Aspek Ekonomi, Sosial, dan Budaya Praktek Agroforestry (Studi Kasus Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo).

(1)

ASPEK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA PRAKTEK AGROFORESTRY

(Studi Kasus Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo)

SKRIPSI

Oleh :

Febrina Evilya Barus 051201039 / Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

FEBRINA EVILYA BARUS. Aspek Ekonomi, Sosial, dan Budaya Praktek Agroforestry (Studi Kasus Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo). Dibimbing oleh Oding Affandi dan Edy Batara Mulya Siregar.

Kegiatan pengelolaan agroforestry di Desa Gurukinayan dikerjakan dan/atau diatur secara bersama-sama dimulai dengan persiapan lahan, pemeliharaan, pemanenan, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran. Potensi agroforestry dari hasil hutan kayu diperoleh volume total sebesar 5190 m3 dan total hasil hutan non kayu diperoleh dari obat-obatan sebesar Rp. 93.000.000 yang merupakan potensi yang besar dan paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Berdasarkan komponen penyusunnya, lahan agroforestry beberapa masyarakat ada yang memanfaatkan ternak (agrosilvopastura). Pertanian memiliki kontribusi yang paling besar mencapai 37,76 %, karena jenis tanaman yang cepat menghasilkan seperti padi, jagung, cabai merah, tomat, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Kehutanan memiliki kontribusi yang paling sedikit mencapai 4,69 % karena pada saat ini belum menghasilkan (panen), namun bila panen kontribusinya dapat lebih besar.


(3)

ABSTRACK

FEBRINA EVILYA BARUS. Economic Aspect, Social, and Culture Practice Agroforestry (Study Case of Gurukinayan Village, Subdistrict of Payung, Karo Regency).Guided by Oding Affandi and Edy Batara Mulya Siregar.

Activity of management agroforestry in countryside of Gurukinayan done and/or arranged by together started with preparation of farm, conservancy, cropping, handling and processing after crop, and marketing. Potency of Agroforestry from result of wood forest obtained total volume equal to 5190 m3 while result of forest non wood obtained from drug equal to Rp. 93.000.000 which represent big potency and at most exploited by society. Pursuant to it”s compiler component, farm of agroforestry some society there is exploiting livestock (agrosilvopastura).Agriculture have biggest contribution reach 37,76 %, because crop type which quickly yield like rice plant, corn, red chilli, tomato, vegetables, and fruits. Forestry have fewest contribution reach 4,69 %, because at the moment not yet yielded ( crop), but when its contribution crop earn biggerly.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 05 Februari 1987 dari ayah Drs. Masa Barus dan ibu Sosianna Sembiring. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 3 P. Siantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Manajemen Hutan.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di Di HPHTI PT. Riau Andalan Pulp And Paper Riau Fiber, Estate Baserah, Kecamatan Kuantan Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau dari tanggal 05 Januari sampai 05 Maret 2009.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aspek Ekonomi, Sosial, dan Budaya Masyarakat Praktek Agroforestry (Studi Kasus Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo)”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Oding Affandi, S. Hut, MP dan Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Kepala Desa Gurukinayan Bapak Arifin Sembiring dan seluruh staf kantor Kecamatan Payung, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Manajemen Hutan Departemen Kehutanan, serta rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, April 2010


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 6

Batasan Penelitian ... 6

Kerangka Pemikiran... 7

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Agroforestry ... 9

Karakteristik Agroforestry ... 11

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Agroforestry... 12

Keunggulan Agroforestry ... 14

Klasifikasi Agroforestry ... 15

Manfaat dan Fungsi Agroforestry ... 21

Peran dan Fungsi Agroforestry Terhadap Aspek Ekonomi ... 23

Peran dan Fungsi Agroforestry Terhadap Aspek Sosial dan Budaya ... 25

Tujuan Akhir Program Agroforestry ... 27

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 29

Bahan dan Alat ... 30

Objek dan data Kegiatan ... 31

Metode Pengumpulan Data ... 31

Analisis Data ... 33

Matrik Metodologi ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pengelolaan Agroforestry ... 38

Potensi Agroforestry ... 44


(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 61

Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Lahan Agrisilvikultur di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung,

Kabupaten Karo ... 3

2. Persentase Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah... 4

3. Bagan Alur Pemikiran ... 8

4. Bagan Tujuan Akhir dari Program Agroforestry ... 28

5. Desa Gurukinayan ... 29

6. Persentase Mata Pencaharian Masyarakat Desa Gurukinayan ... 30

7. Komponen Vegetasi Penyusun Agroforestry Terdiri Dari : Tanaman Kopi, Mahoni, Cengkeh, Cabe ... 39

8. Rantai Pemasaran Tanaman Pertanian ... 42

9. Rantai Pemasaran Buah-Buahan ... 43

10. Coklat ... 43

11. Alat Penggiling Kopi... 43

12. Jalur Pemasaran Hasil Perkebunan ... 44

13. Agrosilvopastura ... 53

14. Siwaluh Jabu ... 54

15. Jambur ... 56


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian ... 36 2. Volume Produksi Praktek Agroforestry Desa Gurukinayan ... 48 3. Kontribusi Agroforestry terhadap Pendapatan Petani


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data Responden Potensi Hutan Agroforestry Desa Guru Kinayan,

Kecamatan Payung, Kabupaten Karo ... 64

2. Sumber-Sumber Pendapatan Petani Tahun 2007 – 2008 Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo... 68

3. Persentase Pendapatan dari Agroforestry ... 69

4. Data Pengukuran Potensi Plot Contoh (0,1 ha) Tanaman Agroforestry di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo ... 70

5. Plot Contoh Pada Setiap Lahan Responden dengan Petak Contoh 0,1 ha Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo ... 87

6. Volume Total (Potensi) Tanaman Agroforestry ... 89

7. Potensi Tanaman Obat ... 89


(11)

ABSTRAK

FEBRINA EVILYA BARUS. Aspek Ekonomi, Sosial, dan Budaya Praktek Agroforestry (Studi Kasus Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo). Dibimbing oleh Oding Affandi dan Edy Batara Mulya Siregar.

Kegiatan pengelolaan agroforestry di Desa Gurukinayan dikerjakan dan/atau diatur secara bersama-sama dimulai dengan persiapan lahan, pemeliharaan, pemanenan, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran. Potensi agroforestry dari hasil hutan kayu diperoleh volume total sebesar 5190 m3 dan total hasil hutan non kayu diperoleh dari obat-obatan sebesar Rp. 93.000.000 yang merupakan potensi yang besar dan paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Berdasarkan komponen penyusunnya, lahan agroforestry beberapa masyarakat ada yang memanfaatkan ternak (agrosilvopastura). Pertanian memiliki kontribusi yang paling besar mencapai 37,76 %, karena jenis tanaman yang cepat menghasilkan seperti padi, jagung, cabai merah, tomat, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Kehutanan memiliki kontribusi yang paling sedikit mencapai 4,69 % karena pada saat ini belum menghasilkan (panen), namun bila panen kontribusinya dapat lebih besar.


(12)

ABSTRACK

FEBRINA EVILYA BARUS. Economic Aspect, Social, and Culture Practice Agroforestry (Study Case of Gurukinayan Village, Subdistrict of Payung, Karo Regency).Guided by Oding Affandi and Edy Batara Mulya Siregar.

Activity of management agroforestry in countryside of Gurukinayan done and/or arranged by together started with preparation of farm, conservancy, cropping, handling and processing after crop, and marketing. Potency of Agroforestry from result of wood forest obtained total volume equal to 5190 m3 while result of forest non wood obtained from drug equal to Rp. 93.000.000 which represent big potency and at most exploited by society. Pursuant to it”s compiler component, farm of agroforestry some society there is exploiting livestock (agrosilvopastura).Agriculture have biggest contribution reach 37,76 %, because crop type which quickly yield like rice plant, corn, red chilli, tomato, vegetables, and fruits. Forestry have fewest contribution reach 4,69 %, because at the moment not yet yielded ( crop), but when its contribution crop earn biggerly.


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan (Hairiah, dkk., 2003).

Agroforestry merupakan nama kolektif bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan yang sesuai diterapkan pada lahan-lahan pertanian beresiko tinggi tehadap erosi, terdegradasi, dan lahan-lahan marginal. Sistem ini merupakan salah satu praktek pertanian konservatif dan produktif, yang telah diterapkan dan dikembangkan oleh petani di daerah tropika termasuk Indonesia, dimana kemampuan pohon-pohon untuk tumbuh pada kondisi iklim dan tanah yang kurang menguntungkan. Sistem tersebut memiliki potensi konservasi tanah dan air, serta perbaikan bagi tanah-tanah marginal di daerah tropis, subtropis, humid, semiarid, dan berlereng. Seperti halnya sistem indigenous dimana pohon-pohon sulit untuk tumbuh dan kemampuan regenerasi tanah sangat rendah (Cooper, dkk., 1996).

Sistem agroforestry menggabungkan ilmu kehutanan dan agronomi untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestariaan


(14)

lingkungan, karena didalamnya terdapat tanaman pertanian bernilai komersial, seperti rempah-rempah dan kopi, juga berpeluang bagi tanaman pangan lainnya Dengan kombinasi pohon, perdu dan tanaman semusim, akan dapat memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakarannya serta tanah menjadi produktif dan konservatif (de Foresta, 2000).

Pada umumnya kegiatan agroforestry sudah dilakukan di wilayah Sumatera Utara khususnya Kabupaten Karo. Namun, masyarakat kurang memanfaatkan dengan maksimal dan mengetahui potensi dan manfaat dari agroforestry tersebut. Lahan agrisilvikultur Desa Gurukinayan dapat dilihat pada Gambar 1. Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo merupakan wilayah hutan alam yang terdapat di pegunungan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat sebagai petani dengan memanfaatkan lahan kosong untuk tanaman pertanian sehingga masyarakat tidak mengetahui kegiatan agroforestry. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji aspek ekonomi, sosial, dan budaya praktek agroforestry di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

Gambar 1. Lahan Agrisilvikultur di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo (Sumber: Febrina Barus, 2009)


(15)

Perumusan Masalah

Agroforestry merupakan kegiatan penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara lestari, dengan cara mengkombinasikan tanaman berkayu (pohon) dengan tanaman pangan atau tanaman pakan ternak pada sebidang lahan yang sama, baik secara bersamaan atau secara bergantian, dengan menggunakan praktek-praktek pola pengelolaan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat. Agroforestry memiliki banyak manfaat untuk sumber pendapatan masyarakat sekitar hutan, dengan tidak hanya memanfaatkan dari hutan berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu saja tetapi masyarakat dapat memanfaatkan dari tanaman pertanian. Oleh karena itu, hal ini harus mendapat perhatian yang besar dari berbagai pihak, baik dari masyarakat sendiri maupun pemerintah pada khususnya.

Desa Gurukinayan memiliki lahan agroforestry yang berpotensi untuk dikembangkan. Luas desa Gurukinayan 11,3 km2. Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah adalah lahan sawah digunakan sebesar 75 ha, lahan pertanian (lahan kering) 548 ha, bangunan atau pekarangan 8 ha, dan penggunaan lahan lainnya 499 ha. Tata guna lahan di Desa Gurukinayan didominasi oleh lahan pertanian yaitu tanaman pangan dan beberapa jenis tanaman holtikultura. Selain itu digunakan untuk tanaman kehutanan, lahan perkebunan dan lahan sawah tetapi tidak terlalu banyak karena lahan untuk sawah tidak terlalu bagus. Untuk penggunaan lahan lainnya seperti kantor-kantor, tempat pemandian umum, tempat ibadah, tempat kesehatan seperti polindes dan posyandu, jambur. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.


(16)

Sawah 75 ha (6,6 %)

Bangunan atau

Pekarangan 8 ha (0,9 %) Pertanian (lahan kering) 548 ha (48,4 %)

Lainnya 499 ha (44,1 %)

Gambar 2. Persentase Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah (Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Payung, 2008)

Permasalahan yang terjadi adalah pengembangan praktek agroforestry tidak semaksimal dilakukan. Hal ini disebabkan karena masyarakat hanya memanfaatkan lahan kosong untuk tanaman pertanian sehingga banyak masyarakat hanya berpatokan untuk mencari lahan yang dapat ditanami tanaman pertanian. Oleh karena, tidak adanya lahan yang dapat ditanami maka masyarakat beralih ke hutan dengan cara membakar hutan dan penebangan liar. Permasalahan yang akan terjadi adalah deforestasi, kerusakan (degradasi) lahan, kebakaran, dan lahan banyak yang tidak produktif maka sistem agroforestry dapat diterapkan dan dikembangkan karena memiliki potensi dan manfaat terhadap aspek ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat serta secara teknis mudah dilakukan. Selain itu, informasi kepada masyarakat tentang agroforestry sangat kurang. Untuk itu diperlukan kegiatan sosialisasi tentang pentingnya agroforestry kepada masyarakat.

Berkaitan dengan masalah tersebut timbul beberapa pertanyaan yang merupakan ruang lingkup kajian dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kegiatan pengelolaan agroforestry yang dilakukan oleh para petani di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.


(17)

2. Seberapa besar pengaruh ekonomi dari agroforestry berupa tambahan pendapatan petani di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. 3. Berapa besar potensi agroforestry di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung,

Kabupaten Karo.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui pola pengelolaan agroforestry di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui potensi tanaman agroforestry berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu yang belum diinventarisasi di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

3. Untuk mengetahui peran dan fungsi agroforestry dalam mensejahterakan masyarakat di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

Hipótesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah:

1. Terdapat potensi dan manfaat dari kegiatan agroforestry terhadap aspek ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

2. Peran masyarakat yang besar terhadap kegiatan agroforestry untuk menunjang kesejahteraan rakyat di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.


(18)

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah:

1. Sebagai informasi mengenai potensi dan manfaat agroforestry di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

2. Sebagai bahan informasi masyarakat umum, pemerintah, instansi/lembaga, terkait dalam pengelolaan kawasan hutan dan bermanfaat untuk dunia penelitian dan pendidikan.

Batasan Penelitian

Batasan penelitian adalah:

1. Pola pengelolaan agroforestry berdasarkan metode silvikultur yang dikerjakan dan/atau diatur secara bersama-sama akan lebih produktif dan efisien, antara lain persiapan lahan, pemeliharaan, pemanenan, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran.

2. Potensi Agroforestry terdiri dari potensi hasil hutan kayu dan potensi hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan sebagai obat-obatan, sayuran dan keperluan rumah tangga lainnya (misalnya rotan, bambu dsb).

3. Peran dan Fungsi Agroforestry a. Ekonomi

Aspek ekonomi agroforestry berdasarkan nilai ekonomi masyarakat maka dilakukan analisis pendapatan.

b. Sosial

Aspek sosial diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat yaitu dalam upaya mememecahkan masalah sosial masyarakat yang sering terjadi dan


(19)

meningkatkan solidaritas antar masyarakat dan dalam mengolah lahan menjadi sumber daya yang bernilai, bertujuan menjaga eksistensi dan meningkatkan taraf kehidupan pribadi, keluarga, dan komunitasnya.

c. Budaya

Aspek budaya berdasarkan fungsi agroforestry dalam kaitannya dengan aspek tenurial yaitu aspek kepemilikan tanah, fungsi agroforestry dalam melestarikan berbagai identitas kultural yaitu memahami fungsi dalam melestarikan berbagai identitas kultural, fungsi agroforestry dalam kaitannya dengan kelembagaan lokal yaitu yang mengatur kehidupan sehari-hari anggota komunitas, dan fungsi agroforestry dalam pelestarian pengetahuan tradisional yaitu mengenal diversitas komponen terutama hayati yang sebagian dari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara guna memperoleh manfaat sebagai bahan baku pengobatan.

Kerangka Pemikiran

Agroforestry di desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, kabupaten Karo berpotensi untuk dikembangkan. untuk menunjang kesejahteraan dan menjaga stabilitas ekonomi masyarakat. Agroforesty sangat penting dilakukan dan dikembangkan mengingat banyak manfaat yang dapat diperoleh.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi dan manfaat agroforesty terhadap aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Mempelajari bentuk pengelolaan agroforestry dan kontribusi yang dapat diberikan bagi perekonomian rumah tangga. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah dengan adanya pelaksanaan agroforestry kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dan hutan tetap lestari. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari bagan alur kerangka pemikiran pada Gambar 3.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA Hutan

Agroforestry

Alasan melakukan agroforestry

Bentuk Pengelolaan

Perekonomian Rumah tangga

- Ekonomi - Sosial - Budaya

- Cara persiapan lahan - Cara pemeliharaan - Cara pemanenan - Cara penanganan dan

pengolahan pasca panen - Cara pemasarn

- Pendapatan

- Kesempatan Kerja

Pelestarian Hutan, adat, dan kesejahteraan

Masyarakat


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Agroforestry

Secara sederhana agroforestry adalah kegiatan pengkombinasian antara tanaman pertanian dengan tumbuhan berkayu (pohon). Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh para ilmuwan yang mengakibatkan definisi agroforestry ini beragam tergantung dari sudut pandang pembuat definisi dan latar belakang budaya tempat agroforestry diterapkan. Menurut Hairiah dkk (2003), dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan penting tentang agroforestry sebagai berikut:

1. Agroforestry adalah suatu sistem penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara lestari.

2. Pencapaian tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara mengkombinasikan tanaman berkayu (pohon) dengan tanaman pangan atau tanaman pakan ternak. 3. Usahanya dilaksanakan pada sebidang lahan yang sama, baik secara

bersamaan waktunya atau secara bergantian.

4. Pelaksanaan agroforestry (manajemen) harus disesuaikan dengan latar belakang sosial dan budaya setempat, kondisi ekonomi dan kondisi ekologi setempat.

5. Lahan yang diusahakan untuk agroforestry berada dalam satu unit managemen yang sama.

Jadi, agroforestry adalah suatu sistem penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara lestari, dengan cara mengkombinasikan tanaman pangan/pakan ternak dengan tanaman pohon pada


(22)

sebidang lahan yang sama, baik secara bersamaan atau secara bergantian, dengan menggunakan praktek-praktek pengolahan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat (Hairiah dkk, 2003).

Di kalangan masyarakat berkembang beberapa istilah yang sering dicampuradukkan dengan agroforestry. Hal ini sangat membingungkan. Ada yang memandang agroforestry adalah suatu kebijakan pemerintah atau status kepemilikan lahan, bukan sebagai sistem penggunaan lahan. Berikut ini beberapa contoh definisi agroforestry yang berkembang di masyarakat:

1. Perhutanan Sosial (Social-Forestry)

Perhutanan sosial (social forestry) adalah upaya/kebijakan kehutanan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar hutan.

2. Hutan Kemasyarakatan (Community-Forestry) dan Hutan Rakyat (Farm-Forestry)

Hutan kemasyarakatan (community forestry) adalah hutan yang perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan pemungutan hasil hutan serta pemasarannya dilakukan sendiri oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Hutan rakyat (farm-forestry) adalah hutan di mana petani/pemilik lahan menanam pepohonan di lahannya sendiri. Mereka biasanya telah mengikuti pendidikan, latihan dan penyuluhan kehutanan ataupun memperoleh bantuan untuk kegiatan kehutanan.

3. Hutan Serba-Guna (Multiple Use Forestry)

Hutan serba-guna adalah praktek kehutanan yang mempunyai dua atau lebih tujuan pengelolaan, meliputi produksi, jasa atau keuntungan lainnya. Dalam


(23)

penerapan dan pelaksanaannya bisa menyertakan tanaman pertanian atau kegiatan peternakan.

4. Forest Farming

Istilah Forest farming sebenarnya mirip dengan multiple use forestry, yang digunakan untuk upaya peningkatan produksi lahan hutan, yaitu tidak melulu produk kayu, tetapi juga mencakup berbagai bahan pangan dan hijauan. 5. Ecofarming

Ecofarming adalah bentuk budidaya pertanian yang mengusahakan sedapat mungkin tercapainya keharmonisan dengan lingkungannya

(Hairiah dkk, 2003).

Karakteristik Agroforestry

Beberapa ciri penting agroforestry yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree (1982) dalam Hairiah dkk (2003) adalah:

1. Agroforestry biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.

2. Siklus sistem agroforestry selalu lebih dari satu tahun.

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.

5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.


(24)

6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestry tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.

7. Sistem agroforestry yang paling sederhana pun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Agroforestry

Pengelolaan sistem agroforestri meliputi pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, pemangkasan, dan pemberantasan hama/penyakit, seringkali berbeda-beda antar lokasi dan bahkan antar petani. Sistem pengelolaan yang berberbeda-beda-berbeda-beda itu dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi biofisik (tanah dan iklim), perbedaan ketersediaan modal dan tenaga kerja, serta perbedaan latar belakang sosial-budaya. Oleh karena itu produksi yang dihasilkan dari sistem agroforestri juga bermacam-macam, misalnya buah-buahan, kayu bangunan, kayu bakar, getah, pakan, sayur-sayuran, umbi-umbian, dan biji-bijian (Widianto dkk, 2003).

Mengingat keberagaman itu, maka dalam menentukan rumusan pengelolaan sistem agroforestry harus berpegang pada prinsip-prinsip atau dasar-dasar yang dapat mendorong tercapainya produktivitas, keberlanjutan dan penyebarluasan sistem agroforestry di berbagai tempat dan kondisi yang berbeda. Menurut Widianto dkk (2003), ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menentukan rumusan pengelolaan adalah:

1. Pengelolaan agroforestry secara umum harus bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan keunggulan-keunggulan sistem agroforestry, serta mengurangi atau meniadakan kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat mewujudkan


(25)

kelestarian sumber daya alam dan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan petani.

2. Agar keunggulannya terwujud dan kelemahannya teratasi, diperlukan rumusan pengelolaan agroforestri yang berbeda (spesifik) untuk kondisi lahan dan masyarakat yang berbeda. Jadi tidak mungkin dan tidak boleh ada satu rumusan pengelolaan agroforestri yang berlaku untuk semua keadaan lahan dan masyarakat yang berbeda-beda.

3. Rumusan pengelolaan agroforestri adalah beragam tetapi tetap memenuhi kriteria: (a) campuran jenis tanaman tahunan/pohon-pohonan (kehutanan) dan tanaman setahun/pangan/pakan ternak (pertanian), (b) lebih dari satu strata tajuk, (c) mempunyai produktivitas yang cukup tinggi dan memberi pendapatan yang berarti bagi petani, (d) terjaga kelestarian fungsi ekosistemnya, (e) dapat diadopsi dan dilaksanakan oleh masyarakat, khususnya oleh petani yang terlibat.

4. Unit terkecil manajemen agroforestri adalah rumah tangga, yakni pada tingkat pengambilan keputusan terendah. Namun, agroforestri dapat saja dipraktekkan oleh pengusaha dalam skala unit yang relatif besar.

5. Mengingat bahwa pengelolaan yang dibiarkan pada masing-masing unit terkecil akan cenderung menjadikan agroforestri kurang viable dan menjadikan petani subsisten, maka perlu dikembangkan "jaringan kerjasama" antara petani agroforestri. Beberapa kegiatan yang dikerjakan dan/atau diatur secara bersama-sama akan lebih produktif dan efisien, antara lain:


(26)

a. Pengelolaan produksi, misalnya (a) penyediaan bibit tanaman berkualitas, (b) pekerjaan pemangkasan/prunning, (c) pemanenan kayu dan buah-buahan, serta (d) penanganan dan pengolahan pasca panen.

b. Pengelolaan pemasaran, misalnya (a) pengaturan panen dan pemasaran, yakni memenuhi kuantitas, kualitas dan pengiriman yang sesuai dengan permintaan pasar, (b) pengaturan alat angkutan yang murah dan lancar, serta (c) pemilahan ukuran dan kualitas.

c. Pengelolaan keuangan, misalnya tabungan dan simpan-pinjam antar petani atau dengan pihak perbankan.

Keunggulan Agroforestry

Menurut Irwanto (2008), ada beberapa keunggulan agroforestry dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal:

1. Produktivitas (Productivity)

Dari hasil penelitian dibukt ikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestry jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur (penanaman satu jenis). Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.

2. Diversitas (Diversity)

Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestry menghasilkan diversitas (keragaman) yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat


(27)

menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada penanaman satu jenis (monokultur).

3. Kemandirian (Self-regulation)

Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestry diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar antara lain pupuk dan pestisida, dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur.

4. Stabilitas (Stability)

Praktek agroforestry yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani

Klasifikasi Agroforestry

Pengklasifikasian agroforestry dapat didasarkan pada berbagai aspek sesuai dengan perspektif dan kepentingannya. Pengklasifikasian ini bukan dimaksudkan untuk menunjukkan kompleksitas agoroforestry dibandingkan budidaya tunggal (monoculture; baik di sektor kehutanan ataupun di sektor pertanian). Akan tetapi pengklasifikasian ini justru akan sangat membantu dalam menganalisis setiap bentuk implementasi agroforestry yang dijumpai di lapangan secara lebih mendalam, guna mengoptimalkan fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat atau para pemilik lahan (Sardjono dkk, 2003).


(28)

Menurut Sardjono dkk (2003), ada beberapa klasifikasi agroforestry antara lain:

1. Klasifikasi Berdasarkan Komponen Penyusunnya a. Agrisilvikultur (Agrisilvicultural Systems)

Agrisilvikultur adalah sistem agroforestry yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). Dalam agrisilvikultur, ditanam pohon serbaguna atau pohon dalam rangka fungsi lindung pada lahan-lahan pertanian (multipurpose trees/shrubs on farmlands, shelterbelt, windbreaks, atau soil conservation).

b. Silvopastura (Silvopastural Systems)

Sistem agroforestry yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. Beberapa contoh silvopastura antara lain: pohon atau perdu pada padang penggembalaan (Trees and shrubs on pastures), atau produksi terpadu antara ternak dan produk kayu (integrated production of animals and wood products).

c. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural Systems)

Telah dijelaskan bahwa sistem-sistem agrosilvopastura adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam bukan merupakan sistem agrosilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaksud.


(29)

Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu/kehutanan) kepada manusia/masyarakat (to serve people). Tidak tertutup kemungkinan bahwa kombinasi dimaksud juga didukung oleh permudaan alam dan satwa liar.

2. Klasifikasi Berdasarkan Istilah Teknis yang Digunakan a. Sistem Agroforestry

Sistem agroforestry dapat didasarkan pada komposisi biologis serta pengaturannya, tingkat pengelolaan teknis atau ciri-ciri sosial-ekonominya.

b. Sub-Sistem Agroforestry

Sub-sistem agroforestry menunjukkan hirarki yang lebih rendah daripada sistem agroforestry, meskipun tetap merupakan bagian dari sistem itu sendiri. Meskipun demikian, sub-sistem agroforestry memiliki ciri-ciri yang lebih rinci dan lingkup yang lebih mendalam.

c. Praktek Agroforestry

Praktek dalam agroforestry lebih menjurus kepada operasional pengelolaan lahan yang khas dari agroforestry yang murni didasarkan pada kepentingan/kebutuhan ataupun juga pengalaman dari petani lokal atau unit manajemen yang lain, yang didalamnya terdapat komponen-komponen agroforestry.

d. Teknologi Agroforestry

Penggunaan istilah ‘teknologi agroforestry’ adalah inovasi atau penyempurnaan melalui intervensi ilmiah terhadap sistem-sistem atau


(30)

praktek-praktek agroforestry yang sudah ada untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

3. Klasifikasi Berdasarkan Masa Perkembangannya

a. Agroforestry Tradisional/Klasik (Traditional/Classical Agroforestry)

Praktek dapat dijumpai dalam satu unit manajemen lahan hingga pada suatu bentang alam (landscape) dari agroekosistem peDesaan. Agroforestry tradisional/klasik sebagai ‘setiap sistem pertanian, dimana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakan/tanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi dan ekologis dari keseluruhan sistem (agroecosystem)’. Ada juga yang menyebut agroforestry tradisional/klasik sebagai agroforestry ortodoks (orthodox agroforestry), karena perbedaan karakter dengan yang diperkenalkan secara modern.

b. Agroforestry Modern (Modern atau Introduced Agroforestry)

Agroforestry modern umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Berbeda dengan agroforestry tradisional/klasik, ratusan pohon bermanfaat di luar komponen utama atau juga satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari system tradisional kemungkinan tidak terdapat lagi dalam agroforestry modern.

4. Klasifikasi Berdasarkan Orientasi Ekonomi

a. Agroforestry Skala Subsisten (Subsistence Agroforestry)

Agroforestry dengan skala subsisten ini secara umum merupakan agroforestry yang tradisional, dengan beberapa ciri-ciri penting yang bisa dijumpai adalah:


(31)

1) Lahan yang diusahakan terbatas

2) Jenis yang diusahakan beragam (polyculture) dan biasanya hanya merupakan jenis-jenis lokal non-komersial saja (indigenous dan bahkan endemic) serta ditanam/dipelihara dari permudaan alam dalam jumlah terbatas

3) Pengaturan penanaman tidak beraturan (acak)

4) Pemeliharaan/perawatan serta aspek pengelolaan lainnya tidak intensif. b. Agroforestry Skala Semi-Komersial (Semi-Commercial Agroforestry)

Pada wilayah-wilayah yang mulai terbuka aksesibilitasnya, terutama bila menyangkut kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki motivasi ekonomi dalam penggunaan lahan yang cukup tinggi, terjadi peningkatan kecenderungan untuk meningkatkan produktivitas serta kualitas hasil yang dapat dipasarkan untuk memperoleh uang tunai. Meskipun demikian, dengan keterbatasan investasi yang dimiliki, jangkauan pemasaran produk yang belum meluas, serta ditambah dengan pola hidup yang masih subsisten, maka jaminan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari tetap menjadi dasar pertimbangan terpenting. Pentingnya risiko kegagalan ini terlihat dari tetap dipertahankannya keanekaragaman jenis tanaman pada lahan usaha.

c. Agroforestry Skala Komersial (Commercial Agroforestry)

Ciri-ciri yang dimiliki biasanya tidak jauh berbeda antar berbagai bentuk implementasi, baik dalam lingkup pertanian ataupun kehutanan, antara lain: 1) Komposisi hanya terdiri dari 2 - 3 kombinasi jenis tanaman, di mana salah

satunya merupakan komoditi utama (adapun komponen lainnya berfungsi sebagai unsur pendukung).


(32)

2) Dikembangkan pada skala yang cukup luas (investasi besar) dan menggunakan input teknologi yang memadai.

3) Memiliki rantai usaha tingkat lanjut (penanganan pascapanen dan perdagangan) yang jelas serta tertata baik.

4) Menuntut manajemen yang profesional. 5. Klasifikasi Berdasarkan Sistem Produksi

a. Agroforestry Berbasis Hutan (Forest Based Agroforestry)

Fores based agroforestry systems pada dasarnya adalah berbagai bentuk agroforestry yang diawali dengan pembukaan sebagian areal hutan dan/atau belukar untuk aktivitas pertanian, dan dikenal dengan sebutan agroforest.

b. Agroforestry Berbasis pada Pertanian (Farm based Agroforestry)

Farm based agroforestry dianggap lebih teratur dibandingkan dengan agroforest (forest based agroforestry) dengan produk utama tanaman pertanian dan atau peternakan tergantung sistem produksi pertanian dominan di daerah tersebut. Komponen kehutanan merupakan elemen pendukung bagi peningkatan produktivitas dan/atau sustainabilitas sistem.

c. Agroforestry Berbasis pada Keluarga (Household based Agroforestry) Di Indonesia yang terkenal adalah model kebun talun di Jawa Barat. Sedangkan di Kalimantan Timur, ada kebun pekarangan tradisional yang dimiliki oleh satu keluarga besar (clan). Kondisi ini bisa terjadi karena pada masa lampau beberapa keluarga tinggal bersama-sama pada rumah panjang atau disebut sebagai ‘lamin’. Di berbagai daerah di Indonesia, pekarangan biasanya ditanam pohon buah-buahan dengan tanaman pangan.


(33)

6. Klasifikasi Berdasarkan Lingkup Manajemen a. Agroforestry pada Tingkat Tapak (Skala Plot)

Sistem ini biasanya dilakukan pada lahan-lahan milik perorangan (petani) atau milik badan hukum (perusahaan). Titik berat bentuk agroforestry ini adalah optimalisasi kombinasi melalui simulasi dan manipulasi jenis tanaman/hewan, dan seringkali pada skala lahan yang relatif terbatas (misalnya pada kebun pekarangan transmigrasi dengan luas rata-rata 0,25 hektar). Pemahaman akan karakter jenis, dan responnya dalam kombinasi, merupakan kunci keberhasilan agroforestry pada tingkatan ini.

b. Agroforestry pada Tingkat Bentang Lahan

Agroforestry pada tingkat bentang lahan dewasa ini dalam lingkup kehutanan masyarakat (community forestry) seringkali disebut dengan istilah ‘Sistem Hutan Kerakyatan’ (SHK/community based forest system management). Meskipun penekanan SHK pada wilayah-wilayah masyarakat adat/tradisional, tetapi mengingat sub-elemennya antara lain ladang, kebun, sawah, pekarangan, tempat-tempat yang dikeramatkan sebagai satu kesatuan yang integral dalam upaya komunal dari satu komunitas atau lebih, sistem ini bias dikatakan sebagai suatu agroforestry.

Manfaat dan Fungsi Agroforestry

Menurut Widianto dkk (2003), ada beberapa fungsi dan manfaat hutan bagi manusia dan kehidupan lainnya adalah:

a. Penghasil Kayu Bangunan (Timber)

Di hutan tumbuh beraneka spesies pohon yang menghasilkan kayu dengan berbagai ukuran dan kualitas yang dapat dipergunakan untuk bahan


(34)

bangunan (timber). Kayu bangunan yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi.

b. Sumber Hasil Hutan Non-kayu (Non Timber Forest Product = NTFP) Tingkat biodiversitas hutan alami sangat tinggi dan memberikan banyak manfaat bagi manusia yang tinggal di sekeliling hutan. Selain kayu bangunan, hutan juga menghasilkan beraneka hasil yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, sayuran dan keperluan rumah tangga lainnya (misalnya rotan, bambu dsb).

c. Cadangan Karbon (C)

Salah satu fungsi hutan yang penting adalah sebagai cadangan karbon di alam karena C disimpan dalam bentuk biomasa vegetasinya. Alih-guna lahan hutan mengakibatkan peningkatan emisi CO2 di atmosfer yang berasal dari hasil pembakaran dan peningkatan mineralisasi bahan organik tanah selama pembukaan lahan serta berkurangnya vegetasi sebagai lubuk C (C- sink).

d. Habitat Bagi Fauna

Hutan merupakan habitat penting bagi beraneka fauna dan flora. Konversi hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya akan menurunkan populasi fauna dan flora yang sensitif sehingga tingkat keanekaragaman hayati atau biodiversitas berkurang.

e. Filter

Kondisi tanah hutan umumnya remah dan memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya masukan bahan organik ke dalam tanah yang terus menerus dari daun-daun, cabang dan ranting yang berguguran sebagai seresah, dan dari akar tanaman serta hewan tanah yang telah mati. Dengan meningkatnya infiltrasi air tanah dan penyerapan air oleh tumbuhan hutan serta


(35)

bentang lahan alami dari hutan, maka terjadi pengurangan limpasan permukaan, bahaya banjir, dan pencemaran air tanah. Jadi hutan berperan sebagai filter (saringan) dan pada peran ini sangat menentukan fungsi hidrologi hutan pada kawasan daerah aliran sungai (DAS).

f. Sumber Tambang dan Mineral Berharga Lainnya

Seringkali di bawah hutan terdapat berbagai bahan mineral berharga yang merupakan bahan tambang yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan hidup manusia. Namun sayang, pemanfaatan bahan tambang itu seringkali harus menyingkirkan hutan yang ada di atasnya.

g. Lahan

Hutan menempati ruangan (space) di permukaan bumi, terdiri dari komponen-komponen tanah, hidrologi, udara atau atmosfer, iklim, dan sebagainya dinamakan ‘lahan’. Lahan sangat bermanfaat bagi berbagai kepentingan manusia sehingga bisa memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

h. Hiburan

Manfaat hutan sebagai tempat hiburan ini jarang dibicarakan karena sulit untuk dinilai dalam rupiah. Banyak hutan dipakai sebagai ladang perburuan bagi orang yang memiliki hobi berburu. Hutan dapat merupakan sumber pendapatan daerah dengan adanya eco-tourism yang akhir-akhir ini cukup ramai memperoleh banyak perhatian pengunjung baik domestik maupun mancanegara.

Peran dan Fungsi Agroforestry Terhadap Aspek Ekonomi

Menurut Widianto dkk (2003), ada beberapa peran dan fungsi agroforestry terhadap aspek ekonomi, antara lain:


(36)

1. Aspek Ekonomi Agroforestry Pada Tingkat Kawasan

Sistem agroforestry memiliki beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan/atau ternak) membuat sistem ini memiliki karakteristik yang unik, dalam hal jenis produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi penggunaan produk.

Jenis produk yang dihasilkan sistem agroforestry sangat beragam, yang bisa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Produk untuk komersial misalnya bahan pangan, buah-buahan, hijauan makanan ternak, kayu bangunan, kayu bakar, daun, kulit, getah, dan lain-lain. b. Pelayanan jasa lingkungan, misalnya konservasi sumber daya alam (tanah, air,

dan keanekaragaman hayati)

Pola tanam itu dapat dilakukan dalam suatu unit lahan pada waktu bersamaan (simultan) atau pada waktu yang berbeda/berurutan (sekuensial), melibatkan beraneka jenis tanaman tahunan maupun musiman. Pola tanam dalam sistem agroforestry memungkinkan terjadinya penyebaran kegiatan sepanjang tahun dan waktu panen yang berbeda-beda, mulai dari harian, mingguan, musiman, tahunan, atau sewaktu-waktu.

Keragaman jenis produk dan waktu panen memungkinkan penggunaan produk yang sangat beragam pula. Tidak semua produk yang dihasilkan oleh sistem agroforestry digunakan untuk satu tujuan saja. Ada sebagian produk yang digunakan untuk kepentingan subsisten, sosial atau komunal dan komersial maupun untuk jasa lingkungan.


(37)

2. Agroforestry dan Penyediaan Lapangan Kerja

Sistem agroforestry membutuhkan tenaga kerja yang tersebar merata sepanjang tahun selama bertahun-tahun. Hal ini mungkin terjadi karena kegiatan berkaitan dengan berbagai komponen dalam sistem agroforestry yang memerlukan tenaga kerja terjadi pada waktu yang berbeda-beda dalam satu tahun. Kebutuhan tenaga kerja dalam sistem pertanian monokultur bersifat musiman: ada periode di mana kebutuhan tenaga sangat besar (misalnya musim hujan) dan periode di mana tidak ada kegiatan (musim kemarau). Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan kebutuhan tenaga kerja pada sistem agroforestry justru lebih rendah dibandingkan sistem pertanian monokultur, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan.

Dalam perkembangan praktek agroforestry terdapat dua periode yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Periode pengembangan, mulai saat persiapan sampai dengan mulai memberikan keuntungan

b. Periode operasi, mulai memberikan keuntungan (cash flow positif).

Peran Agroforestry Terhadap Aspek Sosial dan Budaya

Implementasi agroforestry memiliki peranan penting dalam aspek sosial dan budaya masyarakat setempat. Tentu saja, aspek sosial dan budaya tersebut akan lebih erat dijumpai pada praktek-praktek agroforestry yang telah berpuluh dan bahkan beratus tahun ada di tengah masyarakat (local traditional agroforestry) dibandingkan pada sistem-sistem agroforestry yang baru diperkenalkan dari luar (introduced agroforestry). Dalam kaitan ini ada beberapa alasan menurut Widianto dkk (2003), sebagai berikut:


(38)

1. Praktek-praktek agroforestry tradisonal merupakan produk pemikiran dan pengalaman yang telah berjalan lama di masyarakat dan teruji sepanjang peradaban masyarakat setempat dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. 2. Produk dan fungsi-fungsi yang dihasilkan oleh komponen penyusun agroforestry tradisional memiliki manfaat bagi implementasi kegiatan budaya masyarakat yang bersangkutan.

Meskipun fungsi sosial dan budaya agroforestry diakui lebih banyak dijumpai pada sistem yang tradisional, akan tetapi perlu digarisbawahi pula bahwa hal tersebut tidak merupakan ‘faktor pembatas’ yang bersifat mutlak, dikarenakan: 1. Budaya suatu masyarakat pada hakekatnya tidak pernah bersifat statis, tetapi

senantiasa dinamis sesuai dengan perkembangan waktu serta kebutuhan. 2. Setiap pengenalan sistem atau teknologi agroforestry baru juga penting

memperhatikan sosial-budaya setempat, misalnya dalam pemilihan jenis pohon, Desain dan teknologi. Hal ini dimaksudkan guna meningkatkan kemampuan masyarakat lokal untuk mengimplementasikannya sesuai dengan kondisi sosial dan budaya yang dimiliki (kapasitas adopsi).

3. Tingkat adopsi yang tinggi terhadap suatu sistem atau teknologi agroforestry, akan meningkatkan produktivitas dan sustainabilitas sebagai kriteria penting lainnya dari agroforestry itu sendiri.

Menurut Widianto dkk (2003), ada beberapa aspek sosial dan budaya yang langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh agroforestry adalah: a. Fungsi Agroforestry dalam Upaya Melestarikan Identitas Kultural Masyarakat

Hutan dan terutama pohon-pohonan memiliki keterkaitan erat dengan identitas kultural masyarakat. Kegiatan pertanian gilir-balik (istilah untuk


(39)

perladangan berpindah) tradisional, yang menurut banyak pihak dapat dikategorikan sebagai agroforestry ortodoks tidak semata-mata menjadi bagian dari aktivitas produksi sebagaimana pada sistem pertanian modern. Kegiatan dimaksud memiliki fungsi dalam melestarikan berbagai identitas kultural

b. Fungsi Agroforestry dalam Kaitannya dengan Kelembagaan Lokal

Salah satu ciri dari masyarakat tradisional adalah terdapatnya kelembagaan lokal yang mengatur kehidupan sehari-hari anggota komunitas di samping peraturan perundangan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Keberlangsungan praktek agroforestry lokal tidak hanya melestarikan fungsi dari kepala adat, tetapi juga norma, sangsi, nilai, dan kepercayaan (yang keempatnya merupakan unsur-unsur dari kelembagaan) tradisional yang berlaku di lingkungan suatu komunitas.

c. Fungsi Agroforestry dalam Pelestarian Pengetahuan Tradisional

Salah satu ciri dari agroforestry tradisional adalah diversitas komponen terutama hayati yang tinggi (polyculture). Sebagian dari tanaman tersebut sengaja ditanam atau dipelihara dari permudaan alam guna memperoleh manfaat dari beberapa bagian tanaman sebagai bahan baku pengobatan.

Tujuan Akhir Program Agroforestry

Tujuan akhir program agroforestry adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat petani, terutama yang di sekitar hutan, yaitu dengan memprioritaskan partisipasi aktif masyarakat dalam memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak dan berlanjut dengan memeliharanya, bagan tujuan akhir dari program agroforestry daapat dilihat pada Gambar 4. Program-program agroforestry


(40)

diarahkan pada peningkatan dan pelestarian produktivitas sumberdaya, yang akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat (Irwanto, 2008)

Gambar 4. Bagan Tujuan Akhir dari Program Agroforestry

Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, produksi tanaman pertanian, ternak/hewan) atau interaksi antara komponen-komponen tersebut dengan lingkungannya (Irwanto, 2008).

Sistem Agroforestry

Rehabilitasi dan Perlindungan Lingkungan

Peningkatan Produktivitas Lahan


(41)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan yaitu pada bulan Mei 2009 sampai Juni 2009 di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

Kondisi Umum desa Gurukinayan

Perbatasan geografis desa Gurukinayan adalah sebelah timur berbatasan dengan desa Suka Meriah, sebelah barat berbatasan dengan desa Selandi dan desa Perbaji, sebelah utara berbatasan dengan gunung Sinabung, dan sebelah selatan berbatasan dengan desa Cimbang dan desa Ujung Payung, gambar Desa Gurukinayan dapat dilihat pada Gambar 5. Letak astronomis dari desa Gurukinayan terletak antara 2° 5’’ LU dan 97° 55’’ BT. Luas desa Gurukinayan 11,3 km2 dan terletak pada ketinggian 1200 m diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 180 C dan kelembaban udara 80 %. Topografi desa Gurukinayan adalah dataran berbukit dengan tingkat kesuburan tanah sedang (tak basah dan tak kering). Desa Gurukinayan memiliki kemiringan tanah 15° - 45° dan pH tanahnya 4,5 – 6,7 dan tingkat drainase sedang (data instansi pemerintahan desa tahun 2008).


(42)

Petani 962 orang (74 %) Buruh Tani 34 orang (2,6 %)

Petani yang Menyewa Lahan 57 orang (4.4 %) Industri Rumah Tangga 23 orang (1,8 %) PNS atau ABRI 60 orang (4,6 %) Lainnya 164 orang (12,6 %)

Mata pencaharian masyarakat desa Gurukinayan mayoritas bertani sebanyak 1053 orang, baik sebagai petani sebanyak 962 orang (74 %) maupun sebagai buruh tani 34 orang (2,6 %), sedangkan petani yang menyewa lahan sebanyak 57 orang (4,4 %), industri rumah tangga sebanyak 23 orang (1,8 %), PNS atau ABRI sebanyak 60 orang (4,6 %), dan lainnya 164 orang (12,6 %). Desa Gurukinayan memiliki persentase keluarga berprofesi sebagai petani yaitu 80 %. Artinya sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk adalah dari sektor pertanian. dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Persentase Mata Pencaharian Masyarakat Desa Gurukinayan (Sumber: Koordinator Statistik Kecamatan Payung, 2008)

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam kegiatan adalah:

1. Objek pengamatan adalah kawasan agroforestry di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

2. Peta wilayah Kabupaten dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi studi. 3. Kuesioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun primer.

4. Laporan-laporan hasil penelitian (individu dan lembaga) terdahulu dan berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung di lapangan.


(43)

5. Kamera digital untuk dokumentasi dan visualisasi obyek kegiatan guna kelengkapan pelaporan.

6. Alat inventarisasi hutan (pita ukur, tambang, alat pengukur tinggi pohon dan tally sheet).

Objek dan Data Kegiatan 1. Objek Kegiatan

Kegiatan ini melibatkan pihak yang terkait dengan pengelolaan agroforestry di wilayah studi, dengan objek penelitian:

a. Aparat Desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat setempat b. Kawasan agroforestry

2. Data Penelitian

Data penelitian yang diambil adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang ada pada instansi pemerintahan Desa dan Kecamatan. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data sosial ekonomi masyarakat, bentuk pengelolaan dan hasil penelitian yang terkait dengan tujuan penelitian.

Metode Pengumpulan Data 1. Pengambilan Sampel

a. Sampel Desa

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan lokasi penelitian adalah metode purposive sampling (penarikan contoh dengan tujuan), yang diambil sebagai sampel adalah Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung Kabupaten Karo.


(44)

b. Sampel Responden

Diketahui bahwa jumlah populasi masyarakat Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo adalah 668 kepala keluarga (KK) dan diambil 19 responden (KK) karena hanya 19 KK yang memiliki kriteria dan ciri-ciri lahan agroforestry. Maka dibutuhkan pengambilan sampel yang berdasarkan kesengajaan menurut ciri atau dengan karakter yang diperlukan serta yang memiliki dan memanfaatkan lahan agroforestry.

c. Sampel Pohon

Sampel pohon diambil untuk memperoleh data potensi tegakan. Data potensi tegakan diperoleh dengan membuat 3 plot contoh berbentuk lingkaran pada masing-masing lahan pemilik agroforestry (responden) dengan jari-jari 17,8 meter dan luas masing-masing plot 0,1 ha. Lalu dihitung jumlah pohon dalam plot dan diukur diameter setinggi dada dan tinggi bebas cabang pohonnya.

2. Teknik dan Tahapan Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan sebagai berikut:

a. Inventarisasi tanaman hutan yang dibudidayakan masyarakat di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

b. Melakukan observasi dan analisis pengelolaan tanaman agroforestry yang ada di lapangan untuk memperoleh informasi mengenai proses pengelolaannya. c. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuesioner terhadap para pelaku

(aktor utama atau yang mewakili) dan para pihak pemangku kepentingan dalam pengelolaan tanaman agroforestry.


(45)

d. Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder selanjutnya ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer yang bersifat kualitatif selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta dilakukan analisis para pihak untuk yang terkait dalam pengelolaan agroforestry. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.

Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan wawancara dan pengukuran langsung di lapangan. Informasi yang diperoleh dari setiap responden meliputi:

a. Identifikasi diri responden. b. Luas lahan yang dimiliki.

Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman agroforestry atau teknik budidayanya (persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran) serta waktu kegiatan tersebut dilakukan.

c. Metode penjualan hasil pemanenan dan harga jualnya.

d. Potensi tanaman agroforestry yang dibudidayakan yang meliputi jenis, diameter, tinggi pohon, luas bidang dasar, dan volume tegakan.

Analisis Data

1. Analisis Pola Pengelolaan

Menggunakan analisis deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pola pengelolaan agroforestry di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Jenis kegiatan yang dilakukan dalam


(46)

pengelolaan agroforestry adalah persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran.

2. Potensi Tanaman Agroforestry

Penaksiran potensi kayu tanaman agroforestry dilakukan perhitungan potensi tanaman agroforestry yang dimiliki oleh setiap sampel responden pada Desa/wilayah kajian. Data dari hasil inventarisasi kayu tanaman agroforestry kemudian dapat dihitung parameter-parameter tegakannya yang meliputi jenis pohon, jumlah pohon, luas bidang dasar (lbds), dan volume per satuan luas.

Lbds dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Lbds = 0,25 x π x Di2

Dimana:

Lbds : luas bidang dasar tegakan (m2

Di : diameter batang (tinggi pengukuran 1,3 m) untuk pohon jenis i (m) )

Penghitungan volume tegakan berdiri tanaman agroforestry dapat dihitung dengan rumus berikut:

Vi = Lbds x ti x fi Dimana:

Vi : Volume pohon jenis i (m3 ti : Tinggi total pohon jenis i (m)

)

fi : Bilangan bentuk pohon i (jati : 0,6 dan jenis lainnya : 0,7)

Data yang diperoleh disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan tabulasi yang didapat.


(47)

3. Analisis Peran dan Fungsi Agroforestry

a. Ekonomi, diperoleh dari persentase pendapatan dari agroforestry

Persentase pendapatan dari agroforestry dihitung dengan membandingkan pendapatan yang diperoleh dari agroforestry dengan total seluruh sumber pendapatan responden, atau dengan rumus sebagai berikut:

100% x Rt Rhr R=

Dimana:

R : Persentase pendapatan dari agroforestry Rhr : Pendapatan dari agroforestry

Rt : Pendapatan total responden

b. Sosial

Menggunakan analisis deskriptif yaitu upaya untuk memecahkan masalah sosial masyarakat yang sering terjadi dan meningkatkan solidaritas antar masyarakat. Mengolah lahan menjadi sumber daya yang bernilai, bertujuan menjaga eksistensi dan meningkatkan taraf kehidupan pribadi, keluarga, dan komunitasnya.

b. Budaya

Menggunakan analisis deskriptif yaitu kegiatan dimaksud memiliki fungsi dalam melestarikan berbagai identitas kultural. Salah satu ciri dari masyarakat tradisional adalah terdapatnya kelembagaan lokal yang mengatur kehidupan sehari-hari anggota komunitas dan penanaman diversitas yaitu sebagian dari tanaman sengaja ditanam atau dipelihara sebagai bahan baku pengobatan


(48)

Matrik Metodologi

Adapun matrik yang akan digunakan dalam penelitian dan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian

Tujuan Studi Pokok

Bahasan

Sumber dan Metoda

Data Kunci Hasil

Diharapkan 1. Identifikasi pola pengelolaan agroforestry di Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo Kondisi umum lokasi penelitian

Kondisi alam Pustaka, data

statistik, peta, wawancara, observasi lapangan, dokumentasi. : Tipe

bentang alam, iklim, geologi dan tanah, topografi, flora dan fauna. Gambaran umum kondisi lingkungan lokasi penelitian Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya Kondisi sosekbud Kependudukan, pemukiman, sosial budaya, administrasi pemerintahan

: Pustaka, data

statistik, wawancara. Informasi kemungkinan dan kendala dalam kegiatan pola pengelolaan agroforestry Kondisi terkini kawasan agroforestri di lokasi studi

Potret lokasi studi; Visi dan misi, peluang, tantangan, dan permasalahan pola pengelolaan agroforestry Pustaka, wawancara, diskusi, observasi lapangan, data statistik, dokumentasi. Informasi kondisi terkini pola pengelolaan agroforestry Strategi dan kebijakan yang dibuat dalam pola pengelolaan agroforestri Strategi pengelolaan: pengakuan instiusi lokal; peningkatan kualitas SDM; resolusi konflik; penegakan hukum. Kebijakan Pustaka, wawancara, diskusi kelompok, observasi lapangan, dokumentasi, dan data statistik : Perda, SK Bupati, dan peraturan sah lainnya Informasi strategi dan kebijakan dalam pola pengelolaan agroforestry


(49)

2. Analisis potensi tanaman agroforestry berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu Dinamika potensi tanaman agroforestry berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu yang dihasilkan dan perkembanga n pola pengelolaan agroforestry Perencanaan dan pelaksanaan Wawancara, pustaka, observasi, telaahan terhadap: dokumentasi, Informasi tentang potensi tanaman agroforestry berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu

Tabel 1. (Lanjutan)

Tujuan Studi Pokok

Bahasan

Data Kunci Sumber dan

Metoda Hasil Diharapkan Faktor internal Demografi : Perkembagan penduduk

Sosial ekonomi : Potensi SDM , orientasi ekonomi Sosial budaya Pustaka, wawancara, diskusi kelompok, observasi lapangan, dokumentasi, dan data statistik : Perkembangan budaya dan teknologi Informasi yang berasal dari masyarakat yang mempengaruhi perkembangan pola pengelolaan agroforestry Faktor Eksternal

Sumberdaya alam:

Ketersedian sumber daya

Dinamika ekonomi :

Perhubungan, pasar, kerjasama dengan pihak lain

Pustaka, wawancara, diskusi kelompok, observasi lapangan, dokumentasi, dan data statistik Informasi di luar masyarakat yang mempengaruhi perkembangan pola pengelolaan agroforestry


(50)

3. Analisis peran dan fungsi agroforestry Pemberdayaa n masyarakat dalam pola pengelolaanag roforestri dan kegiatan yang dilakukan masyarakat di wilayah studi Sumberdaya Manusia: Peningkatan kapasitas SDM, keterlibatan masyarakat dalam pola pengelolaan agroforestry Kelembagaan Analisis pustaka, wawancara, diskusi kelompok, observasi lapangan, dokumentasi, dan data statistik : Pembenahan dan kesiapan kelembagaan lokal Potensi lokal terkait pemberdayaan masyarakat yang perlu dibenahi dan besarnya pendapatan yang diperoleh dari agroforestry Pengaruh dari pola pengelolaan agroforestry dan pendapatan yang diperoleh Positif Kemandirian dan peningkatan taraf perekonomian : Negatif kerusakan lingkungan, perubahan sosial dan budaya masyarakat : Analisis pustaka, wawancara, diskusi kelompok, observasi lapangan, dokumentasi, dan data statistik Kesesuaian antara pola pengelolaan agrforestry dan pengaruhnya terhadap perekonomian masyarakat.


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Pengelolaan Agroforestry

Beberapa kegiatan pengelolaan agroforestry di desa Gurukinayan yang dikerjakan dan/atau diatur secara bersama-sama dimulai dengan persiapan lahan, pemeliharaan, pemanenan, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran.

a. Persiapan lahan

Secara teknis di lapangan yang dilakukan masyarakat pada umumnya untuk tanaman pertanian, kehutanan, dan perkebunan sama. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembuatan larikan, jarak tanam, lubang tanam, dan penanaman. Beberapa masyarakat juga menggunakan cara tradisional mulai dari pembajakan (penggemburan) tanah, jarak tanam, pembuatan lubang tanam, dan penanaman. Sebelum penanaman dilakukan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu adalah lahan harus dikerjakan dengan baik, harus bersih dari pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-batu yang mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus 2 - 3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan. b. Pemeliharaan

a. Penyulaman

Penyulaman adalah kegiatan penanaman untuk mengganti tanaman yang rusak atau mati. Penyulaman tanaman bertujuan untuk meningkatkan persen jadi tanaman dalam satu kesatuan luas tertentu dan untuk memenuhi jumlah tanaman


(52)

Pada umumnya tanaman pertanian dan perkebunan, perlakuan penyulaman yang dilakukan sama. Penyulaman tanaman dilakukan pada sore hari dan atau pagi hari dalam musim hujan yaitu untuk menghindari kematian tanaman karena kekurangan air. Bibit sulaman yang digunakan berasal dari sumber benih dan umur yang tidak jauh berbeda dengan tanaman yang telah ditanam. Untuk tanaman kehutanan penyulaman dilakukan pada musim hujan dan biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan tanaman yang kedua kali.

b. Penyiangan

Penyiangan atau pengendalian gulma dalah kegiatan pembebasan tanaman dari jenis-jenis pengganggu atau gulma. Penyiangan tanaman bertujuan untuk memberikan ruang tumbuh pada tanaman pokok yang lebih baik pada upaya meningkatkan pertumbuhan dan persen jadi tanam. Untuk penyiangan tanaman pertanian dan perkebunan dilaksanakan baik pada waktu musim kemarau maupun musim penghujan. Tanaman perlu disiangi pada saat 40 – 50 % dari tanaman pokok tertutup oleh tumbuhan liar seperti rumput, alang-alang, dan belukar lainnya. Untuk tanaman kehutanan penyiangan dilakukan sampai tanaman berumur 2 tahun dilakukan 2 – 3 kali dalam setahun agar sekeliling batang atau bekas piringan tanaman bersih.

c. Pendangiran

Pendangiran adalah kegiatan penggemburan tanah disekeliling tanaman dengan maksud untuk memperbaiki kondisi fisik tanah. Pendangiran tanaman bertujuan untuk memacu pertumbuhan tanaman dengan cara menggemburkan tanah disekitar tanaman. Untuk tanaman pertaninan kegiatan pendangiran dilaksanakan pada waktu musim kemarau menjelang musim hujan tiba.


(53)

Pendangiran dilakukan pada tanaman yang sudah berumur 1 – 4 tahun dan diutamakan apabila terjadi stagnasi pertumbuhan atau tanah bertekstur berat atau mengandung liat tinggi serta persiapan lahan tidak melalui pengolahan tanah. Untuk tanaman kehutanan pendangiran dilakukan disekitar lubang tanaman dan biasanya hanya 1 kali saat penyiangan pertama. Untuk tanaman perkebuanan dilakukan disekeliling tanaman didaerah sekitar perakaran di cangkul dangkal (± 10 cm) sekurangnya 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan sekaligus sebagai persiapan pemupukan. Komponen vegetasi penyusun agroforestry dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Komponen Vegetasi Penyusun Agroforestry Terdiri Dari: Tanaman Kopi, Mahoni, Cengkeh, Cabe

d. Pemupukan

Pemupukan tanaman bertujuan untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah agar tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertumbuhan tanaman. Waktu pemupukan tergantung pada kondisi iklim dan dilakukan menjelang atau awal musim hujan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Untuk tanaman pertanian anjuran dosis rata-rata adalah urea = 200 - 300


(54)

kg/ha, TSP = 75 - 100 kg/ha, dan KCl = 50 - 100 kg/ha. Untuk pupuk organik kompos atau pupuk kandang 60 – 100 kg/pohon. Untuk tanaman kehutanan kadang-kadang perlu dilakukan kegiatan pemupukan tergantung kepada kondisi kesuburan lahan. Tanaman yang menghasilkan buah seperti durian, nangka, mangga, pokat, lengkeng, dan jengkol jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, kompos, pupuk hijau serta pupuk buatan. Setelah tiga bulan ditanam dibutuhkan pemupukan susulan NPK (15:15:15) 200 gr/pohon. Selanjutnya, pemupukan susulan dengan NPK itu dilakukan rutin setiap 4 bulan sekali sampai tanaman berumur 3 tahun. Untuk tanaman perkebunan jenis pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dan pupuk anorganik, baik tunggal maupun berupa pupuk majemuk dalam bentuk butiran maupun tablet. Pupuk anorganik berbentuk butiran (Urea, TSP/SP-36, KCI, Kieserit) dan pupuk anorganik berbentuk tablet, diberikan dalam 8 lubang sedalam 10 – 15 cm. Pupuk tablet hanya diberikan setahun sekali, yaitu pada awal musim hujan.

e. Pemangkasan cabang

Pemangkasan cabang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kayu agar memperoleh manfaat ekonomi secara optimal dan memperbaiki kondisi tanaman. Pemangkasan hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati agar luka bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan sebaiknya diberi fungisida/penutup luka. Untuk tanaman kehutanan pemangkasan cabang biasanya dilakukan pada tahun kedua dan ketiga.


(55)

f. Pengendalian hama dan penyakit

Serangan hama dan penyakit sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan kematian. Pengendalian hama penyakit ini dilakukan dengan cara penyemprotan pestisida, insektisida maupun fungisida sesuai kebutuhan dan anjuran.

c. Pemanenan

Waktu pemanenan dilihat dari ciri dan umur panen. Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap. Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri. Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian. Untuk memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen. Cara panen dapat dilakukan secara manual, yaitu dipetik menggunakan tangan. Untuk tanaman kehutanan dilakukan penebangan pada umur ± 20 tahun dengan sistem tebang pilih dengan menggunakan gergaji mesin (chainsaw).

d. Penanganan dan pengolahan pasca panen

Penanganan dan pengolahan pasca panen dilakukan sebelum pemasaran yang bertujuan untuk menyeleksi atau memilih hasil yang baik dan memenuhi syarat yang diharapkan adalah yang memiliki ciri tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak, cukup tua tapi belum matang.

e. Pemasaran

Pemasaran dilakukan setelah hasil sudah diseleksi dan siap untuk dipasarkan. Sebelumnya dilakukan pengemasan ataupun penyimpanan yang baik


(56)

agar hasil yang diperoleh tidak busuk atau rusak. Pemasaran biasanya dilakukan oleh agen petani ke petani yang lain, dijual ke masyarakat ataupun langsung dikirim ke pasar. Untuk tanaman kehutanan di desa Gurukinayan belum dapat dipanen karena belum masa tebang dan biasanya bila ada yang dipanen dapat dijual melalui agen kayu yaitu penduduk yang berdomisili di desa tersebut. Agen kayu berperan mencari dan menyediakan kayu seperti mahoni, jati putih, suren, dan pinus dari lahan petani agroforestry kepada pengusaha kayu yang dapat digunakan untuk industri kecil maupun besar dan sebagai keperluan sumber bahan baku bagi industri-industri tersebut.

Untuk tanaman pertanian seperti kacang tanah, terong, sayur-sayuran, cabai merah, tomat, jeruk, dan markisa petani menjual langsung kepada pengumpul dan harga cabai merah Rp.6000/kg, terong Rp.600/kg, jeruk Rp.4000/kg, markisa Rp.1.500/kg, sayur-sayuran Rp.4.000/kg. Rantai pemasaran tanaman pertanian di lokasi peneliti disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Rantai Pemasaran Tanaman Pertanian

Untuk tanaman buah-buahan seperti pokat, durian, lengkeng, mangga, nangka, dan jengkol pemasaran tidak terlalu rumit. Hasil dikumpulkan oleh petani pada pondok-pondok kecil di lahan tersebut. Hasil yang terkumpul dijual pada pedagang pengumpul atau langsung dibeli oleh konsumen. Rata-rata buah dijual Rp. 1.500 sampai Rp. 5.000 per buah. Rantai pemasaran buah-buahan di lokasi peneliti disajikan pada Gambar 9.

Petani Pedagang

pengumpul


(57)

Untuk tanaman jagung, padi, cengkeh, kopi, coklat, pinang, dan kemiri, pemasaran dilakukan langsung menjual ke pasar dan dijual kepada pedagang pengumpul yang membeli kepada petani. Harga jagung mencapai Rp. 1.600/kg, padi Rp. 2.200/kg dan biasanya 10 tumba yang dijual (1 tumba = 1,1 kg). Harga kopi Rp.12.000/kg (1 tumba = Rp. 10.000). Harga cengkeh Rp. 30.000/kg dan untuk coklat yang dijual adalah coklat dapat dilihat pada Gambar 10, coklat yang sudah dikeringkan dengan cara menjemur dihalaman rumah. Harga kopi yang dapat diproduksi mencapai Rp. 15.000/kg, terlebih dahulu diproses dengan alat penggiling kopi yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 10. Coklat Gambar 11. Alat Penggiling Kopi

Harga coklat yang dijual berkisar Rp. 12.000/kg. Untuk harga pinang di tingkat pengumpul lebih rendah Rp.2.500/kg dibandingkan bila dijual sendiri ke

Petani Pedagang

pengumpul

Konsumen

Konsumsi Rumah Tangga


(58)

pasar Rp. 5000/kg. Untuk harga kemiri yang belum dikupas Rp.1.700/kg dan kemiri yang sudah dikupas Rp.12.000/kg. Jalur pemasaran di lokasi peneliti disajikan pada gambar 12.

Gambar 12. Jalur Pemasaran Hasil Perkebunan

Potensi Agroforestry Potensi Hasil Hutan Kayu

Penaksiran potensi kayu tanaman agroforestry dilakukan perhitungan potensi tanaman agroforestry yang dimiliki oleh setiap sampel responden pada desa/wilayah kajian. Data dari hasil inventarisasi kayu tanaman agroforestry dapat dilihat pada lampiran 4, kemudian dapat dihitung parameter-parameter tegakannya yang meliputi jenis pohon, jumlah pohon, luas bidang dasar (lbds), dan volume per satuan luas. Rincian volume total (potensi) tanaman agroforestry dapat dilihat pada lampiran 6. Volume total yang diperoleh adalah 5190 m3 dengan pemilik lahan yang memiliki volume paling besar adalah Panjang Ginting sebesar 667 m3 dan terdapat didalamnya hanya Toona sureni (suren). Pemilik lahan yang memiliki volume paling sedikit adalah Kasmi Sitepu sebesar 31,7 m3 dan terdapat

Petani Pedagang pengumpul

di Desa

Distribusi Langsung Oleh Petani

Penjual Pada Tingkat Kabupaten

Pedagang Pengumpul di Kecamatan


(59)

didalamnya Melaleuca leucadendron (kayu putih), Persea americana (pokat), Durio zibethinus (durian), dan Pithecellobium lobatum (jengko l).

Pada praktek agroforestry tumbuh beraneka spesies pohon yang menghasilkan kayu dengan berbagai ukuran dan kualitas yang dapat dipergunakan untuk bahan bakar dan bahan bangunan (timber). Kayu bangunan yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi. Untuk tanaman kehutanan di Desa Gurukinayan seperti jati putih, kayu putih, mahoni, suren, kaliandra, dan pinus belum dapat dipanen karena belum masa tebang karena umurnya rata-rata masih 10 – 15 tahun sedangkan umur masa tebang 20 – 25 tahun.

Berdasarkan fungsi agroforestry yang berkembang di masyarakat, desa Gurukinayan memiliki agroforestry yang bersifat Forest farming. Menurut Hairiah dkk (2003) yang menyatakan bahwa Forest farming adalah yang digunakan untuk upaya peningkatan produksi lahan hutan, yaitu tidak melulu produk kayu, tetapi juga mencakup berbagai bahan pangan dan hijauan. Minimal mempunyai fungsi layanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.

Potensi Hasil Hutan Non Kayu

Hasil hutan non kayu yang terdapat di Desa Gurukinayan dimanfaatkan untuk obat-obatan dan untuk keperluan rumah tangga lainnya misalnya bambu. Tetapi untuk bambu produksinya tidak terlalu banyak karena hanya beberapa masyarakat yang memproduksinya sehingga untuk bambu potensinya tidak terlalu besar. Tanaman untuk obat-obatan merupakan potensi yang besar dan paling


(60)

banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, ada yang menjual berupa tanaman dan ada yang sudah diolah menjadi minyak seperti minyak atsiri dan minyak kem-kem.

Berdasarkan lampiran 7, diperoleh total dari hasil hutan non kayu sebesar Rp. 93.000.000 dengan potensi yang paling besar adalah benalu kopi (surindan kopi) yaitu sebesar Rp. 48.000.000/tahun dengan harga daun yang sudah dikeringkan Rp. 20.000/kg. Daun ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Gurukinayan, daun yang tidak dijual ke pasar atau masyarakat sendiri yang memanfaatkannya adalah daun kembang sepatu, bunga edelweis (lenga-lenga). Daun jambu biji (bulung galiman), daun galinggang kuda, daun depuk-depuk, daun ubi jalar, dan pucuk daun manggis karena beberapa tanaman tersebut banyak terdapat dihutan dan tidak berpotensi untuk dijual. Daun sirih memiliki potensi terbesar kedua sebesar Rp. 30.000.000/tahun dengan harga jual Rp. 10.000/ikat. Daun sirih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena banyak kegunaan yaitu mengatasi batuk bronchitis, mengobati luka baker, mencegah bau mulut, mengatasi mata merah dan gatal, dan gatal-gatal. Bulung lancing memiliki potensi hanya Rp. 15.000.000/tahun dengan harga jual daun yang sudah dikeringkan Rp. 3.000/ikat karena daun lancing memiliki daun yang kecil-kecil.

Peran dan Fungsi Agroforestry Ekonomi

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan di Desa Gurukinayan terdapat 19 KK yang memiliki lahan agroforestry. Untuk hasil dari tanaman kehutanan hanya sedikit sebesar Rp. 19.500.000 (4,69 %) karena belum masa panen, yang sudah dipanen adalah Persea americana (pokat) Rp. 16.200.000 (83,07 %), Pithecellobium lobatum (jengko l) dan Nephelium longan (nangka) Rp.


(61)

500.000 (2,56 %), Mangifera indica (mengga) Rp 1.300.000 (6,69 %), dan Aleurites moluccana (kemiri) Rp. 1.000.000 (5,12 %).

Kontribusi tanaman pertanian tahun 2007 – 2008 sebesar Rp. 159.200.000 (37,76 %), tanaman Capsicum annum var longum (cabai merah) merupakan pendapatan yang paling besar mencapai Rp 73.600.000 (46,23 %). Untuk tanaman perkebunan sebesar Rp. 98.900.000 (23,45 %), tanaman Coffea arabica (kopi) merupakan pendapatan yang paling besar mencapai Rp.79.500.000 (32,72 %).

Persentase pendapatan dari agroforestry yang paling besar adalah Renti Sembiring mencapai Rp. 31.400.000/tahun, pendapatan total responden yang paling besar adalah Marsen Girsang mencapai Rp. 78.500.000/tahun. Tetapi persentase pendapatan agroforestry yang paling besar adalah Buyung Sitepu adalah 65,51 %. Dari total seluruh responden persentase pendapatan agroforestry sebesar 65,84 %. Persentase pendapatan agroforestry lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Agroforestry di desa ini ditanami beberapa jenis tanaman, yang menjadi sangat dominasi adalah Persea americana (pokat) dan Mangifera indica (mengga). Selain kedua jenis ini, ada juga jenis tanaman lain yang dapat digolongkan sebagai tanaman keras seperti Pithecellobium lobatum (jengko l), Nephelium longan (nangka), dan Aleurites moluccana (kemiri). Untuk tanaman pertanian seperti cabai merah, jeruk, jagung, terong, padi, sayur-sayuran, pinang, markisa, tomat, pisang, dan kacang tanah. Untuk tanaman perkebunan seperti kopi, coklat, dan cengkeh. Pemilihan jenis tanaman yang dikombinasikan dalam praktek agroforestry paling besar dipengaruhi oleh harga pasar dan usia produktif


(1)

6 Toona sureni 13.3 4.43 1.11 3.5 3.9 36.3

7 Toona sureni 13.6 4.53 1.08 3.4 3.68 35

8 Toona sureni 13.7 4.57 1.02 3.2 3.26 31.3

1 Toona sureni 13.2 4.4 1.08 3.4 3.68 34

II

2 Toona sureni 13.4 4.47 1.11 3.5 3.9 36.6

3 Toona sureni 13.4 4.47 1.15 3.6 4.13 38.7

4 Toona sureni 13.7 4.57 1.11 3.5 3.9 37.4

5 Toona sureni 13.5 4.5 1.08 3.4 3.68 34.8

6 Toona sureni 13.2 4.4 1.02 3.2 3.26 30.1

7 Toona sureni 12.8 4.27 0.92 2.9 2.68 24

8 Toona sureni 12.5 4.17 0.89 2.8 2.5 21.8

9 Toona sureni 12.7 4.23 0.86 2.7 2.32 20.6

10 Toona sureni 12.9 4.3 0.76 2.4 1.83 16.6

11 Toona sureni 12.9 4.3 0.83 2.6 2.15 19.4

12 Toona sureni 13.1 4.37 0.96 3 2.87 26.3

13 Toona sureni 13.1 4.37 0.99 3.1 3.06 28.1

1 Toona sureni 13.2 4.4 1.02 3.2 3.26 30.1

III

2 Toona sureni 13.5 4.5 1.08 3.4 3.68 34.8

3 Toona sureni 13.4 4.47 1.05 3.3 3.47 32.5

4 Toona sureni 13.4 4.47 1.02 3.2 3.26 30.6

5 Toona sureni 13.3 4.43 1.05 3.3 3.47 32.3

6 Toona sureni 13.2 4.4 1.11 3.5 3.9 36

7 Toona sureni 13.1 4.37 1.02 3.2 3.26 29.9

8 Toona sureni 13.7 4.57 1.15 3.6 4.13 39.6

9 Toona sureni 13.2 4.4 0.99 3.1 3.06 28.3

Total 908

19. Nama Pemilik : Rijol Ginting Plot ke- Pohon ke- Jenis Pohon T (m) TBC (m) Diameter (m) Keliling (m) LBDS (m2 Volume (m

) 3)

I

1 Toona sureni 12.5 4.17 0.76 2.4 1.83 16.1

2 Toona sureni 12.3 4.1 0.73 2.3 1.68 14.5

3 Toona sureni 12.2 4.07 0.73 2.3 1.68 14.4

4 Toona sureni 12.7 4.23 0.83 2.6 2.15 19.1

5 Toona sureni 12.7 4.23 0.89 2.8 2.5 22.2

6 Toona sureni 12.8 4.27 0.86 2.7 2.32 20.8

7 Toona sureni 12.4 4.13 0.86 2.7 2.32 20.2

8 Toona sureni 12.2 4.07 0.89 2.8 2.5 21.3

9 Toona sureni 12.3 4.1 0.89 2.8 2.5 21.5

10 Toona sureni 12.3 4.1 0.76 2.4 1.83 15.8

11 Toona sureni 12.6 4.2 0.8 2.5 1.99 17.6

12 Toona sureni 12.4 4.13 0.76 2.4 1.83 15.9


(2)

Lampiran 4. (Lanjutan)

8 Toona sureni 11.9 3.97 0.67 2.1 1.4 11.7

9 Toona sureni 11.3 3.77 0.7 2.2 1.54 12.2

10 Toona sureni 11.6 3.87 0.73 2.3 1.68 13.7

III

1 Toona sureni 11.8 3.93 0.8 2.5 1.99 16.4

2 Toona sureni 11.5 3.83 0.83 2.6 2.15 17.3

3 Toona sureni 11.3 3.77 0.76 2.4 1.83 14.5

4 Toona sureni 11.7 3.9 0.76 2.4 1.83 15

5 Toona sureni 12.1 4.03 0.83 2.6 2.15 18.2

6 Toona sureni 12.1 4.03 0.86 2.7 2.32 19.7

7 Toona sureni 12.4 4.13 0.86 2.7 2.32 20.2

8 Toona sureni 11.8 3.93 0.83 2.6 2.15 17.8

9 Toona sureni 11.8 3.93 0.86 2.7 2.32 19.2

10 Toona sureni 12.3 4.1 0.86 2.7 2.32 20

11 Toona sureni 12.7 4.23 0.83 2.6 2.15 19.1

12 Toona sureni 12.5 4.17 0.86 2.7 2.32 20.3

13 Toona sureni 12.3 4.1 0.8 2.5 1.99 17.1

14 Toona sureni 12.4 4.13 0.83 2.6 2.15 18.7

15 Toona sureni 12.6 4.2 0.89 2.8 2.5 22

16 Toona sureni 12.8 4.27 0.92 2.9 2.68 24

Total 662

Volume Total = 5190 m3 Keterangan:

T = Tinngi

TBC = Tinggi Bebas Cabang LBDS = Luas Bidang Dasar


(3)

Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo

No Nama Responden Luas

Lahan (ha) Plot ke- Jumlah Pohon (batang) Volume (m3) 1 Kasmi Sitepu 0,8

1 21 13.91

2 14 6.19

3 16 11.6

2 Peran Sembiring 0,5

1 12 26.37

2 9 4.29

3 17 35.44

3

Pasti Sembiring 0,4

1 15 20.9

2 13 22.16

3 11 12.94

4

Iwan Sembiring 0,6

1 16 110.67

2 14 74.69

3 14 56.64

5

Kasir Sembiring 0,3

1 9 45.26

2 11 30.48

3 8 13.56

6

Ndikkar Sembiring 0,4

1 10 32.18

2 13 48.02

3 12 40.8

7

Birun Sitepu 0,4

1 16 27.6

2 12 29.8

3 12 29.1

8

Renti Sembiring 0,5

1 17 23.07

2 15 20.93

3 14 21.5

9

Setia Sembiring 0,3

1 11 12.7

2 14 18.1

3 9 13.1

10

Antonius Surbakti 0,4

1 13 17.22

2 11 11.95

3 15 17.63

11

Jian br. Perangin-angin 0,3

1 10 14.12

2 8 10.96

3 11 15.12

12

Buyung Sitepu 0,3

1 11 52.12

2 10 52.43

3 13 85.45

13

Harta Sitepu 0,7

1 17 91.8

2 16 109.9


(4)

Lampiran 5. (Lanjutan)

0,5

1 13 314.7

16 Tapip Tri Utomo Sembiring 2 17 290.7

3 11 142.6

0,3

1 9 45.35

17 Marsen Girsang 2 10 116.78

3 14 106.87

0,3

1 8 245.1

18 Sonal Sembiring 2 13 368.5

3 9 294.4

0,4

1 12 219.32

19 Rijol Ginting 2 10 143.08

3 16 299.6


(5)

Lampiran 6. Volume Total (Potensi) Tanaman Agroforestry

No Nama Responden Luas Lahan Agroforestry (ha) Volume Total (m3

1 Kasmi Sitepu 0,8 31,7

)

2 Peran Sembiring 0,5 66,1

3 Pasti Sembiring 0,4 56

4 Iwan Sembiring 0,6 242

5 Kasir Sembiring 0,3 89,3

6 Ndikkar Sembiring 0,4 121

7 Birun Siepu 0,4 86,5

8 Renti Sembiring 0,5 65,5

9 Setia Sembiring 0,3 43,9

10 Antonius Surbakti 0,4 46,8

11 Jian br. Perangin-angin 0,3 40,2 12 Buyung Sitepu 0,3 190

13 Harta Sitepu 0,7 358

14 Panjang Ginting 0,5 667

15 Tenang Sembiring 0,4 499

16 Tapip Tri Utomo Sembiring 0,5 748

17 Marsen Girsang 0,3 269

18 Sonal Sembiring 0,3 908

19 Rijol Ginting 0,4 662 Total 0,83 5190


(6)

Lampiran 7. Potensi Tanaman Obat

Nama Lokal/Daerah Bagian yang Dimanfaatkan Pendapatan/tahun Benalu Kopi (Surindan Kopi) Daun Rp. 48.000.000

Kembang Sepatu Daun Tidak dijual Edelweis (Lenga-lenga) Bunga Tidak dijual

Sirih Daun Rp. 30.000.000 Jambu biji (Bulung Galiman) Daun Tidak dijual Galinggang Kuda Daun Tidak Dijual Bulung Lancing Daun Rp 15.000.000 Bulung Depuk-depuk Daun Tidak dijual Ubi Jalar Daun Tidak dijual Manggis Pucuk Daun Tidak dijual


Dokumen yang terkait

Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)

10 134 104

Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

7 122 122

Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sosial Ekonomi Petani Kopi di Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo

22 113 192

Proses Komunikasi Pesta Budaya Tahunan Pada Suku Karo di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Proses Komunikasi Pesta Budaya Tahunan Pada Suku Karo di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo)

1 56 139

Karakteristik dan Hygiene Perorangan Petani Hortikultura Serta Keluhan Kesehatan Dalam Penggunaan Pestisida Di Desa Gurukinayan Kecamatan Payung Kabupaten Karo Tahun 2005.

1 36 80

Pola Adaptasi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Suka Meriah Pasca Bencana Alam Meletusnya Gunung Sinabung (Studi Deskriptif: Desa Suka Meriah Kecamatan Payung Kabupaten Karo)

15 124 88

Reba Juma (Kajian Agroforestry di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang)

4 55 76

Kajian Potensi Ekonomi Mangrove (Studi Kasus Di Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai)

1 39 103

Prospek Pengembangan Usaha Ternak Kambing Di Kabupaten Karo (Studi Kasus : Desa Gurukinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo)

2 41 68

Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sosial Ekonomi Petani Kopi di Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo

5 55 191