Keterkaitan Desentralisasi Fiskal . . . Sebayang: 63 - 69 66
sebelum mendapatkan bantuan penerima harus melalui tes. Tes tersebut mengenai status penda-
patan dan tingkat aset yang dimiliki penerima bantuan. Program pemerintah untuk membantu
kaum miskin dapat berupa transfer tunai secara langsung, perlengkapan berupa kebutuhan dasar
seperti kesehatan, subsidi untuk tempat tinggal dan makan dan program-program lainnya.
4. Keseimbangan Lindahl
Lindahl mengemukakan analisis yang didasar- kan dengan kurva indiferens dengan anggaran tetap
yang terbatas
fixed budget constraints.
Teori pengeluaran pemerintah yang dikemukakan oleh
Lindahl adalah teori yang sangat berguna untuk membahas penyediaan barang publik yang optimum
dan secara bersamaan juga membahas mengenai alokasi pembiayaan barang publik antar anggota
masyarakat.
Kelemahan teori Lindahl adalah karena teori ini hanya membahas mengenai barang publik tanpa
membahas mengenai penyediaan barang swasta yang dihasilkan oleh sektor swasta.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kapasitas Fiskal
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia memberi wacana baru bagi upaya daerah untuk
mengembangkan wilayahnya. Salah satu variabel yang diharapkan untuk mendorong kemajuan
perekonomian daerah adalah dana alokasi umum. Pertimbangan atau alasan perlunya dilakukan
transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah antara lain adalah untuk mengatasi persoalan ketimpangan
fiskal vertikal dan untuk mengatasi ketimpangan horisontal antar-daerah.
Adanya perbedaan potensi
fiscal capacity
yang dimiliki antar-daerah di Indonesia, sudah bisa menjadi alasan untuk terjadinya kecemburuan dan
ketimpangan pertumbuhan antar-daerah. Apalagi jika kebutuhan
fiscal needs
lebih besar daripada potensi yang dimiliki masing-masing daerah tersebut.
Hal ini akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan fiskal
fiscal gap
. Jika dideskripsikan lebih rinci, masalah
in-equality
penting karena menyebabkan beberapa hal: Pertama, ketimpangan pendapatan
menyebabkan in-efisiensi ekonomi. Kedua, disparitas pendapatan yang ekstrem melemahkan stabilitas
sosial dan solidaritas. Ketiga, ketimpangan menye- babkan alokasi aset yang tidak efisien. Keempat,
tidak tercapainya standar penyediaan minimum antar-daerah.
Tabel 1 menunjukkan kapasitas fiskal daerah yang beragam di 26 propinsi di Indonesia. Hanya ada
2 daerah yang relatif konsisten memiliki kapasitas fiskal lebih besar dari 100 yakni Jawa Timur dan Bali.
Selama periode 1999-2002 rata-rata pencapaian kapasitas fiskal kedua daerah ini masing-masing
157,37 dan 132,93 persen. Artinya kedua daerah ini memiliki sumber “surplus” untuk mendanai belanja
rutin. Dengan kata lain, Jawa Timur dan Bali sudah mampu membiayai belanja rutin dari PAD.
Tabel 1.
Kapasitas Fiskal Daerah di Indonesia, 1999- 2002
Tahun No.
Propinsi 1999 2000 2001 2002
1 N. Aceh Darussalam 33.99 36.71 18.17 18.98 2 Sumatera Utara
92.76 116.17 67.34 71.48 3 Sumatera Barat
56.28 75.80 54.43 59.42 4 Riau
60.14 60.45 75.15 61.29 5 Jambi
54.58 69.05 50.21 38.69 6 Sumatera Selatan
60.52 51.93 53.51 47.07 7 Bengkulu
32.96 33.26 22.36 17.73 8 Lampung
56.11 67.28 63.17 46.81 9 DKI Jakarta
68.84 111.15 78.17 88.73 10 Jawa Barat
70.58 91.82 78.81 80.64 11 Jawa Tengah
59.33 87.34 73.90 69.24 12 DI Jogjakarta
55.65 78.19 51.74 47.17 13 Jawa Timur
129.80 203.13 188.67 107.88 14 Kalimantan Barat
56.20 55.21 44.71 43.14 15 Kalimantan Tengah
21.06 28.01 21.73 23.62 16 Kalimantan Selatan
38.76 49.06 46.33 47.31 17 Kalimantan Timur
23.20 35.12 24.71 30.33 18 Sulawesi Utara
30.73 51.49 33.12 29.23 19 Sulawesi Tengah
51.08 44.64 32.35 25.79 20 Sulawesi Selatan
56.70 79.97 61.44 57.12 21 Sulawesi Tenggara
27.45 26.27 22.17 25.93 22 Bali 156.85
181.10 107.33 86.43
23 Nusa Tenggara Barat 59.94 43.42 30.46 37.16 24 Nusa Tenggara Timur 33.00 32.59 27.40 18.90
25 Maluku 28.29 30.74
9.67 8.02
26 Papua 12.23 9.78
11.52 7.47
Sumber: Statistik Keuangan Daerah Propinsi, 1999-2002, diolah
JEJAK, Volume 1, Nomor 1, September, 2008 67
Pada tabel 1 di atas juga mengindikasikan adanya kesenjangan kapasitas fiskal yang cukup
parah antar daerah. Di Sumatera misalnya, hanya Sumatera Utara yang memiliki kapasitas fiskal lebih
dari 80 persen. Di lain pihak, kapasitas fiskal di Jawa relatif lebih merata kecuali Jogjakarta. Bandingkan
dengan pencapaian kapasitas fiskal di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Bahkan di daerah
yang terkenal memiliki sumber daya alam melimpah seperti; Riau dan Kalimantan Timur, pencapaian
kapasitas fiskal tergolong rendah. Kondisi ini meng- indikasikan bahwa daerah-daerah di Indonesia
banyak bergantung pada “faktor pemberian alam”.
Selain itu, eksplorasi sumber daya alam di dae- rah justru banyak menyumbang pada penerimaan
pungutan pusat sehingga tidak memberi implikasi langsung pada PAD.
Fiscal gap
yang terjadi di daerah-daerah akan mempengaruhi kesempatan
untuk mengembangkan dan meningkatkan fasilitas daerah atau fasilitas publik.
2. Hubungan Kapasitas fiskal dan Kemiskinan