Model Pekarangan Ekologis di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor.

MODEL PEKARANGAN EKOLOGIS
DI HULU DAS KALIBEKASI, KABUPATEN BOGOR

FINNURIL ILMY

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Pekarangan
Ekologis di HULU DAS Kalibekasi Kabupaten Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Finnuril Ilmy
NIM A44070070

ABSTRAK
FINNURIL ILMY. Model Pekarangan Ekologis di Hulu DAS Kalibekasi,
Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan HADI SUSILO ARIFIN.
Pengelolaan terpadu lanskap daerah aliran sungai (DAS) dibutuhkan dari
hulu sampai hilir suatu daerah aliran sungai untuk menjaga ekosistem yang
berkelanjutan di DAS Kalibekasi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi
karakteristik pekarangan di hulu DAS Kalibekasi dan membuat rekomendasi
model pekarangan ekologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan indikator
pekarangan ekologis.
Pada pekarangan kecil dan sedang, tanaman hias sering ditemukan.
Sementara itu pada pekarangan besar dan sangat besar, tanaman non-hias sering
ditemukan. Hal ini disebabkan oleh area yang cukup besar jika ingin menanam
tanaman non-hias. Semakin besar pekarangan, maka semakin banyak fungsi dari
pekarangan tersebut karena banyaknya keragaman fungsi tanaman pada
pekarangan. Fungsi estetika di pekarangan sering ditemukan pada pekarangan

kecil dan sedang karena banyaknya tanaman hias di pekarangan tersebut.
Sementara itu, fungsi ekonomi lebih banyak ditemukan di pekarangan besar dan
sangat besar karena tanaman produksi yang banyak berada pada pekarangan akan
memberikan pendapatan tambahan. Halaman depan pekarangan digunakan untuk
bersosialisasi. Halaman samping digunakan untuk area pelayanan. Kemudian
halaman belakang digunakan untuk area privat. Model pekarangan dibuat
berdasarkan indikator pekarangan ekologis.
Kata kunci: critical minimum size, keragaman fungsi tanaman, keragaman strata
tanaman, perubahan tataguna lahan, ukuran pekarangan, zonasi pekarangan.
ABSTRACT
FINNURIL ILMY. Ecological ‘Pekarangan’ Model in the Upperstream of
Kalibekasi Watershed, Bogor District. Under supervised by HADI SUSILO
ARIFIN.
Integrated watershed landscape management is needed from the
upperstream to the downstream watershed to keep the sustainable watershed
ecosystem in Kalibekasi watershed area. Research objectives are to identify the
characteristics of pekarangan in Kalibekasi upperstream watershed area and to
create some recommendation of ecologic pekarangan models. This research use
ecological pekarangan indicator approach.
In the small and the medium pekarangan, ornamental plants are often

founded. Whereas in the large and the extra large pekarangan, non-ornamental
plants area often founded. This can be caused by if we want to plant nonornamental plant, larger area is needed. The larger pekarangan size has more
function than smaller one, due to it has more diversity of plant function in those
pekarangan. Aesthetics function of pekarangan is often founded in the small and
the medium pekarangan. This caused by many ornamental plants founded in those

pekarangan. On the other hand, economics function is often founded in the large
and the extra large pekarangan. Productive plant species will give more additional
income. Front yard of pekarangan is usually used for socializing. Side yard
usually is used for service area. The backyard is usually used for private area.
Pekarangan model made based on ecological pekarangan indicators.
Keyword: critical minimum size, land use change, pekarangan size, plant function
diversity, plant stratum diversity, zoning of pekarangan.

MODEL PEKARANGAN EKOLOGIS
DI HULU DAS KALIBEKASI, KABUPATEN BOGOR

FINNURIL ILMY

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul
Nama
NRP

: MODEL PEKARANGAN EKOLOGIS DI HULU DAS
KALIBEKASI, KABUPATEN BOGOR
: Finnuril Ilmy
: A44070070

Disetujui oleh


Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkah
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Model
Pekarangan Ekologis Di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor” ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana
pada Program Studi Arsitektur Lanskap Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini memaparkan tentang pengelolaan hulu Daerah Aliran Sungai
Kalibekasi dengan pemanfaatan lahan melalui praktek agroforestri pekarangan
ekologis.

Terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S.
sebagai dosen pembimbing skripsi yang memberikan dorongan, arahan dan
masukan serta nasehat sejak persiapan penelitian di lapang dan penyusunan
skripsi ini. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir Tati Budiarti, selaku pembimbing akademik.
2. Asiska, teman-teman satu dosen bimbingan, dan semua sahabat di
Departemen Arsitektur Lanskap angkatan 43, 44, dan 45 yang telah memberi
saran dan motivasi.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu
dalam penulisan skripsi ini.
4. Kepada keluarga tercinta: Bapak Nurwiyoto, Ibu Mulyaningrum, dan adik
Syafiq yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan, dan nasehat selama
ini. Skripsi ini untuk kalian.
Pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat
bagi pembaca dan menjadi referensi bagi penelitian di masa yang akan datang,
khususnya tentang pekarangan. Terima kasih.

Bogor, Juli 2013

Finnuril Ilmy


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pekarangan Ekologis
METODE
Lokasi dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode
HASIL
Analisis Situasional
Sampel Pekarangan Kecil

Sampel Pekarangan Sedang
Sampel Pekarangan Besar
Sampel Pekarangan Sangat Besar
Analisis Pekarangan Ekologis
PEMBAHASAN
Sampel Pekarangan Kecil
Sampel Pekarangan Sedang
Sampel Pekarangan Besar
Sampel Pekarangan Sangat Besar
Analisis Pekarangan Ekologis
Rekomendasi Model Pekarangan Ekologis
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

ii
ii
1

1
1
2
3
3
3
3
5
5
6
6
7
7
15
18
23
28
34
39
39

41
42
44
45
50
63
63
64
64
67

2

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Pendekatan indikator pekarangan ekologis
Lokasi sampel penelitian
Metode survai lapang
Data curah hujan Kecamatan Babakan Madang tahun 2010
Data suhu dan kelembaban lokasi penelitian tahun 2011
Data tanah dan kemiringan lahan
Jumlah ternak di Kecamatan Babakan Madang
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama
Tabel hasil klasifikasi pekarangan pada hulu DAS Kalibekasi
Data pengelompokan ukuran sampel pekarangan
Tabel keragaman vegetasi
Data keragaman fungsi vegetasi
Data keragaman strata vegetasi
Tabel zonasi sampel pekarangan
Standar model pekarangan ekologis
Daftar rekomendasi tanaman pekarangan ekologis kecil
Daftar rekomendasi tanaman pekarangan ekologis sedang
Daftar rekomendasi tanaman pekarangan ekologis besar
Daftar rekomendasi tanaman pekarangan ekologis sangat besar

6
6
7
10
10
11
12
14
14
35
36
37
38
38
39
51
54
56
59
62

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

DAFTAR GAMBAR
Kerangka pikir penelitian
Pembagian secara umum tata ruang terbuka pekarangan
Peta lokasi penelitian
Peta lokasi sampel penelitian
Beberapa kandang kambing yang berada di rumah penduduk
Beberapa kolam ikan yang berada di lokasi penelitian
Denah pekarangan K1
Kondisi eksisting pekarangan K1
Denah pekarangan K2
Kondisi eksisting pekarangan K2
Denah pekarangan K3
Kondisi eksisting pekarangan K3
Denah pekarangan S1
Kondisi eksisting pekarangan S1
Denah pekarangan S2
Kondisi eksisting pekarangan S2
Denah pekarangan S3
Kondisi eksisting pekarangan S3
Denah pekarangan B1
Kondisi eksisting pekarangan B1
Denah pekarangan B2
Kondisi eksisting pekarangan B2
Denah pekarangan B3
Kondisi eksisting pekarangan B3

2
4
5
9
12
13
15
15
16
17
17
18
19
19
21
21
22
23
24
24
25
26
27
27

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Denah pekarangan E1
Kondisi eksisting pekarangan E1
Denah pekarangan E2
Kondisi eksisting pekarangan E2
Denah pekarangan E3
Kondisi eksisting pekarangan E3
Rasio jumlah tanaman hias dan tanaman non-hias
Penggolongan zonasi pekarangan pada lokasi penelitian
Model pekarangan ekologis kecil
Site plan model pekarangan ekologis kecil
Model pekarangan ekologis sedang
Site plan model pekarangan ekologis sedang
Model pekarangan ekologis besar
Site plan pekarangan ekologis besar
Model pekarangan ekologis sangat besar
Site plan pekarangan ekologis sangat besar

28
29
31
31
33
34
38
50
52
52
55
55
57
58
60
61

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) Kalibekasi merupakan salah satu DAS yang
berada dalam kawasan DAS Citarum-Ciliwung. DAS Kalibekasi memiliki hulu di
kawasan Kabupaten Bogor Kecamatan Babakan Madang dan hilir berada di
Cakung Kabupaten Bekasi. Penduduk Kecamatan Babakan Madang bertambah
dari 86 257 jiwa dengan kepadatan penduduk 874 jiwa/km2 pada tahun 2008
menjadi 98 467 jiwa dengan kepadatan penduduk 998 jiwa/km2 pada tahun 2010
(BPS 2009, BPS 2011). Pertambahan penduduk mengakibatkan kebutuhan akan
pemukiman semakin meningkat. Dalam kurun waktu 10 tahun (1996-2006) terjadi
peningkatan luas pemikiman dari semula 4.4% menjadi 23.6% dari luas DAS
Kalibekasi. Perubahan penggunaan lahan memberikan kontribusi terhadap
kenaikan aliran limpasan Kalibekasi (BPDAS 2007). Pertambahan penduduk di
kawasan hulu menyebabkan perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan atau
pertanian menjadi perumahan. Dapat mengakibatkan banjir di kawasan hilir.
Banjir tersebut disebabkan oleh berkurangnya daerah resapan air di kawasan hulu
sehingga mengakibatkan banjir di kawasan hilir (Dephut 2007).
Pemanfaatan lanskap oleh manusia menghasilkan karakter yang bervariasi
pada kawasan daerah aliran sungai (DAS). Pada kawasan hulu DAS, karakter
lanskap didominasi oleh perdesaan yang memiliki kondisi sosial yang homogen
dan jauh dari pengaruh urbanisasi. Semakin ke hilir pada umumnya pengaruh
urbanisasi semakin kuat. Kondisi lanskap dan aktivitas masyarakat di kawasan
hulu akan mempengaruhi kondisi ekologis kawasan hilir. Sebaliknya
perkembangan perkotaan di kawasan hilir akan mempengaruhi kawasan hulu.
Oleh karena itu diperlukan pengelolaan kawasan DAS secara terintegrasi dari
kawasan hulu sampai hilir untuk menjaga keberlanjutan ekosistem DAS tersebut
(Arifin 2009).
Keterkaitan antara kawasan hulu dan hilir DAS Kalibekasi mengakibatkan
perubahan penggunaan lahan pada kawasan hulu akan mempengaruhi kondisi
kawasan hilir. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan sebuah
usaha mengelola lanskap secara berkelanjutan di kawasan hulu DAS Kalibekasi.
Salah satu cara untuk mengelola lanskap yang berkelanjutan adalah dengan
konsep agroforestri pekarangan. Agroforestri pekarangan mampu mengkonservasi
ekologi kawasan hulu sekaligus dapat memberikan fungsi sosial dan ekonomi
untuk mendukung keamanan, kenyamanan, dan jasa lingkungan bagi penduduk.
Oleh karena itu, model agroforestri pekarangan dalam berbagai ukuran luas perlu
dibuat untuk menjadi rekomendasi bagi penduduk hulu DAS Kalibekasi dalam
penerapan pekarangan ekologis.

Perumusan Masalah
Lanskap perdesaan pada hulu DAS Kalibekasi adalah suatu bagian penting
dari sistem keterkaitan antara kawasan hulu dan hilir. Hulu DAS Kalibekasi mulai
mendapatkan perubahan fungsi lahan dari lahan pertanian dan kehutanan menjadi

2
lahan pemukiman. Perubahan fungsi lahan ini tentunya akan mengakibatkan
penurunan kualitas lingkungan, mengancam keanekaragaman hayati di hulu DAS
Kalibekasi, dan menimbulkan dampak negatif di kawasan hilir. Oleh karena itu,
hulu DAS Kalibekasi memerlukan suatu sistem pemanfaatan lahan yang maksimal
dengan mempertimbangkan fungsi ekologis, sosial, dan ekonomi. Agroforestri
pekarangan adalah salah satu bentuk pemanfaatan lahan yang mampu
mengakomodasi fungsi tersebut. Pekarangan dapat diimplementasikan pada area
pemukiman yang ada di hulu DAS Kalibekasi. Agroforestri pekarangan dalam
bentuk tersebut mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati, mendatangkan
fungsi sosial, dan fungsi ekonomi. Penduduk hulu DAS Kalibekasi perlu
rekomendasi model pekarangan ekologis sehingga mereka dapat menerapkannya
pada pekarangan mereka. Bentuk model pekarangan ini akan dibuat dalam model
dengan empat ukuran yang berbeda yaitu, pekarangan kecil, sedang, besar, dan
sangat besar (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. menginventarisasi potensi lahan pekarangan penduduk kawasan hulu
DAS Kalibekasi.
2. menganalisis pola dan struktur pekarangan di rumah penduduk hulu
DAS Kalibekasi.
3. menyusun rekomendasi model pekarangan ekologis di hulu DAS
Kalibekasi.

3
Manfaat Penelitian
Rekomendasi pekarangan ekologis ini dapat dijadikan model alternatif
bagi penduduk di hulu DAS Kalibekasi dalam menerapkan sistem agroforestri
pekarangan secara berkelanjutan pada halaman rumah mereka.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan sampai pada tahapan menyusun rekomendasi
model pekarangan ekologis. Model pekarangan ekologis dibuat berdasarkan
indikator pekarangan ekologis yaitu: ukuran, zonasi, keragaman strata tanaman,
keragaman fungsi tanaman, dan critical minimum size. Perancangan model
pekarangan ekologis berupa denah pekarangan dengan empat ukuran yaitu
pekarangan kecil, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat
besar. Kemudian model tersebut disertai dengan gambar-gambar pendukung untuk
detail desain seperti site plan dan desain penanaman.

TINJAUAN PUSTAKA

Pekarangan Ekologis
Pekarangan adalah sebidang tanah sekitar rumah yang ditanami dengan
berbagai jenis tumbuhan kecuali tumbuhan liar yang sebagian dari tumbuhan
tersebut dimanfaatkan oleh penduduk untuk sayur, obat, atau keperluan lain. Pada
pekarangan dipelihara pula berbagai macam hewan ternak. Pekarangan
merupakan suatu sistem dimana manusia dan hewan merupakan bagian integral
sistem tersebut (Soemarwoto 1975 disitasi oleh Winanti 1987).
Pekarangan adalah lahan yang berada di sekitar rumah yang di dalamnya
ditanami perpaduan tegakan pohon dan tanaman semusim. Pemeliharaan ternak
dan kolam ikan kadang-kadang juga terdapat di dalam pekarangan. Pengelolaan
pekarangan dilakukan secara intensif oleh pemilik lahan (Arifin 2009).
Istilah ekologi berasal dari bahasa yunani, yaiti Oikos yang berarti rumah
dan Logos yang berarti ilmu. Ekologi secara harfiah diartikan sebagai ilmu
tentang makhluk hidup dan rumahnya atau dapat diartikan sebagai ilmu tentang
rumah tangga makhluk hidup. Definisi tersebut telah disempurnakan sehingga
definisi ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya (Soemarwoto 2004).
Pekarangan memiliki fungsi ekologis yang sangat penting. Pekarangan
dengan keanekaragaman strata (keragaman tinggi) dan keanekaragaman
horizontal (keragaman fungsi) dapat melindungi tanah dari erosi dan evaporasi
yang berlebihan dari permukaan tanah. Selain itu pekarangan juga dapat
berfungsi sebagai habitat satwa, penyerap kebisingan, debu, dan gas beracun
lainnya, juga sebagai daerah resapan air (Arifin 1998).

4
Pekarangan ekologis mempunyai indikator yaitu:
1. Critical minimum size. Ukuran luas minimal dari sebuah pekarangan
agar dapat mengakomodasi semua keragaman strata yang terdiri dari
lima strata ketinggian tanaman dan keragaman horizontal yang terdiri
dari delapan fungsi tanaman. Ukuran luas minimal ini adalah 100 m2
(Arifin 1997).
2. Ukuran pekarangan. Ukuran luas lahan pekarangan dapat
dikategorikan menjadi empat kategori yaitu pekarangan kecil dengan
luas lahan 120m2, pekarangan sedang dengan luas lahan 120-400m2,
pekarangan besar dengan luas lahan 400-1000m2, dan pekarangan
sangat besar dengan luas lahan > 1000m2 (Arifin 1998).
3. Zonasi. Zonasi dalam pekarangan terbagi atas tiga ruang yaitu halaman
depan, halaman samping, dan halaman belakang (Arifin 1998)
(Gambar 2).

Gambar 2. Pembagian secara umum tata ruang terbuka pekarangan.
(Sumber: Arifin 1998)
4. Keragaman strata. Keragaman strata tanaman menunjukan keragaman
jenis tanaman secara vertikal dengan mengukur tinggi tanaman.
Keragaman strata dibagi kedalam lima strata ketinggian. Strata I
merupakan tanaman dengan ketinggian yang kurang dari 1 m seperti
rumput dan herba, strata II merupakan tanaman dengan ketinggian
antara 1-2 m seperti semak, strata III adalah tanaman yang memiliki
ketinggian antara 2-5 m seperti perdu dan pohon kecil, tanaman
dengan strata IV memiliki ketinggian 5-10 m seperti pohon sedang,
dan pohon tinggi dengan ketinggian di atas 10 m dikelompokan dalam
strata V (Arifin 1998).
5. Keragaman fungsi. Keragaman fungsi merupakan keragaman tanaman
dengan mengelompokan fungsi tanaman kedalam delapan fungsi
tanaman yaitu: (1)tanaman hias, (2)buah, (3)sayuran, (4)bumbu,
(5)obat, (6)penghasil pati, (7)industri, dan (8)tanaman lain seperti
tanaman penghasil kayu bakar, tanaman peneduh, tanaman untuk
kerajinan tangan, tanaman untuk konstruksi bangunan, tanaman
makanan ternak, dan tanaman untuk konservasi air dan tanah (Arifin
1998).

5
Kelima indikator pekarangan ekologis tersebut harus terpenuhi semuanya
agar fungsi ekologis dari pekarangan dapat dioptimalkan dan memberikan
manfaat bagi keberlanjutan pekarangan.
Pekarangan ekologis memiliki fungsi sebagai berikut:
1. sumber pangan, sandang, dan papan
2. sumber plasma nutfah dan keragaman hayati
3. habitat berbagai jenis satwa
4. pengendali iklim mikro yang dapat memberikan kenyamanan
5. penyerap karbon
6. daerah resapan air untuk pengelolaan air
7. konservasi tanah
8. sumber pendapatan keluarga
9. estetika (Arifin 2009).

METODE
Lokasi dan waktu
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor
Jawa Barat sebagai lokasi hulu DAS Kalibekasi (Gambar 3). Sampel diambil di
tiga lokasi yaitu Kampung Cimandala, Landeuh, dan Leuwijambe untuk mewakili
hulu atas, tengah, dan bawah DAS Kalibekasi. Pada tiap lokasi ditentukan sampel
pekarangan ukuran kecil, sedang, besar, dan sangat besar sehingga terdapat 12
sampel pekarangan. Semua lokasi tersebut terdapat pada Kecamatan Babakan
Madang Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut dipilih karena dilintasi oleh aliran
sungai yang sama sehingga data yang didapatkan diharapkan dapat
menggambarkan kondisi hulu DAS dan lokasi yang mudah di akses. Penelitian ini
dilakukan selama lima bulan dari bulan Maret hingga bulan Juli 2012.

Tanpa Skala

Tanpa Skala

Gambar 3 . Peta Lokasi Penelitian (Sumber: PKSPL IPB 2009, Pemkab Bogor
2008, Bakosurtanal 2010)

6
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey sheet, peta, data
fisik, data biofisik, data sosial, dan data dari hasil laporan terdahulu yang terkait
dengan penelitian ini. Alat yang diperlukan dalam penelitian ini kamera digital,
meteran, abney level, kompas, GPS, alat tulis, alat gambar, dan komputer.
Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah data atau gambar adalah Auto
CAD, Adobe Photoshop, Adobe Illustrator, Microsoft Office.
Metode
Pendekatan Pekarangan Ekologis
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
pekarangan ekologis untuk menganalisis karakteristik pekarangan dan
menentukan model pekarangan ekologis di hulu DAS Kalibekasi (Tabel 1).
Tabel 1. Pendekatan indikator pekarangan ekologis
No
1

Variabel
Ukuran

2

Zonasi

3

Keragaman Strata

4

Keragaman Fungsi

5

Critical Minimum Size

Indikator
Kecil:10002 (Arifin 1998)
Halaman Depan, Belakang, Samping kiri, dan Samping kanan
(Arifin 1998)
Strata I:10m (Arifin 1998)
Tanaman Hias, buah, sayur, bumbu, obat, penghasil pati,
industri, lain-lain (kayu bakar, peneduh, kerajinan tangan,
konstruksi bangunan, makanan ternak, konservasi air dan tanah
(Arifin 1998))
Ukuran luas minimal pekarangan untuk mengakomodasi semua
keragaman strata dan keragaman fungsi adalah 100m2 (Arifin
1997)

Pengambilan Sampel
Sampel penelitian dipilih berdasarkan pemilihan purposif. Lokasi
kampung dipilih berdasarkan pembagian hulu yaitu hulu atas, tengah, dan bawah.
Setiap lokasi diambil empat sampel sesuai dengan ukuran pekarangan ekologis.
Sehingga terdapat 12 sampel pada penelitian kali ini (Tabel 2).
Tabel 2. Lokasi sampel penelitian
N
o

Lokasi

I

Hulu
Atas
Hulu
Tengah
Hulu
Bawah

II
III

Kampung

Cimandala
Landeuh
Leuwijam
be

Ukuran Kecil

Sampel Pekarangan
Ukuran Sedang Ukuran Besar

6o35’35.67”S
106o55’0.12”E
6o34’20.73”S
106o53’50.97”E
6o32’33.60”S
106o51’28.57”E

6o35’30.24”S
106o55’24.11”E
6o34’31.81”S
106o53’28.83”E
6o32’48.46”S
106o51’29.51”E

6o35’37.92”S
106o55’0.5”E
6o34’20.95”S
106o53’47.67”E
6o32’38.10”S
106o51’26.55”E

Ukuran Sangat
Besar
6o35’24.40”S
106o55’12.96”S
6o34’18.32”S
106o53’53.32”E
6o32’48.09”S
106o51’26.86”E

7
Survai Lapang
Survai lapang diperlukan untuk mengetahui indikator dari variabel
pekarangan ekologis. Untuk mengetahui indikator dari setiap variabel pada
sampel pekarangan digunakan metode yang berbeda (Tabel 3).
Tabel 3. Metode survai lapang
No
1

Variabel
Ukuran

2

Zonasi

3

Keragaman
Strata

4

Keragaman
Fungsi

5

Critical
Minimum
Size

Metode
Ukuran luas pekarangan diperoleh dari nilai selisih antara luas total lahan
dikurangi dengan luas area terbangun. Pada penelitian sampel pekarangan
dikelompokan berdasarkan ukuran pekarangan ekologis. Ukuran luas
pekarangan pada model didapat dari rataan ukuran pekarangan sampel
tersebut. Model akan dibuat empat model sesuai dengan klasifikasi ukuran
pekarangan.
Zonasi pekarangan dilihat dari ketersediaan halaman pekarangan pada sampel,
yaitu halaman depan, halaman belakang, dan halaman samping kiri dan kanan.
Keragaman vertikal dilihat melalui strata tinggi tanaman. Strata tanaman dilihat
dengan mengukur ketinggian tanaman pada sampel pekarangan dengan
menggunakan abney level. Kemudian disesuaikan dengan literatur yang ada
mengenai ketinggian tanaman.
Keragaman horizontal dapat dilihat melalui keanekaragaman fungsi tanaman.
Keragaman horizontal ini didapat dari hasil survai sampel pekarangan.
Keragaman horizontal juga didapat dari wawancara pemilik sampel
pekarangan dan studi literatur mengenai fungsi tanaman yang ada pada sampel
pekarangan.
Untuk mengakomodasi semua struktur dan fungsi vegetasi, luas minimum
sebuah pekarangan adalah 100m2. Critical minimum size diukur berdasarkan
hasil analisis ukuran luas pekarangan pada tiap sampel pekarangan.

Analisis Data
Semua data variabel tiap sampel yang telah dikumpulkan akan dibuat ratarata untuk setiap ukuran luas pekarangan. Rataan tiap variabel tersebut akan
dijadikan bahan analisis karakteristik pekarangan. Ukuran model pekarangan
ekologis dibuat berdasarkan rataan dari sampel tiap ukuran. Model pekarangan
ekologis dibuat berupa denah pekarangan, desain penanaman, dan site plan.

HASIL
Analisis Situasional
Letak Geografis dan Administratif
Hulu DAS Kalibekasi berada di koordinat 106049’00’’ sampai 107007’00’’
Bujur Timur dan 06026’00’’ sampai 06041’00’’ Lintang Selatan. Luas Hulu DAS
Kalibekasi ± 47 054.50 hektar. Hulu DAS Kalibekasi berbatasan dengan DAS
Citarum di sebelah utara dan timur serta DAS Ciliwung di sebelah barat dan
selatan. DAS Kalibekasi bermuara di Laut Jawa. Hulu DAS Kalibekasi meliputi
12 kecamatan yaitu Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang,
Sukamakmur, Jonggol, Cileungsi, Kalapa Nunggal, Gunung Putri, Citeureup, dan
Cibinong yang berada di Kabupaten Bogor. Kemudian Kecamatan Cimanggis di
Kota Depok, dan Kecamatan Cibarusah di Kabupaten Bekasi.

8
Penelitian ini dilakukan di salah satu kecamatan yang terdapat di hulu
DAS Kalibekasi yaitu Kecamatan Babakan Madang. Kecamatan Babakan Madang
mempunyai luas sebesar 98.71 km2. Kecamatan Babakan Madang memiliki
Sembilan desa, yaitu Desa Cijayanti, Bojong Koneng, Karang Tengah, Sumur
Batu, Babakan Madang, Citaringgul, Cipamban, Kadungmangu, dan Sentul.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Babakan Madang karena kecamatan ini
memiliki area konservasi yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan
lanskap DAS Kalibekasi yaitu konservasi hutan pinus Gunung Pancar. Konservasi
hutan pinus Gunung Pancar mempunyai luas 1.994 hektar dan terletak di
ketinggian 808 mdpl. Pada lokasi tersebut terdapat beberapa mata air yang dapat
menjadi sumber air bagi DAS Kalibekasi (BPDAS 2007).
Fokus penelitian ini adalah pada hulu DAS Kalibekasi dengan ketinggian
antara 175 mdpl sampai 600 mdpl. Penelitian ini diadakan di Kampung
Cimandala yang berada pada ketinggian 520-600 mdpl sebagai sampel hulu atas,
Kampung Landeuh yang berada pada ketinggian 260-280 mdpl sebagai sampel
hulu tengah, dan Kampung Leuwijambe yang berada pada ketinggian 220-265
mdpl sebagai sampel hulu bawah. Kampung Cimandala dan Kampung Landeuh
berada di Desa Karang Tengah sedangkan Kampung Leuwijambe berada di Desa
Kadungmangu. Lokasi tersebut dipilih karena dilintasi oleh aliran sungai yang
sama sehingga data yang didapatkan dapat menggambarkan kondisi hulu DAS
dan lokasi ini merupakan lokasi yang mudah di akses (Gambar 4).
Desa Karang Tengah berada di 060 33’ 30’’ sampai 060 38’30’’ Lintang
Selatan dan 1060 53’05’’ sampai 1060 58’35’’. Desa yang mempunyai luas daerah
2 859 hektar ini berbatasan dengan Desa Hambalang Kecamatan Citeureup di
sebelah utara, Desa Cibadak Kecamatan Sukamakmur di sebelah timur, Desa
Bojong Koneng Kecamatan Babakan Madang di sebelah selatan, dan Desa Sumur
Batu Kecamatan Babakan Madang di sebelah barat. Desa Karang Tengah
mempunyai 18 kampung yaitu Kampung Karang Tengah, Landeuh, Ciburial,
Balong Dukuh, Gelewer, Babakan, Sukamantri, Sinapel, Leuwi Goong,
Cimandala, Cilaya, Pasir Gobang, Babakan Ngantai, Wangun Landeuh, Wangun
1, Wangun 2, Wangun Depang, dan Wangun Cileungsi (BPS 2011). Kampung
Cimandala yang menjadi sampel hulu atas pada penelitian ini terletak di bagian
barat desa berdekatan dengan Taman Wisata Alam Gunung Pancar sehingga
menjadi bagian penting dalam pelestarian keberlanjutan hulu DAS Kalibekasi.
Pada Kampung Cimandala terdapat lokasi sampel K1, S1, B1, dan E1. Kampung
Landeuh yang menjadi sampel hulu tengah penelitian ini sudah terjadi laju
pembangunan perumahan yang tinggi sehingga menjadi berpengaruh pada
pelestarian keberlanjutan DAS Kalibekasi. Sampel K2, S2, B2, dan E2 terdapat di
Kampung Landeuh (Gambar 4).
Desa Kadungmangu berada di 060 31’50’’ sampai 060 33’20’’ Lintang
Selatan dan 1060 50’20’’ sampai 1060 51’55’’ Bujur Timur. Desa yang memiliki
luas 410 hektar ini mempunyai enam kampung yaitu Kampung Kadungmangu,
Legok Gaok, Legok Nyenang, Cipambuan, Lebak Nangka, dan Leuwijambe. Desa
Kadungmangu berbatasan dengan Desa Sentul di bagian utara, Desa Tangkil
Kecamatan Citeurep di bagian timur, Desa Citaringgul dan Desa Babakan Madang
di sebelah selatan, dan Desa Cijunjung Kecamatan Sukaraja di bagian barat (BPS
2011). Kampung Leuwijambe menjadi lokasi sampel hulu bawah. Pada kampung
ini terdapat sampel K3, S3, B3, dan E3 (Gambar 4).

9

Gambar 4. Peta lokasi sampel penelitian (Sumber: Bakosurtanal 2010)

Iklim
Hulu DAS Kalibekasi berada pada iklim tropis. Iklim tropis memiliki
temperatur tinggi dan relatif konstan, kelembaban tinggi, curah hujan lebat, angin
bertiup sepoi-sepoi namun ada resiko mengalami angin topan dan badai,
penutupan vegetasi mulai dari jarang sampai hutan belantara, intensitas
penyinaran matahari yang tinggi, banyak spesies serangga serta rawan
permasalahan jamur (Simond 2006). Ciri tersebut akan berpengaruh terhadap
karakter lanskap seperti penutupan lahan, iklim mikro, dan keberadaan sumber air
pada tiap lokasi penelitian (Tabel 4).
Klasifikasi iklim dihitung dengan nisbah antara jumlah bulan kering
dengan jumlah bulan basah dalam setahun (Tabel 4). Nisbah Q pada data curah
hujan di Kecamatan Babakan Madang adalah 0.33. Hal ini berarti kondisi iklim
Kecamatan Babakan Madang sebagai lokasi penelitian berada pada zona iklim B
dengan kondisi iklim basah. Oleh karena itu, pada lokasi penelitian dapat
dilakukan kegiatan pertanian sepanjang tahun, namun perlu beberapa perencanaan
yang matang seperti persiapan cadangan air ketika bulan kering sehingga kegiatan
pertanian dapat tetap berlangsung (Schmidt Fergusson 1951 dalam Lakitan 1994).

10
Tabel 4. Data curah hujan Kecamatan Babakan Madang Tahun 2006
Bulan

Hari Hujan

Curah Hujan (Mm)

Januari

27

487

Ket

Februari

23

521

Bulan Basah

Maret

11

100

Bulan Basah

April

8

163

Bulan Basah

Mei

11

234

Bulan Basah

Juni

5

139

Bulan Basah

Juli

6

89

Bulan Kering

Agustus

1

5

Bulan Kering

September

4

29

Bulan Kering

Bulan Basah

Oktober

10

157

Bulan Basah

November

19

297

Bulan Basah
Bulan Basah

Desember
Total
Rata-Rata

27

871

152

3092

21.47

257.70

Jumlah Bulan Basah

9

Jumlah Bulan Kering
Sumber: BPDAS 2007

3

Iklim juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Rataan suhu bulanan di
lokasi penelitian menunjukan suhu yang relatif tidak jauh berbeda. Rataan
kelembaban tahunan pada lokasi penelitian menunjukan angka yang berbeda
antara tiap desa. Dengan rataan suhu bulanan dan rataan kelembaban tahunan
tersebut maka lokasi penelitian cocok untuk penanaman vegetasi (Tabel 5).
Tabel 5. Data suhu dan kelembaban lokasi penelitian tahun 2011
Lokasi

Rataan suhu bulanan(Oc)
Malam
Siang
24.00
30.00

Rataan kelembaban
tahunan (%)
58.00-82.00

Desa Karang Tengah
Kampung Cimandala
Desa Karang Tengah
24.00
30.00
Kampung Landeuh
Desa
Kadumangu
24.90
26.10
Kampung
Leuwijambe
Sumber Data: TWA Gunung Pancar dan BMG Stasiun Klimatologi Dramaga 2011

58.00-82.00
76.00-89.10

Pada lokasi penelitian dapat dilakukan kegiatan pertanian sepanjang tahun
dan juga membutuhkan modifikasi iklim mikro. Pekarangan tentunya dapat
mengakomodasi semua kebutuhan ini dengan keragaman strata vegetasinya
sebagai vegetasi peneduh dan keragaman fungsi tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pertanian di lokasi penelitian.
Tanah dan Topografi
Jenis tanah pada lokasi penelitian merupakan kompleks latosol merah
kekuningan, latosol cokelat podsolik (BPDAS 2007). Tanah latosol mempunyai
ciri-ciri yaitu berwarna merah hingga kuning, kandungan bahan organik sedang,

11
dan bersifat asam dengan pH antara 6 dan 7. Karena bentuknya yang granular
halus, maka tanah ini cukup baik dalam merangsang drainase. Tanah ini banyak
mengandung zat besi dan alumunium. Tanah ini cocok untuk tanaman palawija,
padi, kelapa, karet, kopi, cokelat, sayur-sayuran, buah-buahan, cengkeh, dan
kelapa sawit. Jenis tanah ini banyak terdapat di Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan
Papua (Supardi 1983).
Tanah latosol yang ada di hulu DAS Kalibekasi umumnya latosol merah
cokelat yang merupakan tanah paling tua dan memiliki sifat fisika paling baik.
Pada Desa Karang Tengah lahan banyak digunakan untuk ladang dan hutan.
Sementara pada Desa Kadungmangu lahan banyak digunakan untuk pemukiman
dan ladang (Tabel 6).
Tabel 6. Data tanah dan kemiringan lahan
Lokasi

Jenis Tanah

Kemiringan
Lahan
15-25 % dan >
40%

Desa
Karang
Tengah Kampung
Cimandala

Kompleks latosol
merah kekuningan
latosol
cokelat
podsolik

Desa
Karang
Tengah Kampung
Landeuh

Kompleks latosol
merah kekuningan
latosol
cokelat
podsolik

15-25 % dan >
40%

Desa
Kadungmangu
Kampung
Leuwijambe

Kompleks latosol
merah kekuningan
latosol
cokelat
podsolik

8-15% dan 1525%

KKL (Kelas Kemampuan Lahan)
KKL kelas VI. Tanah tidak sesuai
untuk tanaman semusim dan
sensitif terhadap erosi. Sebaiknya
untuk
daerah
konservasi
keanekaragaman tanaman dan
tanaman penutup tanah untuk
mengurangi erosi.
KKL kelas III. Lapisan tanah
tipis, berdrainase buruk, dan
permeabilitas agak cepat. Usaha
pertanian dapat dilakukan namun
perlu perlakuan khusus seperti
penanaman teras dan usaha
konservasi air.
KKL kelas II. Lahan agak landai,
agak peka erosi, dan lapisan
solum dangkal. Cocok untuk
pertanian namun perlu perlakuan
ringan seperti pergiliran tanaman
dan penanaman tanaman penutup
tanah.

Sumber: (Suripin 2002; BPDAS 2007)

Untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan berdasarkan sifat dan faktor lain
yang berpengaruh pada penggunaan suatu lahan diperlukan klasifikasi
kemampuan lahan yang dijelaskan dalam Kelas Kemampuan Lahan (KKL). KKL
dikelompokan menjadi delapan kelas intensitas faktor pembatas; keterbatasan
yang berkaitan dengan erosi, kebasahan, zona perakaran, dan iklim. Ancaman
kerusakan atau keterbatasan penggunaan lahan meningkat berturut-turut dari kelas
I sampai kelas VIII (Suripin 2002).
Ternak dan Sumber Air Pekarangan
Salah satu unsur dalam pekarangan adalah hewan ternak. Agrosilvopastura
menjadi salah satu jenis agroforestri yang dapat dikembangkan di lokasi
penelitian. Peternakan menjadi pekerjaan sampingan masyarakat di lokasi
penelitian. Kepemilikan hewan ternak tersebut bermacam-macam ada yang milik
sendiri dan ada yang milik orang lain. Tingkat kesejahteraan juga mempengaruhi

12
kepemilikan hewan ternak. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat,
maka semakin tinggi kemampuan mereka untuk memelihara hewan ternak.
Penduduk Hulu DAS Kalibekasi banyak yang memelihara ayam, kambing, dan
domba. Hewan lain seperti kelinci, anjing, sapi kerbau, dan itik tidak terlalu
banyak dipelihara oleh penduduk (Tabel 7).
Tabel 7. Jumlah ternak di Kecamatan Babakan Madang
Kambing

Domba

8686
4015
Sumber: BPDAS 2007

Anjing
76

Kelinci
18

Sapi
1570

Kerbau
60

Ayam
108 033

Itik

Jumlah
148

122 606

Hewan ternak ayam, kambing, dan domba menjadi ternak yang terbanyak
dipelihara masyarakat di Kecamatan Babakan Madang. Penduduk memelihara
hewan ternak dengan membangun kandang hewan ternak tersebut pada
pekarangan mereka sehingga mudah dipantau perkembangannya (Gambar 5).

Gambar 5. Beberapa kandang ternak yang berada di rumah penduduk: kandang
kambing (kiri atas), kandang kelinci (kanan atas), kandang ayam (kiri
bawah), kandang bebek (kanan bawah)
Tidak terdapat data resmi mengenai hewan ikan karena tidak banyak
masyarakat yang memelihara ikan untuk produksi di pekarangan. Luas lahan
pekarangan juga mempengaruhi pengambilan keputusan untuk hewan peliharaan
yang akan dipelihara di pekarangan. Untuk memelihara ikan dibutuhkan lahan
yang lebih luas untuk membangun kolam baik kolam terpal atau permanen
(Gambar 6).
Pada hulu atas DAS Kalibekasi sumber air berasal dari mata air yang ada
di Gunung Pancar, Gunung Astana, dan Gunung Paniisan. Banyak rumah tangga
yang mengalirkan air dari mata air tersebut ke rumahnya melalui pipa atau selang.
Pada kawasan hulu tengah dan bawah DAS Kalibekasi sebagian besar sumber air
berasal dari sumur gali yang dibuat di pekarangan atau di dekat rumah. Sumur gali
ini dioperasikan dengan pompa listrik atau pompa manual. Sumber air berupa

13
mata air tidak ditemukan di kawasan hulu tengah dan bawah DAS Kalibekasi.
Permasalahan sumber air di kawasan ini adalah pasokan sumber air dari sumur
yang fluktuatif sehingga menyulitkan warga jika memerlukan air. Kejadian ini
semakin parah ketika musim kemarau. Pada musim kemarau ketinggian air pada
sumur akan menurun sehingga warga harus menggali sumur lebih dalam lagi
untuk mendapatkan air bersih. Perlu sebuah sistem penyerapan air pada musim
hujan agar tidak terjadi banjir dan penyimpanan air pada musim kemarau agar
tetap ada cadangan air. Pekarangan dapat mengkonservasi air sehingga dapat
mencegah banjir dan menyimpan cadangan air.

Gambar 6. Beberapa kolam ikan yang berada di Hulu DAS Kalibekasi: kolam
ikan permanen dengan perkerasan (kiri atas), kolam ikan dari terpal
(kanan atas), kolam ikan permanen tanpa perkerasan (bawah)
Sosial dan Kependudukan
Desa Karang Tengah dan Desa Kadungmangu memiliki jumlah populasi
penduduk sebanyak 29 731 jiwa (Tabel 8). Jenis pekerjaan yang menjadi andalan
mata pencaharian bagi penduduk adalah pertanian dan konstruksi (Tabel 9).
Penduduk Desa Karang Tengah mayoritas rumah tangga mengandalkan
bidang pertanian sebagai jenis pekerjaan utama mereka. Namun biasanya mereka
tidak melakukan kegiatan produksi pertanian di pekarangan mereka. Mereka
melakukan kegiatan produksi di tempat lain. Kegiatan produksi tersebut berupa
pertanian pada sawah atau lahan kering. Status kepemilikan sawah atau lahan
kering yang mereka garap juga bervariasi, ada yang merupakan milik mereka
sendiri, ada juga yang milik orang lain. Pembukaan lahan hutan menjadi lahan
pertanian ini tentunya akan semakin memicu perubahan tataguna lahan di Desa
Karang Tengah. Terlebih penduduk belum paham bagaimana mengelola lahan
pertanian secara berkelanjutan agar dapat memberikan manfaat ekologis pada
lingkungan. Untuk mengoptimalkan potensi lahan yang ada sekaligus
memberikan manfaat ekologis, maka pekarangan menjadi salah satu cara untuk

14
mengatasi permasalahan tersebut. Selain manfaat ekologis, pekarangan dapat
menjadi sumber pendapatan ekonomi, dan tempat beraktivitas masyarakat seperti
berkumpul dan tempat bermain anak-anak bagi masyarakat di Desa Karang
Tengah.
Tabel 8. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
No

Desa

Kepadatan jiwa/km2

Jumlah Penduduk
Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

1

Karang Tengah

8046

7444

15 490

542

2

Kadungmangu

7283

6958

14 241

3473

Sumber: BPS 2011

Tabel 9. Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan utama
N
o
1

Desa

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

Jumlah

Karang
1927
297
97
0 299
381 156
0 109 422
3688
Tengah
2 Kadung
345
0
781
18 229
642 225 21 780 441
3482
mangu
Sumber: BPS 2011
Keterangan:A:Pertanian; B:Pertambangan; C:Industri; D:Listrik,Gas,Air; E:Konstruksi;
F:Perdagangan, Hotel, Restauran; G:Angkutan; H:Lembaga Keuangan; I:Jasa; J:Lainnya

Sedangkan pada Desa Kadungmangu terdapat variasi pekerjaan utama
rumah tangga masyarakatnya seperti industri, perdagangan, dan jasa. Mata
pencaharian pertanian tidak menjadi mayoritas sumber pekerjaan utama dapat
disebabkan oleh berkurangnya lahan pertanian. Jika tidak ada lahan pertanian,
maka kegiatan pertanian tidak dapat dilangsungkan. Masyarakat Desa
Kadungmangu mengandalkan jasa, industri, dan perdagangan seiring dengan
urbanisasi yang terjadi di daerah tersebut. Desa Kadungmangu merupakan salah
satu desa yang berada dekat pada kawasan pemukiman Sentul City. Masyarakat
Desa Kadungmangu memilih untuk menyediakan jasa dan perdagangan bagi
masyarakat desa lain pada umumnya dan masyarakat Sentul City pada khususnya.
Pada pekarangan mereka jarang ditemukan tanaman produksi, namun lebih
banyak tanaman hias. Biasanya pekarangan mereka hanya digunakan untuk
berkumpul warga atau dekorasi untuk rumah mereka. Urbanisasi ini tentunya akan
membawa perubahan tataguna lahan di Desa Kadungmangu. Perubahan tataguna
lahan ini dapat menyebabkan dampak lingkungan yang negatif.
Vegetasi
Vegetasi yang ada di lokasi penelitian jenisnya beragam. Desa Karang
Tengah banyak terdapat vegetasi hutan lindung karena terdapat Taman Wisata
Alam (TWA) Gunung Pancar. TWA Gunung Pancar terdapat vegetasi pinus seluas
447.5 hektar (BPDAS 2007). Pada sampel pekarangan terdapat beragam jenis
vegetasi. Semakin luas pekarangan, maka keragaman vegetasi akan semakin
meningkat karena jenis vegetasi semakin seragam. Dari seluruh sampel
pekarangan terdapat 180 spesies dengan total populasi sebanyak 1408.

15
Sampel Pekarangan Kecil
Sampel Pekarangan K1
Pekarangan ini merupakan milik Ibu Oom yang berada di Kampung
Cimandala RT 01. Pekarangan ini memiliki luas 202.40 m2 dengan luas rumah
85.73 m2. Luas pekarangan ini adalah 116.67 m2. Rumah pada sampel ini
berhadapan dengan rumah kerabatnya di sebelah barat dari rumah ini (Gambar 7).
Elemen pekarangan pada pekarangan ini adalah jemuran, WC luar, dan dua buah
kolam ikan yang sudah tidak dimanfaatkan pada halaman samping kanan. Selain
itu juga terdapat tumpukan pasir pada halaman depan yang dapat dimanfaatkan
sewaktu-waktu jika ingin membangun atau memperluas rumah. Pada halaman
samping kanan juga terdapat kandang kelinci. Kelinci diternakan untuk dijual
kembali kepada penadah. Hasil penjualan kelinci dimanfaatkan sebagai tambahan
penghasilan. Pekarangan ini sering dijadikan tempat warga melintas jika ingin
menuju ke tempat lain (Gambar 8).

Gambar 7. Denah pekarangan K1

Gambar 8. Kondisi eksisting pekarangan K1: rumah sampel pekarangan (kiri),
kandang kambing dan kandang kelinci (kanan)
Pekarangan ini memiliki 15 spesies dan 80 individu tanaman. Pekarangan
ini memiliki strata tanaman dari strata I sampai strata V. Tidak terdapat hamparan
penutup tanah berupa rumput pada sampel ini. Keragaman fungsi tanaman di
pekarangan ini tidak memiliki fungsi tanaman sayur dan fungsi tanaman lain-lain.
Pekarangan ini memiliki zonasi halaman depan, samping kanan, dan samping kiri,
tetapi tidak memiliki halaman belakang.

16
Pemilik pekarangan menggunakan pekarangannya sebagai tempat untuk
bersosialisasi dengan kerabat dan tetangga. Selain itu setiap pagi pemilik
pekarangan menjual sayuran di pekarangannya kepada para tetangga untuk
menambah penghasilan. Pemilik juga membuka warung kecil di samping kanan
pekarangan. Pemilik pekarangan berharap pekarangannya dapat lebih indah dan
lebih bermanfaat terutama sebagai tambahan penghasilan.
Sampel Pekarangan K2
Pekarangan ini milik Ibu Lelah di RT 02 Kampung Landeuh. Luas lahan
ini adalah 110.67 m2 dengan luas rumah 60.70 m2. Pekarangan ini memiliki
ukuran 49.97 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap jalan. Pekarangan ini
memiliki elemen berupa composting area di halaman samping kanan (Gambar 9).

Gambar 9. Denah pekarangan K2
Pekarangan ini memiliki zonasi ruang halaman depan, belakang, dan
samping kanan. Pekarangan ini memiliki keragaman strata dari strata I hingga
strata IV tetapi tidak memiliki strata V. Tidak terdapat penutup tanah berupa
hamparan rumput pada pekarangan ini. pekarangan ini mempunyai 15 spesies
tanaman dan 61 individu tanaman. Pekarangan ini memiliki keragaman fungsi
tanaman dengan fungsi tanaman hias, buah, sayur, bumbu, dan obat, tetapi tidak
memiliki fungsi tanaman pati, industri, dan fungsi lain-lain.
Pemilik pekarangan menggunakan pekarangannya untuk composting area
dan estetika. Pemilik pekarangan sering menanam tanaman di luar area
pekarangannya karena pemilik pekarangan mempunyai hobi menanam tanaman.
Pemilik pekarangan berharap pekarangannya dapat menjadi lebih luas dan
bermanfaat karena beliau memiliki hobi bertanam tanaman hias dan sayuran untuk
mengisi waktu (Gambar 10).

17

Gambar 10. Kondisi eksisting pekarangan K2: vegetasi pembatas pekarangan (kiri
atas), halaman samping kanan (kanan atas), rumah sampel
pekarangan (bawah).
Sampel Pekarangan K3
Pekarangan ini adalah milik Ibu Anah di Kampung Leuwijambe RT 02
yang mempunyai luas lahan 176.40 m2 dan luas rumah 57.27 m2. Luas
pekarangan ini adalah 119.13 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap jalan.
Pekarangan ini memiliki elemen berupa kandang ayam, dua buah kolam ikan dari
terpal berukuran 2m x 1m, tempat jemuran, dan composting area. Elemen tersebut
berada di halaman belakang rumah. Kandang ayam dan kolam ikan tersebut
digunakan untuk beternak. Hasil dari ternak itu sebagian besar dijual dan ada yang
dimanfaatkan sendiri oleh pemilik pekarangan. Ketika pengamatan dilakukan,
kolam ikan sedang tidak dioperasikan karena sedang musim kemarau. Pemilik
pekarangan mengaku jika musim kemarau air akan sulit didapat sehingga akan
sulit untuk memelihara ikan. Selain itu juga terdapat warung sembako di bagian
depan rumah. Warung ini merupakan sumber pendapatan tambahan bagi pemilik
pekarangan (Gambar 11).

Gambar 11. Denah pekarangan K3
Pekarangan ini memiliki zonasi halaman depan, belakang, dan samping
kanan. Pekarangan ini memiliki 19 spesies tanaman dan 133 individu tanaman.
Pekarangan ini memiliki keragaman strata dari strata I sampai strata V.

18
Keragaman fungsi tanaman yang dimiliki oleh pekarangan ini adalah fungsi
tanaman hias, buah, bumbu, pati, dan industri. Pekarangan ini tidak memiliki
keragaman fungsi tanaman sayur, obat, dan fungsi tanaman lain-lain.
Dengan adanya warung sembako di halaman depan rumah, maka banyak
orang yang datang tidak hanya untuk membeli barang tetapi juga bercengkrama.
Oleh karena itu, fungsi sosial pada pekarangan dapat berfungsi. Pemilik
pekarangan ini adalah seorang buruh bangunan. Beliau bersama istrinya senang
sekali untuk menghias pekarangan. Hal ini terlihat dari adanya jalan setapak di
halaman belakang rumah dan bentuk penanaman yang menarik di halaman
samping kanan. Hal tersebut dapat meningkatkan nilai estetika yang ada di
pekarangan ini. Harapan dari pemilik sampel pekarangan adalah agar
pekarangannya dapat lebih indah dan bermanfaat (Gambar 12).

Gambar 12. Kondisi eksisting pekarangan K3: warung kecil di halaman depan
pekarangan (kiri), tanaman di halaman samping kanan (tengah),
pavement pada pekarangan sudah tertata baik (kanan).

Sampel Pekarangan Sedang
Sampel Pekarangan S1
Pekarangan ini milik Ibu Masitoh di Kampung Cimandala RT 03. Luas
lahan adalah 272.52 m2 dan luas rumah adalah 132.00 m2. Sehingga luas
pekarangan ini adalah 140.52 m2. Rumah pada pekarangan ini menghadap ke
jalan. Pekarangan ini memiliki elemen berupa jemuran di halaman samping kiri.
Pemilik pekarangan ini memelihara kambing yang kandangnya berada di depan
rumah mereka. Namun kambing beserta kandang kambing dan lahan tempat
kandang kambing tersebut bukanlah milik mereka, jadi mereka hanyalah
pengelola saja (Gambar 13). Kandang kambing tersebut tidak berada pada
pekarangan, namun berada pada lahan milik orang lain. Pada halaman samping
kiri terdapat tebing yang tidak terlalu curam yang membatasi pekarangan mereka
dengan sungai kecil dan jalan kampung. Sungai ini berada lebih rendah daripada
pekarangan S1 akibat adanya perbedaan elevasi.
Pekarangan ini memiliki zonasi halaman depan, belakang, samping kanan
dan samping kiri. Ada 13 spesies tanaman dan 87 individu pada pekarangan ini
dengan keragaman strata dari strata I hingga strata V. Tidak ditemukan penutup
tanah berupa rumput pada pekarangan ini. Keragaman fungsi tanaman pada
pekarangan ini adalah fungsi tanaman hias, buah, bumbu, obat, dan industri.
Pekarangan ini tidak memiliki fungsi tanaman lain-lain, penghasil pati, dan sayur
(Gambar 14).

19

Gambar 13. Denah pekarangan S1

Gambar 14. Kondisi eksisting pekarangan S1: tempat duduk pada pekarangan (kiri
atas), vegetasi (kanan atas), penanaman yang tertata (kiri bawah dan
kanan bawah)
Pemilik pekarangan seringkali berkumpul dengan tetangga di bawah
pohon yang ada di halaman depan pekarangan. Pemilik pekarangan berharap suatu
saat pekarangannya bisa menampung kandang kambing yang selama ini mereka

20
kelola sehingga mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan selain dari
pekerjaan kepala keluarga. Sayang sekali pada pekarangan ini terdapat tumpukan
sampah yang berada pada samping kiri pekarangan. Pemilik pekarangan biasa
membuang sampah ke sungai dengan alasan lebih mudah dan sampah dapat
langsung terbawa aliran sungai. Namun karena telah menumpuk akhirnya aliran
sungai tidak dapat sehingga membawa sampah yang mereka buang dan terjadilah
tumpukan sampah ini.
Sampel Pekarangan S2
Pekarangan milik Pak Ajid berada Kampung Landeuh RT 04. Luas lahan
milik Pak Ajid adalah 281.00 m2 dan luas rumah adalah 36.96 m2. Pekarangan S2
memiliki luas 244.04 m2. Orientasi rumah pada pekarangan S2 menghadap ke
jalan. Pada pekarangan ini juga dijadikan sebagai jalan akses ke tempat lain oleh
penduduk sekitar. Elemen yang ada pada pekarangan ini adalah kandang ayam,
kandang kambing, kolam ikan, tempat jemuran, saung, dan composting area.
Ayam yang dipelihara di pekarangan akan dijual atau dikonsumsi sendiri sesuai
dengan kebutuhan pemilik pekarangan. Kambing yang dipelihara pada
pekarangan ini seluruhnya akan dijual terutama ketika Idul Adha dimana banyak
orang yang memerlukan hewan kurban berupa kambing. Kolam yang berada pada
pekarangan belum dimanfaatkan secara intensif karena pemilik belum memiliki
cukup modal untuk memelihara ikan secara khusus di kolam tersebut. Hal yang
menarik adalah penempatan kandang kambing yang berada di atas kolam ikan.
Pemilik pekarangan sengaja melakukan itu untuk menghemat lahan dan
menggunakan kotoran kambing sebagai pakan ikan. Penghematan lahan
dimaksudkan agar dengan lahan yang ada dapat mengakomodasi lebih banyak
elemen sehingga dapat mendatangkan lebih banyak manfaaat. Hal ini sesuai
dengan prinsip pertanian terpadu karena dari sisa kotoran kambing dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ikan yang ada di kolam sehingga tidak perlu membeli
pakan ikan (Gambar 15). Pada samping kanan pekarangan berbatasan dengan
sungai. Sungai ini sering membawa sampah. Sampah itu membuat keadaan tidak
nyaman.
Pekarangan S2 terdiri dari halaman depan, belakang, samping kanan, dan
samping kiri. Pekarangan S2 memiliki 19 spesies tanaman dengan total 62
individu tanaman. Keragaman fungsi tanaman yang terdapat pada S2 adalah
fungsi tanaman hias, buah, sayur, obat, dan industri. Sedangkan fungsi tanaman
lain-lain, pati, dan bumbu tidak terdapat pada pekarangan ini. Strata tanaman yang
terdapat pada pekarangan ini adalah strata I sampai strata V. Tidak ditemukan
penutup tanah berupa rumput pada pekarangan ini.
Pemilik pekarangan menggunakan pekarangan sebagai tempat
bersosialisasi dengan tetangga atau kerabat, terutama pada saung yang terdapat di
pekarangan. Pemilik pekarangan ingin lebih memanfaatkan pekara