16
paling tinggi diantara instrument gesek lainya mewakili leitmotif Baru Klinthing, ketiga leitmotif tersebut muncul bergantian sesuai dengan alur
munculnya tokoh yang diwakili oleh tiga instrument tersebut. Bentuk program yang digunakan dalam komposisi ini adalah narative,
yakni musik yang disusun sesuai bagian-bagian alur cerita.
B. Analisis Bentuk dan Struktur Komposisi “Baru Klinthing”
1. Bagian I “Kelahiran Baru Klinthing”
Dalam bagian pertama terdapat pengenalan tokoh, Nyi Skarlanta yang merupakan ibu Baru Klinthing, Ki hajar adalah ayah Baru Klinthing dan tokoh
utama yakni Baru Klinthing, dalam bagian ini berawal dari kebahagiaan sepasang suami istri yang hidup dalam sebuah desa bernama Ngasem.
Gambar 3.4. Birama 1-8 Suasana pagi
Cerita ini dimulai dengan tonalitas G mayor untuk mendeskripsikan suasana pedesaan yang indah tenang dan damai.
1
menggunakan sukat 44
1
Rita S teb lin “Affective Key Characterictics of G Major” A History of Key Characterictics in the 18th and Early 19th Centuries UMI Research Press 1983
http:www.wmich.edumus-theocourseskeys.html diakses 5 Maret 2017.
17
dengan tempo sedang, pada birama tiga ketukan kedua biola alto memainkan melodi untuk menggambarkan suasana angin di pagi hari, pengolahan
dinamika cresscendo dan decresscendo digunakan untuk menguatkan suasana.
Gambar 3.5. Birama 9-17 Pengenalan tokoh Nyi Skarlanta dan Ki Hajar
Birama 9-12 pengenalan leitmotif tokoh Nyi Skarlanta, masih dalam tonalitas G mayor yang dimainkan oleh instrument biola dua dan diteruskan
dengan leitmotif Ki Hajar dibirama 13-17 pada instrument cello yang diakhiri dengan kadens otentik yakni dari akor V-I.
18
Gambar 3.6. Suasana Kesedihan
Birama 18-31 mendeskripsikan suasana sedih belum dikaruniainya seorang anak dengan mengunakan tonalitas Am harmonis
2
pada birama 24 terdapat kandens setengah yakni pergerakan dari akor iV ke akor V yang
menandakan kesedihan belum berahir, berlanjut Pada birama 31 penggunakan akor VI yakni nada E mayor dimaksudkan untuk menggambarkan kesedihan
yang akan berujung pada suka cita, dengan mengiring kepergian Ki Hajar untuk bertapa agar segera dikaruniai seorang anak.
Gambar 3.7. Suasana Pertapaan
2
Am harmonis adalah tangga nada yang terdiri dari A,B,C,D,E,F,G,A.
19
Birama 32-40 mendeskripsikan suasana ketenangan dalam pertapaan, yang mana pada instrument cello hanya menahan satu nada menggunakan
tehnik legato dengan menggunakan tonalitas Em harmonis.
3
Penggunaan akor ini mengarah pada suasana ratapan penuh harap, yang berahir pada akor I,
penggunaan tanda staccato pada birama 40 mengartikan berahirnya pertapaan.
Gambar 3.8. Birama 41-53 Kelahiran Baru Klinthing Birama 41-53 terdapat perubahan tanda sukat dari 44 menuju sukat 34
dan perubahan tempo dari lento menuju pada tempo 100, terdapat pula tehnik glissando
4
pada birama 41 yang diartikan sebagai kelahiran tokoh utama yakni Baru Klinthing, serta penggunaan teknik staccato untuk menggambarkan
suasana ketegangan saat kelahiran berlangsung, pada birama 47-49 muncul leitmotif Baru Klinthing yang dimainkan oleh instrument biola satu yang
dimodulasi pada tonalitas A mayor.
3
Em harmonis adalah tangga nada yang terdiri dari E,F,G,A,B,C,D.E.
4
Glissando : tehnik meluncurkan bunyi dari sebuah nada menuju nada lainyayang umunya cukup jauh menyentuh sebanyak mungkin nada-nada yang dilaluinya.
20
Gambar 3.9.. Birama 54-57 Pertumbuhan Baru Klinthing Cerita berlanjut dengan tumbuhnya Baru Klinthing menjadi seekor ular ,
kini kembali menggunakan tonalitas G mayor, penggunaan tehnik trill
5
pada birama 54 ketukan ke empat diartikan sebagai pertumbuhan ular kecil yang
semakin lama semakin membesar, seiring berjalanya waktu Baru Klinthing tumbuh dewasa ia mulai mencari siapa ayahnya, suasana penuh tanya ini
muncul pada birama 62-67 yang digambarkan pada biola satu dan biola dua, ditonalitas Bbm. Cerita berlanjut pada pertemuan baru klinthing dengan sang
ayah yang ditandai dengan munculnya leitmotif Ki Hajar dibirama 68-72 pada tonalitas A mayor.
Gambar 3.10. Birama 73-80 Melingkari Gunung Namun karena berwujud ular Ki Hajar sempat tidak percaya, akhirnya
Baru Klinthing diutus melingkari gunung Telomoyo untuk membuktikan bahwa ia benar anaknya, suasana ini digambarkan dengan adanya perubahan
dari tempo lento menjadi tempo 120 serta munculnya potongan leitmotif Baru Klinthing yang dikembangkan dan diubah menjadi sukat 44 pada biola satu,
5
Trill : hiasan yang berupa perulangan cepat dari sebuah nada yang diseling dengan nada terdekat di atasnya.
21
dan pada biola dua memainkan tone painting untuk penggambaran gunung yang dilingkari oleh Baru Klinthing.
Gambar 3.11. Birama 82-87 Pertapaan Baru Klinthing Akhirnya Baru Klinthing mampu meyakinkan bahwa ia benar-benar anak
yang selama ini diharapkan Ki Hajar dalam pertapaanya, lalu Ki Hajar mengutus Baru Klinthing untuk bertapa agar kelak wujudnya dapat berubah
menjadi manusia yang utuh, penggambaran suasana ini masih dalam tonalitas A mayor, instrumen viola dan cello hanya memainkan satu nada dengan
pemakaian teknik legato untuk menggambarkan suasana tenang, menutup bagian satu ini penggunaan not utuh pada birama 87 menandakan keinginan
Baru Klinthing untuk menjadi manusia seutuhnya.
2. Bagian II “Pertempuran di Bukit Tugur”