2.2 Teori Sinyal Signaling Theory
Cheng dan Christiawan 2011 menyatakan bahwa sebagai salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat dan para stakeholders lainnya,
perusahaan seringkali terlibat dalam kegiatan-kegiatan Corporate Social Responsibility. Para pemangku kepentingan dapat memberikan apresiasi yang
lebih bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kegiatan Corporate Social Responsibility. Hal ini sejalan dengan signaling theory dimana perusahaan dapat
meningkatkan nilai perusahaan melalui pelaporannya dengan mengirimkan signal melalui laporan tahunannya. Pengungkapan aktivitas perusahaan yang berkaitan
dengan Corporate Social Responsibility merupakan salah satu cara untuk mengirimkan signal positif kepada pemangku kepentingan dan pasar mengenai
prospek perusahaan di masa yang akan datang bahwa perusahaan memberikan guarantee atas keberlangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang.
Pengungkapan Corporate Social Responsibility dapat mengirimkan signal promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih
baik daripada perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain karena peduli dengan dampak ekonomi, lingkungan dan sosial dari aktivitas perusahaan.
2.3 Teori Stakeholders
Widjaja dan Pratama 2008 mendefinisikan stakeholders sebagai seseorang atau sekelompok orang yang memiliki satu atau lebih kepentingan stake yang
berbeda dalam sebuah perusahaan. Stakeholders dapat diartikan juga sebagai setiap orang atau sekelompok orang yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi
oleh tindakan, keputusan, kebijakan, praktik atau tujuan dari sebuah perusahaan. Stakeholders dapat terpengaruh dan juga dapat mempengaruhi tindakan,
keputusan, kebijakan atau praktik-praktik yang dilakukan oleh perusahaan. Stakeholders merupakan individu, sekolompok manusia, komunitas atau
masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan. Ghozali dan Chariri 2007
menjelaskan bahwa teori stakeholders mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus
memberikan manfaat bagi stakeholders-nya pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analisis, dan pihak lain
2.4 Corporate Social Responsibility CSR
Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya namun bukan hanya perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk
tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam
segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, Corporate Social Responsibility berhubungan erat
dengan pembangunan berkelanjutan, yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya
tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau dividen, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan
lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun
untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, Corporate Social Responsibility dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan
pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif terhadap seluruh pemangku
kepentingannya.
Suparno 2011 menyatakan Corporate Social Responsibility adalah dari bisnis atau perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Sedangkan
menurut Suharto 2010 Corporate Social Responsibility adalah tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputuan-keputusan dan
kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma
perilaku internasional, serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh. Corporate Social Responsibility merupakan sebuah fenomena dan strategi
yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. Corporate Social Responsibility dimulai sejak era dimana
kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan. Kegiatan Corporate Social
Responsibility akan menjamin keberlanjutan bisnis yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena menurunkan gangguan sosial yang sering terjadi akibat
pencemaran lingkungan, bahkan dapat menumbuh kembangkan dukungan atau pembelaan masyarakat setempat. Kepedulian kepada masyarakat sekitar atau
relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah
komunitas melalui berbagai upaya bersama bagi organisasi dan komunitas. Corporate Social Responsibility bukanlah sekedar kegiatan amal, melainkan
Corporate Social Responsibility mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan
akibat terhadap seluruh stakeholder perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan
beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
2.4.1 Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Pasal 74 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 ini menjelaskan mengenai tanggung jawab perseroan terbatas terhadap lingkungan, antara lain :
1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
2 Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya
perseroan yang
pelaksanaanya dilakukan
dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran
3 Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimakud pada
ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
4 Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur
dengan peraturan pemerintah.
2.4.2 Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Menurut Anggraini 2006 Pertanggung jawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting.
Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam
konteks pembangunan berkelanjutan sustainable development. Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial
terhadap kinerja organisasi Anggraini, 2006. Sustainability report harus menjadi dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan
peluang sustainable development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industrinya.
Menurut Rustiarini 2010 pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan
ekonomi perusahaan
terhadap masyarakat.
Konsep Corporate
Social Responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan bersama antara perusahaan,
pemerintah, lembaga sumber daya masyarakat, serta komunitas setempat. Kewajiban perusahaan atas Corporate Social Responsibility diatur dalam Undang-
undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
mendukung terjalinnya hubungan perusahaan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pengaturan
Corporate Social Responsibility juga bertujuan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungannya. Paradigma enlightened self-interest yang menyatakan bahwa stabilitas dan
kemakmuran ekonomi jangka panjang hanya dapat dicapai jika perusahaan melakukan tanggung jawab sosial kepada masyarakat Hartanti, 2006.
2.4.3 Pengungkapan dalam Laporan Tahunan
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 telah mewajibkan perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya
alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Seluruh kegiatan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut harus
dilaporkan dan diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini diperkuat dengan diterbitkannya peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 pada pasal 6
yang menyatakan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan tahunan perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS. PP
tersebut lebih jauh lagi tidak menghalangi perseroan lainnya untuk berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
2.5 Manajemen Laba
Manajemen laba sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Sebagian pihak menilai manajemen laba merupakan aktivitas yang lumrah dilakukan manajer
dalam menyusun laporan keuangan, apalagi jika upaya rekayasa manajerial ini dilakukan dalam ruang lingkup akuntansi Davidson, Stickey and Weil 1987 dan
Scott 1995. Sementara sebagian lain menilai manajemen laba sebagai perbuatan curang yang melanggar prinsip akuntansi Schipper, 1989; Healy and Wahlen,
1999; Setiawati dan Na’im, 2000. Upaya ini dilakukan dengan memanfaatkan metode dan standar akuntansi yang ada untuk mengelabui pemakai laporan
keuangan. Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk
menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan Davidson, Stickey dan Weil, 1987. Sementara Scott 1995 manajemen laba ialah
merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai
pasar perusahaan. Para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa alternatif dalam
mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk
mengelola laba. Perilaku manajemen yang mendasari lahirnya manajemen laba
adalah perilaku opportunistic manajer dan efficient contracting. Sebagai perilaku opportunistic, manajer memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapai kontrak
kompensasi dan hutang dan political cost Scott 2000. Perilaku opportunistic ini direflesikan dengan melakukan rekayasa keuangan dengan menerapkan income
increasing atau income decreasing decretionary accrual. Sedangkan sebagai efficient
contracting yaitu
meningkatkan keinformatifan
laba dalam
mengkomunikasikan informasi privat. Perilaku manajemen opportunistic dikenal dengan istilah earnings management, oleh Healy dan Wahlen 1999 didefinisikan
earnings management terjadi ketika manajemen menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan sehingga menyesatkan
pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusaaan. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di
masa yang akan datang dibanding pemilik pemegang saham sehingga menimbulkan asimetri informasi.
Manajer diwajibkan memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan merupakan cerminan nilai perusahaan
melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi pengguna eksternal perusahaan karena kelompok
itu berada dalam kondisi yang paling tidak tinggi tingkat kepastiannya Ali 2002. Asimetri antara manajemen dan pemilik memberikan kesempatan pada manajer
untuk melakukan manajemen laba untuk meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu sehingga dapat menyesatkan pemegang saham mengenai nilai perusahaan
sebenarnya. Sloan,1996 menguji sifat kandungan informasi komponen akrual
dan komponen aliran kas apakah terefleksi dalam harga saham. Terbukti bahwa kinerja laba yang berasal dari komponen akrual sebagai aktifitas earnings
management memiliki persistensi yang lebih rendah dibanding aliran kas. Laba yang dilaporkan lebih besar dari aliran kas yang dapat meningkatkan nilai
perusahaan saat ini.
2.6 Aktivitas Riil