Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas
                                                                                sebagai “denormovertreding
verstoring de
rechtsorde, waarandeovertrederschuldheeft en waarvan de bestraffing is voor de handhaving
der  rechtsorde  en  de  behartiging  van  het  algemeenwelzijn”.
19
Menurut  Van Hattum,  Perkataan  Strafbaar  itu  berarti  voorsraaf  in  aanmerkingkomend  atau
straafverdienend  yang  juga  mempunyai  arti  sebagai  pantas  untuk  dihukum, sehingga  perkataan  strafbaarfeit  seperti  yang  telah  digunakan  oleh  pembentuk
undang-undang  didalam  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana  itu  secara  eliptis haruslah diartikan sebagai suatu “tindakan, yang karena telah melakukan tindakan
semacam  itu  membuat  seseorang  menjadi  dapat  dihukum  atau  suatu  feitterzake van hetwelkeenpersonstrafbaar is.
20
Menurut  Marshall,  perbuatan  pidana  adalah  perbuatan  atau  omisi  yang  dilarang
oleh  hukum  untuk  melindungi  masyarakat,  dan  dapat  dipidana  berdasarkan prosedur  hukum  yang  berlaku.
21
Lalu  Vos  menjelaskan,  bahwa  peristiwa  pidana strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia menselijke gerdragring yang oleh
peraturan  perundang-undangan  diberi  hukuman.
22
Sedangkan  Menurut  Hukum Positif, peristiwa pidana itu suatu peristiwa yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai suatu peristiwa yang menyebabkan hukuman.
23
Menurut Simons, unsur-unsur, peristiwa pidana itu adalah Een Strafbaargestelde,
Onrechtmatige, metschuld
in Verband
Staande handeling
Van een
Toerekenungsvatbaar  persoon.  Apabila  diterjemahkan  menjadi  perbuatan  salah
19
Lamintang,  .A.F.  Dasar-Dasar  Hukum  Pidana  Indonesia.  Bandung:  Citra  Aditya  Bakti.  1997. hlm.182
20
Ibid,.hlm. 184.
21
Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.1994.hlm. 89
22
Utrecht, E. Hukum Pidana 1. Bandung : Pustaka Tinta Mas. 1986. hlm. 251
23
Ibid., hlm. 253
dan  melawan  hukum  yang  diancam  pidana  dan  dilakukan  oleh  seseorang  yang mampu  bertanggung  jawab.
24
Menurut  Simons,  unsur-unsur  peristiwa  pidana antara lain:
25
a. Perbuatan manusia handeling.
b. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum wederrecrelijk.
c. Perbuatan itu diancam dengan pidana Strafbaar gesteld oleh undang-undang.
d. Harus  dilakukan  oleh  seseorang  yang  mampu  bertanggung  jawab
Toerekeningsvatbaar. e.
Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan schuld si pembuat.
Suatu  peristiwa  agar  dapat  dikatakan  sebagai  suatu  peristiwa  pidana  harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
26
a. Harus  ada  suatu  perbuatan,  yaitu  suatu  kegiatan  yang  dilakukan  oleh
seseorang atau sekelompok orang. b.
Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang. Pelakunya
harus telah
melakukan suatu
kesalahan dan
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
c. Harus  ada  kesalahan  yang  dapat  dipertanggungjawabkan.  Jadi  perbuatan  itu
memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.
d. Harus  ada  ancaman  hukumannya.  Dengan  kata  lain,  ketentuan  hukum  yang
dilanggar itu dicantumkan sanksinya.
24
Kansil, C.S.T. Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Pradnya Paramita. 2004 Hlm. 37
25
Ibid. hlm 37-38
26
Daliyo, J.B. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Prenhallindo. 2001. hlm. 93
Dari  seluruh  pendapat  para  sarjana  hukum  diatas,  dapat  dimengerti  mengenai pengertian tindak pidana serta peristiwa pidana, dapat diketahui pula unsur-unsur
dan syarat-syarat terjadinya suatu tindak pidana. Perbuatan  pidana  dapat  dibedakan  menjadi  beberapa  macam  atau  jenis  antara
lain:
27
a. Perbuatan pidana delik formal adalah suatu perbuatan yang sudah dilakukan
dan  perbuatan  itu  benar-benar  melanggar  ketentuan  yang  dirumuskan  dalam pasal undang-undang yang bersangkutan.
b. Delik material adalah suatu perbuatan yang dialarang, yaitu akibat yang timbul
dari perbuatan itu. c.
Delik dolus adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. d.
Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak disengaja, karena kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang.
e. Delik  aduan  adalah  suatu  perbuatan  pidana  yang  memerlukan  pengaduan
orang lain. Jadi sebelum ada pengaduan, belum merupakan delik. f.
Delik  politik  adalah  delik  atau  perbuatan  pidana  yang  ditujukan  kepada keamanan negara baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di  dalam  KUHP  Indonesia  yang  berlaku  sekarang  dikategorikan  dua  jenis pristiwa  pidana.  Dua  jenis  peristiwa  pidana  itu  antara  lain  yaitu  Misdrif
Kejahatan dan  Overtreding Pelanggaran.
28
Suatu  tindak atau peristiwa pidana dibedakan pula dari sudut pandang teori dan prakteknya, yaitu:
29
27
Ibid. hlm. 94
28
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka cipta. 2005. Hlm. 40
29
Ibid. hlm. 75
a. Delik Commissionis dan Delikta Commissionis.
Delik Commissionis adalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu berbuat sesuatu  perbuatan  yang  dilarang  oleh  aturan-aturan  pidana.  Delikta
Commissionis  adalah  delik  yang  terdiri  dari  melakukan  sesuat  berbuat sesuatu  perbuatan  yang  dilarang  oleh  aturan-aturan  pidana.  Delikta
Commissionis  adalah  delik  yang  terdiri  dari  tidak  berbuat  atau  melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat.
b. Delik Dolus dan Delik Culpa
Bagi  delik  dolus  harus  diperlukan  adanya  kesengajaan,  misalnya  Pasal  338 KUHP,  sedangkan  pada  delik  culpa,  orang  juga  sudah  dapat  dipidana  bila
kesalahannya  itu  berbentuk  kealpaan,  misalnya  menurut  Pasal  359  KUHP dilakukan dengan tidak berbuat.
c. Delik Biasa dan Delik yang dapat dikualifisir Dikhususkan
d. Delik menerus dan tidak menerus.
Berdasarkan uraian di atas telah diketahui mengenai pengertian dan definisi tindak pidana secara umum. Setelah mengetahui uraian tersebut barulah dapat diuraikan
mengenai  tindak  pidana  kecelakaan  lalu  lintas.  Menurut  Pasal  1  angka  23 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu  Lintas dan Angkutan Jalan
dijelaskan  mengenai  pengertian  kecelakaan  lalu  lintas,  yaitu  kecelakaan merupakan  suatu  peristiwa  yang  tidak  diduga  dan  tidak  disengaja  melibatkan
kendaraan  dengan  atau  tanpa  pengguna  jalan  lain  yang  mengakibatkan  korban manusia  danatau  kerugian  harta  benda.  Kecelakaan  lalu  lintas  dapat  disebabkan
oleh  berbagai  hal,  seperti  kelalaian  pengguna  jalan,  ketidak  layakan  kendaraan, ketidaklayakan  jalan  atau  infrastruktur,  dan  iklimlingkungan.  Kecelakaan  lalu
lintas  merupakan  tindak  pidana  dikarenakan  dalam  Aturan  Penutup  Pasal  103 KUHP dijelaskan ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga
berlaku  bagi  perbuatan-perbuatan  yang  oeh  ketentuan  ketentuan  perundang- undangan  lainnya  diancam  dengan  pidana,  kecuali  jika  oleh  undang-undang
ditentukan lain. Dalam  salah  satu  asas  hukum  yang  dikenal  adalah  lex  specialis  derogat  legi
generalis,  menyatakan  bahwa  hukum  yang  bersifat  khusus  mengesampingkan hukum  yang  bersifat  umum,  inilah  yang  menjadi  dasar  kecelakaan  lalu  lintas
dinyatakan sebagai salah satu bentuk perbuatan atau tindak pidana khusus karena diatur  di  dalam  suatu  bentuk  hukum  perundang-undangan  diluar  Kitab  Undang-
Undang Hukum Pidana KUHP. Sesuai dengan ketentuan pasal 103 KUHP pula kecelakaan dapat dinyatakan dalam bentuk tindak pidana karena diatur ketentuan
pidananya  dalam  Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  2009  Tentang  Lalu  Lintas dan Angkutan Jalan.
Di  dalam  ketentuan  pasal  23  Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  2009  Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa : 1
Pengemudi  kendaraan  bermotor  pada  waktu  mengemudikan  kendaraan bermotor di jalan wajib :
a. Mampu mengemudikan kendaraan dengan wajar;
b. Mengutamakan keselamatan para pejalan kaki;
c. Menunjukan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat
tanda  coba  kendaraan  bermotor,  surat  izin  mengemud,  dan  tanda  bukti
lulus uji, atau tanda bukti lain yang sah, dalam hal dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pasal 16;
d. Memetuhi  ketentuan  tentang  kelas  jalan,  rambu-rambu  dan  marka  jalan,
alat  pemeberi  isyarat  lalu  lintas,  waktu  kerja  dan  waktu  sitirahat pengemudi, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan
laik  jalan  kendaraan  bermotor,  penggunaan  kendaraan  bermotor, peringatan  dengan  bunyi  dan  sinar,  kecepatan  maksimum  danatau
minimum,  tata  cara  mengangkut  orang  dan  barang,  tata  cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain;
e. Memakai  sabuk  keselamatan  bagi  pengemudi  kendaraan  bermotor  roda
empat  atau  lebih,  dan  menggunakan  helm  bagi  pengemudi  kendaraan bermotor  roda  dua  atau  bagi  pengemudi  kendaraan  bermotor  roda  empat
atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah. 2
Penumpang kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang duduk disamping pengemudi  wajib  memakai  sabuk  keselamatan,  dan  bagi  penumpang
kendaraan bermotor roda dua atau kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi rumah-rumah wajib memakai helm.
Pasal  27  Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  2009  Tentang  Lalu  Lintas  dan Angkutan Jalan mengatur bahwa :
1 Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas,
wajib : a.
Menghentikan kendaraannya; b.
Menolong orang yang menjadi korban kecelakaan;
c. Melaporan  kecelakaan  tersebut  kepada  pejabat  polisi  negara  Republik
Indonesia terdekat. 2
Apabila  pengemudi  kendaraan  bermotor  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat 1  oleh  karena  keadaan  memaksa  tidak  dapat  melaksanakan  ketentuan
sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  1  huruf  a  dan  b,  kepadanya  diwajibkan segera  melaporkan  diri  kepada  pejabat  polisi  negara  Republik  Indonesia
terdekat.
Penggolongan  dan  penanganan  perkara  kecelakaan  lalu  lintas  menurut  pasal  229 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, yaitu :
1 Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan;
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat.
2 Kecelakaan Lalu  Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a
merupakan  kecelakaan  yang  mengakibatkan  kerusakan  kendaraan  danatau barang.
3 Kecelakaan  Lalu  Lintas  sedang  sebagaimana  dimaksud  pada  1  huruf  b
merupakan  kecelakaan  yang  mengakibatkan  luka  ringan  dan  kerusakan kendaraan danatau barang.
4 Kecelakaan  Lalu  Lintas  berat   sebagaimana dimaksud  pada ayat 1 huruf c
merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
5 Kecelakaan  Lalu  Lintas    sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1  dapat
disebabkan  oleh  kelalaian  Pengguna  Jalan,  ketidaklaikan  Kendaraan,  serta ketidaklaikan Jalan danatau lingkungan.
Dari  jenis  kecelakaan  lalu  lintas  terdapat  beberapa  situasi  yang  dapat  menjadi pembeda  antara  jenis-jenis  kecelakaan  lalu  lintas  yaitu  Kecelakaan  Lalu  Lintas
ringan  yaitu  sebagai  contoh  terjadi  kecelakaan  lalu  lintas  namun  disini  hanya menimbulkan  kerusakan  kendaraan  dan  lain  halnya,  tapi  pada  intinya  tidak
menimbulkan luka-luka baik si pengendara maupun orang lain yang terlibat dalam kecelakaan  lalu  lintas  tersebut.  Kecelakaan  Lalu  Lintas  sedang,  di  mana  terjadi
kecelakaan  lalu  lintas  menimbulkan  suatu  kerusakan  kendaraan  atau  barang  lain dan  juga  menimbulkan  korban  luka-luka  ringan,  seperti  luka  lecet  dan  luka-luka
lainnya  tetapi  tidak  sampai  luka-luka  tersebut  mengakibatkan  seseorang  tidak dapat  beraktivitas  normal.  Dan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  berat,  di  mana  terjadi
kecelakaan lalu lintas yang tidak hanya menimbulkkan kerusakan barang ataupun barang,  tetapi  menimbulkan  korban  luka  berat,  sehingga  korban  tidak  dapat
beraktivitas normal dalam beberapa waktu maupun secara permanen, atau timbul korban meninggal dunia .
Pada  ketentuan  Pasal  230  UU  No  22  Tahun  2009  tentang  Lalu  Lintas  dan
Angkutan Jalan, perkara kecelakaan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 229 ayat 2, ayat  3, dan ayat 4 diproses dengan acara peradilan pidana
sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan.  Dengan  kepastian hukum  tersebut  maka  para  penegak  hukum  wajib  untuk  memproses  seluruh
perkara tindak pidana  lalu-lintas.
Pada  ketentuan  Pasal  310  Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  2009  Tentang  Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dijelaskan bahwa:
1 Setiap  orang  yang  mengemudikan  Kendaraan  Bermotor  yang  karena
kelalaiannya  mengakibatkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  dengan  kerusakan Kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 2,
dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  6  enam  bulan  danatau  denda paling banyak Rp1.000.000,00 satu juta rupiah.
2 Setiap  orang  yang  mengemudikan  Kendaraan  Bermotor  yang  karena
kelalaiannya  mengakibatkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  dengan  korban  luka ringan  dan  kerusakan  Kendaraan  danatau  barang  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 229 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun danatau denda paling banyak Rp2.000.000,00 dua juta rupiah.
3 Setiap  orang  yang  mengemudikan  Kendaraan  Bermotor  yang  karena
kelalaiannya  mengakibatkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  dengan  korban  luka berat  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  229  ayat  4,  dipidana  dengan
pidana  penjara  paling  lama  5  lima  tahun  danatau  denda  paling  banyak Rp10.000.000,00 sepuluh juta rupiah.
4 Dalam  hal  kecelakaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  3  yang
mengakibatkan  orang  lain  meninggal  dunia,  dipidana  dengan  pidana  penjara paling  lama  6  enam  tahun  danatau  denda  paling  banyak  Rp12.000.000,00
dua belas juta rupiah.
Kecelakaan  lalu  lintas  dalam  ketentuan  pidananya  yang  terdapat  dalam  Undang- Undang  Nomor  22  Tahun  2009  Tentang  Lalu  Lintas  dan  Angkutan  Jalan,
Berdasarkan  Ketentuan  Pasal  310,  Pengemudi  kendaraan  bermotor  yang  karena
kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalulintas ringan diancam pidana penjara maksimal  6  bulan,  jika  mengakibatkan  kecelakaan  lalu  lintas  sedang  diancam
pidana penjara maksimal 1 tahun, dan jika mengakibatkan kecelakaan lalu lintas berat maka ancaman hukuman pidana penjara mencapai maksimal 5 tahun penjara
dan jika korbannya mengalami kematian maka diancam dengan hukuman pidana penjara 6 tahun.
Terjadinya  kecelakaan  lalu  lintas  dapat  dilakukan  atas  dua  faktor  yaitu
kesengajaan dan kelalaian. Jika terjadinya kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh faktor kesengajaan maka ancaman pidana  yang dapat  diberikan menjadi  dua kali
lipat  dari  ketentuan  yang  telah  ada  mengenai  masing-masing  jenis  kecelakaan yang  disebabkan  oleh  kelalaian.  Dalam  Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  2009
Tentang  Lalu  Lintas  dan  Angkutan  Jalan  jika  seseorang  yang  mengemudikan kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan Lalu Lintas, namun dengan sengaja
tidak  menghentikan  kendaraannya,  tidak  memberikan  pertolongan,  atau  tidak melaporkan  Kecelakaan  Lalu  Lintas  kepada  kepolisian,  dapat  diancam  dengan
pidana penjara paling lama tiga tahun.