1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu sumber pendapatan negara berasal dari penerimaan pajak. Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang memegang peranan penting karena
merupakan sumber dana dalam negeri yang digunakan untuk membiayai berbagai keperluan pembangunan nasional. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.,
definisi pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal kontraprestasi yang
langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum Mardiasmo, 2013:01. Bagi negara Indonesia sumber pembiayaan pembangunan
nasional berasal dari penerimaan pajak salah satunya pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh pada tahun pajak. Dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Wajib
Pajak yang
melakukan kegiatan
usaha wajib
menyelenggarakan pembukuan berupa Laporan Keuangan. Laporan keuangan digunakan untuk menggambarkan tentang informasi keuangan serta hasil usaha
perusahaan. Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah subjek pajak badan, khususnya mengenai penerapan koreksi fiskal atas laporan keuangan komersial
perusahaan. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan yang disusun perusahaan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan SAK, laporan ini biasa disebut
dengan Laporan Keuangan Komersial. Sedangkan untuk pemenuhan kewajiban
2 perpajakan, laporan keuangan harus disusun sesuai dengan Peraturan Undang-
Undang Perpajakan atau Ketentuan Pajak lainnya yang berlaku, laporan ini disebut dengan Laporan Keuangan Fiskal. Laporan keuangan menurut komersial
dan fiskal, khususnya dalam Laporan LabaRugi terdapat perbedaan antara penghasilan pendapatan dan biaya-biaya beban yang diperkenankan atau tidak
diperkenankan dalam peraturan perpajakan. Maka dari itu, perusahaan harus melakukan penyesuaian koreksi fiskal, dimana Laporan Keuangan Komersial di
koreksi agar menjadi Laporan Keuangan Fiskal. Setelah dilakukan rekonsiliasi koreksi fiskal dan mendapatkan laba
bersih sebelum pajak, maka perusahaan harus menentukan pajak penghasilan terutangnya yang dikurangi dengan pajak yang dipotong atau dipungut potput
oleh pihak lain PPh Pasal 22 dan 23 serta pajak penghasilan yang dibayar atau terhutang diluar negeri PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan, kemudian dibagi
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Ini disebut dengan angsuran PPh Pasal 25, yang dimaksudkan agar meringankan beban wajib pajak
dalam membayar pajak terutang. Perhitungan ini dilakukan sesuai atau berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
Dari uraian diatas, penulis akan meneliti serta membahas tentang koreksi fiskal, perhitungan besarnya PPh terhutang dan perhitungan angsuran PPh Pasal
25, dengan mengambil kasus objek penelitian dari suatu perusahaan yang bergerak di bidang rumah sakit yaitu PT. CPB. Karena, laporan keuangan PT.
CPB khususnya Laporan LabaRugi disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan SAK dan belum dilakukan penyesuaian koreksi fiskal atas laporan
3 keuangan tersebut. PT. CPB juga belum menghitung PPh terutang di tahun 2015,
serta besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya 2016. Berdasarkan
latar belakang
masalah tersebut,
maka pokok
permasalahannya adalah “Bagaimanakah penerapan koreksi fiskal atas laporan
keuangan komersial, perhitungan PPh terutang dan perhitungan angsuran PPh Pasal 25 pada PT. CPB salah satu klien pada Kantor Konsultan Pajak I Wayan
Sutha Naya, SH. tahun 2015 ?
1.2 Tujuan Penelitian