberikan pernyataan sebagai berikut :

“Yo sejak aku ndisik kuliah no di bidang kimia, selama saya kuliah itu, kemudian setelah kuliah kan namanya yo kan gini aja ya mungkin kalau selama kita di kuliah itu kan penerapannya kalau udah di lapangan udah berbeda nggak persis kaya pas kuliah dulu yang mana mungkin dari kuliah itu bisa diterapkan di lapangan kan seperti itu. Keahlian yang kita peroleh itu ya diajari, caranya menyampaikan materi itu seperti ini, seperti ini, kan setelah terjun ke lapangan itu jadi tidak sama lagi tho, kadang- kadang metode penerapannya tidak sama dengan pas kuliah lagi tapi disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Terus kita punya kiat-kiat, ya pinter-pinter lah untuk melihat-lihat situasi dan kondisi dari lapangan tersebut yang penting apa yang menjadi tujuan kita tersebut tercapai.” (Wawancara, 20 Februari 2012)

Hal yang sama juga dipaparkan oleh salah satu guru bersertifikasi, Ibu Desi Murtofi’ah yang mengajar di bidang mata pelajaran kimia sebagai berikut :

“Saya ya kuliahnya di jurusan kimia, terus kimia saya memang baru S1 kimia saya dari fakultas keguruan dan pendidikan, tapi sejak sertifikasi ini untuk mengembangkan saya sementara baru “Saya ya kuliahnya di jurusan kimia, terus kimia saya memang baru S1 kimia saya dari fakultas keguruan dan pendidikan, tapi sejak sertifikasi ini untuk mengembangkan saya sementara baru

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kasie Mapenda Islam, Bapak Sudiman seperti berikut ini : “Kalau saya lihat itu kan di dalam persyaratan pencairan

tunjangan profesi kan disitu semua sudah ada, jadi guru mata pelajaran apa, seperti ijasah, sertifikat, piagam dan segala macem itu kan juga ada, nah syarat sertifikasi itu kan memang harus kompeten, termasuk keahliannya juga kan dengan adanya bukti ijasah guru menandakan yen guru itu mampu begitu, jadi kalau saya lihat itu ya rata-rata sama antara mata pelajaran yang diajarkan dengan ijasahnya.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo rata-rata telah mengajar di bidang mata pelajaran yang sama dengan latar belakang pendidikannya masing-masing. Hal ini menandakan bahwa setiap guru yang bersangkutan benar-benar menguasai pengetahuan yang ia ajarkan serta mempunyai keahlian yang sesuai dengan standar pendidikan.

Dengan segala keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh guru bersertifikasi, tentunya guru yang bersangkutan juga memanfaatkan segala keahlian yang dimiliki untuk mengembangkannya terutama dalam suatu kegiatan pembelajaran di kelas. Misalnya mengembangkan cara mengajar, ataupun mencoba menambah pengalaman mengajar di sekolah lain. Sejauh ini upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan pelajaran yakni dengan mencoba membuat beberapa rumus yang mudah dipahami oleh siswa.

pengalaman mengajarnya di berbagai sekolah : “Ya namanya keahlian kan bisa dimanfaatkan terus itu terus

terang, jadi ilmu yang diperoleh di kampus itu ya mbak itu kadang-kadang tadi saya bilang itu belum tentu bisa langsung diterapkan tapi dengan melihat pembelajaran mungkin pada saat kita di lapangan kayak teknik-tekniknya itu kan beda-beda, kaya teknik pembelajaran di stm dengan di aliyah itu jauh, saya dulu pernah ngajar di stm...”

(Wawancara, 20 Februari 2012)

Selain itu, pengembangan cara mengajar juga dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti cara pembelajaran dengan menggunakan multimedia seperti yang telah dilakukan oleh Guru Bersertifikasi Ibu Desi Murtofi’ah seperti berikut :

“ya untuk sementara ini kalau saya sendiri kan hanya sesuai dengan materi yang sudah ditetapkan tapi penyampaian kita yang mungkin berbeda gitu seperti tadi kita buat satu macam jembatan keledai itu kan dari variasi kita sendiri bukan dari orang lain ya ini apa misalkan apa mbak hapalan-hapalan itu kan kalau kita ndak punya kata-kata yang mudah diingat sendiri kan susah ya... jadi kita ya itu baru menerapkannya itu dan multimedia, terus powerpoint , kemudian dari internet, jadi ketika itu dianimasikan kenapa tidak?gitu lho terus disini kan juga ada internet murah, kan gratis nah itu biasanya saya kalau pas di sekolah juga cari- cari informasi lewat internet itu mbak”. (Wawancara, 14 Maret 2012)

Namun demikian sejumlah pengetahuan dan keahlian yang telah dimiliki oleh para guru yang bersangkutan juga diharuskan untuk dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan masukan positif bagi pengembangan guru bersertifikasi sendiri. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut dapat berupa pendidikan dan pelatihan, seminar, penataran dan lainnya. Untuk guru di MAN Sukoharjo

kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) tertentu yang dapat memberikan masukan positif bagi guru-guru yang bersangkutan, terutama pada diklat yang diadakan oleh Kementrian Agama. Untuk diklat-diklat yang diadakan oleh institusi diluar Kemenag, tidak diwajibkan mengingat kewajiban utama guru adalah mengajar sehingga apabila guru yang bersangkutan hendak mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh institusi di luar Kemenag maka guru tersebut harus memastikan dahulu mengenai jadwal dilaksanakannya kegiatan diklat tersebut, selama kegiatan diklat tersebut tidak mengganggu jadwal mengajar maka diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan diklat tersebut. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Siti Solikha berikut ini

“Diluar jam mengajar. Di jam mengajar itu nggak boleh, kalau memakai jam mengajar nggak bisa, kecuali undangan itu dari instansi kami misal dari kemenag, mungkin kan panggilan dari kanwil ni, kan harus mengikuti pelatihan itu wajib memang saya suruh untuk berangkat tapi kalau diluar jam mengajar ya ndak no itu ndak bisa no selama seminggu katakanlah nggak bisa, tetep ke semarang itu ada perintah surat dari pusat, kalau dari pusat itu kan ada kewajiban..” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Kemudian Ibu Siti Solikha menambahkan lagi mengenai diklat yang dilaksanakan oleh guru di MAN Sukoharjo seperti berikut : “...akumulasi jumlah guru itu kan apa namanya banyak sekali,

karena banyaknya kemudian sementara daya tampung dari balai diklat keagamaan kemarin itu kan terbatas, kuotanya itu kira-kira untuk masing-masing guru untuk bisa dipanggil lagi itu sekitar dua-tiga tahun itu sudah cepet, nah kalau dulu itu pernah kok seumur hidup, seumur selama dia jadi guru itu baru dipanggil sekali kemarin itu, itu dulu, tapi sekarang ini udah minimal tiga

Desi Murtofi’ah seperti berikut : “Iya kalau guru-guru disini itu kalau kegiatan seperti itu ya

minimal pernah ya, khususnya kalau seminar-seminar apa namanya TIK, nah itu kan diharapkan untuk semua guru agar bisa mengenal dan bisa menggunakan minimal, nah itu juga tergantung dari niat sendiri kan kadang-kadang nggak dari pusat juga ada, nah kalau sekiranya itu penting dan diperlukan ya kita bisa ikut diklat semacam itu tapi tetep kita lihat-lihat mbak jadwal kegiatannya itu jam berapa, kalau misalnya jadwal KBM-nya sudah selesai ya barulah kita ikut karena tugas utama kita kan mengajar, bukan ikut-ikut kegiatan yang selain KBM apalagi sampai mengganggu jadwal KBM kita begitu, ya pinter-pinter kita juga lah memilah dan memilihnya namun yang paling utama bagi kita adalah menjalankan kewajiban kita sebagai guru kan begitu mbak.”

(Wawancara, 14 Maret 2012)

Pernyataan Ibu Siti Solikha dan Ibu Desi Murtofi’ah di atas senada dengan yang diutarakan oleh Kasie Mapenda, Bapak Sudiman berikut ini :

“Wajib itu semuanya mesti diharapkan bisa mengikuti diklat- diklat itu, jadi tetep itu entah itu uji tingkat kabupaten, propinsi, dan itu termasuk uji TIK itu kan dijadiin jurnal oleh guru-guru ya sesuai dengan kompetensinya seperti itu, baik kerjasama dengan apa namanya, yayasan, organisasi, maupun pemerintah maupun perguruan tinggi misalnya dengan UII, UNS, atau perguruan tinggi yang lain kalau dari pemerintah itu bisa dari mendiknas pusat, kemenag pusat, kemenag propinsi juga ada. Dan itu udah ada kewajiban diklat untuk guru ini udah dilaksanakan sejak lama ya mbak, udah dari dulu, cuma bedanya dulu dengan sekarang kalau dulu itu masih jarang dilakukan ya tidak sekompleks dan sesering sekarang ini karena kan semakin lama guru itu semakin dituntut untuk apa istilahnya bener-bener diharapkan untuk mempunyai kompetensi yang layak kan gitu.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Melalui beberapa pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo telah mengikuti sejumlah

diri sebagai guru yang profesional dengan tidak mengabaikan tugas utamanya sebagai pengajar. Dan ternyata kegiatan-kegiatan tersebut sudah dilaksanakan sejak sebelum adanya program sertifikasi, namun seiring dengan berkembangnya pendidikan, terlebih semakin banyaknya guru yang memperoleh sertifikasi menjadikan tuntutan guru yang profesional dan kompeten semakin meningkat sehingga kegiatan- kegiatan diklat bagi gurupun menjadi lebih intensif dilaksanakan dibandingkan dengan sebelum adanya program sertifikasi.

Sejauh ini guru bersertifikasi yang bersangkutan telah mengikuti berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, mulai dari pendidikan dan pelatihan ketrampilan mengajar yang kreatif, inovatif dan menarik, pelatihan bidang mata pelajaran tertentu, pelatihan manajemen pendidikan, workshop, pengamalan P4, diskriminasi gender, hingga pelatihan PKK di berbagai kota dan kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa guru yang bersangkutan benar-benar mempunyai kesadaran dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan kompetensinya.

Kegiatan-kegiatan tersebut bermanfaat bagi guru yang bersangkutan karena melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama diklat dapat diterapkan di dalam suatu proses pembelajaran. Adapun sampel diklat-diklat yang telah dilaksanakan oleh guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo adalah sebagai berikut :

Pendidikan dan Pelatihan

No.

Nama/ Jenis Diklat

Tempat

Waktu pelaksanaan

Penyelenggara

a. DIKLAT NASIONAL Peningkatan kualitas guru Melalui PTK

Surakarta

10-11 Juli 2008

(18 jam)

STDI Surakarta

b. Ujian calon kepala madrasah

Semarang

22 dan 30 Januari 2007

(16 jam)

Kanwil depag Prov. Jawa Tengah

c. Diklat pengadaan barang dan jasa perintah dan ujian nasional keahlian pengadaan barang dan jasa di lingkungan kanwil depag prov.

Semarang

11-15 Februari

2008 (50 jam)

Kanwil depag prov. Jawa tengah

d. Diklat peningkatan kualitas guru MA Mapel kimia depag Prov. Jateng dan DIY

Semarang

4-13 Agustus

2008 (107 jam)

Depag Balai Diklat Keagamaan Semarang Jateng

e. Diklat guru kreatif

Surakarta

11 Mei 2008 (8 jam)

STDI dan IEO Surakarta

f. Diklat guru berkualitas Becoming a Great Teacher

Surakarta

30 Mei- 1 Juni 2008 (30 jam)

STDI Surakarta

g. Diklat kiat dan strategi motivasi siswa berprestasi

STDI Surakarta

h. Diklat guru kreatif ”Metode pembelajaran kreatif, inovatif, menarik dan menyenangkan”

Surakarta

24-25 Agustus 2009

(20 jam)

STDI Disdikpora Surakarta

i.

Diklat guru kreatif ”Metode pembelajaran kreatif, inovatif, menarik dan menyenangkan”

Surakarta

1-2 Mei 2009

(20 jam)

STDI Disdikpora Surakarta

j.

Diklat PTK semua bidang dan mata pelajaran

MGMP Sejarah Karesidenan Surakarta

k.

Workshop KTSP Guru-guru MA se-Kab Sukoharjo

Sukoharjo

26-28 Desember 2007 (8 jam)

MAN Sukoharjo

(sumber: berkas portopolio guru bersertifikasi)

Setelah mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo, maka dalam melihat Setelah mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan oleh guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo, maka dalam melihat

Menurut Kepala Bagian Kurikulum MAN Sukoharjo, sebagian besar guru yang bersangkutan sudah memenuhi kewajibannya untuk hadir dan mengajar sesuai dengan beban mengajarnya masing-masing. Adapun beban mengajar para guru ialah selama 24 jam dalam seminggu, sedangkan guru yang memiliki jabatan beban mengajarnya tidak sama dengan yang tidak memegang jabatan. Untuk kepala sekolah dan wakil kepala sekolah mempunyai beban mengajar selama 12 jam dalam mengajar, kemudian untuk wali kelas 18 jam, untuk kepala laboratorium 12.

Dari semua guru terutama pada guru yang bersertifikasi sudah memenuhi semua beban mengajar. Kalaupun ada yang tidak hadir untuk mengajar itu dikarenakan mengikuti MGMP, selain itu sakit. Jadi guru yang bersangkutan di MAN Sukoharjo rata-rata jarang melakukan ijin mengajar kecuali benar-benar ada panggilan untuk mengikuti MGMP atau sakit. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Wakil Kepala Madrasah, Ibu Siti Solikha berikut ini :

“Iya, kalau guru bersertifikasi itu kan masing-masing jatahnya 24 jam, kalau saya 12 mbak, karena saya wakil kepala kan 12, ya iyalah mbak terpenuhi, weeh ini, ini tetep enam hari kerja, guru nggak ada yang libur, gini ada satu hari untuk MGMP tapi diluar itu yang namanya guru kan tidak hanya ngajar thok mbak, “Iya, kalau guru bersertifikasi itu kan masing-masing jatahnya 24 jam, kalau saya 12 mbak, karena saya wakil kepala kan 12, ya iyalah mbak terpenuhi, weeh ini, ini tetep enam hari kerja, guru nggak ada yang libur, gini ada satu hari untuk MGMP tapi diluar itu yang namanya guru kan tidak hanya ngajar thok mbak,

Hal yang senada juga disampaikan oleh guru bersertifikasi, Ibu Desi Murtofi’ah sebagai berikut : “Saya berharap sekali kalau tidak satu, sakit ya jadi insya Allah

100% bisa terpenuhi ya, kecuali kalau ada tugas dari kantor ke diknas itu baru kita misalkan ke diknas itu kan ada panggilan mbak, jadi kalau saya dipanggil kesitu walaupun rencananya saya ini tapi kan biasanya para guru itu kan ada MGMP misalnya satuan tingkat mata pelajaran apa gitu, jadi kalau misalnya saya tidak mengajar dalam artian ijin mengajar itu kemungkinannya karena satu MGMP, dua ada rapat dinas, kemudian yang ketiga mungkin karena saya sakit.” (Wawancara, 14 Maret 2012)

Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Panitia Pelaksana Sertifikasi UMS, Ibu Zuhriyah seperti berikut : “...kalau untuk yang diknas mbak itu kewajiban 24 jam mengajar

itu benar-benar di apa namanya, dimonitor benar gitu tapi kalau depag saya tidak begitu tahu. Karena kalau diknas itu punya LPMP, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan, kalau depag nggak ada ya.” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Kemudian Kasie Mapenda, Bapak Sudiman yang pernah melakukan monitoring guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo memberikan penjelasan terhadap pernyataan Ibu Zuhriyah dengan dengan mengemukakan pernyataan berikut ini :

“Untuk kedisiplinannya ya sudah bagus, rata-rata baik, iya udah “Untuk kedisiplinannya ya sudah bagus, rata-rata baik, iya udah

Bapak Kasie Mapenda kemudian mengklarifikasi tentang kegiatan monitoring pada Kemenag berikut ini : “Kami melakukan monitoring dengan memakai rumusan

intrumen penilaian dari diknas, terus kalau LPMP-nya itu memang gabung dengan dinas pendidikan, kalau LPMP itu gabung jadi satu jadi ya punya tapi kewenangannya di bawah dinas pendidikan, jadi dinas pendidikan itu, pendidikan agama itu masuk disana, termasuk UM barang kan lha ini jadi satu nek balitbangnya ada, balai diklat sing khusus agama. “ (Wawancara, 8 Maret 2012)

Kemudian salah satu siswa Fitria juga menyatakan hal yang serupa bahwa, “Kalau kebanyakannya sih penuh, seminggu itu masuk terus, mungkin ada yang kosong tapi itu dapat tugas dari sekolah misalnya Bu Umi kan ketua kesiswaan, jadinya agak berat kadang dapat tugas dari sekolah itu untuk nyatat-nyatat gitu.” (Wawancara, 31 Maret 2012)

Dengan demikian dapat diketahui bahwa sejauh ini setiap guru di MAN Sukoharjo, terlebih lagi pada guru yang telah bersertifikasi selalu mengupayakan untuk selalu hadir seratus persen dalam memenuhi jadwal mengajarnya. Jadi meskipun terdapat guru yang tidak masuk itupun dikarenakan ada pelatihan MGMP atau sakit sehingga prosentase kehadiran guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo ini ada yang selalu Dengan demikian dapat diketahui bahwa sejauh ini setiap guru di MAN Sukoharjo, terlebih lagi pada guru yang telah bersertifikasi selalu mengupayakan untuk selalu hadir seratus persen dalam memenuhi jadwal mengajarnya. Jadi meskipun terdapat guru yang tidak masuk itupun dikarenakan ada pelatihan MGMP atau sakit sehingga prosentase kehadiran guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo ini ada yang selalu

Berikut adalah presensi kehadiran guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo per bulan Februari 2012 :

Tabel 4.8

Prosentase Kehadiran Guru Bersertifikasi

Bulan : Februari 2012

No

Nama

Mata Pelajaran

Jumlah kehadiran

Prosentase

1. Drs. Bintoro Ahmadi

Penjaskes

2. Drs. Budi Wardoyo, MPd.

Fisika

3. Drs. Hadi

Bahasa Inggris

4. Drs. Haris Mahmud

Matematika

5. Drs. Salam

PPKN

6. Drs. Wahid Umar Santoso

TIK

7. Wardi, S.Pd.

Bahasa Indonesia

8. Widoto, S.Pd.

Biologi

9. Drs. Edi Harsanto

Biologi

10. Kusun Dahari, M.Si

Bahasa Arab

11. Drs. Wiyana

Matematika

12. Desi Murtofi’ah, S.Pd

Kimia

13. Nurkhasanah, S.Ag.

SKI

14. Drs. H. Abdul Aziz Fahrudin

Fiqih

15. Endang Listyowati, S.Pd.

Matematika

16. Diyah Kesumaningsih, S.Pd

Ekonomi

17. Wiyono, S.Pd

BK

18. Dra. Siti Supadmi

Geografi

19. Siti Muslikah, S.Pd.

Kimia

20. Drs. Sukamdi

Bahasa Inggris

21. Dra. Siti Solikhah, M.Pd

Kimia

22. Suyadi, S. Ag

Aqidah Akhlak

23. Umi Kulsum, S.Pd

Fisika

24. Dra Suwarti

Bahasa Indonesia

(sumber: presensi guru dan karyawan bulan februari MAN Sukoharjo)

Berdasarkan prosentase selama satu bulan yakni pada bulan februari 2012 menunjukkan bahwa guru-guru bersertifikasi di MAN Berdasarkan prosentase selama satu bulan yakni pada bulan februari 2012 menunjukkan bahwa guru-guru bersertifikasi di MAN

Kedisiplinan yang sudah diterapkan oleh guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo ini juga mendapat pengakuan dari pihak Kemenag yang telah melakukan monitoring. Sementara ini pihak Depag mengakui bahwa monitoring tersebut dilaksanakan dengan mengadopsi instrumen penilaian dari Diknas. Selain itu, LPMP yang digunakan untuk mempertahankan kualitas guru-guru bersertifikasi juga masih gabung dengan LPMP miliki diknas. Jadi meskipun dari pihak Kemenag belum memiliki LPMP namun penjaminan mutu bagi guru bersertifikasi pada madrasah juga tetap ada yakni pada LPMP diknas.

Untuk mempertahankan kualitas guru bersertifikasi pada madrasah, dalam jangka waktu satu sampai dua tahun sekali pihak Kemenag melakukan monitoring untuk memastikan guru-guru bersertifikasi sudah memenuhi beberapa persyaratan kelengkapan administrasi yang dapat membuktikan tanggungjawab dan profesionalisme guru yang bersangkutan. Adapun kelengkapan administrasi yang harus dipenuhi oleh setiap guru yang telah menerima sertifikasi antara lain meliputi memiliki jadwal pembelajaran 24 jam Untuk mempertahankan kualitas guru bersertifikasi pada madrasah, dalam jangka waktu satu sampai dua tahun sekali pihak Kemenag melakukan monitoring untuk memastikan guru-guru bersertifikasi sudah memenuhi beberapa persyaratan kelengkapan administrasi yang dapat membuktikan tanggungjawab dan profesionalisme guru yang bersangkutan. Adapun kelengkapan administrasi yang harus dipenuhi oleh setiap guru yang telah menerima sertifikasi antara lain meliputi memiliki jadwal pembelajaran 24 jam

Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ketua Panitia Pelaksana Sertifikasi, Ibu Zuhriyah sebagai berikut :

“...waktu PLPG itu kan ada pengembangan perangkat pembelajaran, ini ada 32 jam, nah itu harus mengacu pada standar isi dan standar proses yang dirilis oleh BSNP, mereka diajari bagaimana membuat silabus, mendesain materi, mendesain strategi pembelajaran dam media, mendesain alat pembelajaran, dan harus membuat BKSTP, membuat program-program, penelitian tindakan kelas yang nantinya dijadikan jurnal, jadi nanti otomatis itu kan diterapkan oleh guru yang bersangkutan ketika pulang di sekolahnya masing-masing.” (Wawancara 29 Februari 2012)

Hal yang serupa juga dikemukakan oleh ketua pelaksana monitoring Kemenag Sukoharjo, Bapak Sudiman seperti berikut : “Iya, dari pihak monitor itu ya cuman itu ngisi ceklis yang udah

ada dari diknas, dan itupun nggak yang terjun liat langsung lihat apa namanya kegiatan belajar-mengajarnya, kalau yang mengetahui cara mengajarnya guru-guru itu bagaimana bagaimana itu kan pengawas sekolah bukan saya itu, nah kalau kami itu kan cuma ngecek jadwal kegiatan apa, progam tahunan apa, program semesteran apa, silabus, jurnal, dan sebagainya yang ada di perangkat pembelajaran guru.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Pihak madrasah sendiri, yakni wakil kepala madrasah Ibu Siti solikhah juga membenarkan hal tersebut seperti diungkapkan berikut ini “Untuk administrasi yang harus disiapkan disitu kan guru yang

sudah sertifikasi harus memenuhi kelengkapan administrasi, kelengkapan administrasi pembelajarannya itu kan yang jelas satu, RPP (rencana program pengajaran) yang dipegang sama setiap guru yang sertifikasi, kemudian yang kedua itu jurnal, jurnal itu wajib,di jurnal itu kan tertulis semua mau materi apa, sudah sertifikasi harus memenuhi kelengkapan administrasi, kelengkapan administrasi pembelajarannya itu kan yang jelas satu, RPP (rencana program pengajaran) yang dipegang sama setiap guru yang sertifikasi, kemudian yang kedua itu jurnal, jurnal itu wajib,di jurnal itu kan tertulis semua mau materi apa,

Kelengkapan administrasi di atas memperlihatkan kemampuan dan profesionalitas dari setiap guru karena seluruh kelengkapan administrasi yang dibuat benar-benar disusun dengan perhitungan dan seluruh keahlian yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan. Misalnya dalam membuat silabus, guru yang bersangkutan harus memahami dan menguasai materi pembelajaran yang harus disesuaikan dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia serta memperhitungan kemampuan peserta didik begitu pula dengan penyusunan program pembelajaran, jurnal, RPP hingga instrumen penilaian harus disusun dengan sebaik-baiknya yang tentu saja memerlukan tenaga, waktu dan juga keahlian yang profesional.

Untuk kelengkapan administrasi pada guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo tergolong baik terlihat dari hasil monitoring yang telah dilaksanakan oleh Kemenag Kab. Sukoharjo beberapa waktu yang lalu. Penilaian yang dilakukan berdasarkan instrumen monitoring menunjukkan bahwa guru yang bersangkutan rata-rata sudah memenuhi kelengkapan administrasinya yang dibuktikan dengan adanya SK dari Kepala Madrasah, kemudian pemenuhan jadwal mengajar minimal 24 jam perminggu, memiliki program tahunan dan semesteran, menggunakan buku teks dan buku referensi, memiliki silabus yang dibuat sendiri, RPP yang disusun sendiri, memiliki kriteria dan instrumen penilaian, dan lain-lain. Rata-rata guru yang bersangkutan sudah memenuhi seluruh kriteria yang dalam instrumen monitoring sehingga hasilnya monitoring pada guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo adalah termasuk pada kategori baik yakni mencapai angka 15-17.

Bapak Sudiman bahwa, “ Ya rata-rata positif, cara mengajar cukup bagus, data-data perangkat pembelajarannya juga menunjukkan hasil yang positif. Hanya saja mungkin masih ada kecemburuan diantara guru yang bersertifikat dan belum.”(Wawancara, 8 Maret 2012)

Adapun ilustrasi instrumen monitoring yang digunakan untuk menilai kelengkapan administrasi pembelajaran bagi guru bersertifikasi adalah sebagai berikut :

Tabel 4.9 INSTRUMEN MONITORING

ADMINISTRASI PEMBELAJARAN GURU BERSERTIFIKASI RA/BA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA KAB SUKOHARJO TAHUN

2009/2010

Nama guru

Nama sekolah/madrasah

Alamat

Aspek yang diamati

Tanggapan

Catatan

Saran/ sosialisasi

Ya

Tidak

1 Apakah guru memiliki SK pembagian tugas mengajar dari kepala sekolah/madrasah tahun terakhir

2 Apakah guru memiliki jadwal pelajaran minimal 24 jam perminggu

3 Apakah guru memiliki silabus yang dibuat sendiri

4 Apakah guru memiliki RPP yang disusun sendiri

...

dst....(sampai 22)

Catatan: 18-22

: amat baik

≤ 10 : sangat kurang (sumber: kemenag sukoharjo)

di atas sesuai dengan data-data yang diperoleh dari setiap guru bersertifikasi. Pihak monitoring bagi guru bersertifikasi MAN Sukoharjo memberikan pernyataan bahwa rata-rata hasilnya baik, yakni sebagian besar dari guru yang bersangkutan dapat mencapai skor antara 15-17. Dengan demikian pihak Kemenag yang merupakan monitoring sudah mengakui dan mempercayakan akan kompetensi guru yang bersertifikasi pada Madrasah Aliyah Negeri dimana mereka dianggap telah memenuhi persyaratan kelengkapan administrasinya dan tentu saja mereka dianggap layak sebagai guru yang bersertifikat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi profesional pada guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo sudah menunjukkan hasil yang positif, dimana para guru yang bersangkutan rata-rata mempunyai keahlian dan pengetahuan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya sehingga otomatis mereka menguasai akan bidang mata pelajaran yang diajarkan. Selain itu, guru yang bersangkutan juga berupaya untuk mengembangkan keahlian melalui berbagai kegiatan-kegiatan pelatihan dan pendidikan yang dapat memberikan masukan positif bagi pengembangan dirinya. Terakhir yakni mengenai kedisiplinan dimana program sertifikasi ini dapat memberikan perubahan positif bagi setiap guru, karena mereka merasa mempunyai tanggungjawab lebih untuk menunaikan tugasnya sebagai pengajar secara disiplin dan profesional.

Program sertifikasi guru merupakan salah satu langkah pemerintah untuk meningkatkan kinerja guru. Oleh karena itu maka guru yang telah menerima sertifikasi diharapkan dapat mengembangkan diri tak terkecuali menguasai teknologi informasi. Melalui program sertifikasi, guru diharapkan dapat menguasai teknologi, yakni pertama, dapat menggunakan komputer dan menerapkannya dalam pembelajaran, kedua, ada upaya untuk mengembangkan diri di bidang tekonologi informasi, dan ketiga, memiliki website dan mampu mengaplikasikannya di dalam proses pembelajaran.

Melalui guru yang menguasai teknologi informasi maka guru yang bersangkutan dapat memberikan informasi dan juga pengetahuan kepada peserta didik sehingga dapat mempermudah proses pembelajaran sekaligus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Namun demikian indikator penguasaan teknologi bagi guru bersertifikasi ternyata belum terlalu memberikan dampak yang berarti di dalam proses penilaian guru bersertifikasi. Dalam hal ini kategori penguasaan teknologi bagi guru yang bersertifikasi hanya memiliki poin sedikit saja dibandingkan dengan poin lainnya seperti kualifikasi akademik, pengalaman, dan lainnya. Tentu saja hal ini berdampak pada minimnya kesadaran dan upaya para guru untuk menerapkan pembelajaran yang berbasis multimedia.

Pelaksana Sertifikasi, Ibu Zuhriyah berikut ini : “Harusnya ada kewajiban untuk bisa IT, tapi karena masih belum

ada di penilaian. Ya itu itu ada, tapi anunya prosentasinya sangat kecil gitu, kalau guru sekolah menengah, itu ketika mengajar meraka menggunakan powerpoint, mereka menggunakan, ketika mereka membuat silabus, membuat RPP, itu mereka mengetik begini jadi mereka pergi ke tempat PLPG itu mereka membawa fasilitas IT mereka masing-masing gitu lho.” (Wawancara, 20 Februari 2012)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selama tidak ada monitoring pascasertifikasi karena belum adanya perundangan yang mengatur tentang kewenangan pihak dalam melaksanakan monitoring secara intensif maka kecil kemungkinan pada guru bersertifikasi untuk mengembangkan kemampuannya melalui teknologi informasi. Hal ini terjadi karena sebagian besar guru mempunyai asumsi bahwa sudah ada guru mata pelajaran yang mengajarkan TIK kepada peserta didik yakni, guru mata pelajaran TIK sendiri sehingga mereka cenderung menyerahkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan multimedia kepada guru mapel TIK. Hal ini tentu saja berdampak pada minimnya guru yang menggunakan multimedia ataupun internet untuk diaplikasikan ke dalam proses pembelajaran di kelas.

Begitu pula halnya yang terjadi pada guru bersertifikasi pada MAN Sukoharjo dimana sebagian besar sudah dapat menggunakan komputer, namun hanya sebatas untuk tahu dan bisa menggunakan tanpa mengembangkannya untuk diaplikasikan ke dalam proses

ataupun notebook sendiri sehingga paling tidak mereka bisa menggunakannya, karena untuk membuat silabus, menyusun RPP, jurnal memerlukan komputer. Walaupun tidak semua guru memanfaatkan fasilitas LCD di kelas, namun ada juga guru yang sudah menggunakan notebook dan LCD di dalam kelas. Dalam hal ini guru yang sudah menerapkan multimedia dalam proses pembelajaran tetap ada tetapi prosentasenya masih sedikit, terutama pada guru bersertifikasi muda yang cenderung mempunyai semangat, kreativitas, dan inovasi yang lebih tinggi daripada guru yang lebih senior yang kebanyakan masih menggunakan cara lama dalam mengajar.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kasie Mapenda Islam, Bapak Sudiman berikut ini : “Sebenarnya gini, sebenarnya mungkin ada yang sudah

melaksanakan ada juga yang belum melaksanakan, ya memang mereka itu diharapkan dengan adanya sertifikasi itu satu, bisa laptop, LCD, proses belajar-mengajar termasuk buku referensi, kan gitu itu dicukupi dulu mbak baru nanti termasuk untuk beli motor, tapi tetap mereka itu supaya mencukupi kebutuhan untuk keperluan belajar mengajar dulu lah kaya tadi itu apalagi untuk IT kan paling nggak laptop itu ya bisa, bisanya laptop kan ya harus punya dulu tho...” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Hal tersebut senada dengan pernyataan Ibu Siti Solikhah berikut ini : “...bapak ibu guru yang sudah sertifikasi kami berharap untuk

punya laptop jadi bisa bikin powerpoint, sekalian carane engko kan ngerti oh nek nggolek informasi ning internet kan disitu juga ada...bagi sebagian besar guru itu ya memang diharapkan punya laptop jadi bisa bikin powerpoint, sekalian carane engko kan ngerti oh nek nggolek informasi ning internet kan disitu juga ada...bagi sebagian besar guru itu ya memang diharapkan

Ibu Desi Murtofi’ah, sebagai guru bersertifikasi muda membenarkan pernyataan Ibu Solikha, bahwa memang ada guru yang sudah menerapkan multimedia dalam proses pembelajaran di kelas dengan mengatakan bahwa, “Dari setelah sertifikasi aja sih kalau sebelumnya belum, jadi untuk itu saya yo berangkatlah, laptop beli sendiri, LCD juga punya sendiri, jadi saya kan bisa pakai laptop terus untuk menerangkan ke anak-anak juga pakai LCD..rata-rata kalau komputer saya kira guru-guru juga sudah banyak yang bisa kayak microsoft word , powerpoint...” (Wawancara, 14 Maret 2012)

Hal yang serupa juga dinyatakan oleh siswa jurusan IPA, Fitria yang mengungkapkan bahwa, “Rata-rata itu ruang multimedia itu biasanya digunakan untuk pelajaran bahasa inggris sama biologi menggunakan microsoft powerpoint, kalau biologi sering bahasa inggris juga sering tapi kalau lainnya kadang-kadang aja, ada juga yang nggak pernah makai ruang multimedia itu sama sekali lebih banyak.” (Wawancara, 31 Maret 2012)

Dina, salah satu siswa IPS juga mengemukakan hal yang serupa seperti berikut ini : “Kalau pembelajaran multimedia itu biasanya yang pakai

pelajaran bahasa inggris jadi ya kalau IPS pas pelajaran bahasa inggris doang yang pakai lab kalau selain itu nggak, paling-paling pelajaran bahasa inggris jadi ya kalau IPS pas pelajaran bahasa inggris doang yang pakai lab kalau selain itu nggak, paling-paling

Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Panitia Pelaksana Sertifikasi, Ibu Zuhriyah berikut ini : “Untuk sekolah menengah itu ya 70 persen lah gitu, tapi kalau SD

itu 90 persen masih belum bisa. Kalau sekarang ini kan dipasrahkan saja sama guru mata pelajaran, kan sekarang ada mata pelajaran IT di SMA, gitu kan, maka gurunya jadi lebih males lagi kalau kinerja pascasertifikasi itu tidak segera diterapkan ya mereka lebih seenaknya lagi. Kalau itu diterapkan bener, mereka harus melakukan penelitian, harus mencari e- journal lha itu memaksa mereka untuk bisa tahu IT ini, maka mereka harus dipaksa, kalau nggak dipaksa ya mereka balik lagi ke pola kerja yang seadanya itu gitu.” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Melalui beberapa pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo rata-rata sudah memiliki dan dapat menggunakan komputer secara umumnya akan tetapi belum bisa menerapkannya ke dalam suatu proses pembelajaran di kelas karena berbagai hal, seperti mengandalkan hal-hal mengenai multimedia pada guru mata pelajaran TIK dan takut merusak fasilitas IT sekolah seperti LCD. Namun demikian ada juga sebagian guru bersertifikasi yang sudah menerapkan pembelajaran berbasis multimedia, seperti yang dilakukan oleh Ibu Desi Murtofi’ah namun prosentase guru yang sudah menggunakan IT dalam kelas tersebut masih sedikit sekali. Dengan demikian diperlukan ketegasan dari perundangan pemerintah mengenai monitoring kinerja pascasertifikasi yang mewajibkan guru yang bersangkutan untuk berkecimpung dalam teknologi informasi seperti

diungkapkan oleh Ibu Zuhriyah di atas. Sejauh ini, beberapa media yang ada di MAN Sukoharjo antara lain lab komputer, lab fisika dan lab bahasa. Sementara ini guru yang dapat menggunakan dan menguasai cara penggunaan lab tersebut adalah guru mata pelajaran yang bersangkutan. Setiap mata pelajaran TIK dan bahasa inggris, peserta didik menggunakan lab tersebut. Apabila ada guru mata pelajaran lain yang ingin menggunakan lab tersebut maka akan meminta bantuan pada guru mata pelajaran yang dapat menggunakan ataupun meminta tenaga bantuan dari petugas Tata Usaha (TU), namun lab tersebut lebih sering digunakan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan saja sedangkan guru mata pelajaran selain TIK dan bahasa inggris seringkali melaksanakan pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode ceramah ataupun diskusi kelas.

Setelah mengetahui kemampuan guru bersertifikasi guru dalam menggunakan komputer, indikator kedua yang dapat digunakan untuk mengetahui penguasaan teknologi pada guru yang bersangkutan ialah sejauh mana upaya pengembangan teknologi informasi yang telah dilakukan oleh guru yang bersangkutan. Dalam hal ini setidaknya guru yang bersangkutan berupaya untuk mengembangkan diri di bidang IT, seperti rajin membuka internet, mencari tahu tentang perkembangan cara mengajar guru, mencari-cari jurnal ilmiah, dan sebagainya yang sekiranya dapat menambah informasi dan keahlian dalam bidang

Zuhriyah sebagai berikut : “Tunjangan sertifikasinya kan juga besar mbak, jadi tunjangan

sertifikasinya itu mestinya tidak dipakai untuk beli sepeda motor, beli avanza, beli itu, ya, mereka harus punya modemnya sendiri dong , mereka harus langganan jurnal-jurnal ilmiah lewat e- journal itu gitu kan itu keperluannya tunjangan profesional kan memang utuh untuk pengembangan diri...” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Pada guru bersertifikasi MAN Sukoharjo, sejauh ini memang tidak ada keharusan bagi guru yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan di bidang IT, jadi guru bersangkutan hanya melakukan pengembangan tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru. Namun sebagian besar merasa bahwa pengembangan diri di bidang IT itu penting mengingat era teknolgi dan informasi sekarang ini yang hampir di semua segmen kehidupan menggunakan komputer sehingga setiap guru merasa perlu untuk belajar IT. Sejauh ini upaya yang dilakukan oleh guru yang bersangkutan ialah dengan bertanya kepada teman sejawatnya yang dianggap lebih mengetahui dan menguasai IT.

Berhubung hampir semua guru bersertifikasi memiliki fasilitas IT masing-masing maka secara otomatis menjadikan mereka untuk selalu mencoba hal yang baru dengan mencari informasi melalui internet. Sejauh ini guru yang bersangkutan dapat mencari informasi yang diperlukan melalui google karena seperti yang kita ketahui bahwa google merupakan search engine atau “mesin pencari” yang dapat Berhubung hampir semua guru bersertifikasi memiliki fasilitas IT masing-masing maka secara otomatis menjadikan mereka untuk selalu mencoba hal yang baru dengan mencari informasi melalui internet. Sejauh ini guru yang bersangkutan dapat mencari informasi yang diperlukan melalui google karena seperti yang kita ketahui bahwa google merupakan search engine atau “mesin pencari” yang dapat

“Kalau itu masing-masing ya, yang jelas kan nek itu misale kalau yang namanya itu kan kebiasaan ya, sing jenenge laptop kuwi nek misale urung tau nyekel yo ra mudheng tapi nek sing wis duwe terus latihan, tanya-tanya, saya yakin itu bisa, kalau pengembangan disini kita belum mengadakan kegiatan eh ayo kudu iso kabeh itu ndak , itu otodidak jadi masing-masing nanya sama temannya kalau sekolahan ndak itu, dan saya yakin udah pada dewasa semua pokoknya guru-guru mengerti kebutuhannya masing-masing yang saya butuh misalnya nanya ke teman yang bisa gitu kan jadinya dengan sendirinya nanti juga saya yakin bisa.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Ibu Desi juga mengungkapkan hal yang yang serupa berikut ini : “...kan otomatis dari punya laptop dan LCD itu kan saya jadi

ingin mengembangkan juga kaya cara penyampaiannya memakai powerpoint , kemudian saya bikin materi unsur-unsur senyawa itu lewat animasi seperti yang saya katakan tadi ya biar lebih menariklah seperti itu biar lebih mudah dipahami juga sama anak- anak. Lah sekarang itu kan kalau ingin tahu apa-apa tinggal pencet di paman google kan mbak ya saya juga kalau butuh apa- apa biasanya itu aja sih mbak tinggal mencet paman google gitu termasuk kalau ingin lihat cara mengajar yang bagus, jurnal-junal ilmiah begitu.” (Wawancara, 14 Maret 2012)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo selalu berupaya untuk menambah wawasan dan keahlian di bidang IT, paling tidak mereka berusaha untuk mengetahui dan menggunakan internet meskipun tidak diwajibkan oleh madrasah.

menanyakan cara menggunakan internet kepada teman sejawatnya yang dianggap lebih menguasainya walaupun penggunaan internet tersebut belum digunakan secara intensif dan diaplikasikan ke dalam proses pembelajaran.

Setelah mengetahui kemampuan guru dalam menggunakan komputer dan upaya untuk mengembangkan diri di bidang IT, maka dalam melihat penguasaan teknologi pada guru bersertifikasi juga perlu dikaji dari prosentase guru bersertifikasi yang sudah memiliki dan memanfaatkan fasilitas website terutama bagi sekolah yang memiliki website . Untuk guru bersertifikasi diharapkan dapat memberikan informasi kepada peserta didik maupun masyarakat luas melalui website. Jadi guru bersertifikasi hendaknya memiliki fasilitas website guna memberikan informasi kepada peserta didik sehingga dapat memberikan dampak positif baik pada peserta didik, sekolah maupun masyarakat luas.

Namun ternyata bukan menjadi hal yang mudah bagi para guru untuk memenuhinya karena setelah melihat kondisi di MAN Sukoharjo, ternyata bagi sebagian besar pemikiran guru bersertifikasi, website di mata mereka belum menjadi semacam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan IT bagi para siswa, sejauh ini upaya guru yang bersangkutan hanya sebatas memberikan tugas pada siswanya untuk melihat atau mencari informasi-informasi melalui website yang sudah ada baik untuk

guru yang bersangkutan biasanya menugaskan kepada setiap kelompok maupun individu untuk mengerjakan tugas yang murni mewajibkan kepada siswa untuk mencari di internet, sedangkan pada tugas tidak terstruktur yakni guru yang bersangkutan menugaskan siswa dengan memberikan stimulan sekiranya siswa tidak dapat menemukan jawabannya di buku-buku pelajaran, sehingga mau tidak mau siswa harus mencarinya di luar buku pelajaran, termasuk membuka internet. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ibu Siti sebagai berikut :

“Wah kalau website itu guru belum di sini mbak, lha wong email wae guru-guru sini we tak kongkon nggawe wae hurung kabeh kok kalau guru sini belum mbak memang nek jane iki yo aku ki belum, belum istilahnya belum menjadi semacam kebutuhan pokok lah artinya untuk web itu kan belum jadi kebutuhan pokok bagi kita untuk masing-masing guru, ya ada mungkin pak Wakhid kuwi punya, ya yang pinter utak-atik utak atik tapi ya memang kita misalnya nyekel laptop iso ngetik, iso nglebokke biji wis cukup yang pokok dulu, kalau lainnya itu kan biar pengembangan sendiri, aku yo ra duwe mbak.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Hal yang serupa juga dikemukakan oleh guru bersertifikasi lainnya, Ibu Desi Murtofi’ah berikut ini : “Oh website saya belum mbak, mungkin kalau sekarang itu

terkadang saya hanya memberi tugas anak-anak untuk mencari informasi tentang mata pelajaran saya di internet, nah kan dari situ nanti anak lama-lama juga akan mengerti oh ini website, oh ini kalau kita memang untuk apa namanya hotspot itu anak-anak kalau ada tugas mau buka web itu kan keluar ada tugas, ada tugas terstruktur, ada tugas yang tidak terstruktur, salah satunya ada tugas yang terstruktur anak disuruh mencari tentang apa misalnya begitu tapi kalau untuk saya sendiri belum ada websitenya.”

Ibu Zuhriyah seperti berikut ini : “Iya, banyak sekali yang belum bisa IT, website itu juga belum

diwajibkan. Tapi ditengok di teacher education summit itu ada, paling nggak itu untuk guru bersertifikasi itu secara rutin, secara periodik itu melakukan penelitian dan nanti hasil penelitian itu harus dibuat ringkasan, ringkasan itu harus dikirimkan ke jurnal ilmiah, lha jurnal ilmiah yang sekarang ini ada itu adalah elektronic journal , selama mereka tidak mengenali apa, information technology , nggak tahu web itu apa, nggak tahu email itu apa ya mereka masih belum, belum bisa mengirim naskah mereka itu, gitu, membuat naskah, naskah apa namanya mbak, naskah di jurnal itu aja nggak tahu kalau mereka buta sama sekali terhadap ini, terhadap teknologi dan itu nanti dimasukkan salah satu aspek penilaian kinerja pascasertifikasi, ada e-journal nanti.” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Jadi guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo memang masih mengandalkan tenaga ahli bidang mata pelajaran TIK dalam hal-hal yang berhubungan dengan teknologi informasi seperti Pak Wakhid sebagaimana disebutkan oleh Ibu Siti Solikha di atas. Hal ini menandakan bahwa guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo belum menganggap website sebagai suatu keharusan bagi guru dalam menunjang pengembangan penguasaan teknologinya masing-masing. Website sekolah sebenarnya bisa dijadikan alternatif bagi pemenuhan kebutuhan informasi sekaligus penyedia informasi yang berkaitan dengan sekolah. Berawal dari website sekolah pula biasanya para guru menjadi termotivasi untuk memiliki website pribadi yang nantinya dapat dijadikan media pembelajaran dengan peserta didik. Baru-baru ini MAN Sukoharjo memiliki website dan pada saat ini upaya MAN Jadi guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo memang masih mengandalkan tenaga ahli bidang mata pelajaran TIK dalam hal-hal yang berhubungan dengan teknologi informasi seperti Pak Wakhid sebagaimana disebutkan oleh Ibu Siti Solikha di atas. Hal ini menandakan bahwa guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo belum menganggap website sebagai suatu keharusan bagi guru dalam menunjang pengembangan penguasaan teknologinya masing-masing. Website sekolah sebenarnya bisa dijadikan alternatif bagi pemenuhan kebutuhan informasi sekaligus penyedia informasi yang berkaitan dengan sekolah. Berawal dari website sekolah pula biasanya para guru menjadi termotivasi untuk memiliki website pribadi yang nantinya dapat dijadikan media pembelajaran dengan peserta didik. Baru-baru ini MAN Sukoharjo memiliki website dan pada saat ini upaya MAN

Adapun hal-hal yang menyebabkan belum adanya fasilitas IT yang optimal di MAN Sukoharjo antara lain karena terkait dana. Untuk meningkatkan fasilitas yang dapat menunjang kelangsungan proses pembelajaran yang optimal diperlukan dana yang besar, dan tidak cukup hanya dengan menggunakan biaya operasional sekolah secara mandiri saja tetapi juga membutuhkan bantuan dari pemerintah. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Kasie Mapenda Islam, Bapak Sudiman berikut ini :

“Begini mbak, karena MA dan SMA di bawah naungan pemerintah yang terpisah, yaitu SMA oleh Kemendiknas, dan MA oleh Kemenag, maka tentu berbeda. Pada kenyataannya kualitas sekolah kan juga bergantung dari anggaran pemerintah. Oleh karena anggaran yang diperuntukkan bagi Kemendiknas lebih besar dan jumlah sekolahnya juga lebih banyak maka berimbas pada kualitas sekolah yang lebih baik. Dengan anggaran yang lebih banyak itu sudah tentu dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas sekolah baik dalam hal sarana prasarana, IT, perpustakaan, maupun kualitas SDM gurunya.” (Wawancara, 15 November 2011)

Semua guru bersertifikasi pada umumnya menganggap bahwa memiliki website bukan menjadi suatu kebutuhan yang vital dalam suatu proses pembelajaran. Akan tetapi sebenarnya pemerintah mengharapkan dengan adanya program sertifikasi maka guru yang bersangkutan dapat mengembangkan potensinya, termasuk dalam hal pengembangan keahlian IT termasuk untuk memiliki dan

tidak hanya pada guru TIK saja tetapi semua guru mata pelajaran pada umumnya. Keseriusan pemerintah tersebut sudah tertuang di dalam perencanaan program kinerja guru pascasertifikasi, dimana nanti kinerja guru setelah menerima sertifikasi akan dipantau dan dimonitoring secara periodik dan intensif guna mempertahankan dan meningkatkan kualitas guru secara komprehensif. Rencana pemerintah tersebut terangkum dalam “Teacher Education Sumit” dimana kinerja guru pascasertifikasi akan dinilai secara rapi dan periodik oleh tim penilai yang mempunyai wewenang. Dalam hal ini tim penilai akan melakukan penilaian kinerja guru bersertifikasi, mulai dari keterampilan mengajar, keprofesionalan, kepribadian hingga penguasaan teknologi termasuk penerapan teknologi di kelas.

Kemudian setelah proses penilaian selesai maka diberikan beberapa kemungkinan tindak lanjut bagi guru yang bersertifikasi, yakni diberikan promosi jabatan apabila kinerja meningkat, pembinaan keprofesian berkelanjutan, dan pemutusan tunjangan profesi apabila guru yang bersangkutan mengalami penurunan kinerja. Berikut adalah ilustrasi gambar pada teacher education sumit untuk guru pascasertifikasi :

Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru Pascasertifikasi

(Sumber : Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru oleh BPSDMP-PMP kemendiknas)

Gambar di atas menjelaskan bahwa ke depan pemerintah akan memberikan suatu program penilaian kinerja bagi guru yang telah menerima sertifikasi. Dengan adanya penilaian kinerja guru pascasertifikasi dipastikan dapat mempertahankan kualitas kinerja guru yang bersangkutan dan juga senantiasa meningkatkan kualitasnya termasuk mengembangkan kemampuan IT-nya sehingga dapat dipastikan apabila rencana pemerintah tersebut direalisasikan maka

menerapkan website dan internet dalam suatu proses pembelajaran. Di dalam teacher education sumit, nantinya guru yang telah menerima sertifikasi diwajibkan untuk melakukan penelitian-penelitian sebagaimana yang diwajibkan kepada dosen dan nantinya penelitian tersebut dijadikan ke dalam elektronik jurnal (e-journal) sehingga secara otomatis mengharuskan guru untuk memahami email dan website. Namun hal tersebut masih dalam proses perencanaan dan belum diketahui secara jelas mengenai pelaksanaan monitoring pascasertifikasi yang dilaksanakan secara periodik dan intensif. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa selama tidak ada kegiatan monitoring bagi guru bersertifikasi maka akan sulit untuk mengubah mindset para guru agar mereka mau menguasai teknologi informasi.

Dari berbagai pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan guru bersertifikasi di MAN pada dasarnya sudah dapat menggunakan komputer. Namun untuk penguasaan teknologi internet hanya ada beberapa guru yang menguasainya dan sebagian besar guru belum menguasai internet, termasuk belum memiliki email dan website sehingga teknologi informasi belum dapat diterapkan dalam suatu proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan para guru yang bersangkutan belum menganggap email dan website sebagai suatu kebutuhan, ditambah lagi dengan belum adanya peraturan perundangan Dari berbagai pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan guru bersertifikasi di MAN pada dasarnya sudah dapat menggunakan komputer. Namun untuk penguasaan teknologi internet hanya ada beberapa guru yang menguasainya dan sebagian besar guru belum menguasai internet, termasuk belum memiliki email dan website sehingga teknologi informasi belum dapat diterapkan dalam suatu proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan para guru yang bersangkutan belum menganggap email dan website sebagai suatu kebutuhan, ditambah lagi dengan belum adanya peraturan perundangan

d. Menjadi Teladan bagi Peserta Didik

Salah satu komponen yang termasuk dalam penilaian sertifikasi guru ialah kompetensi kepribadian. Hal ini menjadikan persyaratan sekaligus tantangan bagi guru bersertifikasi sendiri, karena untuk menjadi guru yang seutuhnya tidak hanya dituntut untuk menguasai ketrampilan mengajar saja tetapi juga termasuk pada kepribadian. Kepribadian yang tidak baik pada guru disinyalir akan berpengaruh pula terhadap rendahnya minat belajar peserta didik maupun kepribadian peserta didik juga. Oleh karena hal itu diharapkan pada setiap guru yang bersertifikasi khususnya dan semua guru pada umumnya untuk dapat menjadi teladan bagi siswanya.

Adapun kriteria guru teladan meliputi pendekatan pembiasan yang dilakukan melalui interaksi sehari-hari, dan pendekatan yang terprogram seperti yang dilakukan dengan cara penjelasan atau perintah agar diteladani oleh peserta didik. Dengan demikian indikator bahwa guru bersertifikasi dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didik antara lain dari sikap dan perilaku guru pada saat berinteraksi dengan peserta didik, cara guru yang bersangkutan dalam memberikan perintah ataupun motivasi belajar anak dan juga sikap atau perilaku peserta didik itu sendiri.

mempunyai sikap yang bersahabat dan lembut, dalam artian jarang sekali terdapat guru yang menakutkan atau galak terhadap seluruh peserta didiknya. Hal tersebut juga terlihat dari sikap para guru pada saat mengikuti pelatihan PLPG yang dilaksanakan di UMS, dimana sebagian besar guru rata-rata bisa menjaga sikap dengan baik dan tidak melakukan berbagai pelanggaran etika.

Hal tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh Ibu Zuhriyah selaku ketua Panitia Pelaksana Sertifikasi Guru sebagai berikut : “...saya tahunya hanya sebatas ketika dilaksanakan PLPG ya,

kalau diluar PLPG kan, kan itu sudah monggo sekolah yang bersangkutan kan itu sudah menjadi main kindsonnya kepala sekolah, lha kalau dalam PLPG itu instrumennya itu sudah dikirim dari jakarta ke sini, jadi kita tidak mengembangkan instrumen sendiri. dan itu harus dinilai, misalnya kedisiplinan, keteladanan, kemudian toleransi, kemudian empati, kayak begitu ada semua. Ya karena sebagian besar di asrama ya mbak ya, sebagian besar itu diinapkan gitu meskipun mereka menginap itu ada sedikit-sedikit pelanggaran tapi dari hari ke hari kan panitia itu juga memperbaiki diri.” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Dengan demikian memang pada awalnya guru sebelum sertifikasi sudah mendapatkan suatu pendidikan mengenai kepribadian sebagaimana yang telah diberlakukan dalam PLPG di LPTK. Pada kegiatan PLPG tersebut guru yang bersangkutan dipantau dan dimonitoring secara intensif selama 10 hari termasuk pada sikap dan etika para guru. Dalam hal ini panitia sertifikasi guru tidak banyak menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh para, namun demikian Dengan demikian memang pada awalnya guru sebelum sertifikasi sudah mendapatkan suatu pendidikan mengenai kepribadian sebagaimana yang telah diberlakukan dalam PLPG di LPTK. Pada kegiatan PLPG tersebut guru yang bersangkutan dipantau dan dimonitoring secara intensif selama 10 hari termasuk pada sikap dan etika para guru. Dalam hal ini panitia sertifikasi guru tidak banyak menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh para, namun demikian

Pada umumnya guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo juga menunjukkan sikap yang bersahabat dan selalu menggunakan tutur kata yang lembut kepada peserta didiknya. Hal ini menjadikan sebagian besar siswa merasa nyaman dengan gurunya tersebut dan menjadikan mereka tidak takut untuk bertanya maupun berkonsultasi baik mengenai masalah pelajaran maupun kegiatan lainnya. Dengan demikian di MAN Sukoharjo jarang sekali ditemukan guru yang galak di mata siswa karena guru yang bersangkutan menganggap bahwa sikap yang galak atau menakutkan itu sebenarnya tidak perlu karena hanya akan membuat para siswa merasa tertekan dan akhirnya menjadi tidak suka dengan mata pelajaran yagn diajarkan. Akan tetapi sebaliknya, apabila guru yang bersangkutan selalu bersikap baik, serius tapi santai dan selalu ulet dalam memberikan motivasi positif kepada siswa maka akan menumbuhkan pengaruh yang baik pula kepada para siswa karena siswa merupakan peniru ulung yang cenderung meniru dan meneladani gurunya. Oleh karena itu penting bagi guru di MAN Sukoharjo untuk terus berperilaku baik, santun dan berprestasi.

Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Siti Solikha sebagai berikut : Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Siti Solikha sebagai berikut :

Selain itu, Ibu Desi Murtofi’ah juga mengungkapkan hal yang senada seperti berikut ini : “Sama-sama, jadi serius tapi santai dalam arti dalam mengajar

kita tidak guyon sama anak-anak, jadi ada saatnya kita harus serius tapi juga tidak sampai anak-anak itu merasa kaku apalagi sampai jadi takut untuk bertanya gitu, jadi anak-anak itu agar mau ngomong. ..” (Wawancara, 14 Maret 2012)

Dan hal tersebut juga dibenarkan oleh Kasie Mapenda Islam, Bapak Sudiman dengan mengemukakan bahwa, “Mungkin karena namanya guru madrasah ya mbak jadi ini kalau saya lihat disini kepribadiannya juga baik, Insya Allah sesuai dengai kompetensi kepribadian yang diharapkan...” (Wawancara, 8 Maret 2012).

Salah satu peserta didik MAN Sukoharjo kelas XI IPA, Dinda Nagari juga mengemukakan hal yang serupa seperti berikut ini : “Guru-guru itu biasanya kalau ngajar ya lemah lembut tapi serius

dan tegas, biar kitanya itu mudheng jadinya pelan-pelan gitu, kaya guru fiska itu enak banget orangnya baik sama kita jadi nggak ada yang galak sih mbak, eh ada satu mbak guru BP itu yang kok kayaknya temperamen banget ya abisnya sukanya tahu-tahu masuk kelas terus ngagetin gitu manggil anak-anak yang ketahuan pakai hp di kelas dibawa ke ruang BP.” (Wawancara, 20 Maret 2012) dan tegas, biar kitanya itu mudheng jadinya pelan-pelan gitu, kaya guru fiska itu enak banget orangnya baik sama kita jadi nggak ada yang galak sih mbak, eh ada satu mbak guru BP itu yang kok kayaknya temperamen banget ya abisnya sukanya tahu-tahu masuk kelas terus ngagetin gitu manggil anak-anak yang ketahuan pakai hp di kelas dibawa ke ruang BP.” (Wawancara, 20 Maret 2012)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa ternyata sosok guru teladan memang dibutuhkan bagi siswa, bukan guru yang menakutkan dan galak dan hal tersebut dapat dijumpain pada guru-guru MAN Sukoharjo dimana selalu memberikan pengajaran dengan penuh pengertian yang mengerti akan situasi dan kondisi para siswa sendiri. Di MAN Sukoharjo diterapkan situasi belajar yang santai tetapi tetap serius dengan selalu memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mau berpartisipasi aktif di dalam kelas. Hal tersebut pada kenyataannya dapat membuat para siswa merasa nyaman dalam mengikuti proses pembelajaran.

Selain melihat dari cara guru yang bersangkutan dalam melakukan interaksi dengan peserta didik, maka keteladanan seorang guru juga dilihat dari cara mereka dalam memberikan motivasi belajar kepada peserta didik. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa pada kenyataan masih membutuhkan dorongan yang kuat dari luar untuk bisa menumbuhkan semangat belajar yang sebagaimana menjadi kewajiban mereka. Oleh karena itu peran guru dalam hal ini sangat diperlukan Selain melihat dari cara guru yang bersangkutan dalam melakukan interaksi dengan peserta didik, maka keteladanan seorang guru juga dilihat dari cara mereka dalam memberikan motivasi belajar kepada peserta didik. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa pada kenyataan masih membutuhkan dorongan yang kuat dari luar untuk bisa menumbuhkan semangat belajar yang sebagaimana menjadi kewajiban mereka. Oleh karena itu peran guru dalam hal ini sangat diperlukan

Untuk guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo, karena berlatar belakang pendidikan umum dan agama sehingga para gurunya juga rata-rata memiliki kepribadian yang baik dan selalu memotivasi anak agar mereka selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa yang disertai dengan usaha keras yakni belajar agar nantinya bisa menjadi anak yang sukses dan berguna bagi agama, bangsa, dan keluarga. Tidak jarang pula para guru memberikan teladan kepada anak-anak melalui gambar-gambar atau video motivasi yang bisa menumbuhkan semangat siswa dalam menghadapi kehidupan ini dengan prestasi dan juga tidak lupa ibadahnya karena MAN Sukoharjo mengajarkan bahwa kita harus seimbang antara mencari bekal untuk sukses di dunia tetapi juga tidak melupakan bekal untuk di akhirat nanti karena kehidupan yang sebenarnya dan kekal adalah di kehidupan akhirat sementara di dunia ini cuma sementara saja.

Sejauh ini upaya yang dilakukan oleh guru bersertifikasi MAN Sukoharjo sebatas mengingatkan kepada peserta didik tentang ujian nasional yang harus dipersiapkan sejak jauh-jauh hari, mengingat bahan ujian yang harus dipelajari dimulai dari mata pelajaran kelas X hingga kelas XII. Selain itu tidak cukup hanya dengan memotivasi anak untuk belajar tetapi juga harus disertai keimanan dan ketakwaan kepada Sejauh ini upaya yang dilakukan oleh guru bersertifikasi MAN Sukoharjo sebatas mengingatkan kepada peserta didik tentang ujian nasional yang harus dipersiapkan sejak jauh-jauh hari, mengingat bahan ujian yang harus dipelajari dimulai dari mata pelajaran kelas X hingga kelas XII. Selain itu tidak cukup hanya dengan memotivasi anak untuk belajar tetapi juga harus disertai keimanan dan ketakwaan kepada

“Kalau saya misalnya ke anak-anak itu gini Allah itu kan sudah yang namanya menciptakan makhluk itu kan sempurna ya mesti ada kelebihan mesti ada kekurangannya, nah kekurangan yang kita miliki itu nanti mesti akan tertutupi oleh kelebihan yang ada, lah kadang-kadang kita tidak tahu kelebihan kita itu apa karena apa kita tidak mau tahu, padahal kan ya kehidupan itu muter, ada prosesnya, jadi saya yakin anak-anak itu kan pikirannya nanti bisa berkembang ya tetep dengan motivasi itu sangat perlu, jadi saya kalau ke anak itu lha besok itu kamu mau jadi apa tho, dan saya yakin masing-masing anak punya figur itu..lha untuk mencapai sesuatu yang bisa dididik dia itu kan harus mau menuju ke sana, lha kalau meneng wae yo ndak isa, kadang-kadang seperti itu kalau berdasar agama itu kan anak bisa lebih terarah tho hidupnya.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Ibu Desi Murtofiah juga menambahkan sebagai berikut :

“Kalau saya itu kadang-kadang menanyakan ke anak-anak tadi malam sudah belajar belum? kalau belum gimana mau ada perubahan, kan gitu sementara kan mereka mau nggak mau nanti harus menghadapi ujian akhir nanti gimana masa depannya kalau tidak belajar dari sekarang gitu mbak terus kadang-kadang anak- anak itu saya putarkan video tentang prestasi orang-oramg yang tunagrahita, nah saya berharap dari situ mereka bisa lebih besyukur dan semangat untuk belajar.” (Wawancara, 14 Maret 2012)

Hal tersebut juga didukung oleh salah satu siswa MAN Sukoharjo, Dinda yang mengatakan bahwa, “ ...kalau guru itu sukanya nakut-nakutin bilang kayak gini, pokoke engko ujian kuwi angel tenan lho cah nek ra sinau tenanan mboh piye kuwi mengko nek ra ket saiki belajare , gitu mbak.” (Wawancara, 20 Maret 2012).

mengungkapkan hal yang sama berikut ini : “Iya guru-guru itu sukanya ngancam-ngancam kalau ujian

nasional itu batas nilainya rata-ratanya wis 6 lho, gitu terus ada juga yang sukanya kaya guru bahasa inggris pas ngajar di lab itu suka muter video-video motivasi gitu kaya orang yang disiksa di alam kubur, terus orang-orang yang berhasil dari yang tadinya itu nggak bisa sekolah tapi akhirnya berhasil sampai ke luar negeri gitu .” (Wawancara 25 Maret 2012)

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh siswa lainnya, Fitria seperti berikut ini : “Banyak sekali guru yang ngasih kita motivasi, ada juga yang

sering memutarkan video, biasanya tentang orang yang cacat, jadi kita merasa mereka yang cacat aja bisa, apalagi kita seperti itu terus orang yang dari nol tapi akhirnya bisa sukses bisa meraih mimpi-mimpinya misalnya kaya gitu, sama kebanyakan tentang agama.” (Wawancara, 31 Maret 2012)

Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa upaya guru yang bersangkutan dalam memberikan motivasi belajar siswa sudah cukup baik, ditambah lagi dengan selingan-selingan motivasi yang dapat meningkatkan keimanan dan juga ketakwaan siswa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kadang-kadang para siswa memang membutuhkan gertakan-gertakan kecil akan ujian nasional. Sifat dasar anak-anak kadang-kadang kalau tidak dalam keadaan kepepet pada umumnya masih saja santai-santai dan menunda-nunda waktu belajar akan tetapi begitu waktu ujian akhir sudah dekat para siswa biasanya langsung belajar secara mendadak dengan melahap semua materi yang seharusnya sudah ia pelajari sejak jauh-jauh hari. Oleh karena sifat

dalam mendorong siswa untuk belajar. Guru bersertifikasi pada MAN Sukoharjo sudah menjadi contoh yang baik dengan bertutur kata lemah lembut, sopan dan selalu mengucapkan salam sebagaimana telah diterapkan 3S di MAN Sukoharjo, yakni senyum, sapa, salam. Semua guru telah menarapkan 3S tersebut dengan baik sehingga hal ini menunjukkan bahwa semua guru di MAN Sukoharjo, terutama pada guru yang bersertifikasi cukup dapat dijadikan teladan yang baik bagi siswanya. 3S menjadi salah satu pegangan seluruh warga madrasah dengan harapan menjadikan setiap warga madrasah baik pada semua guru dan karyawan, terlebih lagi pada guru yang telah menerima sertifikasi yang diharapkan mampu menjadi teladan yang baik bagi seluruh peserta didik. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Bagian Kurikulum, Ibu Siti Solikha berikut ini :

“...kita punya icon keagamaan, lha kenapa kita tidak didik disini ini ada kurikulum yang diterapkan ke anak-anak itu kan akhlak ya, ke akhlak budi pekerti, 3S, sapa, senyum, salam gitu. Jadi walaupun di dunia itu tidak ada sesuatu yang tidak mungkin tapi kan ya kita menyadarilah itu tidak mungkin dalam itu, karena kita tapi kalau misalnya di sini kan kita memang ada anu mbak saya yakin kok prosentase dari masyarakat kita untuk menyekolahkan anak di sekolah agama itu tetap ada...” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Melihat sumber daya manusia pada siswa MAN Sukoharjo yang menengah ke bawah membuat pihak dari MAN Sukoharjo berusaha memunculkan suatu ciri khas yang bisa menjadi icon madrasah yakni 3S. Pihak madrasah yakin walaupun mereka dapat dikatakan sangat Melihat sumber daya manusia pada siswa MAN Sukoharjo yang menengah ke bawah membuat pihak dari MAN Sukoharjo berusaha memunculkan suatu ciri khas yang bisa menjadi icon madrasah yakni 3S. Pihak madrasah yakin walaupun mereka dapat dikatakan sangat

Akan tetapi semua hal teladan yang dilakukan oleh guru akan menjadi sia-sia apabila ternyata hal tersebut tidak bisa diterapkan pula oleh para siswanya. Dan menjadikan para siswa untuk meneladani guru juga bukanlah hal yang mudah tetapi diperlukan suatu upaya yang disertai dengan keuletan, kesabaran, keikhlasan serta kepemimipinan yang baik. Oleh karena itu perlu diketahui juga mengenai sikap dan perilaku peserta didik MAN Sukoharjo sendiri dalam memastikan apakah sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh guru bersertifikasinya dapat diteladani oleh peserta didiknya.

Sikap dan perilaku para siswa MAN Sukoharjo menunjukkan bahwa mereka mau menuruti hal-hal yang diperintahkan oleh guru mereka dalam artian mereka tidak pernah menentang perkataan guru dan menjadi pendengar yang baik. Sejauh ini siswapun selalu mengikuti setiap peraturan yang ada di madrasah, termasuk dalam melaksanakan 3S, yakni setiap siswa bertemu dengan guru, mereka selalu

guru, di setiap kesempatan yang ada selalu berusaha mengingatkan kepada sesamanya untuk selalu menerapkan 3S ke sesama, misalnya hal tersebut disampaikan pada saat upacara hari senin yang diadakan dua minggu sekali. Jadi hubungan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dapat dikatakan sangat baik dan saling menghormati sehingga diantara mereka tidak ada yang merasa segan ataupun takut kepada guru karena pada umumnya guru di MAN Sukoharjo baik dan ramah di mata siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ibu Siti berikut ini

“Wong jenenge bocah kok yo sing meneng yo enek, sing laksanakke yo ada, sing babar blas metu kene yo ada, namanya masing-masing anak, tapi kebanyakan ya nurut, tapi nurut itu dalam arti tanda kutip lho ya wong jenenge murid kadang yo dikasih tahu guru, dikandani, dikasih nasehat ya pada diem, tapi diemnya itu kan yo mbuh kuwi jane mudheng opo ora.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Hal yang senada juga disampaikan oleh Ibu Desi Murtofiah berikut ini : “Jadi memang tugas kita untuk menjadi guru seutuhnya itu kan

sebenarnya tidak mudah juga, ya kita sampai saat ini cuma berharap kalau anak-anak kita bisa jadi anak yang tanggungjawab baik agama dan juga prestasinya, tapi kalau saya lihat itu anak- anak yang disini banyak yang diemnya maksudnya saya yakin ya anak-anak disini memang kebanyakan nurut gitu nggak ada yang nyangkal apalagi neko-neko tetapi walaupun begitu saya sih sebenarnya juga berharap mereka itu emang anak yang baik, penurut gitu kan bukannya tidak mendengarkan kita, atau tidak mudheng terhadap apa yang sudah kita sampaikan ke mereka begitu.” (Wawancara, 14 Maret 2012) sebenarnya tidak mudah juga, ya kita sampai saat ini cuma berharap kalau anak-anak kita bisa jadi anak yang tanggungjawab baik agama dan juga prestasinya, tapi kalau saya lihat itu anak- anak yang disini banyak yang diemnya maksudnya saya yakin ya anak-anak disini memang kebanyakan nurut gitu nggak ada yang nyangkal apalagi neko-neko tetapi walaupun begitu saya sih sebenarnya juga berharap mereka itu emang anak yang baik, penurut gitu kan bukannya tidak mendengarkan kita, atau tidak mudheng terhadap apa yang sudah kita sampaikan ke mereka begitu.” (Wawancara, 14 Maret 2012)

“60 persen sampai 70 sih baik, tapi sisanya masih ada juga sih yang misalnya tata krama sama guru masih pakai bahasa yang tidak benar gitu, kan kepala sekolah waktu upacara juga sering memberi tahu kita tentang 3S itu ya jadi kebanyakan juga sudah bisa diterapkan sama murid-murid.” (Wawancara, 31 Maret 2012)

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Dinda berikut ini :

“Kebanyakan itu memang pada nurut sih, ya baik-baik lah, jarang ada yang bermasalah, kalaupun ada yang dipanggil ma guru BP, gara-garanya ketahuan bawa hp di kelas terus kalau misalnya pakai jaket di sekolah juga langsung ke BP, kan itu nggak boleh disini mbak.” (Wawancara, 20 Maret 2012)

Di MAN Sukoharjo memang diterapkan beberapa peraturan yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa, diantaranya ialah memakai seragam yang rapi, kemudian dilarang memakai jaket selama berada di sekolah, ketika pelajaran berlangsung semua handphone wajib dimatikan dan bersikap santun serta bertutur kata dengan sopan baik kepada guru maupun kepada sesama murid. Dalam hal ini sebagian besar siswa MAN Sukoharjo sudah bisa menerapkan segala peraturan tersebut dengan baik. Meskipun ada beberapa pelanggaran seperti anak yang tidak berlaku sopan terhadap guru maupun sesama siswa namun hal tersebut sangat jarang terjadi. Walaupun demikian, upaya guru hanya sebatas memotivasi kepada siswa agar mau belajar, namun selebihnya kembali diserahkan kepada masing-masing siswa karena para guru yakin bahwa siswa dengan sendirinya akan sadar bahwa Di MAN Sukoharjo memang diterapkan beberapa peraturan yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa, diantaranya ialah memakai seragam yang rapi, kemudian dilarang memakai jaket selama berada di sekolah, ketika pelajaran berlangsung semua handphone wajib dimatikan dan bersikap santun serta bertutur kata dengan sopan baik kepada guru maupun kepada sesama murid. Dalam hal ini sebagian besar siswa MAN Sukoharjo sudah bisa menerapkan segala peraturan tersebut dengan baik. Meskipun ada beberapa pelanggaran seperti anak yang tidak berlaku sopan terhadap guru maupun sesama siswa namun hal tersebut sangat jarang terjadi. Walaupun demikian, upaya guru hanya sebatas memotivasi kepada siswa agar mau belajar, namun selebihnya kembali diserahkan kepada masing-masing siswa karena para guru yakin bahwa siswa dengan sendirinya akan sadar bahwa

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas yang menunjukkan keteladanan guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ternyata guru yang bersangkutan sudah dapat menjadi teladan bagi peserta didik.

Hal tersebut terlihat dari sebagian besar guru yang bersangkutan telah menunjukkan sikap yang bersahabat dan serius tapi santai dalam berinteraksi dengan peserta didik sehingga membuat peserta didik merasa nyaman dan tidak merasa takut kepada gurunya karena di MAN Sukoharjo sendiri memang diajarkan tentang perilaku 3S yakni senyum, sapa dan salam. Selain itu, melalui berbagai motivasi-motivasi yang disampaikan melalui berbagai media, termasuk dalam video-video motivasi diyakini dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo dapat dijadikan teladan bagi peserta didiknya.

e. Kualitas dan Kuantitas Lulusan

Kualitas guru bersertifikasi tercermin juga dari kualitas dan kuantitas lulusan peserta didiknya. Keberhasilan peserta didik menjadi prestasi guru yang telah mendidiknya hingga menjadi anak yang berhasil karena upaya dari peserta didik tentu saja tidak luput dari peran

apabila guru yang bersangkutan dapat menghasilkan lulusan yang berhasil pula sebagaimana tujuan awal dari program ini dimana meningkatkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui guru yang berkompeten. Adapun kriteria lulusan yang berhasil yakni apabila banyak jumlah peserta didik yang lulus, bahkan lulus seratus persen, kemudian banyaknya lulusan yang diterima di berbagai perguruan tinggi maupun bekerja di tempat yang baik dan terakhir terbebas dari bebagai macam masalah atau pelanggaran di sekolahnya.

Dari segi kuantitas lulusan, selama tiga tahun terakhir yakni sejak tahun 2009, angka kelulusan di MAN Sukoharjo terbilang cukup memuaskan yakni lulus seratus persen pada tahun 2009 dan 2010, padahal angka kelulusan ujian nasional tingkat SMA pada tahun 2010 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya 2009. Ini menunjukkan bahwa lulusan MAN Sukoharjo dapat dikatakan suatu pencapaian yang membanggakan. Namun demikian pada tahun 2011 terdapat satu orang siswa yang tidak lulus dikarenakan kondisi anak tersebut yang memang berasal dari keluarga yang kurang mampu sehingga dia harus bekerja yang akhirnya dapat menghambat sekolahnya. Akan tetapi kemudian anak tersebut diberikan kesempatan untuk melakukan ujian ulang paket-C hingga akhirnya dapat lulus dengan nilai yang cukup. Hal tersebut sebagaimana telah diungkapkan oleh Ibu Siti Solikha berikut ini : Dari segi kuantitas lulusan, selama tiga tahun terakhir yakni sejak tahun 2009, angka kelulusan di MAN Sukoharjo terbilang cukup memuaskan yakni lulus seratus persen pada tahun 2009 dan 2010, padahal angka kelulusan ujian nasional tingkat SMA pada tahun 2010 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya 2009. Ini menunjukkan bahwa lulusan MAN Sukoharjo dapat dikatakan suatu pencapaian yang membanggakan. Namun demikian pada tahun 2011 terdapat satu orang siswa yang tidak lulus dikarenakan kondisi anak tersebut yang memang berasal dari keluarga yang kurang mampu sehingga dia harus bekerja yang akhirnya dapat menghambat sekolahnya. Akan tetapi kemudian anak tersebut diberikan kesempatan untuk melakukan ujian ulang paket-C hingga akhirnya dapat lulus dengan nilai yang cukup. Hal tersebut sebagaimana telah diungkapkan oleh Ibu Siti Solikha berikut ini :

Hal yang senada juga diungkapkan oleh siswa-siswa MAN Sukoharjo, Dinda Nagari seperti berikut ini : “Kalau tahun kemarin pas 2010 itu lulus semua, tapi kalau tahun

2011 kemarin itu ada satu yang nggak lulus itu kayaknya karena emang karena nggak bisa ngikutin pelajarannya sama sekali gitu salah jurusan mungkin, kalau nggak salah dia kan kerja juga makanya nggak mentingin sekolahnya. Kalau hasilnya kebanyakan itu ya standar sekitar rata-ratanya 7, paling ada satu- dua yang bagus banget sampai bisa masuk ke PTN favorit UNS juga kayaknya mbak.” (Wawancara, 20 Maret 2012)

Selain itu, Fitria juga mengemukakan hal yang senada seperti berikut ini : “Iya tahun kemarinnya lulus semua tapi kalau yang pas tahun

kemarin ada satu yang nggak lulus. Standar, 7 lah tapi ada juga yang rata-ratanya 8 itu sedikit, kalau pas saya masuk itu ada juga yang pas keluar 9 rata-ratanya tapi kalau kebanyakan ya lumayan 7.” (Wawancara, 31 Maret 2012)

Dengan melihat jumlah lulusan yang dicapai MAN Sukoharjo sejak tahun 2009 hingga 2011 maka menunjukkan bahwa pencapaian tersebut tergolong baik. Lulusan MAN yang hampir setiap tahun dapat meluluskan siswanya tersebut tidak luput dari dorongan dan upaya para guru terlebih lagi pada guru bersertifikasinya karena dalam hal ini guru yang bersertifikasi memang dituntut lebih dalam menjadikan setiap Dengan melihat jumlah lulusan yang dicapai MAN Sukoharjo sejak tahun 2009 hingga 2011 maka menunjukkan bahwa pencapaian tersebut tergolong baik. Lulusan MAN yang hampir setiap tahun dapat meluluskan siswanya tersebut tidak luput dari dorongan dan upaya para guru terlebih lagi pada guru bersertifikasinya karena dalam hal ini guru yang bersertifikasi memang dituntut lebih dalam menjadikan setiap

Tabel 4.10 Data Kelulusan Siswa

No

Tahun Ajaran

4 2007/2008 25 25 76 76 TL IPA = IPS =

5 2008/2009 50 50 67 65 TL IPA = IPS =

7 2010/2011 56 55 60 60 TL IPA = IPS =

TL : Tidak lulus (sumber: data MAN Sukoharjo 2011)

Adapun prosentase kelulusan siswa MAN Sukoharjo dari tahun ke tahun dapat dilihat melalui grafik di bawah ini:

Prosentase kelulusan tahun 2006-2011

Keterangan : Tahun 2006 = 83%

(sumber: data MAN Sukoharjo)

Mendasar pada tabel dan grafik kelulusan di atas memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan dimana sebelum adanya program sertifikasi, jumlah siswa yang tidak lulus tergolong cukup banyak, yakni mencapai 17% atau 83% kelulusan. Namun demikian, setelah dicanangkannya program sertifikasi guru, yakni mulai tahun 2007 ke atas, angka kelulusan siswa meningkat dan cenderung stabil dimana berkisar antara 98% hingga 100%. Bahkan, untuk ujian nasional ke depannya para guru yang bersangkutan akan berupaya keras agar selalu mendapatkan angka 100% lulus. Hal ini menandakan bahwa program sertifikasi dapat membawa perubahan positif terhadap kinerja

prosentase lulusan

pencapaian prestasi para gurunya. Melihat tabel kelulusan di atas, ternyata dari tahun ke tahun terdapat peningkatan jumlah peserta lulus MAN Sukoharjo meskipun pada tahun terakhir diadakan UN yakni pada tahun 2011 terdapat peserta ujian yang tidak lulus namun hal tesebut karena memang kondisi anak yang tidak bisa belajar karena bekerja kepada orang sehingga seringkali meninggalkan waktu belajarnya. Namun demikian pada akhirnya anak tersebut bisa menyusul anaknya dengan segala upaya dari dorongan guru dan juga upaya anak itu sendiri melalui ujian paket-C. Dengan demikian terdapat perbedaan dari sebelum diadakannya program sertifikasi yakni sebelum tahun 2008 dan sesudah tahun 2009 dimana terdapat peningkatan jumlah peserta lulusan siswa MAN Sukoharjo. Hal ini menunjukkan bahwa setelah adanya program sertifikasi terlihat adanya upaya keras dan kinerja guru bersertifikasi khususnya untuk menjadikan peserta ujian nasional lulus seratus persen.

Kemudian dari segi kualitas lulusan, sebenarnya tidak dapat dilihat secara satu persatu anak bagaimana kualitasnya namun hanya dapat diperkirakan dan dilihat secara umumnya mengenai kualitas peserta didiknya. Dalam hal ini rata-rata kualitas lulusan MAN Sukoharjo tidak mengecewakan, dalam artian meskipun lulusan MAN Sukoharjo tidak sebaik lulusan sekolah negeri lainnya di kabupaten Sukoharjo namun banyak juga lulusan dari sekolah ini yang

UNIVET Sukoharjo, UNS, UNY, STAIMUS dan perguruan tinggi lainnya. Selain itu bagi lulusan yang tidak melanjutkan belajar ke perguruan tinggi sebagian dari mereka ada juga yang terpilih menjadi TNI, POLRI, guru, PNS dan bahkan ada pula alumni MAN Sukoharjo yang berhasil menjadi dokter.

Sementara ini pihak madrasah bisa memantau lulusan melalui alumni-alumni yang membutuhkan legalisir ijazah karena untuk melanjutkan kuliah ataupun bekerja diperlukan fotocopy yang dilegalisir asal sekolah. Para alumni yang melegalisirkan ijazah mereka diharuskan untuk mencantumkan keperluan mereka. Dengan begitu pihak madrasah dapat memantau dan memperkirakan kemana lulusan setelah keluar dari madrasah. Dari data alumni-alumni yang melegalisirkan ijazah dapat diperkirakan bahwa sebanyak 30% lulusan yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sementara 70% lainnya bekerja. Hal tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh Ibu Siti Solikha selaku kepala bagian Kurikulum berikut ini :

“Yo masing-masing mbak, ada yang di ini ya macam-macam kan ada yang di PT, ada yang di pabrik, ada yang merantau saya kira kalau lulusan sini itu lebih banyak yang kerjanya sih mbak kalau yang melanjutkan itu ya 30 sampai 40an persen lah, jane ki sing jadi polisi ya ada lho jadi tentara ya banyak cuman kita kalau secara prosentase itu kita ndak tahu kerjanya apa, paling kita hanya bisa mantau dari daftar itu yang mau daftar kerja kan pas legalisir ijasah itu kan disitu harus nulis neruskan kemana, kerja mana, kuliah mana kan gitu, lha yang kuliah itu yang saya tahu yang keterima di UNS ada, UNY ada, lha disini ini itu yang PMDK itu, dokter ada, guru ada, polisi okeh, tentara ada, kalau “Yo masing-masing mbak, ada yang di ini ya macam-macam kan ada yang di PT, ada yang di pabrik, ada yang merantau saya kira kalau lulusan sini itu lebih banyak yang kerjanya sih mbak kalau yang melanjutkan itu ya 30 sampai 40an persen lah, jane ki sing jadi polisi ya ada lho jadi tentara ya banyak cuman kita kalau secara prosentase itu kita ndak tahu kerjanya apa, paling kita hanya bisa mantau dari daftar itu yang mau daftar kerja kan pas legalisir ijasah itu kan disitu harus nulis neruskan kemana, kerja mana, kuliah mana kan gitu, lha yang kuliah itu yang saya tahu yang keterima di UNS ada, UNY ada, lha disini ini itu yang PMDK itu, dokter ada, guru ada, polisi okeh, tentara ada, kalau

Adapun catatan data lulusan MAN Sukoharjo yang melegalisirkan ijazah mereka per Agustus 2009 sampai dengan Desember 2011 dapat direkapitulasi sebagai berikut :

Tabel 4.11 Rekapitulasi Data lulusan Siswa

No

Tahun

Jumlah Legalisir

PT Bekerja

Prosentase Rata-rata melanjutkan dan bekerja

41 % 59%

(sumber : daftar MAN Sukoharjo)

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa lulusan yang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta sebanyak 41 % sedangkan yang melanjutkan dengan bekerja sebanyak

59 %. Namun tidak semua lulusan melegalisirkan ijazahnya sehingga diperkirakan bekerja pada sektor informal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas lulusan MAN Sukoharjo cukup baik walaupun tidak semua lulusan dapat melanjutkan ke perguruan tinggi seperti yang diharapkan. Namun hal tersebut dapat dimaklumi mengingat rata-rata siswa berasal dari menengah ke bawah sehingga sulit sekiranya bagi lulusan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena faktor biaya.

Namun demikian sebenarnya peluang untuk memajukan kualitas MAN Sukoharjo masih ada, apabila guru yang bersangkutan dapat

mengembangkan seluruh potensi yang ada pada peserta didik. Dan untuk bisa mengembangkan seluruh potensi yang ada pada peserta didik maka langkah pertama yang perlu disiapkan ialah dengan memajukan fasilitas di berbagai bidang mulai dari fasilitas laboratorium baik lab fisika, kimia, bahasa, komputer yang dapat menunjang proses pembelajaran, fasilitas yang dapat menunjang ketrampilan siswa seperti menjahit, musik, olahraga, kesenian, memasak hingga fasilitas yang dapat menunjang kegiatan ekstrakurikuler siswa. Apabila MAN Sukoharjo dapat meningkatkan seluruh fasilitas, sarana dan prasarana tersebut diyakini akan dapat menumbuhkan bibit-bibit potensi yang ada hingga dapat mencetak prestasi-prestasi yang gemilang mengingat potensi yang dimiliki oleh setiap anak berbeda-beda dan perlu dikembangkan. Selain itu, dengan ikon keagamaan yang sudah dimiliki oleh MAN Sukoharjo juga dapat dikembangkan lagi agar dapat dijadikan peluang prestasi pula bagi peserta didik, misalnya qiro’ah, menghafal alqur’an, dan lainnya.

Akan tetapi dalam meningkatkan semua sarana dan prasarana yang bermutu membutuhkan dana yang tidak sedikit sehingga diperlukan campur tangan pemerintah dalam memajukan setiap fasilitas sekolah. Pada kenyataannya ada semacam dikotomi antara anggaran yang disediakan untuk Kemenag (madrasah) dengan Kemendiknas (sekolah umum) dimana anggaran yang diberikan kepada Kemendiknas

sudah jauh lebih baik mengingat madrasah sempat menjadi sekolah nomer dua di masyarakat. Minimnya anggaran tersebut menjadikan salah satu hambatan bagi madrasah untuk memajukan fasilitas dan hal tersebut pada akhirnya berdampak pada kualitas peserta didiknya. Oleh karena itu untuk ke depannya diharapkan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan kualitas madrasah karena bagaimanapun juga seluruh anak yang ada mempunyai hak yang sama dalam memperoleh kesempatan pengembangan diri.

Hal tersebut sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Kasie Mapenda Islam berikut ini : “Sebenarnya MA juga bisa lebih berkualitas dan bisa bersaing

dengan sekolah lain termasuk dengan sekolah di bawah binaan Disdik karena MA dapat melahirkan lulusan-lulusan yang tidak hanya pintar dalam hal pelajaran saja tetapi juga pada nilai moral dan agamanya. Contohnya saja, lulusan MA ada yang sukses menjadi dokter pada tahun 80-an. Tetapi kembali pada masalah anggaran tadi mbak, karena Depag anggarannya masih di bawah Disdik, jadi fasilitasnya juga masih kurang komplit. Dan masih kurangnya fasilitas ini ya berdampak pada kualitas tenaga pendidik dan juga minat masyarakat yang rendah terhadap MA.” (Wawancara, 15 November 2011)

Ketua Panitia Pelaksana Sertifikasi Guru juga menambahkan seperti berikut ini : “Saya kira pertama-tama sumber daya manusianya dulu nggih,

yang kedua nanti kemampuan finansialnya karena yang seperti itu juga butuh dana banyak, untuk mengcopy buku-buku untuk apa namanya membuat para guru ini bisa mengajar dalam bahasa inggris itu kan bukan sesuatu yang mudah gitu lho butuh dukungan finansial yang luar biasa, gitu saya kira itu complicated, dan saya kira tidak harus sekolah itu untuk bisa bagus tidak harus yang kedua nanti kemampuan finansialnya karena yang seperti itu juga butuh dana banyak, untuk mengcopy buku-buku untuk apa namanya membuat para guru ini bisa mengajar dalam bahasa inggris itu kan bukan sesuatu yang mudah gitu lho butuh dukungan finansial yang luar biasa, gitu saya kira itu complicated, dan saya kira tidak harus sekolah itu untuk bisa bagus tidak harus

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa MAN Sukoharjo yang mempunyai ikon keagamaan menjadikan suatu nilai lebih bagi sekolah ini dibandingkan dengan sekolah lainnya sehingga dirasa perlu untuk terus meningkatkan potensinya salah satunya dalam hal keagamaan. Dengan demikian diharapkan MAN Sukoharjo dapat bersaing dengan sekolah lainnya seiring dengan maraknya sekolah berstandar internasional. Sebenarnya hal tersebut bukan hal yang mustahil apabila potensi peserta didik dapat terus dikelola dan dikembangkan dengan baik. Oleh karena itu menjadi tugas dan tantangan bagi guru bersertifikasi untuk bisa meningkatkan peserta didiknya. Dan untuk menjadikan sumber daya manusia pada peserta didik MAN Sukoahrjo agar dapat bersaing di tengah-tengah sekolah yang berstandar internasional saat ini adalah dengan meningkatkan kualitas SDM-nya gurunya seperti menguasai bahasa inggris dan IT dan menerapkannya dalam suatu pembelajaran sehingga berdampak positif bagi kualitas SDM peserta didik sendiri.

Untuk melihat prestasi dari guru bersertifikasi dapat dilihat dari pencapaian prestasi peserta didiknya. Hal ini dikarenakan melalui bimbingan-bimbingan dan binaan-binaan yang dilaksanakan secara intensif oleh guru yang bersangkutan dapat mempengaruhi mental dan potensi peserta didik sehingga dapat menjadikan peserta didiknya untuk Untuk melihat prestasi dari guru bersertifikasi dapat dilihat dari pencapaian prestasi peserta didiknya. Hal ini dikarenakan melalui bimbingan-bimbingan dan binaan-binaan yang dilaksanakan secara intensif oleh guru yang bersangkutan dapat mempengaruhi mental dan potensi peserta didik sehingga dapat menjadikan peserta didiknya untuk

Tabel 4.12

Prestasi MAN Sukoharjo yang Sudah Dicapai

Retell story bahasa inggris

3 Karesidenan

2008

Pidato bahasa inggris

1 Karesidenan

2008

Pencak silat

1 Kabupaten

2010

Pencak silat

1 Kabupaten

2010

Bola volly

1 Kabupaten

2011

Pencak silat

3 Kabupaten

2011

Pencak silat

2 Kabupaten

2012

Pencak silat

3 Kabupaten

2012

(sumber: data monografi MAN Sukoharjo)

Pencapaian prestasi yang dapat diraih oleh peserta didik mulai tahun 2008 menunjukkan adanya suatu kemajuan yang pesat setelah program sertifikasi diadakan. Hal ini dikarenakan semua prestasi yang sudah dicapai oleh peserta didik MAN Sukoharjo tidak luput dari peran serta guru bersertifikasinya. Berdasar tabel di atas menunjukkan bahwa MAN Sukoharjo pernah meraih prestasi di bidang bahasa inggris, pencak silat, dan bola volly di tingkat kabupaten. Dengan demikian peluang MAN Sukoharjo untuk terus meningkatkan prestasinya masih ada.

menghasilkan juara ialah dari kegiatan pencak silat. Maka dari itu tidak ada salahnya jika MAN Sukoharjo terus meningkatkan dan mengembangkan kegiatan ini sehingga menjadi salah satu prestasi yang menonjol bagi MAN Sukoharjo kemudian diikuti dengan kegiatan- kegiatan lainnya seperti bahasa inggris, bola volly dan mengangkat nilai-nilai keagamaan sehingga menjadikan MAN Sukoharjo dapat berprestasi dan dapat mempertahankan eksistensinya di antara sekolah- sekolah lainnya di Kabupaten Sukoharjo.

Selain melihat dari prestasi peserta didiknya, guru yang bersangkutanpun dapat menunjukkan prestasi yang sudah dicapainya terutama setelah menerima sertifikat pendidik. Dengan diterimanya sertifikat pendidik menjadikan guru yang bersangkutan mempunyai tuntutan untuk meningkatkan kompetensi yang ditunjukkan dengan sejumlah prestasi, baik berupa prestasi peserta didiknya maupun prestasi guru itu sendiri. Adapun salah satu prestasi yang dapat ditunjukkan oleh guru MAN Sukoharjo setelah menerima sertifikat adalah penetapan sebagai juara II pada kompetensi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang disusun dan dipresentasikan oleh Bapak Kusun Dahari, M.Si pada tingkat MA/SMA Negeri/Swasta di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Prestasi yang dicapai oleh guru bersertifikasi tersebut menunjukkan bahwa program sertifikasi guru dapat Selain melihat dari prestasi peserta didiknya, guru yang bersangkutanpun dapat menunjukkan prestasi yang sudah dicapainya terutama setelah menerima sertifikat pendidik. Dengan diterimanya sertifikat pendidik menjadikan guru yang bersangkutan mempunyai tuntutan untuk meningkatkan kompetensi yang ditunjukkan dengan sejumlah prestasi, baik berupa prestasi peserta didiknya maupun prestasi guru itu sendiri. Adapun salah satu prestasi yang dapat ditunjukkan oleh guru MAN Sukoharjo setelah menerima sertifikat adalah penetapan sebagai juara II pada kompetensi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang disusun dan dipresentasikan oleh Bapak Kusun Dahari, M.Si pada tingkat MA/SMA Negeri/Swasta di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY. Prestasi yang dicapai oleh guru bersertifikasi tersebut menunjukkan bahwa program sertifikasi guru dapat

Gambar 4.5 Piagam Penghargaan Guru Bersertifikasi

(Sumber: dokumentasi pribadi)

Kemudian lepas dari prestasi yang dicapai, dalam melihat presentase kualitas lulusan maupun peserta didik juga perlu dilihat dari banyaknya anak yang putus sekolah ataupun terkena masalah di sekolah. Prosentase anak yang putus sekolah maupun tersandung kasus di MAN Sukoharjo tidak banyak, bahkan dapat dikatakan sangat jarang dijumpai peserta didik yang terkena masalah serius di sekolahnya. Meskipun ada beberapa anak yang pernah masuk ke ruang BP namun Kemudian lepas dari prestasi yang dicapai, dalam melihat presentase kualitas lulusan maupun peserta didik juga perlu dilihat dari banyaknya anak yang putus sekolah ataupun terkena masalah di sekolah. Prosentase anak yang putus sekolah maupun tersandung kasus di MAN Sukoharjo tidak banyak, bahkan dapat dikatakan sangat jarang dijumpai peserta didik yang terkena masalah serius di sekolahnya. Meskipun ada beberapa anak yang pernah masuk ke ruang BP namun

Hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ibu Siti Solikha bahwa, “Yang kena kasus?yo ndak, disini nggak ada yang masalah mbak disini baik-baik semua, cah agama masak punya kasus.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Namun saat ditelusuri lebih jauh, ternyata siswa-siswa MAN Sukoharjo berbeda pendapat dengan Ibu Siti Solikha, yakni walaupun sebagian besar siswa tidak ada yang terkena masalah di sekolah akan tetapi mereka mengakui bahwa ada satu anak yang dikeluarkan dari sekolah. Pernyataan siswa-siswa tersebut antara lain sebagai berikut.

Dinda mengatakan bahwa, “Ada sih sebenarnya, tahun kemarin itu ada satu anak yang nakal banget itu tapi sekarang sudah keluar kalau kebanyakan sih nggak ada masalah jarang kayanya yang masuk BP.” (Wawancara 20 Maret 2012)

Kemudian hal yang serupa juga dikemukakan oleh Dina bahwa, “Ada mbak satu anak itu gara-garanya sering alpha jadinya dikeluarin, terus orangtuanya dipanggil biar bisa dikasih kesempatan, tapi akhirnya pas sudah dikasih kesempatan ya sama aja sering nggak masuk jadinya ya dikeluarin”. (Wawancara, 25 Maret 2012)

“Kalau yang kena masalah itu biasanya dipanggil ke BP, kebanyakan sih karena ketahuan pencet-pencet hp pas di kelas gitu terus kalau yang pakai seragamnya nggak komplit, nggak rapi itu juga dipanggil tapi ya jarang juga sih yang kaya gitu, kalau yang sampai dikeluarin dari sekolah kalau nggak salah setahun yang lalu ada satu anak mbak tapi saya nggak begitu tahu sih pastinya kenapa sampai kaya gitu, tapi kebanyakan sih baik- baik mbak ngga ada masalah gitu.” (Wawancara, 31 Maret 2012)

Dengan demikian ada satu anak yang dianggap bermasalah pada tahun 2010 yang lalu sehingga harus dikeluarkan dari sekolah. Namun demikian untuk seluruh siswa terkecuali anak tersebut tidak mempunyai masalah yang serius sehingga tidak menjadikan penghalang bagi siswa- siswa lainnya untuk berprestasi. Sebagian besar siswa-siswa MAN Sukoharjo memiliki etika dan perilaku yang baik karena MAN Sukoharjo sendiri juga mempunyai nilai keagamaan yang dapat membawa siswa-siswa ke arah yang baik.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kuantitas dan kualitas lulusan MAN Sukoharjo secara umumnya baik karena hasil kelulusan yang seratus persen dan rata-rata nilainya juga baik ditambah dengan beberapa prestasi yang telah dicapai dari siswa-siswa MAN Sukoharjo walaupun terdapat beberapa kekurangan seperti ada satu anak yang tidak lulus di tahun 2011 namun hal tersebut dapat dimaklumi mengingat anak tersebut harus bekerja untuk mencukupi kehidupannya. Selain itu, mengenai anak yang putus sekolah hal tersebut cukup dijadikan pengalaman bagi Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kuantitas dan kualitas lulusan MAN Sukoharjo secara umumnya baik karena hasil kelulusan yang seratus persen dan rata-rata nilainya juga baik ditambah dengan beberapa prestasi yang telah dicapai dari siswa-siswa MAN Sukoharjo walaupun terdapat beberapa kekurangan seperti ada satu anak yang tidak lulus di tahun 2011 namun hal tersebut dapat dimaklumi mengingat anak tersebut harus bekerja untuk mencukupi kehidupannya. Selain itu, mengenai anak yang putus sekolah hal tersebut cukup dijadikan pengalaman bagi

f. Kesejahteraan

Program sertifikasi guru merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan para guru yang diikuti dengan adanya peningkatan mutu guru itu sendiri. Kesejahteraan diyakini dapat meningkatkan kualitas guru karena dengan meningkatnya kesejahteraan maka dapat memberikan kemudahan bagi guru itu sendiri untuk mengembangkan potensinya, baik melalui pendidikan berkelanjutan, pemenuhan berbagai fasilitas yang menunjang profesionalitasnya dan sebagainya. Adapun kriteria guru bersertifikasi yang tingkat kesejahteraannya meningkat dapat dilihat melalui indikator berikut :

a. Penghasilan setiap bulan mampu mencukupi kebutuhan secara tetap dan berkualitas.

b. Kebutuhan pendidikan keluarga dapat terpenuhi secara baik dan optimal.

c. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan pendidikan berkelanjutan.

d. Memiliki kemampuan untuk mengembangkan komunikasi dengan memanfaatkan teknologi.

Untuk mengetahui apakah guru yang bersertifikasi di MAN Sukoharjo sejauh ini sudah mengalami peningkatan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh pemerintah, maka sebelumnya perlu Untuk mengetahui apakah guru yang bersertifikasi di MAN Sukoharjo sejauh ini sudah mengalami peningkatan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh pemerintah, maka sebelumnya perlu

Tabel 4.13

Data Penerima Tunjangan Profesional Sertifikasi

Di MAN Sukoharjo

NO NAMA

TANGGAL DITERIMA

SERTIFIKASI

1 Drs. Bintoro Ahmadi 196312291993031002

2 Drs. Budi Wardoyo, MPd. 196702211994031003

3 Drs. Hadi 196402081993031004

IV/A

Bahasa Inggris

25 November 2008

4 Drs. Haris Mahmud 196611091996031001

5 Drs. Salam 195701011991031001

6 Drs. Wahid Umar Santoso 195905011994032002

7 Wardi, S.Pd. 196606011993031002

IV/A

Bahasa Indonesia

25 November 2008

8 Widoto, S.Pd. 196305151990031002

9 Drs. Edi Harsanto 196505161994031003

10 Kusun Dahari, M.Si 196302071993032002

IV/A

Bahasa Arab

07 Maret 2008

11 Drs. Wiyana 196604141994031004

12 Desi Murtofi’ah, S.Pd 196808222005012001

III/C

Kimia

29 Desember 2009

13 Nurkhasanah, S.Ag. 197110242007012016

III/A

SKI

28 Februari 2009

14 Drs. H. Abdul Aziz Fahrudin 195603141985121001

15 Endang Listyowati, S.Pd. 197111151997032001

16 Diyah Kesumaningsih, S.Pd

III/C

Ekonomi

26 Desember 2009

150427887000000000 18 Dra. Siti Supadmi 196910132005012001

III/C

Geografi

26 Desember 2009

19 Siti Muslikah, S.Pd. 197406301997032003

20 Drs. Sukamdi 196306191995111001

IV/A

Bahasa Inggris

26 Desember 2010

21 Dra. Siti Solikhah, M.Pd 196608121994032001

22 Suyadi, S. Ag 196705042003121001

III/A

Aqidah Akhlak

19 Desember 2011

23 Umi Kulsum, S.Pd 197903182005012003

III/C

Fisika

19 Desember 2011

24 Dra Suwarti 7538742643300032

III/A

Bahasa Indonesia

19 Desember 2011

(Sumber : Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor DJ.1/198/2011)

Ke-24 guru di atas merupakan guru yang telah menerima sertifikasi dan juga menerima tunjangan profesi pendidik (TPP). Pada umumnya guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo di atas dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara tetap dan mereka masih bisa memenuhi kebutuhan gizi secara baik serta kebutuhan rumah tangga lainnya seperti biaya air, listrik dengan kategori cukup dan jarang sekali mengalami kesulitan dalam memenuhinya. Bahkan kadang-kadang guru yang bersangkutan dapat melakukan rekreasi yang biasanya harus mengeluarkan biaya tak terduga seperti belanja (shoping) ataupun bepergian dengan keluarga pada saat liburan. Sehingga dalam hal mencukupi kebutuhan sehari-hari kiranya para guru yang bersangkutan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhinya walaupun terkadang mereka merasa tidak cukup namun hal tersebut terjadi karena kodrat manusia yang cenderung merasa belum cukup akibat pemborosan Ke-24 guru di atas merupakan guru yang telah menerima sertifikasi dan juga menerima tunjangan profesi pendidik (TPP). Pada umumnya guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo di atas dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara tetap dan mereka masih bisa memenuhi kebutuhan gizi secara baik serta kebutuhan rumah tangga lainnya seperti biaya air, listrik dengan kategori cukup dan jarang sekali mengalami kesulitan dalam memenuhinya. Bahkan kadang-kadang guru yang bersangkutan dapat melakukan rekreasi yang biasanya harus mengeluarkan biaya tak terduga seperti belanja (shoping) ataupun bepergian dengan keluarga pada saat liburan. Sehingga dalam hal mencukupi kebutuhan sehari-hari kiranya para guru yang bersangkutan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhinya walaupun terkadang mereka merasa tidak cukup namun hal tersebut terjadi karena kodrat manusia yang cenderung merasa belum cukup akibat pemborosan

kali gaji kok, katakanlah misalnya kalau aku kan biasanya dapet gaji katakanlah dua juta nggih, kan ada sertifikasi jadi empat juta, itu hanya misal saja lho ya. Alhamdulilahh orang itu mbak kadang dikasih sedikit ya cukup, nek okeh yo kurang yo namanya manusia itu ya kita kalau selama kita syukuri insya Allah cukup sehari-hari itu ya bisalah buat makan makanan bergizi, insya allah terpenuhi sama untuk kebutuhan yang lain, kadang-kadang bisa belanja juga.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Selain itu, Ibu Desi Murtofi’ah juga mengungkapkan hal yang senada berikut ini : “Ya beda banget mbak kan dua kali lipat gajinya, jadi dari satu

kali gaji pokok, lah sekarang dua kalinya kan gitu, iya insya Allah cukup untuk operasional sehari-hari cukup mbak, alhamdulillah nggak ada masalah untuk itu jadi masih bisa beli yang lainnya gitu nggak cuma untuk konsumtif aja kalau dulu itu kan mau beli baju saja kan mikir-mikir dulu ya mbak tapi kalau sekarang Insya Allah cukup...” (Wawancara, 14 Maret 2012)

Dengan demikian dapat dipastikan bahwa para guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo rata-rata dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara tetap dan berkualitas setiap bulannya dalam artian tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumtif saja tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan rekreasi keluarga. Akan tetapi sebagaimana yang telah menjadi tujuan dari program sertifikasi, dimana melalui tunjangan yang diterima maka diharapkan para guru yang bersangkutan dapat mengembangkan pendidikan juga, terutama pada Dengan demikian dapat dipastikan bahwa para guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo rata-rata dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara tetap dan berkualitas setiap bulannya dalam artian tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumtif saja tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan rekreasi keluarga. Akan tetapi sebagaimana yang telah menjadi tujuan dari program sertifikasi, dimana melalui tunjangan yang diterima maka diharapkan para guru yang bersangkutan dapat mengembangkan pendidikan juga, terutama pada

tidak sesuai dengan yang seharusnya, harusnya itu dialokasikan untuk pengembangan diri, tetapi tunjangan yang diberikan oleh negara kan tidak dipergunakan untuk pengembangan diri gitu, tapi kesejahteraan mereka meningkat, tapi kesejahteraan kan tidak boleh hanya dipandang dari apa namanya ya, pemenuhan aspek konsumtif aja kan gitu, ya, untuk pengembangan pendidikan mereka juga, bisa karena sebagian besar guru-guru itu sudah ambil S2, harusnya itu memang seperti itu.” (Wawancara, 29 Februari 2012)

Mengenai harapan Ibu Zuhriyah nampaknya sudah terlihat pada guru-guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo. Sebenarnya para guru yang bersangkutan rata-rata dapat melanjutkan ke S2, atau minimal baru rencana melanjutkan ke S2 karena pada kenyataannya para guru bersertifikasi MAN Sukoharjo yang masih S1 banyak juga yang sedang melanjutkan ke S2. Sekalipun ada yang belum, maka guru tersebut sudah ada rencana untuk dapat melanjutkan namun karena masih belum mempunyai waktu yang cukup untuk melanjutkan pendidikan. Selain untuk pengembangan diri, tentu saja para guru yang telah menerima tunjangan sertifikasi tersebut dapat membiayai pendidikan seluruh keluarganya. Sehingga secara keseluruhan tidak ada kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dan juga pengembangan pendidikan yang disebabkan faktor biaya. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan Mengenai harapan Ibu Zuhriyah nampaknya sudah terlihat pada guru-guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo. Sebenarnya para guru yang bersangkutan rata-rata dapat melanjutkan ke S2, atau minimal baru rencana melanjutkan ke S2 karena pada kenyataannya para guru bersertifikasi MAN Sukoharjo yang masih S1 banyak juga yang sedang melanjutkan ke S2. Sekalipun ada yang belum, maka guru tersebut sudah ada rencana untuk dapat melanjutkan namun karena masih belum mempunyai waktu yang cukup untuk melanjutkan pendidikan. Selain untuk pengembangan diri, tentu saja para guru yang telah menerima tunjangan sertifikasi tersebut dapat membiayai pendidikan seluruh keluarganya. Sehingga secara keseluruhan tidak ada kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dan juga pengembangan pendidikan yang disebabkan faktor biaya. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan

Ibu Siti Solikha juga menambahkan berikut ini : “...ada yang buat melanjutkan pendidikan ke S2, nih guru-guru

yang disini juga banyak yang sambil nyelesaikan S2 itu, lha wong nyatane tuku mobil yo iso, nyekolahke keluarga po meneh pasti bisa kalau dilihat secara fisik kan gitu, kalau saya ya insya allah kalau ada waktu masalahnya anu mbak saya itu kan masih repot ini bolak-balik ke sekolah-sekolah lain ada peninjauan ini, ini, ini begitu, jadi kalau mau melanjutkan ke S3 ya niat ada tapi nanti dulu mbak... (Wawancara, 8 Maret 2012)

Hal tersebut membuktikan bahwa para guru sudah tercukupi dan tidak mengalami kesulitan karena faktor biaya. Karena jangankan untuk biaya pendidikan, untuk membeli kendaraanpun jika dikelola dengan baik maka bisa membeli kendaraan yang nantinya juga digunakan untuk kemudahan untuk pergi mengajar dan juga untuk menunjang kegiatan pengembangan lainnya. Bahkan dalam jangka waktu tertentu apabila dikelola dengan baik maka dana sertifikasi akan dapat digunakan untuk biaya naik haji, membeli perumahan dan sebagainya. Jadi, anggaran untuk melanjutkan pendidikan tetap tersedia meskipun ada beberapa guru yang masih pada tahap rencana yang dikarenakan oleh belum Hal tersebut membuktikan bahwa para guru sudah tercukupi dan tidak mengalami kesulitan karena faktor biaya. Karena jangankan untuk biaya pendidikan, untuk membeli kendaraanpun jika dikelola dengan baik maka bisa membeli kendaraan yang nantinya juga digunakan untuk kemudahan untuk pergi mengajar dan juga untuk menunjang kegiatan pengembangan lainnya. Bahkan dalam jangka waktu tertentu apabila dikelola dengan baik maka dana sertifikasi akan dapat digunakan untuk biaya naik haji, membeli perumahan dan sebagainya. Jadi, anggaran untuk melanjutkan pendidikan tetap tersedia meskipun ada beberapa guru yang masih pada tahap rencana yang dikarenakan oleh belum

Namun begitu, program sertifikasi baru dapat dinyatakan berhasil meningkatkan kesejahteraan guru yang bersangkutan apabila dana sertifikasi dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan komunikasi dan teknologi. Karena tunjangan sertifikasi yang tidak sedikit maka disarankan kepada guru bersertifikasi untuk bisa mengembangkan komunikasi dan IT, baik melalui barang-barang elektronik seperti laptop, LCD, modem, maupun melalui pendidikan pengembangan komunikasi dan IT. Namun sayangnya kewajiban bagi guru bersertifikasi untuk mengembangkan komunikasi dan IT tersebut belum ada pada peraturan perundangan yang ada. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Panitia Sertifikasi Guru, Ibu Zuhriyah berikut ini :

“Tunjangan sertifikasinya kan juga besar mbak, jadi tunjangan sertifikasinya itu mestinya tidak dipakai untuk beli sepeda motor, beli avanza, beli itu, ya, mereka harus punya modemnya sendiri dong, mereka harus langganan jurnal-jurnal ilmiah lewat e-journal itu gitu kan itu keperluannya tunjangan profesional kan memang utuh untuk pengembangan diri, iya untuk mengembangkan diri bukan hanya untuk keperluan-keperluan konsumtif kan, gitu, lah salahnya saja itu tidak ada item dalam perundangan yang mewajibkan guru-guru untuk melakukan hal itu, gitu.” (Wawancara, 29 Februari 2012)

yang mewajibkan guru bersertifikasi untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan teknologi informasi namun upaya guru yang bersangkutan sudah terlihat dalam mengembangkannya. Secara keseluruhan para guru bersertifikasi di MAN Sukoharjo sudah memiliki komputer ataupun notebook yang dapat menunjang tugas-tugas para guru dalam menyusun perangkat pembelajaran, memasukkan nilai dan sebagainya. Jadi memang disarankan bagi seluruh guru untuk mempunyai komputer ataupun notebook karena dengan memilikinya dapat memaksa guru yang bersangkutan untuk bisa menggunakan komputer. Selain itu, ada beberapa guru juga yang sudah mempunyai LCD dan modem sendiri untuk keperluan kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga dapat menggunakan LCD dan modem secara rutin di kelas. Untuk selebihnya guru yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu dapat memenuhi kebutuhan lain seperti kendaraan baru, naik haji, perumahan dan sebagainya. Hal tersebut sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ibu Siti Solikha berikut ini :

“...nek guru-guru disini yo tergantung lah wong saiki podho akeh sing wis duwe mobil, ya kan sepeda motor baru, naik haji, kan berarti sudah kesejahteraannya meningkat itu... sudah pada ini kendaraannya baru, laptopnya baru, oh iya tapi nek laptop itu saya sarankan guru-guru itu untuk harus punya semua gitu, jadi itu kan untuk pembelajaran juga, itu kebutuhan penting.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Ibu Desi Murtofi’ah sebagai berikut : Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Ibu Desi Murtofi’ah sebagai berikut :

Selain itu Kasie Mapenda Islam, Bapak Sudiman juga membenarkan hal tersebut dengan mengungkapkan pernyataan berikut ini :

“Sebenarnya gini, mungkin ada yang sudah melaksanakan ada juga yang belum melaksanakan, yaa memang mereka itu diharapkan dengan adanya sertifikasi itu satu, bisa laptop, LCD, proses belajar-mengajar termasuk buku referensi, kan gitu itu dicukupi dulu mbak baru nanti termasuk untuk beli motor, tapi tetap mereka itu supaya mencukupi kebutuhan untuk keperluan belajar mengajar dulu lah kaya tadi itu apalagi untuk IT kan paling nggak laptop itu ya bisa, ora kok malah tuku mobil, terus hp baru, lha nek misale beli kendaraan ya jane nggak apa-apa tapi dalam arti kendaraan itu digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran tho, yang penting itu laptopnya, modemnya, LCD nek wis komplit lha lagi beli kendaraan baru.” (Wawancara, 8 Maret 2012)

Jadi sebenarnya tunjangan sertifikasi itu utuh untuk pengembangan diri karena para guru memang memerlukan fasilitas- fasilitas IT seperti komputer atau notebook, LCD dan juga modem. Sedangkan untuk kendaraan yang layak juga memang diperlukan bagi kelancaran kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini untuk keseluruhan para guru sudah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan

Matriks Policy Impact Model Program Sertifikasi Guru

Kegiatan/ indikator

Kriteria

Dampak/hasil

1. Keterampilan mengajar

a. Presentasi dan penyajian

· Mampu menjadi

fasilitator dalam pembelajaran.

· Dapat merangsang

umpan balik (feedback) peserta didik.

b. Organisasi · Mampu menyusun

dan melaksanakan perencanaan pembelajaran yang dibuat.

a. Presentasi dan penyajian · Secara keseluruhan guru

bersertifikasi masih menggunakan metode ceramah mengingat kemampuan sdm peserta didik yang rata-rata menengah ke bawah.

· Prosentase keaktifan kelas relatif kecil, berkisar antara 10-20 %.

b. Organisasi · Secara umumnya guru

bersertifikasi sudah dapat menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan melaksanakannya dengan baik hanya saja terkadang ada sedikit hambatan namun hal tersebut dapat diatasi oleh guru yang bersangkutan.

2. Kompetensi profesional

· Menguasai

pengetahuan di bidangnya.

· Mampu

mengembangkan keahlian dan mengembangkan pembelajaran.

· Memenuhi

kewajiban mengajar

24 jam dalam satu minggu.

· Secara umum bidang mata pelajaran guru bersertifikasi

sudah sesuai dengan latar belakang pendidikannya sehingga mempunyai pengetahuan dan keahlian yang sesuai di bidangnya masing-masing.

· Secara keseluruhan guru bersertifikasi sudah dapat mengembangkan keahliannya

dengan beberapa diklat, seminar dan penataran serta dapat mengembangkan rumus-rumus pembelajaran yang mudah dipahami oleh peserta didik.

· Secara keseluruhan guru bersertifikasi sudah memenuhi semua beban mengajar selama 24

jam, kalaupun belum dapat jam, kalaupun belum dapat

· Mampu

menggunakan komputer dan menerapkannya dalam proses pembelajaran.

· Ada upaya untuk

mengembangkan diri di bidang IT.

· Memiliki website

dan mampu mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran.

· Secara keseluruhan, guru bersertifikasi sudah dapat

menggunakan komputer tetapi belum dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran.

· Ada upaya untuk menambah wawasan dalam bidang IT secara otodidak dengan cara

menanyakan kepada teman sejawatnya yang dirasa lebih mampu dalam bidang IT.

· Guru bersertifikasi secara keseluruhan belum mempunyai website dikarenakan belum

menganggap website sebagai suatu kebutuhan.

4. Menjadi teladan bagi peserta didik

· Mempunyai sikap

dan perilaku yang baik kepada peserta didik.

· Mampu memberikan

motivasi belajar kepada peserta didik.

· Sikap dan perilaku

peserta didik yang baik.

· Rata-rata guru bersertifikasi berperilaku baik dan bertutur kata halus kepada peserta didik serta

sudah menerapkan 3S dengan baik (senyum, sapa, salam).

· Secara umum guru bersertifikasi selalu memberikan motivasi belajar kepada siswa, baik dalam

bentuk ajakan maupun melalui video-video motivasi yang kerap kali diputarkan kepada peserta didik.

· Sejauh ini peserta didik dapat menuruti perintah guru dengan

baik serta dapat sebagian besar dapat menerapkan 3S.

5. Kuantitas dan kualitas lulusan

· Banyaknya peserta

didik yang lulus, diharapkan dapat lulus 100 persen.

· Banyaknya lulusan

yang diterima di perguruan tinggi maupun bekerja di perusahaan yang baik.

· Peserta didik dan

· Setelah adanya program sertifikasi secara keseluruhan terbilang memuaskan terdapat

peningkatan dengan angka kelulusan mencapai 100% serta dapat meraih beberapa prestasi.

· Rata-rata lulusan tidak mengecewakan, sebanyak 40% melanjutkan ke perguruan tinggi

dan 60% lainnya bekerja mengingat rata-rata kondisi dan 60% lainnya bekerja mengingat rata-rata kondisi

· Secara umum baik, hanya ada satu anak dari keseluruhan anak

yang bermasalah karena sering absen.

6. Pemberian tunjangan profesional pendidik (TPP)

· Kebutuhan sehari-

hari tercukupi secara tetap dan berkualitas.

· Kebutuhan