Calsium Ca Magnesium Mg

g. Calsium Ca

Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan Belerang. Calsium diserap tanaman dalam bentuk Ca 2+ . Ca 2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci Leiwakabessy, 1988. Mineral Ca, Mg, dan K bersaing untuk memasuki tanaman. Apabila salah satu unsur berada pada jumlah yang lebih rendah dari pada yang lain, maka unsur yang kadarnya lebih rendah sukar diserap Leiwakabessy dan Wahyudin, 2003. Di dalam tanah kalsium berada dalam bentuk anorganik, namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga berasosiasi dengan materi organik dalam humus Sutcliffe dan Baker, 1975. Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu- bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim. Biasanya tanah bersifat masam memiliki kandungan Ca yang rendah. Kalsium ditambahkan untuk meningkatkan pH tanah. Sebagian besar Ca berada pada kompleks jerapan dan mudah dipertukarkan. Pada keadaan tersebut kalsium mudah tersedia bagi tumbuhan. Pada tanah basah kehilangan Ca terjadi sangat nyata Soepardi, 1983.

h. Magnesium Mg

Di dalam tanah magnesium berada dalam bentuk anorganik unsur makro, Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg 2+ Hardjowigeno, 2007. Pemakaian N, P, dan K pupuk dan varietas unggul, mengakibatkan jumlah Ca dan Mg yang terangkut ke tanaman juga meningkat. Unsur Ca dan Mg biasa dihubungkan dengan masalah kemasaman tanah dan pengapuran. Magnesium merupakan unsur yang sangat banyak terlibat pada kebanyakan reaksi enzimatis. Mg terdapat pada mineral: amfibol, biotit, dolomit, hornblende, olivin, dan serpentin. Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium Hanafiah, 2007. Selain itu, masnesium merupakan pembawa posfat terutama dalam pembentukan biji berkadar minyak tinggi yang mengandung lesitin Agustina, 2004. Selain itu magnesium juga berfungsi sebagai sistem enzim dan pembentukan minyak Hardjowigeno, 2007. Tipe Kebakaran Hutan 1. Kebakaran Bawah Ground Fire Api membakar bahan organik di bawah permukaan serasah yang pada umumnya berupa humus dan gambut. Penjalaran api berlangsung secara perlahan dan tidak dipengaruhi oleh angin, tanpa nyala, sehingga sulit untuk dideteksi dan kontrol. Dilihat dari dampaknya, tipe kebakaran ini merupakan tipe yang paling merusak lingkungan. Tipe kebakaran ini didominasi oleh proses smoldering Soemardi dan Widyastuti, 2004. 2. Kebakaran Permukaan Surface Fire Api pada kebakaran ini membakar serasah, tumbuhan bawah, bekas limbah pembakaran dan bahan bakar lainnya yang terdapat di lantai hutan. Energi kebakaran dapat rendah sampai tinggi. Dalam penjalarannya, dipengaruhi oleh angin permukaan sehingga dapat membakar tumbuhan yang lebih tinggi hingga ke tajuk pohon crowning out. Tipe ini merupakan tipe kebakaran yang paling umum terjadi di hampir semua tegakan hutan Soemardi dan Widyastuti, 2004. 3. Kebakaran Tajuk Crown Fire Pada tipe ini, api menjalar dari tajuk pohon satu ke tajuk pohon berikutnya. Arah dan kecepatan penjalaran api sangat dipengaruhi oleh angin, sehingga api menjalar dengan sangat cepat dan sulit untuk dikendalikan. Biasanya terjadi pada tegakan konifer dan api berasal dari kebakaran permukaan, yaitu ranting atau bagian pohon yang terbakar yang terbawa angin. Disamping itu kebakaran tipe ini juga dapat menghasilkan api loncat spot fire, yaitu ranting atau bagian pohon yang terbakar yang terbawa angin dan menimbulkan kebakaran baru di tempat lain De Bano et al, 1998. Dampak Kebakaran Hutan terhadap Vegetasi dan Tanah Dampak buruk kebakaran hutan dan lahan sangat banyak. Kerusakan dapat berkisar dari gangguan luka-luka bakar pada pangkal batang pohontanaman sampai hancurnya pepohonan secara keseluruhan berikut vegetasi lainnya. Dengan hancurnya vegetasi, yang paling dikhawatirkan adalah hilangnya plasma nutfah sumber daya genetik pembawa sifat keturunan seiring dengan hancurnya vegetasi tersebut. Selain itu kebakaran dapat melemahkan daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Batang pohon yang menderita luka bakar meskipun tidak mati, seringkali pada akhirnya terkena serangan penyakitpembusukan atau menjadi merana Sagala, 1994. Kebakaran hutan dan lahan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sifat fisik dan kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur tanah akan mengalami kerusakan karena kebakaran hutan. Terjadinya kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga apabila terjadi hujan, maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, sehingga mendapat energi pukulan air hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh vegetasi penutup tanah. Kondisi ini akan menyebabkan rusaknya struktur tanah Purbowaseso, 2004. Menurut Pyne et al 1996, dampak kebakaran hutan terhadap tanah sangat bervariasi tergantung pada kandungan dari bahan bakar, jenis tanah dan tipe kebakaran terutama dari frekuensi kebakaran, intensitas kebakaran dan waktu terjadinya kebakaran. Hal ini akan berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Adapun terhadap sifat fisik yang ditimbulkan yaitu diantaranya kenaikan suhu tanah, perubahan pada struktur tanah dan terhambatnya proses tanah dalam menyerap dan menampung air yang masuk kedalam tanah. Kerusakan ini terjadi tergantung pada bagaimana lapisan atas tanah rusak terbakar. Lapisan tanah yang terbuka akan mengalami pemanasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lapisan yang sama sekali tidak terbuka. Rusaknya struktur tanah juga akan menyebabkan massa tanah dan bahan organik yang tergandung di dalamnya terbawa oleh limpasan aliran permukaan atau dengan kata lain akan munculnya erosi pada musim penghujan. Seperti diketahui bahwa erosi akan menyebabkan tanah menjadi kritis, akibat terkikisnya secara terus menerus lapisan tanah atas. Penelitian di Kalimantan Timur yaitu di Taman Nasional Kutai tahun 1982-1983 menunjukkan kecepatan erosi meningkat sepuluh kali lipat dibanding dengan hutan primer yang tidak terbakar. Oleh karena itu, pada saat hujan lebat meningkatkan sedimen pada Sungai Mahakam. Hal ini tampak dengan air sungai yang keruh oleh adanya kandungan sedimen. Namun, kebakaran hutan yang mempengaruhi sifat fisik tanah ini hingga sedang kurang memberikan dampak terhadap menurunnya sifat fisik tanah Purbowaseso, 2004. Secara umum kebakaran hutan juga akan menurunkan kualitas lingkungan tanah karena hilangnya mikroorganisme tanah. Hilangnya mikroorganisme tanah menyebabkan terhambatnya proses dekomposisi serasah, sehingga akan terjadi akumulasi serasah. Serasah yang tidak mengalami proses dekomposisi akan menyebabkan lambatnya proses pembentukan tanah. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap proses suksesi vegetasi yang ada di atasnya Purbowaseso, 2004. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pangururan Lokasi penelitian dilaksanakan pada areal terbakar di desa Siogung-ogung dan desa Sosor Dolok, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera Utara. Luasan hutan yang terbakar pada tahun 2012 di kawasan Hutan Lindung desa Siogung-ogung mencapai 0,5 Ha. Pada tahun 2013, kebakaran di lahan masyarakat dan kawasan hutan desa Sosor Dolok mencapai 60 Ha. Data curah hujan di daerah Kecamatan Simanindo menurut Balai Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dapat dilihat pada lampiran. Angka curah hujan rata-rata 100-250 mm tiap tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April dan curah hujan terendah terjadi bulan Juni dan Juli. Wilayah Kabupaten Samosir tergolong yang beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 17 C- 29 C dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85.04 termasuk Kecamatan Pangururan yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Samosir. Sebaran jenis tanah di wilayah Pangururan didominasi oleh jenis tanah litosol, podsolik, dan regosol Badan Pusat Statistik, 2013. Kecamatan Simanindo Penelitian ini dilaksanakan pada areal terbakar di desa Sijambur Nabolak dan Curaman Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera. Sedangkan untuk lokasi penelitian pada areal yang tidak terbakar kontrol dilaksanakan di desa Tolping, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera. Luasan hutan yang terbakar pada tahun 2010 di kawasan Hutan Lindung desa Sijambur Nabolak mencapai 93 Ha. Pada tahun 2011 dan tahun 2014, kebakaran di kawasan Hutan Lindung desa Curaman Tomok mencapai 3 Ha. Kecamatan Simanindo berada di hamparan dataran dan struktur tanahnya labil berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Wilayah Kabupaten Samosir memiliki angka curah hujan rata-rata 100-250 mm tiap tahun. Data curah hujan di daerah Kecamatan Simanindo Balai Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dapat dilihat pada lampiran. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September dan curah hujan terendah terjadi bulan Februari. Seperti halnya Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo juga tergolong beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 17 C-29 C dan rata-rata kelembaban udara sebesar 85.04 termasuk. Sebaran jenis tanah di wilayah Simanindo didominasi oleh jenis tanah litosol dan podsolik Badan Pusat Statistik, 2013 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2014. Contoh tanah diambil di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Pengambilan tanah tidak terbakar dan tanah bekas kebakaran hutan dilakukan berdasarkan waktu terjadinya kebakaran pada kurun waktu 5 tahun terakhir, yaitu tahun 2010-2014. Data lokasi kebakaran hutan di Kabupaten Samosoir diperoleh dari Dinas Kehutanan Sumatera Utara. Tanah tidak terbakar dan tanah bekas kebakaran tahun 2010 diambil di daerah Sijambur Nabolak, tahun 2011 di Curaman Tomok, tahun 2012 di Siogung-ogung, tahun 2013 di Sosor Dolok, dan tahun 2014 di Curaman Tomok. Analisis tanah dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Sumatera Utara. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel tanah dari hutan bekas kebakaran dan tidak terjadi kebakaran, bahan pengujian tanah untuk analisa tanah di laboratorium seperti aquades, natrium pirofosfat, amil alkohol, K 2 Cr 2 O 7 H 2 SO 4 ,H 3 PO 4 , FeSO 4 , NH 4 OA c , paraffin cair, NaOH, indikator cunwai, larutan fisiologis, pasir, pereaksi nessler. Alat yang digunakan dalam penelitian terbagi dua yaitu alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah seperti ring sample, kantong plastik, kertas label, meteran, parang, cangkul, gunting, alat tulis dan kedua; peralatan yang digunakan untuk analisa tanah di laboratorium seperti ayakan 10 mesh, erlenmeyer, shaker, gelas ukur, tabung kuningan, hydrometer, cawan timbang, oven, stopwatch, eksikator, beaker gelas, pipa kaca, sprayer, plastik, karet gelang, pH meter, pipet tetes, buret, pengaduk gelas saringan, labu ukur, labu didih, cawan petri, kertas label, kalkulator, alat tulis, dan kertas millimeter. Metode Penelitian a. Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan pada tempat pengambilan contoh tanah terbakar dalam kurun waktu 5 tahun terakhir tahun 2010-2014 dan sebagai pembandingnya diambil contoh tanah hutan yang tidak terbakar pada daerah tersebut.

b. Pengambilan Sampel Tanah