Perbedaan hasil belajar biologi siswa menggunakan model Rotating Trio Exchange (RTE) dengan Think Pair Share (TPS) pada konsep virus

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH

ENY RAHAYU

NIM: 1110016100052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2015.

The aim of this research is to determine the difference of student’s biology learning result using rotating trio exchange model and think pair share model on the concept of virus. This research was conducted at SMAN 28 Tangerang academic year of 2014/2015. The method that used in this study was quasi-experimental which used two group pretest-posttest design. The sample of this research was choosen by purposive sampling technique. They were 43 student of X MIA 1 class as the first experimental class (the class that used rotating trio exchange model) and 43 student of X MIA 2 class as second experimental class (the class that used think pair share model). The data was analyzed by t-test and the result showed that tcount (1,744) > ttable (1,6828) at significant level of α=0,05. This result indicated that there are differences between students biology learning result using strategy rotating trio exchange model and think pair share model on the concept of virus


(6)

vi

Menggunakan Model Rotating Trio Exchange (RTE) dengan Think Pair Share (TPS) pada Konsep Virus. Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan strategi pembelajaran model rotating trio exchange dan tipe think pair share pada konsep virus. Penelitian ini dilakukan di SMAN 28 Kabupaten Tangerang tahun ajaran 2014/2015 dengan metode kuasi eksperimen yang menggunakan desain two group pretest-posttest design. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X MIA 1 yang berjulah 43 orang sebagai kelas eksperimen I (kelas yang menggunakan model rotating trio exchange) dan siswa kelas X MIA 2 berjumlah 43 orang sebagai kelas eksperimen II (kelas yang menggunakan model think pair share). Analisis data kedua kelompok menggunakan uji t, diperoleh hasil thitung 1,744 Dan

ttabel 0,16828 pada taraf siginifikan α = 0,05 maka thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan model rotating trio exchange dan think pair share pada konsep virus.


(7)

vii

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW tercinta beserta seluruh keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh penulis.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Program S-1 pada Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan IPA sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc. yang telah membimbing, mengarahkan dan membekali penulis dengan ilmu yang diberikannya dengan penuh keikhlasan. 3. Ibu Yanti Herlanti, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran

dan keikhlasan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPA khususnya untuk Program Studi Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, sempga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT.

5. Kepala SMAN 28 Kabupaten Tangerang, Ibu Widayati Wardani, M.Pd dan guru bidang studi Biologi SMAN 28 Kabupaten Tangerang, Ibu Bidari, S.Pd yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian di kelas X dalam mengumpulkan data.

6. Teristimewa untuk kedua orangtua, Ibu Eti Nurhayati dan Bapak Ahmad Paid, serta Adik Rahmat Firdaus yang selalu penulis banggakan, tak henti-hentinya mendoakan, memberi dukungan, melimpahkan kasih sayang kepada penulis.


(8)

viii

8. Sahabat-sahabat di pendidikan Biologi B 2010 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya semoga persahabatan ini tetap abadi selamanya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Januari 2015


(9)

ix

KATA PENGANTAR………....

DAFTAR ISI………

DAFTAR TABEL………...

DAFTAR GAMBAR………...

DAFTAR LAMPIRAN………... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………...

B. Identifikasi Masalah………...

C. Pembatasan Masalah……….

D. Perumusan Masalah………..

E. Tujuan Penelitian………..

F. Kegunaan Penelitian……….

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskrispsi Teoritik………

B. Hasil Penelitian yang Relevan………..

C. Kerangka Berpikir……….

D. Hipotesis Penelitian………..

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian………... B. Metode dan Desain Penelitian………...

C. Populasi dan Sampel Penelitian………

D. Teknik Pengumpulan Data………

E. Instrumen Penelitian………...

F. Kalibrasi Instrumen………...

G. Teknik Analisis Data……….

H. Hipotesis Statistik………...

vii ix xi xii xiii 1 7 7 7 7 8 9 28 29 31 32 32 33 33 34 35 39 42


(10)

x

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian..………...

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis……….

C. Data Hasil Observasi Kegiatan Pembelajaran………...

D. Pembahasan Hasil Penelitian………

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………...

B. Saran………..

DAFTAR PUSTAKA………..

LAMPIRAN-LAMPIRAN……….

43 45 49 51

55 55 56 60


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tahapan Pembelajaran dengan Model RTE……….. Tabel 2.2. Tahapan Pembelajaran Model TPS………...

Tabel 3.1 Desain Penelitian………

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Konsep Virus………... Tabel 3.3. Kriteria Nilai Validitas………..

Tabel 3.4. Indeks Realibilitas………...

Tabel 3.5. Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran………...

Tabel 3.6. Klasifikasi Interpretasi Daya Beda………

Tabel 3.7. Kriteria N-gain………...

Tabel 4.1. Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen I dan II………... Tabel 4.2. Nilai N-gain Kelas Eksperimen I dan II……… Tabel 4.3. Nilai Indikator Soal Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen I dan

Eksperimen II………...

Tabel 4.4.Data Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen I dan II……… Tabel 4.5. Data Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen I dan II………….. Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen I dan II………... Tabel 4.7. Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen I dan II……….. Tabel 4.8. Hasil Uji t Data PretestKelas Eksperimen I dan II………... Tabel 4.9. Hasil uji t Data PosttestKelas Eksperimen I dan II……….. Tabel 4.10. Data Hasil Observasi Selama Pembelajaran (RTE)…... Tabel 4.11. Data Hasil Observasi Selama Pembelajaran (TPS)……….

18 23 33 34 36 37 38 39 41 43 44

45 46 46 47 48 48 49 50 50


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola Pasangan Trio Putaran Pertama dan Kedua ………...17


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Virus……….. Lampiran 2. Uji Coba Instrumen………....

Lampiran 3.Instrumen Penelitian………

Lampiran 4. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian………. Lampiran 5. RPP Kelas Eksperimen I (RTE)………. Lampiran 6. LKS Kelas Eksperimen I (RTE)……….

Lampiran 7. Kunci Jawaban LKS RTE………..

Lampiran 8. RPP Kelas Eksperimen II (TPS)……… Lampiran 9. LKS Kelas Eksperimen II (TPS)………..

Lampiran 10. Lembar Observasi……….

Lampiran 11. Lembar Wawancara………

Lampiran 12. Daftar Nilai Ulangan Harian Kehati……… Lampiran 13. Daftar Nilai Ulangan Harian Materi Virus tahun 2013……… Lampiran 14.Perhitungan persentase pencapaian setiap indikator………… Lampiran 15. Perhitungan Uji Validitas……… Lampiran 16. Perhitungan Uji Realibilitas……… Lampiran 17. Perhitungan Uji Kesukaran……….. Lampiran 18. Perhitungan Uji Daya Beda………. Lampiran 19. Perhitungan Nilai Pretest dan Posttestkelas X MIA 1…… Lampiran 20. Perhitungan Nilai Pretest dan Posttestkelas X MIA 2……… Lampiran 21. Perhitungan Nilai N-gain………. Lampiran 22. Perhitungan Uji Normalitas………. Lampiran 23. Perhitungan Uji Homogenitas………..

Lampiran 24. Perhitungan Uji t………..

Lampiran 25. Lembar Uji Referensi………...

Lampiran 30. Surat-Surat………

60 69 74 77 78 87 93 100 109 117 123 125 129 133 137 138 140 142 144 146 148 150 152 156 160 169


(14)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal penting dalam proses pembentukan sumber daya manusia. Manusia memperoleh ilmu pengetahuan, pengalaman, serta pengembangan diri yang sesuai dengan potensinya melalui pendidikan. Hal ini tertulis dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU RI tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 No.20 tahun 2003.1

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Berdasarkan uraian di atas dunia pendidikan bertanggung jawab terhadap kemajuan dan kecerdasan bangsa. Menurut Muhibbin Syah pendidikan sebagai usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi atau kemampuan sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar mengajar tersebut diselenggarakan pada semua satuan dan jenjang pendidikan yang meliputi wajib belajar pendidikan 9 tahun (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA), dan pendidikan tinggi (perguruan tinggi).2

Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun informal, hal ini sesuai dengan RUU Sisdiknas sebagaimana diatur dalam pasal 55 ayat 13

“Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan pendidikan nonformal sesuai

1

Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006) p. 3, tersedia di www.hukumonline.com, diunduh pada 15 Agustus 2014 pukul 20.00 WIB).

2

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengn Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002) h. 1

3

Anwar Arifin, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 29.


(15)

kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat”

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan. Keberhasilan tujuan pendidikan di sekolah salah satunya ditunjang oleh kurikulum yang diterapkan. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu yang merujuk pada standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Salah satu standar yang berkaitan langsung dalam kegiatan belajar mengajar dengan peserta didik yaitu standar proses. Standar proses yaitu standar yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan agar standar kompetensi lulusan dapat terpenuhi.4 Standar proses inilah yang nantinya memiliki pengaruh paling besar terhadap hasil belajar peserta didik.

Hasil belajar dari suatu proses belajar pendidikan yang maksimal tentunya memerlukan pemikiran yang kreatif dan inovatif, hal ini bisa ditunjang dengan pembelajaran yang bersifat pendekatan student centered dimana pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa dan siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif5.

Pendidikan tentunya tidak hanya dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran dan kurikulum saja melainkan proses pembelajaran itu sendiri. Menurut Iru model pembelajaran yaitu acuan pembelajaran tertentu secara sistematis.6 Pemilihan penggunaan model-model pembelajaran dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran tertentu dan disesuaikan dengan materi, kemampuan siswa dan sarana dan prasarana yang menunjang. Memilih model

4

Deddy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 148

5

Anita Lie, CooperativeLearning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2002), h. 5

6

Wahono, Apik Budi Santoso,dkk., Efeketivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange terhadap Hasil Belajar Kompetensi Dasar Atmosfer dan Hidrosfer kelas VII SMP 9 Semarang, Jurnal Edu Geography, Vol.2, No.1, 2013 (tersedia di http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 15.00 WIB), h. 52.


(16)

pembelajaran merupakan tugas seorang guru sebagai pelaksana pengajaran. Model pembelajaran perlu dipahami oleh guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif.

Menurut UNESCO pembelajaran yang efektif harus diorientasikan dalam empat pilar pendidikan yaitu, learning to know (belajar untuk tahu), learning to do (belajar untuk melakukan), learning to be (belajar untuk menjadi diri sendiri), dan learning to live together (belajar hidup bersama dengan orang lain) keempatnya dapat diuraikan bahwa dalam proses pendidikan peserta didik diarahkan untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu serta menerapkan apa yang diketahui untuk menjadikan peserta didik tersebut lebih baik dalam kehidupan sosial.7

Dalam pembelajaran penulis menganggap perlu menanamkan pada diri siswa tentang jiwa kebersamaan, artinya siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi dapat bekerjasama dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah. Jiwa kebersamaan dapat ditumbuhkan dengan tugas seorang guru dalam memilih model yang yang tepat sehingga mengurangi kecenderungan siswa yang bersifat individualistis.

Salah satu jenis model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama kelompok adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Menurut Etin Solihatin model pembelajaran kooperatif yaitu suatu model yang mengutamakan kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.8

Ada beberapa model pembelajaran kooperatif yang dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran diantaranya Student Team Achievement Division (STAD), Team Games Tournament (TGT), Jigsaw, Group Investigation (GI), Rotating Trio Exchange (RTE), Think Pair Share (TPS), Numbered Heads Together (NHT).

Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi Biologi dan observasi yang telah dilakukan, hasil belajar yang diperoleh untuk mata pelajaran Biologi

7

TimKOMPAS, Kurikulum yang Mencerdaskan, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2007), h. 24-26.

8

Etin Solihatin, Raharjo, Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 4.


(17)

pada materi sebelumnya mempunyai rata-rata 65,79 untuk kelas X MIA 1 dan 69,88 untuk kelas X MIA 2.9 Hasil belajar biologi yang masih belum optimal dapat ditingkatkan dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat.

Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian yang diteliti oleh Nur Azizah, dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw ada peningkatan hasil belajar yang signifikan pada siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif.10 Penelitian yang diteliti oleh Endang Purwani menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa dengan penerapan model Teams Games Tournament (TGT).11 Hasil penelitian yang dilteliti oleh Avif Andrianto, Raharjo dan Nur Qomariyah menunjukkan bahwa model pembelajaran aktif rotating trio exchange dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan menjadikan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran yang paling dominan pada setiap pertemuan, disamping itu respon siswa terhadap pembelajaran sangat positif.12 Hasil penelitian yang diteliti oleh Dwi Rusmaryanti menunjukkan bahwa pembelajaran model think pair share dapat meningkatkan hasil belajar biologi pada siswa.13

Penelitian mengenai pembelajaran kooperatif hampir seluruhnya menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran ini hasil belajar siswa dapat meningkat, akan tetapi dari sekian banyak penelitian mengenai pembelajaran kooperatif masih jarang penelitian yang menunjukkan model pembelajaran kooperatif yang paling tinggi efektifitasnya.

Model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang sesuai untuk meningkatkan hasil belajar. Banyak macam model pembelajaran yang dapat

9

Lampiran 13, h.124-127

10

Nur Azizah, Pengaruh Metode Pembelajaran Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan di SMK Wongsorejo Gombong, Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta, Januari, 2013.

11

Endang Purwani, Penerapan Model Pemvelajaran Kooperatif Teams Games Tournament (TGT) dalam meningkatkan prestasi belajar SKI pada siswa kelas VII di MTs Ngawi.

Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi, Vol. XI, No. 1, Juni 2013.

12

Ariv Andrianto, dkk., Penerapan Active Learning dengan Strategi Rotating Trio Exchange pada Materi Sistem Pernapasan, Jurnal Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya, Vol. 1, Desember 2012

13

Dwi Rusmaryanti, Meningkatkan Hasil belajar Biologi dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) pada siswa kelas VIII A MTs Al Huda 2 Jenawi Karanganyar tahun Pelajaran 2012/2013,Jurnal Pendidikan, Vol.22, No.3, November, 2013.


(18)

diaplikasikan dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas. Model pembelajaran yang dapat mendukung siswa untuk melakukan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) salah satunya yaitu strategi pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang dimilikinya dan untuk menjaga perhatian anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.14

Penulis memilih model rotating trio exchange yang didasarkan pada pertimbangan model ini masih jarang diaplikasikan dalam proses pembelajaran di sekolah. Untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran ini penulis membandingkan dengan model think pair share. Hal ini didasarkan pada miripnya kedua model tersebut.

Model rotating trio exchange diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi yang diberikan guru secara keseluruhan karena dengan penggunaan model ini proses berpikir setiap siswa dapat diketahui dan menuntut kemandirian serta kebersamaan siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan. Metode ini merupakan cara terperinci bagi siswa untuk mendiskusikan permasalahan dengan hampir sebagian teman kelas mereka. Pertukaran pendapat ini bisa dengan mudah diarahkan kepada materi yang akan diajarkan di kelas15

Model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan di kelas adalah teknik think-pair-share (berpikir-berpasangan-berbagi). Penerapan model pembelajaran kooperatif ini erat kaitannya dengan usaha untuk memotivasi siswa untuk berpikir, meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Teknik think pair share merupakan pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Suyatno, teknik think pair share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberikan waktu lebih banyak kepada siswa

14

Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: PT Ghalia Indonesia), h. 106

15

Mel l Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nusamedia, 2011), h.103


(19)

untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami dengan proses berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.16

Pada dasarnya kedua model pembelajaran ini memiliki orientasi yang hampir sama. Perbedaan diantara keduanya yaitu pada model rotating trio exchange siswa berdiskusi secara rotasi sehingga memungkinkan siswa berdiskusi dan bertukar pikiran dengan banyak siswa karena dilakukan secara berotasi, sedangkan pada model think pair share siswa berdiskusi secara berpasangan dan memungkinkan siswa dapat lebih fokus dalam berdiskusi karena tidak adanya rotasi atau perpindahan ketika diskusi dilakukan. Kegiatan akhir pada tahap evaluasi kedua model ini sama yaitu adanya dikusi secara bersama-sama di kelas.

Penulis memilih model rotating trio exchange dan think pair share untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan hasil belajar yang diperoleh karena adanya perbedaan proses diskusi antara kedua model tersebut, dimana pada model rotating trio exchange diskusi dilakukan secara rotasi, sedangkan pada model think pair share diskusi tidak dilakukan secara rotasi

Model rotating trio exchange dan think pair share pada penelitian ini diterapkan pada konsep virus yang memuat materi mengenai ciri-ciri virus, cara virus bereplikasi, identifikasi virus yang merugikan dan menguntungkan serta cara menghindari diri dari bahaya virus. Dalam konsep ini siswa dapat mengaitkan dengan isu-isu yang beredar dimasyarakat dan mengetahui cara mencegah atau menanggulangi bahaya dari virus. Agar kompetensi tersebut dapat tercapai dengan baik, siswa diharapkan dapat memahami materi pelajaran dengan cara yang menyenangkan, sehingga diharapkan hasil belajar siswa pada konsep Virus dapat meningkat.17

Berdasarkan uraian diatas penulis mencoba membedakan hasil belajar penggunaan model rotating trio exchange (eksperimen I) dan model think pair share (eksperimen II) dalam pembelajaran. Terkait permasalahan diatas, penulis membahas mengenai judul: “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Siswa

16

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h. 54.

17

Irmanityas, Biologi untuk SMA/MA kelas X: Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 52.


(20)

Menggunakan Model Rotating Trio Exchange (RTE) dengan Think Pair Share (TPS) pada Konsep Virus”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, beberapa masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Hasil belajar biologi siswa yang belum optimal.

2. Pembelajaran model rotating trio exchange dan think pair share masih jarang diterapkan guru selama pembelajaran di sekolah.

3. Belum ada penelitian yang membandingkan efektifitas antara pembelajaran model rotating trio exchange dengan think pair share.

C.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis membatasi masalah pada: 1. Subyek Penelitian adalah siswa kelas X semester ganjil tahun ajaran

2014/2015 di SMAN 28 Kabupaten Tangerang.

2. Penggunaan strategi pembelajaran aktif tipe rotating trio exchange dan pembelajaran kooperatif model think pair share pada konsep virus.

3. Hasil belajar biologi yang dicapai siswa ditinjau dari ranah kognitif (C1-C4).

4. Konsep biologi pada penelitian ini adalah konsep virus.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang dirumuskan dalam penelitian adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara siswa yang menggunakan model rotating trio exchange dengan think pair share pada konsep virus?

2. Apakah hasil belajar model rotating trio exchange lebih baik dari model think pair share?


(21)

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan rotating trio exchange dengan think pair share pada Konsep Virus di SMAN 28 Kabupaten Tangerang.

F.

Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Guru

Khususnya bagi guru bidang studi biologi dapat menjadikan penggunaan rotating trio exchange dan think pair share sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran.

2. Siswa

Untuk membantu siswa meningkatkan pemahaman konsep, menciptakan pembelajaran bermakna dan mengembangkan kemampuan kognitif yang dimiliki.

3. Pembaca

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk diadakan penelitian lebih lanjut.

4. Peneliti

Penelitian ini dapat menyampaikan informasi tentang perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan rotating trio exchange dengan think pair share.


(22)

9

A.

Deskrispsi Teoritik

1.

Strategi, Model dan Pendekatan Pembelajaran

a.

Strategi Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang didukung oleh kondisi pembelajaran yang dikendalikan oleh pengajar maupun peserta didik1. Strategi pembelajaran berarti pola umum perbuatan guru dan murid dalam perwujudan kegiatan pembelajaran2. Menurut Wina Sanjaya strategi pembelajaran ialah penyusunan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan memanfaatkan fasilitas dan dan sumber belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran.3

Pembelajaran menurut Degeng dalam penelitian Heni adalah upaya untuk membelajarkan siswa yang didalamnya mencakup kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode serta strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan.4

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran dengan tujuan untuk memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran sehingga pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya diakhir kegiatan belajar.

1

Tengku Zahara Djaafar, Kontribusi Strategi Pembelajaran terhadap Hasil Belajar, (Jakarta: Universitas Negeri Padang, 2001), h. 86

2

Isjoni, Mohd. Arif Ismail, dkk. Pembelajaran Visioner Perpanduan Indonesia-Malaysia. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 1

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 126.

4

Heni Mularsih, Strategi Pembelajaran, Tipe Kepribadian dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia pada Siswa Sekolah Menengah Pertama, Jurnal Makara Sosial Humaniora, Vol.14, No.1, Juli 2010, h. 67.


(23)

b. Model Pembelajaran

Menurut Soekamto dalam Trianto model pembelajaran ialah suatu kerangka yang berisi prosedur mengenai tahapan-tahapan dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, serta berfungsi sebagai pedoman bagi pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.5 Model adalah rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar, subyek pembelajar, lingkungan belajar, kurikulum dan evaluasi. Model memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :6

Pertama, Sintaks atau tahapan merupakan merupakan penjelasan pengoperasian model. Kedua, Sistem sosial bagaimana penjelasan tentang peranan guru dan pembelajar. Ketiga, Prinsip-prinsip reaksi menjelaskan bagaimana sebaiknya guu bersikap dan berespon terhadap aktivitas siswa. Keempat, Sistem pendukung menjelaskan hal-hal yang diperlukan sebagai kelengkapan model diluar manusia.

Berdasarkan pengertian diatas maka model pembelajaran ialah suatu rencana yang sudah sistematis dan memiliki tahapan khusus agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

c. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional tertentu.7 Proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang satu sama lain saling berinteraksi. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media dan evaluasi.8

5

Trianto, Mendesain pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana Media Group, 2009, h. 22.

6

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 117.

7

Zulfiani, Op. cit., h. 91

8


(24)

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik.9

Jadi pendekatan pembelajaran ialah jalan yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan intruksional dengan melibatkan peserta didik dengan lingkungannya agar terjadi perubahan perilaku yang lebih baik dan tercapainya tujuan pembelajaran.

2.

Pembelajaran Aktif

a.

Pengertian Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif adalah bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berperan secara aktif dalam proses pembelajaran.10 Pembelajaran aktif dapat mengakomodasi perbedaan yang ada diantara individu peserta didik. Ada beberapa definisi tentang pembelajaran aktif, menurut Hisyam pembelajaran aktif (active learning) adalah pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif, dimana peserta didik mendominasi aktifitas pembelajaran. Pembelajaran ini menuntut mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi belajar, memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru dipelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Belajar aktif dapat menuntut peserta didik agar dapat turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik. Pembelajaran ini akan membuat peserta didik merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.11

Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua

9

Kunandar, Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Mempersiapkan Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 265.

10

Tejo Nurseto, Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Aktif Learning dalam Pembelajaran Ekonomi Pada SMU Negeri di Yogyakarta, Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Vol.6, No.2, November 2009, h.169.

11

Hisyam Zaini, dkk. Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. xiv


(25)

anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian peserta didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.12

Menurut Simons dalam Suyatno, pembelajaran aktif memiliki dua dimensi, yaitu pembelajaran mandiri (independent learning) dan bekerja secara aktif (active working). Independent learning lebih mengutamakan pada keterlibatan siswa pada pembuatan keputusan tentang proses pembelajaran yang akan dilakukan. Active working mengutamakan pada situasi dimana pembelajar atau siswa ditantang untuk menggunakan kemampuan mentalnya saat melakukan pembelajaran.13

Prinsip-prinsip dalam pembelajaran aktif meliputi banyak hal, diantaranya yaitu anak didik yang harus lebih aktif dan berperan dalam semua aktifitas belajar dan guru hanya sebagai fasilitator yang bertugas mengarahi proses belajar mengajar. Menurut Ahmadi dan Supriyono dalam jurnal penelitian disebutkan bahwa ada beberapa prinsip belajar yang dapat menumbuhkan cara belajar aktif pada peserta didik, yaitu stimulasi belajar, perhatian dan motivasi, respon yang dipelajari, penguatan, dan pemakaian serta pemindahan.14

Pembelajaran aktif (active learning) pertama diperkenalkan oleh seorang filosofi kenamaan Cina, Confucius dalam buku Silberman menyebutkan bahwa dalam belajar hal yang biasanya terjadi yaitu yang saya dengar saya lupa, yang saya lihat saya ingat, dan yang saya kerjakan saya pahami.

Mel Silberman telah memodifikasi pernyataan Confusius tersebut menjadi apa yang dia sebut paham belajar aktif yaitu: “yang saya dengar, saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat. Yang saya dengar, lihat dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari

12

Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 106

13

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo, Masmedia Buana Pustaka, 2009), h. 108

14

Postalina Rosida, Titin Suprihatin, Pengaruh Pembelajaran Aktif dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada Siswa Kelas 2 SMU. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Vol.6, No.2,2011,h.93.


(26)

yang saya dengar, lihat dan bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai”.15

Pada proses pembelajaran aktif siswa dianggap belajar aktif apabila telah melakukan aktivitas dan melakukan tindakan yang aktif seperti membuat pertanyaan, berdiskusi dan lain sebagainya. Keaktifan siswa tidak hanya secara fisik tetapi juga mental. Menurut Subroto pada penelitian Sefna Rismen, keaktifan siswa dapat dilihat dari berbuat sesuatu untuk memahami materi pelajaran dengan penuh keyakinan, mempelajari, memahami, dan menukan sendiri bagaimana proses pengetahuan; merasakan sendiri bagaimana tugas-tugas yang diberikan guru kepadanya; belajar dalam kelompok; mencoba konsep-konsep tertentu; dan mengkomunikasikan hasil pemikiran, penemuan dan penghayatan nilai-nilai secara lisan atau penampilan.16

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa strategi pembelajaran aktif adalah strategi yang menuntut keaktifan siswa menggunakan pikirannya baik menemukan ide pokok dari materi, memecahkan masalah dan mengaplikasikannya ke kehiduapn nyata. Pembelajaran aktif (active learning) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respon anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka, dengan demikian pembelajaran aktif (active learning) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran yang sukses.

b. Karakteristik Pembelajaran Aktif

Belajar aktif merupakan pendekatan belajar yang efektif agar dapat membentuk siswa sebagai peserta didik yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya dan untuk membina profesionalitas guru.

15

Mel l Silberman, Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif , (Bandung: Nusamedia, 2011), h.23

16

Sefna Resman, Pembelajaran Aktif Suatu Upaya Pengaktifan Siswa dalam Belajar Matematika, Jurnal Ta’dib, Vol.12, No. 2, Desember 2009, h. 147.


(27)

Belajar aktif menyaratkan diberikannya umpan balik secara terus menerus dari guru kepada siswa dan juga sebaliknya dari siswa kepada guru.17

Karakteristik pembelajaran aktif menurut Bonwell, yaitu adanya penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas, peserta didik tidak hanya mendengarkan materi pelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran, penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran, peserta didik dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi, serta adanya umpan balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.18

Penerapan pembelajaran aktif memfasilitasi peserta didik agar dapat terlibat secara aktif berinteraksi dengan berbagai komponen pembelajaran, disamping itu adanya komunikasi dan melakukan refleksi terhadap materi yang dipelajari. Komponen dari pembelajaran aktif secara umum terdiri dari pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi.19

Dari karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang menekankan pada siswa sebagai pusat kegiatan belajar mengajar dan peserta didik dituntut untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

c. Rotating Trio Exchange (RTE)

Salah satu profesionalisme guru adalah komitmennya untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kemampuannya dalam suatu proses bertindak dan berefleksi dalam kegiatan belajar mengajar. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan

17

Eveline Siregar, Op. Cit., h.111

18

Runtut Prih Utami, Active Learning untuk Mewujudkan Pembelajaran Efektif. Jurnal Al-Bidayah, Vol 1, No. 2, Desember, 2009, h. 156.

19

Asrizal, Nilai Karakter Mahasiswa dalam Pembelajaran Aktif dengan Tugas Berbasis Media Video Phy 2049 Mata Kuliah Bahasa Inggris untuk Fisika, Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013, h. 282


(28)

interaksi satu sama lain20. Metode Rotating trio exchange ini merupakan metode bagi siswa untuk mendiskusikan permasalahan dengan sebagian besar teman kelas mereka. Pertukaran pendapat ini bisa dengan mudah diarahkan kepada materi yang akan diajarkan di kelas21

Menurut Arifin penerapan dengan teknik merotasi pertukaran pendapat kelompok tiga orang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar karena siswa diajak untuk berfikir secara aktif dalam menyelesaikan soal atau permasalahan yang diberikan oleh guru.22

Penulis menggunakan model pembelajaran aktif tipe Rotating trio Exchange karena model pembelajaran aktif tipe rotating trio exchange ini meiliki kelebihan antara lain: pertama, keuntungan kognitif yang diperoleh dari pengalaman belajar. Ada dua aspek keuntungan yang dapat diperoleh yaitu peningkatan kemampuan berpikir dan komunikasi. Kedua, keuntungan sosial yaitu dengan bekerjasama dan saling membantu anggota lain. Ketiga, keuntungan personal yaitu siswa mempunyai kesempatan untuk menjadi aktif. Selain keuntungan tersebut dengan dibentuknya kelompok kecil juga menghindari adanya dominasi kelompok tertentu sehingga dapat mengaktifkan siswa yang pasif.

d. Prosedur Model Rotating Trio Exchange

Isjoni mengemukakan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model rotating trio exchange yaitu : kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya di kiri dan kanannya, berikan pada setiap trio tersebut pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Setelah selesai berilah nomor untuk setiap anggota trio tersebut, contohnya nomor 0, 1, dan 2. Kemudian perintahkan nomor 1 untuk memutar satu trio searah jarum jam dan nomor 2

20

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 7.

21

Melvin L. Siberman, Active Learning. (Bandung: Nuansa, 2006), h. 103.

22

Ayu Mertini, Suarjana, Pengaruh Strategi Pembelajaran Rotating Trio Exchange (RTE) Berbantu Media Question Box terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa kelas V SD. Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha, h.4.


(29)

sebaliknya, berlawanan arah jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di tempat. Ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru. Berikan kepada setiap trio baru pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan, tambahkanlah sedikit tingkat kesulitan. Rotasikan kembali siswa sesuai dengan pertanyaan yang telah disiapkan.23

Pembelajaran aktif tipe Rotating trio exchange dikuti dari Mel L. Sibermean prosedurnya adalah sebagai berikut:

Pertama, Guru membuat berbagai macam jenis pertanyaan yang dapat membantu peserta didik dalam memulai diskusi mengenai materi pelajaran. Guru membuat pertanyaan-pertanyaan yang tidak memiliki jawaban betul dan salah. Kedua, Peserta didik dibagi menjadi kelompok yang masing-masing beranggotakan tiga orang. Guru mengatur kelompok-kelompok tiga itu di ruangan agar masing-masing dari kelompok tiga (trio) itu dapat dengan jelas melihat sebuah trio disebelah kanannya dan trio lain disebelah kirinya. Formasi kelompok-kelompok trio itu secara keseluruhan bisa berbentuk bundar atau persegi. Ketiga, Masing-masing trio diberikan sebuah pertanyaan pembuka dengan pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Guru memberikan pertanyaan mudah untuk mengawali diskusi. Keempat, Setelah masa waktu diskusi selesai, guru meminta trio-trio itu menentukan nomor 0, 1, dan 2 pada setiap anggotanya. Para peserta didik dengan nomor 1 berpindah ke kelompok trio merotasi searah jarum jam dan nomor 2 untuk berpindah ke kelompok trio yang berlawanan dengan arah jarum jam dan guru meminta peserta didik nomor 0 untuk tetap berada di tempatnya. Kelima, Guru memulai sebuah pertukaran baru dengan sebuah pertanyaan baru. Pada pertanyaan berikutnya ada peningkatan kesulitan pada soal yang diberikan. Keenam, Trio dapat diputar berkali-kali sebanyak pertanyaan yang dimiliki dan waktu diskusi yang tersedia. Setiap terjadinya rotasi baru, aturan yang digunakan selalu sama.

Dari serangkaian langkah yang dikemukakan di atas, maka pembelajaran model rotating trio exchange ini secara sistematik adalah sebagai berikut:

23


(30)

Guru membuat berbagai macam pertanyaan dalam sebuah kertas, siswa dalam kelas dibagi menjadi kelompok kecil yang beranggotakan 3 orang siswa, guru memberikan pertanyaan dalam sebuah kertas pada setiap kelompok trio dengan pertanyaan yang sama, setelah batas waktu yang diberikan habis, guru akan berkata “rotasi”. Maka siswa berputar sesuai dengan kartu yang dimilikinya. Siswa yang memiliki nomor 1 berputar searah jarum jam, dan siswa yang bernomor 2 berputar berlawanan dengan arah jarum jam, sedangkan untuk siswa bernomor 0 tetap ditempat. Dalam kelompok trio baru siswa diberi pertanyaan baru dengan tingkat kesulitan berdasarkan materi yang diberikan. Kegiatan ini terus dilakukan sampai semua pertanyaan selesai dijawab, setelah itu dilakukan diskusi kelas (persentasi kelompok) untuk membahas pertanyaan yang telah dikerjakan.

Berikut ini adalah dua contoh pola pasangan kelompok trio pada putaran I dan II:

D1 A0 B2 A1 A0 A2 D1

D0 D2

B1 B0 B2

C1 C0 C2

A1 B0 C2 C1

D0 A2

B1 C0 D2

Kelompok 2 Kelompok 4

Kelompok 3

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Gambar 2.2 Pola Pasangan Trio Putaran Kedua Kelompok 4

Kelompok 1


(31)

Tahap-tahap yang dijabarkan di atas memperlihatkan bahwa pembelajaran aktif tipe rotating trio exchange memberi kesempatan kepada siswa untuk bertukar informasi dengan siswa lain. Siswa diberikan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas kelompoknya.

Pembelajaran seperti ini memberikan manfaat antara lain dapat memperbesar motivasi belajar siswa, pemahaman terhadap pembelajaran lebih mendalam, penerimaan terhadap individu lebih besar. Dengan demikian pembelajaran aktif efektif digunakan di dalam kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Tabel 2.1 Tabel Tahapan Pembelajaran dengan Model Rotating Trio Exchange (RTE)

Tahap Kegiatan Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan, prosedur dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Kemudian guru menjelaskan prosedur pada pembelajaran RTE Tahap 2

Diskusi dan rotasi

Guru membagi siswa secara berkelompok yang terdiri dari 3 siswa dan memberikan pertanyaan yang akan didiskusikan. Serta memberikan aba-aba apabila kelompok akan dirotasi. Tahap 3

Penyajian hasil diskusi oleh kelompok

Guru membimbing siswa untuk persentasi di depan kelas

Tahap 4 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau

masing-masing kelompok


(32)

3. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana guru mendorong siswa untuk melakukan kerja sama dalam kelompok-kelompok kecil pada waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan tugas-tugas. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.24

Anita Lie menyebut Cooperative Learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, dimana sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstruktur.25 Djahiri menyebutkan Cooperative learning sebagai pembelajaran kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar yang sentries, humanistic, dan demokratis, yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya.26 Menurut Johnson&Johnson, kooperatif adalah cara belajar yang menggunakan kelompok kecil, sehingga siswa dapat bekerja dan belajar satu sama lain.27

Pembelajaran kooperatif sangat menitikberatkan kehadiran dan partisipasi tiap anggotanya sehingga pada setiap anggota harus diberdayakan atau dimanfaatkan, selain itu setiap siswa harus memiliki rasa tanggung jawab, pembagian tugas, harus ada interaksi dan komunikasi antar siswa, ada hubungan yang saling menguntungkan diantaranya anggot akelompok. Komunikasi dan interaksi memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang membantu meningkatkan pemikiran serta memberikan gagasan-gagasan baru dalam diri siswa. Hal ini memang dapat terjadi karena dalam kelompok kecil yang dibentuk itu terdiri dari siswa-siswa yang latar belakang

24

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2009), h.57

25

Anita Lie, Op. Cit. h. 19

26

Isjoni, Op. Cit. h. 19

27


(33)

kemampuan akademis serta pengalaman yang heterogen. Dalam hal ini agar proses pembelajaran kooperatif dapat berlangsung, dari siswa diperlukan adanya will and skill, yaitu kemauan dan keterampilan untuk kerjasama.28

Dari beberapa pengertian diatas, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dimana dalam kelompok itu saling membantu satu sama lain dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

Pengelompokkan siswa merupakan salah satu strategi yang dilanjutkan sebagai cara siswa untuk saling berbagi pendapat, berargumentasi dan mengembangkan berbagai alternatif pandangan dalam upaya konstruksi pengetahuan. Tiga konsep yang melandasi metode kooperatif, sebagai berikut:29

Pertama, Team rewards: Tim akan mendapat hadiah bila mereka mencapai kriteria tertentu yang ditetapkan. Kedua, Individual accountability: keberhasilan tim bergantung dari hasil belajar individual dari semua anggota tim. Pertanggung jawaban berpusat pada kegiatan anggota tim dalam membantu belajar satu sama lain dan memastikan bahwa setiap anggota siap untuk kuis atau penilaian lainnya tanpa bantuan teman sekelompokya. Ketiga, Equal opputunities for success: setiap siswa memberikan kontribursi kepada timnya dengan cara memperbaiki hasil belajarnya sendiri yang terdahulu. Kontribursi dari semua anggota kelompok dinilai.

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa dalam bekerja dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda dengan latar belakangnya. Dengan demikian model cooperative learning dapat membuat siswa menverbalisasi gagasan dan pendapat mendorong munculnya refleksi yang mengarah pada konsep-konsep secara aktif. Tujuan dari pembelajaran

28

Isjoni, dkk., Pembelajaran Visioner: Perpaduan Indonesia-Malaysia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 68

29


(34)

kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya pada level individual, serta dapat mengembangkan solidaritas sosial dikalangan siswa. Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat30. Sedangkan menurut Wina Sanjaya tujuan dari pembelajaran kooperatif tidak hanya kemampuan akademik saja yang dicapai, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut.31

Menurut Ibrahim pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan penting yaitu, hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dikatakan dapat membantu hasil belajar akademik karena menurut pendapat ahli pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit. Pembelajaran ini juga dapat menimbulkan penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda, dan tujuan yang ketiga yaitu mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.32

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif yaitu menciptakan ketergantungan positif antar peserta didik dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar serta melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif.

Pembelajaran kooperatif menggunakan model pembelajaran gotong royong juga mempunyai karakteristik tersendiri. Karakteristik kooperatif ini sangat membantu dalam pembelajaran student centre, secara umum pembelajaran kooperatif mempunyai lima karakteristik, yaitu:33

Pertama, Siswa melakukan proses pembelajaran dengan tugas-tugas umum atau aktivitas untuk menyelesaikan. Kedua, Siswa saling

30

Trianto, Op. Cit. h, 57-58

31

Wina Sanjaya, Op. Cit. h. 244

32

Isjoni, Cooperative Learning, Op. Cit. h. 27-28

33


(35)

ketergantungan secara postif, dalam hal ini aktivitas diatur sehingga siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama. Ketiga, Siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2-5 orang. Keempat, Siswa menggunakan perilaku kooperatif dan pro sosial. Kelima, Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka. Dari hal-hal inilah pembelajaran akan berlangsung aktif dan tidak monoton berpusat pada ceramah diberikan guru kepada murid yang diajar.

Pembelajaran kooperatif ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran lainnya, dari paparan sebelumnya menunjukan adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif, menurut Anita Lie keunggulannya antara lain sebagai berikut:34 Memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal, memungkinkan pada siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan,meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia, meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik, meningkatkan motivasi belajar siswa, meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar.

d. Think, Pair, Share

Teknik think pair share (berpikir-berpasangan-berbagi) adalah jenis pembelajaran cooperative learning yang ditrancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi ini dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland. Seperti yang dikutip Arends dalam Trianto menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.35

34

Ibid, h. 135-136

35


(36)

e. Langkah-Langkah Model Think-Pair-Share

Langkah-langkah think pair share menurut Trianto yaitu:36 Langkah 1: Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa mengggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru member waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah 3: Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Tahapan pembelajaran think pair share dalam Suyatno yaitu diawali dengan guru yang menyajikan materi klasikal, kemudian memberikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja secara kelompok dengan cara berpasangan (think-pairs), kemudian setalah itu dilanjutkan pada kegaiatan presentasi kelompok (share), dan kuis individual serta pemberian reward.37

36

Trianto, Op. Cit.,h.81-82 37


(37)

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Model Think Pair Share

Tahap Kegiatan Guru

Tahap 1 :

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2 :

Think (berfikir individu)

Guru memberi umpan siswa dengan

pertanyaan dan membimbing mereka untuk berfikir secara mandiri.

Tahap 3 :

Pair (berpasangan dengan teman sebangku)

Guru membentuk kelompok belajar dengan memasangkan siswa dengan teman

sebangkunya serta membimbing mereka untuk berdiskusi.

Tahap 4 :

Share (berbagi / presentasi)

Guru membimbing kelompok belajar yang berpasangan untuk presentasi di depan kelas. Tahap 5 :

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

4. Hasil Belajar Biologi a. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Pembelajar menjadi tahu proses memperoleh pengetahuan.38 Belajar juga merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Menurut Winkel dalam Purwanto belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.39 Perubahan itu diperoleh melalui usaha dan bukan karena kematangan, menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.

38

Suryono, Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 9

39


(38)

Pengertian belajar dalam buku Psikologi Pendidikan karangan Ngalim Purwanto belajar adalah perubahan tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih bai, tetapi ada juga yang lebih buruk.40

Dari pengertian yang telah dijelaskan, belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat pengalaman atau latihan. Perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa memperoleh perilaku yang baru atau memperbaiki/meningkatkan perilaku yang sebelumnya.

Beberapa ahli mencoba mengkategorikan jenis-jenis belajar yang dikenal dengan taksonomi belajar, salah satu yang terkenal adalah taksonomi yang disusun oleh Benyamin S. Bloom (Taksonomi Bloom). Bloom membagi dan menyusun secara hirarki tingkat hasil belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu mengingat sampai yang paling tinggi dan kompleks yaitu mencipta. Enam tingkatan itu yaitu: mengingat (C1), memahami atau mengerti (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan menciptakan (C6).41

Belajar itu merupakan aktivitas yang berproses, sudah tentu di dalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui fase-fase yang antara satu dengan yang lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Menurut Jerome S Brunner dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau fase, yaitu:42 Fase informasi (tahap penerimaan materi), fase ransformasi (tahap pengubahan materi), fase evaluasi (tahap penilaian materi).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam yaitu faktor internal (faktor dari dalam siswa),

40

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya CV, 2004), h. 85

41

Rinawati dan Tri Hapsari Utami, Analisis Kesesuaian Soal-soal Latihan pada Buku Teks Metematika SMA kelas X dengan Kompetensi Dasar Berdasarkan Ranah Kognitif Taksonomi Bloom, Jurnal Universitas Negri Malang, Vol.1, No.1, h. 2.

42

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995) h. 112


(39)

yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa, faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.43

Menurut Ngalim Purwanto faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor individual dan faktor sosial. Faktor individual merupakan faktor yang berasal dari diri orang itu sendiri yang meliputi kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi serta faktor pribadi seseorang, sedangkan faktor sosial antara lain faktor keluarga, guru, alat-alat yang digunakan dalam belajar mengajar dan kesempatan yang tersedia.44

Karena faktor-faktor tersebut muncul siswa-siswa yang highachievers (berprestasi tinggi) dan under-achievers (berprestasi rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini seorang guru yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemingkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka.45

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar terdiri atas faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar.

43

Ibid., h. 132

44

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1985), h.101-105.

45


(40)

c. Hasil Belajar Biologi

Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.46 Pembelajaran Biologi pada dasarnya memiliki karakteristiki keilmuan yang spesifik yang berbeda dengan ilmu lainnya. Mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dedukatif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar.

Mata pelajaran biologi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan membentuk sikap positif terhadap biologi dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat mengembangkan pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif, mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi, mengembangkan penguasaan konsep dan prinsip biologi, menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia, meningkatkan kesadaran dan berperan serta menjaga kelestarian lingkungan. 47

Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk mengaktualisasikan hasil belaja tersebut diperlukan serangkaian pengukuran dengan menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Aktivitas belajar dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak sengaja. Suatu

46

Staf Pengajar pada PGMI Fakultas Tarbiyah UIN Malang, Optimalisasi Proses dan Hasil Pembelajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada Sekolah Dasar (SD) atau MI, Jurnal Madrasah, Vol.1 No. 1, Desember, 2008, h. 1

47

Tri Andarini, M Masykuri, dkk. Pembelajaran Biologi Menggunakan Pendekatan CTL Flipchart dan Video Ditinjau dari Kemampuan Verbal Gaya Belajar, Jurnal Inkuiri, Vol.1 No. 2, 2012, (tersedia di http//jurnal.pasca.uns.ac.id.)


(41)

pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila proses pembelajaran tersebut dapat mewujudkan sasaran atau hasil belajar yang baik.

Hasil belajar menurut Nana Sudjana adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.48 Gagne membagi lima kategori hasil belajar yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motoris.49 Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktifitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil belajar menurut Winkel dalam Purwanto adalah perubahan yang mengakibatkan menusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.50

Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga aspek kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar capaian kompetensi tersebut yaitu penilaian terhadap penguasaan materi, hasil belajar yang bersifat proses normatif, dan aplikatif produktif.51

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ialah hasil yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar dan perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat di amati dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang dilteliti oleh Avif Andrianto, Raharjo dan Nur Qomariyah menunjukkan bahwa model pembelajaran aktif rotating trio exchange

48

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 22

49

Tengku Zahara, Op. Cit., h. 82

50

Purwanto, Op. Cit., h. 44-45.

51

Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta Press, 2006), h. 13.


(42)

dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan menjadikan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran yang paling dominan pada setiap pertemuan, disamping itu respon siswa terhadap pembelajaran sangat postif.52

Hasil penelitian yang diteliti oleh Wahono menunjukkan penggunaan model pembelajaran rotating trio exchange dalam Pembelajaran Dasar Atmosfer Dan Hidrosfer mata pelajaran IPS pada siswa kelas VII SMP 9 Semarang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.53

Hasil penelitian yang diteliti oleh Dwi Rusmaryanti menunjukkan bahwa pembelajaran model think pair share dapat meningkatkan hasil belajar biologi pada siswa kelas VIIIA tahun ajaran 2012/2013.54 Penelitian yang diteliti oleh Erwin Novita Sari, Dwi Wahyuni yang juga menunjukkan bahwa terdapat peningkatan motivasi siswa sebesar 39,31% dan peningkatan hasil belajar pada ranah kognitif meningkat sebesar 66,65%.55

Penelitian yang diteliti oleh L. Surayya, W. Subagja , dkk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti model pembelajaran TPS dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.56

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPA khususnya biologi merupakan pelajaran yang erat kaitannya dengan proses penemuan dan pemahaman mengenai alam beserta makhluk hidup didalamnya. Pembelajaran biologi bukan hanya menghafal teori saja, tetapi juga

52

Ariv Andrianto, dkk., Penerapan Active Learning dengan Strategi Rotating Trio Exchange pada Materi Sistem Pernapasan, Jurnal Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya, Vol. 1, Desember 2012

53

Wahono, dkk., Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) terhadap Hasil Belajar Kompetensi Dasar Atmosfer dan Hidrosfer kelas VII SMP 9 Semarang, Jurnal Fakultas Ilmu Sosial UNNES, Januari 2013.

54

Dwi Rusmaryanti, Meningkatkan Hasil belajar Biologi dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) pada siswa kelas VIII A MTs Al Huda 2 Jenawi Karanganyar tahun Pelajaran 2012/2013,Jurnal Pendidikan, Vol.22, No.3, November, 2013.

55

Erwin Novitasari, Dwi Wahyuni, dkk., Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dengan Media Berbasis Website untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi.

Jurnal Pancaran, Vol. 3, No.3, Agustus 2014.

56

L. Surayya, W. Subagja, dkk. Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share terhadap Hasil Belajar IPA ditinjau dari Keterampilan Berpikir Kritis Siswa, e-Journal Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4, 2014.


(43)

menemukan, memahami dan menguasai konsep secara tuntas dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu diperlukan teknik penyampaian yang menarik siswa untuk belajar agar bahan pelajaran mudah diserap dan dimengerti oleh siswa. Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran salah satunya bergantung pada strategi belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Cara guru menciptakan suasana kelas akan berpengaruh pada reaksi yang ditampilkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu guru harus memiliki metode dan pendekatan pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa.

Salah satu model pembelajaran yang membuat siswa aktif adalah model rotating trio exchange dan think pair share. Model rotating trio exchange merupakan salah satu model pembelajaran aktif dimana siswa dibagi menjadi 3 orang perkelompoknya, kemudian melakukan kegiatan berdiskusi secara rotasi. Dalam pembelajaran aktif ini siswa akan mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka miliki.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran yang berorientasi pada kerja kelompok. Tapi peran dan keaktifan siswa diutamakan yakni siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan dan mengembangkan pemikirannya serta memberikan pengalaman sosial dengan teman-temannya. Pembelajaran kooperatif banyak tekniknya salah satunya adalah think pair share. Dengan teknik ini dapat melatih berpikir memecahkan masalah sebelum berbagi dengan temannya, melatih kognitif siswa dalam menyampaikan informasi diantara anggota kelompok sehingga mendorong kedewasaan berpikir siswa.

Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa jika model pembelajaran aktif tipe rotating trio exchange dan pembelajaran kooperatif think pair share apabila digunakan dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar biologi siswa pada konsep virus. Efektifitas antara kedua model pembelajaran tersebut dapat dibandingkan antara model pembelajaran rotating trio exchange dan think pair share.


(44)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian yang diajukan sebagai berikut:

Terdapat perbedaan hasil belajar Biologi yang menggunakan model rotating trio exchange (RTE) dengan yang menggunakan model think pair share (TPS) pada konsep Virus. Hasil belajar yang menggunakan model rotating trio exchange lebih baik daripada siswa yang menggunakan model think pair share.

Konsep Virus

1. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep 2. Pemilihan model belajar yang kurang tepat

Hasil Belajar yang Belum Optimal

Model Rotating Trio Exchange Model Think Pair Share

Model belajar tiga orang dengan

diskusi rotasi Model belajar berpasangan dengan

diskusi oleh dua orang.

Peningkatan Hasil Belajar Biologi


(45)

32

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 28 Kabupaten Tangerang yang beralamat di Jl. Raya Cisauk KM 2, Cisauk, Tangerang pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 pada bulan Agustus-September.

B. Metode dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen semu atau quasi eksperimen. Eksperimen ini disebut kuasi karena bukan merupakan eksperimen murni, tetapi seolah-olah murni karena tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap sampel penelitian.1

Penelitian ini membandingkan dua kelompok yang diberi perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe rotating trio exchange (Eksperimen I) dan pembelajaran kooperatif tipe think pair shared (eksperimen II), kemudian membandingkan hasil belajar dari kedua perlakuan yang berbeda setelah dilakukan eksperimen pada kedua kelompok tersebut dengan tujuan mengetahui perbedaan hasil belajar biologi siswa setelah diadakannya perlakuan.

Desain penelitian ini menggunakan desain two group pretest-posttest design, yakni desain yang dilakukan terhadap dua kelas subyek.2 Pada desain penelitian ini diberikan perlakuan terhadap dua kelompok yaitu kelompok yang menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe rotating trio exchange (Eksperimen I) dan pembelajaran kooperatif tipe think pair share (eksperimen II). Sebelum diberikan perlakuan, pada kedua kelompok tersebut diberikan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal mengenai materi yang akan diajarkan dan kemudian diberikan posttest untuk mengetahui pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa setelah proses belajar mengajar.

1

Sugiyono, Metode Kuantitif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.77

2


(46)

Desain penelitian ini tampak pada tabel berikut: Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Tes Awal Perlakuan Tes Akhir

Rotating Trio

Exchange O1 X1 O2

Think Pair Share O1 X2 O2

Keterangan :

O1 : Pretest yang diberikan sebelum proses belajar mengajar dimulai.

X1 : proses belajar mengajar menggunakan pembelajaran aktif tipe RTE

X2 : proses belajar mengajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS

O2 : posttest yangdiberikan setelah proses belajar mengajar berlangsung. C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas:

Objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.3

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 28 Kabupaten Tangerang. Sedangkan populasi terjangkau adalah siswa kelas X MIA SMAN 28 Kabupaten Tangerang. Adapun sampel yang digunakan adalah dengan teknik purposive sampling (sampel yang bertujuan) 4ini digunakan berdasarkan nilai rata-rata kelas yang tidak jauh berbeda diantara kedua kelas ini. Pemilihan dua kelas yang dijadikan sampel diambil dari populasi terjangkau sebanyak 2 kelas yaitu kelas X MIA 1 sebagai kelas eksperimen I dan kelas X MIA 2 sebagai kelas eksperimen II.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa hasil pengamatan tes dan lembar observasi. Tes merupakan seperangkat rangsangan

3

Ibid., h.80-81

4


(47)

yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka.5

E. Instrumen Penelitian 1. Test objektif

Tes ini merupakan tes objektif yang berbentuk pilihan ganda, dengan 5 alternatif pilihan pada setiap butir soal, yaitu a, b, c, d dan e. materi tes yang diberikan adalah konsep tentang virus. Tes tersebut disusun berdasarkan ranah kognitif taksonomi Bloom edisi revisi pada jenjang C1(mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), dan C4 (analisis).

Kisi-kisi instrumen yang telah diuji validitas dan realibilitasnya disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Konsep Virus

No Indikator Aspek kognitif Soal yang

digunakan

C1 C2 C3 C4

1 Sejarah penemuan virus 3 3

2 Mengidentifikasi ciri-ciri virus 4, 9 5 7 4,5, 9

3 Membedakan struktur virus dengan makhluk lainnya

12, 13 10 12, 13.

4 Menjelaskan cara virus bereplikasi 19 15, 16, 20

18 15, 16, 18, 20

5 Membedakan antara siklus litik dan lisogenik pada virus

23 23

6 Mengidentifikasi peran virus bagi manusia

25 25

7 Mengidentifikasi virus yang menguntungkan dan merugikan

26, 29 30, 32

26, 29, 30, 32

8 Menjelaskan cara menghindari diri dari bahaya virus, seperti influenza, AIDS, flu burung

39 33,

36, 40

33, 36, 39, 40

Jumlah 20

5


(48)

Tes ini berjumlah 20 soal yang dilakukan dua kali terhadap siswa dari masing-masing kelas. Tes pertama diberikan kepada siswa sebelum dilakukannya pembelajaran (pretest) dan tes kedua diberikan kepada siswa setelah dilakukannya pembelajaran (posttest). Soal yang digunakan pada saat pretest dan posttest merupakan soal yang sama agar tidak ada pengaruh perbedaan kualitas soal. Soal tes objektif yang diberikan sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya.

Dari 40 soal yang diajukan, terdapat 20 soal yang layak sebagai instrumen tes untuk mengetahui penguasaan konsep siswa dengan nilai reliabilitas 0,70.6

2. Lembar Observasi

Observasi merupakan cara untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan kegiatan pengamatan terhadap objek yang diamati.7 Suatu observasi untuk mengamati aktivitas atau kinerja seseorang yang dijadikan objek penelitian, dapat mengguanakan lembar observasi.

Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa yang tengah diteliti. Lembar observasi akan memudahkan observer dalam menilai aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung.

F. Kalibrasi Instrumen

Uji coba instrumen ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kualitas instrumen penelitian yang akan digunakan dengan cara menghitung validitas, realibilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda. Uji coba ini menggunakan program Anates V.4.0.9.8

1. Validitas Instrumen

Uji validitas dilakukan untuk menunjukan kesahihan atau ketepatan suatu instrumen, apakah instrumen tersebut tepat untuk mengukur hal yang hendak

6

Lampiran 16, h. 138

7

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 272.

8K


(49)

diukur.9 Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebarkan skor total menjadi tinggi atau rendah.

Perhitungan validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Anates. Berdasarkan hasil analisis butir soal dengan menggunakan Anates, dari 40 soal yang diberikan terdapat 22 soal yang valid, yaitu nomor 3, 4, 5, 9, 10, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 23, 25, 26, 29, 30, 32. Sedangkan soal yang tidak valid sebanyak 18 soal. Dari jumlah butir soal yang valid yaitu 22 butir soal, peneliti hanya menggunakan soal sebanyak 20 butir soal.10

Kriteria validitas tersebut dapat dikategorikan pada tabel berikut:11 Tabel 3.3 Kriteria Nilai Validitas

Nilai validitas Keterangan

0,91 - 1,00 Sangat tinggi

0,71 - 0,90 Tinggi

0,41 - 0,70 Cukup

0,21 - 0,40 Rendah

0,00 - 0,20 Hampir tidak ada korelasi

2. Uji Reliabilitas

Perhitungan reliabilitas dilakukan untuk menunjukan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Uji reliabilitas yang dilakukan menggunakan rumus K-R 20:12

∑ Ket:

ri : Reliabilitas instrument

p : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar. q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q=1-p)

9

Suharsimi Arikunto,Op. Cit., h.69-72

10

Lampiran 15, h. 136

11

Ibid., h. 75

12


(50)

Σpq : Jumlah hasil perkalian antara p dan q n : Banyaknya item

S : Standar deviasi

Tabel 3.4 Indeks Reliabilitas13

Interval Kriteria

< 0.20 Sangat Rendah

0.20 – 0.40 Rendah

0.40 – 0.60 Cukup

0.60 – 0.80 Tinggi

0.10 – 1.00 Sangat Tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas instrumen menggunakan program Anates, diperoleh data bahwa reliabilitas dari 40 soal yang telah diujicobakan dengan n=35 tergolong memiliki reliabilitas tinggi (0,70)14.

3. Uji taraf kesukaran

Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal yaitu sukar, sedang atau mudah. Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal tersebut, dapat ditentukan dengan rumus:15

Keterangan :

P = indeks kesukaran

B = jumlah keseluruhan siswa yang menjawab soal benar N = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria taraf kesukaran yang digunakan adalah semakin kecil indeks yang diperoleh, maka soal tersebut tergolong sukar. Sebaliknya, semakin besar indeks yang diperoleh, maka soal tergolong mudah. Berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran dengan menggunakan program anates dari 40 soal yang diujicobakan

13

Slamet Santoso, Metode Penelitian Kuantitatif Plus Program SPSS, h.109 tersedia melalui www.ssantoso.umpo.ac.id.

14

Lampiran 16, h. 138

15


(51)

diperoleh 6 soal dengan kriteria mudah dan 34 soal dengan kriteria sedang.16 Adapun kriteria indeks taraf kesukaran soal tersebut adalah:17

Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran

Nilai Dp Interpretasi 0 – 0,25 Sukar 0,26 – 0,75 Sedang

0,76 - 1 Mudah

4. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan siswa. Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminan. Indeks diskriminan ini dikenal dengan tanda negatif yang berarti bahwa suatu soal itu terbalik dalam mengukur kemampuan siswa. Rumus yang digunakan untuk menemukan indeks diskriminan adalah :18

Keterangan :

D = daya pembeda

BA = jumlah peserta tes kelompok atas yang menjawab soal denganbenar

JA = jumlah peserta tes kelompok atas

BB = jumlah peserta tes kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

JB = jumlah peserta tes kelompok bawah

PA = proporsi peserta tes kelompok atas yang menjawab soal benar

PB

= proporsi peserta tes kelompok bawah yang menjawab soal benar.

Adapun klasifikasi dari daya pembeda soal :19

16

Lampiran 17, h. 140

17

Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2006), h. 103-104

18

Suharsimi, Arikunto, Op. Cit., h. 211-214

19


(52)

Tabel 3.6 Klasifikasi Interpretasi Daya Beda

0,00-0,20 Jelek 0,20-0,40 Cukup 0,40-0,70 Baik 0,70-1,00 Baik sekali

G. Teknik Analisis Data

Terdapat dua teknik analisis data yaitu data yang diperoleh dari instrumen tes berupa tes hasil belajar biologi, dan data yang diperoleh dari instrumen non tes berupa lembar observasi aktivitas siswa. Analisis data dapat dihitung secara manual dan juga dapat menggunakan metode perhitungan Microsoft excel 2007. Pemakaian Microsoft excel 2007 digunakan untuk menghitung normalitas dan homogenitas.

1. Uji Persyarat Analisis Data

Dalam penelitian ini menggunakan uji statistik, uji statistik yang digunakan adalah uji-t untuk menguji hipotesis. Namun sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan uji-t, maka perlu dilakukan uji prasyarat analisis terlebih dahulu. Uji prasyarat yang perlu dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas untuk memeriksa keabsahan sampel sebagai prasyarat dapat dilakukan analisis data.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data ini untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan yaitu liliefors20. Dengan rumus :

Lo = F (Zi) – S (Zi) Keterangan :

Lo = harga mutlak terbesar F (Zi) = peluang angka baku S (Zi) = proporsi angka baku Kriteria pengujian :

20


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model cooperative learning teknik think-pair-share terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep sistem peredaran darah : kuasi eksperimen di smp pgri 2 ciputat

0 11 202

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair squre

0 4 174

Upaya peningkatan hasil belajar siswa pada konsep persamaan dasar akuntansi dengan menggunakan model pembelajaran rotating trio exchange ( penelitian tindakan kelas di kelas X SMK Arrahman Bintaro)

2 21 243

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe rotating exchange (RTE) terhadap minat belajar matematika siswa

3 51 76

Perbandingan hasil belajar biologi dengan menggunakan metode pembelajaran cooperative learning tipe group investigation (GI) dan think pair share (TPS)

1 5 152

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchangnge terhadap hasil belajar matematika siswa

0 5 203

Penerapan model pembelajaran cooperative teknik think pair square (Tps) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih kelas VIII H di Mts pembangunan uin Jakarta

0 15 161

Peningkatan Hasil Belajar Ips Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Thinks Pair Share Pada Siswa Kelas V Mi Manba’ul Falah Kabupaten Bogor

0 8 129

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA-BIOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TPS (THINK PAIR Perbedaan Hasil Belajar IPA-Biologi Dengan Menggunakan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) Dan Model Pembelajaran Jigsaw Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kartasu

0 2 14

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPA-BIOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TPS (THINK PAIR Perbedaan Hasil Belajar IPA-Biologi Dengan Menggunakan Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share) Dan Model Pembelajaran Jigsaw Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kartasu

0 2 14