Manfaat Klinis Sukralfat Secara Topikal Sebagai Terapi Iritasi Kulit Pada Peristoma

(1)

LAPORAN HASIL PENELITIAN TUGAS AKHIR PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MANFAAT KLINIS SUKRALFAT SECARA TOPIKAL

SEBAGAI TERAPI IRITASI KULIT PADA

PERISTOMA

OLEH

FREDDY A E TAMBUNAN PEMBIMBING

Prof Dr. Bachtiar Surya, SpB,KBD Dr. Asrul.S SpB,KBD

SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIVE

DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

1. a. Judul Penelitian

:

MANFAAT KLINIS SUKRALFAT SECARA TOPIKAL SEBAGAI TERAPI IRITASI KULIT PADA PERISTOMA

b. Bidang Ilmu : Kedokteran/ Bedah/ Bedah Digestif c. Kategori : IPTEK

2. Pembimbing Penelitian

a. Nama Lengkap : Prof Dr. Bachtiar Surya, SpB,KBD b. Golongan/ Pangkat/NIP : IVb / Pembina Tingkat I/ 130344807

c. Jabatan : Kepala Sub Bagian Bedah Digestif FK-USU d. Keahlian : Ilmu Bedah Digestif.

Pembimbing penelitian

a. Nama Lengkap : Dr. Asrul.S SpB,KBD b. Golongan/ Pangkat/NIP : Penata IIIc / 140 328207

c. Jabatan : Staf Sub Bagian Bedah Digestif FK-USU d. Keahlian : Ilmu Bedah Digestif.

3. Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Freddy.A.E.Tambunan b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Golongan/ Pangkat/NIP : - d. Jabatan Fungsional : PPDS

e. Fakultas/Jurusan : Kedokteran/Ilmu Bedah

4. Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Pendidikan FK-USU 5. Lama Penelitian : 3 (tiga) bulan

Medan, September 2008

Peneliti Pembimbing


(3)

Diketahui Oleh :

Ketua Departemen Ilmu Bedah Ketua Program Studi Ilmu Bedah FK-USU FK-USU


(4)

SUDAH DIPERIKSA HASIL PENELITIAN

JUDUL : MANFAAT KLINIS SUKRALFAT SECARA TOPIKAL SEBAGAI TERAPI IRITASI KULIT PADA PERISTOMA PENELITI : dr. FREDDY A.E.TAMBUNAN

DEPARTEMEN : ILMU BEDAH FK USU

INSTITUSI : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN, SEPTEMBER 2008 KONSULTAN

METODOLOGI PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN USU MEDAN

(Prof. DR. AZNAN LELO, PhD)


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

1.5 Kontribusi Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian 6

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 6

3.3 Objek penelitian

3.3.1. Sampel 6

3.3.2. Kriteria Inklusi 6

3.3.3. Kriteria Eksklusi 6

3.4 Cara Kerja 7

3.5 Batasan Operasional 7

3.6 Alur Penelitian 8

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 10

4.1.1 Demografi dan Diagnosa Klinis objek Penelitian 10

4.1.2. Perbedaan rata-rata skor nyeri dan

diameter Hiperemis 11 4.1.3 Korelasi antara hari ke-0 sampai hari ke-7 setelah pemberian Topikal Sukralfat terhadap rasa nyeri dan diameter Hiperemis. 12

4.2 Pembahasan 15

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 19

KEPUSTAKAAN 20


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkatnya-Nya jualah saya berkesempatan mengikuti program pendidikan dokter spesialis bedah di Departemen Ilmu Bedah FK-USU Medan, serta kesempatan yang diberikan –Nya untuk dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat akhir pendidikan .

Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada Prof Dr. Bachtiar Surya, SpB,KBD (K) Ketua Sub Departemen Bedah Digestive yang juga sebagai pembimbing penelitian, yang senantiasa memberi bimbingan dalam penulisan karya tulis ini sehingga penelitian ini dapat diselesaikan .Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr.Asrul S SpB,KBD atas bimbingan dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada Prof. dr.Aznan Lelo, PhD, SpFK, sebagai konsultan metodologi penelitian, yang telah meluangkan waktu membantu menyelesaikan penelitian ini.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof dr.Bachtiar Surya SpB-KBD sebagai KetuaDepartemen Ilmu Bedah, dr Emir Taris Pasaribu SpB(K)Onk, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr.Asrul Simangunsong, SpB-KBD, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah dan dr.Erjan Fikri, SpB, SpBA,sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Bedah, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti program pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada guru-guru saya : Dr. dr. Humala Hutagalung, SpB(K)Onk; Prof.dr.Hafas Hanifiah,SpB,SpOT(K)FICS; Prof. dr. Adril A.Hakim, SpS, SpBS(K); Prof.dr. Usul M. Sinaga, SpB(K)Finacs; Prof.dr. Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K); Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi, SpBS(K); dr. Ismet, SpB; dr.Syahbudin Harahap,SpB; DR. Harry Soedjatmiko,


(7)

SpB, SpBTKV; dr.Ronald Sitohang, SpB; dr. Bungaran Sihombing, SpU; dr. Marshal, SpB, SpBTKV; dr.Riahsyah Damanik, SpB(K)Onk; dr.Chairiandi Siregar,SpOT; dr. Edy Sutrisno, SpBP; dr. Syah Mirsa Warli, SpU; dr. Liberty Sirait, SpB-KBD; dr. Tiur Purba, SpB; dr.Supredo Kembaren, SpB; dr. Nino Nasution,SpOT; dr. Husnul Fuad Albar, SpOT; dr. Frank Bietra Buchari, SpBP ;dr Rida Darmajaya SpBS ;dr Mahyudanil SpBS;dr Budi Irwan SpB-KBD dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang tanpa pamrih telah memberikan bimbingan , koreksi dan saran-saran kepada saya selama mengikuti program pendidikan ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga saya sampaikan kepada senior-senior yang lebih dahulu menyelesaikan program pendidikan dan teman-teman peserta program pendidikan, yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan .

Rasa syukur dan terima kasih sebesar-besarnya saya persembahkan untuk kedua orang tua saya tercinta, ayahanda ( Alm M.W.Tambunan dan Ibunda S.M.br.Panjaitan atas segala jerih payah dan pengorbanan beliau berdua dalam mengasuh, membimbing dan mendidik saya. Demikian halnya kepada kedua mertua saya Drs.H.A.P Siburian dan K. Sianturi B.A yang senantiasa memberikan semangat dan nasehat. Demikian juga kepada adik dan kakak ipar saya yang telah banyak memberi bantuan moral maupun materil selama saya mengikuti program pendidikan ini.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta dr. Karolina R.Siburian dan anak-anakku Amanda Geovanny Tambunan dan Lidwina Cornelia Tambunan atas segala pengertian , dorongan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang dan melelahkan ini.

Akhirnya hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa jualah kita kembali, semoga kita senantiasa diberi limpahan rahmat dan Karunia-Nya, Amin.


(8)

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reseksi usus bisa berlanjut dengan suatu tindakan pembuatan stoma tergantung pada panjang dan segmen usus yang dibuang. Kantong stoma dibuat sebaik mungkin sehingga pasien merasa hidup seperti keadaan normal. Kegagalan dalam menggunakan kantong stoma dapat mengganggu kesehatan dan stoma pasien.

Beberapa masalah dikulit bisa timbul akibat penggunaan kantong stoma dan bahan perekatnya. Problemnya dari mulai gangguan fungsi usus sampai gangguan pada kulit akibat kantong stoma. Pasien yang telah menjalani pembuatan stoma akan dapat beradaptasi dengan keadaannya dan dapat menerimanya melalui rehabilitasi dan dapat kembali kelingkungannya. Latar belakang kultural memainkan peranan penting dalam kehidupan pasien meliputi kepercayaan personal atau agama, persepsi, kebiasaan, dan sikap mereka terhadap penyakitnya.

Beberapa problem yang sering dihadapai pada perawatan stoma antara lain berupa retraksi stoma, luka dikulit, hernia peristoma, prolaps dan stenosis. Kelainan pada kulit dapat berupa ekskoriasi kulit, gatal, nyeri, dan infeksi.

Lokasi dari stoma menentukan jenis isi dan cairan usus yang keluar dari stoma. Cairan gaster, biliari, pankreas atau usus halus mengeluarkan jus


(9)

yang bersifat korosif. Sedangkan kolon kurang menimbulkan masalah dan kurang merusak.

Saat ini banyak bahan yang dapat digunakan untuk melindungi kulit dan memberikan kwalitas hidup yang lebih baik pada pasien.

Pada tahun 2000 CC Lyon dkk menggunakan sukralfat pada perawatan kulit peristomal. Pada tahun 2002 di “Plastic surgery Center, Xijing Hospital, Fourth Military, Medical University, China melakukan studi pada hewan dengan menggunakan sukralfat untuk melihat penebalan serabut kolagen, densitas fibroblast dan peningkatan kapiler.

S.Mantoo dan VK Raina dari Departemen Bedah,”Medical College” Jabalpur India yang dipublikasikan 1 Mei 2005 menggunakan sukralfat pada perawatan ekskoriasi peristomal dan perineal dan ekskoriasi disekitar fistula gastrointestinal. Pasien yang mendapat terapi dengan sukralfat topikal mengalami respon yang baik terhadap iritasi yang terjadi dan lebih dari 90 % mengalami complete healing.

Sukralfat dibandingkan dengan bahan lain seperti alumunium paint and siloderm ointment memiliki efek terapi yang lebih baik .

Sukralfat juga memiliki sifat non toxic dan non alergi walaupun digunakan dalam waktu yang cukup lama serta complete re-epitelisasi lebih dari 90 %.

Selain itu sukralfat juga memiliki harga yang cukup murah dan mudah di dapat.

1.2 . Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah suralfat bermanfaat dalam mengatasi iritasi kulit peristoma ?


(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui manfaat klinis sukralfat dalam perawatan stoma

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah : Mengetahui manfaat klinis sukralfat dalam mengatasi iritasi kulit peristoma.

2. Manfaat praktis : sukralfat sebagai obat lambung yang dapat digunakan untuk mengatasi iritasi kulit peristoma yang harganya murah, aman dan mudah didapatkan.

1.5 Kontribusi Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan calon Ahli bedah tentang sukralfat sebagai obat lambung yang dapat digunakan untuk mengatasi iritasi kulit peristoma yang harganya murah, aman dan mudah didapatkan.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sucralfate merupakan bahan yang telah lama digunakan dalam pengobatan kelainan dilambung. Efektif dalam penyembuhan ulkus duodeni, tapi semakin jarang digunakan setelah adanya obat-obatan yang lebih efektif (seperti proton pump inhibitors) yang telah berkembang penggunaannya.

Diketahui bahwa sukralfat mempunyai efek secara local yang lebih baik, dari pada aksi sistemik.Secara kimiawi sucralfate merupakan gabungan dari gula disakarida, sukrosa, dikombinasi dengan sulfat dan aluminium. Pada larutan asam (seperti asam lambung) sukralfat membentuk suatu “thick paste” yang mempunyai suatu “strong negative charge”.

Mekanisme kerja sukralfat

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerjanya. Sucralfate, with its strong negative charge, binds to exposed positively-charged proteins at the base of ulcers. Dengan cara ini, sukralfat melapisi ulkus dan membentuk suatu “physical barrier” yang melindungi permukaan ulkus dari injuri lebih lanjut oleh asam dan pepsin. Sukralfat secara langsung menginhibisi pepsin (suatu enzim yang merusak protein) bersamaan dengan asam lambung dan ikatan garam empedu yang berasal dari melalui empedu juga melindungi dinding lambung dari injuri yang disebabkan oleh asam empedu. Sukralfate dapat meningkatkan produksi prostaglandin , dan prostaglandin diketahui melindungi lapisan lambung dan dapat juga mengikat “epithelial growth factor”


(12)

dan “fibroblast growth factor”, keduanya mempertinggi mekanisme perbaikan dan pertumbuhan dari dinding lambung.

Ileostomi suatu tindakan membuka ileum yang umumnya dilakukan

paling tidak 20 cm dari “ileocaecal junction”..Usus halus dilekatkan pada

dinding abdomen dengan maksud untuk mem-by pass usus besar, sisa hasil percernaan keluar dari tubuh melallui lubang yang disebut stoma. Ileostomy merupakan pembukaan secara temporer atau permanent antara ileum dan dinding abdomen.

Temporer ileostomy direkomendasikan untuk pasien yang menjalani operasi pengambilan 1 segmen dari saluran cerna. Sehingga dapat memberikan waktu sementara bagi usus untuk sembuh tanpa stress dari system pencernaan. Ileostomi sering diletakkan di fossa iliaka kanan. Feses yang keluar dikenal dengan “effluent” yang sangat lembut dan encer dan memerlukan perawatan yang harus di kosongkan sampai 6 kali sehari.

Sering pada pasien yang menjalani pengangkatan kolon total, pasien bisa mengalami masalah penyerapan cairan dan dehidrasi pada minggu-minggu awal setelah operasi. Keluarnya cairan dari ileostomi setelah pembedahan dapat mencapai 1500 cc perhari yang mengandung sejumlah besar garam. Pengeluaran cairan secara bertahap akan berkurang hingga 600 – 800 cc perhari.

Colostomy adalah suatu tindakan membuka dan mengeluarkan

bagian dari Colon baik colon Asenden,Tranversum, Desendens maupun Colon Sigmoid. Colostomy dapat bersifat sementara ataupun permanent. Trauma colon dan kelainan Congenital merupakan salah satu colostomy sementara. Dan operasi dari tumor Rektum sering menjadi indikasi colostomy permanent.

Pada stoma masalah kulit merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Pada pasien-pasien dengan operasi pembuatan stoma baik elektif maupun


(13)

emergensi kulitnya selalu sehat. Beberapa hari pasca operasi atau beberapa waktu setelah dirumah sejumlah pasien mengeluhkan masalah dikulit.

Kadang pasien mengalami dermatitis alergi yang bisa sebagai akibat hipersensitif terhadap bahan plastik dan perekat kantong stoma ataupun oleh karena iritasi langsung. Perubahan pada kulit berhubungan dengan usia, stres dan penyakitnya sendiri. Hal ini disebabkan oleh perubahan permeabilitas kulit.


(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan Rancangan Penelitian Experimental Pre dan Post pemberian Sukralfat.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sub.bagian Bedah Digestive Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan dan Rumah sakit jejaring. Waktu penelitian dilakukan bulan Maret 2008 – Juni 2008.

3.3. Objek Penelitian

3.3.1. Sampel

Semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian selama periode Maret 2008 – Juni 2008

3.3.2. Kriteria Inklusi

Pasien pada sub bagian bedah digestive yang menjalani operasi

dengan pembuatan stoma di dinding perut yang disertai iritasi kulit peristoma.

3.3.3. Kriteria Eksklusi

- Pasien-pasien dengan penyakit penyerta seperti : - Diabetes Mellitus


(15)

- Pasien - pasien yang mendapat terapi kortikosteroid - Pasien-pasien yang sedang menjalani Kemoterapi - Pyoderma ganggrenosum

3.4. Cara Kerja

Semua subjek peneltian dicatat identitasnya dan dilakukan pencatatan iritasi kulit peristoma yang terjadi serta diukur diameter luas hiperemis dalam cm, dan nyeri. Pada daerah yang mengalami komplikasi diberikan sukralfat sirup setiap 6 jam (4 kali sehari) dan diikuti perubahan yang terjadi selama 7 hari pemberian.

Cara pemberian sukralfat yaitu : daerah peristoma yang mengalami

iritasi dibersihkan dari sisa effluen atau feses dengan mempergunakan NacCl 0,9% sampai bersih. Kemudian seluruh daerah yang mengalami iritasi diolesi sukralfat sirup dengan mempergunakan cotton bath.

Sebelum dimasukkan dalam penelitian, subjek yang bersedia dimintakan izin kepada orang tua/wali, setelah diberitahukan maksud, tujuan dan cara-cara penelitian dengan jelas. Orang tua atau wali diminta menandatangani formulir izin.

3.5. Batasan Operasional

Bahan :

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukralfat sirup. Defenisi operasional :

Yang dimaksud dengan iritasi peristoma adalah komplikasi pada temuan pasca pembuatan stoma, dimana dinyatakan dengan adanya simptom dan temuan sebagai berikut :

- Adanya hiperemis (warna kemerahan) dikulit disekitar stoma ( dalam mm ) - Adanya rasa nyeri dikulit sekitar stoma ( VAS )


(16)

Stoma yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua periostoma baik dari usus halus (ileostomy dan jejenostomy) dan colostomy

3.6. Alur Penelitian

Alur penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pasien yang telah menjalani

operasi pembuatan stoma

usus

Dilakukan pemeriksaan

iritasi kulit diperistoma

Dioleskan sukralfat bentuk

sirup sebanyak 4 kali sehari

diatas daerah peristoma yang

mengalami komplikasi


(17)

(18)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian

Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari awal April 2008 sampai akhir Juni 2008 , dan terkumpul 13 sampel ,dimana diberikan sukralfat syrup pada daerah yang mengalami iritasi. Dari sampel yang ada, dilakukan pengamatan dan pencatatan terhadap perubahan rasa nyeri dan luas hiperemis yang terjadi dari hari ke hari.

4.1.1.Demografi dan Diagnosa Klinis objek Penelitian

Data demografi dan diagnosa klinis dari objek penelitian terlihat pada tabel di bawah ini .( Tabel 4.1 )

Tabel 4.1. Demografi dan Diagnosa Klinis objek Penelitian

Laki-laki Perempuan Total

Jumlah 10 3 13

Rata-rata Usia 29,9 ± 18,08 29 ± 13,75 29,7 ± 16,64 Diagnose Klinis

- Colitis 1 - 1

- Perforasi caecum 1 1 2

- Adeno Ca. Colon 2 1 3

- Protective

Ileostomy 1 - 1

- Hernia Inguinalis Lateralis

Starngulata

2 - 2

- Typhoid Perforasi 1 - 1

- Ileum Tumor 1 - 1

- Enterocutaneus

Fistel 1 - 1


(19)

Pada tabel 4.1 rentang umur pasien antara 10 tahun sampai 73 tahun dengan usia rata-rata 29,7 dengan Standard Deviasi 16,64. Pada Laki laki di dapati rata-rata usia 29,9 dengan standart deviasi 18,08 dan perempuan didapati usia rata-rata 29,7 dengan standart deviasi 13,75.

Pasien dengan Adeno Ca Colon sebanyak 3 orang ( 2 laki-laki,1 perempuan ), perforasi caecum 2 orang ( 1 laki-laki,1 perempuan ), Hernia Inguinalis Lateralis Strangulata 2 orang ( laki-laki ), Colitis 1 orang laki-laki, Protective Ileostomy 1 orang, Thypoid Perforasi 1 orang laki-laki, ileum Tumor 1 orang laki-laki, Enterocutaneus fistel 1orang laki-laki, ileus Obstruksi 1 orang perempuan.

4.1.2.Perbedaan rata-rata skor nyeri dan diameter Hiperemis

Variabel yang dinilai dan dicatat pada penelitian ini adalah efek iritasi yang terjadi pada peristoma yaitu rasa nyeri dan hiperemis. Dimana rasa nyeri dinilai dengan mempergunakan Visual Analog Score ( VAS ) dan pengukuran hiperemis yang terdapat pada peristoma dengan satuan milimeter ( mm ). Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. 2. Perbedaan rata-rata skor nyeri dan diameter Hiperemis berdasarkan pasien pertama datang dan pemberian sukralfat topikal dari hari ke-1 sampai

dengan hari ke-7.

Variabel Nyeri (a) Hiperemis (b) Hari 0 6,15± 0,55 43,38 ± 7,47

Hari 1 6,15± 0,55 43,38 ± 7,47

Hari 2 6,15± 0,55 41,15± 7,45

Hari 3 5,84 ± 0,55 39,31 ± 7,86

Hari 4 4,3± 0,75 36,85 ± 8,75

Hari 5 4±0 34,08± 8,82

Hari 6 4±0 30,92± 7,92

Hari 7 4±0 26,64 ± 6,74

P 0,0001* 0,0001*

(a) Uji Kruskal Wallis

(b) Uji ANOVA * Signifikans


(20)

Pada tabel 4.1.2 diperoleh hasil Uji Kruskal Wallis dan ANOVA adalah Signifikan. ( P < 0,05 ). Yang artinya ada perubahan rata-rata score nyeri dan diameter hiperemis yang bermakna sebelum dan sesudah pemberian topikal sukralfat pada periostoma yang mengalami iritasi.

4.1.3 Korelasi antara hari ke-0 sampai hari ke-7 setelah pemberian Topikal Sukralfat terhadap rasa nyeri dan diameter Hiperemis.

Untuk melihat perbedaan rata-rata yang manasajakah yang mengalami perbedaan yang bermakna dari hari ke hari baik nyeri maupun ukuran diameter hiperemis kulit di sekitar periostoma ,dilakukan dengan Uji Komperasi Berganda,LSD seperti yang terlihat dari tabel di bawah ini. ( Tabel 4.1.3 )

Tabel 4.1.3 Korelasi antara hari ke-0 sampai hari ke-7 setelah pemberian Topikal Sukralfat setelah pemberian Topikal Sukralfat.

Kelompok Pengamatan Signifikansi skor nyeri Signifikansi Skor Hiperemis

H0 - H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 NS NS NS S S S S NS NS NS S S S S

H1 - H2 H3 H4 H5 H6 H7 NS NS S S S S NS NS S S S S

H2 – H3 H4 H5 H6 H7 NS S S S S NS NS S S S

H3 – H4 H5 H6 S S S NS NS S


(21)

H7 S S

H4 – H5 H6 H7 NS NS NS NS NS S

H5 – H6 H7

NS NS

NS S

H6 - H7 NS NS

NS : Non Signficans S : Significans

Dari tabel 4.1.3 dengan Uji Komperasi Ganda (LSD ) terlihat korelasi antara hari ke-0 sampai hari ke-7 setelah pemberian sukralfat topikal.

Dari hari ke-0 sampai hari ke-7 terlihat signifikansi terhadap rasa nyeri telah terlihat pada Hari ke-4. Pada hari ke-1 sampai hari ke-7 terlihat signifikansi telah terihat pada Hari ke-3. Pada hari ke-2 sampai hari ke-7 terlihat signifikansi telah terlihat pada hari ke-4. Pada hari ke-3 sampai hari ke-7 terlihat signifikansi telah terlihat pada hari ke-3. Pada hari ke-4 sampai hari ke-7 tidak terlihat perubahan yang signifikans dari rasa nyeri. Pada hari ke-5 sampai hari ke-7 tidak terlihat perubahan yang signifikan. Pada hari ke-6 sampai hari ke-7 tidak terlihat perubahan yang signifikansi .

Dari hari ke-0 sampai hari ke-7 terlihat signifikansi terhadap diameter Hiperemis telah terlihat pada Hari ke-4. Pada hari ke-1 sampai hari ke-7 terlihat signifikansi telah terihat pada Hari ke-4. Pada hari ke-2 sampai hari ke-7 terlihat signifikansi telah terlihat pada hari ke-5. Pada hari ke-3 sampai hari ke-7 terlihat signifikansi telah terlihat pada hari ke-6. Pada hari ke-4 sampai hari ke-7 terlihat perubahan yang signifikans dari diameter hiperemis pada hari 7. Pada hari ke-5 sampai hari ke-7 terlihat perubahan yang signifikan pada hari ke-7. Pada hari ke-6 sampai hari ke-7 tidak terlihat perubahan yang signifikansi .


(22)

0

1

2

3

4

5

6

7

hr 0 hr 1 hr 2 hr 3 hr 4 hr 5 hr 6 hr 7

VAS

Gambar 1, Perubahan intensitas nyeri (VAS) menurut waktu sebelum dan sesudah pemberian

topikal Sukralfat pada peristoma,

Pada gambar 1 perubahan intensitas rasa nyeri yang bermakna,berukuran ( P< 0,05 ) pada tiap pasien yang telah dimulai pada hari ke -3 , dan di hari selanjutnya mengalami penurunan rasa nyeri samai hari ke-5. Pemberian Sukralfat secara Topikal memberikan perbaikkan rasa nyeri yang bermagna pada ke-13 kasus yang ada.


(23)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

hari 0 hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7

mm

Gambar 2., Perubahan ukuran hiperemis menurut waktu sebelum dan sesudah pemberian

topikal Sukralfat pada peristoma,

Pada gambar 2. Penurunan ukuran hiperemis yang bermakna berukuran ( P < 0,05 ) pada setiap pasien dimulai pada hari ke -4 sampai hari ke-6 pasca pemberian pengobatan. Pemberian Sukralfat secara Topikal memberikan penurunan diameter hiperemis yang bermagna pada ke-13 kasus yang ada.

4,2 Pembahasan

Dari data yang diperoleh didapatkan 9 macam penyakit penyebab dilakukannya tindakan stoma pada usus halus seperti dibawah ini :

1. Colitis : 1

2. Perforasi caecum : 2

3. Adeno Ca colon : 3


(24)

5. Hernia Inguinalis Lateralis strangulata : 2

6. Typhoid perforasi : 1

7. Ileum Tumor : 1

8. Enterocutaneus Fistel Post Appendectomy : 1 9. Ileus Obstructive d/t adhesion : 1

Dari data diatas, tindakan ileostomy yang paling banyak dilakukan adalah yang disebabkan oleh Adeno karsinoma kolon dan Hernia inguinalis Lateralis strangulata dan perforasi caecum .

Keadaan yang menyebabkan dilakukannya pembuatan stoma usus halus oleh karena Hernia Strangulata dijumpai kondisi usus yang oedem, tidak viable, dan kontaminasi abdomen yang hebat ( peritonitis ). Diharapkan dengan melakukan ileostomy akan memberi kesempatan intestine dan cavum abdomen menjadi lebih baik. Dan akan akan dilakukan anastomose kemudian setelah kondisi pasien lebih baik.

Perforasi caecum didasarkan pada keadaan umum penderita seperti adanya kondisi shock, dan keadaan lokal seperti kontaminasi abdomen yang sangat hebat, trauma usus yang berat, Pada caecum yang disertai kondisi umum penderita yang kurang baik serta kontaminasi usus yang hebat sangat berbahaya untuk melakukan anastomose.

Pada adenokarsinoma kolon umumnya disebabkan oleh karena sudah terjadinya perforasi pada kolon dan adanya kontaminasi cavum abdomen oleh isi intestine.

Demam Typoid adalah demam yang disebabkan oleh salmonella thypii, yang

disebabkan penyebaran organisme dari jaringan limfe ke saluran darah dan di tandai dengan demam yang terus menerus,rush, splenomegali, limfadenopati, leukopeni dan komplikasi yang lainnya. Demam thypoid masih merupakan masalah kesehatan yang berat yang berkembang di seluruh bagian bumi, dengan perkiraan insidens 540/100.000. salah satu penyebab kematian yang paling banyak dari thypoid fever adalah perforasi intestinal. Ada beberapa macam penanganan pada perforasi typoid :

1. Penutupan primer dari perforasi, apakah satu lapisan atau beberapa lapis. 2. Reseksi anastomosis


(25)

3. End Ileostomy dan mukosa fistula ( dengan atau tanpa reseksi ) 4. Tube Ileostomy.

Hasil observasi menunjukkan bahwa ileostomy adalah pilihan yang lebih baik dari pada penutupan primer. Keadaan umum penderita seperti adanya kondisi shock, dan kontaminasi abdomen yang hebat, trauma usus yang berat, Pada perforasi thypoid yang disertai kondisi umum penderita yang kurang baik serta kontaminasi usus yang hebat sangat berbahaya untuk melakukan anastomose dan juga ditambah keadaan perforasi yang sudah berlangsung beberapa hari.

Enterokutaneus fistel adalah adanya hubungan antara saluran cerna dengan

kulit, Baik antara small intestine dengan kulit maupun large intestine dengan kulit. Etiology kebanyakkan oleh karena post operative dengan infeksi rongga perut, cancer ataupun lisis dari anastomose intestine dan radiasi, Pada kasus di atas terjadi spontan enterokutaneus fistel pada kasus post appendectomi patofisiologi dapat terjadi oleh karena adanya microperforasi yang menyebabkan adanya koleksi abses yang selanjutnya menjadi fistula.

Penutupan spontan dari fistula dapat terjadi pada low out put selama ± 8 minggu, Dimana asupan makanan dan elektrolit seimbang. Pada pasien dengan high out put akan sulit diharapkan untuk menutup spontan, Pada kasus pasien yang diteliti ini di dapati kondisi usus yang tidak ideal untuk dilakukan anastomose dimana terdapat usus yang oedem dan cavum abdomem yang terkontaminasi dari cairan fistula,

Colitis adalah suatu keadaan medis yang penanganannya ditangani dengan

pembuangan usus besar. Colitis Ulceratif muncul ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel disepanjang usus besar, yang menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan. Pasien dengan colitis ulcerative sering dengan keluhan sakit, gerakkan usus yang cepat, kotoran berdarah dan hilang selera makan. Penanganannya adalah ileostomy terhadap pasien yang tidak respon terhadap terapi medis ataupun diet. Dimana terjadi peradangan pada usus besar, Pada kasus yang didapati telah terdapat perforasi dari colon sehingga membuat kondisi intestine mengalami oedem. Dalam kondisi seperti ini tidak ideal untuk dilakukan anastomose, Maka dilakukan tindakan ileostomy sementara menunggu perbaikkan kondisi umum pasien,


(26)

Sedang pada Ileus Obstructive dan hernia Strangulata dilakukan pembuatan stoma karena bagian usus yang terjepit tidak viabel lagi dan kondisi umum penderita yag tidak cukup stabil sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan anastomose.


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sukralfat mempunyai manfaat klinis dalam mengatasi rasa nyeri peristoma usus halus,

2. Pengurangan rasa nyeri (VAS ) mulai bermakna ( P < 0,05 ) setelah hari ke-3 pengobatan sampai hari ke-5 pengobatan.

3. Sukralfat mempunyai manfaat klinis dalam mengatasi hiperemis peristoma usus halus.

4. Pengurangan hiperemis ( mm) mulai bermakna ( P < 0,05 ) setelah hari ke -4 pengobatan samapai hari ke-6 pengobatan.

5.2 Saran

1. Diharapkan kedepan dilakukan penelitian dengan kasus yang lebih banyak dan follow up yang lebih komplit,

2. Diharapkan penelitian ini dilanjutkan dengan membandingkan manfaat klinis sukralfat dengan kontrol dalam perawatan iritasi peristoma,


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Black P K, The management fistulas and large wounds, Dalam : HOLISTIC Stoma Care: Bailliere Tindall, 2000 p 91 – 98

Hu YL, Guo SZ, Yan PS, Effect of local application of basic fibriblast growth factor and sucralfate on skin tissue structure after expansion, Yal an Hu @ 163, com,

Ostrzenski A, Laparoskopic intestinal injury : A review and case presentation; Journal of the National Medical Association 2001;93,11:440-3

Lieneman A, Sprerenger D, Steiz HO, Korell M, Reiser M, Detection and mapping of intraabdominal adhesions by using funcional cine MR iamaging : preliminary results; Radiology 2000;217(2):421-5

Tan HL, Reduction in visceral slide is agood sign of underlying postoperative visceroparietal adhesions in chlidren; J Peddiatric Surgery 2003;38(5):714-6 Lorenz EPM, Zuhlke HV, Lange R, Savvas V, Pathophysiology and classification of adhesions, Dalam : Treutner KH, Schumpelick V, penyunting, Peritoneal adhesions, Berlin; Springer 1997 h 29-34

Thompson JN, Whawell SA, Scott-Coombs, Peritoneal fibrinolysis and its role in adhesion formation Dalam : Treutner KH, Schumpelick V, penyunting, Peritoneal adhesions, Berlin; Springer 1997 h138 – 45

Conze J, Truong S, Schumpelick V, Value of ultrasonography in diagnosis of peritoneal adhesions, Dalam : Treutner KH, Schumpelick V, penyunting, Peritoneal

adhesions, Berlin; Springer 1997 h163-71

Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pujiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ, Uji diagnostik, Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting, Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, edisi ke-2, Jakarta: Sagung seto; 2002, h 166-85

Adenocarsinoma and high grade dysplasia of a Brooke Ileostomy decades after total proctocolectomy The American Journal of Management care.

Khalid Shazad,Irfan Akhtar Outcame of Ileostomy in Cases of Thypoid Perforation Presenting After 48 Hours, Deparemen of Surgery Unit, Holy Family Hospital, Rawalpindi. December 2004 : 17-9

Giovana Bosio,RN,ET; Francesco Pisani,MD et all, Ostomy Wound Management, Vol 53,9 September 2007, page 38-43.


(29)

(1)

5. Hernia Inguinalis Lateralis strangulata : 2 6. Typhoid perforasi : 1

7. Ileum Tumor : 1

8. Enterocutaneus Fistel Post Appendectomy : 1 9. Ileus Obstructive d/t adhesion : 1

Dari data diatas, tindakan ileostomy yang paling banyak dilakukan adalah yang disebabkan oleh Adeno karsinoma kolon dan Hernia inguinalis Lateralis strangulata dan perforasi caecum .

Keadaan yang menyebabkan dilakukannya pembuatan stoma usus halus oleh karena Hernia Strangulata dijumpai kondisi usus yang oedem, tidak viable, dan kontaminasi abdomen yang hebat ( peritonitis ). Diharapkan dengan melakukan ileostomy akan memberi kesempatan intestine dan cavum abdomen menjadi lebih baik. Dan akan akan dilakukan anastomose kemudian setelah kondisi pasien lebih baik.

Perforasi caecum didasarkan pada keadaan umum penderita seperti adanya kondisi shock, dan keadaan lokal seperti kontaminasi abdomen yang sangat hebat, trauma usus yang berat, Pada caecum yang disertai kondisi umum penderita yang kurang baik serta kontaminasi usus yang hebat sangat berbahaya untuk melakukan anastomose.

Pada adenokarsinoma kolon umumnya disebabkan oleh karena sudah terjadinya perforasi pada kolon dan adanya kontaminasi cavum abdomen oleh isi intestine.

Demam Typoid adalah demam yang disebabkan oleh salmonella thypii, yang disebabkan penyebaran organisme dari jaringan limfe ke saluran darah dan di tandai dengan demam yang terus menerus,rush, splenomegali, limfadenopati, leukopeni dan komplikasi yang lainnya. Demam thypoid masih merupakan masalah kesehatan yang berat yang berkembang di seluruh bagian bumi, dengan perkiraan insidens 540/100.000. salah satu penyebab kematian yang paling banyak dari thypoid fever adalah perforasi intestinal. Ada beberapa macam penanganan pada perforasi typoid :

1. Penutupan primer dari perforasi, apakah satu lapisan atau beberapa lapis. 2. Reseksi anastomosis


(2)

3. End Ileostomy dan mukosa fistula ( dengan atau tanpa reseksi ) 4. Tube Ileostomy.

Hasil observasi menunjukkan bahwa ileostomy adalah pilihan yang lebih baik dari pada penutupan primer. Keadaan umum penderita seperti adanya kondisi shock, dan kontaminasi abdomen yang hebat, trauma usus yang berat, Pada perforasi thypoid yang disertai kondisi umum penderita yang kurang baik serta kontaminasi usus yang hebat sangat berbahaya untuk melakukan anastomose dan juga ditambah keadaan perforasi yang sudah berlangsung beberapa hari.

Enterokutaneus fistel adalah adanya hubungan antara saluran cerna dengan kulit, Baik antara small intestine dengan kulit maupun large intestine dengan kulit. Etiology kebanyakkan oleh karena post operative dengan infeksi rongga perut, cancer ataupun lisis dari anastomose intestine dan radiasi, Pada kasus di atas terjadi spontan enterokutaneus fistel pada kasus post appendectomi patofisiologi dapat terjadi oleh karena adanya microperforasi yang menyebabkan adanya koleksi abses yang selanjutnya menjadi fistula.

Penutupan spontan dari fistula dapat terjadi pada low out put selama ± 8 minggu, Dimana asupan makanan dan elektrolit seimbang. Pada pasien dengan high out put akan sulit diharapkan untuk menutup spontan, Pada kasus pasien yang diteliti ini di dapati kondisi usus yang tidak ideal untuk dilakukan anastomose dimana terdapat usus yang oedem dan cavum abdomem yang terkontaminasi dari cairan fistula,

Colitis adalah suatu keadaan medis yang penanganannya ditangani dengan pembuangan usus besar. Colitis Ulceratif muncul ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel disepanjang usus besar, yang menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan. Pasien dengan colitis ulcerative sering dengan keluhan sakit, gerakkan usus yang cepat, kotoran berdarah dan hilang selera makan. Penanganannya adalah ileostomy terhadap pasien yang tidak respon terhadap terapi medis ataupun diet. Dimana terjadi peradangan pada usus besar, Pada kasus yang didapati telah terdapat perforasi dari colon sehingga membuat kondisi intestine mengalami oedem. Dalam kondisi seperti ini tidak ideal untuk dilakukan anastomose, Maka dilakukan tindakan ileostomy sementara menunggu perbaikkan kondisi umum pasien,


(3)

Sedang pada Ileus Obstructive dan hernia Strangulata dilakukan pembuatan stoma karena bagian usus yang terjepit tidak viabel lagi dan kondisi umum penderita yag tidak cukup stabil sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan anastomose.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sukralfat mempunyai manfaat klinis dalam mengatasi rasa nyeri peristoma usus halus,

2. Pengurangan rasa nyeri (VAS ) mulai bermakna ( P < 0,05 ) setelah hari ke-3 pengobatan sampai hari ke-5 pengobatan.

3. Sukralfat mempunyai manfaat klinis dalam mengatasi hiperemis peristoma usus halus.

4. Pengurangan hiperemis ( mm) mulai bermakna ( P < 0,05 ) setelah hari ke -4 pengobatan samapai hari ke-6 pengobatan.

5.2 Saran

1. Diharapkan kedepan dilakukan penelitian dengan kasus yang lebih banyak dan follow up yang lebih komplit,

2. Diharapkan penelitian ini dilanjutkan dengan membandingkan manfaat klinis sukralfat dengan kontrol dalam perawatan iritasi peristoma,


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Black P K, The management fistulas and large wounds, Dalam : HOLISTIC Stoma Care: Bailliere Tindall, 2000 p 91 – 98

Hu YL, Guo SZ, Yan PS, Effect of local application of basic fibriblast growth factor and sucralfate on skin tissue structure after expansion, Yal an Hu @ 163, com,

Ostrzenski A, Laparoskopic intestinal injury : A review and case presentation; Journal of the National Medical Association 2001;93,11:440-3

Lieneman A, Sprerenger D, Steiz HO, Korell M, Reiser M, Detection and mapping of intraabdominal adhesions by using funcional cine MR iamaging : preliminary results; Radiology 2000;217(2):421-5

Tan HL, Reduction in visceral slide is agood sign of underlying postoperative visceroparietal adhesions in chlidren; J Peddiatric Surgery 2003;38(5):714-6 Lorenz EPM, Zuhlke HV, Lange R, Savvas V, Pathophysiology and classification of adhesions, Dalam : Treutner KH, Schumpelick V, penyunting, Peritoneal adhesions, Berlin; Springer 1997 h 29-34

Thompson JN, Whawell SA, Scott-Coombs, Peritoneal fibrinolysis and its role in adhesion formation Dalam : Treutner KH, Schumpelick V, penyunting, Peritoneal adhesions, Berlin; Springer 1997 h138 – 45

Conze J, Truong S, Schumpelick V, Value of ultrasonography in diagnosis of peritoneal adhesions, Dalam : Treutner KH, Schumpelick V, penyunting, Peritoneal

adhesions, Berlin; Springer 1997 h163-71

Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pujiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ, Uji diagnostik, Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting, Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, edisi ke-2, Jakarta: Sagung seto; 2002, h 166-85

Adenocarsinoma and high grade dysplasia of a Brooke Ileostomy decades after total proctocolectomy The American Journal of Management care.

Khalid Shazad,Irfan Akhtar Outcame of Ileostomy in Cases of Thypoid Perforation Presenting After 48 Hours, Deparemen of Surgery Unit, Holy Family Hospital, Rawalpindi. December 2004 : 17-9

Giovana Bosio,RN,ET; Francesco Pisani,MD et all, Ostomy Wound Management, Vol 53,9 September 2007, page 38-43.


(6)