Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Berpikir Hipotesis Jenis Penelitian

Sztainer, 2008; Cattaneo et al., 2009. Pencegahan terhadap obesitas sangat efektif dilakukan pada masa bayi Taveras et al., 2009. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta, didapatkan banyak bayi yang mengalami obesitas. Cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta hingga bulan Juli 2011 adalah 55 . Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti perbedaan angka kejadian obesitas antara bayi yang mendapatkan dan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.

B. Perumusan Masalah

Adakah perbedaan kejadian obesitas antara bayi yang mendapatkan dan tidak mendapatkan ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan kejadian obesitas antara bayi yang mendapatkan dan tidak mendapatkan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui angka kejadian obesitas pada bayi yang mendapat ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta. b. Mengetahui angka kejadian obesitas pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis a. Meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan tentang angka kejadian obesitas pada bayi. b. Sebagai sumber informasi dalam rangka upaya pencegahan kejadian obesitas pada anak. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan tentang manfaat ASI dalam menurunkan risiko obesitas, sehingga mendukung upaya peningkatan program ASI eksklusif khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat, petugas kesehatan, dan pihak terkait dalam meningkatkan upaya pemberian ASI eksklusif. BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Air Susu Ibu ASI

Definisi Air Susu Ibu ASI adalah susu yang diproduksi oleh kelenjar payudara ibu, sebagai sumber nutrisi utama untuk bayi baru lahir sebelum bayi mendapatkan makanan dan minuman dari luar Roesli, 2008. Produksi ASI ASI dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi. Perkembangan payudara dimulai pada masa pubertas, kemudian trisemester kedua kehamilan payudara mengalami pembesaran oleh karena pertumbuhan dan diferensiasi dari lobulo alveolar dan sel epitel payudara. Pada perkembangan payudara ini hormon laktogen dan prolaktin plasenta aktif, khususnya dalam memproduksi ASI Proverawati et al.,2010. Pengeluaran payudara dirangsang oleh hisapan mulut bayi pada puting payudara ibu. Gerakan-gerakan tersebut merangsang kelenjar pituitari anterior untuk memproduksi sejumlah hormon prolaktin, yaitu hormon utama yang mengendalikan pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu tergantung pada let down reflex, di mana ikatan puting merangsang serabut otot halus di dalam dinding saluran susu agar pengeluaran air susu dapat berjalan dengan lancar Proverawati et al.,2010. Volume pengeluaran ASI pada minggu-minggu pertama biasanya banyak, yaitu sekitar 450-650 ml. Seorang bayi membutuhkan 600 mlhari. Kebutuhan tersebut dapat dengan memberikan ASI pada enam bulan pertama. Oleh karena itu, selama kurun waktu tersebut ASI dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Setelah enam bulan, produksi ASI menurun sehingga kebutuhan gizi tidak dapat lagi dipenuhi dengan ASI, maka dibutuhkan makanan tambahan Prabantini, 2010. Macam-Macam ASI ASI sesuai perkembangan bayi dibagi menjadi tiga, yaitu ASI kolostrum, ASI transisi atau peralihan, dan ASI matur. ASI kolostrum atau sering disebut susu ”Jolong” merupakan cairan pertama yang keluar dari kelenjar payudara, dan keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-ketujuh. Komposisinya selalu berubah dari hari ke hari. Kolostrum merupakan cairan kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibanding susu matur dan merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi. Kolostrum lebih banyak mengandung protein, sedangkan kadar karbohidrat dan lemaknya lebih rendah dibandingkan ASI matur. Selain itu kolostrum mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Total energinya lebih rendah bila dibandingkan ASI matur dan volumenya berkisar antara 150-300 ml24 jam Afifah, 2007. Sedangkan ASI transisi adalah ASI yang diproduksi pada hari ke-4 sampai ke-7 atau hari ke-10 sampai ke-14. Kadar protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat dan lemaknya meningkat. Volume juga semakin menigkat. ASI matur merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke-14 dan seterusnya. Komposisi ASI jenis ini relatif konstan. Pada ibu yang sehat dan memiliki jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik bagi bayi sampai usia 6 bulan Afifah, 2007. Perbedaan Kandungan ASI, Susu Sapi dan Susu Formula Tabel 1. Perbedaan Kandungan ASI, Susu Sapi, dan Susu Formula Properti ASI Susu Sapi Susu Formula Kontaminan bakteri Tidak ada Mungkin ada Mungkin ada bila dicampurkan Faktor antiinfeksi Ada Tidak Ada Tidak Ada Faktor pertum- buhan Ada Tidak Ada Tidak Ada Protein dan lemak Jumlah sesuai dan mudah dicerna Terlalu banyak dan sukar dicerna Sebagian diperbaiki, disesuaikan dengan ASI Zat Besi Jumlah kecil tapi mudah dicerna Jumlah lebih banyak tapi tidak diserap dengan baik Ditambahkan ekstra, tidak diserap dengan baik Vitamin Cukup Tidak cukupVitamin A dan C Vitamin ditambahkan Air Cukup Perlu tambahan Mungkin perlu tambahan Sumber: Sidi et al. 2004 ASI Eksklusif ASI ekskulsif adalah menyusui bayi dan tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes, ASI perah juga diperbolehkan. Menurut program pemerintah, ASI eksklusif sebaiknya diberikan hingga bayi berumur enam bulan. Kemudian ASI tetap diteruskan hingga bayi berusia dua tahun dengan diberikan makanan tambahan Roesli, 2008. Keuntungan ASI eksklusif diberikan selama enam bulan Sidi et al., 2004 , yaitu: 1 ASI mengandung zat gizi yang ideal dan mencukupi untuk menjamin tumbuh kembang sampai umur enam bulan. Sedangkan bayi yang mendapat makanan lain, misalnya nasi lumat, atau pisang hanya akan mendapat banyak karbohidrat, sehingga zat gizi tidak seimbang dan mudah menyebabkan kegemukan pada anak. 2 Bayi di bawah usia enam bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang sempurna, sehingga belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI mengandung beberapa enzim yang memudahkan pemecahan makanan selanjutnya. 3 Ginjal bayi yang masih muda belum mampu bekerja dengan baik. Makanan tambahan termasuk susu sapi biasanya mengandung banyak mineral yang dapat memberatkan fungsi ginjal yang belum sempurna pada bayi. 4 Makanan tambahan mungkin mengandung zat tambahan yang berbahaya bagi bayi, misalnya zat pewarna dan zat pengawet. 5 Makanan tambahan pada bayi yang muda mungkin menimbulkan alergi.

2. Obesitas pada Bayi

a. Definisi Obesitas adalah kondisi abnormal, yaitu terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh normal sehingga mengganggu kesehatan Hadi, 2005. b. Patogenesis Patogenesis obesitas adalah terjadi pembesaranhipertrofi sel lemak, peningkatan jumlahhiperplasi sel lemak atau kedua-duanya. Penambahan jumlah sel lemak paling cepat pada masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada masa dewasa. Pada masa dewasa tidak akan terjadi penambahan jumlah sel, tetapi hanya terjadi pembesaran sel. Obesitas yang terjadi pada anak selain hiperplasi juga terjadi hipertrofi. Sedangkan obesitas pada masa dewasa pada umumya hanya terjadi hipertrofi sel lemak Soetjiningsih et al., 1995. Obesitas pada anak terjadi jika intake kalori berlebihan, terutama pada tahun pertama kehidupan. Rangsangan untuk meningkatkan jumlah sel terus berlanjut sampai dewasa, setelah itu hanya terjadi pembesaran sel saja Soetjiningsih et al., 1995. c. Penyebab Penyebab Obesitas adalah masukan energi yang melebihi dari kebutuhan tubuh dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor genetik dan lingkungan memegang peranan yang paling penting. Faktor genetik yaitu penelitian yang memperlihatkan bahwa masa lemak anak kembar yang diturunkan adalah sekitar 40 -70 Naamsyah, 2008. Seorang anak mempunyai kemungkinan 40 menjadi gemuk jika salah satu orang tuanya obesitas, dan kemungkinan 80 jika kedua orang tuanya gemuk. Dan anak akan cenderung overweight kelebihan berat badan atau kegemukan pada ibu yang memilki kadar gula tinggi atau diabetes melitus Soetjiningsih et al., 1995. Faktor-faktor lingkungan meliputi aktifitas fisik yang rendah, perubahan pola makan siap saji yang berkalori tinggi, dan pandangan masyarakat yang salah tentang bayi yang sehat adalah bayi yang gemuk Hadi, 2005. Obesitas juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ras. Dari hasil penelitian di beberapa negara, laki-laki lebih banyak mengalami obesitas dibanding wanita. Namun, hal ini tidak menunjukkan adanya perbedaaan yang bermakna. Sedangkan untuk ras, obesitas lebih banyak terjadi pada orang Afrika yang mayoritas berkulit hitam dan paling sedikit di antara orang Asia Selatan Sweeting, 2008. d. Dampak Dampak obesitas pada anak Mallbaby, 2010 antara lain: 1 Penyakit kardiovaskuler; 2 Gangguan metabolisme glukosa, seperti intoleransi glukosa; 3 Gangguan kedudukan dan pertumbuhan tulang yang harus menahan beban yang lebih berat; 4 Asma dan gangguan pernafasan seperti sleep apnea; 5 Gangguan kulit, khususnya di daerah lipatan, akibat sering bergesekan; 6 Masalah psikososial seperti rendah diri, depresi dan menarik diri dari lingkungan misalnya karena diolok-olok temannya. e. Penatalaksanaan Tujuan terapi obesitas pada anak bukan untuk menurunkan berat badannya, tetapi memperlambat kecepatan kenaikan berat badannya. Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas pada anak antara lain: 1 Pencegahan, yaitu dengan mengubah pandangan masyarakat bahwa sehat itu tidak identik dengan gemuk, membiasakan anak mengonsumsi makanan berserat, seperti sayuran dan buah-buahan serta mengurangi makanan berkalori tinggi. Selain itu juga menghindari makan cepat saji Mallbaby, 2010. 2 Peningkatan aktivitas fisik pada anak merupakan komponen penting penurunan berat badan Sugondo, 2009.

3. Hubungan ASI dengan Obesitas

Kandungan lemak pada ASI Bayi belum dapat mencerna lemak dengan baik. Untuk mencerna lemak dibutuhkan enzim lipase. ASI mengandung enzim lipase, sedangkan pada susu formula tidak mengandung enzim ini. Susu formula yang mengandung lemak tinggi tanpa adanya enzim lipase ini merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya obesitas karena adanya penimbunan lemak Sidi et al., 2004. Teori menghisap ASI Bayi yang mendapat ASI cenderung menghisap puting susu secara aktif, dan akan berhenti menghisap jika bayi telah merasa kenyang. Sebaliknya, bayi yang mendapat susu formula yang diberikan menggunakan botol, cenderung mendapatkan tetesan-tetesan susu secara pasif dari botol dan berhenti meminum susu jika botol telah kosong. Jadi bayi yang mendapat susu formula lebih mudah mengalami kegemukan dan obesitas Susilowati, 2008. Hormon pada ASI Beberapa hormon dalam ASI berperan dalam pengaturan asupan makanan dan keseimbangan energi, sehingga dapat mencegah risiko obesitas dikemudian hari Savino et al., 2009. 1 Leptin Leptin ini berfungsi dalam regulasi metabolisme, asupan makanan, penggunaan energi, serta memilki faktor metabolik dan endokrin Rahayu, 2007. Beberapa penelitian membuktikan bahwa ASI manusia mengandung leptin. Bayi yang mendapatkan ASI memiliki kadar leptin yang lebih tinggi daripada bayi yang mendapatkan susu formula. Kadar leptin semakin menurun dengan durasi pemberian ASI Ilcol et al., 2006; Savino et al., 2009. Dari hasil penelitian Mirales et al.2006, berat badan bayi yang menyusui selama 2 tahun pertama dipengaruhi oleh kadar leptin dalam ASI. Hal ini menunjukkan bahwa leptin ASI merupakan faktor penting dalam memberikan perlindungan terhadap kelebihan berat badan pada bayi. 2 Adiponektin Adiponektin adalah protein spesifik terbesar dari jaringan adiposa. Hormon ini dapat mengikat asam lemak yang dihasilkan oleh jaringan adiposa dan berhubungan dengan metabolisme lipid. Hormon ini ditemukan dalam ASI Martin et al.,2006. Kadar hormon ini menurun dengan durasi laktasi Savino et al., 2009. Penurunan berat molekul adiponektin atau penurunan konsentrasi adiponektin memegang peranan yang cukup penting sebagai penanda obesitas dengan resistensi insulin dan sindroma metabolik Yamauci, 2008. Reseptor Adiponektin adalah AdipoR1 dan AdipoR2. AdipoR1 mengaktifkan jalur AMP kinase dan AdipoR2, kemudian mengaktifkan jalur peroxisome proliferator-activated receptor alpha PPAR di liver yang berakibat meningkatnya sensitivitas insulin dan penurunan inflamasi. Penurunan adiponektin dan peningkatan monocyte chemoattractant protein-1 MCP-1 membentuk jaringan adipokin yang menyebabkan obesitas dengan resistensi insulin dan metabolik sindrom. PPAR mengatur berat molekul adiponektin dan PPAR mengatur reseptor adiponektin. Dalam kondisi lapar, adiponektin mengaktifkan AMPK di hipotalamus dan meningkatkan asupan makan. Pada saat yang sama, adiponektin mengaktifkan AMPK di jaringan perifer, seperti otot rangka dan menstimulasi penimbunan lemak Yamauci, 2008. Konsentrasi hormon ini berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dan meningkat terkait sensitivitas insulin Savino et al., 2009. Bayi yang tidak mendapat ASI menjadi lebih rendah kadar adiponektin-nya, sedangkan konsentrasi plasma adiponektin yang rendah lebih cenderung mengalami obesitas dan diabetes tipe 2 Stefan et al., 2002. 3 Resistin Resistin disekresi oleh jaringan adiposa dan terdapat dalam ASI. Konsentrasi resistin lebih tinggi dalam serum bayi yang diberi ASI. Kadar resistin berbanding terbalik dengan berat badan bayi baru lahir. Hal ini membuktikan bahwa resistin memiliki peran dalam mengendalikan pertumbuhan janin. Selain itu juga terlibat dalam pengaturan nafsu makan dan metabolisme dalam perkembangan bayi Savino et al., 2009. 4 Ghrelin Ghrelin adalah peptida 28-asam amino yang terutama diproduksi di lambung. Menurut penelitian, konsentrasi ghrelin pada bayi yang mendapat susu formula lebih tinggi daripada bayi yang mendapat ASI. Ghrelin ini merangsang asupan makanan, mengurangi pemanfaatan lemak dan pengeluaran energi. Jadi bayi yang tidak mendapatkan ASI lebih cenderung mengalami obesitas Savino et al., 2009. 5 Obestatin Obsestatin adalah peptida 23 asam amino yang berasal dari prekursor preproghrelin dan diproduksi oleh lambung, usus kecil dan kelenjar ludah. Obestatin ditemukan terdapat pada ASI. Hormon ini berperan mengurangi asupan makanan, menekan motilitas usus, mengatur pertambahan berat badan dan pengosongan lambung. Jadi bayi yang mendapat asupan ASI lebih jarang mengalami obesitas Savino et al., 2009. 6 Insulin-Like Growth Factor-1 IGF-I adalah rantai polipeptida dari 70-asam amino, yang merupakan anggota dari hormon insulin, dimana berperan sebagai mediator utama efek dari growth hormon GH. Hormon ini 75 diproduksi oleh hati, yang setelah kelahiran diatur oleh hormon hipofisis yaitu Growth hormone GH. Klagsburn adalah orang pertama yang menunjukkan bahwa ASI mengandung faktor pertumbuhan sel-sel dalam kultur, sedangkan Baxter et al. menunjukkan adanya IGF-I dalam ASI. Hormon ini lebih tinggi kadarnya pada kolostrum dibanding ASI transisi dan matur Savino et al., 2009. Berdasarkan hasil penelitian, insulin pada ASI memiliki kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan susu formula, yang sebagian besar berasal dari susu sapi Zagorski et al., 1998.

B. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan kejadian obesitas antara bayi yang mendapatkan dan tidak mendapatkan ASI eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuanyar Kota Surakarta. : Mempengaruhi, diteliti : Mempengaruhi, tidak diteliti : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti Penyakit Mendapatkan ASI Eksklusif Tidak Mendapat ASI Eksklusif Berat Badan Orang tua Aktivitas Fisik Obesitas Tidak Obesitas Berat Badan Bayi Asupan kalori Perubahan Genetik Pola Makan Pandangan Masyarakat BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara observasional analitik dengan metode cross sectional sehubungan penelitian ini mempelajari hubungan antara faktor risiko independen dengan faktor efek dependen, observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama Riyanto, 2011.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Dokumen yang terkait

Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat

13 77 118

PERBEDAAN STATUS GIZI MENURUT INDEKS ANTROPOMETRI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN YANG MENDAPATKAN ASI EKSKLUSIF DAN NON ASI EKSKLUSIF DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGKANDANG KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG

0 12 24

PERBEDAAN STATUS GIZI BAYI UMUR 0-6 BULAN ANTARA BAYIYANG MENDAPATKAN ASI DENGAN BAYI YANG MENDAPATKANASI DAN SUSU FORMULA DI KELURAHAN DUKUH Perbedaan Status Gizi Bayi Umur 0-6 Bulan Antara Bayi Yang Mendapatkan ASI Dengan Bayi Yang Mendapatkan ASI Dan S

0 2 18

PENDAHULUAN Perbedaan Status Gizi Bayi Umur 0-6 Bulan Antara Bayi Yang Mendapatkan ASI Dengan Bayi Yang Mendapatkan ASI Dan Susu Formula Di Kelurahan Dukuh Sidomukti Kotamadya Salatiga.

0 2 6

PERBEDAAN STATUS GIZI BAYI UMUR 0-6 BULAN ANTARA BAYI YANGMENDAPATKAN ASI DENGAN BAYI YANG MENDAPATKAN ASI DAN Perbedaan Status Gizi Bayi Umur 0-6 Bulan Antara Bayi Yang Mendapatkan ASI Dengan Bayi Yang Mendapatkan ASI Dan Susu Formula Di Kelurahan Duk

0 1 13

PERBEDAAN PERTAMBAHAN PANJANG DAN BERAT BADAN BAYI USIA 2-6 BULAN YANG MENDAPATKAN ASI EKSKLUSIF DAN ASI NON EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAJANG.

0 0 1

Perbedaan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan yang Diberi ASI Eksklusif dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016

0 0 17

Perbedaan Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan yang Diberi ASI Eksklusif dan Tidak Diberi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tembung Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

PERBEDAAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 6 BULAN ANTARA YANG DIBERIKAN ASI EKSKLUSIF DAN NON ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS GROBOGAN

0 0 10

PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI USIA 6 BULAN ANTARA YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN ASI TIDAK EKSKLUSIF DI KELURAHAN BUMIJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS JETIS YOGYAKARTA

0 0 15