Respon pertumbuhan bibit karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) terhadap pemberian inokulan cendawan mikoriza arbuskula dan pemupukan fosfor

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KARET
(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP PEMBERIAN
INOKULAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA DAN
PEMUPUKAN FOSFOR

VERSI PUTRA JAYA HULU

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Pertumbuhan
Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) terhadap Pemberian Inokulan
Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Pemupukan Fosfor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015
Versi Putra Jaya Hulu
NIM A24100027

__________________________
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
VERSI PUTRA JAYA HULU. Respon Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea
brasiliensis Muell. Arg.) terhadap Pemberian Inokulan Cendawan Mikoriza
Arbuskula dan Pemupukan Fosfor. Dibimbing oleh SUPIJATNO.
Tanaman karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
mempunyai arti penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat
Indonesia. Untuk meningkatkan produksi dan kualitas tanaman karet harus

dilakukan dengan teknik pembibitan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh inokulan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan dosis pupuk
P terhadap pertumbuhan bibit stum mata tidur karet (Hevea brasiliensis Muell.
Arg). Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan mulai bulan Mei
sampai Agustus 2014. Rancangan Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan kelompok lengkap teracak yang disusun secara faktorial dengan
dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dosis pemberian inokulan
cendawan mikoriza arbuskula yaitu tanpa inokulan mikoriza, dosis 10 g per
tanaman, dan dosis 20 g per tanaman. Pemberian inokulan mikoriza dilakukan
satu bulan setelah penanaman bibit. Faktor kedua adalah dosis pemberian pupuk
fosfor yang terdiri dari empat perlakuan yaitu pemupukan SP-36 (0, 0.5, 1.0, 1.5
kali dosis rekomendasi, yaitu pemberian 3.88 g per tanaman pada bulan ke-1 dan
7.76 g per tanaman pada bulan ke-3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian inokulan Cendawan Mikoriza Arbuskula tidak berpengaruh nyata
terhadap panjang tunas, diameter tunas, jumlah tangkai daun, jumlah akar, akar
terpanjang, bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk. Pemupukan P
berpengaruh nyata terhadap panjang tunas, serta bobot basah dan bobot kering
akar dengan pola respon linear. Terdapat interaksi antara pemberian inokulan
Cendawan Mikoriza Arbuskula dan pemupukan fosfor untuk panjang tunas,
diameter tunas, dan jumlah tangkai daun. Interaksi dengan kombinasi terbaik

adalah pemberian 0.5 dosis rekomendasi SP-36 dan inokulan CMA 20 g per
tanaman.
Kata kunci: inokulasi, pembibitan karet, stum mata tidur.

ABSTRACT
VERSI PUTRA JAYA HULU. Responses of Rubber Seedlings Growth (Hevea
brasiliensis Muell. Arg.) to Arbuscular Mycorrhizal Fungi Inoculants and
Phosphorus Fertilization. Supervised by SUPIJATNO.
The rubber plant is one of the commodities that have significance in the
socio-economic aspects of Indonesian society. To increase the production and
quality of the rubber must be done with good seeding techniques. This research
objective to study the response of Arbuscular Mycorrhizal Fungi inoculants and
dose of fertilizer P to the growth of rubber stump (Hevea brasiliensis Muell. Arg).
The research was conducted at Cikabayan Experimental Farm from May to
August 2014. The experiment designed as a randomized complete block design
(RKLT) factorial with two factor and three replications. The first factor was three
levels arbuscular mycorrhizal fungi inoculants dosage, i.e. without mycorrhizal
inoculants, 10 g per plant, and 20 g per plant. Mycorrhizal inoculants was applied
one month after rubber stump planted. The second factor were four level dosage
of phosphorus of SP-36 fertilizer (0, 0.5, 1.0, 1.5 dosage recommended that is

giving 3.88 g per plant at first month and 7.76 g per plant in the third month). The
results showed that arbuscular mycorrhizal fungi inoculants was not significantly
difference to length of buds, diameter of buds, number of petiole, number of roots,
longest roots, dry weight and wet weight of roots, dry weight and wet weight of
shoots. Phosphorus fertilization significantly affect to length of buds, and dry
weight and wet weight of roots with linear response pattern. There was an
interaction between the giving of arbuscular mycorrhizal fungi inoculants and
dosage of phosphorus to length of buds, diameter of buds, and number of petiole.
The best combination was 0.5 dosage recommended of SP-36 fertilizer and giving
mycorrhizal inoculant 20 g per plant.
Keywords: inoculation, rubber seedling, rubber stump

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT KARET
(Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP PEMBERIAN
INOKULAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA DAN
PEMUPUKAN FOSFOR

VERSI PUTRA JAYA HULU

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikutura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan kasih-Nya tugas akhir penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang berjudul “Respon Pertumbuhan Bibit
Karet terhadap Pemberian Inokulan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan
Pemupukan Fosfor”. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan IPB di
Cikabayan, Dramaga, Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Jurusan Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang membantu dalam
pelaksanaan penelitian, yaitu:
1. Dr Ir Heni Purnamawati, MScAgr selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan, nasehat, dorongan mulai dari awal masuk
Departemen Agronomi dan Hortikultura hingga saat ini
2. Dr Ir Supijatno, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, nasehat, dan dukungan selama penelitian dan
penulisan skripsi
3. Dr Ir Hariyadi, MS dan Juang Gema Kartika, SP MSi sebagai dosen penguji
atas koreksi, nasehat, dan sarannya dalam penulisan skripsi
4. Bapak Faozatulo Hulu dan Ibu Zuina Harefa, orang tua penulis dan Marthin,
Ardiansyah, dan Valentino, saudara penulis yang selalu mendoakan dan
memberi dukungan serta kasih sayang
5. Yane Riana, Lefin Kafindra, Dewi, dan sahabat-sahabat AGH 47 lainnya atas
bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian
6. Adik-adikku yang terkasih Daniel Laia, Feri Vircue, Lesman, Arta, dan yang
lainnya yang sudah membantu dan memberikan dukungan selama penelitian
7. Pak Ganda sebagai teknisi lapang Kebun Percobaan Cikabayan Atas
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha untuk melakukan yang
terbaik, tetapi sebagai manusia penulis tetap memiliki kekurangan. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan tulisan ini. Semoga
tulisan ini dapat berguna bagi kita semua yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2015

Versi Putra Jaya Hulu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Karet
Pembibitan Tanaman Karet
Cendawan Mikoriza Arbuskula
Pemupukan Fosfor (P)
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Rancangan Percobaan
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Media
Persiapan Pembibitan
Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Pemeliharaan
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Hasil
Pembahasan
Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula
Pengaruh Pemupukan Fosfor
Interaksi Pemberian CMA dan Pemupukan Fosfor
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
ix
x
1
1
3
3
3
3
4
5
6
6
6
6
7
7

7
8
8
8
9
9
10
19
19
20
21
22
22
22
22
25
27

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Dosis rekomendasi pupuk pada pembibitan karet
Rekapitulasi sidik ragam panjang tunas
Pengaruh perlakuan pemberian pupuk P terhadap panjang tunas
Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap panjang tunas 12 MST
Rekapitulasi sidik ragam diameter tunas
Pengaruh perlakuan pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap diameter tunas 2 MST
Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap diameter tunas 9 MST
Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap diameter tunas 12 MST
Rekapitulasi sidik ragam jumlah tangkai daun
Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap jumlah tangkai daun 10 MST
Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap jumlah tangkai daun 11 MST
Rata-rata jumlah akar dan akar terpanjang bibit karet pada tiga
dosis pemberian CMA
Rata-rata jumlah akar dan akar terpanjang bibit karet pada empat
dosis pupuk fosfor
Rekapitulasi sidik ragam bobot basah dan kering akar pada
pengamatan pertumbuhan bibit karet umur 13 MST

8
11
11
12
13
13
14
14
15
15
16
16
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kurva respon panjang tunas 6 MST terhadap dosis
pemupukan P
Bobot basah dan kering akar pada tiga dosis inokulan CMA (a)
dan empat dosis pemupukan Fosfor (b)
Kurva respon bobot basah akar terhadap dosis pemupukan P
Kurva respon bobot kering akar terhadap dosis pemupukan P
Bobot basah dan kering tajuk pada tiga dosis inokulan CMA (a)
dan empat dosis pemupukan fosfor (b)

12
17
18
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Tata letak petak percobaan
Data iklim bulanan di Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
Hasil analisis tanah sebelum dan setelah perlakuan pemberian 1.5
dosis rekomendasi SP-36 dan 20 g per tanaman CMA

25
26
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
mempunyai arti penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat
Indonesia, yaitu sebagai salah satu komoditi penghasil devisa negara. Nilai ekspor
karet mencapai US$ 7.86 miliar dengan volume ekspor mencapai 2.44 juta ton
pada tahun 2013 (BPS, 2013). Perkebunan karet juga sebagai tempat penyediaan
lapangan kerja bagi penduduk dan sumber penghasilan bagi petani karet.
Direktorat Jenderal Perkebunan menunjukkan bahwa tahun 2013 jumlah petani
dan tenaga kerja yang terlibat dalam usaha budidaya karet ini adalah 2,396,455
orang. Upaya peningkatan produktivitas usahatani karet terus dilakukan terutama
dalam bidang teknologi budidayanya karena begitu pentingnya komoditas
perkebunan karet tersebut.
Luas perkebunan karet Indonesia pada tahun 2011 mencapai 3.4 juta ha,
disusul Thailand (2.6 juta ha), Malaysia (1.02 juta ha), India (0.6 juta ha), dan
Vietnam (0.3 juta ha) (Hendratno, 2011). Luas perkebunan karet Indonesia pada
tahun 2013 semakin bertambah hingga mencapai 3.5 juta ha dengan
produktivitasnya sebesar 1,104 ton ha-1 sehingga Indonesia menghasilkan
produksi karetnya sebesar 3,180,297 ton, tetapi masih menempati peringkat kedua
di dunia setelah Thailand (Gapkindo, 2013).
Saat ini pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet
alam Indonesia sebesar 3-4 juta ton/tahun pada tahun 2025 yang dapat dicapai
apabila areal kebun karet (rakyat) yang saat ini kurang produktif berhasil
diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul secara berkesinambungan
(Hendratno, 2011). Pemerintah juga melakukan berbagai cara untuk mencapai
target yang telah direncanakan tersebut yaitu dengan perluasan areal, penanaman
klon unggul, pemungutan hasil yang efisien, dan peningkatan teknik pasca panen.
Proses pembukaan lahan baru tanaman karet membutuhkan bibit dalam
jumlah yang besar. Perbanyakan bibit tanaman karet pada umumnya dilakukan
secara vegetatif yaitu dengan okulasi. Menurut Setiawan dan Andoko (2005)
okulasi adalah salah satu teknik perbanyakan tanaman dengan menempelkan mata
tunas dari suatu tanaman kepada tanaman lain yang dapat bergabung (kompatibel).
Tujuan okulasi adalah menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen
tanaman sehingga diperoleh pertumbuhan dan produksi yang baik. Bibit okulasi
yang dipindahkan ke lapangan dapat berbentuk stum mata tidur, stum tinggi, stum
mini, dan bibit polybag. Bibit stum mata tidur adalah salah satu bahan tanam yang
banyak digunakan. Penggunaan bibit stum mata tidur memiliki keunggulan, antara
lain: kematian di lapangan rendah, masa belum menghasilkan lebih pendek,
pertumbuhan tanaman lebih serempak, biaya murah, dan mudah diangkut
(Setiawan dan Andoko, 2005).
Pertumbuhan vegetatif tanaman karet selama masa pembibitan sangat
membutuhkan unsur hara, terutama unsur hara Fosfor (P). Pemupukan P
diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan unsur-unsur hara tersebut bagi
tanaman. Persoalannya adalah hampir semua senyawa P yang dijumpai di dalam
tanah rendah daya larutnya (Tim Penulis PS, 2008). Oleh karena itu,

2
perkembangan bioteknologi menawarkan suatu pendekatan baru dengan
pemanfaatan mikroorganisme untuk meningkatkan efisiensi serapan hara oleh
akar tanaman, salah satunya adalah Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA). CMA
merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan
tanaman, baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan
dari asosiasi ini.
Kebutuhan tanaman akan unsur hara juga tidak terlepas dari pemupukan
dengan dosis yang tepat. Tujuan pemupukan adalah untuk mencukupi kebutuhan
unsur hara bagi tanaman dan mengoptimalkan pertumbuhan. Jenis pupuk yang
biasa diberikan salah satunya adalah pupuk Fosfor (P). Menurut Kartasapoetra dan
Sutedjo (2000) peran pupuk P untuk tanaman antara lain: dapat mempercepat dan
memperkuat pertumbuhan tanaman menjadi tanaman muda pada umumnya, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, dapat
meningkatkan produksi biji-bijian. Sebagian besar tanah kandungan P yang
tersedia umumnya tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman tersebut,
untuk itu perlu penambahan unsur hara dari luar yaitu melalui pemupukan.
Pemupukan P dosis tinggi secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan terjadinya penimbunan residu P (Tim Penulis PS, 2008). Oleh
karena itu dibutuhkan dosis pemupukan P yang tepat untuk mendukung
pertumbuhan tanaman.
Saragih (2009) menyatakan bahwa hasil penelitian tentang pengaruh
pemberian CMA terhadap pertumbuhan bibit stum karet telah dilakukan terhadap
berat basah dan berat kering akar dan tunas memerlukan waktu yang cukup lama
yaitu setelah 13 MST. Hal tersebut disebabkan karena masih kurangnya suplai
hara Fosfor yang diberikan pada bibit karet tersebut. Perbaikan pertumbuhan
tanaman oleh mikoriza juga bergantung pada jumlah Fosfor yang tersedia di
dalam tanah dan jenis tanamannya. Pengaruh yang mencolok dari mikoriza sering
terjadi pada tanah yang kekurangan fosfor. Efisiensi pemupukan P sangat jelas
meningkat dengan penggunaan mikoriza. Hasil penelitian Mosse (1981)
menunjukkan bahwa tanpa pemupukan TSP produksi singkong pada tanaman
yang tidak bermikoriza kurang dari 2 g, sedangkan ditambahkan TSP pada takaran
setara dengan 400 kg P/ha, masih belum ada peningkatan hasil singkong pada
perlakuan tanpa mikoriza. Hasil baru meningkat bila 800 kg P/ha ditambahkan.
Tanaman yang diinfeksi mikoriza, penambahan TSP setara dengan 200 kg P/ha
saja telah cukup meningkatkan hasil hampir 5 g bobot kering singkong/tanaman,
penambahan pupuk selanjutnya tidak begitu nyata meningkatkan hasil.
Hasil penelitian Aji (2002) menunjukkan bahwa dengan pemupukan P saja
tidak memberikan hasil nyata pada parameter pertumbuhan bibit karet, namun
terdapat interaksi nyata pada perlakuan pemberian kompos yang diinokulasi
cendawan Trichoderma viride dan pemberian pupuk P terhadap waktu muncul
tunas. Selain bahan organik yang diinokulasi oleh T. viride terdapat cendawan
mikoriza yang mempunyai kemampuan menyerap unsur hara khususnya P yang
lebih banyak dan cepat dibandingkan dengan akar tanpa mikoriza (Fukuara, 1988).
Pemakaian bibit stum yang unggul dan pengaruh pemberian inokulan
Cendawan Mikoriza Arbuskula dan pemupukan P dengan dosis yang tepat
terhadap pertumbuhan bibit karet merupakan aspek yang menarik untuk dipelajari
sehingga dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan pertumbuhan bibit karet
dan aplikasi pupuk P dan dengan inokulasi CMA dapat lebih efektif dan efisien.

3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh inokulan Cendawan
Mikoriza Arbuskula dan dosis pupuk P terhadap pertumbuhan bibit karet (Hevea
brasiliensis Muell. Arg.).

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Karet
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut:
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea brasiliensis Muell. Arg.
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15–30 m. Pohonnya tumbuh lurus dan
memiliki percabangan yang tinggi diatas. Beberapa kebun karet ada kecondongan
arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini
mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks.
Tanaman karet memiliki daun yang berwarna hijau. Daun yang akan rontok
berubah warna menjadi kuning atau merah. Biasanya tanaman karet mempunyai
“jadwal” kerontokan daun pada setiap musim kemarau. Di musim rontok ini
kebun karet menjadi indah karena daun–daun karet berubah warna dan jatuh
berguguran. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun.
Panjang tangkai daun utama 3–20 cm, sedangkan panjang tangkai anak daun
antara 3–10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar (Tim Penulis PS, 2008).
Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun
berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing.
Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar
tunggang. Menurut Setiawan dan Andoko (2005) tanaman karet memiliki
perakaran yang cukup kuat serta akar tunggangnya dalam dengan akar cabang
yang kokoh sehingga mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan
besar.
Pembibitan Tanaman Karet
Perbanyakan tanaman karet dapat dilakukan secara vegetatif, salah satunya
adalah okulasi. Menurut Setiawan dan Andoko (2005) okulasi adalah salah satu
teknik perbanyakan tanaman dengan menempelkan mata tunas dari suatu tanaman
kepada tanaman lain yang dapat bergabung (kompatibel). Tujuan okulasi adalah
menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen tanaman sehingga
diperoleh pertumbuhan dan produksi yang baik. Prinsip okulasi sama dengan
tujuannya yaitu penggabungan batang bawah dengan batang atas, yang berbeda

4
adalah umur batang bawah dan batang atas yang digunakan, sehingga perlu teknik
tersendiri untuk mencapai keberhasilan okulasi (Budiman, 2012). Keunggulan
yang diharapkan dari batang bawah secara umum adalah sifat perakarannya yang
baik, sedangkan dari batang atas adalah produksi lateks yang baik.
Budiman (2012) menyatakan ada dua cara okulasi, yaitu okulasi cokelat
(brown budding) dan okulasi hijau (green budding). Bibit okulasi yang
dipindahkan ke lapangan dapat berbentuk stum mata tidur, stum tinggi, stum mini,
dan bibit polybag.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan okulasi yaitu:
keterampilan, kebersihan dan kecepatan mengokulasi, kompatibilitas antara
batang atas dengan batang bawah, pemilihan entres dan kayu okulasi yang lurus
dengan mata tunas yang masih dorman, dan keadaan iklim (Budiman, 2012). Di
musim kemarau tanaman karet mengalami gugur daun sehingga kurang baik
untuk melakukan okulasi karena adanya gangguan fisiologis. Okulasi sebaiknya
dilakukan pada awal atau akhir musim penghujan. Jika pada musim penghujan, air
dapat meresap pada luka okulasi yang dapat mengakibatkan busuk (Setiawan dan
Andoko, 2005).
Bibit stum mata tidur karet memiliki beberapa keunggulan antara lain:
kematian di lapangan rendah, masa belum menghasilkan lebih pendek,
pertumbuhan tanaman lebih serempak, biaya murah, dan mudah diangkut.
Kelemahan bibit stum mata tidur karet adalah persentase kematian bibit lebih
besar (Setiawan dan Andoko, 2005). Bibit stum mata tidur dapat dipindahkan ke
lahan setelah 3-4 bulan masa pembibitan dengan kriteria bibit memiliki 2-3
payung, akar tunggang tumbuh baik dan bebas dari penyakit jamur akar serta
mempunyai akar lateral (Tim Penulis PS, 2008).
Cendawan Mikoriza Arbuskula
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu tipe cendawan
pembentuk mikoriza yang akhir-akhir ini cukup banyak digunakan oleh para
peneliti lingkungan dan biologis. Subiksa (2002) memperkirakan bahwa
cendawan ini pada masa mendatang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
teknologi untuk membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas, dan
kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yang kurang
subur atau bekas tambang/industri. Perkembangan bioteknologi menawarkan
suatu pendekatan baru dengan pemanfaatan mikroorganisme untuk meningkatkan
efisiensi serapan hara oleh akar tanaman, salah satunya adalah Cendawan
Mikoriza Arbuskula.
CMA membentuk hubungan simbiosis mutualistis yang saling
menguntungkan dengan perakaran tanaman. Prinsip kerja dari CMA adalah
menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara
intensif sehingga akar tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan luas zona
eksploitasi hingga 20 kali (Hildebrant et al. 2002), sehingga meningkatkan
kapasitas penyerapan unsur hara terutama P dan N (Cruz et al. 2004).
Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora di dalam tanah
(Brundrett et al. 1996). Struktur cendawan yaitu hifa (benang-benang halus
berbentuk pipa) yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang

5
di dalam korteks. Akar yang terinfeksi akan membentuk arbuskul, vesikel
intraseluler, hifa internal di antara sel-sel korteks, dan hifa ekternal (Pattimahu,
2004). Spora akan terbentuk pada hifa eksternal yang merupakan bagian penting
bagi mikoriza yang berada di luar akar. Fungsi dari hifa ini salah satunya adalah
untuk menyerap Fosfor dalam tanah (Brundrett et al. 1996). Fosfor yang telah
diserap oleh hifa ekternal akan segera diubah menjadi senyawa polifosfat.
Senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul.
Senyawa polifosfat dipecah menjadi fosfat organik dalam arbuskul yang
kemudian dilepaskan ke sel tanaman inang. Menurut Mosse (1981) hifa eksternal
ini menyebabkan penyerapan hara terutama fosfor menjadi besar dibanding
dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan serapan
fosfor juga disebabkan oleh makin meluasnya daerah penyerapan, karena ukuran
hifa yang meluas dan halus sehingga memungkinkan hifa menyusup ke pori-pori
tanah yang paling kecil (mikro) dan jauh (Mosse, 1981). Karakteristik asosiasi
mikoriza ini juga memungkinkan tanaman untuk memperoleh air dan hara dalam
kondisi lingkungan yang kering dan miskin unsur hara, perlindungan dari patogen
akar dan unsur toksik dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah.
Hal ini dimungkinkan karena mikoriza memiliki jaringan hifa eksternal yang luas,
enzim fosfatase, dan sekresi hifa lainnya serta terbentuknya mantel hifa yang
melindungi akar secara fisik (Subiksa, 2002).
Cendawan Mikoriza Arbuskula memiliki syarat-syarat pertumbuhan yang
baik, antara lain: pada tanah yang bersifat aerobik, suhu optimal 18-25 oC, pH
tanah pada kondisi asam 3.5-6, dan kandungan bahan organik tanah 1-2%
(Pujianto, 2009).
Pemupukan Fosfor (P)
Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat vital bagi
tanaman karena merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman. Peran
fosfor untuk tanaman antara lain: dapat mempercepat dan memperkuat
pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman muda pada umumnya, dapat
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, dapat
meningkatkan produksi biji-bijian (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2000).
Fosfor membentuk ATP yang merupakan ikatan fosfat yang mengandung
energi tinggi. Fosfat banyak terdapat dalam jaringan meristem yang sangat aktif
dalam sintesis protein. Fosfat memegang peranan penting dalam proses sintesis
protein sebagai komponen dari koenzim untuk sintesis protein (NAD dan NADP)
dan juga sebagai komponen dari ATP dan ADP yang diperlukan untuk
mengaktifkan asam asam amino agar dapat disintesis. Oleh karena itu, kekurangan
fosfor mengakibatkan terhambatnya sintesis protein serta pertumbuhan tanaman.
Kekurangan fosfor tersebut yang dapat berakibat buruk bagi pertumbuhan
tanaman karena mempengaruhi proses metabolismenya. Pertumbuhan tanaman
terhambat, perakaran tidak berkembang dengan baik, dan cepat rontoknya daun
tua karena fosfor dalam tanaman bersifat mobil yang bergerak dari daun tua ke
daun muda. Kekurangan fosfor juga mengakibatkan terjadi akumulasi karbohidrat
yang mendorong terbentuknya antosianin sehingga daun dan batang berwarna
kemerahan atau ungu.

6
Kebutuhan tanaman terhadap fosfor memiliki berbagai masalah yaitu:
jumlah sedikit yang terdapat di dalam tanah, ketidaktersediaan fosfor yang sudah
ada di dalam tanah, hampir semua senyawa fosfor yang dijumpai di dalam tanah
rendah daya larutnya, dan adanya fiksasi fosfor yang menyolok (Tim Penulis PS,
2008). Mikanova dan Novakova (2002) menyatakan meskipun P total dalam tanah
dalam jumlah banyak tetapi ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah.
Tanaman hanya mengambil 10-25% P yang diberikan melalui pemupukan,
sebagian besar mengakibatkan perubahan kimia dalam tanah menjadi bentuk tidak
larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman yang hanya mengambil 10-25% P
tersebut dapat ditingkatkan kemampuan akarnya dalam menyerap unsur P dengan
menginfeksi akar tanaman dengan cendawan mikoriza.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian
Cikabayan, Dramaga, Bogor, dengan ketinggian tempat kurang lebih 250 m di
atas permukaan laut. Percobaan ini dilaksanakan mulai pada bulan Mei 2014
sampai dengan Agustus 2014.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit karet yang merupakan stum
okulasi mata tidur klon PB260 yang berasal dari Pusat Penelitian Sungei Putih
Sumatera Utara, Inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) spesies
Acaulospora tuberculata dari Laboratorium Bioteknologi Kehutanan Pusat Antar
Universitas IPB, polybag (panjang 30 cm, lebar 15 cm dan, tebal 0.08 cm), pupuk
Urea, SP-36, KCl, dan Dolomit, Dithane M-45 (fungisida), bambu berdiameter 5
cm, kawat pengikat bambu.
Alat yang digunakan adalah alat pertanian yaitu: koret, cangkul, meteran,
jangka sorong, timbangan digital, dan oven. Alat penunjang lainnya yaitu tali rafia,
ember, gembor (alat penyiram), dan alat-alat lainnya.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
yang disusun secara faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor dosis inokulan
Cendawan Mikoriza Arbuskula (M) dan dosis pemupukan Fosfor (P). Faktor
pertama adalah dosis inokulan cendawan mikoriza arbuskula yang terdiri dari tiga
yaitu kontrol/tanpa cendawan mikoriza (M0), cendawan mikoriza dengan dosis 10
g per tanaman (M1), cendawan mikoriza dengan dosis 20 g per tanaman (M2).
Faktor dosis pemupukan P terdiri atas empat taraf yaitu:

7
P0 = kontrol (tanpa pemupukan P)
P1 = 0.5 dosis rekomendasi SP-36 (1.94 g per tanaman bulan ke-1 dan 3.88 g
per tanaman bulan ke-3)
P2 = 1.0 dosis rekomendasi SP-36 (3.88 g per tanaman bulan ke-1 dan 7.76 g
per tanaman bulan ke-3)
P3 = 1.5 dosis rekomendasi SP-36 (5.82 g per tanaman bulan ke-1 dan 11.64 g
per tanaman bulan ke-3)
Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang 3
kali sehingga terhadap 36 satuan percobaan. Satuan percobaan terdiri atas lima
bibit tanaman sehingga jumlah bibit seluruhnya 180 bibit tanaman.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk
i = 1, 2, 3
Yijk
µ
i

αj
βk
(αβ)jk
ijk

= µ + i + αj + βk + (αβ)jk + ijk

j = 1, 2, 3, 4

k = 1, 2, 3, 4

= nilai pengamatan kelompok ke-i, perlakuan cendawan ke-j dan dosis
pupuk P ke-k
= nilai rataan umum
= pengaruh kelompok ke-i
= pengaruh perlakuan dosis cendawan ke-j
= pengaruh perlakuan dosis pupuk P ke-k
= pengaruh perlakuan dosis pemberian cendawan ke-j dan dosis pupuk P
ke-k
= pengaruh galat percobaan

Apabila hasil sidik ragam tersebut menunjukkan pengaruh nyata dari
perlakuan yang diberikan, maka pengujian dosis cendawan mikoriza arbuskula
dilakukan dengan uji DMRT dengan selang kepercayaan 95% dan pengujian dosis
pupuk P optimum menggunakan uji Polinomial Ortogonal.
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Media
Polybag diisi dengan media tanam yang merupakan campuran tanah dan
kompos dengan perbandingan 7:3 (v/v). Media tanam dimasukkan ke dalam
polybag yang telah dilubangi dindingnya sebanyak 10 buah dengan diameter
sekitar 5 mm, dan bagian bawahnya sebanyak 1 lubang dengan diameter 5 mm.
Media tanam diisikan ke polybag hingga setinggi 26 cm.
Persiapan Pembibitan
Sebelum ditanam dilakukan pengelompokan bibit dengan membedakan
ukuran diameter batang stum mata tidur untuk setiap ulangan. Pengelompokannya
terdiri atas ulangan 1 (≤ 1.5 cm), ulangan 2 (1.6-2.5 cm), dan ulangan 3 (> 2.5 cm).
Bibit stum selanjutnya dicelup dalam larutan Dithane M-45 dengan dosis 2-3 g L-1
air. Bibit stum mata tidur ditanam tepat di tengah polybag, kemudian diisi kembali
dengan media tanam lalu dipadatkan. Bibit stum yang terbenam dalam media
sampai batas leher akar. Persiapan pembibitan sudah benar bila stum tidak

8
tercabut saat diangkat. Setelah stum ditanam, disisipkan satu buah bambu kecil
berdiameter ± 5 cm di satu sisi polybag sebagai tempat aplikasi mikoriza satu
bulan berikutnya. Jarak antar stum dalam satu perlakuan percobaan adalah 40 cm,
jarak antar satu satuan percobaan dengan satuan percobaan lainnya adalah 0.5 m,
sedangkan jarak antar petak ulangan adalah 1 m (Lampiran 1).
Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
CMA diaplikasikan setelah satu bulan penanaman bibit stum mata tidur
dalam polybag dengan mengangkat bambu kecil di satu sisi polybag yang telah
dibuat sebelumnya, kemudian CMA dimasukkan ke dalam lubang bambu tersebut
sedalam ± 15 cm sesuai dengan perlakuan. Kemudian ditutup dengan tanah
kembali.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan di pembibitan meliputi penyiraman, penyiangan,
pengendalian hama dan penyakit, serta pemupukan. Penyiraman dilakukan setiap
pagi dan sore bila tidak turun hujan. Penyiangan secara manual dilakukan bila
populasi gulma sudah mulai rapat. Pengendalian gulma di dalam polybag
dilakukan secara manual setiap dua minggu sekali. Pembuangan tunas palsu
dilakukan 1 minggu setelah tanam (MST), tunas-tunas yang tumbuh selain mata
okulasi dipotong agar tidak menghabiskan energi dari bibit untuk pertumbuhan
mata okulasi. Pemupukan di dalam polybag dilakukan dengan cara menabur
pupuk di sekeliling batang bibit lalu menutupnya dengan tanah kembali.
Pemupukan yang pertama dilakukan 1 bulan setelah penanaman dan selanjutnya
dilakukan 2 bulan setelah pemupukan pertama dengan dosis sesuai dosis
rekomendasi (Tabel 1).
Tabel 1. Dosis rekomendasi pupuk pada pembibitan karet
Jenis pupuk
Bulan ke-1
Bulan ke-3
………….……g………………..
Urea
2.28
4.56
SP36
3.88
7.76
KCl
0.70
1.40
Dolomit
2.06
4.12
Sumber: Balai Penelitian Perkebunan Sembawa (2012)

Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap tanaman contoh yang hidup pada setiap
satuan percobaan. Waktu pengamatan mulai satu minggu setelah tanam dan
interval pengamatan seminggu sekali. Peubah yang diamati adalah:
1. Analisis tanah
Analisis tanah dilakukan pada dua media tanam yaitu sebelum dan sesudah
perlakuan. Sampel tanah sebelum perlakuan diambil dari tanah yang telah
dicampurkan dengan kompos perbandingan 7:3 (v/v), sedangkan sampel
tanah setelah perlakuan diambil dari tanah yang telah diaplikasi 1.5 dosis
rekomendasi pupuk P dan 20 g per tanaman CMA.

9
2.

3.

4.

5.

6.
7.

8.

Panjang tunas
Panjang tunas diukur dari pertautan okulasi sampai ujung tunas dengan
interval pengamatan seminggu sekali.
Diameter tunas
Diameter tunas diukur pada ketinggian 2 cm dari pertautan okulasi, dengan
interval pengamatan seminggu sekali.
Jumlah tangkai daun
Jumlah tangkai daun ditentukan dengan menghitung tangkai daun. Diamati
setiap seminggu sekali.
Jumlah akar
Jumlah akar yang diamati adalah jumlah akar lateral yang tumbuh di sekitar
akar primer (tunggang) bibit stum karet
Akar terpanjang
Akar terpanjang diukur dari satu akar lateral yang paling panjang
Bobot basah tajuk dan bobot basah akar
Bobot basah total ditentukan dengan cara menimbang keseluruhan bibit
tanaman (tajuk dan akar) dalam keadaan masih basah. Bobot basah ini
diperoleh dari pengambilan satu tanaman yang pertumbuhannya terbaik untuk
satu satuan percobaan.
Bobot kering tajuk dan bobot kering akar
Bobot kering tajuk dan akar ditetapkan dengan memisahkan tajuk dan akar,
kemudian tajuk dan akar dimasukkan kedalam oven 80 oC selama 3 x 24 jam.
Bobot kering dari tajuk dan akar tersebut ditimbang secara terpisah.
Penimbangan akar meliputi akar rambut dan akar stum.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pertumbuhan bibit karet sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
iklim, yaitu: cahaya matahari, temperatur, curah hujan, dan kelembaban udara,
serta media tumbuh yang meliputi ketersediaan air dan unsur hara. Penelitian
mulai dilakukan pada bulan Mei minggu ke-3 dengan mempersiapkan media
tanam di polybag dan dibiarkan selama seminggu. Selanjutnya, pada minggu
pertama bulan Juni dilakukan penanaman bibit stum karet. Kondisi cuaca selama
empat bulan proses penelitian mulai dari bulan Mei sampai Agustus mempunyai
kisaran suhu yang tidak terlalu besar, yaitu suhu rata-rata 25-26 oC, sedangkan
curah hujan mempunyai kisaran yang cukup besar (Lampiran 2). Curah hujan
rata-rata pada bulan Juni cukup tinggi yaitu 84.7 mm yang dapat dikategorikan
sebagai bulan lembab, bulan Juli curah hujan rata-ratanya adalah 22.0 mm yang
dapat dikategorikan sebagai bulan kering, selanjutnya bulan Agustus curah hujan
rata-ratanya tinggi yaitu 538.0 mm sebagai bulan basah (klasifikasi SchmidtFerguson).

10
Kondisi tanah sebelum perlakuan pada media tanam yang digunakan
berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Balai Penelitian Tanah
menunjukkan pH H2O sebesar 4.6 tergolong masam. C/N rasio sebesar 10
tergolong rendah dan kadar P2O5 2.1 ppm tergolong sangat rendah (Lampiran 3).
Waktu muncul tunas dari bibit stum mata tidur yang digunakan bervariasi,
yang disebabkan oleh ketidakseragaman kondisi mata okulasi dan batang bawah
(Setiawan dan Andoko, 2005). Pengelompokkan bibit dilakukan dengan
membedakan ukuran diameter batang bawah untuk setiap ulangan.
Hama yang muncul pada penelitian ini adalah rayap (Captotermes
curvignatus) yang menyerang bagian kayu pada stum. Serangan hama rayap pada
tanaman bibit selama masa penelitian cukup besar pada bulan Juni dan Agustus
yang memiliki curah hujan dan kelembaban tinggi. Populasi dan serangan rayap
lebih tinggi dan lebih parah apabila tanaman yang diserang lebih basah atau
kelembabannya tinggi (Tarumingkeng, 2001). Pengendalian hama rayap tersebut
dilakukan dengan pemberian pestisida berbahan aktif Karbofuran 3% pada media
tanam di polybag dan secara manual dengan membongkar setiap sarang rayap
yang sudah ada.

Hasil
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian CMA pada
bibit karet berpengaruh cenderung nyata terhadap diameter tunas (2 MST),
sedangkan untuk parameter lainnya perlakuan inokulan CMA tersebut tidak
berpengaruh nyata. Pemberian dosis pemupukan fosfor berpengaruh nyata
terhadap panjang tunas (6 MST), serta bobot basah dan bobot kering akar.
Interaksi antara pemberian inokulan CMA dan pemupukan P berpengaruh nyata
terhadap parameter panjang tunas 12 MST, diameter tunas 9 MST dan 12 MST,
dan jumlah tangkai daun 11 MST, serta berpengaruh sangat nyata terhadap
parameter jumlah tangkai daun 10 MST.
Persentase bibit tumbuh sampai akhir percobaan pada masing-masing
ulangan yang diperoleh adalah 52% pada ulangan 1, 53% pada ulangan 2, dan
35% pada ulangan 3.

Panjang Tunas
Panjang tunas bibit stum karet tidak dipengaruhi oleh pemberian inokulan
CMA, sedangkan pemberian pupuk P berpengaruh pada pertumbuhan panjang
tunas. Pemberian pupuk P berpengaruh cenderung nyata pada umur 5 MST dan 7
MST dan berpengaruh nyata pada umur 6 MST (Tabel 2).

11
Tabel 2. Rekapitulasi sidik ragam panjang tunas
Perlakuan
Umur Tanaman
Interaksi
CMA
Pupuk P
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
10 MST
11 MST
12 MST

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
cn
*
cn
tn
tn
tn
tn
tn

CMA Pupuk P
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
cn
cn
*

KK (%)
24.05
27.93
23.67
12.59
10.42
8.80
14.02
18.52
15.78
11.42
8.90
8.23

Ket: MST: minggu setelah tanam, **: sangat nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%,
cn
: cenderung nyata pada taraf 10%, tn: tidak nyata, KK (%): koefisien keragaman.

Bibit karet yang dipupuk P dengan dosis 1.5 dosis rekomendasi yaitu
pemberian 5.82 g per tanaman SP-36 pada bulan ke-1 dan 11.64 g per tanaman
SP-36 pada bulan ke-3 memiliki panjang tunas terpanjang. Panjang tunas
terpendek adalah bibit karet yang ditanam tanpa perlakuan pemupukan P (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh perlakuan pemberian pupuk P terhadap panjang tunas
Umur
Dosis Rekomendasi Pupuk
(MST) 0
0.5
1.0
1.5
……………………..……….. cm ………...………………………
5*
18.77 b
19.20 ab
22.48 ab
25.59 a
**
20.18 b
20.66 b
23.16 ab
26.94 a
6
7*
20.68 b
21.18 ab
23.72 ab
25.59 a
Ket:

*)

**)

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji DMRT taraf =10%
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji DMRT taraf =5%

Berdasarkan kurva respon panjang tunas 6 MST yang berpengaruh nyata
dengan pemberian pupuk P menghasilkan pola respon linear (Gambar 1). Hal ini
menunjukkan bahwa sampai dosis pemupukan P tertinggi yang diberikan yaitu 1.5
dosis rekomendasi masih belum optimal dalam meningkatkan pertumbuhan
panjang tunas bibit karet.

12

Gambar 1. Kurva respon panjang tunas 6 MST terhadap dosis
pemupukan P
Interaksi antara perlakuan pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan panjang tunas bibit karet. Interaksi
perlakuan berpengaruh nyata pada umur 12 MST. Rataan tertinggi terdapat pada
perlakuan P3M2 yaitu pemberian 20 g per tanaman CMA dan 1.5 dosis
rekomendasi pupuk P. Perlakuan P3M2 tersebut memiliki panjang tunas 32.70 cm
yang berbeda nyata dengan perlakuan P0M0 dengan panjang tunas rataan terendah
15.38 cm (Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P terhadap
panjang tunas 12 MST
Dosis pemberian CMA (g per tanaman)
Dosis rekomendasi
pupuk P
0
10
20
Rataan
…………………………… cm ………..…………………
0
15.38 d
28.63 ab
20.31 bcd
21.44
0.5
20.16 bcd
24.04 abcd 26.65 abcd
23.62
1.0
27.62 abcd
20.85 cd
26.33 abcd
24.93
abcd
abc
a
1.5
31.16
29.67
32.70
31.18
Rataan
23.58
25.80
26.50
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata menurut
uji DMRT taraf =5%

Diameter Tunas
Perlakuan pemberian inokulan CMA dan pemupukan P berpengaruh
cenderung nyata pada umur 2 MST (Tabel 5). Pemberian inokulan CMA dengan
dosis 10 g per tanaman memiliki respon pertumbuhan diameter tunas terbaik.
Pada perlakuan pemupukan P respon pertumbuhan diameter tunas terbaik
dihasilkan oleh bibit karet tanpa pemupukan P (Tabel 6).

13
Tabel 5. Rekapitulasi sidik ragam diameter tunas
Perlakuan
Umur Tanaman
CMA
Pupuk P
1 MST
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
10 MST
11 MST
12 MST

tn
cn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
cn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

Ket: **: sangat nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%,
tn
: tidak nyata, KK (%): koefisien keragaman.

Interaksi

KK (%)

CMA Pupuk P
tn
tn
tn
cn
tn
tn
tn
cn
*
tn
tn
*

15.28
17.68
26.57
16.97
26.37
18.34
17.52
18.51
15.52
16.88
18.86
14.56

cn

: cenderung nyata pada taraf 10%,

Tabel 6. Pengaruh perlakuan pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap diameter tunas 2 MST
Perlakuan
Diameter tunas (cm)
Pemberian CMA (g per tanaman): 0
10
20
0.41 ab
0.48 a
0.34 b
Dosis rekomendasi pupuk SP-36 :

0
0.50 a

0.5
0.40 ab

1.0
0.33 b

1.5
0.46 ab

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan nyata menurut uji DMRT taraf =10%

Pengaruh interaksi antara perlakuan pemberian inokulan CMA dan
pemupukan P terhadap pertumbuhan diameter tunas bibit karet terlihat cenderung
nyata mulai umur 4 MST dan 8 MST, selanjutnya berpengaruh nyata pada umur 9
MST dan 12 MST (Tabel 5). Perlakuan interaksi P1M2 dengan kombinasi 0.5
dosis rekomendasi SP-36 dan pemberian CMA 20 g per tanaman memiliki rataan
diameter tunas terbesar pada umur 9 MST (Tabel 7), sedangkan interaksi P1M1
memiliki rataan diameter tunas terbesar pada umur 12 MST (Tabel 8).

14
Tabel 7. Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P terhadap
diameter tunas 9 MST
Dosis pemberian CMA (g per tanaman)
Dosis rekomendasi
pupuk P
0
10
20
Rataan
…………………………… cm ………..…………………
0
0.53 c
0.56 bc
0.58 abc
0.55
0.5
0.53 c
0.54 c
0.73 a
0.60
1.0
0.66 abc
0.72 ab
0.58 abc
0.65
abc
bc
abc
1.5
0.67
0.56
0.58
0.61
Rataan
0.60
0.59
0.62
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata menurut uji
DMRT taraf =5%

Tabel 8. Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P terhadap
diameter tunas 12 MST
Dosis pemberian CMA (g per tanaman)
Dosis rekomendasi
pupuk P
0
10
20
Rataan
…………………………… cm ………..…………………
0
0.72 b
0.78 b
0.71 b
0.74
b
a
ab
0.5
0.74
0.87
0.85
0.82
ab
ab
b
1.0
0.83
0.86
0.71
0.80
1.5
0.84 ab
0.76 b
0.83 ab
0.81
Rataan
0.78
0.82
0.77
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata menurut
uji DMRT taraf =5%

Jumlah Tangkai Daun
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah tangkai daun bibit
stum karet tidak dipengaruhi oleh pemberian inokulan CMA dan pupuk P,
sedangkan interaksi antara perlakuan pemberian CMA dan pemupukan P
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah tangkai daun bibit karet.
Interaksi pemberian CMA dan pupuk P berpengaruh sangat nyata pada 10 MST,
berpengaruh nyata pada 11 MST, serta cenderung nyata pada 12 MST (Tabel 9).

15
Tabel 9. Rekapitulasi sidik ragam jumlah tangkai daun
Perlakuan
Umur Tanaman
Interaksi
CMA
Pupuk P
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
9 MST
10 MST
11 MST
12 MST

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

CMA Pupuk P
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
*
cn

KK (%)
19.56
25.56
16.89
23.83
19.38
20.83
24.01
21.86
22.12
26.66
26.93

Ket: **: sangat nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, cn: cenderung nyata pada taraf 10%,
tn
: tidak nyata, KK (%): koefisien keragaman.

Hasil interaksi antara pemberian CMA dan pemupukan P terhadap
pertumbuhan jumlah tangkai daun terlihat pada bibit stum dari umur 10 MST-11
MST. Perlakuan P1M2 dengan kombinasi perlakuan pemberian inokulan CMA 10
g per tanaman dan pemberian 0.5 dosis rekomendasi pupuk P memiliki rataan
tertinggi pertumbuhan jumlah tangkai daun pada 10 MST (Tabel 10), sedangkan
perlakuan P1M0 dengan kombinasi perlakuan pemberian inokulan CMA 10 g per
tanaman tanpa pupuk P memiliki rataan tertinggi pada 11 MST (Tabel 11).
Tabel 10. Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap jumlah tangkai daun 10 MST
Dosis pemberian CMA (g per tanaman)
Dosis rekomendasi
pupuk P
0
10
20
Rataan
…………………………… cm ………..…………………
0
12.50 ab
12.33 ab
10.11 bc
11.65
0.5
14.17 ab
7.71 c
14.60 a
12.16
1.0
12.30 abc
12.20 abc
9.03 bc
11.18
1.5
12.57 ab
10.43 bc
12.50 ab
11.83
Rataan
12.88
10.67
11.56
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata menurut
uji DMRT taraf =5%

16
Tabel 11. Pengaruh interaksi pemberian inokulan CMA dan pemupukan P
terhadap jumlah tangkai daun 11 MST
Dosis pemberian CMA (g per tanaman)
Dosis rekomendasi
pupuk P
0
10
20
Rataan
…………………………… cm ………..…………………
0
12.75 b
14.00 ab
10.78 bc
12.51
0.5
17.00 a
9.71 bc
15.40 ab
14.04
ab
ab
c
1.0
13.00
13.80
9.30
12.03
b
bc
ab
1.5
12.57
10.86
14.75
12.73
Rataan
13.83
12.09
12.56
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata menurut
uji DMRT taraf =5%

Jumlah Akar dan Akar Terpanjang
Perlakuan pemberian inokulan CMA dan pemupukan fosfor tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah akar dan akar terpanjang bibit karet yang
dilakukan pengamatannya pada umur 13 MST. Bibit karet yang tidak diberi
perlakuan inokulan CMA (kontrol) masih memiliki jumlah akar yang paling
banyak dan akar terpanjang dibandingkan dengan dosis pemberian inokulan CMA
10 g per tanaman dan 20 g per tanaman (Tabel 12).
Tabel 12. Rata-rata jumlah akar dan akar terpanjang bibit karet pada tiga dosis
pemberian CMA
Cendawan Mikoriza Arbuskula (g per tanaman)
Peubah diamati
0
10
20
………………………..akar…………………………
Jumlah akar
10.0
7.5
7.5
………………………..cm…………………………
Akar terpanjang
24.2
22.4
22.5
Perlakuan pemupukan fosfor pada bibit karet dengan dosis 1.5 dosis
rekomendasi memiliki jumlah akar terbanyak, sedangkan bibit karet dengan
perlakuan pemupukan 1.0 dosis rekomendasi memiliki akar terpanjang (Tabel 13).
Tabel 13. Rata-rata jumlah akar dan akar terpanjang bibit karet pada empat dosis
pupuk fosfor
Dosis rekomendasi pupuk Fosfor
Peubah diamati
0
0.5
1.0
1.5
………………………..akar…………………………
Jumlah akar
9.0
8.4
6.3
9.7
………………………..cm…………………………
Akar terpanjang
23.4
22.4
23.4
22.6

17
Bobot Basah dan Bobot Kering Akar
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian inokulan CMA tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering akar bibit tanaman
karet (Tabel 14). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dosis pemberian CMA
berkorelasi negatif terhadap pertambahan bobot basah dan bobot kering akar
(Gambar 2a). Bobot basah dan bobot kering akar pada bibit karet tanpa pemberian
mikoriza (kontrol) selalu lebih berat daripada tanaman dengan pemberian dosis
mikoriza lainnya. Semakin tinggi dosis inokulan CMA yang diberikan
menyebabkan semakin rendahnya bobot basah dan bobot kering akar yang
dihasilkan.
Perlakuan pemupukan P berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot
kering akar. Namun hasil yang berbeda terjadi pada pengaruh pemupukan fosfor
terhadap bobot basah dan kering akar. Dosis pemupukan fosfor tertinggi yaitu 1.5
dosis rekomendasi juga menghasilkan respon pertumbuhan bobot basah dan
kering akar yang terbaik (Gambar 2b). Berat bobot pada pemberian pupuk P 1.5
dosis rekomendasi tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat jauh jika
dibandingkan dengan perlakuan dosis rekomendasi pupuk P lainnya.
Tabel 14. Rekapitulasi sidik ragam bobot basah dan kering akar pada pengamatan
pertumbuhan bibit karet umur 13 MST
Perlakuan
Interaksi
KK (%)
Parameter
CMA
Pupuk P
Bobot Basah Akar
Bobot Kering Akar

tn
tn

CMA Pupuk P
cn
tn

*
*

23.40 tr2
18.44 tr2

Ket: **: sangat nyata pada taraf 1%, *: nyata pada taraf 5%, cn: cenderung nyata pada taraf 10%,
tn
: tidak nyata, tr2: hasil transformasi
, KK (%): koefisien keragaman.

(a)

(b)

7.00
5.00

bobot (g)

bobot (g)

6.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
10
20
Dosis CMA (g per tanaman)

8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00

Bobot
Basah
Akar
Bobot
Kering
Akar
0

0.5
1
1.5
Dosis pupuk Fosfor

Gambar 2. Bobot basah dan kering akar pada tiga dosis inokulan CMA (a) dan
empat dosis pemupukan Fosfor (b)
Berdasarkan kurva respon bobot basah dan kering akar (Gambar 3 dan 4)
yang menghasilkan pola linear yang terus bertambah menunjukkan bahwa dosis
pemupukan P yang diberikan masih belum optimal sampai 1.5 dosis rekomendasi
pupuk P tertinggi dalam meningkatkan pertumbuhan akar bibit karet.

gram

18

7.0
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0

y = 1.5758x + 2.8429
R² = 0.6811

Bobot Basah Akar

0

0.5
1
1.5
Dosis rekomendasi pupuk P

gram

Gambar 3. Kurva respon bobot basah akar terhadap dosis pemupukan P
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0

y = 0.4004x + 0.7274
R² = 0.7492

Bobot Kering Akar

0

0.5
1
1.5
Dosis rekomendasi pupuk P

Gambar 4. Kurva respon bobot kering akar terhadap dosis pemupukan P

Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian inokulan CMA tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering tajuk bibit tanaman
karet. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bibit karet dengan pemberian CMA
dengan dosis 10 g per tanaman menghasilkan bobot basah dan bobot kering tajuk
yang terberat dibandingkan dengan pemberian mikoriza dosis 20 g per tanaman
dan tanpa mikoriza (Gambar 5a).
Pemupukan P juga tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot
kering tajuk. Pemberian dosis pemupukan P 1.0 dosis rekomendasi menghasilkan
bobot basah dan kering tajuk yang tertinggi (Gambar 5b), sedangkan tanpa
pemberian pupuk P menghasilkan bobot basah dan kering tajuk terendah.

19
(b)

bobot (g)

bobot (g)

(a)
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00

16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00

0
10
20
Dosis CMA (g per tanaman)

Bobot
Basah
Tajuk

0
0.5
1
1.5
Dosis pupuk Fosfor

Bobot
Kering
Tajuk

Gambar 5. Bobot basah dan kering tajuk pada tiga dosis inokulan CMA (a) dan
empat dosis pemupukan Fosfor (b)

Pembahasan
Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap
Pertumbuhan Bibit Stum Mata Tidur Karet
Pemberian dosis CMA spesies Acaulospora tuberculata tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter panjang tunas dan jumlah tangkai daun. Pemberian
CMA juga tidak berpengaruh nyata dan memil