Penetapan Kadar Losis Minyak Pada Crude Palm Oil (CPO) Di Ptpn IV Adolina

(1)

PENETAPAN KADAR LOSIS MINYAK PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI PTPN IV UNIT USAHA ADOLINA

TUGAS AKHIR

OLEH: IRA DIANA SARI

NIM 072410052

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR LOSIS MINYAK PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI PTPN IV ADOLINA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

IRA DIANA SARI NIM 072410052 Medan, 30 Januari 2013

Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195409101983032001

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini. Serta Shlawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah: “Penetapan Kadar Losis Minyak pada Crude Palm Oil (CPO) di PTPN IV ADOLINA” yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan kami di Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara.

Kepada semua pihak yang memberi dorongan, bantuan dan dukungan moril maupun spiritual kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini enggan baik dan dalam kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Universitas Sumatra Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi.

3. Drs. Sudarmi, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing pada penyelesaian Tugas Akhir.


(4)

5. Teristimewa penulis sampaikan terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta yaitu Syarifuddin Nasution dan Suraida Batubara.

6. Ibu Derneti, S.Si., selaku kepala laboratorium dan seluruh pegawai yang membantu penulis.

7. Para Dosen dan seluruh Staf Akademi Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis

8. Kepada teman-teman selama PKL: Muttaqin, Marisa S, Nofalia terima kasih atas kerja samanya.

9. Kepada teman-teman semua jurusan Analisa Farmasi dan Makanan stambuk 2007.

10.Kepada sahabat-sahabat perjuangan Santi, Siti, Ika, tisha, yang selalu memberikan motivasi dan dorongan.

Akhir kata, penulis menyadari Penulis Tugas Akhir ini masih banyak memiliki kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik maupun saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas akhir ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Januari 2013

(Ira Diana Sari)


(5)

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Kelapa Sawit ... 4

2.2 Kandungan Nutrisi ... 7

2.3 Minyak Kelapa Sawit Sebagai Obat ... 8

2.4 Pemanfaatan Kelapa Sawit ... 10

2.5 Standar Mutu ... 11

2.6 CPO pada Kelapa Sawit ... 11

2.7 PKO pada Kelapa Sawit ... 13

2.8 Losis Minyak ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Prinsip Percobaan ... 19

3.2 Persiapan Contoh untuk Analis ... 19

3.3 Bahan-bahan ... 19

3.4 Alat-alat ... 19

3.5 Prosedur Percobaan ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23


(6)

5.2 Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

TABEL STANDAR MUTU MINYAK SAWIT ... 25


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family palmae. Nama Guinensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat dimana tempat seorang ahli bernama Jaquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea (Wahyono, dkk., 2005).

Panen kelapa sawit terutama di dasarkan pada saat kadar minyak mesokarp mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum, yaitu pada saat buah mencapai tingkat kematangan tertentu (ripe). Kematangan yang tepat ini dapat di lihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang rontok pada tiap tandan (Wahyono, dkk., 2005).

Losis minyak adalah kehilangan minyak kelapa sawit pada saat proses produksi. Losis minyak di mulai dari proses perebusan penebah, hal ini di sebabkan karna pada saat kelapa sawit yang masih berupa brondolan, setelah perebusan di pisahkan dari tandannya sehingga pada tandan masih terdapat minyak kelapa sawit yang tertinggal (Wahyono, dkk., 2005).

Pada biji masih terdapat serabut yang masih memisahkan kandungan minyak. Begitu juga pada ampas masih terdapat minyak yang tinggal (Wahyono, dkk., 2005).


(8)

Pada proses pemurnian minyak juga mengakibatkan terjadinya losis minyak dikarenakan pada proses ini terjadi pemisahan antara minyak, air dan kotoran. Tetapi minyak dapat ikut terbuat pada air dan kotoran yang dibuang.

Kadar kotoran yg terdapat pada minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dapat merusak mutu minyak sawit mentah. Peningkatan kadar kotoran dapat terjadi karena proses pengolahan itu sendiri maupun proses penyimpanan ataupun penimbunan (Wahyono, dkk., 2005).

CPO dengan variasi perubahan waktu timbun yaitu selama 1 sampai 5 hari. Dari hasil analisa laboratorium maka akan dapat diketahui beberapa lamakah waktu optimum penimbunan minyak pada bak fat pit yang masih memenuhi standar mutu untuk diolah kembali ke stasiun klarifikasi (Wahyono, dkk., 2005).

Dengan demikian pabrik dapat menekan kadar kotoran pada minyak sawit mentah (CPO) mengurangi losis minyak, karena jika kandungan kadar kotoran pada minyak sawit mentah yang terdapat pada bak fat pit terlalu tinggi, saat akan dikembalikan ke stasiun klarifikasi akan merusak minyak sawit mentah (CPO) dan meningkatkan losis minyak karena sebagian (CPO) akan terikut dengan kotoran yang akan dibuang (Wahyono, dkk., 2005).

PTPN IV Kebun Adolina kecamatan Deli serdang merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit (CPO) mulai dari tandan buah segar (TBS) hingga menjadi minyak sawit kasar. Pada proses pengolahan tersebut dimaksudkan agar mendapatkan kualitas minyak sawit yang baik dan bernilai jual tinggi.


(9)

1.2 Permasalahan

Apakah losis minyak yang terdapat pada CPO di PTPN IV Unit Adolina memenuhi persyaratan standar mutu atau tidak.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan untuk dilakukannya penelitian ini adalah untuk menetapkan losis minyak dalam Crude Palm Oil (CPO) sebagai salah satu parameter mutu untuk menentukan kualitas baik atau buruknya minyak kelapa sawit (CPO) di PTPN IV Unit Adolina.

1.4Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan mengenai losis minyak pada Crude Palm Oil (CPO) yang dilakukan di PTPN IV Unit Adolina.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family palmae. Nama Guinensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat dimana tempat seorang ahli bernama Jaquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea (Wahyono, dkk., 2005).

Panen kelapa sawit terutama di dasarkan pada saat kadar minyak mesokarp mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum, yaitu pada saat buah mencapai tingkat kematangan tertentu (ripe). Kematangan yang tepat ini dapat di lihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang rontok pada tiap tandan (Wahyono, dkk., 2005).

Losis minyak adalah kehilangan minyak kelapa sawit pada saat proses produksi. Losis minyak di mulai dari proses perebusan penebah, hal ini di sebabkan karna pada saat kelapa sawit yang masih berupa brondolan, setelah perebusan di pisahkan dari tandannya sehingga pada tandan masih terdapat minyak kelapa sawit yang tertinggal (Wahyono, dkk., 2005).

Pada biji masih terdapat serabut yang masih memisahkan kandungan minyak. Begitu juga pada ampas masih terdapat minyak yang tinggal (Wahyono, dkk., 2005).


(11)

Pada proses pemurnian minyak juga mengakibatkan terjadinya losis minyak dikarenakan pada proses ini terjadi pemisahan antara minyak, air dan kotoran. Tetapi minyak dapat ikut terbuat pada air dan kotoran yang dibuang.

Kadar kotoran yg terdapat pada minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dapat merusak mutu minyak sawit mentah. Peningkatan kadar kotoran dapat terjadi karena proses pengolahan itu sendiri maupun proses penyimpanan ataupun penimbunan (Wahyono, dkk., 2005).

CPO dengan variasi perubahan waktu timbun yaitu selama 1 sampai 5 hari. Dari hasil analisa laboratorium maka akan dapat diketahui beberapa lamakah waktu optimum penimbunan minyak pada bak fat pit yang masih memenuhi standar mutu untuk diolah kembali ke stasiun klarifikasi (Wahyono, dkk., 2005).

Dengan demikian pabrik dapat menekan kadar kotoran pada minyak sawit mentah (CPO) mengurangi losis minyak, karena jika kandungan kadar kotoran pada minyak sawit mentah yang terdapat pada bak fat pit terlalu tinggi, saat akan dikembalikan ke stasiun klarifikasi akan merusak minyak sawit mentah (CPO) dan meningkatkan losis minyak karena sebagian (CPO) akan terikut dengan kotoran yang akan dibuang (Wahyono, dkk., 2005).

PTPN IV Kebun Adolina kecamatan Deli serdang merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit (CPO) mulai dari tandan buah segar (TBS) hingga menjadi minyak sawit kasar. Pada proses pengolahan tersebut dimaksudkan agar mendapatkan kualitas minyak sawit yang baik dan bernilai jual tinggi.


(12)

1.2 Permasalahan

Apakah losis minyak yang terdapat pada CPO di PTPN IV Unit Adolina memenuhi persyaratan standar mutu atau tidak.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan untuk dilakukannya penelitian ini adalah untuk menetapkan losis minyak dalam Crude Palm Oil (CPO) sebagai salah satu parameter mutu untuk menentukan kualitas baik atau buruknya minyak kelapa sawit (CPO) di PTPN IV Unit Adolina.

1.4Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan mengenai losis minyak pada Crude Palm Oil (CPO) yang dilakukan di PTPN IV Unit Adolina.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guanensis jacg) termasuk dalam sub family Cocoidea, family palmae. Berdasarkan ketebalan cangkangnya, kelapa sawit dikelompokkan menjadi dura dengan ketebalan cangkangnya 2-8 mm, pisifera yang tidak memiliki cangkang, dan tenera yang memiliki ketebalan cangkang 0,5-4 mm (Wahyono, dkk., 2005).

Akar. Pada awal pertumbuhan, bagian bawah tanaman berbentuk bonggol. Ribuan akar primer berdiameter 6-10 mm tumbuh menyebar horizontal atau menghujam kedalam tanah. Akar sekunder yang berdiameter 2-4 mm tumbuh dari akar primer. Akar tersier dan kuartier membentuk ikatan yang rapat pada 30 cm lapisan atas dan terkonsentrasi pada sekitar bonggol dan radius 1,5 m dari pokok. Akar tersier dan kuartier inilah yang paling efektif mengambil air dan hara dari dalam tanah (Wahyono, dkk., 2005).

Batang. Batang kelapa sawit berbentuk sil;inder dengan diameter 25-75 cm tumbuh tegak lurus dari bonggol. Pohon kelapa sawit dapat mencapai tinggi 20-30 m dengan pertumbuhan meninggi sekitar 35-80 cm/tahun (Wahyono, dkk., 2005).

Daun. Panjang daun kelapa sawit berkisar 5-9 m dengan jumlah anak daun berkisar 125-200 helai dengan panjang 1,2 m. Jumlah daun yang tumbuh setiap tahun adalah antara 20-30 daun (Wahyono, dkk., 2005).


(14)

Bunga. Pada setiap ketiak daun tumbuh bunga baik bunga jantan, betina, maupun banci. Bunga betina terdiri dari ribuan bunga yang setelah penyerbukan menjadi tandan yang memiliki buah berkisar 500-20000 buah, bunga menjadi tandan buah yang produktif pada umur tanaman 3 tahun dan terus berproduksi sekitar 13 tandan/tahun sampai umur puluhan tahun. Namun umur ekonomi tanaman kelapa sawit adalah 25 tahun dengan pertimbangan peningkatan biaya panen dan pemeliharaan dengan bertambahnya umur dan ketinggian tanaman yang tidak sebanding dengan produksi yang dihasilkan (Wahyono, dkk., 2005).

Buah. Buah kelapa sawit yang disebut juga tandan buah segar (TBS) merupakan nilai ekonomis yang utama dari kelapa sawit. Buah sawit terdiri dari kulit (eksocra), serabut (mesocrap), cangkang (endocarp) dan inti (kernel). Produk utama dari buah sawit adalah minyak dari mesocarp (yang disebut dengan minyak sawit) dan minyak inti sawit. Rasio minyak inti sawit terhadap berat tandan buah segar (TBS) yang disebut rendemen CPO sekitar 20-25% sedangkan rasio inti sawit terhadap berat tandan (rendemen inti) sekitar 4-7% (Wahyono, dkk., 2005).

Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya. Selain dari varietas-varietas tersebut ternyata dikenal juga berapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain. Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit yaitu (Wahyono, dkk., 2005).


(15)

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina (Anonim, 2008).

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis fisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara fisifera dan Dura akan menghasilkan varietas Tenera (Anonim, 2008).

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu dura dan fisifera. Varietas inilah yang banyak di tanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentasi daging buah terhadap buah tinggi, antara 60-96. Tandan buah yang dihasilkan oleh tenera lebih banyak daripada dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil (Anonim, 2008).


(16)

4. Macro carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedangkan daging buahnya tipis sekali.

5. Diwikka-wakka

Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah. Diwikka-waka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakka tenera. Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan kelapa sawit ini jarang ditemukan dan kurang begitu dikenal di Indonesia (Anonim, 2008).

Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendeman minyak tertinggi terdapat pada varietas tenera yaitu sekitar 22-24%, sedangkan pada varietas dura antara 16-18%. Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan utama, sehingga tidak mengherankan jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas tenera (Anonim, 2008).

2.2 Kandungan Nutrisi

1) Kandungan Kalori dan Vitamin

Minyak kelapa sawit seperti jenis minyak dan lemak nabati lainnya memiliki nilai kalori sebesar 8 kkal/g, dimana nilai kalori untuk protein dan karbohidrat masing-masing 4 kkal/g dimana nilai kalori untuk protein dan karbohidrat masing-masing 4 kkal. Minyak dan lemak nabati merupakan sumber vitamin A, D, E dan berfungsi sebagai pembawa vitamin K. Minyak kelapa sawit


(17)

merupakan sumber minyak yang kaya akan vitamin A, dimana kandungan betakaroten mencapai 1000 mg/kg. kandungan provitamin A pada minyak kelapa sawit cukup tinggi yaitu sekitar 900 IU/g shingga jauh lebih tinggi dari kandungan provitamin A pada minyak ikan (sekitar 600 IU/g) (Wahyono, dkk., 2005).

2) Kandungan Asam Lemak Esensil dan Asam Lemak Tidak Jenuh

Minyak kelapa sawit terdiri dari 50% asam lemak jenuh. Komponen-komponen asam lemak kira-kira terdiri atas 50% asam lemak jenuh, 40% asam lemak tidak jenuh (mono) dan 10% asam lemak tidak jenuh (poly). Asam lemak tidak jenuh dalam minyak kelapa sawit berupa asam linoleat yang dibutuhkan secara esensial untuk nutrisi manusia dan hewan (Wahyono, dkk., 2005).

3) Kandungan kolestrol

Seperti jenis-jenis minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit mengandung kadar kolesterol yang rendah, yaitu sekitar 3 mg/kg. Sementara, lemak hewani mengandung kadar kolestrol lebih tinggi, 50-100 kali dari minyak kelapa sawit, misalnya mentega hewani (butter) mengandung kolestrol 220 mg/kg (Wahyono, dkk., 2005).

2.3 Minyak Kelapa Sawit Sebagai Obat

Penyakit yang paling banyak membunuh manusia saat ini, terutama sekali di negara-negara berkembang, yaitu penyakit jantung dan kanker. Kedua jenis penyakit ini terutama disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang banyak didominasi oleh konsumsi minyak dan lemak (Winarno, 1997).


(18)

1. Jantung Koroner

Lemak jenuh (Saturated=S) merupakan penyebab jantung. Sedangkan lemak tidak jenuh (poly unsaturated=P) diyakini merupakan penangkal efek lemak jenuh. Rasio P/S umumnya digunakan untuk mengukur keseluruhan efek dan biasanya nilai yang direkomendasikan sekitar 0,45 (Winarno, 1997).

Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 50% asam lemak jenuh dan 10% asam lemak tidak jenuh sehingga nilai rasio P/S nya 0,2. Oleh karena merupakan lemak setengah padat, umumnya minyak kelapa sawit digunakan sebagai mentega dan vanaspati (minyak sawit nabati).

Perlu dicatat bahwa mengasumsikan rasio P/S yang lebih tinggi akan memberikan efek yang lebih baik pada kesehatan. Sementara, mengkonsumsi lemak tidak jenuh rantai panjang (poly unsaturated) dapat menyebabkan timbulnya penyakit kanker (Winarno, 1997).

2. Kanker

Telah diketahui bahwa makanan dan nutrisi yang terkandung di dalamnya secara nyata mempengaruhi pembentukan sel kanker. Penelitian yang dilakukan terhadap hewan percobaan secara konsisten menunjukkan bahwa pembentukan beberapa jenis kanker disebabkan oleh makanan yang banyak mengandung lemak. Dalam hal ini, lemak tidak jenuh rantai panjang (poly unsaturated) diyakini merangsang pertumbuhan kanker yang lebih kuat dari pada lemak jenuh. Dengan demikian, hal yang perlu ditekankan yaitu jumlah lemak yang dikonsumsi merupakan faktor utama yang mempengaruhi kanker (Winarno, 1997).


(19)

2.4 Pemanfaatan Kelapa Sawit

Kelapa sawit memiliki banyak manfaat dalam penggunaannya. Selain minyak sawit yang dihasilkan oleh daging buah (mesocarp) yang dkenal dengan Crude Palm Oil (CPO), kelapa sawit juga menghasilkan minyak inti sawit yang dihasilkan dari inti sawit yang dikenal dengan minyak inti sawit atau palm Kernel Oil (PKO). Dari keduanya dapat dibuat berbagai jenis produk lainnya. Pabrik pengolahannya disebut refinberi dan ekstraksi. Dari sini akan keluar lagi beberapa jenis minyak, ada yang sudah siap pakai dan ada yang harus diproses untuk menjadi produk lainnya. Disamping minyak atau bahan solid lain, juga akan keluar beberapa padatan lainnya yang dapat langsung di pakai atau harus diproses lebih lanjut (Winarno, 1997).

Pemanfaatan kelapa sawit diantaranya adalah sebagai bahan pembuatan minyak goreng, margarin, shortening, vanaspati, pembuatan es krim maupun untuk bahan baku industri sabun, kosmetik (lotion, cream, shampo), farmasi, detergen, lilin, tinta cetak, semir sepatu, industri kawat perak dan tembaga maupun bahan baku biodiesel yang merupakan energi alternatif pengganti minyak bumi. Selain itu, limbah dari kelapa sawit yang tandan kosong sawit, limbah cair, serat dan cangkang juga dapat dimanfaatkan. Tandan kosong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk alternatif yang banyak mengandung unsur K bagi tanaman, juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket arang. Tandan kosong bersama limbah cair juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos, dan juga dapat digunakan sebagai sumber energi listrik, sedangkan serat dan cangkang digunakan sebagai bahan baku pembuatan furniture, sehingga


(20)

industri kelapa sawit dapat dijalankan dengan prinsip zero waste (tanpa limbah) (Wahyono, dkk., 2005).

2.5 Standar Mutu

Istilah mutu dalam perdagangan kelapa sawit sebenarnya dapat dibedakan dalam dua arti, yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak dalam arti dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam besi, logam tembaga, proksida, dan ukuran pemucatan (Anonim, 2008).

2.6 CPO pada kelapa sawit

Pengujian lemak atau minyak secara kimiawi sejak lama telah dikerjakan. Pengujian ini didasarkan pada penelitian atau penetapan bagian tertentu dari komponen kimia minyak atau lemak. Pengujian minyak atau lemak tersebut salah satunya adalah pengujian losis minyak.

- Produk yang dihasilkan: CPO - Bahan Baku: Kelapa Sawit

Kapasitas Bahan Baku: mulai 1 ton/jam, 30 ton/jam, 60 ton/jam, atau sesuai permintaan (Anonim, 2008).


(21)

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm. Selain itu bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak (Ketaren, 1986).

Minyak sawit tidak mempunyai rasa, tidak mempengaruhi masakan. Makanan bergoreng dan makanan segera mempunyai tarikan tersendiri kepada pengguna di seluruh dunia. Lebih lagi dengan adanya banyak produk baru di pasaran untuk memenuhi cita rasa pengguna dari segi rasa, rupa dan khasiat (Ketaren, 1986).

Teknologi menggoreng juga telah melalui berbagai proses perubahan. Proses seperti menggoreng dalam tekanan tinggi, teknologi extrusion dan pemanasan menggunakan infra merah adalah antara proses penggorengan yang semakin popular digunakan oleh syarikat pengeluaran akan komersil (Ketaren, 1986).

Keupayaan minyak dan lemak untuk kekal stabil pada suhu 180-1900C bergantung kepada ketahanan oksidatifnya. Disinilah pentingnya pemilihan sesuatu jenis minyak dan lemak yang digunakan. Mengabaikan aspek kestabilan minyak atau lemak pada suhu yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang disediakan menjadi cepat rusak dan berubah rasa seterusnya menjadikannya tidak enak (Ketaren, 1986).


(22)

Minyak dan lemak gorengan yang baik haruslah mempunyai komposisi yang betul. Kandungan mono dan digliserida di dalam suatu minyak atau lemak yang digunakan mestilah pada kadar yang minimum. Ini karena bahan itu akan cepat terkompos berbanding dengan trigliserida yang menghasilkan asap dan mengganggu proses penggorengan seterusnya (Ketaren, 1986).

Komposisi asam lemak adalah penentu kepada ketahanan sesuatu minyak dan lemak. Secara ideal, kandungan asam lemak haruslah pada kadar yang minimal. Ini adalah karena double bond di dalam molekul asam lemak adalah lebih senang teroksida, dan pada suhu yang tinggi, kadar reaksi kimia akan menjadi lebih tinggi (Pahan, 2007).

Dari pada kriteria yang dinyatakan tadi, asam lemak omega-3 tidak sesuai dijadikan sebagai lemak untuk menggoreng. Minyak seperti minyak soya, minyak canola dan biji sesawi yang mengandung asid linoleic poli tak tepu juga tidak sesuai digunakan untuk menggoreng pada suhu yang tinggi. Minyak ikan yang mengandung rantai asam lemak omega-3 (EPA dan DHA) juga tidak sesuai digunakan untuk menggoreng. Lebih-lebih lagi minyak ikan menghasilkan bau hanyir dan akan menjadikan makanan kurang enak (Pahan, 2007).

2.7 PKO pada kelapa sawit

Minyak inti sawit (PKO) mempunyai produk turunan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan CPO. Tiga produk turunan PKO yakni fatty acid, lauric acid, dan myristic acid. Selain tiga zat ini, yang biasa ditemui adalah margarine, pengganti mentega, lemak khusus, es krim, krim kopi, gula-gula, krim


(23)

2.8 Losis Minyak

Pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) dioperasikan dalam suatu rangkaian proses yang kontiniu, dimana hasil proses dari satu instalasi akan dilanjutkan oleh instalasi berikutnya dengan mempertahankan mutu. Kesalahan yang terjadi pada tahap proses tertentu tidak dapat diperbaiki pada proses lanjutnya (Pahan, 2007).

Mengolah tandan buah segar (TBS) membutuhkan penanganan yang serius dan mengikuti norma-norma sehingga tujuan akhir untuk mendapatkan rendemen yang tinggi dapat dipenuhi. Prinsip utama dari pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) adalah “Mengutip minyak setinggi-tingginya dan menekan losis yang serendah-rendahnya”. Pengutipan minyak pertama sekali dilakukan di areal tanaman kelapa sawit, dengan tidak meninggalkan sebuah pun berondolan yang jatuh, pengangkutan yang baik, dan penanganan TBS di loadingramp. Dapatkah kita mencapai rendemen yang tinggi? Jawabannya pasti bisa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah potensi minyak itu sendiri. Jika dari hasil penelitian diambil suatu kesimpulan potensi sebesar 25%, tugas selanjutnya adalah menekan losis yang sekecil-kecilnya 1.25% sehingga rendemen yang didapat sebesar ± 23.75% (Pahan, 2007).

Pada rebusan CPO (sterilizer), ketel rebusan adalah bejana uap yang digunakan untuk merebus buah. Untuk menjaga tekanan dalam rebusan tidak melebihi tekanan kerja yang diizinkan, rebusan diberi katup pengaman (safety valve). Tujuan rebusan antara lain: mematikan enzyme-enzym untuk mencegah berlarutnya proses kenaikan asam lemak bebas (ALB), mengurangi kadar air dalam buah, memudahkan brondolan lepas dari tandan, melunakkan daging buah


(24)

agar mudah dilumat dalam digester dan memudahkan proses selanjutnya.Untuk mencapai tujuan tersebut diatas diperlukan tekanan uap 2,8 s/d 3 kg/cm2 dengan siklus perebusan antara 90-100 menit (Ketaren, 1986). Sistem perebusan yang ada saat ini di Pabrik Kelapa Sawit PTP Nusantara IV adalah sistem dua puncak (Double Peak) atau sistem tiga puncak (Triple Peak) (Ketaren, 1986).

Tekanan uap dan lama perebusan sangat menentukan hasil perebusan juga mempengaruhi effisiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan yang tidak cukup akan berpengaruh terhadap buah kurang masak, sebagian brondolan tidak lepas dari tandan (katekoppen, unstriped bunch) yang mengakibatkan kerugian minyak dalam janjangan kosong bertambah, pelumatan dalam digester tidak sempurna, sebagian daging buah tidak lepas dari biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan mengakibatkan kerugian minyak pada ampas, dan biji bertambah, ampas (fibre) basah yang menyebabkan pembakaran dalam ketel uap tidak sempurna, pembakaran janjang kosong dalam incinerator tidak sempurna, yang menyebabkan kerusakan incinerator, perebusan terlalu lama sehingga menyebabkan buah menjadi memer, kerugian minyak dalam air rebusan (kondesat) dan merusak mutu minyak dan inti (Wahyono, dkk., 2005).

Pembuangan udara dan air kondensat, udara dan merupakan pengantar panas yang rendah, apabila udara dalam ketel rebusan tidak dikeluarkan secara sempurna akan terjadi pencampuran udara dan uap (turbulensi) yang mengakibatkan pemindahan panas dari uap kedalam buah tidak sempurna. Dengan demikian udara harus benar-benar dikeluarkan dari dalam ketel rebusan dengan cara: setiap hari agar diperiksa kemungkinan adanya kebocoran dan harus segera diperbaiki, setiap minggu rebusan dibersihkan dengan minyak pelumas


(25)

bekas, dan setiap 3-4 tahun rebusan direparasi untuk pemeriksaan berkala oleh IPNKK (Wahyono, dkk., 2005).

Penanggulangan beberapa permasalahan yang dipantau secara visual dalam pengoperasian pabrik kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara: % Katte Kopen tinggi dengan indikasi % katte kopen banyak terlihat di Carrier Tankos dan mempunyai norma, 1 tandan/200 tandan (maksimum). Hal ini disebabkan oleh tekanan steam perebusan rendah (< 3,0 kg/cm2), waktu perebusan kurang lama, pengumpanan ke Autofeeder melampaui kapasitas, putaran tromol thresher terlalu cepat (Norma: 22-23 rpm) dan pembuangan air kondensat perebusan tidak sempurna (kemungkinan besar akibat brondolan yang jatuh dilantai rebusan menutup saringan pembuangan air kondensat). Hal ini dapat ditanggulangi dengan cara, tekanan steam, lama perebusan dan pengumpanan disesuaikan dengan standart (SOP), check kecepatan putaran tromol Thresher, check saringan pembuangan air kondensat dan apabila buah mengarah ke mentah, siklus diperpanjang. Asisten harus mengetahui kondisi buah yang diproses untuk mengambil langkah perebusan (Wahyono, dkk., 2005).

Minyak di tandan kosong tinggi, dapat diindikasikan dengan tandan kosong basah/berminyak dan mempunyai norma 2,5-3,0% terhadap contoh, hal ini dapat disebabkan oleh TBS yang lewat matang, waktu rebus yang terlalu lama dan muatan autofeeder yang melampaui kapasitas. Hal ini dapat ditanggulangi dengan cara lama perebusan disesuaikan dengan SOP, perhatikan mutu TBS di loading ramp dengan cara melihat mutu TBS yang mengarah ke mentah lama perebusan diperpanjang, mutu TBS kelewat matang atau buah menginap lama perebusan


(26)

diperpendek dan muatan autofeeder disesuaikan dengan kapasitas/hindarkan penumpukan buah rebus (Wahyono, dkk., 2005).

Minyak di air kondensat tinggi dapat diindikasikan air kondensat berminyak (berwarna kuning/merah) dan mempunyai norma 0,50% terhadap contoh (maksimum) dan ini dapat disebabkan oleh muatan lori yang rendah, perebusan terlalu lama, pembuangan air kondensat tidak sempurna dan TBS terlalu masak. Hal ini dapat ditanggulangi dengan cara, muatan lori disesuaikan dengan kapasitas lori, lama perebusan disesuaikan dengan SOP dan check saringan pembuangan air kondensat (Wahyono, dkk., 2005).

Persen buah terikut tandan kosong tinggi, dengan indikasi banyak brondolan di carrier tandan kosong dan mempunyai norma 0,50-1,2% brondolan terhadap contoh. Ini dapat disebabkan oleh muatan lori tinggi, tekanan steam perebusan rendah (< 3,0 kg/cm2), waktu rebus terlalu singkat, pengumpanan ke autofeeder tidak sesuai dengan kapasitas dan putaran tromol tresher tinggi/rendah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan cara muatan lori disesuaikan dengan kapasitas lori, tekanan steam dan waktu perebusan disesuaikan dengan SOP, pengumpanan ke autofeeder disesuaikan dengan kapasitas (1 lori/5 menit) dan putaran tromol thresher 22-23 rpm (Winarno, 1997).

Persen minyak di press cake (ampas) tinggi, mempunyai indikasi ampas berminyak (lembab), bila digenggam minyak melekat ditangan dan mempunyai norma 4,0-4,5% terhadap contoh. Hal ini dapat disebabkan oleh isian digester kurang (tidak penuh) kecepatan putar pengaduk tinggi dan pisau aduk sudah pas sehingga pengadukan kurang sempurna, temperature digester < 90oC, massa


(27)

dalam digester kurang lumat karena waktu aduk < 25 menit, digester drain tidak lancer, tekanan screw press rendah, screw press sudah aus dan air pembilas di screw press kurang panas, hal ini dapat ditanggulangi dengan cara upayakan digester tetap penuh dan kecepatan putar pengaduk 18-20 rpm, rehabilitasi pisau-pisau digester, stel sebagai berikut, temperature digester 90-1000C, temperature air pengencer rehabilitasi pisau-pisau digester, stel sebagai berikut, temperature digester 90 dan tekanan screw press sudah harus diperbaiki (ganti baru) serta bersihkan perporasi digester drain (Winarno, 1997).

Persen minyak di biji tinggi dengan indikasi biji berminyak atau berekor dan mempunyai norma 0,80% terhadap contoh (maksimum), hal ini dapat disebabkan oleh proses perebusan kurang sempurna, kondisi operasi digester tidak sesuai norma dan dapat ditanggulangi dengan cara menyesuaikan perebusan buah dengan standard SOP dan memperbaiki kondisi operasi digester (Winarno, 1997).


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Prinsip Percobaan

Keringkan padat timble dalam oven selama 3 jam kemudian ekstraksi dengan larutan N-heksan.

3.2 Persiapan Contoh Untuk Analis

Contoh analisa (minyak mentah/CPO) adalah contoh komposit setiap shift harus dicairkan diatas water bath pada suhu 50-60oC dan homogenkan untuk mengambil sub-contoh.

3.3 Bahan-bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah

1. Cyclohexane pro analise (Merck KgaA, Darmstadt)

2. N-heksan

3. Aquadest

4. CPO

3.4Alat-alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah

1. Neraca analitis 4 desimal


(29)

3. Cawan

4. Timble

5. Labu ukur

3.5Prosedur Percobaan

Timbang terlebih dahulu timble kosong dan 10 gram sampel masukkan ke dalam timble dan keringkan ke dalam oven pemanas dengan temperature 105oC selama 3 jam, kemudian dinginkan dalam esicator hingga mencapai berat konstan, timble yang tadi di sambungkan dengan sochlet dan di ekstraksi dengan larutan N-heksan selama 6 jam, keringkan labu yang berisi minyak dalam oven selama 15 menit keluarkan dan keringkan dalam desicator.


(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

Tahap awal dalam melakukan percobaan yaitu menimbang berat sampel, menyediakan pereaksi yang di butuhkan dan melakukan percobaan dan langkah-langkah yang sesuai sehingga di peroleh hasil seperti tabel di bawah ini.

Dari hasil kadar losis minyak pada Crude Palm Oil (CPO), maka dilakukan dua perlakuan dan hasilnya diperoleh hasil yang pertama 0,003101% dan hasil yang kedua 0,003701% dengan nilai rata-rata sebesar 0,0034% dari kedua perlakuan tersebut, hasil yang di peroleh tidak mempunyai 0,0034% dalam arti kedua kadar losis minyak memenuhi kadar.

No Sampel Hasil Kadar

1 Losis Minyak I 0,003101%

2 Losis Minyak II 0,003701%

4.2Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan dua kali perlakuan pada sampel (CPO) yang sama, dengan hasil kadar losis minyak pada perlakuan I = 0,003101%. Perlakuan II = 0,003701%. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk senyawa yang jenuh. Banyaknya kadar losis minyak yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemaknya. Maka, semakin tinggi kadar losis minyak yang didapat maka minyak tersebut


(31)

semakin baik karena mengandung lemak tidak jenuh yang akan memberikan efek yang lebih baik pada kesehatan. Sementara, mengkonsumsi lemak tidak jenuh rantai panjang dapat menyebabkan timbulnya penyakit kanker.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh losis minyak dari CPO pada PTPN IV Unit Adolina 0,031% hasil yang diperoleh memenuhi syarat karena tidak melewati standar mutu yang ditetapkan oleh PTPN IV Unit Adolina yaitu maksimal 0-2%.

5.2Saran

Penulis menyarankan untuk memperoleh kadar losis minyak sesuai dengan yang diinginkan ataupun target harus diperhatikan beberapa hal yang menyangkut penentuan kadar losis minyak maka dalam pengerjaan dan penghitungannya harus dilakukan sedemikian rupa.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008) Kelapa Sawit. http://id.Warta Pusat Penelitian ./kelapa sawit. Tanggal akses 19 Januari 2010.

Keteren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: UI- Press. Hal. 35-36.

Pahan, I. (2007). Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 102-103.

Wahyono, T., Nurkhoiry, R., dan Agustira, M.A. (2005). Profil Kelapa Sawit Indonesia. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Hal. 40-42.

Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Hal. 39-40.


(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Prinsip Percobaan

Keringkan padat timble dalam oven selama 3 jam kemudian ekstraksi dengan larutan N-heksan.

3.2 Persiapan Contoh Untuk Analis

Contoh analisa (minyak mentah/CPO) adalah contoh komposit setiap shift harus dicairkan diatas water bath pada suhu 50-60oC dan homogenkan untuk mengambil sub-contoh.

3.3 Bahan-bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah

1. Cyclohexane pro analise (Merck KgaA, Darmstadt)

2. N-heksan

3. Aquadest

4. CPO

3.4Alat-alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah

1. Neraca analitis 4 desimal


(2)

4. Timble

5. Labu ukur

3.5Prosedur Percobaan

Timbang terlebih dahulu timble kosong dan 10 gram sampel masukkan ke dalam timble dan keringkan ke dalam oven pemanas dengan temperature 105oC selama 3 jam, kemudian dinginkan dalam esicator hingga mencapai berat konstan, timble yang tadi di sambungkan dengan sochlet dan di ekstraksi dengan larutan N-heksan selama 6 jam, keringkan labu yang berisi minyak dalam oven selama 15 menit keluarkan dan keringkan dalam desicator.


(3)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

Tahap awal dalam melakukan percobaan yaitu menimbang berat sampel, menyediakan pereaksi yang di butuhkan dan melakukan percobaan dan langkah-langkah yang sesuai sehingga di peroleh hasil seperti tabel di bawah ini.

Dari hasil kadar losis minyak pada Crude Palm Oil (CPO), maka dilakukan dua perlakuan dan hasilnya diperoleh hasil yang pertama 0,003101% dan hasil yang kedua 0,003701% dengan nilai rata-rata sebesar 0,0034% dari kedua perlakuan tersebut, hasil yang di peroleh tidak mempunyai 0,0034% dalam arti kedua kadar losis minyak memenuhi kadar.

No Sampel Hasil Kadar

1 Losis Minyak I 0,003101%

2 Losis Minyak II 0,003701%

4.2Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan dua kali perlakuan pada sampel (CPO) yang sama, dengan hasil kadar losis minyak pada perlakuan I = 0,003101%. Perlakuan II = 0,003701%. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk senyawa yang jenuh. Banyaknya kadar losis minyak yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemaknya. Maka, semakin tinggi kadar losis minyak yang didapat maka minyak tersebut


(4)

yang lebih baik pada kesehatan. Sementara, mengkonsumsi lemak tidak jenuh rantai panjang dapat menyebabkan timbulnya penyakit kanker.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil analisa yang dilakukan diperoleh losis minyak dari CPO pada PTPN IV Unit Adolina 0,031% hasil yang diperoleh memenuhi syarat karena tidak melewati standar mutu yang ditetapkan oleh PTPN IV Unit Adolina yaitu maksimal 0-2%.

5.2Saran

Penulis menyarankan untuk memperoleh kadar losis minyak sesuai dengan yang diinginkan ataupun target harus diperhatikan beberapa hal yang menyangkut penentuan kadar losis minyak maka dalam pengerjaan dan penghitungannya harus dilakukan sedemikian rupa.


(6)

Anonim. (2008) Kelapa Sawit. http://id.Warta Pusat Penelitian ./kelapa sawit. Tanggal akses 19 Januari 2010.

Keteren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: UI- Press. Hal. 35-36.

Pahan, I. (2007). Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 102-103.

Wahyono, T., Nurkhoiry, R., dan Agustira, M.A. (2005). Profil Kelapa Sawit Indonesia. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Hal. 40-42.

Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Hal. 39-40.