Spektra Ultra Ungu-Tampak Spektrofotometer Ultra Ungu-Tampak

Penyerapan sinar Ultra Ungu-Tampak dibatasi pada sejumlah gugus fungsional atau gugus kromofor gugus dengan ikatan tak jenuh, yang mengandung elektron valensi dengan tingkat eksitasi rendah. Dengan melibatkan tiga jenis elektron yaitu, sigma, phi, dan non-bonding elektron. Bila suatu kromofor susunan elektronnya berubah maka tingkat energi elektroniknya berubah, maka interaksinya dengan radiasi elektromagnetik terjadi pada frekuensi yang lain perubahan panjang gelombang. Bila interaksinya terjadi pada tingkat energi lebih kecil atau panjang gelombang yang lebih besar, maka dikatakan terjadi pergeseran merah batokromik. Sebaliknya jika interaksinya terjadi pada panjang gelombang lebih kecil maka dikatakan pergeseran biru hipsokromik. Geseran batokromik dapat dihasilkan dari konjugasi berlebihan oleh gugus alkil yang cukup mudah bergerak untuk berinteraksi dengan gugus kromofor. Menempelnya suatu heteroatom yang mengandung pasangan elektron bebas juga menyebabkan geseran batokromik. Pergeseran hipsokromik dapat disebabkan oleh perubahan pelarut atau adanya konjugasi yang dihilangkan, sebagai contoh konjugasi dari elektron pasangan bebas pada atom nitrogen anilina dengan sis tem ikatan π cincin benzana, dihilangkan dengan adanya protonasi. Anilina memiliki serapan pada 230 nm tatapi dalam larutan asam puncak utamanya hampir sama dengan benzena yaitu 203 nm, terjadi pergeseran biru Gandjar, 2007. Pergeseran batokromik dan hipsokromik berhubungan dengan transisi elektron n π, dan transisi π π. Pergeseran tersebut dipengaruhi oleh pelarut, yaitu berkaitan dengan kemampuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi. Pada transisi π π, molekul dalam keadaan dasar relatif nonpolar, dan keadaan tereksitasinya lebih polar dibandingkan keadaan dasar. Pada transisi elektron n π, keadaan dasar lebih polar dibandingkan dengan keadaan tereksitasi Gandjar, 2007. E. Uji t Dalam menguji suatu hipotesis, beragam analisis dapat dilakukan, diantaranya menggunakan sebaran atau dikenal dengan uji t. Pada uji t, dua buah nilai rata-rata dibandingkan dengan nilai t tabel, dengan selang kepercayaan umumnya 95 dan derajat kebebasan yang sama. Jika nilai t hitung t tabel, maka berarti terdapat perbedaan yang nyata pada kadar rata-rata antara dua sampel, sebaliknya jika nilai t hitung t tabel, maka tidak ada perbedaan yang berarti pada pengukuran tersebut Wibisono, 2005.

F. Pelarut Kompleks Pemilihan pelarut umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti:

a. Selektivitas Pelarut hanya boleh melarutkan senyawa yang diinginkan, bukan komponen lain dari bahan. b. Kelarutan Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan senyawa yang banya kebutuhan pelarut lebih sedikit. c. Kemampuan Tidak Saling Bercampur Pelarut tidak boleh atau hanya secara terbatas larut dalam senyawa sampel. d. Kerapatan Sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dengan senyawa sampel. Hal ini bertujuan kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran pemisahan dengan gaya berat. e. Reaktifitas Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen senyawa sampel. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia misalnya pembentukan garam untuk mendapat selektifitas tinggi. f. Titik didih Karena senyawa sampel dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau retifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat dan keduanya tidak membentuk azeotrop. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika proses ekstraksi pada titik didih. g. Kriteria lain Pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun,tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila bercampur dengan udara, tidak korosif, tidak menyebabkan timbulnya emulsi, memiliki viskositas yg rendah dan stabil secara kimia maupun termis Handojo, 1995. Tabel 2. Data Pelarut Berdasarkan Kepolaran Handojo, 1995 Pelarut Rumus Kimia Titik Didih ºC Konstanta Dielektrik Massa Jenis Pelarut Non-Polar Heksana CH 3 -CH 2 -CH 2 - CH 2 -CH 2 -CH 3 69 2.0 0.655 Benzena C 6 H 6 80 2.3 0.879 Toluena C 6 H 5 -CH 3 111 2.4 0.867 Dietil eter CH 3 CH 2 -O- CH 2 -CH 3 35 4.3 0.713 Kloroform CHCl 3 61 4.8 1.498 Etil asetat CH 3 -C=O-O- CH 2 -CH 3 77 6.0 0.894 Pelarut Polar Aprotik 1,4-Dioksana -CH 2 -CH 2 -O- CH 2 -CH 2 -O-\ 101 2.3 1.033 Tetrahidrofuran THF -CH 2 -CH 2 -O- CH 2 -CH 2 -\ 66 7.5 0.886 Diklorometana DCM CH 2 Cl 2 40 9.1 1.326 Aseton CH 3 -C=O-CH 3 56 21 0.786 Asetonitril CH 3 - C≡N 82 37 0.786 Dimetilformamida DMF HC=ONCH 3 2 153 38 0.944 Pelarut Polar Protik Asam asetat CH 3 -C=OOH 118 6.2 1.049 n-Butanol CH 3 -CH 2 -CH 2 - CH 2 -OH 118 18 0.810 Isopropanol IPA CH 3 -CH-OH- CH 3 82 18 0.785 n-Propanol CH 3 -CH 2 -CH 2 - OH 97 20 0.803 Etanol CH 3 -CH 2 -OH 79 30 0.789 Metanol CH 3 -OH 65 33 0.791 Asam format H-C=OOH 100 58 1.21 Air H-O-H 100 80 1000

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kalsium Secara Spektrofotometri Serapan Atom dan Fosfor Secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada Ikan Teri (Stolephorus spp.)

25 151 105

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

24 143 103

Perbandingan Metode Potensiometri Menggunakan Biosensor Urea Dengan Metode Spektrofotometri Untuk Penentuan Urea

5 80 5

STUDI ANALISIS Co MENGGUNAKAN LIGAN BASA SCHIFF (1.5 – DIFENIL KARBAZONA DAN ANILINA) DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAUNGU-TAMPAK

4 67 76

Sintesis Basa Schiff Melalui Kondensasi Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Dengan Anilina Dan Fenilhidrazin Yang Berfungsi Sebagai Bahan Antibakteri Maupun Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

9 107 118

ANALISIS FORMALDEHIDA DARI PEMBALUT WANITA DENGAN METODA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH.

0 2 10

SELEKTIVITAS METODE ANALISIS FORMALIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI DENGAN PEREAKSI SCHIFF’S.

2 10 87

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 13

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia - Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 23