Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan

Dari hasil penelitian, diperoleh makna pengalaman seorang ayah yang turut serta berperan dalam merawat anak pertama yang pada dasarnya memperlihatkan bagaimana mereka melakukan peran yang besar dalam merawat anak karena tanggung jawab dan ingin adanya kelekatan yang besar dengan anak mereka. Pengambilan peran yang besar ini dapat dilihat dengan bagaimana presentasi diri dan pemantauan diri untuk dapat benar-benar melakukan tanggung jawab mereka sebagai seorang ayah. Misalnya seorang ayah yang memperlihatkan peran mereka yang besar dengan benar-benar terjun ikut serta dalam merawat anak. Perilaku seperti disebutkan di atas terlihat sejak dari awal anak mereka masih berada dalam kandungan sampai mengikuti perkembangan hari kehari anak mereka. Sejak bayi atau anak mereka berada di kandungan beberapa hal sudah dilakukan, seperti mempersiapkan semua hal yang berhubungan dengan anak mereka, baik itu persiapan saat bayi masih di dalam kandungan, dengan selalu mendampingi dan memenuhi keinginan isteri selama 9 bulan, melakukan persiapan-persiapan pra melahirkan, sampai dengan melakukan upacara-upacara adat demi kelancaran proses kelahiran anak mereka nantinya. Ayah yang menantikan kehadiran anak pertama umumnya merasa senang, dan tanpa memikirkan mengenai bagaimana mengasuh anak pertama tersebut. Oleh karena itu, ketika seorang ayah mendapat anak pertama, maka ia secara naluriah akan merasa terpanggil untuk ikut merawat anaknya tersebut. Dalam perkembangannya, mengasuh anak tidak lagi hanya panggilan naluriah seorang ayah, melainkan menjadi keharusan dengan berbagai faktor, seperti faktor ekonomi. Mengasuh anak pertama tersebut menjadi pengalaman baru bagi ayah. Ketika mencermati lebih detil, hasil penelitian ini memperlihatkan dua makna pengalaman menjadi seorang ayah baru dimana ayah baru ini ikut berperan serta dalam merawat anak pertamanya. Makna pertama: Merawat anak pertama menyita tenaga, waktu dan emosi ayah. Anak adalah hasil buah dari perkawinan. Kehadiran anak dalam sebuah perkawinan merupakan dambaan bagi suami-istri. Di satu sisi bagi seorang ayah, seperti dirasakan informan, kehadiran anak menjadi pembuktian tersendiri sebagai sosok laki- laki. Banyak pasangan suami isteri yang sudah lama tapi tidak dikaruniai seorang anak. Oleh karena itu, ketika dikaruniai anak, maka akan berpengaruh langsung terhadap kebahagiaan dan kehangatan dalam keluarga. Kehadiran anak bagi suatu keluarga memiliki nilai tersendiri. Menurut Hoffman dkk, 1978:126 bahwa nilai anak berkaitan dengan fungsi anak terhadap orang tua atau kebutuhan orang tua yang akan di penuhinya. Anak menjadi sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri bagi orang tua. Dengan kehadiran anak dalam suatu keluarga, orang tua akan merasa senang karena sudah ada yang akan meneruskan apa yang menjadi cita-cita dan harapan mereka. Orang tua akan merasa bahagia ketika sudah berada dekat dengan anaknya, orang tua akan merasa senang dan rasa letih dan capek tidak akan terasa lagi ketika sudah berada dan bercanda bersama anak-anaknya. Anak juga berdampak positif terhadap hubungan antara suami istri akan terjalin erat, memperoleh rasa cinta dan juga mengurangi ketegangan, kelelahan setelah seharian bekerja di ladang serta mengusir rasa sepi di rumah, karena dengan hadirnya anak-anak di rumah, perasaan gembira dan bahagia melihat segala tingkah laku, gaya bicara dan pembawaaan mereka yang kadang-kadang lucu dan menggelitik hati. Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga dapat membuat ramai suasana keluarga. Adanya perasaan memiliki, perasaan mempunyai teman, senang melihat pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Membuat orang tua tersenyum dan tertawa dengan melihat segala tingkah laku dan gaya mereka yang lucu-lucu, sehingga dapat melupakan untuk sementara kesusahan hidup mereka. Hidup akan terasa berarti, keluarga menjadi lengkap dan tugas suami istri telah terpenuhi secara psikologis. Bagi sebagian orang tua, anak juga dapat menjadi jaminan hari tua, keberadaan anak menimbulkan rasa tentram di hari tua, karena anak merupakan jaminan bagi orang tua pada saat orang tua tidak dapat bekerja lagi. Anak dapat memberikan suatu ketentraman bagi orang tua kelak ketika anak tersebut telah bekerja. Anak harus membalas budi kebaikan orang tua dalam hal ini adalah bahwa setiap anak harus mau memberikan bantuan ekonomi, merawat dan membantu pekerjaan orang tua baik itu semasih orang tuanya masih mampu bekerja maupun tidak sanggup lagi untuk bekerja mencari nafkahnya sendiri. Orang tua akan mendapat atau memperoleh bantuan ekonomi maupun bantuan hanya merawat setelah usianya telah uzur. Seiring dengan perjalanan waktu, maka kehadiran anak juga adalah suatu pengalaman belajar bagi orang tua. Anak membuat orang tuanya lebih matang, lebih bertanggung jawab. Tanpa anak, orang yang telah menikah tidak selalu dapat diterima sebagai orang dewasa dan anggota masyarakat sepenuhnya. Mengenali anak dimana orang tua memperoleh kebanggaan dan kegembiraan dari mengawasi anak-anak mereka tumbuh dan mengajari mereka hal-hal baru. Mereka bangga kalau bisa memenuhi kebutuhan anak- anaknya. Kerukunan dan Penerus Keluarga dimana anak membantu memperkuat ikatan perkawinan antara suami istri dan mengisi kebutuhan suatu perkawinan. Mereka meneruskan garis keluarga, nama keluarga, dan tradisi keluarga. Keinginan ayah untuk ikut terlibat berperan di dalam mengasuh anak juga disebabkan karena ingin lebih dekat dengan anak. Dari keterangan informan ditemukan bahwa ikut berperan merawat anak juga tidak menjadi beban, akan tetapi panggilan jiwa untuk terlibat. Kelekatan hubungan antara ayah dan anak menjadi alasan tersendiri bagi salah satu informan untuk memutuskan ikut berperan mengasuh anak. Keputusan ayah ikut berperan mengasuh anak tersebut secara otomatis menambah beban ayah. Informan sebagai orang Jawa memiliki kepercayaan bahwa sebagai orang tua ia bertanggungjawab untuk mencari nafkah keluarga. Oleh karena itu, ketika memutuskan berperan mengasuh anak, maka ia harus menjalankan peran ganda. Temuan penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Asa Premberg, Anna-Lena Hellstrom and Marie Berg 2007 di Swedia tentang peran ayah dalam mengasuh anak pertama selama setahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peran ayah dalam mengasuh anak akan membantu dalam mendekatkan hubungan antara anak dengan ayahnya, namun menambah beban bagi ayah. Ayah yang berperan mencari nafkah dengan sendirinya memiliki peran ganda yaitu mengurus anak. Peran ganda yang dijalankan oleh ayah, di satu sisi harus bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarga, namun di sisi yang lain ingin berperan di dalam mengasuh anak memberikan pengalaman tersendiri. Peran ganda yang dijalankan tersebut secara langsung menimbulkan perasaan kesulitan, cemas, emosi dan lain-lain. Hal tersebut wajar mengingat bahwa peran mengasuh anak juga merupakan peran baru yang tidak dikenal di dalam kebudayaan Jawa. Pola makna kedua yaitu bahwa Ayah yang ikut merawat anak pertama merupakan pengalaman baru dan menjadi keharusan karena tuntutan ekonomi keluarga. Menurut Hildred Geertz 1983:7 suatu gambaran ideal keluarga sebagai berikut : bagi setiap orang Jawa, keluarga yang terdiri dari orang tua, anak-anak, dan biasanya suami atau istri merupakan orang-orang terpenting di dunia ini. Mereka itulah yang memberikan kepadanya kesejahteraan emosional serta titik keseimbangan dalam orientasi sosial. Mereka memberi b Perasaan-perasaan tersebut disebut emosi Sarlito, 1982:59. Bimbingan moral, membantunya dari masa kanak-kanak menempuh usia tua dengan mempelajari nilai-nilai budaya Jawa. Namun seiring dengan perubahan kebudayaan dan sosial di masyarakat, peran-peran ayah sudah mulai bergeser, terutama peran dalam mencari nafkah. Hal tersebut selaras dengan pendapat Reynolds, et al 2003, yang mengatakan bahwa ketika ibu bekerja, maka dapat menambah penghasilan, mendapat penghargaan dari keluarga, stress, kelelahan, dan konflik keluarga. Dengan demikian, dalam keluarga yang memiliki sumber penghasilan kecil, maka kebutuhan untuk mencari nafkah akan mempengaruhi pembagian peran-peran di dalam keluarga tersebut. Seorang ayah yang berpenghasilan rendah tidak akan dapat mencukupi kebutuhan keluarga yang saat ini terus meningkat. Sementara itu, menurut Hoffman dalam Lamb, 1981, peran ayah dan ibu dalam parenting memiliki paling sedikit empat dimensi. Pertama, orang tua menjadi teladan bagi anak baik melalui perkataan maupun tindakannya. Kedua, orang tua memberikan disiplin pada anak dan memberikan penjelasan mengapa mereka mendukung tingkah laku tertentu dan tidak mendukung tingkah laku yang lain. Ketiga, orang tua sebagai orang yang utama dalam memenuhi kebutuhan kasih sayang anak. Keempat, orang tua bertindak sebagai penghubung antara anak dengan masyarakat yang lebih luas, dalam cara : 1 membawa tuntutan dan harapan masyarakat ke dalam rumah dan melaksanakannya pada anak; 2 berdasar pada posisi ayah dan ibu di masyarakat, mereka memberikan status tertentu pada anak yang khususnya menjadi penting ketika anak mulai memahami dunia luar di mana ia berpijak. Sebagaimana diulas dalam sub bab sebelumnya, banyak faktor yang menentukan peran ayah dalam keluarga. Di antaranya adalah persoalan nilai- nilai budaya dan ekonomi di dalam keluarga. Dalam berbagai kebudayaan, dikenal pembagian peran-peran yang diusahakan sejak kecil. Peran ideal tersebut misalnya dengan melakukan pembagian peran dalam sebuah keluarga, misalnya ayah menjadi seseorang yang bekerja untuk mencari sumber penghidupan sedangkan pola pengasuhan akan lebih banyak dijalankan oleh seorang ibu. Untuk itulah posisi ibu memiliki andil besar dalam proses pembentukan karakter anak, dan pemberian makna di dalam keluarga. Seorang ibu menjadi sosok sentral bagi sebuah keluarga, dalam segi sosial dan ekonomi, rumah tangga. Oleh karena itu, ketika peran-peran ideal tersebut mulai ada perubahan –dengan berbagai faktor- maka akan menimbulkan konflik peran di dalam keluarga seperti yang dialami oleh informan. Konflik peran yang dirasakan oleh ayah yang terlibat dalam mengasuh anak pertama misalnya, merasa kurang siap secara mental, kurang menerima keadaan yang terjadi, karena belum waktunya, ada perasaan belum siap, khawatircemas merasa belum siap untuk merawat anak, dan ada perasaan tidak terima saat harus merawat bayi sehingga terpaksa dalam melakukan kegiatan tersebut. Informan sebagai orang jawa dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga Jawa secara otomatis akan mendapatkan kesulitan di dalam menjalankan peran ganda, terutama mengasuh anak. Hal tersebut disebabkan karena seperti pendapat Franz Magnis Suseno 2003 bahwa dalam kultur Jawa ada perbedaan pola pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki dipersiapkan untuk bertanggungjawab terhadap istri dan anak-anaknya. Anak laki-laki dididik untuk dapat mencari nafkah dan diberi kesempatan untuk mempunyai cita-cita tinggi sehingga orientasinya lebih keluar rumah dan untuk itu dia dibebaskan dari tugas-tugas rumah tangga. Akibatnya, anak laki-laki tidak dibekali dengan keterampilan-keterampilan praktis mengelola rumah. Anak wanita sejak kecil dipersiapkan untuk menjadi ibu dan istri yang berbakti pada suami. Untuk itu ia banyak dibekali keterampilan-keterampilan praktis mengelola rumah tangga. Oleh karena itu, ketika seorang ayah Jawa ikut terlibat di dalam mengasuh anak, maka hal itu menjadi pengalaman baru. 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan ayah di dalam mengasuh anak pertama menghadirkan dua pola makna pengalaman subyektif yaitu: pertama , yaitu merawat anak pertama menyita tenaga, waktu dan emosi ayah. Seseorang yang baru memerankan satu peran tertentu akan sangat kesulitan. Demikian juga di dalam pengalaman ayah yang ikut merawat anak pertama akan merasakan pengalaman baru. Perasaan yang dirasakan oleh ayah yang ikut mengurus anak pertama yaitu capek, waktu habis sampai timbul emosi yang cenderung berakibat pada mudah marah-marah. Mengurus anak cukup sulit. Ayah yang secara penuh ikut mengurus anak misalnya harus bangun pagi, untuk mempersiapkan mandi, menyiapkan susu, ganti baju dan lain-lain. Oleh karena itu, dengan beban pekerjaan serta peran yang tidak umum tersebut, maka akan memberikan pengalaman baru yang dirasakan oleh seorang ayah. Pola kedua, ayah yang ikut merawat anak pertama merupakan pengalaman baru dan menjadi keharusan karena tuntutan ekonomi. Pada umumnya menjadi urusan para ibu di dalam keluarga Jawa. Namun karena pergeseran kebudayaan serta faktor-faktor lainnya yang mulai merasuki kebudayaan Jawa, maka terjadi perubahan pola hidup di masyarakat, salah