Menemukan Kebahagiaan Di Balik Guncangan Dalam Kehidupan (Pendekatan Psikologi dalam Memaknai Kehidupan)

(1)

Menemukan Kebahagiaan

Di Balik Guncangan Dalam Kehidupan

(Pendekatan Psikologi dalam Memaknai Kehidupan)

oleh :

Josetta M.R. Tuapattinaja, M.Si, psikolog

NIP : 196212302000042001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN………. 1

BAB II : PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI

HIDUP………... 4

1. Pendekatan Psikologi………... 4

2. Pendekatan Humanistik-eksistensial tentang Manusia...…. 5

3. Makna Hidup……… 7

3.1. Logoterapi dan Hidup yang Bermakna……….. 9

3.2 Sumber Makna Hidup………. 11

3.3 Proses Keberhasilan Perubahan Penghayatan Hidup…. 13

3.4 Metode dalam Menemukan Makna Hidup………. 15

BAB III : BAHAGIA DI BALIK PENDERITAAN DALAMA

KEHIDUPAN….……….. 17

BAB IV : PENUTUP………. 20


(3)

BAB I PENDAHULUAN

Setiap dari kita sebagai manusia, mahluk ciptaan Tuhan yang menjalani kehidupan di planet bumi ini, tidak pernah terlepas dari berbagai kesulitan, yang suka-tidak suka, siap-tidak siap, senantiasa mewarnai langkah hidup kita. Aspirasi yang tidak sejalan dengan kemampuan fisik, kemampuan, maupun ekonomi, kegagalan dalam meraih cita-cita atau gambaran ideal tentang pendidikan, pekerjaan maupun pernikahan, termasuk bencana alam yang tidak bisa dihindari, selalu dapat kita temui hadir di setiap tahapan kehidupan diri sendiri maupun yang terlihat di alami oleh berbagai orang-orang disekitar kita. Kehilangan benda-benda yang disukai dan memiliki kenangan tertentu, apalagi kehilangan orang yang dikasihi, tentu saja akan menjadi pukulan hebat yang dapat menyurutkan semangat bahkan ada yang sampai sulit melihat titik terang di hari esok, yang sebenarnya tidak ada seorangpun dari kita yang tahu dengan tepat apa yang ada atau yang akan kita hadapi di hari esok.

Sejak mengawali tahun 2000, kita diperhadapkan pada sejumlah bencana yang menimbulkan duka dan kesedihan yang mendalam. Hilangnya pesawat udara dan kapal laut, kecelakaaan yang terjadi di jalan tol dan kereta api, disamping gempa bumi dan banjir yang menutupi beberapa kota-kota di negara kita merupakan goncangan yang seolah-olah tak pernah berakhir sejak tsunami menghampiri saudara-saudara kita di tanah Aceh tahun 2004. Seluruh harta benda, aset-aset pemerintah, serta orang-orang yang tua, muda, kecil, besar, hilang tidak


(4)

dapat ditelusuri jejaknya. Belum lagi epidemi berbagai penyakit, yang di 5, 10 atau 15 tahun lalu belum terdengar, seperti flu burung karena virus yang ada di unggas, penyakit yang disebabkan oleh tikus, serta penyakit langka lainnya. Hal ini menimbulkan luka terdalam yang sulit diberi kata-kata oleh saudara, kerabat, sahabat, juga masyarakat umum yang mengalaminya. Bingung, kecewa, marah, sedih yang berkepanjangan, merupakan sebagian dari perasaan yang muncul.

Tidak sedikit dari keluarga dan orang-orang terdekat korban tetap bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, dosa apa yang sudah dilakukan sehingga harus mengalami bencana ini, dan sejumlah pertanyaan lain yang sulit diungkapkan dan dijawab. Sejalan dengan terjadinya bencana, tidak sedikit harapan untuk bertemu dengan keluarga dan orang-orang yang dikasihi menjadi sirna. Ada rasa marah, tetapi tidak tahu harus di tujukan ke siapa atau kemana. Ada kerinduan untuk mendapatkan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang mengganggu di hati dan pikiran, tetapi tidak tahu bagaimana merumuskan pertanyaan itu dengan tepat, kepada siapa pertanyaan itu harus diajukan, dan kenyataan apalagi yang harus dihadapi jika ternyata jawaban yang diperoleh tidak sesuai atau berbeda dengan yang diharapkan.

Kondisi yang menyedihkan dan menggores luka di hati ini membuat banyak pihak terhenyak dan sulit untuk melihat sisi positif serta hikmat dan berkat yang selalu ada ketika goncangan dan kesulitan hidup sedang menguasai hati dan pikiran. Sama seperti setelah malam yang gelap dan dingin, selalu tersedia matahari yang terang dan hangat. Jika kita berdiri di posisi yang tepat, maka kita bisa melihat pelangi setelah badai atau hujan yang lebat. Sebaliknya jika tetap


(5)

berpikir dan merasakan kesedihan yang mendalam pada akhirnya akan membuat setiap dari kita terpuruk dan semakin masuk ke dalam rasa pedih yang semakin lama semakin dalam dan semakin sulit untuk “keluar” dari perasaan tersebut.

Perasaan duka dan kesedihan yang mendalam, apalagi jika disertai keadan harus hidup sendirian di dunia, akan menyurutkan semangat serta melemahkan daya tahan dari fungsi fisik dan psikis, stress yang berkepanjangan yang dapat menimbulkan depresi, yang bisa saja berujung pada munculnya ide-ide untuk mengakhiri hidup dengan berbagai cara, yang tentu saja bukanlah solusi tepat dalam menyelesaikan kesulitan hidup yang terjadi.

Jadi, kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup, menyebabkan hidup terasa hampa dan apatis, pada akhirnya membuat individu tidak melihat atau tidak ada tujuan yang ingin dicapai di depan sana, dalam menjalani kehidupan. Jika berlangsung secara intensif dan berlarut-larut tanpa penyelesaian, dapat menimbulkan gangguan psikologis. Keluhan-keluhan seperti bosan, hampa, penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif, sikap acuh tak acuh akan semakin berkembang sejalan dengan makin menipisnya rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan.

Hidup yang tidak berarti dan dalam keadaan hidup tidak bermakna

(meaningless), memerlukan intervensi segera agar individu mampu melihat setiap

pengalaman atau kejadian dari sudut pandang yang berbeda. Artinya, penghayatan

penghayatan diri serta penemuan hikmah dibalik penderitaan (meaning in

suffering) memampukan individu untuk memandang hidupnya menjadi bermakna


(6)

BAB II

PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP

II. 1. Pendekatan Psikologi

Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. Tetapi sebenarnya respon atau perilaku yang ditampilkannya itu hanyalah bersifat sementara dan tidak menghilangkan kegundahan yang dialami. Segala isi pikiran dan perasaan yang muncul terkait dengan goncangan tersebut akan tetap ada, yang bila tidak diintervensi, dapat menimbulkan berbagai gangguan – baik pada fisik maupun mental/psikis dan juga dapat mengganggu kehidupan spiritual yang biasa dilakukan.

Guncangan dan masalah yang tidak mampu diatasi menurut Elizabeth Kubler-Ross (dalam Sarafino, 2002) dapat memicu reaksi emosional sebagai

berikut: (1) denial, menolak mempercayai kenyataan yang tidak menyenangkan

dan mengganggu hati, (2) anger, perasaan marah yang dapat saja ditujukan pada diri sendiri, juga terhadap orang-orang disekitar maupun sistem yang berlaku dan

kejadian itu sendiri, (3) bargaining, berusaha mengubah kondisi yang tidak

menyenangkan itu dengan melakukan tawar-menawar atau berusaha bernegosiasi dengan Tuhan misalnya, (4) depression, perasaan sangat sedih dengan apa yang telah terjadi dan merasa kehilangan kesempatan untuk memiliki hari esok yang menyenangkan, tenang, damai, dan bahagia.


(7)

Reaksi emosional seperti tersebut di atas merupakan reaksi wajar yang spontan dialami oleh setiap dari kita yang secara tiba-tiba di perhadapkan pada situasi atau kondisi yang tidak dapat dikendalikan, tidak dapat di kuasai, ataupun tidak ada penjelasan yang masuk dalam akal pikiran maupun kejelasan kenyataan atau yang harus dilakukan. Reaksi emosi yang lainnya adalah yang mengarah

pada (5) acceptance, penerimaan akan suatu guncangan, masalah, atau kondisi

yang tidak menyenangkan. Menerima keadaan yang sudah terjadi lebih dapat diekspresikan oleh setiap dari kita setelah melewati serangkaian pengalaman pedih dan telah mengambil posisi yang tepat dalam melihat masalah tersebut. Dengan mampu melihat adanya peluang ataupun kekuatan/kelebihan yang dimiliki, bisa menjadi titik terang untuk dapat menjalani hidup ini dengan tenang dan bermakna.

II. 2. Pendekatan Humanistik-eksistensial tentang Manusia

Di lingkungan Psikologi, secara umum terdapat 3 aliran besar atau pendekatan yang di dalamnya terdiri dari para ahli yang berupaya menjabarkan perilaku manusia, baik yang normal maupun yang menyimpang. Salah satu pendekatannya adalah yang disebut Humanistik-eksistensial. Secara umum, para ahli yang tergabung di pendekatan Humanistik ini percaya bahwa setiap individu memiliki potensi positif, yang sebenarnya dapat menjawab atas setiap pertanyaan atau masalah yang dihadapi. Ketika seseorang itu tidak melihat alternatif solusi dari masalahnya, itu berarti ia tidak melihat kemampuan yang dimilikinya sehingga butuh seseorang yang membantunya menemukan jawaban tersebut.


(8)

Menurut Socrates, membutuhkan “bidan” untuk melahirkan jawaban atas pertanyaan atau masalah yang dihadapi.

Pendekatan psikologi humanistik–eksistensial berfokus pada kondisi manusia yang menekankan pada pemahaman atas manusia itu sendiri (Gerald, 1999). Ada beberapa pandangan dari pendekatan ini tentang manusia yaitu :

1. Kesadaran diri :

Manusia memiliki kesanggupan yang unik dan nyata untuk menyadari dirinya sendiri dan yang memungkinkannya untuk berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada diri orang itu. Kesanggupan untuk menemukan dan memilih alternatif-alternatif adalah aspek yang esensial pada manusia.

2. Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan :

Kebebasan untuk memilih dan bertindak pada diri manusia harus disertai tanggung-jawab. Manusia bertanggung-jawab atas keberhasilan maupun kegagalannya, atas kebahagiaan maupun kesedihannya. Kesadaran akan kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang merupakan atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga dapat diakibatkan oleh kesadaran atas adanya keterbatasan diri dan atas kemungkinan yang tidak terhindarkan untuk mati. Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan manusia sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa ia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.


(9)

3. Penciptaan makna :

Manusia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang memberikan makna bagi kehidupan melalui interaksi dengan sesama dan lingkungan. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna dengan sesama atau lingkungannya dapat membuat manusia itu merasa terasing dan kesepian sehingga tidak tercipta makna bagi kehidupan yang dijalaninya.

Pemahaman akan potensi diri dan kemampuan yang dimiliki manusia yang unik ini perlu diisi dengan adanya pemaknaan diri dalam menjalani kehidupan ini sehingga segala sesuatunya dapat dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab yang akhirnya akan mendatangkan kedamaian bagi diri sendiri dan lingkungan.

II.3 Makna Hidup

Pembicaraan mengenai makna hidup (meaning of life) dikenal dan mulai

dikembangkan oleh Victor Frankl. Makna hidup ini berbeda antara satu orang dengan orang lain, dari waktu ke waktu ataupun dari hari ke hari. Yang berbeda

dalam hal ini bukanlah meaning dalam arti umum, akan tetapi meaning yang

khusus dalam hidup seseorang yang diberikan dalam suatu kesempatan, tetapi setiap orang memiliki pekerjaannya sendiri atau misinya sendiri, yang tidak dapat diubah atau diulang sehingga tugas seseorang menjadi seunik kesempatannya yang khusus untuk mengimplementasikannya.

Menurut Frankl (1984), setiap situasi dalam kehidupan mewakili suatu petualangan hidup yang harus dijalani dan hadirnya suatu masalah dalam kehidupan adalah untuk diselesaikan oleh manusia itu sendiri. Manusia


(10)

seharusnya tidak ditanya apa the meaning of life-nya, akan tetapi harus mengenali dirinya, apa yang telah diperbuat dan didapat dari perbuatannya, tanggung jawab menjadi hal yang sangat penting dalam keberadaan manusia. Kondisi ini oleh Bastaman (2007) dikatakan bahwa makna hidup memiliki tiga karakteristik:

1. Sifatnya unik dan personal :

Apa yang dianggap bermakna bagi seseorang belum tentu sama bermaknanya bagi orang lain, atau apa yang dianggap bermakna bagi seseorang pada saat ini belum tentu sama bermaknanya pada saat lain.

2. Spesifik dan konkrit :

Makna hidup itu dapat berupa pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari serta tidak selalu dikaitkan dengan tujuan idealis, prestasi akademik yang tinggi, atau hasil renungan filosofis yang kreatif. Mengagumi merekahnya ufuk timur pada saat matahari terbit, memandang dengan penuh kepuasaan tumbuhnya bunga hasil tanaman sendiri, bersemangat mengerjakan tugas yang disenangi, mendengarkan khotbah yang sarat dengan kebijakan dan kebajikan, merupakan peristiwa sehari-hari yang bermakna bagi seseorang.

3. Memberi pedoman dan arah :

Makna hidup memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang

dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang (challenging) dan


(11)

ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang akan terpanggil untuk melaksanakannya sehingga kegiatan yang dilakukan pun menjadi lebih terarah.

Makna hidup memberi nilai tertentu ; individu yang berhasil menemukan dan memenuhi makna dalam hidupnya akan merasakan kebahagiaan dalam menjalani kehidupannya. Makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Pengertian mengenai makna hidup menunjukkan bahwa di dalamnya terkandung tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Hidup itu bermakna dalam setiap situasi, bahkan dalam kesulitan atau kesedihan sekalipun.

II. 3.1. Logoterapi dan Hidup yang Bermakna

Logoterapi adalah suatu bentuk intervensi atau terapi yang menekankan pada logos, yang berarti spirituality (kerohanian) dan meaning (makna). Logoterapi mengakui adanya dimensi kerohanian disamping dimensi ragawi dan

kejiwaan serta meyakini bahwa kehendak untuk hidup bermakna (the will to

meaning) merupakan motivasi utama setiap manusia. Dalam hal ini makna hidup

(the meaning of life) adalah tema sentral logoterapi dan hidup yang bermakna (the

meaningful life) adalah motivasi, tujuan dan dambaan yang harus diraih oleh


(12)

Dengan demikian, landasan filosofi yang menjadi inti ajaran dari logoterapi yang dikemukan oleh Frankl mengenai kebermaknaan manusia, meliputi tiga aspek (Frankl, 2002 ; Bastaman, 2007), yaitu :

1. Manusia memiliki kebebasan untuk berkehendak (freedom to will) :

Kebebasan berkehendak adalah kebebasan untuk menentukan sikap freedom to

take a stand terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural

serta sejarah kehidupnya. Kebebasan yang dimaksud bukan freedom from…

melainkan freedom to take a stand… Berarti, kebebasan yang disertai tanggung

jawab. Manusia bukan saja mampu mengambil jarak (to detach) terhadap

berbagai kondisi di luar dirinya, melainkan juga terhadap kondisi di dalam

dirinya sendiri (self-detachment). Kemampuan inilah yang menyebabkan

manusia disebut “the self determining being” yang menunjukkan bahwa

manusia memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang dianggap penting dan baik bagi dirinya dan harus disertai dengan tanggung jawab.

2. Ada kehendak untuk hidup bermakna (will to meaning)

Kehendak untuk hidup secara bermakna memang benar-benar motivasi utama pada diri manusia. Hasrat inilah yang memotivasi setiap orang untuk bekerja, berkarya dan melakukan kegiatan-kegiatan yang penting lainnya dengan tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara bermakna. Hasrat ini mengarah pada hal-hal di luar, tidak self centered, bukan sesuatu yang hayal, melainkan suatu fenomena psikis yang benar-benar nyata dan dirasakan penting dalam kehidupan manusia.


(13)

3. Menentukan serta menemukan makna hidup (meaning of life)

Kita bebas menemukan makna hidup kita sendiri melalui apa yang kita kerjakan, alami, atau setidak-tidaknya pada sikap kita dalam menghadapi situasi derita yang tidak dapat diubah. Dalam menjalani kehidupan ini, seringkali kita tidak dapat memilih, kita langsung berhadapan dengan situasi atau berbagai kejadian, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Sekalipun demikian, apapun situasinya, kita dapat memiliki maknanya. Pada dasarnya, makna hidup ditemukan dalam setiap kejadian di kehidupan yang dijalani, termasuk dalam penderitaan (rasa bersalah, sakit, rasa berdosa, saat menghadapi kehilangan atau kematian orang yang dikasihi dsb). Makna hidup ini tidak dapat diberikan oleh siapapun, harus ditemukan oleh diri sendiri dalam perjalanan kehidupannya.

II. 3.2. Sumber Makna Hidup

The meaning of life (makna hidup) bagi setiap orang tidak selalu menetap,

selalu berubah sesuai dengan kondisi atau penghayatannya ketika berhadapan dengan setiap kejadian. Yang pasti, makna hidup itu bukanlah sesuatu yang statis, tidak pernah berhenti.

Frankl (2002) merumuskan tiga cara yang disebut meaning triangle,

kegiatan dalam kehidupan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya, apabila nilai- nilai itu diterapkan dan dipenuhi, yaitu :


(14)

1. Creative Values (nilai-nilai kreatif)

Berkarya, bekerja, mencipta, dan melaksanakannya dengan baik dan penuh tanggung jawab karena mencintai kegiatan itu dapat menjadi sumber makna dari kehidupan seseorang. Inti dari nilai kreatif adalah memberikan sesuatu yang berharga dan berguna pada kehidupan. Lingkup kegiatannya sangat luas. Pendalaman nilai-nilai kreatif membantu orang untuk lebih mencintai dan menekuni pekerjaan yang dihadapi.

2. Experiential Values (nilai nilai penghayatan)

Makna hidup dapat diperoleh dengan mengambil sesuatu yang bermakna dari lingkungan luar dan mendalaminya. Mendalami nilai-nilai penghayatan berarti mencoba memahami, menyakini dan menghayati berbagai nilai yang ada dalam kehidupan, seperti keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Meyakini kebenaran ayat-ayat Kitab Suci, merasakan keakraban dalam keluarga, menikmati pemandangan indah, merupakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan nilai-nilai penghayatan.

3. Attitudinal Values (nilai-nilai bersikap)

Hidup menjadi bermakna bila manusia mampu mengambil sikap yang tepat terhadap kondisi dan peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi dan tidak dapat dihindari lagi. Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian


(15)

segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah segala upaya dilakukan secara maksimal. Dalam hal ini yang diubah bukan

keadaannya, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi

keadaan itu. Menurut Frankl, kesulitan dan kebosanan ketika menghadapi masalah sebenarnya memiliki makna yang dalam. Kebosanan memang bisa mengarah kepada tindakan pasif, namun tindakan pasif itu tidak muncul untuk tujuan melarikan diri dari kebosanan, melainkan muncul karena kita ingin menghindari kondisi dan situasi yang membuat manusia tersebut pasif dan ingin berbuat yang semestinya agar hidup terasa lebih bermakna. Perjuangan hidup menempatkan manusia dalam kegelisahan, karena fakta hidup mengatakan bahwa terbentuknya makna hidup dalam diri seseorang tergantung pada apakah orang tersebut mau atau tidak memenuhi tuntutan hidup yang disampaikan kepadanya oleh tugas-tugas hidup.

II. 3.3. Proses Keberhasilan Perubahan Penghayatan Hidup

Perjalanan hidup adalah suatu proses yang berkepanjangan. Kesulitan dan masalah yang dihadapi dalam menjalani kehidupan ini dapat menjadikan hidup tidak bermakna yang berproses – panjang atau pendek, lama atau sebentar tergantung pada upaya yang dilakukan untuk mengubah hidup menjadi hidup yang bermakna. Adapun proses hidup ini berlangsung dalam lima tahapan (Bastaman, 2007), yaitu:


(16)

1. Tahap Derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna):

Individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna, yang berkaitan dengan adanya peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak menyenangkan.

2. Tahap Penerimaan Diri (pemahaman diri, pengubahan sikap) :

Muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi, bisa saja dilatar-belakangi oleh banyak hal, seperti adanya perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pendangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain, atau mengalami peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya selama ini.

3. Tahap Penemuan Makna Hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan hidup) :

Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal-hal yang dianggap berharga dan penting itu mungkin saja berupa nilai-nilai kreatif, seperti bekerja dan berkarya, nilai-nilai penghayatan seperti penghayatan keindahan, keimanan, keyajinan, dan nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.


(17)

4. Tahap Realisasi Makna (komitmen diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup) :

Semangat hidup dan gairah untuk menjalani kehidupan ini menjadi meningkat, kemudian secara sadar membuat komitmen untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah. Kegiatan ini biasanya berupa pengembangan bakat, kemampuan dan ketrampilan.

5. Tahap Kehidupan Bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan) :

Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan penuh kebahagiaan, apapun realita yang harus dihadapi atau dijalaninya.

II. 3.4. Metode dalam menemukan Makna Hidup

Dalam upaya menemukan makna hidup, ada beberapa metode yang dapat dilakukan. Pemahaman pribadi adalah metode yang dapat digunakan untuk menemukan makna hidup. Mengenali kelebihan atau keunggulan dan kelemahan yang ada dalam diri sendiri (bakat, pemikiran, prestasi, penampilan, ambisi, dan kebutuhan-kebutuhan yang mendominasi diri, dsb) serta kehadiran orang-orang lain di sekitar/lingkungan (keluarga, tetangga, teman dsb) merupakan jalan untuk mendapatkan makna dalam kehidupan. Berpikir positif juga menjadi salah satu cara membiasakan diri melakukan tindakan-tindakan positif, yang tidak hanya


(18)

membuat hati gembira tetapi juga membuat orang lain berbahagia, menjadi berkat bagi banyak orang.

Menjalin interaksi secara akrab atau membina hubungan yang akrab dengan orang tertentu (anggota keluarga, teman, pacar) akan membuat seseorang benar-benar merasa diperlukan dan memerlukan orang lain, dicintai dan mencintai sehingga akan menimbulkan perasaan diri berharga dan bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

Ibadah – yang dalam pengertian umum adalah segala kegiatan melaksanakan apa yang diperintahkan Tuhan – merupakan salah satu cara yang sangat memungkinkan seseorang untuk menemukan makna dari kehidupan yang dijalani. Dalam pengertian yang lebih khusus, ibadah adalah ritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cara-cara yang diajarkan dalam agama yang dianut oleh masing-masing individu. Ibadah yang dilakukan secara khidmat sering menimbulkan perasaan tentram, nyaman, dan tabah, serta tidak jarang pula menimbulkan perasaan seakan-akan mendapat bimbingan dalam melakukan tindakan-tindakan bermakna, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang-orang lain disekitarnya. Salah satu bentuk ibadah yang dapat memberikan makna khusus bagi seseorang adalah melalui doa.

Untuk itulah, masalah dan goncangan dapat menjadi ajang bagi setiap orang untuk lebih mendekatkan diri dan berpegang erat sepenuhnya pada Tuhan, sebagai sumber kekuatan dan arah langkah yang menuntun keluar dari kesulitan atau masalah yang dihadapi.


(19)

BAB III

BAHAGIA DI BALIK PENDERITAAN DALAM KEHIDUPAN

Bahagia adalah pilihan. Dengan memahami dan dapat menerima setiap persoalan dalam hidup ini sebagai bagian dari perjalanan hidup yang harus dihadapi dan diberi makna maka setiap persoalan tidak lagi menjadi beban yang membuat hidup ini terlihat sangat gelap. Apalagi pada dasarnya kita sebagai ciptaan Tuhan yakin dan percaya bahwa kita tidak sendirian dalam menjalani kehidupan ini, selalu ada Tuhan yang menyertai dan memampukan, tidak ada alasan untuk kehilangan fokus serta menjadi sedih yang berkepanjangan, yang berakhir dengan putus asa.

Sikap yang tenang ini memungkinkan setiap dari kita mendapatkan makna sekalipun dalam kesulitan yang disebut sebagai meaning in suffering, merupakan hasil dari keputusan diri kita sendiri dalam menilai dan menghadapi setiap kejadian. Guncangan, masalah, dan kesulitan yang ada sebenarnya seperti koin mata uang yang sisi sebelahnya adalah kebahagiaan. Butuh kemauan untuk melakukan atau memutar koin tersebut agar dapat melihat sisi lain dari kesulitan yang ada.

Elisabeth Lukas (dalam Greenberg, 2002) menjelaskan bahwa, dalam praktiknya dengan logoterapi, ada 4 tahapan yang dapat dilakukan untuk dapat menemukan, memahami, dan memiliki makna hidup – terlebih-lebih saat berada dalam situasi yang sulit untuk diterima, dalam menghadapi problem dan kesulitan yang ada. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :


(20)

1. Mengambil jarak dengan gejala-gejala yang mengganggu, baik dalam bentuk perilaku maupun dalam bentuk ide pemikiran atau perasaan yang muncul sehubungan dengan adanya goncangan atau masalah dan kesulitan yang sulit dipahami dan/atau diterima. Dengan mengambil jarak, maka masalah tersebut diletakkan di luar diri, seolah-olah ada di luar diri dan dilihat dari luar sehingga dapat dianalisa dan dievaluasi secara obyektif dan diri sendiri berfungsi sebagai pengamat (observer), bukan sebagai penderita (victim). Stimulasi diri sendiri dengan mengembangkan daya-daya pribadi yang dimiliki untuk dinilai sendiri sejauh mana peranannya selama ini dalam memicu bahkan mengembangkan intensitas gejala menjalani hidup tidak bermakna. Setelah itu, lihatlah kemungkinan-kemungkinan untuk mengubah pemikiran yang ada selama ini.

2. Modifikasi sikap adalah cara selanjutnya untuk mendapatkan pandangan baru tentang diri sendiri dan situasi hidup yang dihadapi. Tentukan sikap baru untuk mengembangkan keyakinan diri dan mencapai kehidupan yang lebih sehat dan bertanggung jawab. Memodifikasi sikap lebih mudah dijalani ketika keyakinan kita akan adanya Tuhan yang selalu menyertai dan memampukan akan memudahkan langkah yang hendak ditempuh.

3. Melakukan pengurangan gejala-gejala yang mencerminkan perilaku hidup tidak bermakna. Memang tidak mudah untuk melakukan pengurangan gejala- gejala tersebut sekaligus, namun dengan memahaminya, kita dapat membuat prioritas yang akhirnya memungkinkan kita untuk mengendalikan sendiri


(21)

4. Arahkan perhatian dan orientasi terhadap nilai-nilai dari berbagai sumber yang dapat menumbuhkan makna hidup yang secara potensial ada dalam diri setiap dari kita. Perdalam pemahaman akan nilai dan makna hidup tersebut serta perluas dan jabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih konkrit, untuk selanjutnya dibuat komitmen terhadap tujuan-tujuan tersebut dalam rangka membuat rencana yang akan dilaksanakan di masa mendatang.

Penghayatan hidup bermakna menurut Crumbaugh (dalam Bastaman, 2007), sebagai berikut: Menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat dan gairah, serta jauh dari perasaan hampa. Mempunyai tujuan hidup yang jelas, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang, sehingga kegiatan- kegiatan pun menjadi terarah. Merasakan sendiri kemajuan yang telah dicapai. Tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari dianggap sebagai sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri, sehingga dikerjakan dengan bersemangat dan bertanggung jawab. Hari demi hari menemukan pengalaman baru dan hal-hal menarik yang dapat menambah pengalaman hidup.

Menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapapun buruknya keadaan memotivasi setiap dari kita untuk menghadapi situasi yang tidak menyenangkan atau penderitaan dengan sikap tabah dan sadar bahwa ada makna serta hikmah dibalik penderitaannya. Benar- benar menghargai hidup dan kehidupan. Mampu mencintai dan menerima cinta kasih orang lain dan sadar bahwa cinta kasih itu merupakan salah satu hal yang menjadikan hidup ini indah.


(22)

BAB IV PENUTUP

Permasalah dan kesulitan hidup tidak dapat diprediksi, tidak dapat dicegah, tidak dapat ditolak dan dapat datang kapan saja. Tidaklah mengherankan ketika masalah dan kesulitan itu datang, banyak yang tidak siap dan tenggelam dalam kesedihan yang berkepanjangan.

Dari segi Psikologi, sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam suatu konteks atau situasi, khususnya yang menekankan pada pendekatan Humanistik-eksistensial, dinyatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi yang memungkinkannya untuk mampu menghadapi dan mengelola setiap masalah yang ada dengan terarah dan menemukan solusi yang mengarah pada pembentukan makna hidup. Makna hidup inilah yang membebaskan manusia dari keterpurukan pikiran dan perasaannya ketika menghadapi goncangan dalam hidup. Makna hidup inilah yang memungkinkan kita menetapkan tujuan-tujuan yang dingin dicapai dalam kehidupan ini, di masa yang akan datang – tidak lagi memusatkan perhatian pada apa yang telah terjadi di masa lalu.

Penting memiliki sikap yang tepat dalam melihat dan menjalani hidup ini. Isi pikiran dengan hal-hal yang positif agar mampu melakukan hal-hal yang juga positif. Mengambil jarak dengan masalah merupakan langkah awal untuk memahami masalah dan mempertimbangkan atau memperhatikan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki sehingga pada akhirnya mampu mengubah sikap dari melihat hidup ini tidak bermakna menjadi ada titik terang untuk memiliki


(23)

kehidupan yang bermakna. Selalu ada makna dari setiap kejadian, sekalipun itu adalah kejadian yang menyedihkan.

Dengan memahami dan meningkatkan iman kepercayaan akan adanya kekuatan yang mengatur segala sesuatunya yaitu Tuhan, langkahpun akan semakin ringan. Arahkan pandangan pada Tuhan, yang memiliki kekuatan yang jauh melebihi akal dan pikiran saat berada dalam goncangan dan kesulitan. Dengan mengarahkan pandangan pada Tuhan yang maha besar maka perhatian kita tidak lagi terarah pada masalah yang sedang dihadapi. Doa dan melakukan apa yang diajarkan oleh masing-masing agama merupakan cara atau jalan untuk membuat hidup ini berarti. Dengan menemukan arti atau makna dalam kehidupan, berarti masalah atau kesulitan hidup yang sedang dihadapi dapat dijalani dengan hati yang tenang, tidak kehilangan arah dan dapat tetap fokus pada tujuan yang ingin dicapai.

Dengan demikian, kebahagiaan adalah suatu hal yang dapat dimiliki oleh setiap orang, sekalipun dalam penderitaan yang sulit diterima, sulit dijabarkan dan diselesaikan. Selalu ada makna dalam setiap kejadian (meaning in suffering). Kenali kesulitan, terima sebagai bagian dari hidup, temukan makna dari setiap kejadian dan tindakan maka kebahagiaan akan menjadi bagian dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


(24)

American Psychiatic Associations, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder, 4th. Edition. Text Revision. Washington: American Psychiatic Associations.

Bastaman, H. D., (2007). Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih

Hidup Bermakna. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Corey, Gerald (1999). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT.Rafika

Aditama

Crumbaugh, J.C., Gerz, Maholick. (1967). Psychotherapy and Existentialism Selected Papers

on Logotherapy by Viktor E. Frankl. New York: Washington Square Press, Inc.

Fabry, Joseph B. (1980). The Pursuit Of Meaning : Viktor Frankl, Logotherapy and Life.

Revised Edition. Harper and Row. Publishers 1817

Frankl, Viktor.E. (1984). Man’s Search For Meaning. Revised and Updated. New York:

Washington Square Press

Frankl, Victor E., (2002). Logoterapi : Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi. Pengantar: Gordon W. Allport. Pengantar Bahasa Indonesia: Prof. Drs.Djamaluddin Ancok, PhD. Penerjemah: M. Murtadlo. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Greenberg, J.S., 2002, Comprehensive Stress Management, 7th , New York: Mc Graw Hill, Inc

Sarafino, E.P. (2006) Health Psychology : Biopsychosocial interactions. 5th edition. USA : John Wiley & Sons, Inc


(1)

BAB III

BAHAGIA DI BALIK PENDERITAAN DALAM KEHIDUPAN

Bahagia adalah pilihan. Dengan memahami dan dapat menerima setiap persoalan dalam hidup ini sebagai bagian dari perjalanan hidup yang harus dihadapi dan diberi makna maka setiap persoalan tidak lagi menjadi beban yang membuat hidup ini terlihat sangat gelap. Apalagi pada dasarnya kita sebagai ciptaan Tuhan yakin dan percaya bahwa kita tidak sendirian dalam menjalani kehidupan ini, selalu ada Tuhan yang menyertai dan memampukan, tidak ada alasan untuk kehilangan fokus serta menjadi sedih yang berkepanjangan, yang berakhir dengan putus asa.

Sikap yang tenang ini memungkinkan setiap dari kita mendapatkan makna sekalipun dalam kesulitan yang disebut sebagai meaning in suffering, merupakan hasil dari keputusan diri kita sendiri dalam menilai dan menghadapi setiap kejadian. Guncangan, masalah, dan kesulitan yang ada sebenarnya seperti koin mata uang yang sisi sebelahnya adalah kebahagiaan. Butuh kemauan untuk melakukan atau memutar koin tersebut agar dapat melihat sisi lain dari kesulitan yang ada.

Elisabeth Lukas (dalam Greenberg, 2002) menjelaskan bahwa, dalam praktiknya dengan logoterapi, ada 4 tahapan yang dapat dilakukan untuk dapat menemukan, memahami, dan memiliki makna hidup – terlebih-lebih saat berada dalam situasi yang sulit untuk diterima, dalam menghadapi problem dan kesulitan yang ada. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :


(2)

1. Mengambil jarak dengan gejala-gejala yang mengganggu, baik dalam bentuk perilaku maupun dalam bentuk ide pemikiran atau perasaan yang muncul sehubungan dengan adanya goncangan atau masalah dan kesulitan yang sulit dipahami dan/atau diterima. Dengan mengambil jarak, maka masalah tersebut diletakkan di luar diri, seolah-olah ada di luar diri dan dilihat dari luar sehingga dapat dianalisa dan dievaluasi secara obyektif dan diri sendiri berfungsi sebagai pengamat (observer), bukan sebagai penderita (victim). Stimulasi diri sendiri dengan mengembangkan daya-daya pribadi yang dimiliki untuk dinilai sendiri sejauh mana peranannya selama ini dalam memicu bahkan mengembangkan intensitas gejala menjalani hidup tidak bermakna. Setelah itu, lihatlah kemungkinan-kemungkinan untuk mengubah pemikiran yang ada selama ini.

2. Modifikasi sikap adalah cara selanjutnya untuk mendapatkan pandangan baru tentang diri sendiri dan situasi hidup yang dihadapi. Tentukan sikap baru untuk mengembangkan keyakinan diri dan mencapai kehidupan yang lebih sehat dan bertanggung jawab. Memodifikasi sikap lebih mudah dijalani ketika keyakinan kita akan adanya Tuhan yang selalu menyertai dan memampukan akan memudahkan langkah yang hendak ditempuh.

3. Melakukan pengurangan gejala-gejala yang mencerminkan perilaku hidup tidak bermakna. Memang tidak mudah untuk melakukan pengurangan gejala- gejala tersebut sekaligus, namun dengan memahaminya, kita dapat membuat prioritas yang akhirnya memungkinkan kita untuk mengendalikan sendiri sejumlah gejala yang dapat kita singkirkan dari pemikiran.


(3)

4. Arahkan perhatian dan orientasi terhadap nilai-nilai dari berbagai sumber yang dapat menumbuhkan makna hidup yang secara potensial ada dalam diri setiap dari kita. Perdalam pemahaman akan nilai dan makna hidup tersebut serta perluas dan jabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih konkrit, untuk selanjutnya dibuat komitmen terhadap tujuan-tujuan tersebut dalam rangka membuat rencana yang akan dilaksanakan di masa mendatang.

Penghayatan hidup bermakna menurut Crumbaugh (dalam Bastaman, 2007), sebagai berikut: Menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat dan gairah, serta jauh dari perasaan hampa. Mempunyai tujuan hidup yang jelas, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang, sehingga kegiatan- kegiatan pun menjadi terarah. Merasakan sendiri kemajuan yang telah dicapai. Tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari dianggap sebagai sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri, sehingga dikerjakan dengan bersemangat dan bertanggung jawab. Hari demi hari menemukan pengalaman baru dan hal-hal menarik yang dapat menambah pengalaman hidup.

Menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapapun buruknya keadaan memotivasi setiap dari kita untuk menghadapi situasi yang tidak menyenangkan atau penderitaan dengan sikap tabah dan sadar bahwa ada makna serta hikmah dibalik penderitaannya. Benar- benar menghargai hidup dan kehidupan. Mampu mencintai dan menerima cinta kasih orang lain dan sadar bahwa cinta kasih itu merupakan salah satu hal yang menjadikan hidup ini indah.


(4)

BAB IV PENUTUP

Permasalah dan kesulitan hidup tidak dapat diprediksi, tidak dapat dicegah, tidak dapat ditolak dan dapat datang kapan saja. Tidaklah mengherankan ketika masalah dan kesulitan itu datang, banyak yang tidak siap dan tenggelam dalam kesedihan yang berkepanjangan.

Dari segi Psikologi, sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam suatu konteks atau situasi, khususnya yang menekankan pada pendekatan Humanistik-eksistensial, dinyatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi yang memungkinkannya untuk mampu menghadapi dan mengelola setiap masalah yang ada dengan terarah dan menemukan solusi yang mengarah pada pembentukan makna hidup. Makna hidup inilah yang membebaskan manusia dari keterpurukan pikiran dan perasaannya ketika menghadapi goncangan dalam hidup. Makna hidup inilah yang memungkinkan kita menetapkan tujuan-tujuan yang dingin dicapai dalam kehidupan ini, di masa yang akan datang – tidak lagi memusatkan perhatian pada apa yang telah terjadi di masa lalu.

Penting memiliki sikap yang tepat dalam melihat dan menjalani hidup ini. Isi pikiran dengan hal-hal yang positif agar mampu melakukan hal-hal yang juga positif. Mengambil jarak dengan masalah merupakan langkah awal untuk memahami masalah dan mempertimbangkan atau memperhatikan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki sehingga pada akhirnya mampu mengubah sikap dari melihat hidup ini tidak bermakna menjadi ada titik terang untuk memiliki


(5)

kehidupan yang bermakna. Selalu ada makna dari setiap kejadian, sekalipun itu adalah kejadian yang menyedihkan.

Dengan memahami dan meningkatkan iman kepercayaan akan adanya kekuatan yang mengatur segala sesuatunya yaitu Tuhan, langkahpun akan semakin ringan. Arahkan pandangan pada Tuhan, yang memiliki kekuatan yang jauh melebihi akal dan pikiran saat berada dalam goncangan dan kesulitan. Dengan mengarahkan pandangan pada Tuhan yang maha besar maka perhatian kita tidak lagi terarah pada masalah yang sedang dihadapi. Doa dan melakukan apa yang diajarkan oleh masing-masing agama merupakan cara atau jalan untuk membuat hidup ini berarti. Dengan menemukan arti atau makna dalam kehidupan, berarti masalah atau kesulitan hidup yang sedang dihadapi dapat dijalani dengan hati yang tenang, tidak kehilangan arah dan dapat tetap fokus pada tujuan yang ingin dicapai.

Dengan demikian, kebahagiaan adalah suatu hal yang dapat dimiliki oleh setiap orang, sekalipun dalam penderitaan yang sulit diterima, sulit dijabarkan dan diselesaikan. Selalu ada makna dalam setiap kejadian (meaning in suffering). Kenali kesulitan, terima sebagai bagian dari hidup, temukan makna dari setiap kejadian dan tindakan maka kebahagiaan akan menjadi bagian dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


(6)

American Psychiatic Associations, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder, 4th. Edition. Text Revision. Washington: American Psychiatic Associations.

Bastaman, H. D., (2007). Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih

Hidup Bermakna. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Corey, Gerald (1999). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT.Rafika Aditama

Crumbaugh, J.C., Gerz, Maholick. (1967). Psychotherapy and Existentialism Selected Papers

on Logotherapy by Viktor E. Frankl. New York: Washington Square Press, Inc.

Fabry, Joseph B. (1980). The Pursuit Of Meaning : Viktor Frankl, Logotherapy and Life.

Revised Edition. Harper and Row. Publishers 1817

Frankl, Viktor.E. (1984). Man’s Search For Meaning. Revised and Updated. New York: Washington Square Press

Frankl, Victor E., (2002). Logoterapi : Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi. Pengantar: Gordon W. Allport. Pengantar Bahasa Indonesia: Prof. Drs.Djamaluddin Ancok, PhD. Penerjemah: M. Murtadlo. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Greenberg, J.S., 2002, Comprehensive Stress Management, 7th , New York: Mc Graw Hill, Inc

Sarafino, E.P. (2006) Health Psychology : Biopsychosocial interactions. 5th edition. USA : John Wiley & Sons, Inc