Analisis Daya Saing Produk Mak:anan Olahan Indonesia di Negara Nama NIM Tujuan Ekspor

ANALISIS DAYA SAING PRODUK MAKANAN OLAHAN
INDONESIA DI NEGARA TUJUAN EKSPOR

AYU WIDIA EKA PUTRI

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing
Produk Makanan Olahan Indonesia di Negara Tujuan Ekspor adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Ayu Widia Eka Putri
NIM H14100040

ABSTRAK
AYU WIDIA EKA PUTRI. Analisis Daya Saing Produk Makanan Olahan
Indonesia di Negara Tujuan Ekspor. Dibimbing oleh LUKYTAWATI
ANGGRAENI.
Daya saing suatu negara dapat ditunjukkan melalui besarnya keterkaitan
nilai ekspor dan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor di negara tujuan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya saing produk makanan olahan
Indonesia di negara tujuan ekspor. Periode analisis yang digunakan dalam
penelitian yaitu tahun 2007 hingga 2012 dengan menggunakan metode deskriptif,
Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra Industry Trade (IIT), dan Gravity
Model dengan analisis data panel statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
produk makanan olahan berdaya saing di negara tujuan ekspornya dan cenderung
memiliki integrasi
perdagangan yang lemah. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai total ekspor adalah GDP riil Indonesia, GDP riil negara

tujuan, nilai tukar riil, jarak ekonomi negara tujuan ekspor dan nilai ekspor pada
tahun sebelumnya dengan arah yang berbeda pada masing-masing produk.
Kata Kunci: Daya saing, Gravity Model, Intra Industry Trade (IIT), makanan
olahan, Revealed Comparative Advantage (RCA)

ABSTRACT
AYU WIDIA EKA PUTRI. The Analysis of Competitiveness of Indonesian
processed food products in export destination countries. Supervised by
LUKYTAWATI ANGGRAENI.
The competitiveness of a country can be represented by the magnitude of
dependency between the value of export and the factors affecting export in
destination countries. This study aims to analyze the competitiveness of
Indonesian processed food products in export destination countries. The period of
analysis used in this study is from 2007 to 2012 by using descriptive method,
Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), and Gravity
Model with static panel data analysis. The results of this study show that the
processed food products have a competitiveness to the destination countries with
low trade integration. The factors that affect the value of total export are the real
GDP of Indonesia, the real GDP of destination countries, real exchange rate,
economic distance of export destination countries, and the value of export in the

previous year with different directions on each product.
Key words: Competitiveness, Gravity Model, Intra-Industry Trade (IIT),
processed foods, Revealed Comparative Advantage (RCA)

ANALISIS DAYA SAING PRODUK MAKANAN OLAHAN
INDONESIA DI NEGARA TUJUAN EKSPOR

AYU WIDIA EKA PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi: Analisis Daya Saing Produk Ma:anan Olahan Indonesia di Negara
Tujuan Ekspor
Nama

: Ayu Widia Eka Putri

NM

: H14100040

Disetujui oleh

Dr. Lawati Anraeni, S.P, M.Si
Pembimbing

Tanggal Lulus:

1 4 OCT 2014


PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata'ala atas karunia dan
anugerah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan
skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni,
M.Si selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran untuk
penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staff
Pusat Data dan Informasi Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta yang telah banyak
membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada bapak, ibu, Kak Ani selaku wali saya, serta seluruh keluarga
atas doa, dukungan dan kasih sayangnya selama ini. Selain itu penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji dan Ranti Wiliasih, S.P,
M.Si selaku perwakilan komisi pendidikan yang telah memberikan saran
2. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis
3. Keluarga besar Bidikmisi IPB, terutama pengurus Bidikmisi yang telah
memperjuangkan nasib keuangan kami sehingga mampu memenuhi
kebutuhan penulis selama di IPB

4. Teman-teman dari Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberi bantuan
dan dukungan kepada penulis khususnya kepada Pradila, Uke dan Irga
5. Teman-teman satu bimbingan, Astika, Haris, Dara, Iin, Angga, Desta
Penulis berharap semoga segala kebaikan semua pihak yang telah membantu
mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu Wata'ala. Akhir kata semoga
skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu kedepannya.
Bogor, Oktober 2014
Ayu Widia Eka Putri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian


5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Konsep Perdagangan Internasional

5

Konsep Daya Saing

7

Konsep Gravity Model


8

Pengertian Makanan Olahan

10

Penelitian Terdahulu

11

Kerangka Pemikiran

12

Hipotesis Penelitian

13

METODE PENELITIAN


14

Jenis dan Sumber Data

14

Analisis Data

14

Metode Deskriptif

14

Metode Revealed Comparative Adventage (RCA)

15

Metode Intra Industry Trade (IIT)


15

Metode Gravity Model

16

Definisi Operasional

16

Analisis Data Panel

17

Pengujian Asumsi Model

18

Uji Statistik

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Perdagangan Produk Makanan Olahan Indonesia

20
20

Daya Saing dan Derajat Integrasi Produk Makanan Olahan Indonesia di Negara
Tujuan Ekspor
22
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produk Ekspor Makanan Olahan Indonesia
25
SIMPULAN DAN SARAN

29

Simpulan

29

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1. Kontribusi dan laju pertumbuhan komoditi migas dan non migas
Indonesia tahun 2007-2012
2. Sepuluh negara tujuan ekspor berbagai makanan olahan Indonesia
tahun 2007-2012
3. Klasifikasi Intra Industry Trade (IIT)
4. Klasifikasi produk makanan olahan
5. Jenis dan sumber data
6. Selang nilai statistik Durbin Watson (DW) serta keputusannya
7. Rata-rata pertumbuhan ekspor makanan olahan Indonesi ke dunia
8. Kinerja produk makanan olahan Indonesia terpilih dan negara tujuan
utamanya
9. Nilai RCA Indonesia ke negara tujuan ekspor
10. Hasil pengukuran Intra Industry Trade (IIT) komoditi makanan
olahan Indonesia di negara tujuan
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor makanan olahan Indonesia
12. Ekspor pineapples, otherwise prepared or preserved (200820)
Indonesia di Negara Tujuan

2
3
8
11
14
18
20
21
23
25
26
28

DAFTAR GAMBAR
1. Perkembangan ekspor makanan olahan (HS 16-24) periode 20072012
2. Kurva perdagangan internasional
3. Ekspor neto dan kurs riil
4. Kerangka pemikiran penelitian

3
6
10
13

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kelompok produk tembakau olahan
2. Kelompok produk ikan olahan
3. Kelompok produk cokelat olahan
4. Kelompok produk buah dan sayuran olahan
5. Kelompok produk serealia olahan
6. Variabel-variabel analisis pada tembakau olahan
7. Variabel-variabel analisis pada ikan olahan
8. Variabel-variabel analisis pada cokelat olahan
9. Variabel-variabel analisis pada buah dan sayuran olahan
10.Variabel-variabel analisis pada serealia olahan
11.Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor cigarettes containing

33
34
35
36
38
39
40
41
42
43

tobacco (kode HS 240220)
12.Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor shrimps and prawns (kode
HS 160520)

44
47

13.Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor cocoa butter, fat, oil
(180400)
14.Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor pineapples, otherwise
prepared or preserved (200820)
15.Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor sweet biscuits, waffles and
wafers (190530)

49
51
53

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daya saing negara adalah derajat dimana suatu negara (alam kondisi pasar
terbuka dan adil) dapat menghasilkan barang dan jasa yang diminati pasar
internasional, sementara pada sisi lain dapat mempertahankan dan meningkatkan
pendapatan rakyat dalam jangka panjang (OECD 1992). Hal ini membuat setiap
negara melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan daya saingnya di pasar
domestik maupun Internasional.
Indonesia sebagai salah satu negara produsen sekaligus konsumen dalam
penyediaan barang dan jasa yang cukup diminati pasar Internasional, turut
berupaya dalam peningkatan daya saingnya. Economic Research Institute for
ASEAN and East Area (ERIA) memberikan penilaian dalam proses menuju MEA
2015 adalah telah diterapkannya tarif masuk nol persen, khususnya untuk negaranegara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malayasia, Filipina,
Singapura, dan Thailand (Setkab RI 2012). Keikutsertaan Indonesia dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dan pemberlakuan tarif nol persen
menjadikan persaingan antar negara ASEAN semakin kompetitif sehingga timbul
dorongan untuk terus meningkatkan daya saing dalam kualitas produknya.
Menteri Perdagangan Indonesia (2014) melakukan upaya peningkatan daya saing
produk dalam negeri dengan cara menurunkan ekonomi biaya tinggi,
memperlancar arus barang dan jasa, serta meningkatkan daya saing komoditi
ekspor.
Komoditi ekspor Indonesia terdiri atas produk migas dan non migas.
Selama periode 2007-2012 sektor non migas ini memiliki rata-rata nilai US$
123.70 milyar per tahun. Komoditi non migas ini juga berkontribusi besar dalam
meningkatkan nilai ekspor. Kontribusi yang diberikan rata-rata mencapai 80.91
persen dari total ekspor Indonesia pada tahun 2007 sampai dengan 2012 (Tabel 1).
Tahun 2008 Menteri Perdagangan Indonesia mengeluarkan sejumlah
program dalam meningkatkan daya saing komoditi non migas, berupa
pengembangan 10 produk utama, 10 produk potensial dan tiga jasa. Sepuluh
produk utama meliputi udang, kopi, CPO, kakao, karet, Tekstil dan Produk Tekstil
(TPT), alas kaki, elektronika, komponen otomotif dan furniture, sedangkan 10
produk potensial mencakup kerajinan tangan, ikan dan produk ikan, tanaman obat,
kulit dan produk kulit, makanan olahan, perhiasan, minyak atsiri, rempahrempah, peralatan kantor bukan kertas, dan alat kesehatan. Sementara tiga produk
jasa perdagangan terdiri dari kontruksi, teknologi informasi dan tenaga kerja
(Kemendag RI 2014). Program pengembangan produk utama dan produk
potensial sub sektor non migas tersebut memberikan dampak pada besarnya
kontribusi sektor non migas yang lebih tinggi dari sektor migas. Besarnya
kontribusi sektor non migas ini menandakan struktur ekspor Indonesia cenderung
berkembang ke arah sektor non migas.

2
Tabel 1 Kontribusi dan laju pertumbuhan komoditi migas dan non migas
Indonesia tahun 2007-2012
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Rata-rata

Kontribusi Ekspor
(persen)
Migas
Non Migas
19.36
80.64
21.26
78.74
16.32
83.68
17.77
82.23
20.38
79.62
19.46
80.54
19.09
80.91

Total Ekspor
(Juta US$)
114 100.9
137 020.4
116 510.0
157 779.1
203 496.6
190 031.8
153 156.5

Pertumbuhan Ekspor (persen)
Migas
31.86
-34.70
47.43
47.92
-10.85
-11.75
11.65

Non Migas
17.26
-9.64
33.08
24.88
-5.53
-2.05
9.67

Total Ekspor
20.09
-14.97
35.42
28.98
-6.62
-3.94
9.83

Sumber: BPS RI 2014 (diolah)

Berdasarkan rata-rata kontribusi ekspor dan laju pertumbuhan pada Tabel 1
menunjukkan bahwa kontribusi sektor non migas menunjukkan nilai yang tinggi
sebesar 80.91% dari total ekspor, tetapi rata-rata pertumbuhan ekspornya hanya
sebesar 9.67%. nilai tersebut masih lebih kecil dari sektor migas yang mencapai
11.65%. Namun, jika dilihat secara agregat untuk periode 2007 hingga 2012
masih menunjukkan pertumbuhan positif dengan rata–rata total ekspor sebesar
9.83 persen. Meskipun laju pertumbuhan sektor non migas mengalami
perlambatan dari tahun 2009 hingga tahun 2012, namun kondisi sektor non migas
ini masih cukup baik jika dibandingkan dengan sektor migas. Nilai kontribusi
ekspor dari komoditi non migas masih mendominasi dan meskipun cukup
fluktuatif, namun masih menunjukkan perkembangan yang baik jika dilihat dari
peningkatan kontribusi sektor ini yang terjadi di tahun 2011 sampai dengan 2012.
Perlambatan pertumbuhan terbesar terjadi pada periode 2010 hingga 2011 yang
diakibatkan oleh dampak dari krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Eropa (BPS
RI 2011).
Kontribusi ekspor non migas yang tinggi sebagian besar didominasi oleh
sektor industri. Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan tren
perkembangan komoditi non migas di sektor industri mengalami peningkatan
sebesar 11.13 persen pada periode 2008 hingga 2012. Tahun 2007 sektor industri
dengan nilai ekspor US$ 76.46 miliar memberikan kontribusi sebesar 83.09
persen terhadap total ekspor non migas sedangkan pada tahun 2012 sektor industri
dengan nilai ekspor US$ 116.12 miliar memberikan kontribusi sebesar 75.87
persen terhadap total ekspor non migas (Kemendag 2014). Penurunan kontribusi
tersebut diakibatkan oleh meningkatnya sektor pertanian, pertambangan dan
sektor lainnya. Makanan olahan merupakan bagian dari komoditi non migas di
sektor industri. Makanan olahan juga termasuk produk potensial ekspor yang
terdapat dalam program kementerian perdagangan dan berkontribusi terhadap
ekspor komoditi non migas Indonesia.

3

Juta US$

8000
6000
4000

y = 854,11x

2000
0
2007

2008

2009

2010

2011

2012

Tahun
Ekspor

Impor

Linear (Ekspor)

Sumber: UN COMTRADE 2014 (diolah)

Gambar 1 Perkembangan ekspor makanan olahan (HS 16-24) periode 2007-2012
Gambar 1 menunjukkan bahwa ekspor makanan olahan memiliki tren yang
positif. Tahun 2008 saat terjadinya krisis, nilai ekspor makanan olahan cenderung
mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan perkembangan ekspor produk ini
semakin membaik. Nilai ekspor makanan olahan pada tahun 2007 sebesar US$ 2
070.5 juta meningkat menjadi US$ 4 678.6 juta pada tahun 2012. Nilai ekspor
makanan olahan masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai impor dari
makanan olahan tersebut. Pemantauan impor dari Kementrian Perindustrian
(2014) untuk hasil industri makanan olahan yang termasuk dalam lima produk
dengan nilai impor terbesar adalah gula lainnya, beras, susu dan produk dari susu,
prepared baking powder dan olahan makanan serta daging hewan segar dan
ikutannya. Meskipun perkembangan nilai ekspor yang ditunjukkan masih berada
di bawah nilai impor terhadap produk makanan olahan, namun perkembangan ini
masih cukup baik karena cenderung meningkat pada setiap tahun.
Tabel 2 Sepuluh negara tujuan ekspor berbagai makanan olahan Indonesia tahun
2007-2012
No

Negara

1 Philipina
2 Malaysia
3 Singapura
4 Vietnam
5 Saudi Arabia
6 Nigeria
7 Jepang
8 Thailand
9 China
10 Australia
11 Lainnya
TOTAL

2007
33.469
25.976
18.724
11.433
18.115
9.3771
4.697
4.0704
2.3414
4.124
27.302
159.6

2008
41.8216
38.529
23.7468
19.8788
21.765
18.2629
9.26046
3.65329
3.88666
5.87258
36.687
223.36

Nilai Ekspor (Juta US$)
2009
2010
47.6
117.15
37.353
49.873
21.382
23.68
18.064
31.139
33.285
43.986
13.456
19.77
10.538
12.555
1.8268
3.5553
4.1599
7.4317
5.5965
9.0839
45.23
60.463
238.5
378.69

2011
193.45
73.315
25.5
32.121
54.786
23.19
16.606
10.074
10.443
10.271
85.574
535.3

2012
238.459
93.4267
63.1878
40.1928
57.2078
31.3362
14.5803
21.4268
12.5891
10.0212
98.5999
681.03

Sumber : UN COMTRADE 2014 (diolah)

Tabel 2 menunjukkan Filipina menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan
nilai US$ 33.47 juta pada tahun 2007 dan meningkat sebesar US$ 238.46 juta
pada tahun 2012. Pangsa ekspor berbagai makanan olahan Indonesia sebagian

4
besar berada di kawasan Asia Tenggara, yaitu Filipina, Malaysia, Singapura,
Vietnam dan Thailand. Beberapa negara tujuan ekspor terbesar diantaranya adalah
Saudi Arabia, Nigeria, Asia lainnya, Jepang dan China. Peluang ekspor di
subsektor potensial industri makanan olahan Indonesia semakin besar dan
diminati jika dilihat perkembangan total ekspor ke negara-negara tujuan tersebut.
Peningkatan ekspor barbagai makanan olahan di setiap negara tujuan
mengindikasikan Indonesia memiliki peluang untuk terus meningkatkan nilai
ekspor produk tersebut ke pasar dunia. Besarnya peluang dan minat tersebut juga
akan berdampak pada peningkatan daya saing produk potensial makanan olahan
Indonesia di negara tujuan ekspor lainnya sehingga dapat tetap berkontribusi di
sektor non migas.

Perumusan Masalah
Realisasi dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yaitu dengan
menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi. Komponen dari
pasar tunggal dan berbasis produksi tersebut dibangun oleh dua belas sektorsektor prioritas integrasi, yaitu produk berbasis agro, transportasi udara, otomotif,
e-ASEAN, elektronika, perikanan, pelayanan kesehatan, produk berbasis karet,
tekstil dan pakaian, pariwisata, produk berbasis kayu dan logistik juga makanan,
pertanian dan kehutanan (Kementerian perdagangan 2011). Makanan menjadi
salah satu indikator yang perlu perhatian khusus agar mampu bersaing dalam
MEA 2015. Produk makanan olahan Indonesia memiliki potensi untuk terus
dikembangkan. Hal ini dilihat dari perkembangan ekspor dari berbagai makanan
olahan yang rata-rata meningkat setiap tahunnya. Namun, nilai impor produk
makanan olahan ini masih lebih tinggi. Keikutsertaan Indonesia dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nantinya akan membuat kondisi daya saing
ini semakin kompetitif.
Berdasarkan latar belakang dan uraian diatas, permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah:
1.
Bagaimana kinerja ekspor makanan olahan Indonesia?
2.
Bagaimana daya saing dan derajat integrasi produk makanan olahan
Indonesia di negara tujuan ekspor?
3.
Faktor–faktor apakah yang dapat mempengaruhi ekspor produk makanan
olahan Indonesia di negara tujuan ekspor?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain:
1.
Menggambarkan perkembangan kinerja ekspor makanan olahan Indonesia
2.
Menganalisis daya saing dan derajat integrasi untuk produk makanan
olahan Indonesia di negara tujuan ekspor
3.
Menganalisis faktor–faktor yang dapat mempengaruhi daya saing produk
potensial makanan olahan indonesia di negara tujuan ekspor

5
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat
bagi:
1. Pemerintah dan pengambil kebijakan ekonomi, sebagai pertimbangan dalam
menentukan kebijakan yang berkaitan dengan kemajuan daya saing produk
makanan olahan Indonesia
2. Akademis, sebagai aplikasi dari penerapan ilmu yang diperoleh di Perguruan
Tinggi
3. Pihak-pihak lain yang berkepentingan, sebagai referensi dan pertimbangan
untuk penelitian yang sejenis
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis mengenai daya saing produk makanan olahan
Indonesia di negara tujuan ekspor. Periode waktu yang digunakan dalam
penelitian adalah dari tahun 2007 sampai dengan 2012. Pemilihan negara mitra
dagang berdasarkan enam negara tujuan ekspor terbesar dari masing-masing
produk makanan olahan. Komoditi yang diteliti berdasarkan jenis makanan olahan
dengan rata-rata ekspor terbesar dengan kode Harmony System (HS) sebagai
berikut: 160520 (shrimps and prawns), 180400 (cocoa butter, fat and oil), 190530
(sweet biscuits, waffles and wafers), 200820 (pineapples, otherwise prepared or
preserved) dan 240220 (cigarettes containing tobacco).

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Perdagangan Internasional
Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi di setiap negara (Todaro 2006). Perdagangan internasional adalah
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat
berupa antar individu, individu dengan pemerintah, atau antar pemerintah suatu
negara dengan pemerintah negara lain (Mankiw 2006). Perdagangan internasional
dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan
penawaran serta merupakan suatu interaksi dari kemungkinan produksi dan
preverensi konsumen (Lindert dan Kindleberger 1995). Alasan utama terjadinya
perdagangan internasional adalah karena negara-negara tersebut berbeda satu
sama lain dan meraka melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economic of scale) (Krugman 2004). Faktor-faktor yang
mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan
permintaan (Tambunan 2001).

6
Px/Py
A
X

Px/Py

Px/Py

SB

ES

SA

PB

P*
M
PA

O

QA
Negara A

x

B

ED

DA
O

Q*

Perdagangan Internasional

x

O

QB
Negara B

Sumber: Salvatore 1997

Gambar 2 Kurva perdagangan internasional
Keterangan:
Px/Py = Harga-harga relatif untuk komoditi X
x
= Kuantitas komoditi X
PA
= Harga domestik di negara A
OQA = Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A
A
= Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor)
X
= Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB
= Harga domestik di negara B
OQB = Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B
B
= Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor)
M
= Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P*
= Harga keseimangan antara kedua negara
(setelah perdagangan internasional)
OQ* = Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua Negara
(jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M))
Gambar 3 menunjukkan sebelum terjadinya perdangangan internasional
harga relatif (Px/Py) di negara A sebesar PA dengan jumlah produk domestik yang
diperdagangan sebesar OQA, sedangkan di negara B harga relatif (Px/Py) yang
diperdagangkan untuk komoditi 0QB adalah sebesar PB. Penawaran pasar
internasional akan terjadi jika harga relatif (Px/Py) internasional lebih tinggi dari
PA, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga relatif
(Px/Py) internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga relatif (Px/Py)
internasional sama dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED)
sebesar B. Jika harga relatif (Px/Py) internasional sama dengan PB maka di negara
A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva
ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*.
Adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi
(makanan olahan) sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditi
(makanan olahan) sebesar M, dimana di pasar internasional jumlah yang diekspor
sebesar X sama dengan jumlah yang diimpor sebesar M yaitu OQ*
(keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara).

DB
x

7
Konsep Daya Saing
Konsep daya saing dalam ilmu ekonomi, pengertiannya identik dengan
konsep efisiensi. Konsep daya saing sering digunakan untuk mengukur
keunggulan produk suatu negara terhadap negara pesaing. Hal tersebut antara lain
dikemukakan oleh Porter et al., (2008) yang mendefinisikan daya saing sebagai
country’s share of world markets of its product. Daya saing berhubungan dengan
biaya produksi. Negara yang mampu memasarkan produk dengan harga yang
lebih rendah dan dengan kualitas produk yang baik adalah negara yang
memenangkan kompetisi.
Tingkat daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional ditentukan
oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan kompetitif dan faktor keunggulan
komparatif. Faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat
acquired advantage atau dapat dikembangkan/diciptakan dan faktor keunggulan
komparatif dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah (natural advantage).
Keunggulan yang dikembangkan (keunggulan kompetitif) adalah keberadaan
keunggulan tersebut bukan yang sifatnya anugerah (sudah ada sejak dulu), tetapi
harus diciptakan atau dikembangkan oleh manusia (Tambunan 2004).
David Ricardo dalam Salvatore (1997) mengatakan bahwa keunggulan
komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa
dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Teori
Heckscher-Ohlin dalam Salvatore (1997) menyatakan bahwa keunggulan
komparatif dipengaruhi secara timbal balik oleh perbedaan-perbedaan karunia
sumber daya diantara negara-negara atau variasi kelimpahan (abundance) relatif
atas faktor-faktor produksi dan teknologi produksi yang mempengaruhi intensitas
relatif penggunaan faktor-faktor produksi yang berbeda tersebut dalam
menghasilkan berbagai macam barang. Model Heckscher-Ohlin juga menyatakan
bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor
komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang tersedia di negara itu dalam
jumlah dan harga relatif murah, serta mengimpor komoditi banyak menyerap
faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan mahal. Keuntungan
perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang
memiliki cost comparative advantage dan production advantage atau dengan
mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor
barang yang keunggulan komparatifnya rendah (Firdaus 2011).
Konsep Revealed Comparative Adventage (RCA)
Ekonomi perdagangan terkait industri seringkali dihadapkan pada tuntutan
untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif.
RCA merupakan metode analisis yang digunakan dalam menentukan keunggulan
komparatif suatu produk. Konsep ini pertamakali diperkenalkan oleh Balassa
1965 dengan mengevaluasi ekspor masing-masing komoditi di negara-negara
tertentu dengan membandingkan ekspor relatif suatu negara dalam ekspor dunia.
dengan ekspor komoditi suatu negara terhadap perdagangan ekspor dunia.
2.1

8
Dimana Xik merupakan ekspor negara i terhadap produk k, Xi = Ʃk Xik
merupakan total ekspor. Xk = Ʃi Xik ekspor dunia terhadap produk k dan X= Ʃi Ʃk
Xik total ekspor dunia. Nilai RCA lebih dari satu menunjukkan produk k tersebut
memiliki keunggulan komparatif. Nilai RCA kurang dari satu menunjukkan
produk k tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif (WTO 2012).
Konsep Intra Industry Trade (IIT)
Teori intra industry trade (IIT) menyatakan bahwa perdagangan tetap
terjadi antarnegara yang memiliki keunggulan komparatif yang relatif sama. Teori
ini lebih didasarkan pada diferensiasi produk dan economies of scale serta
mencakup perdagangan dua arah di dalam industri yang sama. Diferensiasi produk
adalah produk yang jenisnya sama atau dihasilkan dalam industri yang sama tetapi
berbeda secara kualitas dan atau preferensi. Salah satu tokoh yang
memperkenalkan teori ini adalah Paul Krugman (Koo 2005).
Tabel 3 Klasifikasi Intra Industry Trade (IIT)
Nilai index Intra Industry Trade
*
0.00
>0.00-24.99
25.00-49.99
50.00-74.99
75.00-99.99

Klasifikasi
Perdagangan intra-ASEAN-5 tidak dilaporkan
Tidak terjadi integrasi (one-way trade)
Integrasi lemah (Weak integration)
Integrasi sedang (Mild integration)
Integrasi agak kuat (Moderately strong integration)
Integrasi Kuat (Strong integration)

Sumber: Austria 2004

Konsep Gravity Model
Gravity Model digunakan untuk mengukur potensi perdagangan dan dampak
dari suatu penerapan kebijakan perdagangan. Model ini pertama kali
diperkenalkan oleh Tinbergen (1962) untuk mengestimasi hubungan antara
perdagangan bilateral antar negara dengan GNP dan jarak antar negara-negara
tersebut. Menurut Bergstand (1985) dalam Oktaviani 2000 pada umumnya
Gravity Model dirumuskan sebagai berikut:
Tij
= f(Yi, Yj, Fij)
Tij
= Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j
Yi
= GDP negara i
Yj
= GDP negara j
Fij
= Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i
dengan negara j
Gravity Model yang terbentuk dari penelitian Shepherd (2012) menuliskan
nilai ekspor suatu negara dipengaruhi oleh GDP adalah nilai gross domestic
product dari masing-masing negara, biaya perdagangan diantara kedua negara
serta jarak geografi antar kedua negara dan digunakan sebagai proksi biaya
perdagangan. Perkembangan Gravity Model saat ini, tidak hanya memasukkan
variabel jarak dan ukuran ekonomi saja tetapi menambahkan variabel lain seperti
nilai tukar riil suatu negara terhadap negara tujuan dan ekspor komoditi tersebut
pada tahun sebelumnya (Oktaviani 2000).

9
Jarak
Jarak menjadi variabel utama gravity model dalam aliran perdagangan.
Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu
negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan,
biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta aneka pungutan pada saat
komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu tempat sementara (Salvatore
1997). Menurut Li, Song, dan Zhao (2008) untuk variabel jarak digantikan dengan
menggunakan jarak ekonomi rata-rata yang telah dibobotkan untuk menunjukkan
biaya perdagangan yang mana Distf merupakan jarak geografis antar negara. Jarak
ekonomi memiliki rumus sebagai berikut :

dimana :



2.2

= jarak ekonomi antar negara pada tahun f
=
jarak geografis antar negara pada tahun f
f
GDPf
= GDP rill negara pada tahun f
Selain itu, penggunaan jarak ekonomi rata-rata yang telah dibobotkan
diharapkan dapat mengukur dampak biaya transportasi dan biaya lainnya terhadap
arus perdagangan bilateral. Jarak ekonomi juga memiliki hubungan yang negatif
dengan arus perdagangan bilateral.
country.f

Produk Domestik Bruto
Menurut Mankiw (2006) Produk Domestik Bruto (Gross Domestic
Product/GDP) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas
output barang dan jasa. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP
nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian. GDP riil
mengukur output yang dinilai pada harga konstan. Gross Domestic Product
(GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan
gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara.
Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula kemampuan
negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Diperkirakan GDP riil memiliki
hubungan positif terhadap nilai ekspor.
2.3

Nilai Tukar
Menurut Mankiw (2006) kurs atau exchange rate antara dua negara adalah
tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan
perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal
dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata
uang dua negara sedangkan kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari
barang-barang diantara dua negara. Tingkat harga dimana kita memperdagangkan
barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam
mata uang lokal pada tingkat kurs yang terjadi.
Kurs Riil
= Kurs nominal
x
Rasio tingkat harga
Є
=e
x
(P/P*)
2.4

10
Jika kurs tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang
domestik relatif lebih mahal. Nilai kurs rendah berlaku sebaliknya. Hubungan
antara kurs riil dengan ekspor neto adalah sebagai berikut:
NX
= NX(Є)
Kurs riil, Є

NX
0

Ekspor neto, NX

Sumber: Mankiw (2006)

Gambar 3 Ekspor neto dan kurs riil
Gambar 3 menunjukkan hubungan antara kurs riil dan ekspor neto. Semakin
rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap barang-barang
luar negeri dan semakin besar ekspor neto kita.

Pengertian Makanan Olahan
Makanan olahan merupakan salah satu produk perseroan yang memberikan
kontribusi terbesar ketiga terhadap penjualan. Makanan olahan umumnya di
kemas dalam bentuk kaleng (ikan, daging) dan dalam kemasan plastik.
Kepabeanan dan Cukai (2011) menjelaskan bahwa makanan olahan mencakup
produk minuman, minuman keras, cuka dan tembakau bersama-sama dengan
produk industri makanan yang mengalami proses lebih lanjut. Klasifikasi ini
berada pada kode HS 16 sampai dengan HS 24. Produk makanan olahan ini terdiri
atas olahan dari daging, dari ikan atau dari udang-udangan, binatang lunak atau
dari binatang yang tidak bertulang belakang (HS 16), gula dan kembang gula (HS
17), kakao dan kakao olahan (HS 18), olahan dari gandum-ganduman, tepung, pati
atau susu; produk industri kue (HS 19), olahan dari sayuran, buah, kacang atau
bagian lain dari tanaman (HS 20), bermacam-macam olahan yang dapat dimakan
(HS 21), minuman, minuman keras dan cuka (HS 22), olahan makanan hewan
(HS 23), serta tembakau dan tembakau pengganti buatan (HS 24). Klasifikasi
sektor makanan olahan berdasarkan OECD, komoditi makanan olahan adalah
komoditi yang termasuk ke dalam sektor pertanian (dengan kode dua digit dari 01
sampai 14) dan sektor teknologi rendah (kode HS dua digit 15 sampai 24) (Mufti
2011).

11
Tabel 4 Klasifikasi produk makanan olahan
Klasifikasi
Ikan
Tembakau
Cokelat
Serealia
Teh dan kopi
Buah dan sayuran
Makanan mengandung gula
Minuman
Makanan berbahan baku susu
Makanan olahan lainnya

Kode produk 2 digit
16, 21
24
18
10, 19, 21
09,21
07, 08, 12, 13, 20, 21
12, 17
22
04, 21
04, 08, 12, 20, 21

Sumber: BPS RI 2014

Penelitian Terdahulu
Akhtar et al.(2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Export Competitiveness
of Pakistani Horticultural Products” menggunakan metode analisis RCA, RXA,
RSCA, RMP dan RTA untuk meghitung keunggulan komparatif dan kompetitif
dari ekspor produk holtikultura dengan periode analisis 1990 hingga 2009. Hasil
analisis menunjukkan Pakistan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif
terbesar pada produk holtikuktura berupa jeruk keprok, jeruk dan clem.
Keunggulan komparatif dan kompetitif terlemah berada pada periode 1990 hingga
1998 dan terus mengalami penguatan pada periode selanjutnya. Berdasarkan
RSCA keunggulan komparatif dan kompetitif akan terus berlanjut apabila
Pakistan melakukan spesialisasi terhadap produk holtikultura yang memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif terbesar tersebut.
Li, Song dan Zhao (2008) dalam penelitianya tentang komponen
perdagangan dan integrasi ekonomi global China. Metode yang digunakan adalah
gravity model dengan variabel-variabel yang digunakan adalah bagian dan
komponen yang diekspor, GDP rata-rata negara China dan mitranya, jarak
ekonomi antar negara, upah relatif negara China dan mitranya, share FDI terhadap
GDPnya dan jumlah orang yang menggunakan saluran telepon. Hasil penelitian
ini menunjukkan jika GDP rata-rata negara China dan mitranya memiliki
pengaruh positif terhadap bagian dan komponen yang diekspor, jarak ekonomi
memiliki pengaruh negatif terhadap bagian dan komponen yang diekspor, share
FDI terhadap GDP yang memiliki pengaruh positif terhadap bagian dan
komponen yang diekspor, upah relatif negara China dan mitranya yang memiliki
pengaruh positif terhadap bagian dan komponen yang diekspor, sedangkan jumlah
orang yang menggunakan saluran telepon tidak mempengaruhi bagian dan
komponen yang diekspor.
Mufti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Ekspor
Komoditas Unggulan Makanan Olahan Indonesia dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi” dengan periode analisis 2005-2009. Metode yang digunakan
dalam analisisnya adalah Trade Performance Index (TPI), analisis deskriptif dan
gravity model dengan data panel statis. Analisis TPI diperoleh hasil bahwa yang
termasuk dalam komoditas makanan olahan unggulan adalah tembakau, sereal,
kopi dan teh, juga ikan. Hasil model gravitasi menunjukkan faktor volume ekpor
berpengaruh signifikan bagi nilai ekspor makanan olahan Indonesia.

12
Ulfah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Potensi Ekspor
Produk Makanan olahan Indonesia di Pasar Non Tradisional Asia” menggunakan
data time series selama periode 2003–2010. Metode analisis yang digunakan
berupa EPD, RCA dan Gravity Model. Hasil analisis EDP dan RCA menunjukkan
produk roti, kue, biskuit memiliki potensi ekspor ke negara Bahrain, India,
Camboja, Macau dan Thailand namun memiliki daya saing rendah di Camboja.
Produk kembang gula berpotensi ekspor ke Bahrain, India, dan Camboja, namun
memiliki daya saing yang lemah di Camboja. Produk jus buah dan jus sayuran
berpotensi ekspor ke Bahrain, India, Malaysia, Thailand, dan Turki dan daya saing
terkuat di Turki. Produk teh berpotensi ekspor dan berdaya saing kuat ke
Camboja, Thailand, India, Malaysia, dan Turki. Hasil analisis dengan gravity
model diperoleh bahwa GDP per kapita riil, harga ekspor relatif, dan nilai ekspor
tahun sebelumnya mempengaruhi permintaan ekspor ke semua produk yang
diteliti. Jarak ekonomi hanya berpengaruh terhadap produk teh, sedangkan nilai
tukar riil tidak berpengaruh terhadap produk kembang gula dan populasi negara
non tradisional Asia tidak berpengaruh terhadap produk teh.
Harum (2013) dalam penelitiannya yang mengenai analisis daya saing dan
faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor mangga Indonesia ke negara
tujuan tahun 2001 hingga 2011. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
metode analisis RCA, EPD, IIT dan Gravity model menunjukkan komoditi
mangga tersebut memiliki daya saing ke negara tujuan, namun masih lebih rendah
dibandingkan dengan negara pesaing. Posisi ekspor mangga Indonesia berada
pada posisi rising star di negara Malaysia dan Singapura, falling star di negara
Kuwait, Hongkong dan Uni Emirat Arab dan Retreat di negara Arab Saudi.
Indonesia melakukan kegiatan perdagangan dua arah dengan Malaysia dan
Singapura yang ditunjukkan dari nilai IIT Indonesia lebih besar dari nol, namun
memiliki derajat integrasi yang sedang. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran
ekspor mangga adalah PDB per kapita riil, harga mangga di pasar dunia dan jarak
ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan.
Perbedaan yang sangat mendasar dalam penelitian ini dengan penelitian
sejenis terdapat dalam produk makanan olahan yang dianalisis, tahun analisis dan
negara tujuan ekspornya. Kode HS yang digunakan adalah kode HS 6 digit sama
dengan penelitian Mufti (2012), tetapi berbeda dengan penelitian Ulfah (2012)
dan Ernawati (2013) dengan kode HS 4 digit. Metode analisis yang digunakan
antara lain, metode deskriptif, RCA, IIT, Gravity model dengan analisis data panel
sedangan pada penelitian lain dilakukan analisis Trade Perfomance Index oleh
Mufti (2012) dan Ernawati (2013), analisis deskriptif (Mufti 2012), model
gravitasi dengan data panel statis( Mufti 2012 & Ulfah 2012), RCA (Ulfah 2012
& Ernawati 2013) dan EPD (Ulfah 2012) serta tehnik wawancara pada pelaku
pasar oleh Ernawati 2013.

Kerangka Pemikiran
Permintaan ekspor dari suatu negara merupakan salah satu bentuk
perdagangan dengan negara lain. Nilai sektor non migas yang tinggi memberikan
peluang bagi suatu negara untuk meningkatkan daya saing. Tingginya nilai di
sektor non migas sebagian besar disumbangkan oleh sektor industri. Makanan

13
olahan merupakan subsektor dari sektor industri. Nilai ekspor dari subsektor ini
yang cenderung meningkat tiap tahunnya menjadikan sektor ini berpotensi untuk
dikembangkan dengan meningkatkan daya saing terhadap produk nya sehingga
mampu menyerap tenaga kerja dan mampu terus berkontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Produk unggulan
makanan olahan

Daya saing ke negara
tujuan ekspor terbesar

Kinerja
Perdagangan

Daya Saing

Faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor

Analisis
Deskriptif

Metode RCA, IIT

Gravity Model

Implikasi kebijakan dalam meningkatkan
ekspor makanan olahan
Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori-teori, penelitian terdahulu dan kerangka penelitian yang
terbentuk, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. GDP riil Indonesia berpengaruh positif terhadap nilai ekspor. Peningkatan
GDP Indonesia akan berdampak pada peningkatan nilai ekspor produk
makanan olahan Indonesia ke negera tujuan ekspor
2. GDP riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap nilai ekspor.
Peningkatan GDP negara tujuan ekspor akan berdampak pada peningkatan
nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia
3. Nilai tukar riil rupiah terhadap negara tujuan ekspor berpengaruh positif
terhadap nilai ekspor. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap negara tujuan
ekspor berdampak pada peningkatan nilai ekspor produk makanan olahan
Indonesia
4. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor produk
makanan olahan Indonesia

14
5. Ekspor makanan olahan tahun sebelumnya memiliki hubungan positif
terhadap nilai ekspor makanan olahan Indonesia ke negara tujuan

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun 2007-2012. Data tersebut
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan, United
Nations Commodity Trade Statistics Database (UN COMTRADE), United
Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), World Integrated
Trade Solutions (WITS), World bank dan Centre d’Etude Prospective et
d’Informations Internationales (CEPII). Komoditi yang dianalisis adalah komoditi
dengan kode HS 240220 (Cigarettes containing tobacco), 160520 (Shrimps and
prawns, prepared or preserved), 180400 (Cocoa butter, fat, oil), 190530 (Sweet
biscuits, waffles and wafers), 200820 (Pineapples, otherwise prepared or
preserved). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft
Excel 2010 dan untuk mengolah data time series dan cross section menggunakan
program Eviews 6.
Tabel 5 Jenis dan sumber data
Jenis data
Nilai ekspor dan impor makanan olahan
GDP Indonesia
GDP negara tujuan ekspor makanan olahan
Indonesia
Nilai tukar negara tujuan ekspor
Jarak negara tujuan ekspor makanan olahan
terhadap Indonesia
Ekspor tahun sebelumnya

Sumber
WITS dan UN COMTRADE
World Bank
World Bank
UNCTAD
CEPII
WITS dan UN COMTRADE

Sumber: Data peneliti

Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan empat metode, yakni
metode deskriptif, metode RCA, metode IIT dan Gravity Model.

Metode Deskriptif
Metode deskiptif digunakan untuk mengetahui kinerja perdagangan
makanan olahan Indonesia. Perkembangan ekspor makanan olahan Indonesia ke
negara tujuan ekspor dan produk makanan olahan yang digunakan akan dilihat
melalui analisis deskriptif ini. Ekspor subsektor komoditi nonmigas berupa
makanan olahan akan ditentukan berdasarkan tren perkembangan ekspor terbesar.
Produk makanan olahannya berdasarkan kode HS yang memberikan kontribusi
terbesar dalam kelompok produk makanan olahan tersebut. Keenam negara tujuan

15
ekspor ditentukan berdasarkan rata-rata dan pangsa terbesar dari nilai ekspor pada
masing-masing produk makanan olahan

Metode Revealed Comparative Adventage (RCA)
Daya saing produk makanan olahan Indonesia di negara tujuan ekspor dapat
dilihat dari tingkat keunggulan komparatifnya. Metode RCA merupakan metode
analisis yang digunakan untuk menentukan keunggulan komparatif. Variabel yang
diukur adalah kinerja ekspor Indonesia ke negara tujuan dengan menghitung
pangsa nilai ekspor terhadap total ekspor ke negara tujuan yang kemudian
dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor dunia ke negara tujuan. Balassa (1965)
dalam Akhtar et al. (2013) merumuskan metode Revealed Comparative
Adventage adalah sebagai berikut:
RCAijt =

3.1

Keterangan :
Xijt
= Nilai ekspor Indonesia untuk komoditi i ke negara j pada tahun ke t
Xjt
= Nilai total ekspor Indonesia ke negara j pada tahun ke t
Wijt = Nilai ekspor dunia untuk komoditi i ke negara j pada tahun ke t
Wjt
= Nilai total ekspor dunia ke negara negara j pada tahun ke t
Jika nilai RCA lebih besar dari satu menunjukkan bahwa pangsa produk
makanan olahan di dalam ekspor total negara j lebih besar dari pangsa rata-rata
dari komoditi yang bersangkutan dalam ekspor dunia. Artinya, negara j lebih
berspesialisasi pada kelompok komoditi yang bersangkutan sehingga negara j
memiliki keunggulan komparatif pada komoditi makanan olahan dan berdaya
saing kuat. Jika nilai RCA lebih kecil dari satu berlaku sebaliknya.

Metode Intra Industry Trade (IIT)
Grubel-Lloyd indikator yang digunakan dalam menganalisis perdagangan
antar negara industri adalah IIT.








∑∑



3.2

Dimana
IITij = indeks intra industri
Xij
= nilai ekspor produk i dari Indonesia ke negara j
i
Mj
= nilai impor produk i oleh Indonesia dari negara j
Indeks IIT memiliki variasi nilai antara 0 hingga 100. Nilai 0
mengindikasikan perdagangan hanya berfokus pada ekspor atau impor saja,
sedangkan nilai 100 mengindikasikan suatu negara tersebut melakukan kegiatan
ekspor dan impor dalam jumlah yang sama dan menunjukkan bahwa negara
tersebut terintegrasi dalam perekonomian dunia.

16
Metode Gravity Model
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ekspor produk makanan olahan
Indonesia ke negara tujuan ekspor terbesar dianalisis menggunakan metode
Gravity Model dengan analisis data panel statis. Variabel independen yang
digunakan berupa, variabel jarak ekonomi antara Indonesia dan negara tujuan
ekspor, GDP riil negara Indonesia dan negara tujuan ekspor, nilai tukar Indonesia
terhadap mata uang negara tujuan dan lag nilai ekspor pada tahun sebelumnya.
Variabel dependennya adalah nilai ekspor. Negara yang digunakan pada model
dalam menganalisis laju ekspor produk makanan olahan adalah Indonesia sebagai
negara eksportir dan Camboja, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina,
Amerika Serikat, Netherlands, United Kingdom, Australia, Jerman, Spanyol dan
Perancis sebagai negara tujuan ekspornya. Berdasarkan Bergstand (1985),
Oktaviani (2000), dan Shephred (2012) rumus dalam model ini adalah sebagai
berikut:
Ln Xijt
= β0 + β1 LnGDPI it + β2 LnGDPJ jt + β3 LnERR ijt + β4 LnDIST ijt +
β5 LnlagXijt+ Ɛijt
3.3
Keterangan:
β0
= Intersep
β1, β2, β3, β4 = Parameter masing-masing variabel yang akan diuji
secara statistik dan ekonometrik
t
= (1, ..., T) mulai tahun 2007-2012
i,j
= (1, ..., N) perdagangan bilateral negara i dan j
LnXijt
= Nilai ekspor produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuan
ekspor pada tahun t
LnGDPIit
= GDP riil Indonesia pada tahun t
LnGDPJjt
= GDP riil negara tujuan ekspor pada tahun t
LnERRijt
= Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara tujuan
ekspor pada tahun t
LnDISTijt
= Jarak ekonomi dari Indonesia ke negara tujuan pada tahun t
LnlagXij
= Ekspor produk makanan olahan Indonesia ke negara tujuan pada
tahun sebelumnya
Ɛ
= Galat (pengaruh variabel lain yang tidak termasuk di dalam
model)

Definisi Operasional
Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini
adalah :
1. Nilai ekspor merupakan nilai ekspor dari produk makanan olahan Indonesia ke
negara tujuan ekspor selama jangka waktu 2007-2012 dengan satuan US$/Kg.
Data nilai ekspor diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)
2. Nilai GDP Indonesia sebagai negara eksportir selama periode 2007-2012,
dinyatakan dalam US$. Data GDP Indonesia diubah dalam bentuk logaritma
natural (ln)
3. Nilai GDP negara tujuan ekspor produk domestik bruto riil negara mitra
dagang, sebagai negara pengimpor, yang dihasilkan perekonomian tersebut

17
selama satu tahun selama periode 2007-2012, dinyatakan dalam US$. Data
GDP negara tujuan diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)
4. Nilai tukar, misalnya mata uang negara Indonesia terhadap mata uang negara
tujuan, dinyatakan dalam Rp/mata uang negara tujuan. Data nilai tukar diubah
dalam bentuk logaritma natural (ln)
5. Jarak ekonomi (economic distance) menjadi variabel utama gravity model
dalam aliran perdagangan. Jarak ekonomi merupakan pendekatan yang
mewakili biaya transportasi, dinyatakan dalam satuan kilometer. Data jarak
ekonomi diubah dalam bentuk logaritma natural (ln)
6. Lag nilai ekspor tahun sebelumnya merupakan nilai ekspor dari produk
makanan olahan Indonesia ke negara tujuan ekspor selama jangka waktu
2006-2011 dengan satuan US$/Kg. Data nilai ekspor diubah dalam bentuk
logaritma natural (ln)

Analisis Data Panel
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing produk makanan olahan
Indonesia di negara tujuan ekspor dapat diestimasi dengan menggunakan data
panel statis. Analisis plot data variabel dilakukan dengan menggunakan program
Microsoft Excel 2010 dan untuk mengolah data cross section menggunakan
program Eviews 6. Variabel-variabel yang digunakan meliputi GDP riil negara
tujuan, nilai tukar riil, populasi dan Jarak ekonomi negara tujuan ekspor tersebut.
Terdapat tiga jenis metode data panel statis, yakni POLS (Pooled Ordinary Least
Square), FEM (Fixed Effect Model), dan REM (Random Effect Model). Metode
yang akan digunakan berdasarkan pemilihan model yang paling baik. Pengujian
pemilihan model dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Chow Test
Hipotesis yang dibangun dalam pengujian ini adalah:
H0 = POLS
H1 = FEM
Dasar untuk menentukan H0 adalah dengan melihat nilai Chow Statistik
dengan nilai F tabel. Jika Chow Statistik (F-statistik) lebih besar dair F-tabel maka
tolak H0 sehingga yang terpilih adalah FEM dan sebaliknya.
2. Haustmann Test
Hipotesis Haustmann Test sebagai berikut:
H0 = REM
H1 = FEM
Dasar dalam menentukan H0 dengan melihat nilai chi square statistik dan
chi square tabel. Jika chi square statistik lebih kecil dari chi square tabel maka
tolak H0 sehingga model yang dipilih adalah FEM dan sebaliknya.
3. LM Test
Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah:
H0 = POLS
H1 = REM
Jika nilai LM statistik lebih besar dari nilai kritis chi square statistik maka
tolak H0 sehingga model yang dipilih adalah REM dan sebaliknya.

18
Kerangka pengambilan keputusan dalam memilih sebuah model yang digunakan:
a.
Jika Chow Test tidak signifikan maka menggunakan POLS
b. Jika Chow Test signifikan namun Haustmann Test tidak signifikan maka
menggunakan REM
c.
Jika Chow Test signifikan dan Haustmann Test signifikan, maka
menggunakan FEM.

Pengujian Asumsi Model
1.

Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengidentifikasi error term apakah sudah
terdistribusi secara normal atau tidak. Cara melakukan uji ini dengan melihat nilai
probabilitas Jaque Bera yang dihasilkan. Jika nilai probabilitas lebih dari taraf
nyata (5% atau 10%) maka data dapat dikatakan menyebar normal.
2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas menyebabkan R-Squared tinggi, tetapi sedikit koefisien