pihak biaya operasional makin membengkak. Hal ini berakibat pada laba perusahaan mengalami penurunan, ada 6 perusahaan textile dan garment
mengalami kerugian pada tahun 2002, bahkan pada tahun 2003 dan 2004 naik menjadi 8 perusahaan.
4.2.1 Rasio Keuangan Altman
4.2.1.1 Working Capital to Total Assets Ratio X
1
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relatif terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. PT Apac Citra Centertex Tbk dan PT Argo Pantes Tbk merupakan
perusahaan dengan rasio X
1
terendah yang mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut tingkat likuidasinya paling rendah diantara
perusahaan-perusahaan lainnya dalam kelompok tersebut, karena mempunyai tingkat kesulitan keuangan yang lebih besar dibandingkan
dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Pada tahun 2002 PT Apac Citra Centertex Tbk tercatat sebagai
perusahaan yang ilikuid yaitu jumlah hutang lebih besar dari jumlah aktivanya, tetapi pada tahun-tahun berikutnya perusahaan ini sudah dapat
memperbaiki kondisinya. Keadaan yang sama juga dialami PT Argo Pantes Tbk, pada tahun 2003 dan 2004 perusahaan ini juga tercatat
sebagai perusahaan yang ilikuid. Perusahaan yang insolvabel maupun ilikuid, pada suatu waktu akan menghadapi kesukaran finansial Riyanto,
2001: 33.
PT Pan Brother Tex Tbk adalah perusahaan yang masih dalam kondisi likuid, yaitu total aktiva perusahaan bisa berubah menjadi kas
dalam jangka waktu pendek setelah dipakai melunasi kewajiban lancarnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa PT Pan Brother Tex Tbk
mempunyai tingkat likuiditas lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya dalam kelompok industri textile dan
garment. Selama tiga tahun berturut-turut mean Working Capital to Total
Assets Ratio X
1
bernilai sangat rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan textile dan garment mengalami tingkat kesulitan
keuangan. 4.2.1.2 Retained Earnings to Total Assets Ratio X
2
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan
beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar
akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah,
kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya. Rasio X
2
dari PT Ricky Putra Globalindo Tbk, PT Karwell Indonesia Tbk, dan PT Panasia Indosyntec Tbk bernilai negatif, ini berarti
bahwa selama itu pula perusahaan tidak pernah membukukan laba ditahan atau selalu mengakumulasikan rugi ditahan. Hal ini mengindikasikan
bahwa kemampuan aktivanya untuk memperoleh laba ditahan sangatlah rendah bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Rugi
usaha yang dialami perusahaan tersebut disebabkan karena penghasilan yang diterima tidak mampu menutupi beban-beban yang menjadi
tanggungannya. Beban-beban yang harus ditanggung selama periode tersebut lebih mengarah kepada beban usaha operating expenses dan
biaya pokok penjualan cost of goods sold. Rasio X
2
pada PT Roda Vivatex Tbk selama tiga tahun berturut- turut mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa PT Roda
Vivatex Tbk mempunyai kemampuan untuk memperoleh laba ditahan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya.
Kemampuan memperoleh laba ditahan oleh perusahaan ini tidak terlepas pula oleh umur perusahaan, yang mana perusahaan ini telah berdiri sejak
tahun 1980. Tahun 2002 sampai tahun 2004 secara rata-rata X
2
bernilai negatif dan mengalami penurunan, ini berarti bahwa selama itu pula hampir
semua perusahaan mengakumulasikan rugi. Rugi yang dialami perusahaan sebagai akibat karena penghasilan yang diterima tidak mampu menutupi
beban-beban yang ditanggung selama periode tersebut. Beban-beban yang ditanggung tersebut lebih mengarah pada beban operasional dan beban
bunga atas hutangnya, maka rugi bersih yang harus ditanggung oleh perusahaan menjadi lebih besar. Rugi bersih yang dialami oleh perusahaan
secara otomatis akan mengurangi akumulasi laba ditahan bila sebelumnya
perusahaan mengakumulasi rugi. Dengan kata lain bahwa adanya keuntungan akan memperbesar retained earning yang berarti akan
memperbesar modal sendiri, sebaliknya adanya kerugian yang diderita akan memperkecil retained earning yang berarti akan memperkecil modal
sendiri Riyanto, 2001: 244. Retained Earnings to Total Assets Ratio X
2
yang menurun mengindikasikan berkurangnya kemampuan aktiva untuk memperoleh
laba ditahan, dengan adanya penurunan laba ditahan maka perusahaan akan lebih mengandalkan modal asing untuk mendanai aktivanya. Dengan
demikian perolehan aktiva yang dibiayai melalui modal sendiri semakin berkurang. Dengan adanya penurunan laba ditahan bahkan munculnya
fenomena rugi ditahan, maka perusahaan akan lebih mengandalkan modal asing untuk mendanai aktivanya, dengan demikian perolehan aktiva yang
dibiayai melalui modal sendiri semakin berkurang. Tambahan besarnya modal asing dan modal sendiri akan mempunyai efek terhadap tingkat
solvabilitas perusahaan. 4.2.1.3 Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio X
3
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Semakin kecil tingkat profitabilitas berarti semakin tidak
efisien dan tidak efektif perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva di dalam menghasilkan laba usaha begitu juga sebaliknya.
Perusahaan dengan X
3
terendah adalah PT Roda Vivatex Tbk, PT Eratex Djaja Tbk, dan PT Panasia Filament Inti Tbk. Rasio X
3
dari ketiga perusahaan bernilai negatif, hal ini menunjukkan bahwa pihak manajemen
tidak dapat mengelola aktivanya secara efektif. X
3
yang bernilai negatif disebabkan karena probabilitas perusahaan selama tiga tahun penelitian
mengalami kerugian yang mana operating profit yang dicapai perusahaan lebih kecil daripada total aktivanya. Dalam laporan laba rugi perusahaan,
terlihat bahwa biaya operasi perusahaan selalu lebih besar dari laba kotornya, bahkan terjadi rugi secara berturut-turut selama tiga tahun.
Akibatnya perusahaan tidak dapat membukukan laba rugi usahanya. Perusahaan dengan rasio X
3
tertinggi adalah PT Pan Brother Tex Tbk, dan PT GT Petrochem Industries Tbk. Hal ini mengindikasikan
bahwa kedua perusahaan tersebut lebih tinggi tingkat produktivitasnya dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain dalam sektor industri
textile dan garment. Rata-rata perusahaan industri textile dan garment produktivitas
aktiva yang digunakannya untuk menghasilkan laba usaha mengalami penurunan tetapi setelah itu mengalami kenaikan. Menurut Agnes Sawir
2001: 19, rasio X
3
juga dapat menunjukkan rentabilitas ekonomis perusahaan sehingga dapat diartikan bahwa rentabilitas ekonomis
perusahaan pada industri textile dan garment juga menurun seiring dengan menurunnya rasio X
3
dan begitu juga sebaliknya.
4.2.1.4 Market Value Equity to Book Value of Total Debt Ratio X
4
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang
lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham
preferen, sedangkan hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka panjang.
Perusahaan dengan X
4
terendah adalah PT GT Petrochem Industries Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, dan PT Eratex Djaja Tbk.
Perusahaan dengan rasio X
4
terendah mempunyai indikasi bahwa perusahaan tersebut mengakumulasikan lebih banyak hutang daripada
modal sendiri dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Bila dilihat dari modal sendiri perusahaan yang berasal dari modal disetor pada
sahamnya, selama tiga tahun berturut-turut kondisinya terlihat tidak mengalami peningkatan stagnan. Sedangkan untuk laba ditahannya,
kondisi yang ada selalu kebalikan yaitu mengalami rugi ditahan, sehingga ketergantungan perusahaan terhadap sumber eksternal guna mendanai
aktivanya terutama yang berasal dari kreditur sangatlah tinggi. Perusahaan dengan rasio X
4
tertinggi adalah PT Roda Vivatex Tbk Meskipun setiap tahun mengalami penurunan tetapi perusahaan ini masih
lebih baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut mengakumulasikan hutang terhadap
modal sendiri lebih rendah bila dibandingkan dengan perusahaan- perusahaan lainnya.
Market Value Equity to Book Value of Total Debt Ratio X
4
dari tahun ketahun mengalami kecenderungan menurun untuk masing-masing
perusahaan. Hal ini terjadi karena rata-rata emiten pada perusahaan textile dan garment mengakumulasikan lebih banyak hutang daripada modal
sendiri terutama yang berasal dari pemilik. Penurunan rasio ini disebabkan oleh adanya harga saham selalu mengalami penurunan yang signifikan,
bahkan harga pasar saham lebih rendah dari harga nominalnya. Sehingga mengakibatkan tingkat kesejahteraan pemegang saham semakin buruk,
dengan semakin buruknya kondisi tersebut pada akhirnya semakin memperburuk nilai perusahaan value of the firm.
4.2.1.5 Sales to Total Assets Ratio X
5
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rasio tersebut
mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan.
Perusahaan dengan X
5
terendah adalah PT GT Petrochem Industries Tbk, PT Argo Pantes Tbk, dan PT Daeyu Orchid Indonesia
Tbk. Dalam hal ini ketiga perusahaan tersebut dapat diindikasikan kurang efektif dalam penggunaan aktiva untuk meningkatkan penjualan
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Perusahaan dengan rasio X
5
tertinggi adalah PT Pan Brother Tex Tbk. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai tingkat
efektivitas tertinggi dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan penjualan bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain.
Rata-rata perusahaan textile dan garment memiliki penjualan yang lebih kecil daripada aktivanya, dan sebagian besar perusahaan berada
dibawah rata-rata industri terutama pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2004. Rendahnya rasio ini mengindikasikan bahwa aktiva yang dimiliki
oleh rata-rata perusahaan tersebut tidak efektif untuk meningkatkan penjualan.
Rendahnya nilai Z-Score ini disebabkan oleh rendahnya nilai dari variabel-variabel yang terdapat dalam formulasi Altman yaitu variabel-
variabel working capital to total assets, retained earning to total assets, earning before interest and tax to total asset, market value equity to book
value of total debt, dan sales to total assets. Dari rasio-rasio tersebut, rasio keuangan yang dominan mempengaruhi kegagalan perusahaan adalah rasio
profitabilitas, rasio likuiditas, dan rasio aktivitas. Hal ini terlihat dari hampir semua perusahaan yang bangkrut mempunyai nilai X
1
, X
2
, dan X
3
yang sangat rendah bahkan bernilai negatif.
4.2.2 Rasio Keuangan Foster