Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor

DAYA HASIL DAN KUALITAS JAGUNG MANIS (Zea mays
var. saccharata Sturt.) GENOTIPE SD-3 DENGAN EMPAT
VARIETAS PEMBANDING DI KABUPATEN BOGOR

ARKANUDDIN SIREGAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Hasil dan
Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan
Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Arkanuddin Siregar
NIM A24070150

ABSTRAK
ARKANUDDIN SIREGAR. Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays
var. saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di
Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN.
Penelitian ini merupakan tahap pengujian dalam mempelajari potensi
genotipe jagung manis SD-3 untuk dikembangkan menjadi varietas unggul yang
dapat bersaing dengan varietas komersial. Percobaan menggunakan Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), faktor tunggal, dengan lima perlakuan dan
empat ulangan. Perlakuan terdiri atas satu genotipe jagung manis (SD-3) dan
empat varietas pembanding (Super Sweet, Bonanza, Sweet Boy dan Sugar 75).
Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi penampilan, daya hasil dan kualitas
genotipe SD-3 serta empat varietas pembanding di Kabupaten Bogor dengan
mengamati keragaan agronomi di lapangan, pertumbuhan vegetatif dan generatif,
potensi produksi serta kuantitas dan kualitas hasil. Data dianalisis dengan

menggunakan analisis ragam (uji F) dan kemudian dilanjutkan dengan uji Dunnet
(α = 5 %) dan koefisien korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata pada beberapa peubah kuantitatif jagung manis.
Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Berdasarkan
keunggulan komparatif, genotipe SD-3 lebih baik dari pada semua varietas
pembanding.
Kata kunci : evaluasi, jagung manis, karakter, keunggulan

ABSTRACT
ARKANUDDIN SIREGAR. Yield and Quality of Sweet Corn (Zea mays var.
saccharata Sturt.) SD-3 Genotype with Four Comparison Varieties in Bogor.
Supervised by MEMEN SURAHMAN.
This research was a trial step in order to study the potential of SD-3 sweet
corn genotype to be developed into high-yielding variety which is able to compete
with commercial varieties. The experiment used Randomized Complete Block
Design, single factor, with five treatments and four replications. The treatment
consisted of one sweet corn genotype (SD-3) and four comparison varieties (Super
Sweet, Bonanza, Sweet Boy, and Sugar 75). This experiment was aimed to
evaluate the appearance, yield and quality of SD-3 genotype with four comparison
varieties in Bogor by observing agronomic character in the field, vegetative and

generative growth, production potential as well as quantity and quality of crop.
Data was analyzed with ANOVA (F-test) then continued with Dunnet test
(α = 5 %) and Pearson correlation coefficient. The results of research showed that
there was a significant different in several quantitative variables of sweet corn.
Genotype treatment did not significantly affect on the productivity. Based on
comparative advantage, SD-3 genotype is better than all comparison varieties.
Keywords : advantage, character, evaluation, sweet corn

DAYA HASIL DAN KUALITAS JAGUNG MANIS (Zea mays
var. saccharata Sturt.) GENOTIPE SD-3 DENGAN EMPAT
VARIETAS PEMBANDING DI KABUPATEN BOGOR

ARKANUDDIN SIREGAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var.
saccharata Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas
Pembanding di Kabupaten Bogor
Nama
: Arkanuddin Siregar
NIM
: A24070150

Disetujui oleh
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.Agr
NIP. 19630628 199002 1 002


Diketahui oleh
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, serta telah memberikan jalan dan kekuatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun karya ilmiah ini. Skripsi
dengan judul Daya Hasil dan Kualitas Jagung Manis (Zea mays var. saccharata
Sturt.) Genotipe SD-3 dengan Empat Varietas Pembanding di Kabupaten Bogor
disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Prof Dr Ir Memen Surahman, MscAgr selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan dan arahannya selama ini, yang dengan sabar dan bijaksana menuntun
penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian berikut skripsi ini. Penghargaan

berikut ucapan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MscAgr dan
Bapak Candra Budiman, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini, serta Bapak
Rahmat atas arahan dan bantuan yang diberikan pada saat berlangsungnya
penelitian di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo. Penulis juga sangat berterima
kasih kepada semua teman-teman yang telah mendukung, memberikan semangat
serta banyak membantu penulis dalam pengumpulan data selama penelitian
hingga skripsi ini selesai, khususnya teman-teman dari Imatapsel Bogor dan
AGH. Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada Mama
dan Papa tercinta bersama adik-adik tersayang serta seluruh keluarga besar, atas
segala limpahan kasih sayang, doa, didikan, nasehat, dukungan, semangat,
kesabaran dan perhatiannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya saran dan kritik
yang membangun. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan terutama di bidang pertanian.
Bogor, September 2014
Arkanuddin Siregar

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL
viiix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis
4
Pengaruh Genetik terhadap Kandungan Gula pada Jagung Manis
5
Ekologi, Budidaya dan Pertumbuhan Jagung Manis
5
BAHAN DAN METODE

8
Tempat dan Waktu
8
Bahan dan Alat
8
Metode Penelitian
8
Pelaksanaan Penelitian
9
Pengamatan
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Keadaan Umum Percobaan
13
Daya Tumbuh dan Keseragaman Penampilan Jagung Manis
15
Tinggi Tanaman, Tinggi Tongkol Utama dan Diameter Batang
17
Panjang dan Lebar Daun

18
Umur Berbunga
19
Panjang dan Diameter Tongkol
20
Jumlah Baris Biji dan Jumlah Biji per Baris pada Tongkol
22
Bobot Tongkol dan Tajuk pada Setiap Tanaman
23
Produksi per Plot
24
Indeks Panen dan Produktivitas
26
Penurunan Populasi Tanaman Produktif dan Kerusakan Tongkol
27
Korelasi antar Karakter Tanaman dalam Komponen Hasil Jagung Manis 30
Kadar Padatan Terlarut Total
32
Uji Organoleptik Jagung Manis
33

Keunggulan Genotipe SD-3 terhadap Varietas Pembanding
35
SIMPULAN DAN SARAN
38
Simpulan
38
Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
42
RIWAYAT HIDUP
57

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah

2

3

4
5
6

7

8
9

10

11

12

13
14

15

kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding
Nilai tengah daya tumbuh dan warna pangkal batang pada jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Hasil pengamatan terhadap berbagai peubah kualitatif jagung manis
pada genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding yang tidak berbeda
nyata menurut Uji F
Nilai tengah tinggi tanaman, tinggi tongkol utama dan diameter batang
pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Nilai tengah panjang daun dan lebar daun pada jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding
Nilai tengah umur muncul tassel, umur reseptif, lama produksi pollen
dan selang waktu anthesis dengan silking pada jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding
Nilai tengah panjang tongkol dan diameter tongkol (pangkal, tengah,
ujung) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembanding
Nilai tengah jumlah baris biji dan jumlah biji per baris pada tongkol
jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Nilai tengah bobot per tongkol dengan kelobot, bobot per tongkol tanpa
kelobot dan bobot tajuk atas pada jagung manis genotipe SD-3 dan
empat varietas pembanding
Nilai tengah tanaman yang dipanen, jumlah tongkol yang dipanen serta
bobot seluruh tongkol dengan kelobot dan tanpa kelobot pada jagung
manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Nilai tengah indeks panen tongkol berkelobot, indeks panen tongkol
tanpa kelobot, produktivitas dan potensi hasil pada jagung manis
genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Nilai tengah tanaman sehat yang tumbuh, tanaman yang terserang bulai,
rebah batang, tanaman tidak menghasilkan dan jumlah tongkol yang
terserang ulat penggerek pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding
Nilai koefisien korelasi (r) antar karakter tanaman dalam komponen
hasil pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas pembanding
Nilai tengah kadar PTT penyerbukan sendiri dan kadar PTT bukan
penyerbukan sendiri pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding
Nilai tengah uji skor organoleptik terhadap penampilan tongkol,
kekerasan biji, tekstur biji, kemanisan biji, dan tingkat penerimaan
(kesukaan) pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat varietas
pembandinga

14
15

16
17
19

20

21
22

23

24

26

28
30

32

34

16 Keunggulan jagung manis genotipe SD-3 terhadap empat varietas

pembanding berdasarkan peubah yang berpengaruh nyata menurut
analisis ragam (Uji F) dan hasil yang berbeda nyata menurut Uji Dunnet
pada taraf 5 %

36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi sementara jagung manis genotipe SD-3
2 Karakteristik jagung manis genotipe SD-3
3 Deskripsi jagung manis varietas Super Sweet
4 Deskripsi jagung manis varietas Bonanza
5 Deskripsi jagung manis varietas Sweet Boy
6 Deskripsi jagung manis varietas Sugar 75 (SG 75)
7 Data klimatologi April – Juli tahun 2012 di Darmaga, Bogor
8 Form penilaian untuk uji skoring organoleptik pada jagung manis

42
42
44
45
46
47
48
48

9 Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe
10
11
12
13
14
15
16
17
18

SD-3 dan empat varietas pembanding
Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)
Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)
Rekapitulasi koefisien korelasi (r) antar karakter jagung manis genotipe
SD-3 dan empat varietas pembanding (lanjutan)
Layout petak percobaan pada lahan pertanaman jagung manis
Tongkol jagung manis genotipe SD-3 (V1)
Tongkol jagung manis varietas Super Sweet (V2)
Tongkol jagung manis varietas Bonanza (V3)
Tongkol jagung manis varietas Sugar 75 (V4)
Tongkol jagung manis varietas Sweet Boy (V5)

49
50
51
52
53
54
54
55
55
56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung manis merupakan tanaman yang sudah lama dikenal di Indonesia.
Selain memiliki rasa yang lebih manis dan umur tanaman lebih singkat daripada
jagung biasa, jagung manis juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan pendapatan petani (Dewani 2004). Hal yang menarik bagi
petani untuk mengembangkan jagung manis adalah harga jual jual jagung manis
yang lebih menguntungkan dibandingkan jagung biasa. Walaupun sebenarnya
jagung biasa dapat dipanen saat tongkol masih muda seperti pada jagung manis,
namun harga jagung manis masih lebih tinggi daripada jagung biasa. Pada
umumnya jagung manis lebih digemari masyarakat luas daripada jagung biasa
(biji) karena rasanya yang manis, ini merupakan nilai lebih dari jagung manis.
Selain dikonsumsi segar jagung manis juga dikalengkan dan bijinya
dibekukan setelah dipipil dari tongkolnya. Jagung manis juga mempunyai aroma
yang khas, dan kandungan gizi yang lebih baik. Jagung manis dipanen saat
tongkol masih muda sehingga waktu panen lebih singkat. Hal ini menyebabkan
frekuensi penanaman jagung manis lebih tinggi (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Limbah jagung manis berupa brangkasan segar masih mempunyai nilai tambah
ekonomi yang berguna sebagai pakan ternak berkualitas tinggi, selain karena
gizinya, rasa manisnya disukai oleh ternak (Martajaya 2009).
Dewasa ini permintaan jagung manis terus meningkat, bukan hanya untuk
konsumsi rumah tangga melainkan juga untuk bahan baku industri (Iriany et al.
2011). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura (2012), volume impor
jagung manis pada tahun 2012 adalah sebanyak 2 674 ton, sedangkan volume
ekspor pada tahun yang sama hanya mencapai 359 ton. Hal ini menandakan
bahwa kebutuhan akan tersedianya jagung manis di dalam negeri saat ini sangat
besar, tetapi produksi jagung manis nasional belum dapat mencukupi permintaan
pasar yang ada. Produksi yang masih kurang menjadi salah satu penyebab masih
tingginya harga jagung manis di pasaran, baik yang dipanen untuk konsumsi segar
maupun dalam bentuk olahan. Keadaan yang demikian semakin mendorong minat
petani dalam usaha produksi jagung manis untuk mengisi kekurangan tersebut.
Penggunaan benih, teknologi pra panen, dan pasca panen yang seadanya
merupakan faktor yang menyebabkan produktivitas jagung manis di Indonesia
masih relatif rendah (Palungkun dan Budiarti 2000). Menurut Dewani (2004),
terbatasnya pengetahuan petani menyebabkan jumlah produksi jagung manis tidak
sesuai seperti yang diharapkan. Adanya anggapan bahwa jagung manis hanya
merupakan tanaman sampingan sehingga penggunaan varietas unggul, pengairan,
pengendalian hama dan penyakit, pemupukan secara tepat dan cara bercocok
tanam yang baik masih kurang mendapat perhatian.
Dalam pertanian maju, benih berperan tidak hanya semata-mata sebagai
bahan tanam, namun juga sebagai sarana pembawa teknologi (delivery
mechanism). Dampak keunggulan suatu varietas terhadap peningkatan produksi
dan mutu produk pertanian (pangan, pakan) hanya akan tampak bila benih
bermutu dari varietas tersebut tersedia bagi petani untuk ditanam dalam skala luas.
Ketersediaan benih akan menentukan luas penyebaran varietas (Nugraha et al.

2

2005). Ketersediaan benih bermutu yang dapat dijangkau oleh petani menjadi
permasalahan yang harus diperhatikan, berhubung harga benih jagung manis
masih relatif tinggi karena sebagian besar merupakan benih impor.
Menurut Iriany et al. (2011), ketersediaan benih bermutu dari varietas
yang telah dirilis oleh pemerintah masih relatif terbatas sehingga harga benihnya
mahal. Umumnya varietas yang beredar dirilis oleh perusahaan swasta yang
materi genetiknya merupakan hasil introduksi. Direktorat Jenderal Hortikultura
mengungkapkan bahwa total impor benih jagung manis pada tahun 2011 adalah
sebesar 744 301 kg dengan nilai impor 6 698 709 US $, sedangkan total ekspor
benih jagung manis 19 461 kg yang hanya bernilai 233 532 US $. Selanjutnya
pada tahun 2012 total impor benih jagung manis dikurangi yaitu menjadi
104 334.5 kg dengan nilai impor sebesar 2 817 032 US $, tetapi masih belum
dapat diimbangi dengan peningkatan jumlah ekspor benih jagung manis yang
hanya mencapai 40 151 kg senilai dengan 1 084 077 US $.
Permasalahan dalam mempertahankan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas
produksi yang belum sepenuhnya dapat ditangani menyebabkan Indonesia belum
dapat bersaing di pasar dunia. Melalui pendekatan pemuliaan tanaman dapat
ditemukan beragam solusi, dimana pemuliaan tanaman berperan dalam
menghasilkan varietas unggul jagung manis yang memiliki daya hasil dan kualitas
hasil yang tinggi serta resisten terhadap hama dan penyakit penting. Selain itu,
kemampuan adaptasi dan tingkat toleransi terhadap kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan juga dapat ditingkatkan. Sehingga varietas unggul baru
jagung manis hasil pemuliaan tanaman diharapkan dapat digunakan secara luas
sehingga dapat mengurangi penggunaan benih impor.
Tujuan akhir dari pemuliaan tanaman yaitu dapat mengidentifikasi
genotipe unggul sehingga dapat dilepas sebagai varietas yang baru untuk
digunakan secara komersial oleh petani. Berbagai percobaan untuk genotipegenotipe yang memiliki heritabilitas tinggi dievaluasi kinerjanya di berbagai
macam kondisi lingkungan, pada beberapa musim dan tahun, dan di lokasi yang
berbeda-beda untuk bisa mencapai tujuan ini. Percobaan-percobaan tersebut
disebut sebagai uji daya hasil (Acquaah 2007).

Perumusan Masalah
Permintaan pasar terhadap jagung manis setiap tahun semakin meningkat,
namun produksi jagung manis nasional masih kurang. Rendahnya produksi jagung
manis di Indonesia disebabkan karena berbagai hal, misalnya karena skala
pengusahaan yang masih terbatas dan teknik budidaya yang kurang intensif.
Dalam teknik budidaya, persoalan benih menjadi faktor pembatas yang dihadapi
petani baik ketersediaannya, kualitasnya maupun harganya. Harga benih bermutu
cenderung mahal dan pada umumnya benih varietas hibrida harganya lebih tinggi,
namun harga benih varietas bersari bebas relatif lebih murah.
Program pemuliaan tanaman dengan menghasilkan varietas unggul baru
bersari bebas yang produksinya tinggi dan mempunyai kualitas tongkol yang baik
serta tahan terhadap penyakit bulai merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
permasalahan yang ada. Varietas yang baru akan dilepas harus menunjukkan
keunggulan dibandingkan dengan varietas yang telah ada sehingga diperlukan

3

suatu pengujian. Uji daya hasil adalah suatu tahapan pemuliaan tanaman yang
bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan gen-gen yang diinginkan pada genotipe
yang selanjutnya dipersiapkan sebagai galur atau kultivar unggul baru.
Genotipe SD-3 (Seleksi Darmaga-3) merupakan genotipe jagung manis
bersari bebas yang dirakit oleh Dr Fred Rumawas, pemulia dari IPB, dan
dipersiapkan untuk menjadi varietas baru. Dalam persiapan pelepasan varietas,
genotipe SD-3 perlu dievaluasi dalam hal penampilan, daya hasil dan kualitas
hasil sehingga genotipe SD-3 teruji berpotensi dan layak untuk dikembangkan
sebagai varietas unggul yang mempunyai nilai tambah dan daya saing yang tinggi.
Oleh karena itu, genotipe SD-3 harus dapat diperbandingkan dengan varietas
komersial jagung manis yang beredar luas di pasaran dan telah cukup lama
dikenal oleh petani jagung manis. Di daerah-daerah yang terdapat tempat-tempat
penelitian dan pengembangan tanaman pangan seperti di daerah Jawa Barat
mampu menghasilkan jagung manis (sweet corn) yang banyak digemari serta
semakin meluas dan berkembang. Kabupaten Bogor adalah salah satu sentra
produksi jagung manis, sehingga dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian ini
yang juga didukung oleh kondisi iklim dan topografi yang sesuai dengan syarat
tumbuh tanaman jagung manis.

Tujuan
Penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:
1. Mendapatkan informasi tentang keragaan agronomi dan penampilan jagung
manis genotipe SD-3.
2. Mengevaluasi daya hasil dan kualitas hasil jagung manis genotipe SD-3 yang
diuji dengan empat varietas pembanding di Kabupaten Bogor.
3. Mempelajari peubah kualitatif dan kuantitatif pada jagung manis yang
dievaluasi, sehingga dapat diketahui keunggulan karakter yang menjadi
potensi pada genotipe SD-3 untuk dikembangkan sebagai varietas yang
mampu bersaing dengan varietas komersial.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan keragaan pada jagung manis genotipe SD-3 dan varietas
pembanding.
2. Terdapat perbedaan daya hasil dan kualitas hasil jagung manis genotipe SD-3
yang dievaluasi dengan varietas pembanding.
3. Terdapat potensi genotipe SD-3 untuk dikembangkan menjadi varietas unggul.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Tanaman Jagung Manis
Jagung manis (Zea mays var. saccharata Sturt.) adalah tanaman herba
monokotil dan tanaman semusim (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis
atau sweet corn termasuk ke dalam famili Gramineae, subfamili Panicoideae dan
ordo Maydeae (Huelsen 1954). Jagung manis merupakan perkembangan dari
jagung tipe flint (jagung mutiara) dan jagung tipe dent (jagung gigi kuda)
(Leonard and Martin 1963).
Jagung manis memiliki daun-daun yang berukuran panjang, berbentuk rata
meruncing, dan memiliki tulang daun yang sejajar seperti daun-daun tanaman
monokotil pada umumnya. Perakaran jagung manis biasanya dangkal dan
berserabut (MacGillivray 1961). Jagung manis memiliki akar primer sebagai awal
memulai pertumbuhan tanaman, akar sekunder atau adventif yang berkembang
pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping, serta akar layang yang
tumbuh di atas permukaan tanah sebagai topangan untuk tumbuh tegak dan
membantu penyerapan hara. Batang tanaman tingginya berkisar antara 1.5 – 2.5 m
dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap
buku (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Jagung manis memiliki tipe pertumbuhan determinate, yaitu pertumbuhan
yang batang utamanya diakhiri dengan bunga. Perkembangan batang, daun, dan
akar diikuti oleh perkembangan bunga dan buah. Sehingga, semua tanaman yang
termasuk tipe pertumbuhan determinate, fase vegetatif dan reproduktifnya terjadi
beriringan (Edmond et al. 1957).
Jagung manis merupakan tanaman menyerbuk silang dengan tipe
pembungaan monoecious yakni bunga jantan dan bunga betina terpisah pada
bunga yang berbeda tetapi masih pada satu individu tanaman. Kemungkinan
terjadinya penyerbukan sendiri pada tanaman jagung kurang dari 1 %
(MacGillivray 1961). Bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (malai)
pada batang utama (poros atau tangkai) dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai
perbungaan samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini
memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut karyopsis (Rubatzky dan
Yamaguchi 1998).
Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan
jagung biasa. Perbedaan antara keduanya terletak pada warna bunga jantan dan
bunga betina. Bunga jantan pada jagung manis berwarna putih sedangkan pada
jagung biasa berwarna kuning kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna
putih sedangkan jagung biasa berwarna merah. Perbedaan lainnya adalah jagung
manis berumur lebih genjah karena dipanen saat tongkol masih muda dan
memiliki tongkol lebih kecil daripada jagung biasa. Tongkol jagung manis
memiliki dua atau tiga pasang daun yang tumbuh di sisi kiri dan kanan yang
merupakan perpanjangan kelobot atau kulit buah (Palungkun dan Budiarti 2000).
Menurut Thompson dan Kelly (1957), hal yang membedakan antara jagung manis
dengan jagung lainnya yaitu dari kandungan gulanya yang tinggi pada stadia
masak susu dan permukaan kernel yang menjadi transparan dan berkerut
saat mengering.

5

Pengaruh Genetik terhadap Kandungan Gula pada Jagung Manis
Menurut Leonard dan Martin (1963) jagung manis merupakan salah satu
jenis jagung yang digolongkan berdasarkan sifat endospermanya. Endosperma
jagung manis mempunyai kadar gula lebih tinggi dibandingkan kadar pati,
transparan dan keriput pada saat kering. Keriputnya endosperma jagung manis
disebabkan oleh tingginya kadar sukrosa dalam biji saat proses pematangan.
Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menjelaskan bahwa endosperma biji adalah
tempat menyimpan gula dan pati. Pengisian endosperma pada jagung manis mulamula adalah penimbunan gula, dan seiring dengan bertambahnya umur tanaman
patilah yang tertimbun. Gula endosperma utama adalah sukrosa dengan sedikit
glukosa, fruktosa dan maltosa. Komponen terbesar pati endosperma adalah
amilosa dan amilopektin.
Komposisi genetik pada jagung manis dan jagung tipe Dent hanya
dibedakan oleh satu gen resesif. Gen ini mencegah perubahan gula menjadi pati
(Jugenheimer 1958). Jumlah kromosom pada jagung manis sama dengan jumlah
kromosom pada jagung biasa yaitu 20 (Kaukis dan Davis 1986).
Jagung manis merupakan jagung biasa yang mengalami mutasi pada lokus
su-1 (sugary-1), ini menyebabkan kandungan pati jagung manis mengalami
penurunan sehingga biji dari jagung manis menjadi keriput dan daya simpannya
menjadi berkurang dibandingkan jagung bijian. Pada jagung bijian, gen Su1 untuk
biji berpati dominan homozigous (Su1, Su1) sementara pada jagung manis gen
tersebut adalah resesif homozigous (su1, su1). Peningkatan kandungan gula pada
endosperma dipengaruhi oleh gen-gen resesif seperti gen peningkatan kandungan
gula (se1 – sugary enhancer), penyusut 2 (sh2 – shrunken 2), brittle 1 (bt-1),
brittle 2 (bt-2), amilosa extender (ae-1), dull-1 (du-1), dan waxy-1 (wx-1)
(Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Kadar gula dan pati pada endosperma jagung manis selain dipengaruhi
oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh tingkat kemasakan. Kandungan sukrosa
pada endosperma jagung manis terus meningkat dari hari ke-5 sampai hari ke-15
setelah munculnya rambut tongkol dan kemudian menurun. Perubahan kadar gula
dan pati pada endosperma jagung manis terjadi akibat kandungan sukrosa yang
bersifat tidak mantap (Huelsen 1954). Kandungan gula tertinggi terdapat pada biji
yang berumur 16 hari setelah penyerbukan, sedangkan kandungan pati meningkat
pada 20 hari setelah penyerbukan kemudian konstan (Kaukis dan Davis 1986).

Ekologi, Budidaya dan Pertumbuhan Jagung Manis
Jagung manis dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah dengan syarat
drainase baik. Tanaman jagung manis tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara
5.5 – 7.0 tetapi pertumbuhan yang baik dan keefisienan pemupukan diperoleh
pada pH 6.0 – 6.5. Tanaman jagung manis dapat beradaptasi pada kondisi iklim
yang luas (Thompson dan Kelly 1957). Menurut MacGillivray (1961), tanaman
ini peka terhadap tanah masam dan tidak toleran terhadap embun beku (frost).
Tanah yang baik untuk jagung manis adalah gembur dan subur, karena
tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh baik
pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan pengelolaan yang baik. Tanah

6

dengan tekstur lempung berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.
Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang
baik bila pengolahan tanah dikerjakan secara optimal, sehingga aerasi dan
ketersediaan air tanah berada dalam kondisi yang baik (Sutoro et al. 1988).
Tanaman ini tumbuh baik pada 50 oLU – 40 oLS serta sampai dengan
ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Suhu yang baik untuk pertumbuhan
jagung manis berkisar antara 21 – 30 oC. Sedangkan suhu optimum untuk
perkecambahan biji jagung manis berkisar antara 21 – 27 oC (Palungkun dan
Budiarti 2000). Suhu yang hangat merupakan kondisi terbaik untuk
perkembangan jagung manis, namun cukup banyak pertanaman jagung manis
yang ditumbuhkan pada daerah yang dingin (Thompson dan Kelly 1957).
Menurut Sutoro et al. (1988) suhu optimum untuk pertumbuhan jagung
berkisar antara 24 – 30 oC, dengan curah hujan kurang lebih 200 mm tiap bulan
dengan distribusi yang merata. Tanaman jagung manis memerlukan kelembaban
sekitar 500 – 700 mm per musim selama pertumbuhannya (Rubatzky dan
Yamaguchi 1998). Kelembaban yang kontinyu diperlukan untuk memperoleh
hasil tinggi pada pertanaman jagung manis, namun kelebihan air akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik (Thompson dan Kelly 1957).
Kondisi temperatur, kelembaban udara, intentitas cahaya, dan panjang hari untuk
pertumbuhan jagung manis yang optimum tidak jauh berbeda dengan kondisi
yang diperlukan jagung biasa (MacGillivray 1961).
Benih ditanam pada kedalaman 3 – 5 cm dengan jarak tanam 20 – 25 cm
dalam barisan dan 75 – 90 cm antar barisan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman mengawali pertumbuhannya dengan pembentukan daun dan batang.
Lima daun pertama terbentuk dalam embrio dan daun-daun selanjutnya dibentuk
pada titik tumbuh sampai mencapai 20 – 25 daun. Setelah seluruh daun selesai
dibentuk maka inisiasi malai bunga jantan dimulai (Koswara 1985).
Tepung sari yang diproduksi oleh bunga jantan jumlahnya sangat banyak
sehingga tersedia ribuan tepung sari untuk setiap biji (kernel) pada tongkol jagung
manis. Penyebaran serbuk sari ini dibantu oleh angin dan gaya gravitasi
(MacGillivray 1961). Penyebaran tepung sari juga dapat dipengaruhi oleh suhu
dan kultivar jagung manis serta dapat berakhir dalam waktu 3 – 10 hari (Rubatzky
and Yamaguchi 1998). Putik muncul 1 – 3 hari setelah serbuk sari dihasilkan.
Namun pada jagung bertongkol banyak, putik dapat muncul sebelum malai bunga
jantan. Putik pertama umumnya muncul di dekat bagian ujung dari tongkol. Putik
pertama umumnya muncul pada tongkol yang terletak paling atas, diikuti pada
tongkol kedua, dan kadang-kadang ketiga (Hallauer dan Russel 1993).
Pertumbuhan tanaman jagung manis dipengaruhi oleh panjang hari, tetapi
pengaruhnya tidak terlalu tampak seperti halnya pada tanaman lain. Periode dari
fase perkecambahan sampai dengan pembungaan akan berkurang pada daerah
dengan panjang hari pendek dan semakin lama pada daerah yang mempunyai hari
panjang (MacGillivray 1961). Jagung manis merupakan tanaman berhari pendek
karena membutuhkan cahaya kurang dari 12 – 14 jam per hari untuk pembungaan
(Thompson dan Kelly 1957).
Selanjutnya Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menambahkan bahwa
kondisi hari pendek akan mempercepat pembungaan, sehingga pertumbuhan
vegetatif yang tidak memadai kurang mendukung perkembangan tongkol dan biji.
Pencahayaan kurang dari 8 jam dan suhu kurang dari 20 oC dapat menunda

7

pembungaan pada tanaman jagung manis. Menurut Koswara (1985), umur panen
dipengaruhi oleh umur berbunga. Tanaman yang lebih cepat berbunga akan
memiliki umur panen lebih genjah.
Menurut MacGillivray (1961), pertumbuhan jagung manis yang baik
memerlukan suhu yang hangat, sampai kurang lebih satu minggu sebelum panen.
Cuaca dingin diperlukan pada saat menjelang panen, karena hal ini dapat
meningkatkan kualitas jagung manis. Suhu yang tinggi dapat mempercepat
perubahan gula menjadi pati yang dapat mengurangi kualitas jagung manis.
Fase generatif berlangsung cepat. Pada fase ini sebagian besar energi
dipakai dalam penyempurnaan serbuk sari dan tongkol. Tongkol yang baik
mengandung 700 – 1000 bakal biji. Pada keadaan optimum semua bakal biji
berpotensi untuk menjadi biji. (Koswara 1985). Kualitas tongkol dapat ditentukan
dengan membuka kelobot dan memeriksa penampilan dari biji. Tongkol yang baik
adalah tongkol yang terisi penuh dan mengkilap, biji yang matang susu namun
cukup kuat saat ditekan. (MacGillivray 1961).
Jagung manis mempunyai ciri-ciri yaitu biji yang masih muda bercahaya
dan berwarna jernih seperti kaca, sedangkan biji yang telah masak akan menjadi
kering dan berkeriput. Umur jagung manis antara 60 – 70 hari, namun pada
dataran tinggi yaitu 400 meter di atas permukaan laut atau lebih, biasanya bisa
mencapai 80 hari (Aak 2010).
Pemanenan untuk mendapatkan kualitas terbaik dilakukan pada saat fase
masak susu (Thompson dan Kelly 1957). Pemanenan dilakukan pada saat tongkol
terisi sempurna, yang biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang
mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Waktu
pemanenan yang paling baik adalah pada waktu dini hari atau pada waktu malam
hari karena dapat membantu menurunkan panas lapangan serta menghemat waktu
dan energi untuk pendinginan pasca panen (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).
Menurut Harjadi (1986), pada umumnya produktivitas akan meningkat
sejalan dengan meningkatnya populasi karena tercapainya penggunaan cahaya
secara maksimal di awal pertumbuhan. Namun peningkatan populasi ini ada
batasnya, yaitu sampai tidak terjadi kompetisi yang merugikan antara tanaman
dalam mendapatkan hara maupun unsur-unsur lingkungan lainnya.
Budidaya jagung manis pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan cara
budidaya jagung biasa (Thompson dan Kelly 1957). Komponen teknologi budi
daya jagung pada prinsipnya dapat dipilah menjadi dua, yaitu (1) komponen
teknologi yang mempunyai adaptasi luas, seperti varietas, cara tanam, kerapatan
tanaman, serta pengendalian hama dan penyakit terpadu, dan (2) komponen
teknologi yang mempunyai adaptasi sempit atau bersifat spesifik lokasi, seperti
persiapan lahan yang mencakup pengolahan tanah dan konservasi lahan dengan
kemiringan > 8 %, serta pemupukan. Komponen teknologi budi daya jagung
mencakup: persiapan lahan, varietas unggul, populasi dan pengaturan tanam,
pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan yang tepat,
dan pasca panen (Sudaryono et al. 1996). Metode pemuliaan untuk jagung biasa
dapat dipergunakan pada jagung manis, hanya berbeda pada tujuan seleksi dan
evaluasi hasilnya dimana pada jagung manis lebih ditekankan pada kualitas
(Kaukis dan Davis 1986).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Kecamatan
Darmaga, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 250 m di
atas permukaan laut, dengan jenis tanah latosol. Waktu pelaksanaan percobaan
dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2012.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe SD-3
yang merupakan jagung manis bersari bebas. Varietas jagung manis bersari bebas
dan hibrida yang digunakan sebagai varietas pembanding yaitu Super Sweet,
Bonanza, Sweet Boy, dan Sugar 75 (SG 75). Deskripsi dan karakteristik jagung
manis genotipe SD-3 serta keempat varietas pembanding yang dievaluasi dalam
penelitian ini disampaikan pada Lampiran 1 – 6.
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pupuk urea 300 kg/ha,
pupuk KCl 200 kg/ha, pupuk SP-36 200 kg/ha, dan pupuk kandang 15 ton/ha.
Kapur diberikan dengan dosis 1.5 ton/ha. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah peralatan budidaya tanaman standar, timbangan, jangka
sorong, meteran, dan refraktometer untuk mengukur kadar Padatan Total Terlarut
(PTT) pada biji jagung manis. Untuk melakukan penyerbukan sendiri dibutuhkan
kantong kertas, spidol, dan stapler.

Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu
genotipe. Perlakuan yang diberikan terdiri atas satu genotipe jagung manis dan
empat varietas pembanding, yang masing-masing diulang sebanyak empat kali,
sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan tersusun dalam
petakan berukuran 4 x 5 m2 yang memuat  200 tanaman.
Model linier aditif dari rancangan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Yij =  + i + j + ij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
 = rataan umum
i = pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5)
j = pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4)
ij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j

9

Uji F digunakan untuk menganalisis pengaruh perlakuan. Jika terdapat
pengaruh yang nyata dalam perlakuan maka dilakukan uji nilai tengah
menggunakan uji Dunnett pada taraf 5%. Untuk mengetahui hubungan keeratan di
antara peubah-peubah yang diamati maka dilakukan analisis korelasi Pearson.

Pelaksanaan Penelitian
Luas lahan yang digunakan untuk pertanaman adalah  400 m2. Lahan
diolah satu minggu sebelum penanaman dengan diberikan kapur dan pupuk
kandang kemudian diratakan dan dibagi menjadi empat blok. Masing-masing blok
terdiri atas lima plot. Setiap plot berukuran 4 m x 5 m. Jarak antar plot 0.5 m dan
jarak antar blok 1.5 m. Dalam satu plot terdapat lima baris tanaman dengan jarak
tanam 70 cm x 25 cm. Layout petak percobaan ditampilkan pada Lampiran 13.
Benih yang ditanam yaitu dua benih setiap lubang. Sebelum ditanam, benih diberi
perlakuan fungisida berbahan aktif Metalaxyl 35% dengan dosis 2 g/kg benih.
Pupuk dasar diberikan satu minggu setelah tanam dengan dosis setengah pupuk
urea yaitu sekitar 150 kg/ha, serta seluruh dosis pupuk KCl 200 kg/ha dan SP-36
200 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan sistem tugal berjarak 5 – 7 cm dari
lubang tanaman.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, pengairan,
penjarangan, pembumbunan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama serta
penyakit. Penyulaman dilakukan pada 1 MST. Pengairan dilakukan untuk
mencegah tanaman kekurangan air dikarenakan curah hujan yang rendah.
Pengairan diberikan sebanyak dua kali setiap minggu selama musim pertanaman
dengan cara menggenangi parit-parit yang terletak di antara petak-petak
percobaan. Tanaman jagung manis dibumbun pada saat 3 MST. Pemupukan
kedua yaitu pemberian urea sisa dengan dosis 150 kg/ha dilakukan saat tanaman
berumur 4 MST. Pengendalian hama yaitu dengan pemberian pestisida berbahan
aktif Carbofuran ± 5 butir per lubang tanam saat penanaman. Pengendalian
penyakit bulai dilakukan dengan pencabutan atau eradikasi terhadap tanaman
terjangkit untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran lebih luas.
Penyerbukan sendiri dilakukan pada dua tanaman selain tanaman contoh di
setiap petak satuan percobaan saat tanaman berumur 46 – 53 HST. Persiapan
penyerbukan buatan dilakukan dengan cara menutup malai dengan kantong kertas
saat anther mulai pecah bagian porosnya dan menutup tongkol dengan kantong
plastik transparan sebelum tongkol keluar rambut. Penyerbukan dilakukan pada
saat tongkol sudah muncul rambut yang siap diserbuki dengan panjang > 2 cm.
Tongkol yang sudah diserbuki ditutup menggunakan kantong kertas. Tongkol
yang diserbuki sendiri digunakan sebagai sampel pengukuran kadar PTT.
Pemanenan dilakukan pada stadia masak susu saat tongkol jagung sudah
terisi sempurna ditandai oleh rambut tongkol yang sudah berwarna coklat
kehitaman dan mengering (sekitar 18 – 22 hari setelah penyerbukan). Umur panen
disamakan pada 73 HST karena pada sebagian tanaman yang produktif telah siap
panen lebih awal dan akan kehilangan masa optimal konsumsi jagung manis jika
waktu panennya diperlambat. Setelah pemanenan dilakukan pengukuran kadar
PTT dengan menggunakan refraktometer pada dua tongkol hasil penyerbukan
sendiri dan tiga tongkol yang bukan hasil penyerbukan sendiri dari setiap plot.

10

Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan mengambil 10 tanaman contoh dalam setiap
satuan percobaan. Tanaman contoh diambil dari tiga baris tanaman tengah setiap
plot dan bukan tanaman pinggir. Pengamatan ditujukan pada peubah-peubah yang
mencerminkan keragaan tanaman di lapangan, pertumbuhan vegetatif dan
generatif, kuantitas, dan kualitas hasil. Peubah-peubah yang diamati adalah :
1. Daya tumbuh tanaman (%), pengamatan daya tumbuh dilakukan pada saat
tanaman berumur 9 HST.
2. Bentuk ujung daun pertama, diamati pada saat tanaman baru tumbuh dan telah
muncul di permukaan tanah, yaitu ketika tanaman berumur 10 HST.

1 = Runcing
2 = Runcing ke bulat
3 = Bulat
4 = Bulat ke lidah
5 = Lidah
3. Warna pangkal batang, diamati pada saat yang bersamaan dengan pengamatan
bentuk ujung daun pertama.
4. Tanaman yang terserang penyakit bulai per plot (%)
5. Umur muncul tassel (HST), dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk
sari (pollen) 50% jumlah tanaman masing-masing plot.
6. Warna malai (anther)
7. Lama produksi pollen (hari), dihitung sejak hari pertama terlepasnya serbuk
sari sampai hari terakhir serbuk sari dihasilkan pada setiap malai.
8. Interval waktu anthesis dengan silking (hari), merupakan perbedaan atau
rentang waktu yang dihitung pada saat setelah diproduksinya serbuk sari
sampai rambut tongkol telah keluar.
9. Umur reseptif (HST), dihitung ketika rambut telah keluar (silking) sepanjang
> 2 cm 50 % jumlah tanaman masing-masing plot.
10. Warna rambut tongkol
11. Warna daun, diamati dengan menggunakan bagan warna daun (BWD)
sebelum tanaman berbunga yaitu pada umur antara 40-42 HST.
12. Panjang daun (cm), diukur dari buku tempat melekatnya daun sampai dengan
ujung daun. Pengukuran daun pada daun di atas tongkol (yang paling atas)
setelah tanaman berbunga.
13. Lebar daun (cm), diukur pada daun yang sama yang digunakan untuk
mengukur panjang daun, diambil dari titik tengah panjang daun.
14. Tinggi tanaman (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai dasar malai
pada saat pertumbuhan vegetatif berhenti setelah tanaman berbunga.
15. Tinggi tongkol utama (cm), diukur dari atas permukaan tanah sampai buku di
mana tongkol teratas berada, diamati pada waktu yang sama dengan tinggi
tanaman.

11

16. Warna batang, ditunjukkan sampai tiga warna batang sesuai dengan frekuensi.
Diamati di antara 2 tongkol teratas pada saat berbunga.
1 = Hijau
2 = Kemerahan (sunred)
3 = Merah
4 = Ungu
5 = Coklat
17. Diameter batang (cm), diukur pada batang 10 cm di atas permukaan tanah
setelah tassel muncul.
18. Bentuk batang, pengamatan dilakukan untuk melihat apakah bentuk batang
tanaman bulat atau pipih. Batang tersebut diamati pada waktu dan posisi
lingkar batang yang sama dengan pengukuran diameter batang.
19. Rebah batang (%), dihitung pada tanaman yang mengalami patah pada batang
bagian bawah tongkol dan dihitung pada saat 2 minggu sebelum panen.
20. Tanaman sehat yang tumbuh (%)
21. Tanaman yang dipanen (%)
22. Tanaman tidak menghasilkan (%), dihitung pada tanaman yang tidak dapat
atau belum menghasilkan tongkol yang layak dipanen.
23. Bobot tajuk atas, diambil dari 10 tanaman contoh.
24. Jumlah tongkol berkelobot per plot.
25. Bobot seluruh tongkol berkelobot yang dipanen per plot.
26. Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot yang dipanen per plot.
27. Bobot per tongkol dengan kelobot (g), tongkol ditimbang beserta seluruh
kelobotnya.
28. Bobot per tongkol tanpa kelobot (g), tongkol ditimbang tanpa kelobot dan
tangkai tongkol.
29. Panjang tongkol (cm), yaitu diukur dari pangkal muncul biji sampai dengan
ujung tongkol.
30. Diameter tongkol (cm), diukur pada tiga bagian yaitu pada pangkal. tengah.
dan ujung tongkol.
31. Bentuk tongkol, diamati pada tongkol paling atas.
1 = Mengerucut
2 = Silindris mengerucut
3 = Silindris
32. Warna biji
1 = Putih
2 = Krem
3 = Kuning muda
4 = Kuning
5 = Oranye
6 = Ujung putih
33. Jumlah baris biji pada tongkol
34. Jumlah biji per baris pada tongkol
35. Tongkol yang terserang ulat penggerek (%)
36. Kadar Padatan Total Terlarut (PTT) pada biji jagung manis hasil penyerbukan
sendiri (oBriks). Kadar PTT dalam biji jagung manis diukur dengan cara
mencacah biji jagung manis kemudian diambil sarinya dan diteteskan pada

12

prisma refraktometer. Kadar PTT akan terbaca pada alat tersebut dan
dinyatakan dalam oBriks.
37. Kadar PTT pada biji jagung manis yang bukan merupakan hasil penyerbukan
sendiri (oBriks).
38. Nilai mutu atau intensitas sifat sensoris yang spesifik dan sifat hedonik pada
jagung manis berdasarkan uji organoleptik. Tipe pengujian yang dipergunakan
adalah tipe uji skoring. Uji skor dilakukan oleh 10 orang panelis (responden)
terhadap sampel (bahan uji) jagung manis dengan cara memberikan penilaian
menggunakan skala numerik berupa skor 1 – 5 (Lampiran 8). Atribut sifat jagung
manis yang dinilai adalah sebagai berikut.
a. Penampilan tongkol jagung manis
b. Kekerasan biji jagung manis
c. Tekstur biji jagung manis
d. Kemanisan biji jagung manis
e. Tingkat penerimaan (kesukaan) terhadap jagung manis
39. Indeks Panen Tongkol dengan Kelobot
Rumus =

bobot 10 tongkol dengan kelobot
bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol dengan kelobot

40. Indeks Panen Tongkol tanpa Kelobot
Rumus =

bobot 10 tongkol tanpa kelobot
bobot tajuk atas 10 tanaman + bobot 10 tongkol tanpa kelobot

41. Produktivitas (ton tongkol tanpa kelobot/ha)
Rumus = bobot tongkol tanpa kelobot per plot kg × 80 % ×

10 000 m2
luas per plot (m2 )

42. Potensi hasil (ton tongkol berkelobot/ha)
Rumus =

bobot tongkol dengan kelobot per plot kg
10 000 m2
× populasi per plot × 80 % ×
tanaman yang dipanen per plot
luas per plot (m2 )

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juli 2012 di Kebun
Percobaan IPB Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Bogor. Daya tumbuh benih
jagung manis di lapang cukup baik, ditunjukkan dengan jumlah seluruh tanaman
yang dapat tumbuh dan muncul ke permukaan tanah yaitu sekitar 91.22 % dari
jumlah benih yang ditanam. Tanaman mengawali pertumbuhannya dengan kondisi
cukup air karena masih disuplai oleh hujan. Selama stadia vegetatif belum perlu
dilakukan pengairan secara manual. Data klimatologi selama penelitian
disampaikan dalam Lampiran 7. Data tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi
dan Geofisika Dramaga, Bogor.
Ketika tanaman berumur 3 MST (minggu setelah tanam) timbul gejala
serangan penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Selama
fase vegetatif tanaman ditemukan adanya serangan bulai pada keseluruhan petak
percobaan jagung manis. Pengendalian selanjutnya yang dapat dilakukan adalah
dengan menyingkirkan tanaman terjangkit agar bulai tidak menyebar lebih luas
lagi. Selain bulai ditemukan beberapa penyakit lain dengan serangan yang tidak
parah seperti penyakit hawar daun (Helminthosporium sp.), penyakit karat daun
(Puccinia sorghi), penyakit gosong pada tongkol (Ustilago maydis), penyakit
virus mosaic kerdil jagung yang disebabkan oleh virus Maize Dwarf Mosaic Virus
(MDMV) serta gejala penyakit fisiologis.
Jenis hama yang menyerang tanaman jagung manis dalam percobaan ini
adalah belalang (Valanga nigricornis), ulat penggerek batang (Ostrinia
furnacalis) dan ulat penggerek tongkol (Heliothis armigera). Serangan dari ulat
penggerek tongkol tidak menurunkan kuantitas hasil panen, tetapi menurunkan
kualitas penampilan tongkol jagung. Sementara itu, gulma yang tumbuh pada
lahan didominasi oleh gulma jenis daun lebar dan rumput, serta sebagian kecil
teki-tekian. Beberapa macam gulma yang ditemukan di antaranya Digitaria
adscendens, Axonopus compressus, Borreria alata, Ageratum conyzoides,
Mimosa pudica, Phyllanthus niruri, dan Cyperus rotundus.
Pada saat tanaman berumur 6 – 8 MST, angin kencang dan terkadang
disertai hujan deras menyebabkan banyak tanaman mengalami kerebahan dan
patah pada batang. Akibatnya populasi dan produktivitas tanaman menjadi
semakin berkurang. Umur panen genotipe SD-3, Super Sweet, Bonanza, Sugar 75,
dan Sweet Boy tergolong genjah dan disamakan waktunya yaitu pada saat 73 HST
sehingga tidak ada perbedaan umur panen dalam percobaan.
Rekapitulasi analisis sidik ragam pada berbagai peubah yang diamati
menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap daya
tumbuh, tinggi tanaman, tinggi tongkol utama, selang (interval) waktu anthesis
dengan silking, jumlah baris biji pada tongkol, tanaman yang sehat, tanaman yang
dipanen, jumlah tongkol yang dipanen, indeks panen tongkol berkelobot dan
indeks panen tongkol tanpa kelobot. Pengaruh yang nyata juga ditemukan pada
peubah jumlah tanaman yang terserang penyakit bulai, tanaman yang rebah, serta
pada uji skor organoleptik tekstur dan kekerasan biji jagung manis. Perlakuan
genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap peubah-peubah lainnya (Tabel 1).

14

Tabel 1. Rekapitulasi Uji F pengaruh perlakuan genotipe terhadap peubah
kuantitatif dan kualitatif pada jagung manis genotipe SD-3 dan empat
varietas pembanding
No.

Peubah

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Daya tumbuh
Warna pangkal batang
Tinggi tanaman
Tinggi tongkol utama
Diameter batang
Panjang daun
Lebar daun
Umur muncul tassel
Umur reseptif
Lama produksi pollen
Anthesis silking interval
Panjang tongkol
Diameter pangkal tongkol
Diameter tengah tongkol
Diameter ujung tongkol
Jumlah baris biji
Jumlah biji per baris
Bobot per tongkol berkelobot
Bobot per tongkol tanpa kelobot
Bobot tajuk atas
Tanaman sehat yang tumbuh
Tanaman yang dipanen
Jumlah tongkol yang dipanen
Bobot seluruh tongkol berkelobot
Bobot seluruh tongkol tanpa kelobot
Indeks panen tongkol berkelobot
Indeks panen tongkol tanpa kelobot
Produktivitas
Potensi hasil
Tanaman terserang penyakit bulai
Rebah batang
Tanaman tidak menghasilkan
Tongkol terserang ulat penggerek
Kadar PTT selfing
Kadar PTT bukan selfing
Penampilan tongkol
Kekerasan biji
Tekstur biji
Kemanisan biji
Tingkat penerimaan (kesukaan)

a

KT

F-hita

Pr>F

74.51
10.57** 0.0007
58.13
2.43tn 0.1052
1983.35
5.06* 0.0127
2197.96 15.64** 0.0001
0.0195
0.56tn 0.6950
97.29
2.59tn 0.0906
0.158
0.43tn 0.7831
1.45
0.55tn 0.7047
20.45
1.68tn 0.2192
0.164
2.43tn 0.1048
14.135
5.65** 0.0085
4.19
1.38tn 0.2978
0.069
0.37tn 0.8272
0.052
0.34tn 0.8491
0.052
0.41tn 0.7977
1.986
10.47** 0.0007
14.59
0.46tn 0.7623
2505.54
1.05tn 0.4208
1240.67
0.90tn 0.4954
9786.7
1.07tn 0.4125
419.01
9.88** 0.0009
122.39
3.80* 0.0322
402.42
3.67* 0.0357
0.817
0.13tn 0.9696
0.230
0.07tn 0.9887
0.0043
9.60** 0.0010
0.0033
5.08* 0.0125
0.053
0.07tn 0.9887
29.42
2.00tn 0.1585
1620.00 47.48**