membutuhkan fasilitas penelitian dan pengembangan. Tantangan tersebut meningkatkan ketergantungan dalam sistem inovasi dan memerlukan adanya
suatu arah yang jelas bagaimana Iptek dapat menunjang pertumbuhan dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Sementara itu pada umumnya pelaku ekonomi nasional belum terdorong untuk melakukan investasi yang bermakna untuk mengakumulasikan
kemampuan Riset Iptek bagi pembentukan kemandirian dan keunggulan bangsa. Sering hal itu terkait dengan ketidaktersediaan mekanisme
intermediasi baik dalam bentuk kebijakan, insentif maupun kelembagaan yang menjembatani antara riset dan inovasi. Oleh karenanya, secara makro
orientasi kebijakan dan koordinasi yang dilakukan oleh Kemenneg Ristek perlu mempertimbangkan unsur-unsur: teknologi, modal, informasi dan birokrasi.
Lebih jauh lagi, dapat dicatat pula keengganan pihak praktisi untuk mengalokasikan pendanaan litbang.
Investasi pemerintah di bidang Riptek sampai saat ini pada umumnya belum dirasakan manfaatnya secara nyata bagi pelaku ekonomi yang
mentransformasi kemampuan Riset Iptek ke dalam berbagai aplikasi yang bermanfaat bagi kehidupan bangsa.
2.5. Peluang
Disadari bahwa pemerintah terutama di negara-negara berkembang merupakan unsur utama dalam mendorong dan meningkatkan keterhubungan
antara penelitian dan pengembangan Litbang dengan inovasi untuk dunia usahaindustri dan masyarakat. Fasilitasi pemerintah dapat berupa: peraturan,
regulasi, kebijakan, jaminan pembelian, insentif, dlsb.
Saat ini aktifitas Riptek telah mempunyai dasar konstitusional yang cukup kokoh di dalam UUD’45 Pasal 31 Ayat 5 berkaitan dengan peran Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Pada tingkat perundang-undangan yang lebih rendah telah dikeluarkan pula UU No. 182002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Presiden melalui INPRES No. 42003 telah pula menginstruksikan agar Menteri
Negara Riset dan Teknologi mengkoordinasikan perumusan dan pelaksanaan Kebijakan Strategis Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Landasan
konstitusional dan hukum seperti tersebut di atas diperlukan untuk memperkuat langkah-langkah pembangunan di bidang Riset Iptek.
Memang, perlu disadari pula bahwa Kemenneg Ristek belum sepenuhnya berperan selaku arsitek kebijakan Riset Iptek nasional yang manfaatnya dapat
dirasakan secara nyata oleh masyarakat luas. Perhatian Kemenneg Ristek masih terfokus pada program-program Riset Iptek yang dibiayai oleh
pemerintah dan kurang memperhatikan instrumen insentif yang diperlukan untuk membentuk iklim dan suasana yang kondusif bagi para pelaku Riset
Iptek. Masih lemahnya kelembagaan sistem nasional inovasi, memperlemah determinasi aktifitas Riset Iptek ke dalam skala ekonomi.
Kelompok kerja regional seperti APEC, ASEAN dan NAM banyak sekali memberi perhatian tentang lemahnya mekanisme intermediasi di negara-negara
anggotanya. ” Science and Technology Intermediary Mechanism STIM” ini
dirasakan sangat penting oleh negara-negara tersebut dengan pertimbangan :
Di dalam era globalisasi dan knowledge based economy, penyebab terjadinya
kegagalan tidak diperolehnya dukungan program-program kegiatan Iptek di suatu negara pada umumnya terletak pada ketidakmampuan masyarakat Iptek
policy makers dan peneliti mengartikulasikan hasil-hasil kegiatan Iptek ke dalam aktifitas berskala nilai ekonomi;
Aktifitas penelitian, pengembangan dan rekayasa serta komersialisasi ternyata bukan tahap yang mudah untuk dilalui karena munculnya fenomena
death valley. Fenomena ini terjadi karena seringnya terjadi kemandekan ketika
aktifitas penelitian hanya berhenti pada laporan dan tidak berdampak pada di sisi komersial atau pemanfaatan lanjut
sustain;
a. Di sepakati bahwa fungsi utama STIM di suatu negara: i.
Transformer – dalam konteks komersialisasi dan produktivitas; ii.
Catalyst or enzyme – mendorong dan mempercepat proses pengembangan;
iii. Impartial assessor or evaluator – melakukan kajian yang tidak
memihak, teliti dan adil; iv.
Productivity Enhancer – meningkatkan produktifitas agar produk Iptek dapat dipasarkan secara efektif;
v. Market Enabler – mengembangkan platform agar terjadi
transaksi; vi.
Agar industri melakukan RD vii.
Cluster Builder – mendorong agar tumbuh kluster yang menggabungkan: jaringan industri, pakar, perusahaan dan
lembaga penelitian yang terkait.
Kementerian Negara Riset dan Teknologi, sesuai dengan tugas dan fungsinya, diharapkan oleh berbagai pihak agar lebih proaktif mengambil prakarsa yang
dapat menstimulasi perkembangan dan meningkatkan efektifitas pendayagunaan sumberdaya Riset Iptek. Berbagai prakarsa yang dilakukan
oleh Kemenneg Ristek, dalam sistem insentif seperti Insentif Penelitian Dasar, Insentif Penelitian Terapan, Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan
Teknologi, Insentif Riset Unggulan Strategis Nasional RUSNAS, Insentif Peningkatan Inovasi dan Kapasitas Iptek Sistem Produksi.
Untuk itu Kemenneg Ristek perlu memiliki SDM dan Sistem Kerja yang lebih memadai untuk menganalisis perkembangan Riset Iptek, dinamika masyarakat
serta merumuskan kebijakan Riset Iptek yang selaras dengan dinamika masyarakat diperlukan untuk mengatasi permasalahan dan hambatan yang
ada. Sehingga kesepakatan pimpinan Kemenneg Ristek yang telah terbentuk tentang berbagai aspek keberhasilan yang mendasar, dapat ditindaklanjuti
secara efektif.
2.6. Faktor Kunci Keberhasilan
Faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihimpun dari kondisi internal dan eksternal Kementerian Negara Riset dan Teknologi
merupakan kondisi yang mungkin berkembang dan timbul di kemudian hari yang akan mempengaruhi eksistensi Kementerian Negara Riset dan
Teknologi.
Dengan diketahuinya faktor yang paling berpengaruh baik positif maupun negatif terhadap perkembangan Kementerian Negara Riset dan eknologi,
dari Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman SWOT
Analysis ditentukan asumsi strategis, yaitu: a menggunakan kekuatan yang ada pada organisasi untuk memanfaatkan peluang; b memanfaatkan peluang
untuk mengatasi ancaman; c mengatasi kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang; dan d mewaspadai dan mencegah ancaman
kelemahan yang menjadi ancaman terwujudnya visi dan misi.
Dengan melihat keterkaitan masing-masing faktor aspek kekuatan dan kelemahan dengan visi, misi yang hendak dicapai, maka rumusan hasil
analisis strategis yang menjadi prioritas Faktor Kunci Keberhasilan FKK adalah :
1.Peningkatan profesionalisme SDM Kementerian Negara Riset dan Teknologi; 2.Peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung kebijakan Kementerian
Negara Riset dan Teknologi; 3.Peningkatan kinerja organisasi;
4.Peningkatan perumusan kebijakan Iptek dan sosialisasinya.
Selanjutnya untuk memberi fokus dan memperkuat rencana yang memperjelas hubungan antara misi dan tujuan disusun faktor kunci keberhasilan sebagai
berikut :
1. Adanya pembinaan dan pengembangan SDM Kementerian Negara Riset
dan Teknologi agar menjadi profesional; 2.
Dukungan sumber daya yang memadai; 3.
Adanya struktur organisasi dan prosedur operasi baku standard
operating procedure yang mendukung kebijakan Kementerian Negara Riset dan Teknologi;
4. Adanya perumusan dan penerapan kebijakan riset Iptek yang konsisten.
BAB III VISI DAN MISI