Analisis Tingkat Kesehatan BMT dan Dampak Pembiayaan Mikro Syariah Terhadap Perkembangan Usaha Mikro (Studi Kasus BMT Al-Azhar Maros)

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BMT DAN DAMPAK
PEMBIAYAAN MIKRO SYARIAH TERHADAP
PERKEMBANGAN USAHA MIKRO
(STUDI KASUS BMT AL-AZHAR MAROS)

MUHAMMAD HAEKAL

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi analisis kesehatan BMT dan
dampak pembiayaan mikro syariah terhadap perkembangan usaha mikro adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Muhammad Haekal
NIM H54110031

ABSTRAK
MUHAMMAD HAEKAL. Analisis Tingkat Kesehatan BMT dan Dampak
Pembiayaan Mikro Syariah Terhadap Perkembangan Usaha Mikro (Studi Kasus
BMT Al-Azhar). Dibimbing oleh JAENAL EFFENDI.
Usaha Mikro saat ini menjadi pusat perhatian dari pemerintah dan masyarakat
umum karena memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi. Usaha
mikro yang memiliki peran strategis, menghadapi permasalahan umum yang
sering dijumpai yaitu keterbatasan modal. Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
sebagai salah satu lembaga keuangan mikro hadir sebagai lembaga yang
melakukan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro.
Penelitian ini menganalisis kesehatan BMT dan dampak pembiayaan mikro
syariah terhadap perkembangan usaha mikro dengan menggunakan rasio

penilaian versi pinbuk dan OLS (Ordinary Least Square). Hasil analisis
menunjukkan kesehatan BMT tahun 2012-2014 termasuk dalam kategori cukup
baik dan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan omset usaha
adalah lama usaha, jumlah pembiayaan, dan lama pendidikan.
Kata kunci : BMT, OLS, Rasio Kesehatan, Usaha Mikro
ABSTRACT
MUHAMMAD HAEKAL, Financial performance analysis and the impact of
sharia micro financing on the development of Micro Enterprises. Supervised by
JAENAL EFFENDI.
Micro enterprises has become the center of attention for the government and the
society due to its significant roles in economics development. Micro enterprises;
that holds a strategic role, is facing a common problem which is limited source
of capital to operate its business. BMT, as the alternative choice of MFI is
present among the society is used as source of credit for MSMEs. This research
is to analyze the financial performances of BMT and the impact of sharia
financing on the development of the micro enterprises which uses the assesment
rasio from PINBUK and OLS. The result of the analysis indicates, that the
financial performace of BMT period 2012-2014 has good performance. The
factor that determines the income of the micro enterprise is the the length of the
bussiness activitiy, the amount of the credit, and the length of the education spent

by the bussiness owner.
Keywords : BMT, Financial Performance, Micro enterprises, Ordinary Least
Square (OLS)

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BMT DAN DAMPAK
PEMBIAYAAN MIKRO SYARIAH TERHADAP
PERKEMBANGAN USAHA MIKRO
(STUDI KASUS BMT AL-AZHAR MAROS)

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

MUHAMMAD
HAEKAL
2015

Judul Skripsi

Analisis Kesehatan BMT dan Dampak Pembiayaan Mikro
Syariah

terhadap Perkembangan Usaha Mikro (Studi Kasus

BMT Al-Azhar Maros)
Nama

Muhammad Haekal

NIM

H54110031


Disetujui oleh

Dr. Jaenal Effendi, S.Ag. MA
Pembimbing

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

1 8

.

2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah
Analisis kesehatan BMT dan dampak pembiayaan mikro syarah terhadap

perkembangan usaha mikro.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
orang tua dan keluarga penulis, yaitu Ayah Isman Abu dan Ibu Hana Mansur
serta kakak dari penulis atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan.
Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Jaenal Effendi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
arahan, bimbingan, saran, dan motivasi dalam membantu penulisan skripsi
ini.
2. Bapak Irfan Syauqi Beik selaku dosen penguji utama dan Ibu Tanti Novianti
selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah
diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. BMT Al-Azhar, baik para pegawai maupun nasabah serta pihak-pihak yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
5. Teman-teman satu bimbingan, Afrial Hasbi, Rizha Rizki, Ahmad Fathan,
Akbar Nur Pribadi dan yang lainnya, yang telah banyak memberikan bantuan,
saran, kritik, motivasi dan dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. Seluruh keluarga Ilmu ekonomi, terutama Ilmu Ekonomi Syariah 47,48, dan

49 terimakasih atas doa dan dukungannya.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Bogor, April 15

Muhammad haekal

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN
Latar Belakang

1
1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

4
8

Linkage program

6

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)

4

Pengertian Kesehatan

5


Penilaian Tingkat Kesehatan

5

Pembiayaan Syariah

6

Penelitian Terdahulu

8

Kerangka Pikir

10

Kajian Teoritis

12


METODE
Jenis dan Sumber Data

12
12

Metode Pengumpulan Data

13

Metode Analisis Data

13

GAMBARAN UMUM

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Analisis Rasio Kesehatan BMT

16

Perhitungan Skor Rasio Kesehatan BMT AL-Azhar Tahun 2012-2014

21

Karakteristik Responden

23

Karakteristik Usaha Responden

23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

27
27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL

1 Jumlah kredit UMKM Periode Juli-September 2014 (Milyar)
2 Metode Penilaian Kesehatan
3 Aset BMT Al-Azhar
4 Rasio Modal Periode 2012-2014
5 Nilai Rasio Modal
6 Aktiva Produktif Periode 2012-2014
7 Nilai Aktiva Produktif
8 Rasio Likuiditas Periode 2012-2014
9 Nilai Likuiditas
10 Rasio Efisiensi Usaha Periode 2012-2014
11 Nilai Efisiensi Usaha
12 Rasio Rentabilitas Periode 2012-2014
13 Nilai Rentabilitas
14 Rasio Kemandirian dan Keberlanjutan Periode 2012-2014
15 Nilai Kemandirian dan Keberlanjutan
16 Perhitungan Rasio Kesehatan BMT Al-Azhar Tahun 2012
17 Perhitungan Rasio Kesehatan BMT Al-Azhar Tahun 2013
18 Perhitungan Rasio Kesehatan BMT Al-Azhar Tahun 2014
19 Parameter Tingkat Kesehatan BMT
20 Statistik Deskriptif Karakteristik Responden
21 Lama Usaha Pelaku Usaha Mikro
22 Alasan Pengajuan BMT Sebagai Pembiayaan
23 Dampak Pembiayaan Syariah Terhadap Perkembangan Omset
Usaha
24 Dampak Pembiayaan Mikro Syariah Terhadap Usaha Mikro
25 Faktor-faktor yang Memengaruhi Nilai Perkembangan Omset
Usaha

2
14
15
16
16
16
17
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
24
24
25
25
26

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Penelitian
2 Jenis Kelamin Responden

11
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kuesioner Penelitian
Hasil Olah Data OLS
Laporan Keuangan BMT Al-Azhar
Daftar kolektibilitas BMT 2012-2014

30
33
34
42

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan basis kekuatan
ekonomi kerakyatan yang cukup tangguh menghadapi krisis. Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) telah mampu membuktikan eksistensinya dalam
perekonomian di Indonesia. Ketika badai krisis moneter melanda Indonesia di tahun
1998, banyak investor dan pengusaha besar yang mengalihkan modalnya ke negaranegara lain, sehingga perekonomian Indonesia disaat itu semakin terpuruk. Usaha
kecil dan sektor riil mampu bertahan dan menopang roda perekonomian bangsa
Indonesia. Selain itu, UMKM menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan
pekerjaan yang produktif. UMKM merupakan usaha yang bersifat padat karya,
tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian
(keterampilan) pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta teknologi
yang digunakan cenderung sederhana. UMKM masih memegang peranan penting
dalam perbaikan perekonomian Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha, segi
penciptaan lapangan kerja, maupun dari segi pertumbuhan ekonomi nasional yang
diukur dengan Produk Domestik Bruto.
Usaha mikro dapat digolongkan dalam sektor informal sebagai istilah
yang biasa dipergunakan untuk menunjukan sejumlah kegiatan ekonomi skala kecil.
Sektor informal ini mencakup berbagai macam kegiatan di bidang usaha antara lain:
usaha perdagangan seperti (pedagang keliling, pedagang kaki lima) demikian pula
di bidang usaha jasa misalnya jasa angkutan. Sektor informal ini terutama melayani
kebutuhan golongan ekonomi lemah, yang sebagian besar berpusat pada penyedian
kebutuhan pokok bagi golongan berpenghasilan rendah.
Usaha mikro berperan penting dalam perkembangan ekonomi nasional.
Kinerja usaha mikro pada tahun 2011–2012 terakhir telah mengalami peningkatkan.
Tahun 2012 jumlah total jumlah usaha mikro yaitu berjumlah 55.856.176
(KEMENKOP) atau mengalami peningkatan sebesar 2,41% dari tahun 2011 dan
jumlah tenaga kerja sebesar 99.859.517 (KEMENKOP) atau mengalami
peningkatan sebesar 5,16% dari tahun 2011. Hal ini terlihat dari peningkatan
jumlah unit usaha, dan jumlah tenaga kerja. Hal ini menunjukkan besarnya peran
usaha mikro dalam mengatasi masalah pengangguran di Indonesia.
Perkembangan usaha mikro yang meningkat dari segi kuantitas, belum
diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas usaha mikro. Permasalahan utama
yang dihadapi sebagian besar usaha mikro adalah keterbatasan modal. Setyobudi
(2007) memaparkan bahwa permasalahan klasik dan mendasar yang dihadapi oleh
pelaku usaha mikro kecil menengah ialah permasalahan modal. Hal inilah yang
menjadi tantangan bagi usaha mikro untuk tetap mampu mempertahankan
keberadaannya dan mampu berkembang dengan keterbatasan dan berbagai kendala
yang ada.
Adanya ketimpangan akses terhadap modal untuk usaha mikro dari
lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan, menyebabkan pelaku usaha
mikro bergantung pada sumber-sumber informal. Bank dan lembaga keuangan
menganggap sektor usaha mikro memiliki potensi, tetapi bank terhalang dengan
kendala prinsip prudent penyaluran kredit. Pada umumnya, pelaku usaha mikro

2
termasuk mikrounbankable karena tidak memiliki aset legal dan memadai
untuk dijaminkan pada pihak bank. Hal ini terlihat dari kecilnya proporsi kredit
yang disalurkan untuk usaha mikro dibandingkan usaha kecil dan menengah.
Tabel 1 Jumlah kredit UMKM Periode Juli-September 2014 (Milyar)
Skala Usaha
Juli
Agustus
September
Usaha Mikro
152,347.3
152,292.4
154,599.0
Usaha Kecil
202,269.1
202,778.8
204,801.4
Usaha Menengah
327,774.6
324,780.4
327,438.0
Sumber :Bank Indonesia (Data Kredit UMKM 2014)

Melihat realitas tersebut, pengembangan LKM seharusnya menjadi perhatian
dan prioritas utama apabila menginginkan perubahan kondisi ekonomi di negeri ini.
Potensi yang besar dari usaha mikro membuat perbankan syariah tertarik turun
tangan untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu program yang dilakukan
oleh perbankan syariah adalah dengan linkage program. Linkage program
merupakan kerjasama antara bank umum atau bank syariah kepada lembaga
keuangan mikro seperti Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) dengan menggunakan
skema Executing, Chanelling dan Joint financing.
Lembaga keuangan mikro seperti BMT dinilai dapat menjangkau kelompok
usaha mikro (UM) yang membutuhkan akses modal dengan biaya murah dan
margin yang ringan. BMT menunjukkan peran yang besar terhadap pemberian
pembiayaan kepada Usaha mikro di wilayah yang tidak terjangkau oleh perbankan
syariah. BI mencatat tahun 2012, jumlah dana linkage program ke BPRS sebesar
Rp.432,97 milyar dan linkage program BMT sebesar Rp.829,67 milyar
(http://www.bi.go.id/). Dengan peran tersebut, BMT bisa dijadikan Bank Umum
Syariah sebagai perpanjangan tangannya di daerah yang belum dijangkau oleh
Bank Syariah.
Kehadiran BMT demikian penting dirasakan oleh masyarakat sebagai
lembaga keuangan alternatif, disamping perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Namun demikian kondisi persaingan BMT dengan unit usaha mikro perbankan
(konvesional dan syariah) yang demikian ketat telah mendorong untuk mencari
strategi yang tepat dalam mengembangkan BMT dengan cara peningkatan kinerja
BMT. Peningkatan kinerja BMT dapat diukur dengan melihat tingkat kesehatan
BMT tersebut.
Pusat inkubasi bisnis usaha kecil (PINBUK) sebagai lembaga yang
mendukung dan mendampingi kelembagaan BMT telah mengeluarkan standar
tersendiri untuk mengukur tingkat kesehatan BMT. Penilaian kesehatan dapat
dijadikan tolak ukur bagi manajemen untuk menilai apakah pengelolaan sejalan
dengan ketentuan yang berlaku. Dari segi eksternal, penilaian kesehatan akan
berpengaruh terhadap loyalitas anggota dan nasabah terhadap BMT tersebut.
Perumusan Masalah
Usaha mikro berkontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat.
Semakin banyak usaha mikro bertumbuh, jumlah pengangguran di Indonesia akan terus
berkurang, namun ditengah pertumbuhan usaha mikro di Indonesia adapun kendala

3
yang harus dihadapi pelaku usaha mikro seperti kurangnya modal untuk memulai usaha
maupun modal untuk mengembangkan usaha.
Rendahnya permodalan pada sektor usaha mikro dapat di atasi dengan
keberadaan Baitul maal wat tamwil (BMT). BMT dinilai sangat strategis dalam
memberdayakan usaha kecil. Sistem kerjasama yang ditawarkan BMT bagi UMKM
mampu melayani usaha kecil dengan skala pinjaman yang ditentukan secara efisien
dan menguntungkan kedua belah pihak, baik BMT sendiri maupun peminjam.
BMT Al-Azhar berada di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan merupakan
lembaga keuangan mikro syariah yang menyediakan pembiayaan produktif. Jumlah
nasabah hingga tahun 2014 yaitu berjumlah 599 orang. Jumlah yang masih sangat
rendah jika dibandingkan dengan total pelaku usaha mikro di Kabupaten Maros
yang berjumlah 25.372 orang. Hal ini bisa disebabkan karena dampak pembiayaan
mikro syariah yang diberikan oleh BMT tidak meningkatkan omset usaha pelaku
usaha mikro atau dari sisi BMT, adanya persaingan dengan unit usaha mikro
(syariah dan konvensional), dan lembaga pembiayaan yang lainnya sehingga
jumlah nasabah pembiayaan BMT Al-Azhar masih rendah.
Menurut Tambunan (2000), peranan lembaga tidak hanya memberikan
pelayanan, tetapi bagaimana mempertahankan dan menopang aktivitas usaha kecil
menengah. Oleh karena itu, tingkat kesehatan BMT merupakan hal yang penting,
sebab sulit bagi BMT untuk dapat mempertahankan sekaligus menopang aktivitas
usaha kecil, jika pihak BMT itu sendiri tidak memiliki tingkat kesehatan yang
memadai.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka permasalahan
yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat kesehatan BMT dalam kegiatan usahanya sebagai
lembaga intermediasi keuangan mikro?
2. Bagaimana pengaruh pembiayaan mikro syariah yang diberikan oleh BMT
terhadap perkembangan omset usaha mikro?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraiakan di atas,
maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Mengukur tingkat kesehatan BMT Al-Azhar sebagai lembaga intermediasi
mikro.
2. Menganalisis pengaruh pembiayaan mikro syariah yang diberikan oleh
BMT terhadap perkembangan usaha mikro.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat, sebagai proses belajar yang akan memberikan
banyak tambahan ilmu dan pengetahuan bagi peneliti. Selain itu penelitian ini
diharapkan:
1. Memberikan gambaran mengenai bagaimana kesehatan BMT.
2. Memberikan gambaran mengenai dampak pembiayaan mikro syariah
terhadap perkembangan usaha mikro
3. Memberikan masukan bagi instansi yang terkait.
4. Dapat dijadikan salah satu literatur bagi perkembangan penelitian
selanjutnya yang bertema Baitul mal wat tamwil (BMT).

4
Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan tujuan manfaat penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya,
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan di BMT dengan sektor usaha mikro khususnya
usaha perdagangan.
2. Analisis tingkat kesehatan yang diteliti adalah analisis kesehatan BMT yang
diperoleh dari laporan tahunan BMT periode 2012-2014. Standar penilaian
kesehatan BMT yang dikeluarkan oleh PINBUK dijadikan acuan dalam
penelitian ini.
3. Sampel yang diteliti berjumlah 35 sampel tersebut telah mewakili kalangan
pelaku usaha mikro yang menerima pembiayaan produktif dari BMT.

TINJAUAN PUSTAKA
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
Pengertian BMT
Baitul Maal Wattamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri
dari dua istilah, yiatu baitulmaal dan baitul tamwil. Baitul Maal lebih mengarah
pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti: zakat,
infaq, dan sedekah. Adapun baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan
penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat
kecil dengan berlandaskan islam. BMT memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu
masyarakat kecil yang tidak terjangkau layanan perbankan serta pelaku usaha kecil
yang mengalami hambatan “psikologis” bila berhubungan dengan pihak bank
(Heykal dan Huda, 2010). Menurut Yumna and Clarke (2011), fungsi utama BMT
adalah :
1. Menyediakan layanan yang memadai bagi nasabah yang sangat miskin dan
menjadikan mereka aktif secara ekonomi.
2. Menciptakan lembaga keuangan mikro yang berkelanjutan karena tidak
bergantung pada DPK.
3. Meningkatkan akuntabilitas kedua institusi karena perlunya
pertanggungjawaban/laporan terhadap pembayar ziswaf dn juga Dewan
Perwakilan Syariah (DPS)
4. Menciptakan lembaga keuangan mikro dengan penalti yang rendah dn
mengurangi penyalahgunaan kredit karena pembiayaan hanya diberikan
kepada pihak yang memiliki keterampilan dan dapat meraup keuntungan
dari keterampilannya.
5. Mengurangi masalah dari kedua institusi karena memegang nilai dan
memiliki tujuan yang sama.

5
Prinsip operasional BMT
Prinsip Dasar BMT BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat
yang salaam, yaitu penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan. Prinsip dasar
BMT adalah (Heykal dan Huda, 2010):
1) Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ‘amala
(memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam:
keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
2) Barokah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,
transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
3) Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah).
4) Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
5) Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non-diskriminatif.
6) Ramah lingkungan.
7) Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta
keanekaragaman budaya.
8) Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan
kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.
Konsep Tingkat Kesehatan
Pengertian Kesehatan
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 6/PBI/2004 tgl 12 April
2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank (Lembaran Negara republik
Indonesia tahun 2004 nomor 38) menyatakan bahwa, tingkat kesehatan bank
merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang bepengaruh terhadap
kondisi atau kinerja suati bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset,
manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian
terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif atau
kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas
materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh pengaruh
dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.
Kesehatan bank menurut Sri Y. Susilo, Sigit Triandaru, dan A.Totok Budi
santoso (2000) adalah kemampuan suatu bank melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik
dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.
Penilaian Tingkat Kesehatan
(Hadisoewito;1999) Penilaian tingkat kesehatan bank bertujuan untuk
menentukan apakah sebuah bank dalam keadaan sehat.cukup sehat, kurang sehat
atau tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bankbank dapat memberikan arahan dan petunjuk bagaimana bank tersebut harus
dijalankan atau bahkan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan apabila
keadaan kesehatan sebuah bank seudah sangat kritis. Bagi perusahaan, penilaian
kesehatan ini berguna untuk melihat apakah kegiatan operasional bank tersebut
sudah baik, cukup baik, kurang baik atau mengalami kemunduran. Hal ini dapat
terlihat dari rasio-rasio yang dihasilkan dari penilaian kesehatan bank tersebut

6
sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, manajemen dapat dengan
cepat mengantisipasinya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan atas
Undang-udang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank wajib memelihara
tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset,
kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian. Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan
suatu bank untuk melakukan kegiatan opeasional perbankan secara normal dan
mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai
dengan peraturan perbankan yang belaku.
Dasar hukum penilaian kesehatan bank tertera pada Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum. PBI tersebut menggantikan PBI sebelumnya
dengan Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum. Indikator penilaian tingkat kesehatan bank tersebut tertera pada Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011.
Penilaian tingkat kesehatan bank menggunakan struktur atau komponen
CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earning Power, Liquidity, and
Sensitivity to Market Risk). Penilaian bank tersebut tertuang dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 serta Surat Edaran Bank
Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004.
Linkage program
Sebagai lembaga keuangan yang berjalan sesuai syariat Islam,bank
syariah harus meningkatkan pembiayaan pada sektor usaha mikro. Salah satu solusi
yang dilakukan oleh perbankan syariah adalah dengan melakukan linkage program.
Linkage program adalah program pembiayaan yang bersifat kemitraan.
Pembiayaan dimana perbankan syariah menjadi pemilik dana dan menyalurkan
pembiayaan dengan bekerjasama lembaga keuangan mikro syariah seperti (BMT,
BPRS , KJKS, dll) untuk diteruskan kepada end user ( pengusaha UM).
Penerapan linkage program dilakukan dengan tiga 3 pola pembiayaan
yaitu pola Executing, Chanelling, dan Joint Finance. Pada pola executing. Bank
syariah memberikan pembiayaan kepada perusahaan mitra (BPRS, BMT,
KJKS,dll) lalu memberikan kepada end user. Sedangkan pada pola pembiayaan
chanelling, bank syariah memberikan pembiayaan langsung kepada end user
melalui perusahaan mitra yang bertindak sebagai agen. Pola terkahir adalah joint
finance adalah pembiayaan bersama dimana sumber dananya merupakan sharing
antara bank syariah dan perusaahan mitra.
Pembiayaan Syariah
Definisi Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah berdasarkan UU nomor 10 tahun 1998 adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atauhan tagihan tersebut dalam

7
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Prinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan atau pembiayaaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan prinsip syariah,antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musharakah), atau
pembiayaan barang modal berdsarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain.
Kategori Pembiayaan Syariah
Biro perbankan syariah dalam Sudarsono (2008) mengelompokkan jenis
pembiayaan berdasarkan tujuan penggunaanya, antara lain :
1. Pembiayaan dengan prinsip jual beli yang ditujukan untuk memiliki
barang
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa yang ditujukan untuk mendapatkan jasa
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil untuk usaha kerjasama guna
mendapatkan barang dan jasa.
Berdasarkan prinsip jual beli
1. Ba’I al-murabahah
Jual beli barang pada harga asal antara penjual dan pembeli dengan
menyebutkan harga pembelian dan laba yang disyaratkan oleh penjual yang
telah disepakati. Penjualan barang dilakukan atas dasar cost-plus profit.
2. Bai As-Salam
Jual-beli barang dengan kondisi barang yang belum tersedia, barang
tersebut diserahkan di kemudian hari dengan pembayaran di awal.
Spesifikasi kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan ditentukan
pada saat akad. Bai as-salam merupakan pembiayaan yang umum dilakukan
di bidang pertanian.
3. Bai Al-Istishna
Jual beli barang dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara kedua belah pihak. Istishna
biasanya dipergunakan di bidang manufaktur dengan pembayaran yang
dapat dilakukan beberapa kali pembayaran.
Berdasarkan Prinsip Sewa
1. Al-Ijarah
Pemindahan hak guna atas barang melalui pembayaran upah sewa
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.
2. Al-Ijarah al-muntahia bit-tamlik
Merupakan bagian dari akad Al-Ijarah dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang di akhir masa waktu.
Berdasarkan prinsip bagi hasil
1. Al-Musyarakah
Kerjasama antara kedua pihak atau lebih yang mana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan pembagian keuntungan dan
resiko yang ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
2. Al-Mudharabah

8
Kerjasama usaha antara dua pihak yang mana pihak pertama sebagai
penyedia modal dan pihak lain sebagai pengelola modal. Omset usaha
dibagikan sesuai dengan kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung oleh
penyedia modal selama kesalahan bukan akibat dari kelalaian pengelola
modal.
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Pengertian UMKM
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kriteria UMKM
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 kriteri
UMKM adalah nilai kekayaan bersih atau nilai aset tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan tahunan. Dengan kriteria ini, menurut
UU, usaha mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp 50
juta atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp 300 juta; usaha kecil
dengan nilai aset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta
atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga maksimum Rp
2.5 miliar; dan usaha menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih
lebih dari Rp 500 juta hingga paling banyak Rp 10 miliar atau memiliki hasil
penjualan
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Aslichan dkk (2009) yang bejudul Kajian
Penilaian Kesehatan Dalam Rangka Mengevaluasi Kinerja Lembaga Keuangan
Mikro Syariah Baitul Maal wat Tamwil (Kasus BMT Bina Umat Sejahtera Lasem
Rembang). Analisi kesehatan yang digunakan versi PINBUK. hasil kesimpulannya
adalah Faktor-faktor kekuatan kinerja keuangan BMT BUS adalah risiko
pembiayaan bermasalahnya dapat dikatakan sangat kecil, cukup optimal dalam
memanfaatkan dana hutangnya untuk pembiayaan produktif, cukup efisien dalam

9
mengoptimalkan seluruh staf dalam memberikan pelayanan terhadap mitra
pembiayaan, sangat efisien dalam mengoptimalkan staf bagian AO dalam
memberikan pelayanan terhadap mitra pembiayaan, sangat efektif dalam
menggalang tabungan masyarakat, sangat mandiri dalam membiayai kegiatan
operasional lembaga dan sangat mampu dalam mengelola jumlah outstanding.
Faktor-faktor kelemahan kinerja keuangan BMT BUS adalah relatif kurang dalam
menyediakan modal sendiri dibandingkan dengan kemampuan menggalang dana
tabungan/hutang, kurang dalam mengalokasikan cadangan penghapusan
pembiayaan, kurang dalam menyediakan kas untuk mengantisipasi pengambilan
simpanan oleh anggota, kurang efisien dalam mengeluarkan biaya operasional,
kurang efisien dalam membelanjakan aktiva tetap melebihi separuh nilai modalnya
dan masih sangat kecil menghasilkan laba dari pengelolaan modal.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2012) berjudul Akses UMKM
Terhadap Pembiayaan Mikro Syariah dan Dampaknya Terhadap Perkembangan
Usaha (Kasus: BMT Tadbiirul Ummah, Bogor) menunjukkan bahwa pembiayaan
mikro syariah yang diberikan BMT mampu meningkatkan keuntungan pemilik
UMKM sebesar 6.21 persen. Hasil analisis faktor yang memengaruhi akses UMKM
terhadap pembiayaan mikro syariah BMT dengan menggunakan metode regresi
logit adalah dummy akses simpanan pada BMT, umur, dummy jenis usaha industry
manufaktur serta omset usaha. Berdasarkan hasil Weighted Least Square (WLS),
pembiayaan mikro syariah BMT berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perkembangan omset usaha. Lama pendidikan, dummy jenis usaha perdagangan,
lama usaha, total tenaga kerja, total aset, besar dan frekuensi pembiayaan mikro
syariah BMT.
Awami (2008) mengenai peranan lembaga keuangan mikro dan kontribusi
kredit terhadap pendapatan kotor UKM rumah tangga setelah menjadi kreditur studi
kasus pada BMT muamalat. Metode yang digunakan dalam menyusun tulisan ini
adalah metode deskriptif. Sampel dari penelitian kecil ini adalah nasabah dari BMT
Muamalat yang telah mempunyai usaha mikro atau usaha kecil dan mengajukan
kredit untuk pengembangan usahanya. Hasil kesimpulannya adalah pengajuan
kredit oleh UKM rumah tangga nasabah BMT Muamalat memberikan kontribusi
pendapatan kotor sebesar 9.07% per bulannya. Secara riil menambah pendapatan
kotor per bulan sebesar Rp 70 000. Banyaknya pelaku usaha mikro yang
menjadikan usahanya sebagai sumber penghasilan, maka peran LKM sebagai
sumber pendanaan usaha mikro, dituntut berperan aktif dalam menjalankan
fungsinya. Selain itu dituntut juga, peran pemerintah baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Rahman (2010) menganalisis dampak program keuangan mikro syariah
terhadap pengentasan kemiskinan dan pengembangan moral etika nasabah.
Penelitian ini menggunakan metode ordinary least square (OLS) dan model logit.
Hasil analisis OLS menunjukan bahwa jumlah pinjaman, usia, jumlah angota
keluarga, dan moral etika berpengaruh signifikan dan positif terhadap peningkatan
pendapatan rumah tangga. Hasil model logit menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan, usia, dan lama menjadi anggota berpengaruh signifikan dan positif
terhadap pengembangan moral dan etika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara siginifikan terjadi pengembangan tingkat ibadah pada nasabah seperti shalat
dan puasa. Adanya program investasi mikro syariah untuk mendorong etika dan
perilaku ekonomi yang mengarah pada pengentasan kemiskinan.

10
Ananda (2011) mengenai analisis perkembangan usaha mikro dan kecil
setelah memperoleh pembiayaan mudharabah dari BMT At-Taqwa Halmahera di
Semarang. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji
validitas, uji reliabilitas dan uji pangkat tanda wilcoxon. Hasil kesimpulannya
adalah terjadi peningkatan modal usaha sebesar 92% setelah medapatkan
pembiayan dari BMT At Taqwa Halmahera Kota Semarang.
Huda (2010) tentang dampak pemberian kredit program CSR terhadap
peningkatan pendapatan UMKM di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Metode
yang digunakan yaitu metode regresi linier berganda. Hasil kesimpulannya adalah
penyaluran kredit program CSR dari CGI dilakukan dengan bekerja sama dengan
pihak ketiga yaitu LSM Pupuk dan Baitul Maal Muamalat. Penyaluran kredit CSR
oleh CGI terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 41,7% selama
2007-2009. Kredit program CSR yang berasal dari CGI berdampak positif terhadap
peningkatan pendapatan untuk sektor UMKM yang sebagian besar adalah fakir
miskin. Kredit program CSR merupakan sumber modal penting yang didapat oleh
sebagian besar pelaku UMKM di Kabupaten Garut.
Akoten et al. (2006) menganalisis faktor yang memengaruhi akses ke
berbagai sumber kredit untuk usaha mikro dan kecil serta mengidentifikasi dampak
faktor tersebut terhadap keuntungan dan pertumbuhan lapangan kerja. Model probit
multivariat dan OLS digunakan dalam penelitian ini. Hasil dari estimasi probit
multivariat menunjukkan pengusaha yang memiliki pengalaman yang kurang akan
mengakses pada lembaga informal. Lama usaha berpengaruh secara signifikan
terhadap meningkatnya akses pada kredit LKM. Hasil dari metode OLS
menunjukkan bahwa usaha dijalankan oleh orang yang berstatus menikah,
mendapatkan pelatihan, dan lama mendapatkan pendidikan akan memengaruhi
keuntungan usaha. Faktor yang memengaruhi tingkat pertumbuhan lapangan kerja
juga dipengaruhi oleh usaha dijalankan oleh orang yang berstatus menikah,
mendapatkan pelatihan, lama mendapatkan pendidikan, dan memiliki kerabat di
bisnis yang sama.
Penelitian ini menganalisis kesehatan BMT dan dampak pembiayaan mikro
syariah terhadap perkembangan usaha mikro. Metode penilaian kesehatan versi
PINBUK dan metode Ordinary Least Square (OLS) digunakan dalam penelitian ini.
Kesimpulan kesehatan BMT pada tahun 2012-2014 mendapat predikat sehat dan
cukup sehat. Hasil analisis dengan menggunakan OLS menunjukkan bahwa, faktorfaktor yang memengaruhi perkembangan omset usaha adalah lama usaha, jumlah
pembiayaan, dan lama pendidikan.
Kerangka Pikir
Kemiskinan sudah menjadi masalah yang besar di Indonesia. Golongan
miskin memiliki pendapatan yangg rendah dan juga kesulitan akses untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan, layanan kesehatan, air bersih, dan
wc umum yang layak. Kendala utama yang dihadapi penduduk miskin adalah
kesulitan akses terhadap pembiayaan untuk menjalankan bisnis, hal ini disebabkan
oleh beberapa alasan yaitu mensyaratkan agunan untuk pembiayaan lembaga
keuangan formal, lebih memilih nasabah dengan nilai pinjaman yang besar, proses
birokrasi dan prosedur dalam penyediaan pinjaman dan pinjaman bagi orang miskin

11
tidak mnghasilkan dan menarik bagi lembaga keuangan (Gebru and Paul, 2011).
Maka lembaga keuangan mikro menjadi solusi dari masalah-masalah tersebut.
Alternatif pelaku usaha mikro untuk mendapatkan pembiayaan salah satunya
melalui lembaga keuangan mikro non formal yaitu BMT.
BMT sebagai lembaga keuangan mikro harus bersaing dengan unit usaha
mikro (konvensional dan syariah). BMT diharuskan mencari strategi yang tepat
dalam meningkatkan kinerja. Penilaian kesehatan dapat dijadikan tolak ukur bagi
manajemen untuk menilai apakah pengelolaan BMT sejalan dengan ketentuan yang
berlaku sehingga fungsi intermediasi BMT dapat berjalan dengan baik. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis kesehatan BMT dan menganalisis dampak
pembiayaan mikro syariah terhadap perkembangan omset usaha.

Potensi Usaha Mikro terhadap Perekonomian
Keterbatasan Akses Modal Bagi
Pelaku Usaha Mikro

Pihak Nasabah

Bantuan Permodalan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah:
Baitul Mal wat Tamwil (BMT)

Nasabah Penerima Pembiayaan

Dampak Pembiayaan Mikro
Syariah

Kesehatan BMT dan
Perkembangan Omset usaha

Gambar 1. Kerangka Pikir

Pihak BMT

Analisis Kesehatan
- Rasio Modal
- Aktiva Produktif
- Rasio Likuiditas
- Rasio Efisiensi Usaha
- Rasio Rentabilitas
- Rasio Kemandirian
Dan Keberlanjutan

12
Kajian Teoritis
Dari studi literatur dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
1. Frekuensi Pembiayaan Mikro Syariah.
Variabel frekeuensi pembiayaan menggambarkan berapa kali pelaku
usaha melakukan pembiayaan. Menurut Aldesta (2012) frekuensi
pembiayaan berpengaruh positif terhadap perkembangan omset usaha
responden. Hal ini berarti semakin tinggi frekuensi pembiayaan, maka
omset usaha akan meningkat.
2. Lama Usaha
Lama usaha menggambarkan lama pelaku usaha mikro dalam kegiatan
usaha. Menurut Widiyanto et al (2011) Pengalaman usaha berdampak
kepada usaha mikro secara signifikan, hal ini disebabkan semakin
berpengalaman semakin baik dalam melakukan usahanya.
3. Jumlah Pembiayaan Mikro Syariah
Jumlah pembiayaan menggambarkan berapa besar jumlah pembiayaan
yang diterima pelaku usaha mikro. Menurut Aldesta (2014) jumlah
pembiayaan berhubungan positif terhadap perkembangan omset usaha.
Hal ini berarti semakin besar jumlah pembiayaan yang diterima oleh
pelaku usaha mikro, maka omset usaha akan meningkat.
4. Lama Pendidikan
Variabel tingkat pendidikan menggambarkan lama pelaku usaha mikro
telah menempuh pendidikan formal. Menurut Zahratain (2014) semakin
tinggi tingkat pedagang akan memiliki pengetahuan yang lebih luas
sehingga akan mempengaruhi perilaku pedagang dalam pengambilan
keputusan, berpikir secara rasional dan berhati-hati dalam menghadapi
masalah.
5. Total Aset
Total aset menggambarkan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh pelaku
usaha mikro. Menurut Septiana (2013) total aset berhubungan negatif
terhadap perkembangan omset usaha. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi total aset maka akan menurunkan omset usaha yang diterima.

METODE
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan wawancara secara
langsung. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh melalui berbagai
sumber seperti skripsi, thesis, laporan keuangan BMT dan lain-lain.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksaanakan di Koperasi Jasa Keuangan syariah Baitul
Maal Tamwil Al-Azhar yang berlokasi di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Penelitian ini dilakukan bulan Februari hingga Maret 2015.

13
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dengan menggunakan
metode studi kasus kepada pelaku usaha mikro melalui kuesioner dan wawancara.
Pemilihan responden/informan pada bagian ini dilakukan secara purposive
sampling (Sekaran, 2004; Arikunto, 2005). Total nasabah penerima pembiayaan
mikro di BMT Al-Azhar pada tahun 2014 adalah 599 orang. Nasabah yang
termasuk dalam kategori pembiayaan lancar berjumlah 563 orang dan jumlah
nasabah di sektor perdagangan bejumlah sekitar 350 orang. Berdasarkan teori Gay
dan Diehl (1992), Jumlah sample yang dipilih dalam penelitian ini yaitu 10 % dari
total populasi yaitu berjumlah 35 pelaku usaha mikro di sektor perdagangan yang
menerima pembiayaan mikro syariah dari Baitul Maal Tamwil AL-Azhar yang
berada di kabupaten Maros.
Metode Analisis Data
Metode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Metode deskriptif yang dilakukan menggunakan dua bentuk pendekatan yaitu
pendekatan dengan analisi kuantitatif dan pendekatan dengan analisis kualitatif.
Analisa data kuantitatif dilakukan dengan menampilkan data yang diperoleh dalam
bentuk tabel. Analisi data kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan data faktafakta yang terjadi di lapangan dari hasil wawancara dengan pelaku usaha mikro.
Penelitian ini menggunakan metode penilaian kesehatan versi PINBUK
untuk mengukur tingkat kesehatan lembaga keuangan mikro. Untuk menganalisis
dampak pembiayaan syariah terhadap perkembangan usaha mikro menggunakan
metode ordinary least square (OLS).
Metode Ordinary Least Square (OLS)
Penggunaan metode ini untuk menganalisis pengaruh pembiayaan syariah
terhadap perkembangan usaha mikro. Model OLS dalam penelitian ini :
Ln Y = � 0 + � 1 X1 + � X2 + � 3 X3 + � 4 �4+ �5 �5+ + �i
Keterangan :
Ln Y
= Perkembangan Omset Usaha Setelah Memperoleh Pembiayaan
Mikro Syariah (Rp)
X1
= Frekuensi Pembiayaan Mikro Syariah BMT (kali)
X2
= Lama Usaha (tahun)
X3
= Jumlah Pembiayaan Mikro Syariah Bmt (Rp)
X4
= Lama Pendidikan (tahun)
X5
= Total Aset ( Rp)
Metode Penilaian Kesehatan Versi PINBUK
Penilaian kesehatan bertujuan untuk menentukan apakah sebuah bank dalam
keadaan sehat.cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini versi Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK). Pemilihan
metode ini dikarenakan BMT Al-Azhar dibawah bimbingan oleh PINBUK.

14
Tabel 2 Metode Penilaian Kesehatan
No

Indikator

Komponen
Rasio Modal

1

1

Struktur
Permodalan

Total modal
x 100%
Total aset
Rasio pembiayaan bermasalah
Pembiayaan bermasalah
x 100%
total pembiayaan

2

Keterangan
Rasio ini mengukur keseimbangan
antara kemampuan modal sendiri
terhadap dana anggota dan pihak ketiga
Rasio untuk mengukur risiko gagalnya
pengembalian
pembiayaan
yang
mengalami kemacetan

2
Aktiva Produktif
Rasio Pencadangan Penghapusan Rasio untuk mengukur kemampuan
(Pembiayaan
2
Risiko
cadangan untuk menutupi kerugian
Bermasalah)
yang diakibatkan dari pembiayaan
Cdg. Penghapusan
bermasalah
X 100%
Pembiayaan Bermasalah
Kas terhadap hutang lancar

3

3

Likuiditas

Rasio yang menunjukkan kemampuan
BMT untuk memenuhi hutang jangka
Kas+Bank
pendeknya (simpanan, tabungan dan
x 100%
simpanan berjangka yang telah jatuh
Hutang Lancar
tempo)
Rasio pembiayaan terhadap dana Rasio untuk mengetahui kemampuan
yang diterima
BMT membayar kembali kewajiban
kepada semua simpanan dan hutangTotal Pembiayaan
hutang lainnya.
x 100%
Dana yang diterima
Rasio biaya operasional
Rasio untuk mengukur besarnya biaya
Operasional
atas
pendapatan
biaya operasi
operasional BMT
x 100%
Pendapatan operasi
Rasio Efisiensi inventaris
Inventaris
x 100%
total modal

4

4
Efisiensi Usaha Rasio Efisiensi staf

Mitra Pembiayaan
x 100%
Jumlah Staff
Rasio Efisiensi Staff AO
Mitra Pembiayaan
x 100%
staff AO
Rentabilitas aset
5

5

Rentabilitas

Laba Bersih
x 100%
Total aset

Rasio yang membandingkan nilai
inventaris terhadap total modal

Rasio untuk mengukur tingkat efisiensi
atau optimalisasi keseluruhan staf
BMT dalam memberikan pelayanan
terhadap mitra pembiayaan.
Rasio untuk mengukur tingkat efisiensi
atau optimalisasi staf BMT bagian AO
dalam
memberikan
pelayanan
terhadap mitra pembiayaan.
Rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen dalam mengelola aset
untuk menghasilkan laba bersih.

15
Rentabilitas Modal

Rasio untuk mengukur kemampuan
mengelola modal untuk menghasilkan
laba bersih.

Laba Bersih
x 100%
Total Modal

6

6

Kemandirian
dan
Keberlanjutan

Rentabilitas simpanan terhadap Rasio untuk mengukur kemandirian
pembiayaan
lembaga mengaktifkan masyarakat
dalam
menyimpan
dana
dan
Jumlah Simp.
kemampuan memproduktifkan dana
x 100%
amanah.
Jumlah pemby.
Kemandirian operasional
Pend. usaha
x 100%
Biaya Oper.
Kemandirian pembiayaan
outs.pembiayaan
x 100%
Staff AO

Rasio untuk mengukur tingkat
keberlanjutan operasional lembaga.

Rasio untuk mengetahui standar
layanan per-AO atau staf pembiayaan.

GAMBARAN UMUM
Baitul Maal Tamwil Al-Azhar pertama kali didirikan pada tahun 1996 dan
berbadan hukum pada tahun 1997. Saat ini BMT Al-Azhar belum memiliki cabang
dan berkantor pusat di kabupaten Maros. Kegiatan yang dilakukan di BMT AlAzhar yaitu penghimpunan dan penyaluran dana. Penyaluran dana di BMT AlAzhar dalam bentuk pembiayaan mudharabah. Pengambilan keuntungan dari
pembiayaan tidak didasarkan pada bunga tetapi didasarkan pada pola bagi hasil dan
Pola bagi hasil menggunakan sistem kesepakatan bersama.
Total aset BMT Al-Azhar tahun 2012-2013 mengalami penurunan dan
tahun 2013-2014 mengalami peningkatan. Jumlah mitra pembiayaan BMT AlAzhar selama 3 rahun berturt-turut mengalami peningkatan. Nilai Non performing
finance (NPF) 3 tahun berturut-turut dapat dikatakan kecil. Financing To Deposit
Ratio ( FDR) masih kurang optimal dalam memanfaatkan dana pihak ketiga untuk
pembiayaan produktif.
Tabel 3 Aset BMT Al-Azhar
Keterangan
2012
Total Aset (Rp)
3 463 479 722
Jumlah Mitra (orang)
Non Performing Finance
(NPF) (%)
Financing To Deposit
Ratio ( FDR) (%)

2013
3 365 939 633

2014
4 408 995 364

233

336

599

3.1

2.9

5.49

50.2

49

52.4

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Rasio Kesehatan BMT
Dari data neraca, laporan laba/rugi dan data kolektibilitas yang telah
diketahui sebelumnya dapat dilakukan perhitungan rasio-rasio keuangan berikut:
Tabel 4 Rasio Modal Periode 2012-2014
No
1

Uraian
Rasio Modal

Total modal
x 100%
Total aset

Tahun 2012
=

593.882.323
3.463.479.722

= 17,1%

Tahun 2013
=

2.179.900.323
3.365.939.633

= 64%

Tahun 2014
=

2.031.483.392
4.408.995.364

= 46,07%

Sumber : BMT Al-Azhar, 2012-2014 (diolah)

Tabel 5 Nilai Rasio Modal
Rasio Modal
Nilai
1
r ≤ 5%
5% < r ≤ 10%
2
10% < r ≤ 19%
3
r > 19%
4
Sumber : PINBUK (Diolah)

Berdasarkan tabel di atas, Rasio modal yang BMT Al-Azhar pada tahun
2012 memperoleh nilai r 17,1% dan mendapatkan nilai 3, artinya BMT sudah cukup
baik dalam menyediakan modal dibandingkan dengan kemampuan menggalang
dana tabungan anggota dan pihak ketiga. Pada tahun 2013 dan 2014 BMT Al-Azhar
memeperoleh nilai r >19% berarti mendapat nilai 4, artinya BMT sangat baik dalam
menyediakan modal dibandingkan dengan kemampuan menggalang dana tabungan
anggota dan pihak ketiga.
Tabel 6 Aktiva Produktif Periode 2012-2014
No
1

Uraian
Rasio Pembiayaan Bermasalah

Pemb. Bermasalah
x 100%
Total Pembiayaan
2

Rasio
Pencadangan
Penghapusan Risiko

Tahun 2012

=

53.953.029
49.522.121
=
1.740.420.290 1.650.737.370

= 3,1%
=

Tahun 2013

90.727.017
53.953.029

Cdg. Penghapusan
X 100% = 168%
Pembiayaan Bermasalah
Sumber : BMT Al-Azhar, 2012-2014 (Diolah)

=2,9%
=

90.727.017
49.522.121

= 183%

Tahun 2014
=

127.137.881
2.311.597.864

= 5,49%
=

90.727.017
127.137.881

= 71,36%

17
Tabel 7 Nilai Aktiva Produktif
Portofolio Beresiko

Nilai

r > 20%
12.5% < r ≤ 20%
5% < r ≤ 12.5%
r ≤ 5%%

1
2
3
4

Sumber : PINBUK (Diolah)

Tingkat cadangan kerugian
pembiayaan
r > 75%
50% < r ≤ 75%
25% < r ≤ 50%
r ≤ 25%

Nilai
4
3
2
1

Rasio pembiayaan bermasalah pada tahun 2012 dan tahun 2013 mendapat
nilai r ≤ 5%% berarti mendapat nilai 4, artinya pada BMT Al-Azhar risiko
pembiayaan bermasalahnya dikatakan sangat kecil. Pada tahun 2014, BMT AlAzhar mendapat nilai r = 5,49% berarti mendapat nilai 3, artinya pada BMT risiko
pembiayaan bermasalahnya dapat dikatakan kecil.
Rasio pencadangan Penghapusan Resiko pada tahun 2012 dan 2013
mendapat nilai r > 75% berarti rasio Pencadangan Penghapusan Resiko mendapat
nilai 4, artinya BMT sudah sangat baik dalam mengalokasikan cadangan
penghapusan pembiayaan. Pada tahun 2014 rasio pencadangan Penghapusan resiko
mendapat nilai r = 71,36% berarti mendapat nilai 3, artinya BMT sudah cukup baik
dalam mengalokasikan cadangan penghapusan pembiayaan.
Tabel 8 Rasio Likuiditas Periode 2012-2014
No
1

Uraian
Kas Terhadap Hutang
Lancar

Tahun 2012
=

1.087.920.549
1.242.862.227

Kas+Bank
x 100% = 87,5%
Hutang Lancar
2

Rasio pembiayaan
terhadap dana yang
diterima

Tahun 2013
=

1.794.538.450
3.366.939.633

= 53,2%

1.740.420.290
3.463.479.722
Total Pembiayaan
x 100%
= 50,2%
Dana yang diterima
=

=

Tahun 2014

1.650.737.370
3.366.939.633

= 49%

=

1.650.737.370
3.366.939.633

= 49%

=

2.311.597.864
4.408.995.364

= 52,4%

Sumber : BMT Al-Azhar, 2012-2014 (Diolah)

Tabel 9 Nilai Likuiditas
Rasio Kas
r ≤14% dan r>55%
14% < r ≤20% dan 45% 50% yaitu
nilai 2, artinya BMT masih kurang optimal dalam memanfaatkan dana hutangnya
untuk pembiayaan produktif. Pada tahun 2013, nilai rasio pembiayaan BMT r < 49%
yaitu nilai 1, artinya BMT masih sangat kurang dalam memanfaatkan dana
hutangnya untuk pembiyaan produktif.
Tabel 10 Rasio Efisiensi Usaha Periode 2012-2014
No
1

Uraian
Rasio Biaya Operasional
biaya operasi
x 100%
Pendapatan operasi

2

51.581.007
52.419.524

Tahun 2013
=

= 98%

=

Rasio Efisiensi staf
=

1.351.375.095
593.882.323

Mitra Pembiayaan
x 100%
staff AO

233
9

=

=

47.149.582
54.542.712

=

233
x 100%
3

= 77,6 Orang

2.370.275.095
2.179.900.323

=

2.316.994.818
2.031.483.392

= 114 %

336
9

=

= 37,3 Orang
=

131.473.354
161.306.982

= 81,5%

= 108%
=

= 25,8 orang

Rasio Ef