Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan
i
KERAGAAN STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, TINGKAT
KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK DI SEKOLAH
DASAR DENGAN PENYELENGGARAAN MAKANAN
WIRUDY
I14060621
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
ii
ABSTRACT
WIRUDY. Performance of Nutritional Status, Food Consumption, Energy and
Nutrients Sufficiency Level of Children in Elementary School with Food Service.
Under direction of Budi Setiawan and Ikeu Ekayanti
Children were source of potentials and next fighter of nation’s ideal. Thus,
they need to get chance to normally growth and develop as wide as possible
(BPS 2001). This research was aimed to obtain information about performance of
nutritional status, food consumption, contribution of food in school, and also
sufficiency level of energy and nutrients of children of Sekolah Alam Bogor and
SDIT Insantama in 2010. Data for this research was taken from research entitled
“Analysis of Food Management in Elementary School and Menu Quality of
Student in School” (Reisi Nurdiani 2010). Sekolah Alam Bogor has modus of age
distribution at 11 years (43.48%) and SDIT Insantama at 10 years (40.00%). Age
distribution of both schools wasn’t significantly (p>0.05) different. Percentages of
sample in Sekolah Alam Bogor were 69.6% for male and 30.4 for female, while
for SDIT Insantama were 65.7% for male and 34.3% for female. There were no
significant (p>0.05) difference of both schools based on sex. Samples of both
schools have modus of normal nutritional status, were 43.5% at Sekolah Alam
Bogor and 51.7% at SDIT Insantama. Nutritional status of both schools, for male,
students in normal category was 43.8% for Sekolah Alam Bogor and 60.9% for
SDIT Insantama; while for female, students in normal category was 42.9% for
Sekolah Alam Bogor and 47.4% for SDIT Insantama. There were no significant
(p>0.05) different of both schools based on nutritional status. Based on
classification of food type, grains and animal based food were dominated the
diversity and total of consumption, while fruits was the least variety. Average
consumption of energy, proteins, calcium and phosphorous of SDIT Insantama
were higher than Sekolah Alam Bogor; nevertheless Sekolah Alam Bogor has
higher average consumption of vitamin A, vitamin C and iron than SDIT
Insantama. Based on sufficiency level, sufficiency of calcium, vitamin A and
vitamin C of both school was significantly (p0.05)
different. Contribution of energy and protein of food from school food service in
both school were about 30% of average energy and protein requirement of
elementary school children.
Key words: children of elementary school, consumption pattern, nutrient
sufficiency, nutritional status, school food service
iii
RINGKASAN
WIRUDY. Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan
zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan. Dibimbing
oleh BUDI SETIAWAN DAN IKEU EKAYANTI.
Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan
penduduk semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup
panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Anak-anak di negara maju tumbuh
lebih cepat daripada di negara berkembang karena asupan gizi yang lebih baik
dapat menunjang tumbuh kembang anak (Khomsan 2005). Pada saat ini di
sudah muncul beberapa sekolah di Indonesia yang telah menyadari hal tersebut,
sehingga mereka menyediakan program penyelenggaraan makanan di sekolah.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui keragaan status gizi,
konsumsi pangan, kontribusi energi dan zat gizi pada makanan yang dikonsumsi
di sekolah dan di rumah, dan mengetahui tingkat kecukupan energi dan zat gizi
anak yang bersekolah di Sekolah Alam Bogor dan SDIT (Sekolah Dasar Islam
Terpadu) Insantama pada tahun 2010. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini
yaitu: 1) Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia dan jenis kelamin, 2)
Menganalisis status gizi contoh, 3) Menganalisis jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi contoh, 4) Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi
contoh, 5) Menganalisis kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan
makanan.
Desain penelitian ini yaitu cross-sectional. Penelitian ini menggunakan
data sekunder yang berasal dari
penelitian yang berjudul “Analisis
Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di
Sekolah” yang dilakukan oleh Reisi Nurdiani, Sp pada tahun 2010. Penelitian ini
mengkhususkan pada sekolah dengan penyelenggaraan makanan SPM yaitu
Sekolah Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama dengan 58 responden.
Pengolahan dan analisis data sekunder meliputi coding dan cleaning data
kemudian data ditabulasi dan dianalisis secara statistik dengan program
Microsoft Excell 2007 dan SPSS 17.0 for Windows.
Contoh dalam penelitian ini berusia antara 9 sampai 12 tahun. Sekolah
Alam Bogor sebaran usia didominasi oleh usia 11 tahun, yaitu sebesar 43,48%
dan pada SDIT Insantama didominasi oleh usia 10 tahun, yaitu sebesar 40,00%.
Berdasarkan uji beda t sebaran usia berdasarkan kedua sekolah tersebut tidak
berbeda nyata (p>0.05). Baik Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama
didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Persentase contoh pada Sekolah Alam
Bogor untuk laki-laki 69,6% dan perempuan 30,4%, sedangkan pada SDIT
Insantama persentase untuk laki-laki 65,7% dan perempuan 34,3%. Tidak
terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah tersebut berdasarkan jenis
kelamin (p>0.05). Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks massa
tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada referensi Departemen
Kesehatan (2011). Sebagian besar contoh memiliki status gizi yang normal baik
pada Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama. Persentase kategori normal
pada Sekolah Alam Bogor sebesar 43.5% dan pada SDIT Insantama sebesar
51.7%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan
status gizinya (p>0.05).
Pada jenis kelamin laki-laki, kategori normal mendominasi, dimana
persentase 43.8% untuk Sekolah Alam Bogor dan 60.9% untuk SDIT Insantama.
Pada jenis kelamin laki-laki tidak terdapat perbedaan yang nyata di kedua
sekolah (p>0.05). Hal ini berlaku juga untuk jenis kelamin perempuan, kategori
iv
normal kembali mendominasi, dimana Sekolah Alam Bogor memiliki persentase
sebesar 42.9% dan SDIT Insantama memiliki persentase sebesar 47.4%,
sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan
jenis kelamin perempuan (p>0.05).
Pada pengelompokkan jenis pangan berdasarkan pola pangan harapan
(PPH), pangan jenis padi-padian serta pangan hewani mendominasi keragaman
dan jumlah yang dikonsumsi, sedangkan pangan kelompok buah-buahan
menjadi jenis pangan yang paling sedikit keragamannya.
Tingkat kecukupan energi di kedua sekolah didominasi oleh tingkat
kecukupan normal. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 47.8% dan SDIT
Insantama memiliki persentase 48.6% pada klasifikasi normal. Sekolah Alam
Bogor memiliki persentase yang besar pada tingkat kecukupan protein yang
normal, yaitu sebesar 47.8%. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama yang
memiliki persentase terbesar pada tingkat kecukupan protein berlebih, yaitu
sebesar 42.9%. Sekolah Alam Bogor mengalami tingkat kecukupan kalsium
kategori cukup sebesar 69.6% dan kurang sebesar 30.4%, sehingga kategori
cukup mendominasi pada sekolah ini. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama
yang keseluruhan contoh pada sekolah tersebut mengalami tingkat kecukupan
kalsium yang normal.
Pada tingkat kecukupan fosfor, Sekolah Alam Bogor memiliki persentase
terbesar pada kategori kurang, yaitu 56.3%, sedangkan pada SDIT Insantama
memiliki persentase terbesar pada kategori cukup, yaitu sebesar 51.4%. Hasil uji
beda menyatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah
berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor. Kedua sekolah memiliki tingkat
kecukupan zat besi kategori cukup. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase
82.6% dan SDIT Insantama memiliki persentase 77.1%, dan tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat
kecukupan besinya (p>0.05).
Seluruh contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki tingkat kecukupan
vitamin A pada kategori cukup, berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki
persentase 28.6% contoh berada pada kategori kurang. Contoh pada Sekolah
Alam Bogor memiliki persentase 82.6% pada tingkat kecukupan vitamin C
kategori cukup, berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase
65.7% pada tingkat kecukupan vitamin C kategori kurang, sehingga terdapat
perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan tingkat kecukupan
vitamin C-nya. Penyediaan makanan dari penyelenggaraan makanan yang
dilakukan oleh kedua sekolah sudah cukup baik jika dilihat dari kontribusi energi
dan protein yang ada karena telah mendekati porsi 30% untuk makan siang.
v
KERAGAAN STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, TINGKAT
KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK DI SEKOLAH
DASAR DENGAN PENYELENGGARAAN MAKANAN
WIRUDY
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia IPB
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
vi
Judul
:
Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan
energi
dan
zat
gizi
anak
di
sekolah
dasar
dengan
penyelenggaraan makanan
Nama
:
Wirudy
NIM
:
I14060621
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
NIP. 19621218 198703 1 001
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes.
NIP. 19660725 199002 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
Selain itu, shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu
menjadi teladan bagi kita semua. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan jazakumulloh khoiron
katsiro kepada:
1. Mamah dan Bapak yang sabar dan selalu memberikan dukungan, doa dan
dorongan semangat selama kuliah dan pengerjaan tugas akhir.
2. Dr. Ir. Budi Setiawan,MS dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti,M.Kes selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya,
memberikan arahan, kritik dan banyak dorongan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Tiurma Sinaga,BSc MFSA selaku pemandu seminar dan penguji ujian
akhir skripsi atas segala masukan yang telah diberikan.
4. Reisi Nurdiani,SP,MS atas bantuan, saran dan dukungan sehingga data
penelitiannya dapat penulis gunakan.
5. Dr. Ir. Lilik Kustiyah MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.
6. Sarah Sahsroshiam sebagai istri yang telah menemani penulisan skripsi ini
dengan berbagai masukan dan semangat yang diberikan, serta Zaid yang
menjadi pengobat rasa lelah ketika penyusunan skripsi ini.
7. Zulfa Wildan dan Mas Dewo atas dukungan yang tidak ternilai ketika
penyusunan skripsi ini dilakukan.
8. Teman-teman gizi masyarakat angkatan 43 yang telah memberikan
kenangan dan persahabatan yang tidak terlupakan.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan
dan dukungan selama penyusunan berlangsung.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan
dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan
informasi dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2013
Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 September 1988 di Daerah Khusus Ibu
Kota (DKI) Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara
pasangan Bapak Oey Cun Tong dan Ibu Dariyem. Tahun 2000 penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 16 Pagi Jakarta dan melanjutkan ke
jenjang sekolah menengah pertama di SMPN 249 Jakarta hingga tahun 2003.
Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMAN 33 Jakarta dan lulus pada tahun
2006. Pada bulan Juli 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian pada
tahun keduanya di IPB tepatnya pada bulan Agustus 2007, penulis diterima
sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan,
antara lain Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah IPB, Forum
Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus IPB (FSLDKI), Bimbingan Remaja dan
Anak (BIRENA), serta Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (FORSIA).
Penulis juga ikut dalam berbagai kepanitiaan seperti MPF (Masa Perkenalan
Fakultas), MPD (Masa Perkenalan Departemen), serta kegiatan-kegiatan lain
yang diselenggarakan oleh organisasi yang pernah penulis ikuti.
Pada tahun 2009, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa
Sukajadi, Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor. Penulis pernah juga
mengikuti program Internship Dietetik dengan topik “Proses Asuhan Gizi pada
Kasus Penyakit Dalam, Kasus Bedah, dan Penyakit Anak” pada tahun 2010 di
RSIJ Pondok Kopi, Jakarta Timur. Penulis juga pernah menjadi asisten mata
kuliah Pendidikan Agam Islam Tingkat Persiapan Bersama (PAI TPB), dan
asisten mata kuliah Metodologi Penelitian Gizi Departemen Gizi Masyarakat.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan........................................................................................................ 3
Kegunaan .................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
Anak Sekolah Dasar .................................................................................. 4
Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun) ........................................... 5
Pemberian Makanan di Sekolah ................................................................ 5
Kebiasaan Makan ...................................................................................... 6
Penilaian Konsumsi Pangan ...................................................................... 6
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ................................... 7
Status Gizi ................................................................................................. 12
Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar ......................................... 14
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................... 16
METODOLOGI ................................................................................................ 18
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ...................................................... 18
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh...................................................... 18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data............................................................ 19
Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 20
Definisi Operasional ................................................................................... 22
x
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 23
Keadaan Umum Sekolah Dasar ................................................................. 23
Karakteristik Contoh ................................................................................... 26
Status Gizi ................................................................................................. 27
Jumlah dan Jenis Pangan .......................................................................... 29
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ..................................................... 36
Kontribusi Energi dan Protein dari Penyelenggaraan Makanan.................. 44
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 45
Kesimpulan ................................................................................................ 45
Saran ......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47
LAMPIRAN...................................................................................................... 50
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Jenis dan cara pengumpulan data ............................................................ 20
2
Sebaran contoh berdasarkan usia ............................................................ 26
3
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin .............................................. 27
4
Sebaran contoh berdasarkan status gizi ................................................... 28
5
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi....................... 28
6
Jumlah dan nama makanan jenis pangan padi-padian dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 30
7
Jumlah dan nama makanan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 31
8
Jumlah dan nama makanan jenis pangan hewani dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 32
9
Jumlah dan nama makanan jenis kelompok kacang-kacangan dan
olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ........................................... 33
10 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok buah dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 34
11 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok sayur dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 35
12 Jumlah dan nama makanan jenis pangan kelompok lainnya dan olahannya
yang dominan dikonsumsi contoh............................................................. 36
13 Rata-Rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi Contoh ..................................... 37
14 Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh........................ 37
15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi ........... 38
16 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein .......... 39
17 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Kalsium ........ 40
18 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor (P) ..... 41
19 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat Besi (Fe) . 42
20 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A....... 42
21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C ...................... 43
xii
22
Kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan makanan ................ 44
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kerangka pemikiran keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat
kecukupan energi dan zat gizi, serta kontribusi energi dan zat gizi anak
di sekolah dasar dengan penyelengaaran makanan ................................. 17
2
Kerangka pemilihan lokasi penelitian ........................................................ 18
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Usia ................. 51
2
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Jenis Kelamin .. 52
3
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Status Gizi Contoh
................................................................................................................. 53
4
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Tingkat Kecukupan
Energi dan Zat Gizi ................................................................................... 54
5
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Padi-Padian dan
Olahannya ................................................................................................ 56
6
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Umbi-Umbian dan
Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 58
7
Jumlah dan Nama Makananan Jenis Pangan Kelompok Pangan Hewani dan
Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 58
8
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Kacang-Kacangan dan
Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 61
9
Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Buah dan Olahannya yang dikonsumsi
Contoh...................................................................................................... 61
10 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Sayur dan Olahannya
yang dikonsumsi Contoh .......................................................................... 62
11 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Lainnya yang
dikonsumsi Contoh ................................................................................... 63
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan
penduduk semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup
panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Anak-anak di negara maju tumbuh
lebih cepat daripada di negara berkembang karena asupan gizi yang lebih baik
dapat menunjang tumbuh kembang anak (Khomsan 2005).
Bagi Indonesia, kesepakatan untuk memperhatikan anak merupakan
upaya yang secara falsafah terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Kebijaksanaan ini tersurat dan tersirat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
sebagai hakekat pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat
Indonesia
secara
menyeluruh.
Upaya
mewujudkan
manusia
Indonesia
berkualitas harus dilakukan dengan memperhatikan keadaaan manusia sejak
usia dini, yaitu sejak masa kanak-kanak. Anak merupakan sumber potensi dan
penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan kesempatan
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar (BPS 2001).
Masalah gizi dapat berupa gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi
kurang yang ditemukan pada kelompok usia sekolah dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan yaitu bentuk tubuh kurang baik, mudah letih dan
mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi serta anemia (Depkes 1994).
Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan konsumsi energi karena
energi yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan masukan energi. Terjadinya
perubahan pola makan dari pola makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi
serat dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat,
rendah serat dan tinggi lemak juga mendukung terjadinya gizi lebih (Almatsier
2003).
Sementara itu, gizi lebih pada anak umumnya dapat diartikan sebagai
berat badan (BB) yang relatif berlebihan jika dibandingkan dengan usia atau
tinggi anak yang sebaya. Gizi lebih dengan derajat kelebihan yang berat disebut
obesitas (Samsudin 1994). Keadaan ini terjadi sebagai akibat terjadinya
penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Gizi lebih atau
obesitas pada anak dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Menurut
Samsudin (1994), gizi lebih pada umumnya disebabkan oleh suplai energi
melebihi kecukupan energi individu. Gizi lebih berkaitan dengan berbagai macam
faktor antara daya beli yang cukup atau berlebihan, ketersediaan makanan
2
berenergi tinggi dan rendah serat, defisiensi aktivitas fisik, pengetahuan tentang
nilai gizi yang kurang serta faktor genetik.
Berdasarkan laporan nasional Riskesdas tahun 2007, status gizi
penduduk umur 6-14 tahun dapat dilihat berdasarkan IMT yang dibedakan
menurut umur dan jenis kelamin. Menurut standar WHO 2007, secara nasional
prevalensi kurus adalah 13,3% pada laki-laki dan 10,9% pada perempuan.
Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Kurus
mengindikasikan gizi kurang, sedangkan berat badan lebih mengindikasikan gizi
lebih. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 untuk provinsi Jawa Barat prevalensi
kurus pada laki-laki adalah 10,9% dan 8,3% pada perempuan. Selain itu,
prevalensi BB lebih pada anak laki-laki adalah 7,4% dan 4,6% pada perempuan.
Hal ini menunjukkan nilai yang mendekati prevalensi nasional untuk kriteria kurus
dan BB lebih di Indonesia (Depkes 2009).
Penyelenggaraan makan di sekolah bagi semua murid merupakan praktik
yang telah diterima di sebagian besar negara maju. Penyelenggaraan makan di
negara maju bertujuan untuk mendukung pencegahan obesitas dimana 3 dari 5
murid menderita obesitas. Berbeda halnya dengan tujuan penyelenggaraan
makan di negara berkembang, selain untuk mencegah terjadinya obesitas juga
untuk mengatasi masalah gizi kurang (Synder et al. 1999).
Menurut
Riyadi
(2006)
berbagai
penelitian
menunjukkan
bahwa
pemberian makanan tambahan pada anak sekolah dapat memperbaiki prestasi
di sekolah, baik anak-anak di negara berkembang maupun anak-anak di negara
maju. Anak-anak yang lapar pada saat sekolah tidak dapat berkonsentrasi dan
melakukan tugas-tugas yang kompleks, meskipun keadaan gizi mereka baik.
Menurut Depkes (2005), pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan
kebijakan di bidang gizi bagi perbaikan status gizi masyarakat sesuai dengan
Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang Pangan. Perbaikan gizi institusi
merupakan salah satu program perbaikan gizi masyarakat. Menurut Yulianti dan
Santoso
(1995)
penyelenggaraan
makan
di
sekolah
bertujuan
untuk
memperbaiki status gizi terutama bagi anak sekolah yang tidak sempat sarapan
dan tidak membawa bekal, memperbaiki prestasi akademis, sebagai bahan
pendidikan gizi untuk anak sekolah serta membiasakan memilih makanan
bergizi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti keragaan status gizi,
konsumsi pangan, serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak Sekolah
Alam Bogor dan SDIT Insantama.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Mengetahui keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan
energi dan zat gizi pada anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan
makanan.
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia dan jenis kelamin.
2. Menganalisis status gizi contoh.
3. Menganalisis jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh
berdasarkan pendekatan kelompok PPH.
4. Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh.
5. Menganalisis kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan
makanan.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
keragaan status gizi, konsumsi pangan, serta tingkat kecukupan energi dan zart
gizi anak sekolah dasar di Kota Bogor. Informasi tersebut diharapkan dapat
menjadi masukan bagi pihak terkait khususnya pihak sekolah, orang tua dan
pemerintah untuk menetapkan kebijakan atau strategi yang tepat bagi perbaikan
status gizi anak usia sekolah dasar.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Sekolah Dasar
Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan
perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah
dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan
seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan awal
seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya.
Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap
makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara
umum mereka tidak pernah mengalami masalah dalam hal nafsu makan
(Komalasari 1991). Pertiwi (1998)
menyebutkan bahwa pada usia ini
ketergantungan kepada ibu mengenai makanannya mulai berkurang. Mereka
mulai mengenal lingkungan lain di luar keluarganya dan lebih banyak
menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga lebih mudah menjumpai aneka
jenis dan bentuk makanan, baik yang dijual di sekitar sekolah maupun
lingkungan bermainnya.
Pada periode usia sekolah ini terjadi perkembangan sosialisasi yang
menonjol pada anak. Diantaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas dan
tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga di rumah. Masa sekolah
memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan
teman sebayanya. Selain itu, pada usia anak sekolah terjadi perkembangan
intelegensi, minat, emosi, dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek
itulah yang membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005).
Menurut Hurlock (1991), aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam
kehidupan sehari-hari anak sekolah, seperti bermain, bersepeda, berjalan,
melompat, melempar, dan lain-lain. Dengan melakukan berbagai macam
aktivitas fisik, kemampuan motorik anak akan semakin bertambah. Stassen
(1980) juga menyatakan bahwa anak sekolah yang banyak melakukan aktivitas
fisik akan mempunyai kecakapan motorik yang lebih baik seperti berlari dengan
cepat, melompat sangat tinggi dan melempar lebih jauh dibandingkan dengan
anak yang kurang melakukan aktivitas fisik.
Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004) anak
usia 7-11 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional yaitu kemampuan
untuk memahami konsep-konsep, hubungan sebab akibat, hubungan yang
5
majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat,
pengetahuan, tujuan, dan aksi yang meningkat.
Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun)
Karakteristik anak usia sekolah, antara lain gigi susu yang tanggal secara
berangsur dan diganti dengan gigi permanen, lebih aktif dalam memilih makanan
yang disukai. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar
daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhan lebih cepat, terutama
penambahan tinggi badan serta anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik,
misalnya berolahraga, bermain, atau membantu orang tua (RSCM & Persagi
1990).
Anak usia sekolah biasanya mempunyai lebih banyak perhatian dari
aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi
(sarapan) perlu diperhatikan, untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih
mudah menerima pelajaran. Anak usia sekolah telah mempunyai daya tahan
yang cukup terhadap berbagai penyakit (RSCM & Persagi 1990).
Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah menurut Moehji
(1980) adalah: a) anak dalam usia ini sudah memilih dan menentukan makanan
apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih.
Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat
dan bergizi, b) kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan. Hal ini lebih
dipengaruhi oleh teman meskipun keluarga juga ikut berpengaruh, c) anak tiba di
rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah, sehingga
sampai di rumah kurang nafsu makan. Pilihan terhadap makanan kesukaan anak
sangat dipengaruhi oleh teman, orangtua, dan juga media massa melalui
iklan/reklame.
Pemberian Makanan di Sekolah
Pemberian makanan di sekolah (school-feeding) merupakan tindakan
umum yang bisa dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan gizi anak sekolah.
Praktik penyelenggaraan makanan di sekolah ini sudah lama dan sudah banyak
diselenggarakan di negara-negara baik di Eropa maupun di Asia. Untuk masingmasing negara baik bentuk maupun cara penyelenggaraan makanan di sekolah
ini berbeda-beda (Moehji 1980).
Nilai kalori dalam suatu hidangan sekolah seyogyanya sebesar 900 kalori
bagi anak-anak diatas umur 11 tahun, 700 kalori diantara 6 dan 11 tahun, serta
600 kalori bagi umur di bawah 6 tahun. Suatu susunan hidangan rata-rata yang
6
mengandung 700 kalori sudah mencukupi kebutuhan bagi kondisi di daerah
tropik (Nicholls 1976).
Kebiasaan makan
Menurut Riyadi (2006) kebiasaan makan adalah cara-cara yang dipakai
orang pada umumnya untuk memilih bahan makanan yang mereka makan
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, kebudayaan dan sosial. Selain itu,
menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan
dengan makan, frekuensi makan seseorang, pola makan, pantangan, distribusi
makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara-cara memilih
bahan makanan.
Kebiasaan makan pada anak usia sekolah bergantung pada kehidupan
sosial di sekolah. Anak usia sekolah cenderung lebih menyukai makan secara
bersamaan dengan teman sekolahnya. Kadang-kadang anak malas makan di
rumah, hal ini disebabkan akibat stres atau sakit (Hidayat 2004).
Membentuk pola makan yang baik untuk seorang anak menuntut
kesabaran seorang ibu. Pada usia prasekolah, anak-anak sering kali mengalami
fase sulit makan. Kalau masalah makan ini berkepanjangan makan dapat
mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi yang masuk
dalam tubuhnya kurang. Solusi dari masalah makan yang terjadi pada anak-anak
antara lain, awali makan dengan porsi kecil, apabila porsi kecil sudah dihabiskan,
orang tua bisa menawarkan kepada anak untuk ditambah kembali. Ketika anak
sedang makan, orang tua jangan terlalu banyak memberi nasihat. Selain itu,
suasana makan haruslah menyenangkan. Anak-anak seyogyanya diberi
kesempatan untuk memilih makanan sendiri yang disukai dengan pengawasan
seperlunya dari orang tua. Kewajiban orang tua adalah menjamin hak anak-anak
untuk memperoleh makanan secara cukup dan berkualitas. Dengan disertai pola
asuh yang baik, anak-anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal
menjadi generasi yang sehat dan cerdas (Khomsan 2004).
Penilaian Konsumsi Pangan
Menurut Supariasa et al. (2001) penilaian konsumsi pangan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Penilaian
konsumsi pangan secara kuantitatif dihitung jumlah pangan atau makanan yang
dikonsumsi, sedangkan penilaian konsumsi pangan secara kualitatif dengan
melihat frekuensi makan, frekuensi konsumsi pangan menurut jenis pangan dan
kebiasaan makan (food habit). Ada lima metode yang sering digunakan untuk
7
pengukuran konsumsi makanan individu secara kuantitatif, yaitu metode recall 24
jam, metode estimated food records, metode penimbangan makanan, metode
dietary history dan metode frekuensi makanan.
Metode recall merupakan salah satu metode yang sering dipakai dalam
penilaian konsumsi pangan. Dalam metode ini, responden diminta untuk
mengingat semua makanan yang telah dimakan, biasanya makanan sehari atau
24 jam yang lalu. Responden diminta untuk mengingat jenis masakan yang
dimakan dalam bentuk masak (kecuali untuk makanan-makanan tertentu yang
biasa dikonsumsi dalam bentuk segar dan mentah) dalam ukuran rumah tangga
(URT) misalnya gelas, mangkuk, sendok makan dan sebagainya. Untuk
membantu mengestimasi jumlah makanan yang dimakan, deskripsikan dan
identifikasi secara tepat setiap jenis pangan dengan menggunakan ukuran porsi,
food models, atau foto pangan. Penggaris dapat digunakan untuk mengestimasi
ukuran pangan. Kuesioner yang terstruktur digunakan sebagai panduan
pengisian data. Responden biasanya merangkap sebagai sasaran dalam
penelitian. Namun, jika sasaran penelitian anak-anak, maka yang menjadi
responden adalah ibunya atau seseorang yang cenderung mengetahui apa saja
yang dimakan oleh anaknya (Sa’diyah dan Kusharto 2007).
Metode Recall ini memiliki banyak kelebihan. Menurut Supariasa et al.
(2001), kelebihan metode recall yaitu 1) mudah melaksanakannya dan tidak
terlalu membebani responden; 2) biaya relatif murah karena tidak memerlukan
peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara; 3) cepat sehingga
dapat mencakup banyak responden; 4) dapat memberikan gambaran nyata yang
benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intak zat gizi sehari.
Selain itu, metode ini juga mempunyai kekurangan seperti, 1) tidak dapat
menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan food recall
satu hari; 2) ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden.
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah
Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan
diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi,
mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu, misalnya
enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok
makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok
mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono 2006).
8
Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat
gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat.
Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis
kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis
(hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu,
jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi
kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal,
pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan
pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan usia lanjut (Hardinsyah et al 2002).
Energi
Energi
dalam
tubuh
manusia
dapat
dihasilkan
karena
adanya
pembakaran karbohidrat, protein,dan lemak sehingga manusia memerlukan
makanan yang cukup bagi tubuhnya (Marsetyo & Kartasapoetra 1991). Energi
yang diperlukan dari energi potensial yang tersimpan dalam pangan yang berupa
energi kimia. Energi kimia ini dilepaskan waktu terjadi pembakaran ikatan kimia
dalam tubuh (dalam proses metabolik). Energi diukur dalam satuan kalori
(Karsin 2004).
Energi
yang
diperlukan
berdasarkan
peningkatan
aktivitas
fisik,
meningkatkan kebutuhan kalori karena tidak hanya untuk perkembangan dan
pertumbuhan. Energi yang diperlukan anak usia sekolah sangat beragam, oleh
karena itu penting mengetahui tinggi dan berat badannya tiap bulan untuk
menentukan kebutuhan energinya (Endres at al 2004).
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi
energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi
seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat
aktivitas
yang
sesuai
dengan
kesehatan
jangka
panjang,
dan
yang
memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan
ekonomi. Almatsier (2003) menyatakan pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu
menyesuaikan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan
jaringan-jaringan baru.
Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada
golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat terutama penambahan
tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda
dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik
sehingga membutuhkan energi lebih banyak sedangkan perempuan biasanya
9
sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak
(RSCM & Persagi 1990).
Protein
Istilah protein berasal dari bahasa Yunani, didefinisikan sebagai senyawa
dalam pangan yang mengandung nitrogen dan merupakan suatu yang sangat
penting bagi berfungsinya tubuh, yang tanpa senyawa ini kehidupan tidak
mungkin terjadi (Riyadi 2006). Menurut Hartono (2006) protein terbentuk dari
asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan peptida. Dimana fungsi protein
diantaranya yaitu membangun jaringan tubuh baru, memperbaiki jaringan tubuh,
menghasilkan
senyawa
esensial,
mengatur
tekanan
osmotik,
mengatur
keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa, menghasilkan energi.
Almatsier (2003) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat
penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan,
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,
memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi.
Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan antara protein hewani dan
protein nabati. Sumber protein antara lain daging, dan organ-organ dalam seperti
hati, pankreas, ginjal, paru-paru, jantung dan jeroan (babat, usus halus, dan usus
besar). Susu dan telur termasuk juga sumber protein hewani berkualitas tinggi.
Ikan, kerang dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik
karena mengandung sedikit lemak (Nilawati 2008).
Kecukupan protein pada anak usia sekolah dibedakan menurut jenis
kelamin dan umur. Pada umumnya kecukupan protein pria sedikit lebih tinggi
dibanding wanita (Hardinsyah & Martianto 1992). Kecukupan protein bayi dan
anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka
kecukupan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu
protein, semakin rendah angka kecukupan protein. Mutu protein bergantung
pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino esensial.
Kecukupan protein yang diperlukan oleh anak umur 10-18 tahun adalah 1-1,5
g/kg BB (RSCM & Persagi 1990).
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah
besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar akan
karbohidrat terjadi karena zat gizi ini terpakai habis dan tidak di daur ulang
(Hartono 2006).
10
Sumber utama karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) dan
hanya sedikit yang berasal dari hewani. Karbohidrat merupakan salah satu
sumber energi di dalam tubuh manusia. Dari tiga sumber energi utama (yaitu
karbohidrat, lemak, protein), karbohidrat merupakan sumber energi yang paling
murah. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna memberikan volume kepada isi
usus. Rangsangan mekanis yang terjadi melancarkan gerak makanan melalui
saluran pencernaan dan memudahkan pembuangan tinja (Nilawati 2008).
Lemak
Lemak dalam makanan biasanya juga disebut lipid. Lipid seperti halnya
karbohidrat juga mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Menurut
Hartono (2006) lemak dan minyak merupakan nutrien kedua yang digunakan
sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi.
Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani.
Lemak nabati berasal dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak
hewani berasal dari binatang, termasuk ikan, telur, dan susu. Fungsi lemak
dalam makanan memberikan rasa gurih, memberikan kualitas renyah, terutama
makanan yang digoreng, memberi kandungan kalori yang tinggi dan memberikan
sifat empuk (lunak) pada kue yang dibakar. Di dalam tubuh, lemak berfungsi
sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbun di tempattempat tertentu (Sediaoetama 2006).
Vitamin A
Vitamin adalah campuran organik yang seharusnya disediakan oleh
bahan makanan. Walaupun sangat penting bagi kesehatan dan pertumbuhan
yang normal, namun jumlah vitamin yang diperlukan tubuh adalah sedikit. Bahan
tersebut biasanya ditemukan dalam jumlah pangan yang sedikit pula. Beberapa
diantara vitamin tersebut adalah lemak, lainnya dalam air, karena itu vitamin
dapat digolongkan sebagai vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air
(Suhardjo 1986).
Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi,
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau
sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk
apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein (Almatsier 2003).
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A
adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut
lemak. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia
11
aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retina (aldehida), dan asam retinoat (bentuk
asam). Vitamin A tahan terhadap panas cahaya dan alkali, tetapi tidak tahan
terhadap asam dan oksidasi (Almatsier 2003).
Vitamin A memiliki bentuk ester yang disebut karoten. Sebagian besar
sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan
nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning banyak
mengandung karoten. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten. Berbagai
makanan hewani seperti susu, keju dan kuning telur, hati dan ikan yang tinggi
kandungan lemaknya merupakan sumber utama bagi retinol (Winarno 1992).
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan,
kehilangan nafsu makan, dan rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terkena infeksi. Defisiensi vitamin A dapat menghambat mobilisasi zat besi dan
menurunkan respon imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi
selanjutnya meningkatkan morbiditas (Gibson 2005). Angka kecukupan yang
dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 600 μg RE per
hari (WKNPG 2004).
Vitamin C
Vitamin C merupakan vitamin yang larut air dan berperan dalam
pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang
banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam, tulang, dentin, dan
vascular endotelium. Vitamin C berbentuk asam askorbat yang berperan dalam
proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan
hidroksilisin. Kedua senyawa ini berperan dalam proses penyembuhan luka serta
daya tahan tubuh melawan penyakit infeksi sehingga berperan sebagai
aktioksidan. Salah satu dampak kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan
dan anemia (Winarno 1992).
Sumber utama vitamin C dalam makanan terdapat pada buah dan
sayuran segar yang berkontribusi memenuhi kebutuhan vitamin C hingga 90%
(Gibson 2005). Menurut Almatsier (2003), vitamin C pada umumnya hanya
terdapat di dalam pangan nabati, yaitu buah terutama yang memiliki rasa asam
seperti jeruk dan tomat. Selain dalam buah, vitamin C juga banyak terdapat
dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol. Berdasarkan WKNPG (2004), angka
kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun
sebesar 50 mg per hari.
12
Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh.
Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral
dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Hanya sedikit sekali (1%) berada
dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang diperlukan dalam
banyak peran metabolisme dan pengaturan. Walaupun demikian, keberadaan itu
mutlak, jika tidak, tubuh akan melepaskan kalsium dari tulang ataupun gigi untuk
memenuhi kebutuhannya (WKNPG 2004).
Air
Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari
berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak (lean body
mass). Angka ini lebih besar untuk anak-anak. Pada proses menua manusia
kehilangan air. Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah 75% berat badan,
sedangkan pada usia tua menjadi 50%. Kandungan air tubuh relatif berbeda
antarmanusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak. Tubuh
yang mengandung relatif lebih banyak otot mengandung lebih banyak air,
sehingga kandungan air atlet lebih banyak daripada nonatlet, kandungan air
pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan kandungan air pada anak
muda lebih banyak daripada orang tua (Almatsier 2003).
Menurut Almatsier (2003), air mempunyai berbagai fungsi dalam proses
vital tubuh. Fungsi air yaitu sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas,
fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan.
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absobrsi) dan
penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat
diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang
maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status
gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006).
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan
secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi
mungkin (Almatsier 2003). Menurut Supariasa, Bakri dan Fajar (2001), penilaian
status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara
langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi
13
menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survey
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam tingkat umur dan tingkat
gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, Bakri, & Fajar 2001).
Menurut
Hartono
(2006)
penggunaan
pengukuran
antropometri,
khususnya pengukuran berat badan, merupakan prinsip dasar pengkajian gizi
dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa
pengukuran yang spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup indeks
massa tubuh (IMT).
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (supervicial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara
cepat (rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di
samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau
riwayat penyakit (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).
Penilaian
KERAGAAN STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, TINGKAT
KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK DI SEKOLAH
DASAR DENGAN PENYELENGGARAAN MAKANAN
WIRUDY
I14060621
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
ii
ABSTRACT
WIRUDY. Performance of Nutritional Status, Food Consumption, Energy and
Nutrients Sufficiency Level of Children in Elementary School with Food Service.
Under direction of Budi Setiawan and Ikeu Ekayanti
Children were source of potentials and next fighter of nation’s ideal. Thus,
they need to get chance to normally growth and develop as wide as possible
(BPS 2001). This research was aimed to obtain information about performance of
nutritional status, food consumption, contribution of food in school, and also
sufficiency level of energy and nutrients of children of Sekolah Alam Bogor and
SDIT Insantama in 2010. Data for this research was taken from research entitled
“Analysis of Food Management in Elementary School and Menu Quality of
Student in School” (Reisi Nurdiani 2010). Sekolah Alam Bogor has modus of age
distribution at 11 years (43.48%) and SDIT Insantama at 10 years (40.00%). Age
distribution of both schools wasn’t significantly (p>0.05) different. Percentages of
sample in Sekolah Alam Bogor were 69.6% for male and 30.4 for female, while
for SDIT Insantama were 65.7% for male and 34.3% for female. There were no
significant (p>0.05) difference of both schools based on sex. Samples of both
schools have modus of normal nutritional status, were 43.5% at Sekolah Alam
Bogor and 51.7% at SDIT Insantama. Nutritional status of both schools, for male,
students in normal category was 43.8% for Sekolah Alam Bogor and 60.9% for
SDIT Insantama; while for female, students in normal category was 42.9% for
Sekolah Alam Bogor and 47.4% for SDIT Insantama. There were no significant
(p>0.05) different of both schools based on nutritional status. Based on
classification of food type, grains and animal based food were dominated the
diversity and total of consumption, while fruits was the least variety. Average
consumption of energy, proteins, calcium and phosphorous of SDIT Insantama
were higher than Sekolah Alam Bogor; nevertheless Sekolah Alam Bogor has
higher average consumption of vitamin A, vitamin C and iron than SDIT
Insantama. Based on sufficiency level, sufficiency of calcium, vitamin A and
vitamin C of both school was significantly (p0.05)
different. Contribution of energy and protein of food from school food service in
both school were about 30% of average energy and protein requirement of
elementary school children.
Key words: children of elementary school, consumption pattern, nutrient
sufficiency, nutritional status, school food service
iii
RINGKASAN
WIRUDY. Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi dan
zat gizi anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan makanan. Dibimbing
oleh BUDI SETIAWAN DAN IKEU EKAYANTI.
Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan
penduduk semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup
panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Anak-anak di negara maju tumbuh
lebih cepat daripada di negara berkembang karena asupan gizi yang lebih baik
dapat menunjang tumbuh kembang anak (Khomsan 2005). Pada saat ini di
sudah muncul beberapa sekolah di Indonesia yang telah menyadari hal tersebut,
sehingga mereka menyediakan program penyelenggaraan makanan di sekolah.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui keragaan status gizi,
konsumsi pangan, kontribusi energi dan zat gizi pada makanan yang dikonsumsi
di sekolah dan di rumah, dan mengetahui tingkat kecukupan energi dan zat gizi
anak yang bersekolah di Sekolah Alam Bogor dan SDIT (Sekolah Dasar Islam
Terpadu) Insantama pada tahun 2010. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini
yaitu: 1) Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia dan jenis kelamin, 2)
Menganalisis status gizi contoh, 3) Menganalisis jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi contoh, 4) Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi
contoh, 5) Menganalisis kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan
makanan.
Desain penelitian ini yaitu cross-sectional. Penelitian ini menggunakan
data sekunder yang berasal dari
penelitian yang berjudul “Analisis
Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar serta Kualitas Menu Siswa di
Sekolah” yang dilakukan oleh Reisi Nurdiani, Sp pada tahun 2010. Penelitian ini
mengkhususkan pada sekolah dengan penyelenggaraan makanan SPM yaitu
Sekolah Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama dengan 58 responden.
Pengolahan dan analisis data sekunder meliputi coding dan cleaning data
kemudian data ditabulasi dan dianalisis secara statistik dengan program
Microsoft Excell 2007 dan SPSS 17.0 for Windows.
Contoh dalam penelitian ini berusia antara 9 sampai 12 tahun. Sekolah
Alam Bogor sebaran usia didominasi oleh usia 11 tahun, yaitu sebesar 43,48%
dan pada SDIT Insantama didominasi oleh usia 10 tahun, yaitu sebesar 40,00%.
Berdasarkan uji beda t sebaran usia berdasarkan kedua sekolah tersebut tidak
berbeda nyata (p>0.05). Baik Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama
didominasi oleh jenis kelamin laki-laki. Persentase contoh pada Sekolah Alam
Bogor untuk laki-laki 69,6% dan perempuan 30,4%, sedangkan pada SDIT
Insantama persentase untuk laki-laki 65,7% dan perempuan 34,3%. Tidak
terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah tersebut berdasarkan jenis
kelamin (p>0.05). Penentuan status gizi contoh didasarkan pada indeks massa
tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada referensi Departemen
Kesehatan (2011). Sebagian besar contoh memiliki status gizi yang normal baik
pada Sekolah Alam Bogor maupun SDIT Insantama. Persentase kategori normal
pada Sekolah Alam Bogor sebesar 43.5% dan pada SDIT Insantama sebesar
51.7%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan
status gizinya (p>0.05).
Pada jenis kelamin laki-laki, kategori normal mendominasi, dimana
persentase 43.8% untuk Sekolah Alam Bogor dan 60.9% untuk SDIT Insantama.
Pada jenis kelamin laki-laki tidak terdapat perbedaan yang nyata di kedua
sekolah (p>0.05). Hal ini berlaku juga untuk jenis kelamin perempuan, kategori
iv
normal kembali mendominasi, dimana Sekolah Alam Bogor memiliki persentase
sebesar 42.9% dan SDIT Insantama memiliki persentase sebesar 47.4%,
sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan
jenis kelamin perempuan (p>0.05).
Pada pengelompokkan jenis pangan berdasarkan pola pangan harapan
(PPH), pangan jenis padi-padian serta pangan hewani mendominasi keragaman
dan jumlah yang dikonsumsi, sedangkan pangan kelompok buah-buahan
menjadi jenis pangan yang paling sedikit keragamannya.
Tingkat kecukupan energi di kedua sekolah didominasi oleh tingkat
kecukupan normal. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase 47.8% dan SDIT
Insantama memiliki persentase 48.6% pada klasifikasi normal. Sekolah Alam
Bogor memiliki persentase yang besar pada tingkat kecukupan protein yang
normal, yaitu sebesar 47.8%. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama yang
memiliki persentase terbesar pada tingkat kecukupan protein berlebih, yaitu
sebesar 42.9%. Sekolah Alam Bogor mengalami tingkat kecukupan kalsium
kategori cukup sebesar 69.6% dan kurang sebesar 30.4%, sehingga kategori
cukup mendominasi pada sekolah ini. Hal ini berbeda dengan SDIT Insantama
yang keseluruhan contoh pada sekolah tersebut mengalami tingkat kecukupan
kalsium yang normal.
Pada tingkat kecukupan fosfor, Sekolah Alam Bogor memiliki persentase
terbesar pada kategori kurang, yaitu 56.3%, sedangkan pada SDIT Insantama
memiliki persentase terbesar pada kategori cukup, yaitu sebesar 51.4%. Hasil uji
beda menyatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kedua sekolah
berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor. Kedua sekolah memiliki tingkat
kecukupan zat besi kategori cukup. Sekolah Alam Bogor memiliki persentase
82.6% dan SDIT Insantama memiliki persentase 77.1%, dan tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan klasifikasi tingkat
kecukupan besinya (p>0.05).
Seluruh contoh pada Sekolah Alam Bogor memiliki tingkat kecukupan
vitamin A pada kategori cukup, berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki
persentase 28.6% contoh berada pada kategori kurang. Contoh pada Sekolah
Alam Bogor memiliki persentase 82.6% pada tingkat kecukupan vitamin C
kategori cukup, berbeda dengan SDIT Insantama yang memiliki persentase
65.7% pada tingkat kecukupan vitamin C kategori kurang, sehingga terdapat
perbedaan yang nyata pada kedua sekolah berdasarkan tingkat kecukupan
vitamin C-nya. Penyediaan makanan dari penyelenggaraan makanan yang
dilakukan oleh kedua sekolah sudah cukup baik jika dilihat dari kontribusi energi
dan protein yang ada karena telah mendekati porsi 30% untuk makan siang.
v
KERAGAAN STATUS GIZI, KONSUMSI PANGAN, TINGKAT
KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK DI SEKOLAH
DASAR DENGAN PENYELENGGARAAN MAKANAN
WIRUDY
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia IPB
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
vi
Judul
:
Keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan
energi
dan
zat
gizi
anak
di
sekolah
dasar
dengan
penyelenggaraan makanan
Nama
:
Wirudy
NIM
:
I14060621
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
NIP. 19621218 198703 1 001
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes.
NIP. 19660725 199002 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
Selain itu, shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu
menjadi teladan bagi kita semua. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan jazakumulloh khoiron
katsiro kepada:
1. Mamah dan Bapak yang sabar dan selalu memberikan dukungan, doa dan
dorongan semangat selama kuliah dan pengerjaan tugas akhir.
2. Dr. Ir. Budi Setiawan,MS dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti,M.Kes selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya,
memberikan arahan, kritik dan banyak dorongan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Tiurma Sinaga,BSc MFSA selaku pemandu seminar dan penguji ujian
akhir skripsi atas segala masukan yang telah diberikan.
4. Reisi Nurdiani,SP,MS atas bantuan, saran dan dukungan sehingga data
penelitiannya dapat penulis gunakan.
5. Dr. Ir. Lilik Kustiyah MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing dan memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.
6. Sarah Sahsroshiam sebagai istri yang telah menemani penulisan skripsi ini
dengan berbagai masukan dan semangat yang diberikan, serta Zaid yang
menjadi pengobat rasa lelah ketika penyusunan skripsi ini.
7. Zulfa Wildan dan Mas Dewo atas dukungan yang tidak ternilai ketika
penyusunan skripsi ini dilakukan.
8. Teman-teman gizi masyarakat angkatan 43 yang telah memberikan
kenangan dan persahabatan yang tidak terlupakan.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bantuan
dan dukungan selama penyusunan berlangsung.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan
dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan
informasi dan bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2013
Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 September 1988 di Daerah Khusus Ibu
Kota (DKI) Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara
pasangan Bapak Oey Cun Tong dan Ibu Dariyem. Tahun 2000 penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 16 Pagi Jakarta dan melanjutkan ke
jenjang sekolah menengah pertama di SMPN 249 Jakarta hingga tahun 2003.
Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMAN 33 Jakarta dan lulus pada tahun
2006. Pada bulan Juli 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian pada
tahun keduanya di IPB tepatnya pada bulan Agustus 2007, penulis diterima
sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan,
antara lain Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah IPB, Forum
Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus IPB (FSLDKI), Bimbingan Remaja dan
Anak (BIRENA), serta Forum Syiar Islam Fakultas Ekologi Manusia (FORSIA).
Penulis juga ikut dalam berbagai kepanitiaan seperti MPF (Masa Perkenalan
Fakultas), MPD (Masa Perkenalan Departemen), serta kegiatan-kegiatan lain
yang diselenggarakan oleh organisasi yang pernah penulis ikuti.
Pada tahun 2009, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa
Sukajadi, Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor. Penulis pernah juga
mengikuti program Internship Dietetik dengan topik “Proses Asuhan Gizi pada
Kasus Penyakit Dalam, Kasus Bedah, dan Penyakit Anak” pada tahun 2010 di
RSIJ Pondok Kopi, Jakarta Timur. Penulis juga pernah menjadi asisten mata
kuliah Pendidikan Agam Islam Tingkat Persiapan Bersama (PAI TPB), dan
asisten mata kuliah Metodologi Penelitian Gizi Departemen Gizi Masyarakat.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan........................................................................................................ 3
Kegunaan .................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
Anak Sekolah Dasar .................................................................................. 4
Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun) ........................................... 5
Pemberian Makanan di Sekolah ................................................................ 5
Kebiasaan Makan ...................................................................................... 6
Penilaian Konsumsi Pangan ...................................................................... 6
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ................................... 7
Status Gizi ................................................................................................. 12
Gizi Seimbang untuk Anak Usia Sekolah Dasar ......................................... 14
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................... 16
METODOLOGI ................................................................................................ 18
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ...................................................... 18
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh...................................................... 18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data............................................................ 19
Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 20
Definisi Operasional ................................................................................... 22
x
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 23
Keadaan Umum Sekolah Dasar ................................................................. 23
Karakteristik Contoh ................................................................................... 26
Status Gizi ................................................................................................. 27
Jumlah dan Jenis Pangan .......................................................................... 29
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ..................................................... 36
Kontribusi Energi dan Protein dari Penyelenggaraan Makanan.................. 44
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 45
Kesimpulan ................................................................................................ 45
Saran ......................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47
LAMPIRAN...................................................................................................... 50
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Jenis dan cara pengumpulan data ............................................................ 20
2
Sebaran contoh berdasarkan usia ............................................................ 26
3
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin .............................................. 27
4
Sebaran contoh berdasarkan status gizi ................................................... 28
5
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi....................... 28
6
Jumlah dan nama makanan jenis pangan padi-padian dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 30
7
Jumlah dan nama makanan jenis pangan umbi-umbian dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 31
8
Jumlah dan nama makanan jenis pangan hewani dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 32
9
Jumlah dan nama makanan jenis kelompok kacang-kacangan dan
olahannya yang dominan dikonsumsi contoh ........................................... 33
10 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok buah dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 34
11 Jumlah dan nama makanan jenis kelompok sayur dan olahannya yang
dominan dikonsumsi contoh ..................................................................... 35
12 Jumlah dan nama makanan jenis pangan kelompok lainnya dan olahannya
yang dominan dikonsumsi contoh............................................................. 36
13 Rata-Rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi Contoh ..................................... 37
14 Rata-rata Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Contoh........................ 37
15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi ........... 38
16 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein .......... 39
17 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Kalsium ........ 40
18 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan Fosfor (P) ..... 41
19 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat Besi (Fe) . 42
20 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A....... 42
21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C ...................... 43
xii
22
Kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan makanan ................ 44
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Kerangka pemikiran keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat
kecukupan energi dan zat gizi, serta kontribusi energi dan zat gizi anak
di sekolah dasar dengan penyelengaaran makanan ................................. 17
2
Kerangka pemilihan lokasi penelitian ........................................................ 18
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Usia ................. 51
2
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Jenis Kelamin .. 52
3
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Status Gizi Contoh
................................................................................................................. 53
4
Hasil Uji Beda Independent Sample T Test Berdasarkan Tingkat Kecukupan
Energi dan Zat Gizi ................................................................................... 54
5
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Padi-Padian dan
Olahannya ................................................................................................ 56
6
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Umbi-Umbian dan
Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 58
7
Jumlah dan Nama Makananan Jenis Pangan Kelompok Pangan Hewani dan
Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 58
8
Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Kacang-Kacangan dan
Olahannya yang dikonsumsi Contoh ........................................................ 61
9
Jumlah dan Jenis Pangan Kelompok Buah dan Olahannya yang dikonsumsi
Contoh...................................................................................................... 61
10 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Sayur dan Olahannya
yang dikonsumsi Contoh .......................................................................... 62
11 Jumlah dan Nama Makanan Jenis Pangan Kelompok Lainnya yang
dikonsumsi Contoh ................................................................................... 63
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu bangsa dikatakan semakin maju apabila tingkat pendidikan
penduduk semakin baik, derajat kesehatannya tinggi, usia harapan hidup
panjang, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Anak-anak di negara maju tumbuh
lebih cepat daripada di negara berkembang karena asupan gizi yang lebih baik
dapat menunjang tumbuh kembang anak (Khomsan 2005).
Bagi Indonesia, kesepakatan untuk memperhatikan anak merupakan
upaya yang secara falsafah terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Kebijaksanaan ini tersurat dan tersirat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
sebagai hakekat pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat
Indonesia
secara
menyeluruh.
Upaya
mewujudkan
manusia
Indonesia
berkualitas harus dilakukan dengan memperhatikan keadaaan manusia sejak
usia dini, yaitu sejak masa kanak-kanak. Anak merupakan sumber potensi dan
penerus cita-cita bangsa. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan kesempatan
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar (BPS 2001).
Masalah gizi dapat berupa gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi
kurang yang ditemukan pada kelompok usia sekolah dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan yaitu bentuk tubuh kurang baik, mudah letih dan
mempunyai risiko terhadap penyakit infeksi serta anemia (Depkes 1994).
Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan konsumsi energi karena
energi yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan masukan energi. Terjadinya
perubahan pola makan dari pola makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi
serat dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat,
rendah serat dan tinggi lemak juga mendukung terjadinya gizi lebih (Almatsier
2003).
Sementara itu, gizi lebih pada anak umumnya dapat diartikan sebagai
berat badan (BB) yang relatif berlebihan jika dibandingkan dengan usia atau
tinggi anak yang sebaya. Gizi lebih dengan derajat kelebihan yang berat disebut
obesitas (Samsudin 1994). Keadaan ini terjadi sebagai akibat terjadinya
penimbunan lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Gizi lebih atau
obesitas pada anak dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Menurut
Samsudin (1994), gizi lebih pada umumnya disebabkan oleh suplai energi
melebihi kecukupan energi individu. Gizi lebih berkaitan dengan berbagai macam
faktor antara daya beli yang cukup atau berlebihan, ketersediaan makanan
2
berenergi tinggi dan rendah serat, defisiensi aktivitas fisik, pengetahuan tentang
nilai gizi yang kurang serta faktor genetik.
Berdasarkan laporan nasional Riskesdas tahun 2007, status gizi
penduduk umur 6-14 tahun dapat dilihat berdasarkan IMT yang dibedakan
menurut umur dan jenis kelamin. Menurut standar WHO 2007, secara nasional
prevalensi kurus adalah 13,3% pada laki-laki dan 10,9% pada perempuan.
Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Kurus
mengindikasikan gizi kurang, sedangkan berat badan lebih mengindikasikan gizi
lebih. Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 untuk provinsi Jawa Barat prevalensi
kurus pada laki-laki adalah 10,9% dan 8,3% pada perempuan. Selain itu,
prevalensi BB lebih pada anak laki-laki adalah 7,4% dan 4,6% pada perempuan.
Hal ini menunjukkan nilai yang mendekati prevalensi nasional untuk kriteria kurus
dan BB lebih di Indonesia (Depkes 2009).
Penyelenggaraan makan di sekolah bagi semua murid merupakan praktik
yang telah diterima di sebagian besar negara maju. Penyelenggaraan makan di
negara maju bertujuan untuk mendukung pencegahan obesitas dimana 3 dari 5
murid menderita obesitas. Berbeda halnya dengan tujuan penyelenggaraan
makan di negara berkembang, selain untuk mencegah terjadinya obesitas juga
untuk mengatasi masalah gizi kurang (Synder et al. 1999).
Menurut
Riyadi
(2006)
berbagai
penelitian
menunjukkan
bahwa
pemberian makanan tambahan pada anak sekolah dapat memperbaiki prestasi
di sekolah, baik anak-anak di negara berkembang maupun anak-anak di negara
maju. Anak-anak yang lapar pada saat sekolah tidak dapat berkonsentrasi dan
melakukan tugas-tugas yang kompleks, meskipun keadaan gizi mereka baik.
Menurut Depkes (2005), pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan
kebijakan di bidang gizi bagi perbaikan status gizi masyarakat sesuai dengan
Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang Pangan. Perbaikan gizi institusi
merupakan salah satu program perbaikan gizi masyarakat. Menurut Yulianti dan
Santoso
(1995)
penyelenggaraan
makan
di
sekolah
bertujuan
untuk
memperbaiki status gizi terutama bagi anak sekolah yang tidak sempat sarapan
dan tidak membawa bekal, memperbaiki prestasi akademis, sebagai bahan
pendidikan gizi untuk anak sekolah serta membiasakan memilih makanan
bergizi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti keragaan status gizi,
konsumsi pangan, serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak Sekolah
Alam Bogor dan SDIT Insantama.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Mengetahui keragaan status gizi, konsumsi pangan, tingkat kecukupan
energi dan zat gizi pada anak di sekolah dasar dengan penyelenggaraan
makanan.
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui karakteristik contoh meliputi usia dan jenis kelamin.
2. Menganalisis status gizi contoh.
3. Menganalisis jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi contoh
berdasarkan pendekatan kelompok PPH.
4. Menganalisis tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh.
5. Menganalisis kontribusi energi dan protein dari penyelenggaraan
makanan.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
keragaan status gizi, konsumsi pangan, serta tingkat kecukupan energi dan zart
gizi anak sekolah dasar di Kota Bogor. Informasi tersebut diharapkan dapat
menjadi masukan bagi pihak terkait khususnya pihak sekolah, orang tua dan
pemerintah untuk menetapkan kebijakan atau strategi yang tepat bagi perbaikan
status gizi anak usia sekolah dasar.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Sekolah Dasar
Hurlock (1980) mengelompokkan anak usia sekolah berdasarkan
perkembangan psikologis yang disebut sebagai Late Childhood. Usia sekolah
dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan
seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan awal
seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya.
Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap
makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara
umum mereka tidak pernah mengalami masalah dalam hal nafsu makan
(Komalasari 1991). Pertiwi (1998)
menyebutkan bahwa pada usia ini
ketergantungan kepada ibu mengenai makanannya mulai berkurang. Mereka
mulai mengenal lingkungan lain di luar keluarganya dan lebih banyak
menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga lebih mudah menjumpai aneka
jenis dan bentuk makanan, baik yang dijual di sekitar sekolah maupun
lingkungan bermainnya.
Pada periode usia sekolah ini terjadi perkembangan sosialisasi yang
menonjol pada anak. Diantaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas dan
tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga di rumah. Masa sekolah
memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan
teman sebayanya. Selain itu, pada usia anak sekolah terjadi perkembangan
intelegensi, minat, emosi, dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek
itulah yang membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005).
Menurut Hurlock (1991), aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam
kehidupan sehari-hari anak sekolah, seperti bermain, bersepeda, berjalan,
melompat, melempar, dan lain-lain. Dengan melakukan berbagai macam
aktivitas fisik, kemampuan motorik anak akan semakin bertambah. Stassen
(1980) juga menyatakan bahwa anak sekolah yang banyak melakukan aktivitas
fisik akan mempunyai kecakapan motorik yang lebih baik seperti berlari dengan
cepat, melompat sangat tinggi dan melempar lebih jauh dibandingkan dengan
anak yang kurang melakukan aktivitas fisik.
Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004) anak
usia 7-11 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional yaitu kemampuan
untuk memahami konsep-konsep, hubungan sebab akibat, hubungan yang
5
majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat,
pengetahuan, tujuan, dan aksi yang meningkat.
Makanan dan Gizi Anak Sekolah (7-12 tahun)
Karakteristik anak usia sekolah, antara lain gigi susu yang tanggal secara
berangsur dan diganti dengan gigi permanen, lebih aktif dalam memilih makanan
yang disukai. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar
daripada golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhan lebih cepat, terutama
penambahan tinggi badan serta anak usia sekolah memiliki aktivitas fisik,
misalnya berolahraga, bermain, atau membantu orang tua (RSCM & Persagi
1990).
Anak usia sekolah biasanya mempunyai lebih banyak perhatian dari
aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi
(sarapan) perlu diperhatikan, untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih
mudah menerima pelajaran. Anak usia sekolah telah mempunyai daya tahan
yang cukup terhadap berbagai penyakit (RSCM & Persagi 1990).
Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah menurut Moehji
(1980) adalah: a) anak dalam usia ini sudah memilih dan menentukan makanan
apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih.
Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat
dan bergizi, b) kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan. Hal ini lebih
dipengaruhi oleh teman meskipun keluarga juga ikut berpengaruh, c) anak tiba di
rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah, sehingga
sampai di rumah kurang nafsu makan. Pilihan terhadap makanan kesukaan anak
sangat dipengaruhi oleh teman, orangtua, dan juga media massa melalui
iklan/reklame.
Pemberian Makanan di Sekolah
Pemberian makanan di sekolah (school-feeding) merupakan tindakan
umum yang bisa dilaksanakan untuk memperbaiki keadaan gizi anak sekolah.
Praktik penyelenggaraan makanan di sekolah ini sudah lama dan sudah banyak
diselenggarakan di negara-negara baik di Eropa maupun di Asia. Untuk masingmasing negara baik bentuk maupun cara penyelenggaraan makanan di sekolah
ini berbeda-beda (Moehji 1980).
Nilai kalori dalam suatu hidangan sekolah seyogyanya sebesar 900 kalori
bagi anak-anak diatas umur 11 tahun, 700 kalori diantara 6 dan 11 tahun, serta
600 kalori bagi umur di bawah 6 tahun. Suatu susunan hidangan rata-rata yang
6
mengandung 700 kalori sudah mencukupi kebutuhan bagi kondisi di daerah
tropik (Nicholls 1976).
Kebiasaan makan
Menurut Riyadi (2006) kebiasaan makan adalah cara-cara yang dipakai
orang pada umumnya untuk memilih bahan makanan yang mereka makan
sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, kebudayaan dan sosial. Selain itu,
menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan
dengan makan, frekuensi makan seseorang, pola makan, pantangan, distribusi
makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara-cara memilih
bahan makanan.
Kebiasaan makan pada anak usia sekolah bergantung pada kehidupan
sosial di sekolah. Anak usia sekolah cenderung lebih menyukai makan secara
bersamaan dengan teman sekolahnya. Kadang-kadang anak malas makan di
rumah, hal ini disebabkan akibat stres atau sakit (Hidayat 2004).
Membentuk pola makan yang baik untuk seorang anak menuntut
kesabaran seorang ibu. Pada usia prasekolah, anak-anak sering kali mengalami
fase sulit makan. Kalau masalah makan ini berkepanjangan makan dapat
mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis gizi yang masuk
dalam tubuhnya kurang. Solusi dari masalah makan yang terjadi pada anak-anak
antara lain, awali makan dengan porsi kecil, apabila porsi kecil sudah dihabiskan,
orang tua bisa menawarkan kepada anak untuk ditambah kembali. Ketika anak
sedang makan, orang tua jangan terlalu banyak memberi nasihat. Selain itu,
suasana makan haruslah menyenangkan. Anak-anak seyogyanya diberi
kesempatan untuk memilih makanan sendiri yang disukai dengan pengawasan
seperlunya dari orang tua. Kewajiban orang tua adalah menjamin hak anak-anak
untuk memperoleh makanan secara cukup dan berkualitas. Dengan disertai pola
asuh yang baik, anak-anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal
menjadi generasi yang sehat dan cerdas (Khomsan 2004).
Penilaian Konsumsi Pangan
Menurut Supariasa et al. (2001) penilaian konsumsi pangan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Penilaian
konsumsi pangan secara kuantitatif dihitung jumlah pangan atau makanan yang
dikonsumsi, sedangkan penilaian konsumsi pangan secara kualitatif dengan
melihat frekuensi makan, frekuensi konsumsi pangan menurut jenis pangan dan
kebiasaan makan (food habit). Ada lima metode yang sering digunakan untuk
7
pengukuran konsumsi makanan individu secara kuantitatif, yaitu metode recall 24
jam, metode estimated food records, metode penimbangan makanan, metode
dietary history dan metode frekuensi makanan.
Metode recall merupakan salah satu metode yang sering dipakai dalam
penilaian konsumsi pangan. Dalam metode ini, responden diminta untuk
mengingat semua makanan yang telah dimakan, biasanya makanan sehari atau
24 jam yang lalu. Responden diminta untuk mengingat jenis masakan yang
dimakan dalam bentuk masak (kecuali untuk makanan-makanan tertentu yang
biasa dikonsumsi dalam bentuk segar dan mentah) dalam ukuran rumah tangga
(URT) misalnya gelas, mangkuk, sendok makan dan sebagainya. Untuk
membantu mengestimasi jumlah makanan yang dimakan, deskripsikan dan
identifikasi secara tepat setiap jenis pangan dengan menggunakan ukuran porsi,
food models, atau foto pangan. Penggaris dapat digunakan untuk mengestimasi
ukuran pangan. Kuesioner yang terstruktur digunakan sebagai panduan
pengisian data. Responden biasanya merangkap sebagai sasaran dalam
penelitian. Namun, jika sasaran penelitian anak-anak, maka yang menjadi
responden adalah ibunya atau seseorang yang cenderung mengetahui apa saja
yang dimakan oleh anaknya (Sa’diyah dan Kusharto 2007).
Metode Recall ini memiliki banyak kelebihan. Menurut Supariasa et al.
(2001), kelebihan metode recall yaitu 1) mudah melaksanakannya dan tidak
terlalu membebani responden; 2) biaya relatif murah karena tidak memerlukan
peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara; 3) cepat sehingga
dapat mencakup banyak responden; 4) dapat memberikan gambaran nyata yang
benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intak zat gizi sehari.
Selain itu, metode ini juga mempunyai kekurangan seperti, 1) tidak dapat
menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan food recall
satu hari; 2) ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden.
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah
Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan
diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi,
mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu, misalnya
enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok
makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok
mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono 2006).
8
Kebutuhan zat gizi (nutrient requirement) menggambarkan banyaknya zat
gizi minimal yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat hidup sehat.
Kebutuhan gizi antar individu bervariasi, ditentukan atau dipengaruhi oleh jenis
kelamin, umur, ukuran tubuh (berat badan dan tinggi badan), keadaan fisiologis
(hamil dan menyusui), aktivitas fisik serta metabolisme tubuh. Oleh karena itu,
jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi
kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan fisik internal dan eksternal,
pertumbuhan bagi usia bayi, balita, anak, dan remaja, atau untuk aktivitas dan
pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan usia lanjut (Hardinsyah et al 2002).
Energi
Energi
dalam
tubuh
manusia
dapat
dihasilkan
karena
adanya
pembakaran karbohidrat, protein,dan lemak sehingga manusia memerlukan
makanan yang cukup bagi tubuhnya (Marsetyo & Kartasapoetra 1991). Energi
yang diperlukan dari energi potensial yang tersimpan dalam pangan yang berupa
energi kimia. Energi kimia ini dilepaskan waktu terjadi pembakaran ikatan kimia
dalam tubuh (dalam proses metabolik). Energi diukur dalam satuan kalori
(Karsin 2004).
Energi
yang
diperlukan
berdasarkan
peningkatan
aktivitas
fisik,
meningkatkan kebutuhan kalori karena tidak hanya untuk perkembangan dan
pertumbuhan. Energi yang diperlukan anak usia sekolah sangat beragam, oleh
karena itu penting mengetahui tinggi dan berat badannya tiap bulan untuk
menentukan kebutuhan energinya (Endres at al 2004).
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi
energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi
seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat
aktivitas
yang
sesuai
dengan
kesehatan
jangka
panjang,
dan
yang
memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan
ekonomi. Almatsier (2003) menyatakan pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu
menyesuaikan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan
jaringan-jaringan baru.
Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada
golongan 7-9 tahun, karena pertumbuhannya lebih cepat terutama penambahan
tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda
dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik
sehingga membutuhkan energi lebih banyak sedangkan perempuan biasanya
9
sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak
(RSCM & Persagi 1990).
Protein
Istilah protein berasal dari bahasa Yunani, didefinisikan sebagai senyawa
dalam pangan yang mengandung nitrogen dan merupakan suatu yang sangat
penting bagi berfungsinya tubuh, yang tanpa senyawa ini kehidupan tidak
mungkin terjadi (Riyadi 2006). Menurut Hartono (2006) protein terbentuk dari
asam-asam amino yang dirangkaikan oleh ikatan peptida. Dimana fungsi protein
diantaranya yaitu membangun jaringan tubuh baru, memperbaiki jaringan tubuh,
menghasilkan
senyawa
esensial,
mengatur
tekanan
osmotik,
mengatur
keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa, menghasilkan energi.
Almatsier (2003) menyatakan bahwa protein memiliki peran yang sangat
penting bagi tubuh yaitu sumber energi, pertumbuhan dan pemeliharaan,
pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,
memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi, dan mengangkut zat-zat gizi.
Berdasarkan sumbernya, protein dibedakan antara protein hewani dan
protein nabati. Sumber protein antara lain daging, dan organ-organ dalam seperti
hati, pankreas, ginjal, paru-paru, jantung dan jeroan (babat, usus halus, dan usus
besar). Susu dan telur termasuk juga sumber protein hewani berkualitas tinggi.
Ikan, kerang dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik
karena mengandung sedikit lemak (Nilawati 2008).
Kecukupan protein pada anak usia sekolah dibedakan menurut jenis
kelamin dan umur. Pada umumnya kecukupan protein pria sedikit lebih tinggi
dibanding wanita (Hardinsyah & Martianto 1992). Kecukupan protein bayi dan
anak relatif lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka
kecukupan protein tergantung pula pada mutu protein. Semakin baik mutu
protein, semakin rendah angka kecukupan protein. Mutu protein bergantung
pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino esensial.
Kecukupan protein yang diperlukan oleh anak umur 10-18 tahun adalah 1-1,5
g/kg BB (RSCM & Persagi 1990).
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah
besar untuk menghasilkan energi atau tenaga. Kebutuhan yang besar akan
karbohidrat terjadi karena zat gizi ini terpakai habis dan tidak di daur ulang
(Hartono 2006).
10
Sumber utama karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) dan
hanya sedikit yang berasal dari hewani. Karbohidrat merupakan salah satu
sumber energi di dalam tubuh manusia. Dari tiga sumber energi utama (yaitu
karbohidrat, lemak, protein), karbohidrat merupakan sumber energi yang paling
murah. Karbohidrat yang tidak dapat dicerna memberikan volume kepada isi
usus. Rangsangan mekanis yang terjadi melancarkan gerak makanan melalui
saluran pencernaan dan memudahkan pembuangan tinja (Nilawati 2008).
Lemak
Lemak dalam makanan biasanya juga disebut lipid. Lipid seperti halnya
karbohidrat juga mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Menurut
Hartono (2006) lemak dan minyak merupakan nutrien kedua yang digunakan
sebagai bahan bakar dalam menghasilkan energi.
Menurut sumbernya kita membedakan lemak nabati dan lemak hewani.
Lemak nabati berasal dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan, sedangkan lemak
hewani berasal dari binatang, termasuk ikan, telur, dan susu. Fungsi lemak
dalam makanan memberikan rasa gurih, memberikan kualitas renyah, terutama
makanan yang digoreng, memberi kandungan kalori yang tinggi dan memberikan
sifat empuk (lunak) pada kue yang dibakar. Di dalam tubuh, lemak berfungsi
sebagai cadangan energi dalam bentuk jaringan lemak yang ditimbun di tempattempat tertentu (Sediaoetama 2006).
Vitamin A
Vitamin adalah campuran organik yang seharusnya disediakan oleh
bahan makanan. Walaupun sangat penting bagi kesehatan dan pertumbuhan
yang normal, namun jumlah vitamin yang diperlukan tubuh adalah sedikit. Bahan
tersebut biasanya ditemukan dalam jumlah pangan yang sedikit pula. Beberapa
diantara vitamin tersebut adalah lemak, lainnya dalam air, karena itu vitamin
dapat digolongkan sebagai vitamin larut dalam lemak dan vitamin larut dalam air
(Suhardjo 1986).
Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi,
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau
sebagai bagian dari enzim. Sebagian besar koenzim terdapat dalam bentuk
apoenzim, yaitu vitamin yang terikat dengan protein (Almatsier 2003).
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A
adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut
lemak. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia
11
aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retina (aldehida), dan asam retinoat (bentuk
asam). Vitamin A tahan terhadap panas cahaya dan alkali, tetapi tidak tahan
terhadap asam dan oksidasi (Almatsier 2003).
Vitamin A memiliki bentuk ester yang disebut karoten. Sebagian besar
sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat dalam bahan-bahan
nabati. Sayuran dan buah-buahan yang berwarna hijau atau kuning banyak
mengandung karoten. Wortel, ubi jalar dan waluh kaya akan karoten. Berbagai
makanan hewani seperti susu, keju dan kuning telur, hati dan ikan yang tinggi
kandungan lemaknya merupakan sumber utama bagi retinol (Winarno 1992).
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan,
kehilangan nafsu makan, dan rendahnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terkena infeksi. Defisiensi vitamin A dapat menghambat mobilisasi zat besi dan
menurunkan respon imun sehingga dapat menyebabkan anemia dan infeksi
selanjutnya meningkatkan morbiditas (Gibson 2005). Angka kecukupan yang
dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun sebesar 600 μg RE per
hari (WKNPG 2004).
Vitamin C
Vitamin C merupakan vitamin yang larut air dan berperan dalam
pembentukan kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang
banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam, tulang, dentin, dan
vascular endotelium. Vitamin C berbentuk asam askorbat yang berperan dalam
proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan
hidroksilisin. Kedua senyawa ini berperan dalam proses penyembuhan luka serta
daya tahan tubuh melawan penyakit infeksi sehingga berperan sebagai
aktioksidan. Salah satu dampak kekurangan vitamin C menyebabkan sariawan
dan anemia (Winarno 1992).
Sumber utama vitamin C dalam makanan terdapat pada buah dan
sayuran segar yang berkontribusi memenuhi kebutuhan vitamin C hingga 90%
(Gibson 2005). Menurut Almatsier (2003), vitamin C pada umumnya hanya
terdapat di dalam pangan nabati, yaitu buah terutama yang memiliki rasa asam
seperti jeruk dan tomat. Selain dalam buah, vitamin C juga banyak terdapat
dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol. Berdasarkan WKNPG (2004), angka
kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk wanita dan laki-laki usia 10-12 tahun
sebesar 50 mg per hari.
12
Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh.
Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral
dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Hanya sedikit sekali (1%) berada
dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang diperlukan dalam
banyak peran metabolisme dan pengaturan. Walaupun demikian, keberadaan itu
mutlak, jika tidak, tubuh akan melepaskan kalsium dari tulang ataupun gigi untuk
memenuhi kebutuhannya (WKNPG 2004).
Air
Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari
berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak (lean body
mass). Angka ini lebih besar untuk anak-anak. Pada proses menua manusia
kehilangan air. Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah 75% berat badan,
sedangkan pada usia tua menjadi 50%. Kandungan air tubuh relatif berbeda
antarmanusia, bergantung pada proporsi jaringan otot dan jaringan lemak. Tubuh
yang mengandung relatif lebih banyak otot mengandung lebih banyak air,
sehingga kandungan air atlet lebih banyak daripada nonatlet, kandungan air
pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan kandungan air pada anak
muda lebih banyak daripada orang tua (Almatsier 2003).
Menurut Almatsier (2003), air mempunyai berbagai fungsi dalam proses
vital tubuh. Fungsi air yaitu sebagai pelarut dan alat angkut, katalisator, pelumas,
fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan.
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absobrsi) dan
penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat
diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang
maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status
gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006).
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan
secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi
mungkin (Almatsier 2003). Menurut Supariasa, Bakri dan Fajar (2001), penilaian
status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara
langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi
13
menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu survey
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam tingkat umur dan tingkat
gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa, Bakri, & Fajar 2001).
Menurut
Hartono
(2006)
penggunaan
pengukuran
antropometri,
khususnya pengukuran berat badan, merupakan prinsip dasar pengkajian gizi
dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa
pengukuran yang spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup indeks
massa tubuh (IMT).
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (supervicial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara
cepat (rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di
samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau
riwayat penyakit (Supariasa, Bakri & Fajar 2001).
Penilaian