1
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagaimana  kita  ketahui  bersama  bahwa  perkembangan  ilmu pengatahuan  dan  teknologi  berkembang  sangat  cepat,  terutama  di  bidang
teknologi, informasi
dan komunikasi
TIK. Perkembangan
tersebut memungkinkan  semua  pihak  dapat  memperoleh  informasi  dengan  melimpah,
cepat  dan  mudah  dari  berbagai  sumber  di  dunia.  Supaya  suatu  negara  bisa mengikuti  tuntutan  dari  perkembangan  jaman,  maka  negara  tersebut  perlu
memiliki sumber daya manusia SDM yang menguasai  teknologi, informasi dan komunikasi.
Matematika  merupakan  pengetahuan  dasar  untuk  menunjang  penguasaan teknologi, informasi dan komunikasi TIK. Dengan belajar matematika, manusia
akan  memiliki  kemampuan  memperoleh,  memilih  dan  mengelola  informasi, kemampuan  untuk  dapat  berpikir  secara  kritis,  sistematis,  logis,  kreatif,  dan
kemampuan untuk dapat bekerja sama secara efektif. Matematika  di  sekolah  memiliki  peranan  sebagai  salah  satu  unsur
instrumental  yang  memiliki  objek  abstrak  dan  konsisten  dalam  proses  belajar mengajar  untuk  membentuk  setiap  individu  menjadi  anggota  masyarakat  yang
berguna  dan  menjadi  aset  yang  berharga  dalam  melaksanakan  pembangunan bangsa  dan  negara,  kini  dan  masa  yang  akan  datang.  Proses  belajar  mengajar
merupakan  proses  sosialisasi,  siswa  diperkenalkan  dengan  potensi  yang dimilikinya,  dengan  ilmu  pengetahuan,  dan  lingkungannya  agar  mereka  mampu
membentuk  dirinya  untuk  memainkan  peran  dan  mampu  ambil  bagian  dalam proses pembangunan masyarakat sesuai dengan posisi dan kedudukannya.
Proses  pembelajaran  matematika  di  sekolah  pada  dasarnya  merupakan proses interaksi antara peserta didik yang belajar dengan guru yang mengajar dan
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
berlangsung  dalam  suatu  ikatan  untuk  mencapai  tujuan  pembelajaran  yang  telah ditetapkan.  Tujuan  dari  mempelajari  matematika  itu  sendiri,  Depdiknas  2006
menyatakan  bahwa  mata  pelajaran  matematika  di  SD,  SMP,  SMA,  dan  SMK bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
1 Memahami  konsep  matematika,  menjelaskan  keterkaitan  antar
konsep  dan  mengaplikasikan  konsep  atau  algoritma,  secara  luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2 Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika  dalam  membuat  generalisasi,  menyusun  bukti,  atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3 Memecahkan  masalah  yang  meliputi  kemampuan  memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4 Mengkomunikasikan  gagasan dengan simbol,  tabel,  diagram,  atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5
Memiliki  sikap  menghargai  kegunaan  matematika  dalam kehidupan,  yaitu  memiliki  rasa  ingin  tahu,  perhatian,  dan  minat
dalam mempelajari matematika,  serta sikap ulet dan percaya  diri dalam pemecahan masalah.
Demikian  pula  National  Council  of  Teachers  of  Mathematics  NCTM 2000 menjelaskan tujuan pembelajaran matematika yaitu:
1 Belajar untuk berkomunikasi mathematical communication.
2 Belajar untuk bernalar mathematical reasoning.
3 Belajar  untuk  memecahkan  masalah  mathematical  problem
solving. 4
Belajar untuk mengaitkan ide mathematical connections. 5
Pembentukan sikap positif terhadap matematika positive attitudes toward mathematics
Selanjutnya  menurut  Sumarmo  2005  menyatakan  bahwa  kelima kemampuan-kemampuan  itu  disebut  dengan  daya  matematik  mathematical
power  atau  keterampilan  bermatematika  doing  math.  Salah  satu  keterampilan doing  math  yang sangat  erat  kaitannya dengan  karakteristik matematika adalah
belajar untuk memecahkan masalah mathematical problem solving. Kemampuan pemecahan  masalah  tersebut  berkaitan  dengan  karakteristik  yang  dimiliki
matematika  yang  digolongkan  dalam  berpikir  tingkat  tinggi.  Hal  itu  di  perkuat
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dengan  pendapat  Yamin  2012:  171  higher  order  cognition  adalah  komponen- komponen  yang  terletak  pada  urutan  akhir  yang  lebih  tinggi  dari  keseluruhan
proses kognitif manusia misalnya berpikir, pembuatan konsep, penalaran, bahasa, pembuatan keputusan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
Proses  untuk  mengembangkan  kemampuan  pemecahan  masalah  tersebut dapat  dilakukan  melalui  latihan  membuat  keputusan  dan  kesimpulan  dari  suatu
permasalahan-permasalahan  berdasarkan  pemikiran  secara  logis,  rasional,  kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. Sehingga dari proses itu, siswa diharapkan dapat
menggunakan kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada kegiatan
bernalar,  keterampilan  dalam  penerapan  matematika,  dan  pembentukan  sikap percaya  diri  siswa.  Menurut  pendapat  Didi  2005:  2  bahwa  untuk
mengembangkan  kemampuan  pemecahan  masalah  seseorang,  latihan  berpikir secara  matematis  tidaklah  cukup,  melainkan  perlu  dibarengi  pengembangan  rasa
percaya  diri  melalui  proses  pemecahan  masalah  sehingga  memiliki  kesiapan memadai menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan nyata.
Adapun proses pemecahan masalah menurut Bransford dan Stein Slavin, 2006: 262
“develoved and evaluated a five-step strategy called IDEAL, Identity problems  and  opportunities,  Define  goals  and  represent  the  problems,  Explore
posible  strategies,  Anticipate  outcomes  and  act,  Look  back  and  learn”.  Tidak jauh  berbeda  dengan  pendapat  di  atas,  Sumarmo  2005:  6  menyatakan  bahwa
kemampuan  pemecahan  masalah  matematis  sebagai  tujuan,  dapat  dirinci  dengan indikator sebagai berikut:
1 Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.
2 Membuat  model  matematik  dari  suatu  situasi  atau  masalah
sehari-hari dan menyelesaikannya. 3
Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika.
4 Menjelaskan
atau menginterpretasikan
hasil sesuai
permasalahan  asal,  serta  memeriksa  kebenaran  hasil  atau jawaban.
5 Menerapkan matematika secara bermakna.
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Polya  mengemukakan  pendapatnya  Herman,  2000:  7  bahwa  secara umum terdapat  empat fase pembentukan kemampuan pemecahan masalah, yaitu:
proses  pemahaman  masalah  understanding  the  problem.  Perencanaan  solusi masalah  making  a  plan,  penyelesaian  masalah  solving  the  problem,  dan
memeriksa kembali hasil penyelesaian masalah  looking back. Jadi dalam proses penyelesaian  pemecahan  masalah  siswa  diharapkan  mampu  menerapkan  aturan-
aturan  matematika  yang  telah  dipelajari  sebelumnya  dan  digunakan  untuk memecahkan  masalah  dengan  memperhatikan  langkah-langkah  yang  telah
ditentukan. Namun  kenyataannya  tingkat  kemampuan  pemecahan  masalah  siswa  di
Indonesia masih rendah. Ini terbukti dengan hasil survei TIMSS pada tahun 1999 1999:  32  Indonesia  menempati  urutan  ke-34  dari  38  negara  yang  mengikuti
survei  dengan  nilai  rata-rata  403,  dibawah  nilai  rata-rata  internasional  yaitu  487. Selanjutnya hasil survei TIMSS pada tahun 2003 2003: 44 Indonesia menempati
urutan  ke-34  dari  45  negara  yang  mengikuti  survei  dengan  nilai  rata-rata  411, dibawah rata-rata intenasional yaitu 467. Kemudian pada tahun 2007 hasil survei
TIMSS 2007: 53 menyatakan bahwa rataan prestasi matematika dikelas delapan relatif  konstan  dari  seluruh  penilaian  di  Italia,  Yordania,  Indonesia,  Bahrain,
Botswana,  negara  bagian  Minnesota  dan  provinsi  British  Columbia.  Indonesia pada tahun 2007 mendapatkan nilai rata-rata 397 dan nilai tersebut masih berada
dibawah rata-rata nilai internasional yaitu 500. Hasil terbaru dari survei TIMSS 2011: 50 bahwa sejumlah peserta kelas
delapan  memiliki  nilai  persentase  signifikan  dengan  performanya  sangat  rendah, termasuk  Indonesia  diantaranya.  Ini  menunjukan  bahwa  kualitas  pembelajaran
matematika  di  Indonesia  belum  menunjukkan  perkembangan  peningkatan  yang signifikan  terhadap  kemampuan  pemecahan  masalah  siswa  bahkan  cenderung
turun. Hasil dari TIMSS tahun 2011 menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa di Indonesia kelas delapan berada di peringkat 38 dari 45 negara. Dari hasil
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
survei  tersebut,  nilai  rata-rata  matematika  adalah  386  atau  turun  11  angka  dari hasil  tahun  2007  dan  nilai  yang  didapat  berada  dibawah  nilai  rata-rata
internasiaonal TIMSS. Tidak  jauh  berbeda  dengan  TIMSS,  hasil  survey  Programme  for
International  Student  Assesment  PISA  yang  bertujuan  menilai  penguasaan pengetahuan dan ketarampilan matematika siswa. Menunjukan bahwa pada tahun
2003,  Indonesia  berada  di  peringkat  38  dari  40  negara,  dengan  rerata  skor  360, pada  tahun  2006  rerata  skor  siswa  naik  menjadi  391,  yaitu  peringkat  50  dari  59
negara,  sedangkan  pada  tahun  2009  peringkat  Indonesia  menjadi  61  dari  65 negara,  dengan  rerata  skor  371,  sementara  skor  rerata  Internasional  adalah  496,
Balitbang 2011. Dari  kedua  hasil  survey  tersebut  dan  studi  yang  telah  dilakukan  oleh
Wardani dan Rumiati  2011: 1 menyatakan bahwa salah satu faktor penyebabnya antara  lain  siswa  di  Indonesia  pada  umumnya  kurang  terlatih  dalam
menyelesaikan  soal-soal  dengan  karakteristik  seperti  soal-soal  pada  TIMSS  dan PISA.  Karakteristik  soal-soal  tersebut,  menuntut  siswa  untuk  menggunakan
penalaran,  argumentasi  dan  kreativitas  dalam  menyelesaikannya  yaitu  soal-soal tes  yang  berbentuk  pemecahan  masalah.  Hal  ini  sesuai  dengan  laporan
Kemendiknas  Sindi,  2012:  7  siswa  kita  lemah  dalam  mengerjakan  soal-soal yang  menuntut  kemampuan  pemecahan  masalah,  berargumentasi  dan
berkomuniksi.  Faktor  lainnya  adalah  proses  pembelajaran  matematika  pada sekolah-sekolah  di  indonesia  belum  sepenuhnya  menekankan  pada  soal-soal
pemecahan masalah. Selama ini proses pembelajaran yang terjadi lebih pada penerapan metode
ceramah  yang  bersifat  mekanistik  dengan  guru  menjadi  pusat  pembelajaran  di kelas.  Sebagaimana  menurut  pendapat  Herman  Mulyana  2008:  4  menyatakan
bahwa  sampai  saat  ini  pada  umumnya  guru-guru  matematika  telah  berkosentrasi pada  latihan  penyelesaian  soal-soal  yang  bersifat  prosedural  dan  mekanistis.
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Begitu  juga  sama  dengan  pendapat  Turmudi  2009:  8  yaitu  guru  adalah  center, artinya guru merupakan penggerak utama proses belajar mengajar.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa hanya mengerjakan latihan soal-soal rutin  dengan menggunakan rumus dan algoritma  yang sudah diberikan,
hal  ini  menyebabkan  siswa  akan  kesulitan  dalam  menyelesaikan  soal-soal  yang tidak  rutin.  Sebagaimana  yang  diungkapkan  oleh  Turmudi  2009:  7  siswa
mengatakan “kan, contohnya belum diberikan oleh guru”. Proses pembelajaran di
kelas  sepeti  itu  kurang  mengakomodasi  pengembangan  kemampuan  pemecahan masalah  siswa  tetapi  hanya  mengakomodasi  pengembangan  kemampuan  berfikir
tingkat rendah siswa. Terdapat  tiga  aspek  kemampuan  yang  harus  dimiliki  oleh  siswa,  yaitu
kemampuan  kognitif,  afektif  dan  psikomotorik.  Menurut  pendapat  Mulyana 2006: 2 kecakapan matematika mengacu pada taksonomi Bloom meliputi ranah
kognitif,  afektif  dan  psikomotor.  Sehingga  di  akhir  proses  pembelajaran matematika,  diharapkan  adanya  perubahan-perubahan  ketiga  aspek  tersebut.
Wahyudin Mulyana, 2006: 2  memaparkan bahwa : Perubahan-perubahan  dalam  a
rea  “berpikir”  kognitif  akan menghasilkan pemerolehan pengetahuan dan pengembangan skill-
skill  dan  kemampuan-kemampuan  yang  diperlukan  untuk menggunakan
pengetahuan, misalnya
kemampuan untuk
memecahkan  permasalahan  dalam  matematika.  Perubahan- perubahan  d
alam  area  „merasakan‟  afektif  akan  dikenali  dari, misalnya, minat, atau apresiasi pada pelajaran matematika di akhir
mata  pelajaran  yang  pada  awalnya  belum  tumbuh.  Perubahan- perubahan  dalam  area  „bertindak‟  psikomotor  timbul  dari
perkembangan  dari  skil-skill  manual  dan  skill-skill  motor, misalnya  pengembangan  skill  dalam  penggunaan  instrumen-
instrumen atau pembuatan bangun-bangun geometris.
Selain  aspek  kognitif  yaitu  kemampuan  pemecahan  masalah,  maka  perlu juga  peningkatan  aspek  afektif  yaitu  aspek  psikologis  yang  berhubungan  dengan
attitude  siswa  sebagai  penunjang  keberhasilan  dalam  proses  pembelajaran  lebih spesifik lagi dalam hal  mengerjakan tugas-tugas berupa soal pemecahan masalah
yang  membutuhkan  ketekunan  dan  keuletan  dalam  menyelesaikannya.  Hal  ini
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sesuai  dengan  tujuan  pembelajran  matemtika  dalam  KTSP,  yaitu  siswa  memiliki sikap  menghargai  kegunaan  matematika  dalam  kehidupan,  yaitu  memiliki  rasa
ingin  tahu,  perhatian,  dan  minat  dalam  mempelajari  matematika,  serta  sikap  ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Jadi  dikatakan berhasil suatu proses
pembelajaran  di  kelas  jika  terjadi  perubahan  perilaku  positif  siswa  dalam kehidupannya.
Self-efficacy  merupakan  aspek  psikologis  yang  memberikan  pengaruh signifikan  terhadap  keberhasilan  siswa  dalam  menyelesaikan  tugas  dan
pertanyaan-pertanyaan  pemecahan  masalah  dengan  baik.  Secara  umum  self- efficacy  memiliki  pengertian  menurut  Ormrod  2008:  20  adalah  penilaian
seseorang  tentang  kemampuannya  sendiri  untuk  menjalankan  perilaku  tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Lebih sederhana menurut Somakim 2010: 49 self-
efficacy sinonim  dengan  “Kepercayaan  Diri”  atau  “Keyakinan  Diri”.  Kemudian
pendapat  Bandura 2006:  307  Self- efficacy is concerned with people’s beliefs in
their capabilities to produce given attainment. Kemampuan  menilai  dirinya  secara  akurat  merupakan  hal  yang
sangat  penting  dalam  mengerjakan  tugas  dan  pertanyaan-pertanyaan  yang  di ajukan  oleh  guru,  dengan  kepercayaan  diri  atau  keyakinan  dirinya  dapat
memudahkan  siswa  dalam  menyelesaikan  tugas  tersebut,  bahkan  lebih  dari  itu mampu  meningkatkan  prestasinya.  Sesuai  dengan  hal  tersebut  Bandura  Isnaini,
2011:  6  penilaian  kemampuan  diri  yang  akurat  merupakan  hal  yang  sangat penting,  karena  perasaan  positif  yang  tepat  tentang  self-efficacy  dapat
mempertinggi prestasi, meyakini kemampuan, mengembangkan motivasi internal, dan  memungkinkan  siswa  untuk  meraih  tujuan  yang  menantang.  Self-efficacy
dapat  mempengaruhi  prestasi  matematika  hal  tersebut  diperkuat  oleh  pendapat Bandura,  Barbaranelli,  Caprara,    Pastorelli,  1996;  Fast  et  al.;  Pajares,  2005
Lusbi: 1 Self- efficacy, a person’s belief of their capabilities, has been shown to
influence stude nts’ mathematical achievement.
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Kaitannya  dengan  pemecahan  masalah  self-efficacy  memiliki  fungsi sebagai  alat  untuk  menilai  keberhasilan  siswa  dalam  menyelesaiakan  soal-soal
pemecahan  masalah.  Betz    Hacket  Pajares    Miller,  1994:  194  matematika self-efficacy  baru-baru  ini  lebih  menilai  setiap  individu  dalam  penghakiman  atas
kemampuan  mereka  untuk  memecahkan  masalah  matematika  tertentu  dan melakukan  tugas-tugas  matematika.  Kemudian  menurut  pendapat  Liu    Koirala
2009:  1  siswa  yang  mempunyai  sikap  percaya  diri,  bahwa  matematika  adalah penting  untuk  kehidupan  mereka  dan  membantu  meraka  dalam  memecahkan
masalah  matematika  dengan  menyenangkan,  meskipun  mereka  percaya  bahwa matematika  adalah  penting  bagi  mereka,  tetapi  mereka  tidak  percaya  diri  bahwa
mereka  dapat  memecahkan  masalah  matematika,  itu  berarti  siswa  tersebut memiliki self-efficacy rendah.
Dengan  siswa  memiliki  self-efficacy  yang  tinggi  dan  pemecahan  masalah merupakan  hal  yang  sulit  untuk  dikerjakan  maka  peranan  self-efficacy  bisa
membuat siswa untuk lebih tekun dan memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat mengerjakannya, Bandura et al. 1996 Lusbi, 2009: 1 contend that self-efficacy
can affect many parts of one’s life such as “level of motivation and perseverance in the face of difficulties and setbacks, resilience to adversity, quality of analytical
thinking” p. 1206. Sehingga  self-efficacy  merupakan  salah  satu  faktor  penting  dalam
menentukan prestasi matematika seseorang khususnya dalam melaksanakan tugas- tugas  yang  berbentuk  soal-soal  pemecahan  masalah  dan  terlihat  bahwa  antara
kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy memiliki hubungan yang positif yang  saling  mendukung.  Jika  seorang  siswa  memiliki  kemampuan  pemecahan
masalah  matematis  yang  baik  maka  seorang  siswa  tersebut  pun  memiliki  self- efficacy  yang  baik  pula.  Sesuai  dengan  hasil  penelitian  yang  dilakukan  Betz  dan
Hacket  pada  tahun  1983  Pajares,  2002:11  melaporkan  bahwa  dengan  self- efficacy  yang  tinggi,  maka  pada  umumnya  seorang  siswa  akan  lebih  mudah  dan
berhasil  melampaui  latihan-latihan  matematika  yang  di  berikan  kepadanya,
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
sehingga  hasil  akhir  dari  pembelajaran  tersebut  yang  tercermin  dalam  prestasi akademiknya  juga  cenderung  akan  lebih  tinggi  di  bandingkan  siswa  yang
memiliki self-efficacy rendah. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan model pembelajaran yang inovatif
agar  dapat  meningkatkan  kemampauan  pemecahan  masalah  dan  self-efficacy siswa. Yaitu pembelajaran matematika di kelas yang mendukung aktivitas semua
siswa  untuk  meningkatkan  kemampuan  pemecahan  masalah  dan  self-efficacy bahkan  mungkin  lebih  dari  itu  yaitu  menciptakan  kebiasaan  habit  berpikir
matematis.  Salah  satu  alternatif  model  pembelajaran  yang  dapat  digunakan meningkatkan  kemampuan  pemecahan  masalah  dan  self-efficacy,  yaitu
pembelajaran  kooperatif  tipe  Rotating  Trio  Exchange  RTE  dengan  pendekatan kontekstual.
Rotating  Trio  Exchange  RTE  adalah  strategi  Active  Learning  yang dikembangkan  oleh  Silberman  2009:  85  model  pembelajaran  kooperatif
Rotating  Trio  Exchange  ini  merupakan  cara  terperinci  bagi  siswa  untuk mendiskusikan  permasalahan  dengan  sebagian  dan  biasanya  memang  tidak
semua teman kelas mereka dengan seksama sejak awal pembelajaran. Model ini berpusat  pada  siswa  sehingga  menuntun  mereka  menemukan  dan  memahami
konsep  yang  sulit,  sehingga  di  perlukan  partisipasi  aktif  semua  siswa  agar  bisa berjalan secara efektif.
Model  pembelajaran  kooperatif  tipe  Rotating  Trio  Exchange  RTE menuntut  siswa  untuk  berinteraksi,  berekspresi,  mengeluarkan  pendapat  sendiri,
menemukan  ilmu,  dan  mengungkapkannya  kepada  teman.  Cara  ini  menurut Silberman  dalam  bukunya  Active  Learning  sangat  sesuai  dengan  siswa  zaman
sekarang yang cenderung lebih sering bosan dengan hal-hal yang monoton. Pelaksanaan  proses  pembelajaran  yaitu  dengan  membagi  siswa  dengan
jumlah  siswa  yang  beranggotakan  3  orang  siswa  trio  perkelompoknya  dan ditentukan  oleh  guru  dengan  ketentuan  1  orang  siswa  tetap  tidak  melakukan
rotasi,  dimana  siswa  tersebut  merupakan  siswa  dengan  kemampuan  awal
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
matematis tinggi  dan 2 siswa lainnya merupakan siswa dengan kemampuan awal matematis  yang  lebih  rendah.  Rotasi  dilakukan  sebanyak  dua  kali  karena  hanya
diberikan  tiga  kali  permasalahan,  proses  rotasi  yang  dilakukan  adalah  dengan memberikan  indeks  kepada  setiap  anggota  dalam  trio  dengan  indeks  1,  2  dan  3.
Indeks  3  berpindah  searah  dengan  jarum  jam,  kemudian  indeks  2  berpindah berlawanan  dengan  arah  jarum  jam,  sehinga  nanti  akan  terbentuk  trio  yang  baru
dengan anggota yang berbeda dari kelompok pertama. Kemudian di rotasi terakhir siswa diberikan permasalahan berupa soal-soal yang harus di jawab dengan cepat
dan benar oleh tiap kelompok. Galton  berpendapat  Ruseffendi,  1991    bahwa  dari  sekolompok  siswa
yang  dipilih  secara  acak  akan  selalu  dijumpai  siswa  yang  memiliki  kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara
distribusi  normal.  Pembentukan  kelompok  pada  kelas  eksperimen  berdasarkan kemampuan  awal  matematis  KAM  karena  dimaksudkan  siswa  dengan
kemampuan  awal  matematis  tinggi  dapat  membimbing  dan  memberikan  arahan kepada siswa  yang lainnya.  Adapun pengertian dari kemampuan  awal  matematis
siswa  adalah  kemampuan  yang  telah  dipunyai  oleh  siswa  sebelum  ia  mengikuti pembelajaran  yang  akan  diberikan.  Kemampuan  awal  entry  behavior  ini
menggambarkan  kesiapan  siswa  dalam  menerima  pelajaran  yang  akan disampaikan oleh guru.
Proses rotasi yang dilakukan oleh siswa memerlukan rasa tanggung jawab, tekun  dan  ulet  dalam  berdiskusi  dengan  teman  kelompok  yang  berbeda  untuk
mendapatkan  keberhasilan  bersama,  akhirnya  hal  inilah  yang  diharapkan  dapat meningkatkan  kemampuan  pemecahan  masalah  matematis  dan  self-efficacy-nya.
Karena dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange RTE menekankan  pada  kesuksesan  kelompok,  siswa  belajar  bersama  dan  memiliki
tanggung  jawab  bersama  terhadap  kemajuan  kelompoknya.  Sesuai  dengan pendapat  Johnson  et.  al  Trianto,  2009:  60  terdapat  lima  unsur  penting  dalam
pembelajaran  kooperatif,  yaitu  :  1.  Saling  ketergantungan  yang  bersifat  positif
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
antara siswa. 2.  Interaksi  siswa  yang semakin  meningkat.  3. Tanggung jawab individual.  4.  Keterampilan  interpersonal  dan  kelompok  kecil.  5.  Proses
kelompok. Supaya  model  pembelajaran  dapat  berjalan  dengan  baik,  efektif  dan
efisien bagi tercapainya  tujuan pembelajaran, maka dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran  yang  dapat  melengkapi  dan  mendukung  kearah  tersebut.  Salah
satu pendekatan pembelajaran  yang dapat memberikan dukungan terhadap model pembelajaran  kooperatif  tipe  Rotating  Trio  Exchange  RTE  adalah  pendekatan
kontekstual.  Pendapat  Trianto  2009:  104  kebanyakan  murid  di  sekolah  tidak dapat membuat hubungan antara apa yang dipelajari dan bagaimana pengetahuan
tersebut  akan  di  aplikasikan.  Filosofi  dari  pendekatan  kontekstual  adalah konstrukitivis, dalam proses pembelajaran, siswa memiliki peranan penting dalam
mengembangkan  pengetahuannya  melalui  apa  yang  dipelajarinya  sehingga menjadi  pengalaman,  pemaknaan  pengalaman  masing-masing  siswa  sangat  erat
kaitannya dengan kehidupan nyata. Tujuan  dari  pendekatan  kontekstual  adalah  membantu  siswa  membuat
hubungan yang bermakna dari proses pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Pendapat Yamin 2012: 76 pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu
peserta  didik  memahami  materi  pelajaran  yang  sedang  mereka  pelajari  dengan menghubungkan  pokok  materi  pelajaran  dengan  penerapannya  dalam  kehidupan
sehari-hari.  Pendekatan  kontekstual  berjalan  apabila  siswa  menerapkan  dan memahami apa yang sedang di ajarkan berdasarkan masalah-masalah dunia nyata
dengan  konteks  dimana  masalah-masalah  tersebut  di  gunakan.  Konteks memberikan arti, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar siswa.
Pendekatan  kontekstual  memberikan  pengalaman  nyata  bagi  setiap  siswa yang  melibatkan  hands-on  dan  minds-on.  Sehingga  siswa  harus  mengetahui
makna belajar dan menyadarinya sebagai awal dari pengetahuan, pengetahuan dan keterampilan  yang  diperolehnya  dapat  dipergunakan  sebagai  bekal  dalam
kehidupannya.  Jadi,  maksud  dari  pembelajaran  matematika  dengan  pendekatan
M.Gilar Jatisunda, 2013 Peningkatan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  Dan  Self-Efficacy  Siswa  SMP  Melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange RTE Dengan Pendekatan Kontekstual Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kontekstual adalah pembelajaran matematika yang menggabungkan isi kandungan materi  dengan  pengalaman  dan  keadaan  sehari-hari  siswa  sebagai  individu  atau
masyarakat. Selanjutnya  penggabungan  antara  pembelajaran  kooperatif  tipe  Rotating
Trio  Exchange RTE    dengan pendekatan kontekstual  didasari  karena  keduanya memiliki  relevansi  untuk saling melengkapi  dan mendukung. Relevansi  tersebut
didasarkan  dari  teori  pembelajaran  yang  membentuknya,  yaitu  model pembelajaran  kooperatif  dikembangkan  berdasarkan  teori  belajar  kognitif-
konstruktivis dan  salah  satu landasan teoritik  pendekatan kontekstual pun  adalah teori  konstruktivis.  Pembelajaran  kooperatif  tipe  Rotating  Trio  Exchange  RTE
merupakan salah satu  dari tipe  model  pembelajaran  kooperatif,  dengan  demikian antara  model  pembelajaran  kooperatif  tipe  Rotating  Trio  Exchange  RTE  dan
pendekatan  kontekstual  dapat  membantu  para    siswa  mengkonstruksi pengetahuannya sendiri baik secara individu maupun secara sosial.
Berdasarkan  uraian  di  atas  penulis  menemukan  masalah  yang  cukup menarik  untuk  diteliti.  Adapun  rumusan  judul  penelitiannya  adalah  sebagai
berikut:  Peningkatkan  Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Matematis  dan  Self- Efficacy  melalui  Model  Pembelajaran  Kooperatif  Tipe  Rotating  Trio  Exchange
RTE dengan Pendekatan Kontekstual.
B. RUMUSAN MASALAH