Analisis pengaruh ekuitas merek (brand equity) terhadap kepuasan mahasiswa serta implikasinya pada minat mereferensikan

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan arus globalisasi, teknologi informasi dan peningkatan perjalanan lintas negara, layanan pendidikan tinggi telah berkembang melampaui batas-batas teritorial baik secara elektronik atau melalui berbasis kampus secara fisik. Pertumbuhan di bidang Industri Pendidikan Tinggi Swasta (universitas swasta) sangat cepat, sehingga mendorong pihak universitas swasta tersebut untuk bersaing dalam setiap aktivitasnya termasuk dalam bidang pemasaran. Pada bidang pemasaran ini universitas swasta melakukan kompetisi diantaranya pada aspek harga, pelayanan dan merek.

Dunia pemasaran tidak akan bisa lepas dari yang apa disebut sebagai merek (brand). Segala teori dan praktik dalam marketing selalu berawal dan berujung pada merek. Bahkan, bila suatu universitas swasta sedang membangun sebuah brand miliknya bisa diartikan pula bahwa ia sedang membangun jati dirinya. Merek yang kuat akan menjaditop of mind, selalu muncul pertama dalam benak konsumen. Dan, apabila universitas swasta mampu mengembangkan merek hingga menjaditop of mind, bisa dipastikan akan mampu mempertahankan diri dari serangan pesaing.

Dalam dinamika kompetisi antara merek universitas swasta dalam benak masyarakat, merek universitas swasta harus mempunyai kedudukan yang unik jika dibandingkan dengan merek universitas swasta lain. Sehingga diperlukan penempatan merek yang tajam, yang menggambarkan diferensiasi dibandingkan


(2)

kompetitor. Merek harus diasosiasikan dengan sejumlah atribut yang merupakan keuntungan yang ditawarkan oleh universitas swasta, dan berbeda dengan kompetitor. Agar komunikasi dapat terbentuk dan menimbulkan asosiasi yang kuat antara merek dan atributnya, setiap penempatan merek harus diiringi oleh pencatatan yang tepat, yang sering disebut janji merek (brand promise).(Muafi dan Irhas Effendi, 2001)

Universitas swasta perlu selalu waspada terhadap strategi para pesaing yang berusaha merebut pangsa pasar. Penciptaan merek yang dapat selalu diingat oleh konsumen dapat merupakan salah satu hal yang membuat konsumen tidak berpindah ke merek lain. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya agar merek suatu universitas swasta dapat selalu melekat di pikiran konsumen. Salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam membentuk long term relationship antara perusahaan (produsen) dengan konsumen adalah dengan membangun dan mengelola ekuitas merek secara tepat (Lassar, Walfried, Manolis, and Winsor, 2000).

Di Bandung meningkatnya persaingan yang dialami antara pendidikan tinggi dalam menjaring mahasiswa baru, seperti UNPAS, UNPAR, UNIKOM, UNISBA, Universitas Widyatama, merupakan sekolah-sekolah yang sudah sangat akrab dan sudah sangat dikenal masyarakat baik di kepulauan Jawa maupun luar Jawa. Dikenalnya sekolah-sekolah tersebut tidak luput dari strategi pemasaran yang dilakukan universitas swasta tersebut melalui berbagai media promosi seperti spanduk, baliho,banner, koran atau TV sertadirect mail.


(3)

Persepsi mahasiswa terhadap suatu merek universitas swasta akan mempengaruhi preferensi terhadap merek-merek yang muncul di hadapannya. Mahasiswa akan lebih memilih merek yang sesuai dengan kemampuan/daya belinya. Selain itu, citra merek (brand image) juga akan menentukan segmen pasar. Universitas swasta seperti UNPAR, ITHB, UNIVERSITAS MARANATHA misalnya mempunyai indikasi pada segmen pasar menengah ke atas. Sebaliknya UNIKOM, UNINUS, UNPAS, ITENAS, UNISBA mengarah pada segmen menengah ke bawah.

Masalah merek universitas swasta terkait erat dengan persepsi mahasiswa sebagai konsumen. Universitas swasta dengan merek yang sudah sangat terkenal akan dipersepsi orang sebagai produk yang berharga tinggi/mahal. Sebaliknya, produk dengan merek yang kurang terkenal akan dipersepsi berharga rendah/murah. Sebagai contoh adalah perusahaan mobil terkemuka BMW yang menetapkan segmentasi kelas menengah atas sebagai pasarnya, dan perusahaan mobil Ferrari yang kurang memiliki iklan aktif di media-media umum. Ferrari melakukan proses marketing hanya melalui ajang balap mobil paling bergengsi di dunia. Hal ini dapat dilihat bahwa dengan menetapkan segmen kelas atas maka konsekuensi logis adalah menjaga proses marketing dan persepsi konsumen terhadap merk produk yang ditawarkan agar tetap eksklusif dan memiliki nilai prestise tinggi.

Keberhasilan universitas swasta dalam menjaring mahasiswa baru banyak ditentukan oleh faktor-faktor yang dianggap ideal menurut calon mahasiswa. Merek harus dipandang sebagai referensi/acuan pada tahap ini,


(4)

tekanan persaingan menstimulasi para produsen untuk membuat diferensiasi universitas dari output universitas-universitas lain. Diferensiasi diwujudkan terutama melalui penyediaan atribut fungsional yang unik atau perubahan atribut produk fisik misalnya, UNIKOM adalah universitas yang mampu menghasilkan lulusan yang ahli di bidang IT. Dengan cara seperti ini, universitas mendapatkan sejumlah manfaat penting. Melalui pemilihan nama merek yang tepat dan unik, nama merek bersangkutan bisa dijadikan referensi acuan untuk memutuskan memilih universitas.

Merek sebagai kepribadian Dalam tahap ini, konsumen menghadapi berbagai macam merek yang sernuanya menyampaikan janji fungsional. Kemajuan teknologi membuat setiap perusahaan sukar mengandalkan keunggulan fungsional dalam jangka panjang, karena setiap keunggulan bisa ditiru atau disamai oleh para pesaingnya. Konsekuensinya, setiap merek yang bersaing dalam kategori produk yang sama cenderung menjadi serupa atau mirip dalam hal fungsionalitas. Dalam rangka menciptakan diferensiasi, universitas mulai berfokus pada upaya menyertakan nilai emosional pada mereknya dan mengkomunikasikannya lewat metafora kepribadian merek (brand personality).

Merek memiliki makna simbolis. Misalnya, kepemilikan barang dan merek seringkali digunakan individu dalam. mengekspresikan dirinya dan masa lalunya, nilai personal, keyakinan religius, identitas etnis, kompetensi diri, kekuatan dan status sosial, dan diferensiasi dirinya dengan orang lain. Semua individu berpartisipasi dalam proses mentransfer, mereproduksi dan mentransformasi makna sosial objek-objek tertentu.


(5)

Merek sebagai ikon(iconic brands)Pada tahap ini, makna berbagai merek telah berkembang sedemikian rupa sehingga merek universitas telah menjadi simbol tertentu bagi mahasiswa. Pada umumnya kemampuan sebuah merek menjadi ikon dihasilkan dari persistensi dan konsistensi para pemilik dan manajer merek dalarn mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai-nilai yang sama selama periode waktu yang relatif lama. Contohnya, ITB sebagai simbol atau ikon serangkaian nilai (kualitas, Presiden Soekarno) dikenal di seluruh dunia. Agar mampu melekat dalam benak konsumen, sebuah ikon harus memiliki banyak asosiasi, baik primer (tentang produk) maupun sekunder. Sebagai contoh, ITB memiliki asosiasi primer dengan tempat sekolahnya Soekarno dan asosiasi sekunder lulusan ITB mampu menduduki jabatan. jabatan penting dalam perusahaan. Semakin banyak asosiasi yang dimiliki sebuah merek, semakin besar jejaringnya dalarn memori konsumen dan semakin besar pula kemungkinannya diingat.

Merek sebagai perusahaan, sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tidak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan meningkatkan merek.

Merek sebagai kebijakan (policy), hingga saat ini belum banyak universitas yang tergolong dalam tahap ini. Pada tahap ini merek universitas diidentifikasi secara kuat dengan isu-isu sosial, etis, dan politik tertentu. Konsumen berkomitmen pada merek dan perusahaan yang memiliki pandangan yang sama. Contoh perusahaan yang menerapkan strategi ini adalah The Body


(6)

Shop, Virgin, dan Benetton. The Body Shop, misalnya dikenal pro-lingkungan dan kerap mengangkat isu ketidaksetaraan perlakuan terhadap masyarakat di negara dunia ketiga, aborsi, dan isu-isu sosial lainnya. Sementara Benetton berupaya menciptakan kesatuan ras dan etnis melalui "The United Colors of Benetton".

Pada tataran ini, ekuitas merek dapat memberikan pencapaian kepuasan terhadap mahasiswa, serta pencapaian minat mahasiswa dalam mereferensikan terhadap orang lain. Salah satu sarana atau pilihan strategi yang tepat diidentifikasi oleh Doyle dan Wong (1998) adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan disini adalah kepuasan mahasiswa sebagai salah satu kunci sukses pada industri pendidikan. Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa kepuasan pelanggan merupakan sebuah penilaian yang objektif atas service dan barang yang ditawarkan perusahaan pada pelanggan (McDougall dan Levesque, 2000).

Sedangkan Doyle dan Wong (1998), juga mencari keterkaitan hubungan antara orientasi pasar terhadap kepuasan pelanggan. Lebih jauh masih terjadi perdebatan akan konsekuensi yang dihasilkan dari kepuasan pelanggan antara Sivadas dan Prewit (2000) dengan Doyle dan Wong (1998), dimana menurut Sivadas dan Prewit (2000) konsekuensi dari kepuasan pelanggan adalah loyalitas pelanggan.


(7)

1.2. Identifikasi Masalah

Pendidikan merupakan salah satu jenis usaha jasa yang saat ini berada dalam iklim persaingan sangat ketat. Perjuangan untuk menciptakan bisnis yang berulang dengan pelanggan menempati titik sentral dalam upaya penyelenggara pendidikan tinggi untuk tetap unggul pada persaingan jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan salah satunya adalah dengan selalu melakukan perubahan-perubahan baik secara internal maupun eksternal yang diberikan kepada para mahasiswanya.

Sektor pendidikan akhir – akhir ini telah mengalami perubahan yang sangat drastis dengan ditandai semakin ketatnya persaingan antara pengelola yang berada dalam sektor industri pendidikan untuk memperebutkan pasar yang sama. Pada situasi dengan tingkat persaingan yang ketat tersebut, mahasiswa seringkali tidak merasakan kepuasan kepada suatu universitas karena membandingkan dengan universitas lainnya. Persaingan yang semakin ketat antar universitas, baik milik pemerintah maupun swasta (yayasan) maupun milik pribadi. Berdasarkan hal tersebut maka universitas harus senantiasa melakukan strategi – strategi yang dirasakan dapat menumbuhkan kepuasan kepada mahasiswa.

Di Bandung terdapat 18 universitas swasta dengan sebaran jumlah mahasiswa 2008 – 2009. Berikut adalah tabel perkembangan jumlah mahasiswa di setiap universitas:


(8)

Tabel 1.1

Jumlah Mahasiswa Universitas Swasta di Kota Bandung

NO NAMA PERGURUAN TINGGI

Jumlah Mahasiswa

2008 2009

1 UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 5330 6113

2 UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA 4622 4773

3 UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN 11216 9657 4 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 9444 11677

5 UNIVERSITAS PASUNDAN 14270 13119

6 UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA 1210 1210

7 UNIVERSITAS LANGLANGBUANA 1800 2278

8 UNIVERSITAS BANDUNG RAYA 748 418

9 UNIVERSITAS NURTANIO 747 1003

10 UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA 8290 7379

11 UNIVERSITAS ARS INTERNASIONAL 86 472

12 UNIVERSITAS NASIONAL PASIM 0 1186

13 UNIVERSITAS WIDYATAMA 5169 5141

14 UNIVERSITAS KEBANGSAAN 101 288

15 UNIVERSITAS AL-GHIFARI 416 569

16 UNIVERSITAS SANGGA BUANA 1555 548

17 UNIVERSITAS INFORMATIKA DAN BISNIS

INDONESIA 0 387

18 UNIVERSITAS BALE BANDUNG 0 0

JUMLAH 65004 66218

(Sumber : Direktori Perguruan Tinggi Swasta Kopertis Wiayah IV Jawa Barat & Banten Tahun 2008 & 2009)


(9)

Perolehan jumlah mahasiswa ada kecenderungan fluktuatif (naik dan turun) disetiap universitas dalam 2 tahun terakhir ini menunjukkan adanya penurunan pada beberapa universitas dan peningkatan jumlah di universitas lainnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi minat dalam memilih universitas, hal yang banyak dilupakan oleh penyelenggara pendidikan adalah berkaitan dengan merek/simbol, padahal sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tidak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan meningkatkan merek. Kotler (2000: 460) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.

Dapat digarisbawahi bahwa merek mempunyai pengaruh yang positif dalam menumbuhkan kesadaran terhadap merek, asosiasi yang positif serta untuk membangun persepsi terhadap kualitas dari universitas. Berikut beberapa merek/simbol universitas:


(10)

Gambar 1.1.

Merek/simbol Universitas, Sekolah Tinggi, Institut

UNPAS UNPAR UNIKOM UNISBA

UNIVERSITAS WIDYATAMA

UNINUS UNIVERSITAS PARAMADINA

ITB

UPI UNIVERSITAS

MERCU BUANA

UNIVERSITAS PETRA

ITENAS


(11)

Sedikitnya minat siswa dalam memilih universitas salah satunya disebabkan oleh kurang kesadaran, asosiasi dan persepsi terhadap merek/simbol dari universitas. Berdasarkan pengalaman tersebut juga menunjukkan bahwa mahasiswa yang sudah masuk enggan melakukan komunikasi dalam mereferensikan universitas tempat kuliahnya kepada orang lain. Sehingga kepuasan mahasiswa perlu dibangun, karena dengan kepuasan terhadap mahasiswa akan bersedia membayar lebih, rendah tingkat komplain serta bersedia mereferensikan universitas yang sudah diterima kepada pihak – pihak lain yang membutuhkan.

Pelanggan yang loyal mempunyai kecenderungan lebih rendah untuk melakukan switching (perpindahan merek), kurang sensitive terhadap harga, membeli lebih sering dan atau lebih banyak, menjadi kekuatan minat mereferensikan (strong word of mouth), menciptakanbusiness referrals (Bowen dan Chen, 2001). Demikian juga pada universitas, membuat mahasiswa menjadi puas merupakan hal yang sangat penting, agar mahasiswa tersebut tidak ada keinginan untuk berpindah kepada universitas yang lain.

Fenomena data menjadi salah satu dasar penelitian ini memilih universitas sebagai objek penelitian ini, maka dibutuhkan sebuah solusi strategis dalam menyikapi permasalahan tersebut. Solusi teoritis dan konseptual yang ditawarkan merujuk pada studi DeCarlo, Thomas, Laczniak, Motley (2007) maka formula penelitian dan permodelan yang paling tepat atas pemasalahan yang ada pada objek adalah mengembangkan potensi konstruk minat mereferensikan melalui partisipasi para


(12)

mahasiswa. Hal ini juga sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh Budiman (2003) bahwa minat mereferensikan merupakan konstruk penting bagi perusahaan untuk agar lebih mudah memasarkan produk atau jasanya.

Bagi Lapierre (2000) mengembangkan potensi konstruk minat mereferensikan perusahaan merupakan salah satu upaya dengan dua keuntungan yang nantinya akan diperoleh perusahaan yaitu keuntungan pertama adalah mencapai kepuasan pelanggan dan menciptakan nilai pelanggan. Keuntungan kedua menciptakan penghalang yang kuat di pasar atas promosi pesaing. 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis pengaruh dimensi ekuitas merek yaitu, brand awareness, brand association, brand perceived quality terhadap kepuasan mahasiswa 2) Menganalisis pengaruh kepuasan mahasiswa terhadap minat mereferensikan


(13)

1.4. Manfaat penelitian

Beberapa manfaat yang bisa diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Dapat memberikan manfaat dalam hal pengembangan ilmu ekonomi, khususnya manajemen pemasaran, melalui pendekatan dan metode yang digunakan, terutama studi tentang ekuitas merek pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa serta implikasinya terhadap minat mereferensikan universitas.

2) Dapat membantu universitas-universitas lain, terutama universitas swasta, untuk lebih fokus memperhatikan bagaimana pengaruh dimensi ekuitas merek terhadap kepuasan mahasiswa dan minat mereferensikan universitas.

3) Dapat menambah referensi empiris dan teoritis sebagai rekomendasi bagi pengembangan penelitian yang akan datang.


(14)

1.5. Pembatasan Masalah dan Asumsi

Tesis ini berkaitan dengan dimensi ekuitas merek pada persepsi mahasiswa terhadap merek/simbol universitas. Sehingga, dalam penelitian ini dirumuskan hal-hal sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaruh Brand Awareness terhadap kepuasan mahasiswa?

2) Bagaimana pengaruh Brand Asociations terhadap kepuasan mahasiswa?

3) Bagaimana pengaruh Brand Perceived Quality terhadap kepuasan mahasiswa?

4) Bagaimana Kepuasan Mahasiswa berpengaruh kepada Minat Mereferensikan

Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa ketiga dimensi ekuitas merek akan memiliki pengaruh positif pada kepuasan mahasiswa dan minat mereferensikan. Ada banyak perguruan tinggi terkenal di Bandung, namun untuk penelitian ini, ditetapkan pada UNPAS, UNPAR, UNIKOM, UNISBA, Universitas Widyatama. Hasil penelitian ini dapat berfungsi sebagai alat bantu pengambilan keputusan untuk membantu pengelola universitas untuk memaksimalkan nilai merek.


(15)

1.6. Sistematika Penulisan

Tahapan penulisan tesis ini dibagi dalam lima bagian, yaitu:

BAB I Pendahuluan: yang berisi mengenai kemunculan latar belakang masalah, kemudian identifikasi masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka: yang berisi uraian landasan teoritis atas berbagai literatur yang berkaitan dengan ekuitas merek, kepuasan pelanggan dan minat mereferensi, serta memuat penelitian-penelitian terdahulu untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan melalui model dan hipotesis.

BAB III Metodologi Penelitian: memuat uraian desain dan objek penelitian, sumber data, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, uji validitas dan realibilitas data, teknik analisis data serta pengembang model teoritis.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan: memuat hasil penelitian atau analisis dan argumentasi pembahasan dalam menginterpretasikan data yang disajikan berupa teks, tabel dan grafik

BAB V Kesimpulan dan Saran: berisi kesimpulan yang diperoleh dari penelitian termasuk di dalamnya saran-saran kepada para peneliti lanjutan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1.Merek

2.1.1.1. Perihal Merek

Praktik branding atau penggunaan brand sebagai pola pengidentifikasian produk telah berlangsung berabad-abad. Kata "brand" dalam bahasa Inggris berasal dari kata "brand" dalam bahasa Old Norse, yang berarti "to burn", mengacu pada pengidentifikasian ternak (Blackett, 2003; Keller, 2003; Riezebos, 2003 dalam Tjiptono, 2005). Gambarannya adalah pada waktu itu, pemilik peternakan menggunakan "cap" khusus untuk menandai ternak miliknya dan membedakannya dari ternak milik orang lain. Melalui cap seperti ini, konsumen menjadi lebih mudah mengidentifikasi ternak-ternak berkualitas yang ditawarkan oleh para peternak bereputasi bagus. Manfaat merek sebagai pedoman yang memudahkan konsumen memilih produk tetap berlaku hingga saat ini. Salah satu definisi merek yang dirumuskan dalam Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English(2000) seperti dikutip Tjiptono (2005) adalah:"a mark made with a piece of hot metal, especially on farm animals to show who owns them" (tanda yang dibuat dengan logam panas, khususnya pada hewan-hewan peternakan untuk menunjukkan siapa saja pemiliknya). Definisi lainnya dari kamus yang sama adalah: "a type of product made by a particular company" (tipe produk tertentu yang dihasilkan oleh perusahaan tertentu).


(17)

Dari sudut pandang sejarah terungkap bahwa merek dalam bentuk tanda identitas (identity marks) telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, tulisan dan gambar di dinding-dinding kuburan Mesir kuno menunjukkan bahwa ternak pada zaman itu telah diberi merek/tanda sejak tahun 2000 SM. Pada zaman Romawi kuno, toko-toko memakai gambar (seperti sepatu, sapi, atau daging) untuk mengidentifikasi produknya. Contoh-contoh lainnya meliputi tanda identitas pada porselin Tiongkok kuno dan guci Yunani dan Romawi kuno.

Pada abad pertengahan, sejumlah bisnis (seperti pembuat roti dan pengrajin perak) dikendalikan oleh serikat pekerja yang memberikan semacam tanda sertifikasi kualitas. Tanda semacam ini kemudian menjadi entitas hukum di beberapa negara (seperti Inggris dan Jerman) pada abad ke-14 dan ke-15.

Peranan merek dagang adalah untuk mengidentifikasi perancang dan/atau pemanufaktur spesifik, contohnya Mercedes Benz, Singer, Heinz, dan Ford. Baru pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 para pemanufaktur menggunakan merek untuk mengidentifikasi produk spesifik. Memasuki abad ke-20, hukum merek dagang (trademark law) telah mapan.


(18)

Sementara itu, McEnally & de Chernatony (1999) sebagaimana dikutip Tjiptono (2005) mengembangkan model konseptual evolusi prosesbrandingyang terdiri atas enam tahap utama:

1) Unbranded goods

Dalam tahap ini, barang diperlakukan sebagai komoditas dan sebagian antaranya tidak diberi merek. Tahap ini biasanya bercirikan situasi permintaan jauh melampaui penawaran. Produsen tidak berusaha keras untuk membedakan produknya, sehingga persepsi konsumen terhadap produk bersifat utilitarian (hanya mengandalkan nilai ekonomik produk). Para manajer harus berusaha memindahkan produk dan merek barunya dari tahap 1 ke tahap 2 sesegera mungkin. Dalam tahap 1, manajer pemasaran membangun permintaan primer terhadap kategori produk, sementara dalarn tahap 2, fokus utamanya adalah menciptakan permintaan selektif untuk merek perusahaan bersangkutan.

2) Merek sebagai referensi/acuan

Dalam tahap ini, tekanan persaingan menstimulasi para produsen untuk membuat diferensiasi produknya dari output produsen-produsen lain. Diferensiasi diwujudkan terutama melalui penyediaan atribut fungsional yang unik atau perubahan atribut produk fisik (misalnya, sabun cuci yang mampu mencuci lebih bersih). Dengan cara seperti ini, perusahaan mendapatkan sejumlah manfaat penting. Melalui pemilihan nama merek yang tepat dan unik, nama merek bersangkutan bisa diproteksi pemerintah sesuai dengan ketentuan merek dagang yang berlaku.


(19)

Lebih lanjut, jejaring memori konsumen berkembang dan mencakup pula informasi produk selain kategori produk dasar yang selanjutnya. digunakan untuk mengevaluasi produk berdasarkan faktor konsistensi dan kualitas. Konsumen mulai memakai nama merek berdasarkan citra merek bersangkutan sebagai alat heuristik dalarn pembuatan keputusan pembelian. Kendati demikian, konsumen masih cenderung mengandalkan nilai utilitarian dalarn pengevaluasian merek.

Kebanyakan upaya pemasaran dalam tahap 2 dikonsentrasikan pada upaya membangun dan meningkatkan karakteristik fungsional merek dan mengkomunikasikannya kepada para konsumen. Hal ini selanjutnya memungkinkan konsumen untuk mengidentikasi dan membedakan merek tertentu dari para pesaingnya, dan sekaligus berperan sebagai jaminan kualitas yang konsisten. Dengan kata lain, perusahaan terlibat dalam proses brand positioning.

3) Merek sebagai kepribadian

Dalam tahap ini, konsumen menghadapi berbagai macam merek yang sernuanya menyampaikan janji fungsional. Kemajuan teknologi membuat setiap perusahaan sukar mengandalkan keunggulan fungsional dalam jangka panjang, karena setiap keunggulan bisa ditiru atau disamai oleh para pesaingnya. Konsekuensinya, setiap merek yang bersaing dalam kategori produk yang sama cenderung menjadi serupa atau mirip dalam hal fungsionalitas. Dalam rangka menciptakan diferensiasi, pemasar mulai berfokus pada upaya menyertakan nilai


(20)

emosional pada mereknya dan mengkomunikasikannya lewat metafora kepribadian merek (brand personality). Kepribadian merek yang dipilih adalah yang mampu menyelaraskan nilai emosional merek dan gaya hidup konsumen sasaran. Salah satu contohnya adalah sabun Ivory. Dengan menciptakan kepribadian sebagai seorang ibu yang penuh perhatian, pemasar merek ini berhasil memasukkan unsur emosi dalam pembelajaran konsumen dan proses penilaian produk. Melalui cara ini, merek Ivory berhasil menjalin ikatan emosional khusus dengan para ibu yang ingin dipersepsikan sebagai ibu yang penuh perhatian.

Dalam tahap 1 dan 2, ada pemisahan yang tegas antara konsumen dan merek. Merek merupakan objek yang terlepas dari konsumen. Pemberian karakteristik personal pada merek bisa membuat merek bersangkutan lebih berdaya tarik bagi konsumen, terutama keinginan untuk berafiliasi dengan merek-merek tersebut yang dinilai memiliki kepribadian yang didambakan. Dengan demikian, kepribadian konsumen dan merek mulai menyatu dan nilai merek berkembang menjadi ekspresi diri (self-expression).

Berdasarkan teori konstruksionisme sosial, merek memiliki makna simbolis. Misalnya, kepemilikan barang dan merek seringkali digunakan individu dalam mengekspresikan dirinya dan masa lalunya, nilai personal, keyakinan religius, identitas etnis, kompetensi diri, kekuatan dan status sosial, dan diferensiasi dirinya dengan orang lain. Semua individu berpartisipasi dalam proses mentransfer, mereproduksi dan mentransformasi makna sosial objek-objek tertentu. Sebagai konsumen, individu dalam sebuah kelompok sosial


(21)

menginterpretasikan informasi pemasaran (seperti iklan) dan menggunakan merek untuk menyampaikan signal spesifik kepada orang lain mengenai dirinya. Individu lain menginterpretasikan signal-signal ini untuk membentuk citra dan sikap terhadap pemakai merek. Jika pemakai merek tidak mendapatkan reaksi sesuai harapannya, maka ia akan mempertimbangkan ulang pemakaian merek bersangkutan. Proses decoding makna dan nilai merek serta pernakaian merek secara tepat ini merupakan keterlibatan aktif konsumen dalam citra merek.

Produk dan merek digunakan dalam setiap budaya untuk mengekspresikan prinsip-prinsip kultural dan membentuk kategori kultural. Individu bisa diklasifikasikan berdasarkan merek. Misalnya, konsumen kelas atas di Australia mengendarai Mercedes Benz dan Rolls Royces, sementara konsumen kelas menengah mengemudi Holden. Bila produk dan merek dipasarkan melampaui batas-batas kultural, kemungkinan bisa terjadi kerancuan karena produk bisa jadi dinilai secara berbeda di budaya berlainan. Implikasinya, nilai-nilai yang dikomunikasikan produk dan merek harus konsisten dalam setiap kelompok sosial dan budaya.

4) Merek sebagai ikon(iconic brands)

Pada tahap ini, makna berbagai merek telah berkembang sedemikian rupa sehingga merek telah menjadi simbol tertentu bagi konsumen. Bila pada tahap 1 dan 2, merek cenderung dimiliki pemanufaktur yang lebih memahami kapabilitas fungsional dan nilai emosionalnya dibandingkan konsumen, maka pada tahap 4 ini merek justru "dimiliki" konsumen. Melalui pemahaman dan


(22)

pengalaman tertentu dengan merek spesifik, konsumen merasa sangat dekat dengan merek tersebut dan bahkan merasa bahwa merek itu telah menjadi bagian dari dirinya. Pada umumnya kemampuan sebuah merek menjadi ikon dihasilkan dari persistensi dan konsistensi para pemilik dan manajer merek dalam mengkomunikasikan dan menyampaikan nilai-nilai yang sama selama periode waktu yang relatif lama. Contohnya, cowboy Marlboro sebagai simbol atau ikon serangkaian nilai (kuat, tangguh, jantan, Amerika, penyendiri) dikenal di seluruh dunia. Agar mampu melekat dalam benak konsumen, sebuah ikon harus memiliki banyak asosiasi, baik primer (tentang produk) maupun sekunder. Sebagai contoh, sepatu Air Jordan memiliki asosiasi primer dengan kepiawaian Michael Jordan dalam bermain bola basket dan asosiasi sekunder dengan klub Chicago Bulls yang memenangkan NBA beberapa kali (sewaktu Michael Jordan masih bedaya). Semakin banyak asosiasi yang dimiliki sebuah merek, semakin besar jejaringnya dalarn memori konsumen dan semakin besar pula kemungkinannya diingat. Oleh karena itu, pemilik dan manajer merek harus secara berkesinambungan mencari asosiasi-asosiasi yang memperkokoh status ikonik mereknya.

5) Merek sebagai perusahaan

Bila empat tahap pertama tergolong tahap pemasaran klasik, maka tahap 5 dan 6 menandai tahap postmodern marketing. Dalam tahap 5, merek memiliki identitas kompleks dan banyak point kontak antara konsumen dan merek. Karena merek sama dengan perusahaan, semua stakeholder akan mempersepsikan merek (perusahaan) dengan cara yang sama.


(23)

Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tidak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan meningkatkan merek. Para pemasar menyatakan pemberian merek adalah seni dan bagian paling penting dalam pemasaran. American Marketing Associationsmendefenisikan merek adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, dan dimaksudkan untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing.

Pada tahap kelima ini, konsumen terlibat secara lebih aktif dalam proses penciptaan merek. Mereka bersedia berinteraksi dengan produk atau jasa dalam rangka menciptakan nilai tambahan. Dalam hal ini, mereka bukan sekedar konsumen, tetapi jugaco-producer.Contohnya antara lain pemakaian mesin ATM dan konsumen IKEA. Dalam kasus mesin ATM, konsumen menambah nilai pada proses perbankan dengan jalan menentukan kapan dan di mana transaksi akan berlangsung. Konsumen IKEA bersedia terlibat dalam proses perancangan produk, seperti merancang sendiri lemari dapur dari unit-unit modular, memilih bahan dan struktur mebel, membawa pulang sendiri mebel yang dibeli, dan merakit sendiri produk yang dibeli. Interaksi seperti ini memperkuat relasi yang dirasakan konsumen terhadap perusahaan.


(24)

6) Merek sebagai kebijakan (policy)

Hingga saat ini belum banyak perusahaan yang tergolong dalam tahap ini. Pada tahap ini merek dan perusahaan diidentifikasi secara kuat dengan isu-isu sosial, etis, dan politik tertentu. Konsumen berkomitmen pada merek dan perusahaan yang memiliki pandangan yang sama. Contoh perusahaan yang menerapkan strategi ini adalah The Body Shop, Virgin, dan Benetton. The Body Shop, misalnya dikenal pro-lingkungan dan kerap mengangkat isu ketidaksetaraan perlakuan terhadap masyarakat di negara dunia ketiga, aborsi, dan isu-isu sosial lainnya. Sementara Benetton berupaya menciptakan kesatuan ras dan etnis melalui "The United Colors of Benetton".

Sebelum memutuskan untuk masuk tahap ini, setiap perusahaan perlu mempertimbangkan secara matang risiko dan kredibilitas merek sebagai perusahaan. Risiko terbesarnya adalah kehilangan konsumen yang tidak menyukai atau tidak setuju dengan sudut pandang perusahaan terhadap isu-isu spesifik.

Dalam tahap 5 dan 6, nilai merek mengalami perubahan signifikan. Bila nilai merek pada tahap 1-4 bersifat instrumental karena membantu konsumen untuk mewujudkan tujuan tertentu, maka merek-merek pada tahap 5 dan 6 justru mencerminkan terminal values yang merupakan tujuan akhir yang diharapkan konsumen. Satu hal yang patut dicatat adalah bahwa tidak semua merek perlu atau berkeinginan untuk diperluas menjadi tahap 5 atau tahap 6. Hanya sedikit perusahaan yang bersedia dan mampu mengatasi risiko beralih ke tahap merek sebagai kebijakan.


(25)

Tabel 2.1


(26)

2.1.1.2.Definisi Merek

Definisi Merek (UU Merek No.15 Th.2001 pasal 1 ayat 1) “Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa”.

Kotler (2000: 460) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.

Selain itu, Rangkuti yang dikutip oleh Simamora dalam Tjiptono (2005) juga mengemukakan bahwa merek dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti:

1) Brand Name(nama merek) yang merupakan bagian yang dapat diucapkan, misalnya Toyota, Daihatsu, Isuzu, Honda.

2) Brand Mark(tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain, huruf atau warna khusus. Contohnya adalah simbol Toyota, gambar tiga berlian Mitsubishi.

3) Trade Mark(tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek (tanda merek).


(27)

4) Copyright(hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

2.1.1.3. Manfaat Merek

Beberapa manfaat merek seperti yang tertera pada tabel 2.2

Tabel.2.2 Manfaat Merek

No Manfaat Merek Deskripsi

1 Manfaat Ekonomik

 Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk saling bersaing memperebutkan pasar.

 Konsumen memilih merek

berdasarkanvalue for moneyyang ditawarkan berbagai macam merek.  Relasi antara merek dan konsumen

dimulai dengan penjualan. Premium harga bisa berfungsi layaknya asuransi risiko bagi perusahaan. Sebagian besar konsumen lebih suka memilih penyedia jasa yang lebih mahal namun diyakininya bakal


(28)

memuaskannya ketimbang memilih penyedia jasa lebih murah yang tidak jelas kinerjanya.

2 Manfaat Fungsional

 Merek memberikan peluang bagi diferensiasi. Selain memperbaiki kualitas (diferensiasi vertikal), perusahaan-perusahaan juga memperluas mereknya dengan tipe tipe produk baru (diferensiasi horizontal).

 Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumnya.  Pemasar merek berempati dengan

para pemakai akhir dan masalah yang akan diatasi merek yang ditawarkan.

 Merek memfasilitasi ketersediaan produk secara luas.

3 Manfaat Psikologis

 Merek merupakan penyederhanaan atau simplifikasi dari semua


(29)

informasi produk yang perlu diketahui konsumen.

 Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. Dalam banyak kasus, faktor emosional (seperti gengsi dan citra sosial) memainkan peran dominan dalam keputusan pembelian.

 Merek bisa memperkuat citra diri dan persepsi orang lain terhadap pemakai/pemiliknya.

Brand symbolismtidak hanya berpengaruh pada persepsi orang lain, namun juga pada identifikasi dirisendiri dengan objek tertentu. Sumber: Fanji Tjiptono (diadaptasi dari Ambler 2000)

2.1.2 Ekuitas Merek

Aaker (1996) mengungkapkan bahwa ekuitas merek menciptakan nilai, baik pada perusahaan maupun pada konsumen. Pernyataan ini telah didukung oleh beberapa penelitian, diantaranya yang dilakukan oleh Smith, Brock, Colgate (2007) yang menyatakan bahwa ekuitas merek dapat menjadi pertimbangan perusahaan dalam melakukan merger atau akuisisi. Penelitian lain


(30)

menyebutkan bahwa ekuitas merek mempengaruhi respon pada stock market (Lane, Jacobson, 1995). Ekuitas merek dapat menjaga harga premium dari suatu produk (Keller, 2003), selain itu ekuitas merek juga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup sebuah merek (Rangaswamy et al, 1993 dalam Yoo, Donthu, and Lee, 2000).

Ekuitas merek dapat diartikan dengan kekuatan dari sebuah merek. Dari sisi perusahaan, melalui merek yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus kas, memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi, meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif (Morgan, 2000). Sedangkan, apabila dikaitkan dengan perspektif konsumen, ekuitas merek merupakan suatu bentuk respon atau tanggapan dari konsumen terhadap sebuah merek (Shocker, Srivastava, and Ruekert, 1994). Lebih lanjut, Lassar et al (2000) mendefinisikan ekuitas merek sebagai bentuk peningkatan perceived utility dan nilai sebuah merek dikaitkan dengan suatu produk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek merupakan persepsi konsumen terhadap keistimewaan suatu merek dibandingkan dengan merek yang lain (Lassaret al, 2000).

Beberapa peneliti mempunyai pendapat yang berbeda-beda dalam mengklasifikasikan indikator atau dimensi yang terdapat dalam ekuitas merek. Keller, 2003) menyebutkan pengetahuan merek (brand knowledge) yang terdiri atas kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (brand image) sebagai indikator dari ekuitas merek. Shocker dan Weitz (1988, dalam Gil, Andrés, and


(31)

Salinas, 2007) mengklasifikasikan dimensi ekuitas merek menjadi dua, yaitu citra merek (brand image) dan loyalitas merek (brand loyalty). Agarwal dan Rao (1996, dalam Gil et al 2007) mengemukakan dua indikator utama pada ekuitas merek yaitu kualitas keseluruhan (overall quality) dan minat memilih (choice intention). Namun, yang paling umum digunakan adalah pendapat Aaker, 1996), yaitu bahwa terdapat lima indikator atau dimensi utama pada ekuitas merek. Kelima indikator tersebut adalah kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand associations),perceived quality, loyalitas merek (brand loyalty) dan aset-aset lain yang berkaitan dengan merek (other brand-related assets).

Sejauh ini terdapat dua modelbrand equitymapan dalarn aliran psikologi kognitif yaitu model Aaker (1991, 1995; Aaker & Joachimsthaler, 2000 dalam Tjiptono, 2005) dan model Kell (1993, 2003). Dalam model Aaker,brand equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang; berkontribusi pada pencipta brand equity ke dalarn empat dimensi: brand awareness,perceived quality,brand associations, danbrand loyalty, yaitu:

1) Brand Awareness, yaitu kernampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.

2) Brand Perceived Quality merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan pada evaluasi subjektif konsumen (bukan manajer atau pakar terhadap kualitas produk.


(32)

3) Brand associations terhadap sebuah image, yang dide tertentu. Asosiasi kuat dengan berta spesifik.

4) Brand loyality y 1991)

2.1.2.1.Kesadaran M Masyarakat c dikenal karena di ba peluang untuk di mendefenisikanbrand recognize or recall that

brand

awareness

ations, yakni segala sesuatu yang terkait de ah merek. Brand associations berkaitan erat

definisikan sebagai serangkaian asosiasi merek asi merek memiliki tingkat kekuatan tertentu da rtambahnya pengalaman konsumsi atau ekposur

yaitu ”the attachment that a costumer has t

Gambar. 2.1 Brand Equity Model Aaker Fandi Tjiptono 2005 (Aaker, 1991)

Merek (Brand Awareness)

cenderung bertransaksi dengan produk ata bawah sadar merek yang tidak terkenal mem

diingat konsumen, sesuai pendapat brand awarenesssebagai:“The ability of a pot

that a brand is number of a certain product cat

brand

equity

ess

perceived

quality

brand

association

dengan memori rat dengan brand rek dengan makna dan akan semakin kposur dengan merek

has to a brand” (Aaker,

atau merek yang empunyai sedikit Aaker (1996) potential buyer to category"

brand

loyality


(33)

Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut: 1) Tempat kaitan (jangkar) asosiasi-asosiasi lain

Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen.

2) Familiar/rasa suka

Jika kesadaran merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek, dan lama kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang dipasarkan.

3) Sebagai tanda substansi.

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran akan merek tinggi, kehadiran mereka akan selalu dapat dirasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; (1) diiklankan secara luas, (2) eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, (3) jangkauan distribusi yang sangat luas, (4) merek tersebut dikelola dengan baik. Oleh karena itu jika kualitas merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian.

4) Mempertimbangkan merek

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai


(34)

pertimbangan yang tinggi, jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan, dalam benak konsumen.

Kesadaran merek menggambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk keadaan lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.

Kesadaran merek (brand awareness) artinya kesanggupan seorang calon pembeli mengenali atau mengingat kembali suatu merek yang merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Rangkuti, 2002 dalam Setyaningsih, 2008). Perananbrand awarenessdalam keseluruhanbrand equitytergantung sejauh mana tingkat kesadaran yang dicapai oleh sebuah merek.

Menurut Aaker (dalam Dudanto, 2004 seperti dikutip Setyaningsih, 2008) piramida kesadaran mereka dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut :

1) Unaware of brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari suatu merek.

2) Brand recognition(pengenalan merek) adalah tingkat minimal kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan(aided recall).


(35)

3) Brand recall(pengingatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan(unaided recall).

4) Top of mind(puncak pikiran adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.


(36)

2.1.2.2. Asosiasi Merek (Brand Association)

Merupakan bagian dari sumber-sumber ekuitas merek, pengertian dari ekuitas merek adalah merek yang mempunyai ekuitas merek yang kuat merupakan merek yang mampu bertahan, bersaing dan menjadi penguasa di persaingan pasar yang ketat. Semakin kuat ekuitas suatu merek, semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut secara setia serta membuat pihak perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang terus menerus.

Tjiptono (2005) menjelaskan bahwa, ekuitas merek yang kuat akan tercapai jika konsumen memiliki tingkat awareness dam familiarity yang tinggi dari suatu merek, dan juga memiliki asosiasi yang kuat, unik serta memiliki arti yang posistif bagi konsumen (Keller, 2003). Ries dan Ries (1999) mengatakan bahwa asosiasi merek dibangun dalam jangka panjang. David (2000) mengatakan bahwa asosiasi merek merupakan bagian dari brand image, yaitu persepsi yang bertahan lama (enduring perception) yang dibentuk melalui pengalaman dan sifat relatif konsisten (Schifman dan Kanuk, 2000).

Assosiasi merek dapat terbentuk dalam berbagai jenis yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori (Keller, 2003 dalam Tjiptono, 2005), yaitu: 1) Atribut

Kategori atribut merupakan kategori dengan fitur-fitur mengenai karakterisitik dari produk atau jasa yang ada saat proses pembelian dan konsumsi. Pada kategori atribut ini dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu:


(37)

(a) Atribut Produk

Asosiasi produk terbentuk secara langsung mengenai karakteristik dari produk atau jasa yang bersangkutan. Asosiasi ini merupakan strategi yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena atribut tersebut bermakna, dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

(b) Atribut Non-Produk

Atribut Non-Produk dapat langsung memperoleh proses pembelian atau proses konsumsi tetapi tidak langsung mempengaruhi kinerja produk yang bersangkutan. Atribut Non-Produk merupakan atribut yang tidak berhubungan langsung dengan kinerja dari produk dan terbentuk dari afktivitas bauran pemasaran.

Contoh-contoh atribut non-Produk ini antara lain:

a. Negara (County of Origin), Perusahaan atau orang yang membuat produk tersebut.

b. Warna dominan produk yang biasanya terlihat dari kemasan yang digunakan.

c. Kegiatan-kegiatan yang disponsori oleh merek

d. Mengaitkan dengan orang terkenal (Endorser).

e. Harga yang ditetapkan (Price)

f. Mengasosiasikan dengan profil pengguna atau mahasiswa, seperti jenis kelamin, usia, suku, tingkat ekonomi, dan lain-lain (User Imagery)


(38)

g. Mengasosiasikan suatu merek dengan perasaan atau emosi yang timbul saat mengkonsumsi suatu merek.

h. Mengasosiasikan suatu merek dengan brand personality. Brand personality merupakan sifat-sifat seperti yang dimiliki manusia terhadap suatu merek ketika konsumen mengingat merek yang bersangkutan.

2) Manfaat

Asosiasi manfaat dapat diciptakan ketika konsumen dapat memperoleh manfaat saat menggunakan suatu merek. Asosiasi manfaat ini dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu:

(a) Manfaat Fungsional

Manfaat Fungsional merupakan keuntungan yang langsung berhubungan dengan kinerja atribut produk.

(b) Manfaat Simbolik

Manfaat Simbolik merupakan keuntungan yang tidak langsung berhubungan dengan kinerja atribut produk dan biasanya berhubungan dengan atribut non-produk.

(c) Manfaat Pengalaman

Manfaat Pengalaman merupakan persaan yang ditimbulkan saat menggunakan suatu produk. Asosiasi ini berhubungan baik dengan atribut produk maupun non-produk.


(39)

3) Attitude

Attitude merupakan asosiasi merek yang paling abstrak dan merupakan asosiasi tingkat tinggi. Asosiasi ini terbentuk dari gabungan asosiasi atribut dan manfaat yang diciptakan.

Menurut Aaker (1991) dalam Tjiptono (2005), asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang timbul di benak konsumen akibat berbagai macam hal seperti komunikasi pemasaran suatu merek, pengalaman orang lain maupun diri sendiri dalam mengkonsumsi merek tersebut.

Kesan-kesan tersebut akan terbentuk di dalam benak konsumen menjadi suatu jaringan semantik yang mempunyai hubungan asosiatif. Suatu simpul jaringan dalam benak konsumen bila diaktifkan secara otomatis akan menyebar dari suatu simpul ke simpul lain dalam suatu jaringan. Jaringan-jaringan di benak konsumen tersebut membentuk suatu image yang bila dipelihara secara berkelanjutan akan semakin kuat.

Asosiasi dan kesan yang terkait dengan merek tersebut akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman mahasiswa dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagi asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang kuat akan saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebutbrand image(citra merek).


(40)

Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat citra yang dimiliki oleh merek tersebut (Keller, 2003) Pada umumnya asosiasi merek, terutama yang membentuk citra merek, menjadi pijakan konsumen dalam keputusan mahasiswa dan loyalitas pada merek tersebut.

2.1.2.3. Kualitas Merek(Brand Perceived Quality)

Kalau sebuah produk memiliki perceived quality tinggi, banyak manfaat yang bisa diperoleh. Diungkapkan oleh Aaker (1991) dalam Tjiptono (2005) bahwa umumnya perusahaan yang memiliki p e r c e i v e d q u a l i t y yang tinggi memiliki return of investment (ROI) yang tinggi pula. Tanpa meneliti ROI pun, sebenarnya banyak manfaat yang diberikan p e r c e i v e d q u a l i t y (Darmadi. D, Sugiarto, Tony Sitinjak, 2001) yaitu :

1) Alasan membeli.

P e r c e i v e d q u a l i t y merupakan alasan kenapa sebuah merek dipertimbangkan dan dibeli.

2) Diferensiasi dan pemosisian produk

Konsumen ingin memilih aspek tertentu sebagai keunikan dan kelebihan produk. Aspek yang memiliki perceived quality tinggi yang akan dipilih konsumen.

3) Harga optimum

Sebuah merek yang memilikiperceived quality tinggi memiliki alasan untuk menetapkan harga tinggi bagi produknya.


(41)

Perceived quality juga mempunyai arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran distribusi lainnya. Distributor lebih mudah menerima produk yang oleh konsumen dianggap berkualitas tinggi.

5) Perluasan Merek (b ran d ex tens io n)

Sebuah merek yang memilikip e r c e iv e d q u a l i t y dapat digunakan sebagai merek produk lain yang berbeda.

Zeithamal, (1998) mendefenisikanperceived qualitysebagai“The customer's perception of the overall quality or superioty of a product or services with respect or its intended purpose, relative to altematives", berarti perceived qualitytidak dapat ditentukan secara objektif, karena menyangkut penilaian atas persepsi yang dianggap penting oleh pelanggan dan sifatnya sangat relatif terhadap suatu keinginan.

2.1.2.4. Loyalitas Merek(Brand Loyalty)

Pengertian loyalitas merek (Rangkuti, 2004) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek, karena loyalitas adalah inti daribrand equitydan selalu menjadi gagasan sentral dalam pemasaran. Peningkatan loyalitas akan mengurangi kerentanan pelanggan dari serangan kompetitor, sehingga dapat dipakai sebagai indikator tingkat perolehan laba mendatang, karena loyalitas merek dapat diartikan penjualan di masa depan.


(42)

Dalam Tjiptono (2005) menurut pandangan aliran stokastik atau perspektif behaviorial loyalitas merek diartikan sebagai pembelian ulang suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Acker (1997) perasaan suka terhadap merek dan komitmen dapat digunakan untuk mengukur loyalitas merek, untuk perasaan suka tersebut diukur dariliking, respect, friendshipdantrust. Loyalitas erat kaitannya pengalaman dari pengguna merek dan tidak bisa terjadi tanpa adanya pengalaman sebelumnya, penekanan loyalitas merek hanya tertuju pada merek tertentu dan sulit dialihkan perhatiannya pada simbol lain tanpa adanya pengorbanan dalam nilai yang besar.

Merupakan inti dari ekuitas merek (brand equity). Suatu produk yang dapat mempunyai name awareness yang tinggi, kualitas yang baik, brand associationss yang cukup banyak tetapi belum tentu memiliki brand loyalty. Sebaliknya produk yang memiliki brand loyalty dapat dipastikan memiliki name awareness yang cukup tinggi, kualitas yang baik,brand associations yang cukup dikenal.

Tjiptono (2005) menjelaskan bahwa kesetiaan pelanggan menurut Sindell (2000 : 20) “The state of mind or an attitude in which the customer has a desire to purchase a product or service offer in preference to a competitor’s alternative ‘or’ loyality is having or showing continued allegience; tangful to one’s country, goverment, brand, etc.”Sedangkan menurut Kotler (2003 : 294) kesetiaan adalah “ A deeply held commitment to re-buy or re-patronize a preferred product or service in the future despite situasional influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior”.


(43)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesetiaan pelanggan adalah suatu perasaan emosional yang terjadi antara pelanggan dengan perusahaan sehingga membuat pelanggan tersebut bersedia melakukan hubungan dengan perusahaan tersebut, dalam bentuk pembelian produk dalam jangka waktu yang lama. Selain jangka waktu berlangganan dan kontinuitas, aspek penting yang tidak boleh terlupakan jika membahas tentang kesetiaan pelanggan adalah adanya hubungan emosional antara pelanggan dengan perusahaan. Dengan adanya perasaan kedekatan dan kenyamanan, kepuasaan, kepercayaan, dan perasaan merasa memiliki terhadap perusahaan yang tercipta didalam melakukan hubungan dengan perusahaan merupakan suatu indikasi bahwa telah terjadi hubungan emosional antara pelanggan dan perusahaan. Dan hubungan emosional inilah yang membuat pelanggan tetap setia dan mendorong mereka untuk meneruskan berlangganan dengan perusahaan serta bersedia untuk merekomendasikan produk dari perusahaan tersebut kepada orang lain, teman, dan keluarganya (Barnes dalam Tjiptono, 2005).

Dasar dari kesetiaan adalah pada usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kepuasaan pelanggan. Untuk hal tersebut perusahaan perlu untuk menambahkan nilai pada produk yang perusahaan tawarkan kepada pelanggan. Yang dimaksud dengan nilai disini adalah apa yang didapatkan oleh pelanggan dari apa yang diberikannya pada saat berinteraksi dengan perusahaan (Barnes dalam Tjiptono, 2005).


(44)

Kesetiaan pelanggan menurut Sindell (2000) dapat dikategorikan menjadi tujuh jenis kesetiaan, yaitu:

a) Monopoly loyalty, adalah kesetiaan yang terjadi karena pelanggan tidak mempunyai pilihan lain. Pada tipe ini pelanggan memiliki tingkat kecintaan yang rendah dan tingkat pembelian ulang yang tinggi.

b) Inertia loyalty,pada tipe ini, pelanggan tidak ingin mencari alternatif perusahaan lain, pelanggan pada tipe ini memiliki tingkat kecintaan yang rendah, tingkat pembelian ulang yang tinggi, dan memiliki tingkat kepuasan yang kecil terhadap perusahaan. Pelanggan seperti ini mudah untuk diambil oleh pesaing yang dapat menunjukkan keuntungan berpindah pada perusahaan lain.

c) Latent loyalty,pelanggan sebenarnya ingin membeli produk dari suatu perusahaan, tapi kebijakan pembelian internal atau faktor lingkungan yang membuat pelanggan sulit untuk melakukan pembelian ulang.

d) Convenience loyalty,adalah kesetiaan yang disebabkan karena pelanggan tersebut merasa nyaman dalam berinteraksi dengan suatu perusahaan.

e) Price loyalty,adalah tipe kesetiaan pelanggan, dimana pelanggan hanya setia pada suatu perusahaan karena perusahaan tersebut menawarkan harga yang lebih murah dari perusahaan yang lain.

f) Incentive loyalty,adalah suatu tipe kesetiaan dimana, pelanggan hanya setia pada suatu perusahaan hanya karena perusahaan tersebut memberikan imbalan terhadap pelanggan yang konsisten dalam melakukan pembelian terhadap produk dari perusahaan tersebut.


(45)

g) Premium loyalty, adalah tipe kesetiaan, dimana pelanggan memiliki tingkat kecintaan dan pembelian ulang yang tinggi terhadap produk atau jasa dari suatu perusahaan selain itu pada tipe ini pelanggan secara emosional sangat merasakan terhadap keuntungan dari suatu produk

Ekuitas merek tidak hanya memberikan keuntungan jangka pendek bagi perusahaan, namun juga memberikan keuntungan jangka panjang. Kelangsungan hidup sebuah merek dapat ditentukan melalui ekuitasnya. Esch et al (2006) dalam penelitian mereka mengemukakan bahwa kesadaran merek dan citra merek mempunyai pengaruh yang positif terhadap pembelian di masa yang akan datang (future purchase). Model dari penelitian mereka dijelaskan dalam tabel 2.3:

Tabel 2.3 Are Brands Forever?

How Brand Knowledge and Relationships Affect

Current and Future Purchases

Peneliti Esch, F.R., Langner, T., Schmitt, B.H., and Geus, P. (2006) Tujuan

Penelitian

Menganalisis pengaruh brand knowledge yang terdiri atas kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (brand image) terhadap keputusan pembelian, baik waktu sekarang (current purchase) maupun di masa yang akan datang (future purchase).


(46)

Hasil Penelitian

Brand Awareness danbrand image secara parsial berpengaruh terhadap keputusan pembelian (current purchasedanfuture purchase)

Hubungan dengan Penelitian ini

Penelitian ini melakukan kajian yang sama mengenai pengaruh elemen-elemen ekuitas merek (brand awareness dan brand image) terhadap pembelian (current purchase danfuture purchase)

Model Penelitian

Penelitian lain dilakukan oleh Hellier et alpada tahun 2003. Pada penelitian disimpulkan bahwaperceived qualitymempunyai pengaruh terhadap minat beli ulang walaupun tidak secara langsung. Model penelitian yang dilakukan Hellier dijelaskan pada tabel 2.4 :

Brand Awareness

Brand Image Future Purchase Current


(47)

Tabel 2.4

Customer Repurchase Intention. A General Structural Equation Model

Peneliti Hellier, P.K., Geursen, G.M., Carr, R.A. and Rickard, J.A. (2003) Tujuan

Penelitian

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli ulang (repurchase intention)

Hasil Penelitian

Repurchase intention dipengaruhi beberapa faktor, dimana dari dua variabel yang berpengaruh langsung mempunyai anteseden perceived quality. Maka dapat disimpulkan bahwa, secara tidak langsung persepsi kualitas (perceived quality) berpengaruh terhadap repurchase intention.

Hubungan dengan Penelitian

Penelitian ini melakukan kajian yang sama mengenai pengaruh elemenelemen ekuitas merek (perceived quality) terhadaprepurchase intention, walaupun secara tidak langsung.

Model Penelitian

Perceived

Quality Perceived

value Brand

preference

Repurchase intention Customer

satisfaction Perceived


(48)

2.1.3. Kepuasan pelanggan

Keluhan pelanggan merupakan manifestasi dari ketidakpuasan (dissatisfaction). Keluhan pelanggan merupakan tanda adanya masalah yang harus segera ditangani oleh perusahaan karena jika tidak, akan berdampak pada pengikisan loyalitas pelanggan (Zeithaml et al., 1996) serta dapat berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan di masa yang akan datang (Nyer, 2000; Tax et al, 1998). Keluhan yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan ketidakpuasan yang semakin besar dan pada akhirnya bisa mendorong pelanggan untuk menghentikan penggunaan pelayanan (exit) serta mendorong pelanggan untuk menempuh jalur hukum (legal action) (Tax et al. 1998; Zeithaml et al. 1996).

Dengan tujuan untuk memenuhi kepuasan pelanggan, banyak perusahaan yang mendorong para tenaga penjualannya untuk memiliki orientasi terhadap pelanggan dalam menjalankan pekerjaannya (Flahertyet.al. 1999).

Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan (Tjiptono, 1994). Ada beberapa pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan. Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) menyatakan


(49)

bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau normal kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Wilkie (1990) mendefinisikan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel, et al (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Kotler, et al (1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan di bandingkan dengan harapannya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapannya. Pelanggan yang senang dan puas cenderung akan berperilaku positif. Mereka akan membeli kembali atau menggunakannya kembali.

Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Kepuasaan tinggi atau kesenangan menciptakan kelekatan emosional terhadap merek, bukan hanya preferensi rasional. Hasilnya adalah kesetiaan pelanggan yang tinggi.


(50)

Kepuasaan tidak akan pernah berhenti pada satu titik. Ia bergerak dinamis mengikuti tingkat kualitas produk/jasa dan layanannya dengan harapan-harapan yang berkembang di benak pelanggan.

Dalam beberapa penelitian tentang kepuasan pelanggan, ditemukan bahwa kepuasanoveralladalah suatu evaluasi global yang terdiri atas kepuasan atas komponen – komponen atribut dari suatu barang dan jasa. Sehingga, kepuasan atas suatu organisasi merupakan suatu akumulasi dari sikap yang dihasilkan dari kepuasan terhadap komponen – komponen spesifik, seperti orang dan produk. Sebagai contoh, bahwa kepuasan terhadap pengecer dibangun dari suatu akumulasi dari evaluasi secara tersendiri terhadap tenaga penjual, lingkungan toko, produk dan faktor lainnya.

Namun hal yang terpenting adalah bahwa kepuasan pelanggan tidak dapat diukur secara langsung dengan pengukuran yang objektif, kepuasan pelanggan harus dilihat sebagai sesuatu hal yang abstrak dan merupakan fenomena teoritis yang dapat diukur dengan banyak indikator (Andreassen, 1994). Pengukuran kepuasan dengan menggunakan cara tersebut merupakan hal yang paling sering dilakukan pada berbagai perusahaan penyedia jasa. Lebih lanjut menyatakan bahwa kepuasan pelanggan dapat dibentuk melalui 3 item yaitu :


(51)

1) Tingkat kepuasan terhadap pelayanan secara keseluruhan

2) Tingkat kepuasan terhadap pelayanan apabila dibandingkan dengan jasa sejenis.

3) Merekomendasikan kepada orang lain.

2.1.4. Minat Mereferensikan

Bagi pelanggan yang paling penting adalah produk yang ditawarkan oleh perusahaan sesuai dengan harga yang mereka bayar dan produk tersebut mampu memuaskan kebutuhan mereka. Penelitian yang ada dan terus dilakukan sebenarnya didasarkan pemikiran tersebut. Perusahaan akan tetap langeng dan terus tumbuh adalah perusahaan yang berfokus pada pelanggan. Perusahaan yang terus berupaya membangun persepsi superior atas produk mereka di dalam benak pelanggan. Semakin kuat tertanam dalam benak pelanggan maka semakin superior produk mereka. Akibatnya peluasan pasar dan peningkatan keuntungan bakal diperoleh dari usaha tersebut (Lapierre, 2000).

Keuntungan lain dari nilai dan kepuasan pelanggan yang berhasil diwujudkan dan selalu menjadi pedoman perusahaan dalam melakukan aktivitas pemasaran secara menyeluruh adalah minat mereferensikan (DeCarlo et.al.,2007). Ada sebuah pandangan yang berkembang dan menjadi pedoman para peneliti dan praktisi, di mana minat pelanggan mereferensikan produk perusahaan adalah sebuah proses dan tahapan penting, ketika produk tersebut diperkenalkan di pasar dan di saat yang sama pelanggan berusaha mengenai


(52)

dan menganalisis produk tersebut. Timbulnya minat pelanggan mereferensikan yang tinggi menunjukan pelanggan menyukai produk tersebut. Rasa suka dan kemudian dilanjutkan dengan merekomendasikan produk tersebut pada pihak lain, dapat diartikan pelanggan puas dan menilai produk tersebut superior (Allen 2001). Mereferensikan produk merupakan aktivitas penjualan dan sekaligus promo si secara gratis yang tanpa sadar maupun sadar dilakukan oleh pelanggan atas produk perusahaan ke pada pihak lain (Samson, 2006).

Bagi Budiman (2003) dalam permodelan dan hasil studinya menunjukan bahwa nilai pelanggan secara positip dan signifikan mempengaruhi minat pelanggan untuk mereferensikan produk perusahaan, misal kepada teman, atasan dan orang-orang yang dikasihi. Sedangkan bagi DeCarlo et.al.,(2007) menunjukan peran ritel sangat strategik dalam mereferensikan produk perusahaan kepada pelanggan akhir perusahaan (end user). DeCarlo et.al.,(2007) mempertegas bahwa nilai pelanggan dan dilanjutkan dengan aktivitas pembelian yang dilakukan oleh pelanggan dikembangkan dan dibangun dari sebuah proses mereferensikan produk tersebut. Semakin tinggi derajat nilai pelanggan yang dihasilakan oleh perusahaan, maka semakin tinggi pula minat pelanggan untuk mereferensikan produk perusahaan kepada pihak-pikak lain (Mangoldet.al., 1999)


(53)

2.1.5. Penelitian yang berkaitan dengan Kepuasan Pelanggan dan minat mereferensikan

Studi Lam et.al., (2004) memberikan dasar rujukan penting pada penelitian ini. Studi tersebut memberikan arahan dan landasan kuat atas penyelidikan hubungan antara nilai pelanggan yang diterima dengan kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Hasil yang dicapai merupakan justifikasi penting yang menjadi rujukan bahwa hubungan nilai pelanggan dengan kepuasan pelanggan, dan loyalitas pelanggan adalah positif.

Penelitian ini menemukan adanya gap penelitian dan fenomena lapangan yang menunjukkan bahwa pencapaian minat mereferensikan produk perusahaan selama ini belum banyak diteli oleh para penelitian dan dimanfaatkan oleh perusahaan. Berikut ini rangkuman penelitian ini.


(54)

Tabel 2. 5

Penelitian Mongoldet.al., (1999)

Nama Peneliti Mangold, W. Glynn., Fred Miller., and., Gary R. Brockway (1999), Tahundan

Judul Jurnal

“ Word-of-mouth communication in the service marketplace “, The Journal Of Services Marketing, Vol. 13, No. 1, p.73-89

Masalah Penelitian

Penelitian ini menemukan adanya gap penelitian dan fenomena lapangan yang menunjukkan bahwa pemahaman akan pentingnya minat mereferensikan produk masih sangat terbatas dikaji dalam penelitian. Lebih lanjut hubungan antara kepuasan pelanggan dengan minat mereferensikan masih belum didukung hasil penelitian yang kuat. Oleh sebab itu, penelitian tersebut dilakukan dengan skema permodelan yang lebih baik.

Metode Penelitian

Analisis data menggunakan Regresi berganda Permodelan

Temuan dan Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukan bahwa minat mereferensikan dibentuk dari nilai pelanggan yang dipahami oleh perusahaan. Komunikasi dan kepuasan pelanggan diidentifikasi sebagai elemen lain yang mempengaruhi minat mereferensikan produk. Semakin tinggi minat mereferensikan produk perusahaan maka semakin perilaku pembelian oleh pelanggan.

Sumber bagi Penelitian ini

Nilai pelanggan, kepuasan pelanggan dan minat mereferensikan produk perusahaan.

Stongly Felt Need

Coincidental Communication

High level satifaction Or dissatifaction

Other

Communication

WOM Focusing On Quality, Value

Consumer Purchase Behevior


(55)

Tujuan penelitian ini adalah merumuskan sebuah permodelan dengan melakukan pengukuran minat mereferensikan produk perusahaan dengan memposisikan peran strategis perusahaan. Berikut ini rangkuman penelitian ini.

Tabel 2. 6

Penelitian DeCarloet.al., (2007)

Nama Peneliti DeCarlo, Thomas E., Russell N. Laczniak, Carol M. Motley.,

Tahun dan

Judul Jurnal

“Influence of image and familiarity on consumer response to negative word-of-mouth communication about retail entities “Journal of Marketing Theory and Practice,Vol.15, p. 41-51 Masalah

Penelitian

Beberapa kritikan muncul dari perbedaan pemahaman dan pengukuran minat mereferensikan produk. Beberapa studi empiris telah melakukan investigasi tetapi beberapa Metode

Penelitian

Analisis data menggunakan SEM Permodelan

LLH WOM

LLH WOM

Retail Store Image

Communica tor Attributions

Store Attributions

Store Evaluation

Familiarity Image


(56)

Temuan dan Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pelanggan diidentifikasi sebagai kunci sukses minat mereferensikan. Ini bermakna tanpa pencapaian nilai pelanggan maka minat mereferensikan tidak akan tercapai secara nyata.

Sumber Bagi Penelitian Ini

Nilai pelanggan dan minat mereferensikan serta pemilihan objek pada pelanggan.

2.2. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Perumusan Hipotesis

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan variabel-variabel yang telah dikemukakan dalam telaah pustaka, maka model penelitian yang dikembangkan seperti disajikan pada Kerangka Pemikiran Teoritis sebagai berikut:


(57)

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis tersebut menyajikan suatu pengembangan model pengaruh ekuitas merek (Brand Equity), untuk dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa.

2.2.2 Perumusan Hipotesis

H1 :Brand Awareness berpengaruh positif terhadap kepuasan mahasiswa H2 :Brand Associations berpengaruh positif terhadap kepuasan mahasiswa H3:Brand Perceived Quality berpengaruh positif terhadap kepuasan mahasiswa H4 : Kepuasan Mahasiswa berpengaruh kepada Minat Mereferensikan

BRAND AWARENESS

MINAT MAHASISWA MEREFEREN

SIKAN

Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini KEPUASAN MAHASISW BRAND

ASSOCIATIONS

BRAND PERCEIVED

H1

H3 H2


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain dan Objek Penelitian

Bab ini menjelaskan cakupan penelitian yang diarahkan untuk membuat analisis sebuah pengembangan model tentang minat mereferensikan universitas. Sebuah Kerangka Pemikiran Teoritis yang telah dikembangkan pada Bab II akan digunakan sebagai dasar dan landasan teori untuk penelitian ini. Bagian utama dari bab ini disusun dalam 6 sub-bab sebagai berikut : desain penelitian, sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data dan definisi operasional serta teknik analisis.

3.1.1. Desain Penelitian

Penelitian ini jika dihubungkan dengan berdasarkan sifat ekplorasi ilmu maka penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian dasar. Penelitian dasar dimana tujuan penelitian ini adalah mengembangkan ilmu untuk mencari jawaban baru atas masalah manajemen yang terjadi dalam organisasi, perusahaan atau masyarakat. Sedangkan apabila dikategorikan berdasarkan sifat eksplanasi ilmu maka penelitian ini termasuk pada desain penelitian kausal.

Penelitian ini termasuk dalam tipe desain penelitian kausal yaitu untuk mengidentifikasi hubungan sebab dan akibat antar variabel dan peneliti mencari tipe sesungguhnya dari fakta untuk membantu memahami dan memprediksi hubungan, kemudian dikembangkan suatu bentuk model penelitian yang bertujuan untuk menguji 4 (empat) hipotesis penelitian yang telah


(59)

ditentukan pada bab sebelumnya. Berdasarkan model penelitian yang telah dikembangkan ini, diharapkan akan menjelaskan hubungan antar variabel sekaligus membuat suatu implikasi yang dapat digunakan untuk peramalan atau prediksi (Ferdinand, 2006).

3.2 Pengembangan Indikator Variabel

Aaker (1996) mengemukakan bahwa terdapat empat dimensi untuk mengukur ekuitas merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand assosiation), perceived quality dan loyalitas merek (brand loyalty). Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Kim dan Kim (2004) mengenai pengukuran ekuitas merek pada restoran, dengan mengambil tiga dari empat dimensi atau indikator penelitian kesadaran merek, citra merek dan persepsi kualitas (perceived quality).

Masing-masing variabel penelitian akan dijabarkan dalam dimensi atau indikator sebagai berikut:


(60)

3.2.1 Dimensionalisas

Awareness

Untuk mengukur indikator yang dikem merek (unaware of brand merek (brand recall) berikut :

X1 : ketid X2 : peng X3 : inga X4 : dan

isasi Variabel Dimensi Ekuitas Merek dari B

gukur variabel brand awareness digunaka mbangkan oleh Rangkuti (2002) yang meliputi

brand), pengenalan merek (brand recognition ), dan merek menjadi pilihan utama (top of

Gambar 3.1

Indikator dariBrand Awareness

tidak sadaran merek (unaware of brand) pengenalan merek (brand recognition)

ngat terhadap merek (brand recall)

dan merek menjadi pilihan utama (top of mind)

Brand

kan empat buah puti ketidak sadaran on), ingat terhadap of mind) sebagai


(61)

3.3.2 Indikator Vari Suatu merek, arti yang posistif bagi bahwa asosiasi merek bahwa asosiasi merek bertahan lama (enduri relatif konsisten (Sc menjadi 3 variabel ya

X5 : Atri X6: Manf X7: Atitud

ariabel Asosiasi merek (brand associations) k, dan juga memiliki asosiasi yang kuat, unik

gi konsumen (Keller, 2003). Ries dan Ries (1999) ek dibangun dalam jangka panjang. David (2000 rek merupakan bagian dari brand image, yait nduring perception) yang dibentuk melalui penga

Schifman dan Kanuk, 2000) Assosiasi mere yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2

Indikator dariBrand associations

tribut anfaat itude

unik serta memiliki 1999) mengatakan 2000) mengatakan aitu persepsi yang ngalaman dan sifat erek dapat dibagi


(62)

3.3.3 Indikator Variabel Kualitas Merek(Brand Perceived Quality)

Variabel Kualitas Merek(Brand Perceived Quality) Perceived quality didefinisikan sebagai penilaian atau persepsi konsumen terhadap kualitas dan keunggulan suatu merek, baik pada produk maupun jasa (Zeithaml, 1988) dalam Gil et al 2007 h.189). Persepsi kualitas yang tinggi muncul ketika konsumen mengakui perbedaan dan keunggulan sebuah merek dibandingkan dengan merek yang lain (Yasin et al, 2007). Perceived quality yang tinggi dapat mempengaruhi keputusan konsumen, dimana dapat meningkatkan ekuitas merek. Bagi pelaku pemasaran, penciptaan ekuitas merek melalui perceived quality yang tinggi membantu mereka menetapkan harga premium, sehingga dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan (Yooet al, 2000). yang dapat digambarkan sebagai berikut:


(63)

X8 : A X9 : D X10 : H X11 : M

3.3.4 Dimensionalisas Dimensionalisa pelanggan merujuk pa (2007); Jasfar (2002) (2002) adalah sebaga dan staf, puas pada ta

Gambar 3.3.

Indikator VariabelPerceived quality

Alasan memilih

Diferensiasi dan pemosisian produk Harga optimum

Minat saluran distribusi

isasi Variabel Kepuasan Pelanggan

lisasi yang dipergunakan dalam mengukur konst pada penelitian Japarianto et.al., (2007); Ansho 2002); Lam et.al., (2004) ;Wang et.al., (2004)

gai berikut : puas pada universitas jasa, puas pa tarif, puas pada fasilitas serta puas pada keama

konstruk kepuasan nshori dan Langner 2004); Thurau et.al., s pada manajemen anan dan privasi.


(64)

Hubungan va dibawah ini:

In

X12 : pu X13 : pu X14 : pu X15 : pu X16 : pu

variabel dan indikatornya dapat digambarkan

Gambar 3.4.

Indikator Variabel Kepuasan mahasiswa

puas pada produk jasa

puas pada manajemen dan staf puas pada tarif

puas pada fasilitas puas pada keamanan


(65)

3.3.5 Dimensionalis

Konstruk mi perusahaan merujuk et.al., (2007). D dikembangkan pada p orang lain, selalu m Hubungan variabel d ini :

Ind

X17: Me X18: Sel X19: Ber

lisasi Variabel Minat Mereferensikan Unive

minat mahasiswa mereferensikan universita uk pada Mangold et.al.,(1999); Budiman (2 Dimensionalisasi yang dirujuk dan a penelitian ini adalah minat mahasiswa mere membicarakan hal positif dan berkesan den

dan indikatornya dapat digambarkan dalam g

Gambar 3.5.

Indikator VariabelMinat Mereferensikan

ereferensikan kepada orang lain elalu membicarakan hal positif

erkesan dengan pelayanan

versitas

itas yang dimiliki (2003); DeCarlo an selanjutnya referensikan pada engan pelayanan. gambar dibawah


(66)

3.3.6 Definisi Operasional dan Indikator Variabel

Definisi operasional dan indikator dari ketiga variabel dimensi ekuitas merek, yaitu: kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan kepuasan mahasiswa/mahasiswa serta minta mereferensikan UNIVERSITAS, dan berdasarkan kajian literatur yang sudah dilakukan secara ringkas ditampilkan seperti pada tabel 3.1, 3.2, 3.3, 3.4, 3.5.

Tabel 3. 1

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Kesadaran Merek(Brand Awareness)

Variabel

Definisi Operasional

Variabel

Indikator Definisi Operasional Indikator Variabel Pengukuran Brand Awareness Persepsi konsumen mengenai suatu merek Unaware of brand (tidak menyadari merek) (X1)

Menunjukkan tingkat rendahnya kesadaran /kesulitan dalam mengartikan sebuah merek/simbol

10 point skala (sangat tidak setuju– sangat setuju Brand recognition(pen genalan merek) (X2) Menunjukan tingkat minimal kesadaran dalam mengingat karakteristik sebuah merek/simbol

10 point skala (sangat tidak setuju– sangat setuju Brand recall(pengingat an kembali terhadap merek) (X3) Menunjukkan kecepatan dalam mengingat sebuah merek/simbol

10 point skala (sangat tidak setuju– sangat setuju

Top of mind Pilihan utama

(X4)

Menunjukan merek/simbol Universitas yang paling diingat.

10 point skala (sangat tidak setuju– sangat setuju


(67)

Tabel 3.2

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Asosiasi Merek

(Brand Associations) Variabel Definisi Operasional Variabel Indikator Definisi Operasional

Indikator Variabel Pengukuran

Brand associations Persepsi yang bertahan lama (enduring perception) yang dibentuk melalui pengalaman dan sifat relatif konsisten atribut (X5) Menunjukkan bahwa merek/simbol universitas mencerminkan

kaarakterisitik dari setiap program studi

10 point skala (sangat tidak setuju– sangat setuju manfaat (X6) Menunjukkan bahwa merek/simbol universitas memberikan manfaatkan yang diciptakan ketika mahasiswa telah

menyelesaikan studi/lulus

10 point skala (sangat tidak setuju– sangat setuju atitude (X7) Menunjukkan bahwa merek/simbol universitas bisa memberikan kesan komunikasi yang baik dalam pemasarannya.

10 point skala (sangat tidak setuju– sangat setuju


(68)

Tabel 3.3

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Persepsi kualiatas

(Brand Perceived Quality)

Variabel Definisi

Operasional Variabel

Indikator Variabel

Definisi Operasional Indikator Variabel Pengukuran Persepsi kualiatas (Brand Perception) Kekuatan dari sebuah merek yang merupakan persepsi Konsumen terhadap keistimewa an suatu merek dibanding kan dengan merek lain . Alasan memilih Universitas (X8)

Menunjukan alasan kenapa sebuah merek/simbol

dipertimbangkan dalam memilih universitas. 10 point skala (sangat tidak Setuju – sangat setuju Keunikan dan kelebihan (X9)

Menunjukan aspek tertentu dari sebuah merek/simbol sebagai keunikan dan kelebihan universitas

10 point skala (sangat tidak Setuju – sangat setuju Harga (X10)

Menunjukan bahwa merek/simbol universitas sudah sebanding dengan biaya kuliah yang ditetapkan. 10 point skala (sangat tidak Setuju – sangat setuju Minat saluran /rekomendasi (X11) Menunjukan bahwa merek/simbol universitas mempunyai arti penting sehingga layak untuk direkomendasikan karena dianggap berkualitas tinggi. 10 point skala (sangat tidak Setuju – sangat setuju


(69)

Tabel 3.4

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Kepuasan Mahasiswa

Variabel Definisi Operasional Variabel Indikator Variabel

Definisi Operasional Indikator

Variabel Pengukuran Kepuasan Mahasiswa Kemampuan dan kemauan perusahaan untuk melakukan aktivitas yang mampu memberikan kepuasan kepada mahasiswa sesuai dengan harapandan kebutuhan mereka. Puas pada keaneka-ragaman program studi (X12) Menunjukkan kepuasan

mahasiswa yang diukur dari dari keaneka- ragaman program studi yang ditawarkan universitas

10 point skala (sangat tidak Setuju – sangat setuju Puas dengan pelayanan pihak manajemen dan staf (X13) Menunjukkan kepuasan mahasiswayang diukur dari seberapa siap dan terampil serta keramahan pihak m a n a j e m e n d a n s t a f u n i v e r s i t a s d a l a m memberikan pelayanan

10 point skala (sangat tidakSetuju – sangat setuju Puas dengan Biaya Kuliah (X14) Menunjukkan kepuasan mahasiswa yang diukur dari tarif atau biaya kuliah yang dikenakan serta biaya-biaya lainnya.

10 point skala (sangat tidak Setuju – sangat setuju Puas dengan fasilitas (X15) Menunjukkan kepuasan mahasiswa yang diukur dari semua fasilitas fisik yang di miliki universitas seperti, AC, laboratorium komputer, alat bantu ajar lainnya.

10 point skala (sangat tidakSetuju – sangat setuju Puas dengan keamanan (X16) Menunjukkan kepuasan mahasiswa yang diukur dari kemampuan pihak universitas dalam memperioritaskan keamanan .

10 point skala (sangat tidak Setuju – sangat setuju


(70)

Tabel 3.5

Definisi Operasional Variabel dan Indikator Minat Mahasiswa Mereferensikan Universitas Variabel Definisi Operasional Variabel Indikator Variabel Definisi Operasional

Indikator Variabel Pengukuran Minat Mereferensikan Menunjukkan minat mereferensikan yang diukur dari intensitas mahasiswa melakukan aktivitas pemasaran secara gratis baik secara tidak sadar maupun sadar ke pada pihak lain

Minat mahasiswa mereferensikan pada pihak lain

(X17)

Menunjukkan minat mereferensikan kepada

pihak lain.

1 0 point skala (sangat tidak setuju–sangat setuju)

Selalu

membicarakan hal yang positif

(X18)

Menunjukkan minat mereferensikan yang diukur dariintensitas m

1 0 point skala (sangat tidak setuju–sangat setuju) Terkesan dengan pelayanan (X19) Menunjukkan minat mereferensikan yang diukur dari kesan yang positif dari pelayanan yang diberikan.

1 0 point skala (sangat tidak setuju–sangat setuju)

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas swasta yaitu: UNPAS, UNPAR, UNIKOM, UNISBA, UNIVERSITAS WIDYATAMA

3.4 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah penelitian (Marzuki, 2000). Dalam penelitian ini, sumber data primer diperoleh langsung di lapangan dari


(1)

4.3.1 UNPAS ...96

4.3.2 UNPAR ...85

4.3.3 UNIKOM ...100

4.3.4 UNISBA ... 103

4.3.5. UNIVERSITAS WIDYATAMA... 106

4.4. Proses Analisis Data dan Pengujian Model Penelitian... 110

4.4.1. Pengembangan Model Berdasarkan Teori... 110

4.4.2. Menyusun Diagram Alur (Path Diagram) ... 110

4.4.3. Konversi Diagram Alur ke Dalam Persamaan ... 111

4.4.4. Memilih Matriks Input dan Teknik Estimasi... 111

4.4.4.1. Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen113 4.4.4.2. Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Endogen116 4.4.4.3. AnalisisStructural Equation Model... 120

4.5 Analisis Problem Identifikasi ... 123

4.6.. Uji Normalitas Data... 124

4.7. Uji Kesesuaian dan Uji Statistik... 126

4.8. Evaluasi Nilai Residual... 126

4.9. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 127

4.9.1 Uji Hipotesis I ... 128

4.9.2 Uji Hipotesis II ... 128

4.9.3 Uji Hipotesis III ... 129


(2)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 131

5.1 Kesimpulan... 131

5.2 Saran ... 134

Daftar Pustaka ... 135 Lampiran


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Pengelompokan Unit Populasi Universitas

Swasta di Kota Bandung ...8 Tabel 2.1 Sejarah Singkat Merek dan Manajemen Merek...25 Tabel 2.2 Manfaat Merek...27 Tabel 2.3Are Brands Forever? How Brand Knowledge and

Relationships Affect Current and Future Purchases ...45 Tabel 2.4Customers Repurchase Intention. A General Structural

Equation Model...47 Tabel 2.5 Penelitian Mongold...54 Tabel 2.6 Penelitian DeCarlo... 55 Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel dan Indikator Kesadaran Merek (brand awreness)... 66 Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel dan Indikator Asosiasi

Merek (brand associations) ... 67 Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel dan Indikator Persepsi Kualitas (brand perceived quality) ... 68 Tabel 3.4. Definisi Operasional Variabel dan Indikator

Kepuasan Mahasiswa ... 69 Tabel 3.5. Definisi Operasional Variabel dan Indikator


(4)

Tabel 3.6 Pengelompokan Unit Populasi

Universitas Swasta di Kota Bandung... 73

Tabel 3.7 Perhitungan dan Alokasi Sampel Mahasiswa ke Tiap-tiap Universitas Swasta di Kota Bandung... 75

Tabel 3.8 Model Persamaan Struktural ... 82

Tabel 3.9 Model Pengukuran... 82

Tabel 3.10 Indeks Pengujian Kelayakan Model (Goodness-of-fit-Index) ... 81

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 87

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 88

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Reliabilitas dan Validitas Kuesioner...89

Tabel 4.4 IndeksBrand Awareness... 93

Tabel 4.5 IndeksBrand Associations... 93

Tabel 4.6 IndeksBrand Perceived Quality...94

Tabel 4.7 Indeks Kepuasan Mahasiswa ... 95

Tabel 4.8 Indeks Minat Mereferensikan... 96

Tabel 4.9 IndeksBrand Awareness ...96

Tabel 4.10 IndeksBrand Associations ...97

Tabel 4.11 Indeks IndeksBrand Perceived Quality... 98

Tabel 4.12 Indeks Kepuasan Mahasiswa ... 99

Tabel 4.13 Indeks Minat Mereferensikan ... 99

Tabel 4.14 IndeksBrand Awareness... 100

Tabel 4.15 IndeksBrand Associations... 101


(5)

Tabel 4.17 Indeks Kepuasan Mahasiswa... 102

Tabel 4.18 Indeks Minat Mereferensikan ... 103

Tabel 4.19 IndeksBrand Awareness...103

Tabel 4.20 IndeksBrand Associations ...104

Tabel 4.21 Indeks IndeksBrand Perceived Quality...105

Tabel 4.22 Indeks Kepuasan Mahasiswa ... 105

Tabel 4.23 Indeks Minat Mereferensikan...106

Tabel 4.24 IndeksBrand Awareness... 107

Tabel 4.25 IndeksBrand Associations... 107

Tabel 4.26 IndeksBrand Perceived Quality...108

Tabel 4.27 Indeks Kepuasan Mahasiswa... 109

Table 4.28 Indeks Minat Mereferensikan... 109

Table 4.29 Sample Covariances (Group Number 1) ... 111

Table 4.30 Hasil Uji Model Faktor Konfirmatori Kontrak Eksogen ... 114

Table 4.31 HasilRegressionWeights Faktor Konfirmatori Kontrak Eksogen115 Table 4.32 Hasil Uji Model Faktor Konfirmatori Kontrak Endogen... 118

Table 4.33 HasilRegression Weights Faktor Konfirmatori Kontrak Eksogen119 Table 4.34 Hasil UjiFull Model... 121

Table 4.35 HasilRegression WeightsAnalisisStructural Equation Modelling122 Tabel 4.36 Normalitas Data ... 125

Tabel 4.37 Nilai Residual... 126


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1.Merek/simbol Universitas, Sekolah Tinggi, Institut...10

Gambar 2.1 Brand Equity Model Aaker ... 32

Gambar 2.2 PiramidaAwareness...35

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ...57

Gambar 3.1 IndikatorBrand Awareness...60

Gambar 3.2 Indikator dariBrand Associationss...61

Gambar 3.3 Indikator Variabel Brand Perceived Quality... 63

Gambar 3.4 Indikator Variabel kepuasan mahasiswa... 64

Gambar 3.5 Indikator Variabel Minat Mereferensikan Universitas ... 65

Gambar 4.1 Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen... 113

Gambar 4.2 Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Endogen ... 117