Logam Nikel Ni Logam Berat

Gambar 1. Bentuk Struktur Senyawa Kompleks [NiL 3 ] 2+ Rini, 2010 B. Ligan Basa Schiff Basa Schiff merupakan hasil kondensasi amina primer dengan senyawa karbonil, diperkenalkan pertama kali oleh Hugo Schiffin tahun 1864. Keistimewaan struktur dari senyawa ini adalah gugus azometin dengan rumus umum RHC=N- R’ dimana R dan R’ adalah alkil, aril, siklo alkil atau senyawa heterosiklik yang mungkin tersubtitusi. Senyawa-senyawa ini biasanya dikenal sebagai anil, imina, atau azometin Cohen, 1975. Beberapa studi menunjukkan adanya elektron tak berpasangan pada hibridisasi orbital sp 2 atom nitrogen gugus azometin, yang dapat dipertimbangkan kepentingannya secara kimia dan biologis. Basa Schiff merupakan senyawa pengkhelat yang baik, terutama, dikarenakan mudah dalam penyiapannya, mudah disintesis, dan sifat khusus gugus C=N, terutama apabila terdapat gugus fungsi seperti –OH atau –SH pada gugus azometin, sehingga dapat membentuk cincin beranggota lima atau enam dengan ion logam Price, 1995. Basa Schiff merupakan jenis senyawa kimia yang mengandung ikatan rangkap sebagai gugus fungsi, dimana atom nitrogen terikat pada gugus aril atau gugus alkil R tetapi bukan hidrogen. Senyawa ini memiliki struktur umum sebagai berikut: Gambar 2. Struktur Umum Senyawa Basa Schiff Cozzi, 2004 Dimana R sebagai gugus fenil atau alkil yang membuat basa Schiff menjadi imina yang stabil. Bermacam-macam ligan ini dapat berikatan koordinasi antara ion logam dengan nitrogen imina dan gugus lainnya, biasanya terikat pada aldehida. Kimiawan saat ini terus aktif mensintesis basa Schiff, yang dirancang dengan baik Cozzi, 2004. Meskipun basa Schiff merupakan senyawa pengkhelat yang baik, mudah penyiapan dan karakterisasinya, penggunaannya dibidang analitik harus lebih diperhatikan karena dua kekurangannya yaitu, tidak dapat larut dalam larutan encer dan tidak mudah terdekomposisi dalam larutan asam, sehingga penggunaannya pada kondisi basa dikurangi Kim, 2008. Pembentukan basa Schiff dilakukan dengan dikatalisis asam atau basa ataupun dengan pemanasan. Biasanya basa Schiff berbentuk kristal padat, yang pada dasarnya lemah tetapi beberapa diantaranya membentuk garam tak larut dalam asam kuat. Basa Schiff sering digunakan sebagai ligan dalam bidang senyawa koordinasi, salah satu alasannya yaitu ikatan hidrogen intramolekuler antara atom O dan N yang berperan penting dalam pembentukan kompleks, dan transfer proton dari atom hidroksil O ke imina N Elerman, 2002. Ligan basa Schiff memiliki keistimewaan dibidang kimia, terutama dalam kompleks basa Schiff, karena ligan basa Schiff berpotensi untuk membentuk kompleks yang stabil dengan ion-ion logam Souza, 1985. Ligan basa Schiff mudah didapat dari kondensasi antara aldehida dan imina. Pusat stereogenik atau unsur khiral lainnya dapat digunakan dalam merancang sintesis. Ligan basa Schiff dapat berkoordinasi dengan banyak logam berbeda untuk menstabilkannya pada bentuk teroksidasi Osman, 2006. Terdapat reaksi kondensasi yang dikatalisis asam dengan kondisi refluks salah satunya antara amina dengan aldehid atau keton, dengan reaksi sebagai berikut: Gambar 3. Reaksi Kondensasi Suatu Keton dengan Amina Raeisaenen, 1995 Bagian pertama reaksi ini adalah serangan nukleofilik atom nitrogen dari amina terhadap karbon karbonil, normalnya menghasilkan senyawa antara karbinolamin yang tidak stabil. Reaksi dapat berbalik menjadi bahan awal, atau saat gugus hidroksil dieliminasi dan terbentuk gugus C=N, produknya disebut imina. Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi kondensasi, sebagai contoh pH larutan disesuaikan pengaruh sterik dan elektron dari senyawa karbonil dan imina. Dalam larutan asam, amina terprotonasi, sehingga tidak dapat berfungsi sebagai nukleofil dan rekasi tidak dapat terjadi. Lebih lanjut, pada kondisi reaksi yang sangat mendasar, reaksi dihalangi cukup proton sehingga tidak dapat mengkatalisis gugus hidroksil karbonilamin yang dieliminasi. Umumnya, aldehida bereaksi lebih cepat dibandingkan keton pada reaksi basa Schiff sebab pusat reaksi aldehida kurang sterik dibandingkan dengan keton. Selain itu, kelebihan karbon menyebabkan densitas elektron bertambah sehingga keton menjadi kurang elektrofilik dibandingkan aldehida Raeisaenen, 1995. Berdasarkan sifat dari atom pusat, kompleks kiral dapat memberikan bermacam- macam transformasi. Dilaporkan bahwa struktur ikatan subtituen terhadap nitrogen imino menyebabkan gabungan geometri dari kompleks Enamullah, 2013. Nukleofil kuat seperti atom oksigen dan nitrogen dalam senyawa dapat berbagi pasangan elektron bebasnya Andersen, 1993. Lebih dari dua dekade, perhatian lebih diberikan kepada kompleks logam dari basa Schiff yang mengandung nitrogen dan donor lainnya Bharty, 2011. Ligan heterosiklik memiliki elektron untuk didonorkan atau mengikat gugus sehingga menambah atau mengurangi efek intensitas absorpsi atau pergeseran panjang gelombang absorpsi pada keadaan berbeda Biltz, 1904. Dilaporkan bahwa terdapat beberapa aplikasi basa Schiff dalam analisis kimia kualitatif dan kuantitatif klasik. Semua aplikasi tersebut tidak mencakup bidang analisis kimia yang luas. Kemajuan teknik analisis, pekembangan, dan penggunaan reagen analisis baru sangat penting dalam analisis renik sesuai perkembangan instrumen analisis. Sejumlah agen pengkhelat basa Schiff digunakan untuk mendeteksi ion logam dan dapat juga untuk pengukuran secara kuantitatif. Prosedurnya dalam banyak kasus tampak serupa. Bagian utama pada aplikasi diatas adalah pembentukan kompleks didasarkan terutama pada pH, suhu, ukuran kation, dan struktur ligan. Dengan mengoptimalkan faktor-faktor tersebut stabilitas kompleks meningkat sehingga metode analisis tersebut selektivitasnya tinggi Jungreis, 1969.

C. Senyawa Kompleks

Senyawa koordinasi atau senyawa kompleks merupakan senyawa yang terbentuk melalui ikatan kovalen koordinasi antara atom pusat dengan ligan suatu gugus pelindung. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi karena terdapat pasangan elektron dari salah satu atom donor yang digunakan bersama. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation ataupun anion senyawa tersebut. Atom pusat berada di bagian tengah senyawa koordinasi, bertindak sebagai penerima pasangan elektron, sehingga dapat disebut sebagai asam Lewis, biasanya berupa logam terutama logam-logam transisi. Ligan atau gugus pelindung merupakan bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pendonor pasangan elektron, sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis Chang, 2004. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral. Logam transisi memiliki orbital d yang belum terisi penuh yang bersifat asam lewis yang dapat menerima pasangan elektron bebas yang bersifat basa lewis. Ligan pada senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom logam, yaitu: a. Ligan monodentat, merupakan ligan yang terkoordinasi ke atom logam melalui satu atomnya saja. Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donorelektron. Beberapa ligan monodentat yang umum adalah F - , Cl - , Br - , CN - , NH 3 , H 2 O, CH 3 OH, dan OH - . b. Ligan bidentat, merupakan ligan yang terkoordinasi ke atom logam melalui dua atomnya. Ligan bidentat yang netral diantaranya diamin, difosfin, dieter, karboksilat, nitrat, dan ditiokarbamat. Ligan bidentat yang bermuatan diantaranya asetilasetonato dan sulfat. c. Ligan polidentat, merupakan ligan yang mengandung dua atau lebih atom, yang serempak membentuk ikatan terhadap atom logam yang sama. Ligan ini sering disebut ligan khelat karena ligan ini dapat mencengkeram kation di antara dua atau lebih atom donor. Contohnya seperti bis-difenilfosfina-etanaI, dietilen triamin, terpiril, dan sebagainya Cotton, 1989. Teori medan kristal mengenai senyawa koordinasi menjelaskan bahwa, dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara atom pusat dengan ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi dengan atom pusat langsung maka ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya akan terpecah splitting menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah dua sub orbital dx 2 -dy 2 , dan dz 2 dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan tiga sub orbital dxz, dxy, dan dyz dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks Hala, 2008.

D. Spektrofotometer Ultra Ungu-Tampak

1. Teori Dasar

Spektrofotometri dapat diartikan sebagai pengukuran besarnya absorbsi energi cahaya oleh suatu senyawa kimia sebagai fungsi panjang gelombang radiasi Day, 2001. Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur nilai transmitan ataupun absorbansi suatu sampel sebagai fungsi dari konsentrasi. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu Harjadi, 1990. Spektrofotometri Ultraungu-Tampak merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraungu dekat 190- 380 nm dan sinar tampak 380-780 nm dengan instrumen spektrofotometer Mulja, 1995.

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kalsium Secara Spektrofotometri Serapan Atom dan Fosfor Secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada Ikan Teri (Stolephorus spp.)

25 151 105

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

24 143 103

Perbandingan Metode Potensiometri Menggunakan Biosensor Urea Dengan Metode Spektrofotometri Untuk Penentuan Urea

5 80 5

STUDI ANALISIS Co MENGGUNAKAN LIGAN BASA SCHIFF (1.5 – DIFENIL KARBAZONA DAN ANILINA) DENGAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAUNGU-TAMPAK

4 67 76

Sintesis Basa Schiff Melalui Kondensasi Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Ester Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Dengan Anilina Dan Fenilhidrazin Yang Berfungsi Sebagai Bahan Antibakteri Maupun Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

9 107 118

ANALISIS FORMALDEHIDA DARI PEMBALUT WANITA DENGAN METODA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK MENGGUNAKAN PEREAKSI NASH.

0 2 10

SELEKTIVITAS METODE ANALISIS FORMALIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI DENGAN PEREAKSI SCHIFF’S.

2 10 87

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 13

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia - Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 23