pemberian ASI terhadap keajdian ISPA yang terjadi pada bayi usia 0-12 bulan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik mengangkat judul
“Hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan”.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah yang akan dikemukakan yaitu apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Khusus
Mengetahui hubungan pemberian ASI ekslusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan. 2. Mengetahui riwayat pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-12
bulan. 3. Menganalisis hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian
ISPA pada bayi usia 0-12 bulan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti Sebagai proses dalam menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
dengan cara mengaplikasikan ilmu dan teori – teori yang diperolehnya
dalam masa perkuliahan serta mendapatkan pengalaman nyata dalam menganalisis sebagai penelitian pemula terhadap pemberian ASI
eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan.
Universitas Sumatera Utara
2. Bagi Pelayan Kesehatan Dalam pelayanan kesehatan diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat
untuk meningkatkan
pengetahuan pelayan
kesehatan dan
meningkatkan pelayanan kesehatan serta mengadakan penyuluhan kepada para ibu tentang pentingnya manfaat pemberian ASI.
3. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat untuk
menambah pengetahuan tentang pentingnya pemberian ASI dan memotivasi masyarakat untuk memberikan ASI kepada bayi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ISPA
2.1.1. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut ISPA merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Yang dimaksud infeksi saluran pernapasan
adalah mulai dari infeksi saluran atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari Wantania et al,
2010.
2.1.2. Epidemiologi
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau
nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah
Nusa Tenggara Timur 41,7, Papua 31,1, Aceh 30,0, Nusa Tenggara Barat 28,3. Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan
provinsi tertinggi dengan ISPA. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok umur 1-4 tahun 25,8. Meurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok
penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah Riskesdas, 2013.
2.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran pernapasan akut dibagi menjadi 2, yaitu Wantania et al, 2010:
Universitas Sumatera Utara
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas Infeksi saluran atas adalah infeksi primer saluran di atas laring. Infeksi
saluran pernapasan atas terdiri dari rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosinusitis, dan otitis media.
2. Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Infeksi laring ke bawah disebut infeksi saluran bawah. infeksi saluran
bawah terdiri
atas terdiri
atas epligotitis,
croup laringotrakeobrinkitis, bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia.
Sebagian besar ISPA biasanya pada ISPA atas saja, tapi sekitar 5- nya melibatkan laring dan saluran bawah berikutnya, sehingga
berpotensi menjadi serius.
2.1.4. Etiologi
Infeksi saluran pernapasan akut biasanya disebabkan oleh virus,bakteri dan jamur.Virus paling banyak penyebab infeksi saluran pernapasan atas meliputi
Rhinovirus, Parainfluenza virus, Coronavirus, Adenovirus, Respiratory syncytial virus, Coxsackivirus, dan Influenza virus. Sedangkan bakteri yang sering
menyebabkan infeksi
saluran pernapasan
beta-hemolytic streptococci,
Corynebacterium diphteriae,
Neisseria gonorrhoeae,
Arcanobacterium haemolyticum, Chlamidya pneumoniae, Haemophilus influenzae, Bordetella
pertusis, dan Moraxella catarrhalis Rohilla et al, 2013. 1. Respiratory Syncytial Virus RSV merupakan satu penyebab utama
bronkiolitis, kira-kira meliputi sepertiga dari semua kasus. Virus ini merupakan penyebab yang lazim penyakit pneumonia, croup, dan
bronkiolitis, juga penyakit infeksi saluran pernapasan atas yang tidak terdiferensiasi.
2. Parainfluenza virus menyebabkan sebagian besar kasus sindrom croup tetapi dapat juga menimbulkan bronkitis, bronkiolitis, dan penyakit
saluran pernapasan atas. Virus influenza tidak memainkan peran besar
Universitas Sumatera Utara
dalam berbagai sindrom pernapasan kecuali selama epidemi. Pada bayi dan anak, virus influenza lebih menyebabkan penyakit saluran
pernapasan atas daripada penyakit aluran pernapasan bawah. 3. Adenovirus menyebabkan kurang dari 10 penyakit pernapasan,
sebagian besar bersifat ringan atau tidak bergejala. Infeksi faringitis dan infeksi faringokonjungtivitis adalah manifestasi klinis yang paling sering
pada anak. Namun, Adenovirus kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah yang lebih berat.
4. Rhinovirus dan Coronavirus biasanya menimbulkan gejala yang terbatas pada saluran pernapasan atas, paling sering hidung dan merupakan
bagian yang berarti dari sindrom “common cold” . 5. Coxsackivirus A dan Coxsackivirus B terutama menimbulkan penyakit
nasofaring. Mikoplasma dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan atas
dan bawah,
termasuk bronkiolitis,
pneumonia, bonkitis,
faringotonsilitis, dan otitis media Nelson, 2012.
2.1.5. Faktor Resiko
Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA pada anak. Hal ini berhubungan dengan penjamu, agen penyakit, dan lingkungan Wantania,
2010. 1. Usia
ISPA dapat ditemukan pada 50 anak berusia di bawah 5 tahun dan 30 anak usia 5-12 tahun. Rahman dkk mendapatkan 23 kasus ISPA berat
dari seluruh kasus ISPA pada anak berusia di atas 6 bulan. World Health Organization melaporkan bahwa di negara berkembang, ISPA termasuk
infeksi resporatori bawah pneumonia, bronkiolitis, dan lain-lain adalah penyebab utama dari empat penyebab terbanyak kematian anak, dengan
kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun.
Universitas Sumatera Utara
2. Jenis kelamin Pada umumnya, tidak ada perbedaan insiden ISPA akibat virus atau
bakteri pada laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, ada yang mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu insiden lebih pada
anak laki-laki berusia 6 tahun. 3. Status gizi
Status gizi anak merupakan faktor resiko penting timbulnya pneumonia. Gizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya ISPA pada anak. Hal
ini dikarenakan adanya gangguan respon imun. Deb SK menyatakan riskratio RR anak malnutrisi dengan ISPApneumonia adalah 2,3.
Vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya infeksi. Grant melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang ringan
mengalami ISPA dua kali lebih banyak daripada anak yang tidak mengalami defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan
pemberian ASI, harus dilakukan pula perbaikan terhadap defisiensi vitamin A untuk mencegah ISPA.
4. Pemberian air susu ibu ASI Terdapat banyak penelitian yang menunujukkan hubungan antara
pemberian ASI dengan terjadinya ISPA. Air susu ibu mempunyai nilai proteksi terhadap pneumonia, terutama selama 1 bulan pertama. Lopez
mendapatkan bahwa prevalens ISPA berhubungan dengan lamanya pemberian ASI. Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan mengalami
ISPA dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI paling sedikit selama 1 bulan. Cesar JA dkk melaporkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI akan
17 kali lebih rentan mengalami perawatan di rumah sakit akibat pneumonia dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI. Pemberian
ASI dengan durasi yang lama mempunyai pengaruh proteksi terhadap ISPA bawah selama tahun pertama.
5. Berat badan lahir rendah BBLR Berat badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat ISPA.
Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan BBLR.
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 22 kematian pada pneumonia diperkirakan terjadi pada BBLR. Meta-analisis menunjukkan bahwa BBLR mempunyai RR
kematian 6,4 pada bayi berusia 6-11 bulan. 6. Imunisasi
Campak, pertusis, dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan resiko terkena ISPA dan memperberat ISPA itu sendiri, tetapi sebetulnya hal ini
dapat dicegah. Di india, anak yang baru sembuh dari campak, selama 6 bulan berikutnya dapat mengalami ISPA enam kali lebih sering daripada
anak yang tidak terkena campak. Campak, pertusis, dan difteri bersama- sama dapat menyebabkan 15-25 dari seluruh kematian yang berkaitan
dengan ISPA. Deb SK mendapatkan RR sebesar 2,7 pada kelompok anak yang tidak mendapatkan imunisasi. Vaksi campak cukup efektif dan dapat
mencegah kematian hingga 25. Usaha global dalam meningkatkan cakupan imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka kematian
ISPA akibat kedua penyakit ini. 7. Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan orang tua menunjukkan adanya hubungan terbalik antara angka kejadian dengan kematian ISPA. Tingkat pendidikan ini
berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi, dan juga berkaitan dengan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan menyebabkan
sebagian kasus ISPA tidak diketahui oleh orang tua dan tidak diobati. 8. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor-faktor lain seperti nutrisi, lingkungan, dan penerimaan layanan kesehatan. Anak
yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai risiko lebih besar mengalami episode ISPA. Rahman
menyatakan bahwa risiko mengalami ISPA adalah 3,3 kali lebih tinggi pada anak dengan status sosial ekonomi rendah.
9. Penggunaan fasilitas kesehatan Angka kematian untuk semua kasus pneumonia pada anak yang tidak
diobati diperkirakan 10-20. Penggunaan fasilitas kesehatan dapat
Universitas Sumatera Utara
mencerminkan tingginya insiden ISPA, yaitu sebesar 60 dari kunjungan rawat jalan di puskesmas dan 20-40 dari kunjungan rawat jalan dan
rawat inap rumah sakit. Penggunaan fasilitas kesehatan sangat berpengaruh pada tingkat keparahan ISPA. Di sebagian negara
berkembang, pemanfaatan fasilitas kesehatan masih rendah. 10. Lingkungan
Polusi udara Penyakit lain
Bancana alam
2.1.6. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya mikroba dengan tubuh. Masuknya mikroba sebagai antigen ke saluran pernapasan menyebabkan
silia yang terdapat pada permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong mikroba atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal, maka mikroba akan bereplikasi dan merusak lapisan epitel mukosa saliran pernapasan. Sel epitel yang rusak akan merangsang natural killer dan
limfosit untuk menghasilkan sitokin. Setelah melintasi epitel, partikel mikroba memasuki membran basal. Dibawah membran basal terdapat sub-epitel, dimana
mikroba bertemu dengan cairan jaringan, sistem limfatik, dan fagosit yang menguraikan beberapa sitokin dan interferon untuk mencegah replikasi lebih
lanjut. Pelepasan mikroba pada membran basal menyediakan akses penyebaran secara sistemik Manjarrez-Zavala et al dalam Sari, 2014.
Sel yang rusak juga akan meningkatkan produksi IL-8, sebagai akibatnya mukosa saluran pernapasan dirangsang untuk menghasilkan sekresi
mukus yang cukup banyak. Sekresi mukus yang berlebih menyebabkan penderita batuk sebagai usaha untuk mengeluarkan mukus Treanor, 2008. Apabila
seseorang mengalami gangguan imunitas yang rendah tanpa adanya kerusakan saluran pernapasan, maka agen-agen yang masuk akan sulit dibunuh sehingga
menimbulkan gejala infeksi. Gejala pada ISPA bukan merupakan efek langsung dari jumlah virus yang bereplikasi atau jumlah sel yang terinfeksi, tetapi
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh mediator inflamasi yang dihasilkan Riyadi, 2009 dalam Sari, 2014
2.1.7. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis ISPA adalah sebagai berikut Djojodibroto, 2009: A. Infeksi saluran pernapasan atas
Penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas dapat memberikan gejala klinik yang beragam, antar lain:
1. Gejala koriza coryzal syndrome, yaitu pengeluaran cairan discharge nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis
ringan. Sakit tenggorokan sore throat, rasa kering pada bagian posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu serta rasa
kedinginan chiliness. Demam jarang terjadi. 2. Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat.
Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi nasal, batuk sering terjadi, tetapi gejala
koriza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit di seluruh badan, sakit kepala, demam ringan, parau hoarseness.
3. Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari gejala faringeal. Gejala faringeal sering disusul oleh konjungtivitis yang disertai fotofobia
dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang konjungtivitis timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai
dua minggu, dan setelah gejala lain hilang. Sering terjadi epidemi. 4. Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit berat. Demam,
menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise, dan anoreksia yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan dan nyeri
retrosternal. Keadaan ini dapat dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemik yang hebat dan ditumpangi oleh infeksi bakterial.
5. Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak, yaitu sakit beberapa hari yang disebabkan oleh virus Coxsackie A. Sering
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan vesikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi ulkus.
6. Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut croup, yaitu suatu kondisi serius yang mengenai anak-anak ditandai dengan batuk, dispnea, stridor
inspirasi yang disertai sianosis.
B. Infeksi saluran pernapasan bawah Biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernapasan bagian
atas seperti hidung buntu stuffy. Pilek runny nose dan sakit tenggorokan. Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimulai dengan
batuk yang tidak produktif. Batuk ini sangat mengganggu di waktu malam. Udara dingin, banyak bicara, napas dalam, serta tertawa akan merangsang
terjadinya batuk. Pasien akan mengeluh adanya nyeri retrosternal, dan rasa gatal pada kulit. Setelah beberapa hari akan terdapat produksi sputum yang
banyak; dapat bersifat mukus tetapi dapat juga mukopurulen. Sesak napas hanya terjadi jika terdapat penyakit kronik kardiopulmonal. Peradangan
bronkus biasanya menyebabkan hiperaktivitas saluran pernapasan yang memudahkan terjadinya bronkospasme. Pada penderita asma, penyakit ini
dapat menjadi pencetus serangan asma. Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan keadaan normal, dan kadang-kadang terdengar suara wheezing di
bebrapa tempat; ronkhi dapat terdengar jika produksi sputum meningkat. Foto toraks menunjukkan gambaran normal.
2.1.8. Diagnosa
Diagnosis ISPA bisa ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul pada bayibalita seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis diatas .
Diagnosis ISPA pada bayibalita cukup sulit ditegakkan karena pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum
bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA. Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa
dilakukan untuk mendiagnosis penyebab ISPA Gulo, 2010
Universitas Sumatera Utara
2.1.9. Penatalaksanaan
2.1.9.1. Nonmedikamentosa
Apabila gejala klinis pada anak tidak terlalu berat, dianjurkan untuk tidak menggunakan medikamentosaobat-obatan. Terdapat beberapa usaha untuk
mengatasi hidung tersumbat, misalnya pada anak yang lebih besar dianjurkan untuk melakukan elevasi kepala saat tidur. Pada bayi dan anak direkomendasikan
untuk memberikan terapi suportif cairan yang adekuat, karena pemberian minum dapat mengurangi gejala nyeri atau gatal pada tenggorokan.
2.1.9.2. Medikamentosa
Apabila gejala yang ditimbulkan terlalu mengganggu, maka dianjurkan untuk memberikan obat untuk mengurangi gejala. Gejala yang membuat anak tidak
nyaman biasanya adalah demam, malaise, rinorea, hidung tersumbat, dan batuk persisten.
Dalam penanganan ISPA yang menjadi pusat perhatian adalah meringankan gejala dari demam, hidung tersumbat, dan batuk. Adrenergic
agonist, anticholinergic, antihistamin, antitussives dan expectoran adalah obat- obat yang tersedia di pasaran. Pemilihan obat yang seing digunakan adalah
antihistamin generasi pertama, antipiretik paracetamol atau anti-inflamasi ibuprofen, penekan batuk seperti dextromethorphan, expectoran dan
dekongestan seperti pseudoefedrin dan phenilpropanolamin. Penggunaan antibiotik pada anak digunakan karena lebih dari 90 adalah terinveksi virus
Cotton, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.2. ASI
2.2.1. Pengertian ASI
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI dalam 6 bulan pertama kelahiran tanpa disertai pemberian makanan dan minuman apapun WHO dalam harahap, 2010.
2.2.2. Komposisi ASI
Air susu ibu menurut stadium laktasi:
1. Kolostrum Kolostrum adalah susu awal yang diproduksi oleh ibu yang baru
melahirkan yakni dihasilkan dalam waktu 24 jam pertama setelah melahirkan. Cairan ini berwarna kuning, atau jernih, merupakan bahan yang sangat kaya akan
anti infeksi, dapat membersihkan alat pencernaan bayi dari zat-zat yang tidak berguna. Protein utama dalam kolostrum adalah immunoglobulin IgG, IgA, IgM,
yang merupakan antibodi guna menangkal dan menetralisir bakteri, virus, jamur, dan parasit. IGF-1 dan IGF-2 merupakan kelompok lain dalam kolostrum, dan
keduanya dapat memicu dan mempercepat pertumbuhan sel dan mempunyai kemampuan untuk membantu pengeluaran hormon dari berbagai sistem tubuh.
Protein lain termasuk hormon, enzym, gula kompleks serta faktor pertumbuhan akan mempercepat proses pemulihan. Kolostrum juga mengandung proline-rich-
polipeptides PRP yang dapat membantu menormalkan sistem imun yang terlalu aktif ataupun kurang aktif.
Bahan-bahan protein antibodi tersebut diatas zat anti-infeksi yang keberadaannya adalah 10-17 kali lebih banyak, dibanding ASI yang matang.
Kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah dibanding ASI matang. Total energi lebih rendah jika dibanding susu matang. Volume kolostrum antara 150-300
ml24 jam Suherni et al, 2010. 2. ASI transisi
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai dengan sebelum menjadi ASI yang matang. Pada ASI peralihan ini kadar protein makin
Universitas Sumatera Utara
merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi. Volumenya akan semakin meningkat Suherni et al, 2010.
3. ASI matur Adapun ciri dari ASI matur adalah sebagai berikut saleha, 2009:
1. Merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relatif konstan ada pula yang mengatakan bahwa komposisi
ASI relatif konstan baru dimulai pada minggu ke-3 sampai minggu ke-5 2. Pada ibu yang sehat, maka produksi ASI untuk bayi akan tercukupi, ASI
ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan.
3. Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam kalsium caseinat, riboflavin, dan karoten
yang terdapat di dalamnya. 4. Tidak menggumpal jika dipanaskan.
5. Terdapat antimikrobial faktor, antara lain sebagai berikut. a Antibodi terhadap bakteri dan virus.
b Sel fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit tipe T. c Enzim lisozim, laktoperosidase, lipase, katalase, fosfatase,
amilase, fosfodiesterase, dan alkalin fosfatase. d Protein laktoferin, B
12
binding protein. e Resistensi faktor terhadap stafilokokus.
f Komplemen. g Interferon producting cell.
h Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor bifidus.
i Hormon-hormon.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Manfaat ASI
Manfaat ASI adalah sebagai berikut Medforth et al, 2013:
1. Komposisi nutrisionalASI Karbohidrat: tipe utamanya adalah laktosa, sebuah disakarida.
Lemak: unsur pokok yang paling beragam. memberikan 50
energi yang disuplai dari ASI. linoleat dan asam linoleat diubah menjadi asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang, yang penting
untuk perkembangan saraf. Protein: dalam bentuk protein dadih, dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan energi. Terdiri dari faktor anti-infeksi, termasuk laktalbumin, imunoglobulin, laktoferin, lisozim, dan enzim lain,
hormon serta faktor pertumbuhan. Nitrogen non-protein: tiga yang paling penting adalah taurin,
nukleotida, dan karnitin. Taurin penting untuk konjugasi asam empedu, untuk perkembangan otak dan retina. Nukleotida penting
untuk fungsi membran sel dan untuk perkembangan normal otak. Karnitin memiliki peran penting dalam metabolisme lemak dan
diduga penting dalam termogenesis dan metabolisme nitrogen. Mineral dan unsur renik: yang utama adalah natrium, kalsium,
fosfor, magnesium, zinc, tembaga, dan zat besi. Kuantitas dan rasio elemen tersebut bergantung pada kekhususan spesies; susu
manusia dan sapi berbeda secara bermakna. Vitamin: ASI mengandung semua vitamin yang dibutuhkan
neonatus cukup bulan, dengan kemungkinan pengecualian vitamin D dan K.
Enzim: ASI mengandung minimal 70 enzim. Enzim berperan dalam pencernaan dan pekembangan. Kemungkinan dua enzim
yang paling penting adalah amilase dan lipase. Keberadaan enzim tersebut di dalam ASI mengompensasi keterbatasan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
amilase dan lipase pankreas pada bayi baru lahir sehingga membantu pencernaan.
2. Kandungan imunologis ASI ASI memiliki peranan protektif non-nutrisi untuk bayi dan juga
melindungi payudara dari infeksi. Unsur pokok penting adalah: Imunoglobulin: IgA, IgG, IgM, IgD, dan IgE, yang aktif melawan
orgnisme spesifik, misalnya, spesies salmonella dan poliovirus. Sel: limfosit B, limfosit T, makrofag, dan neutrofil.
Kerja sel-sel inti terdiri dari:
Produksi antibodi melawan mikroba spesifik. Membunuh sel yang terinfeksi.
Produksi lisozim dan aktivasi sistem imun. Fagositosis bakteria.
Faktof lakto bifidus: meningkatkan lingkungan asam yang cocok untuk pertumbuhan lactobacillus bifidus dan mengahnbat
pertumbuhan organisme patogenik. Laktoferin: mengurangi ketersediaan zat besi untuk pertumbuhan
bakteri, dengan mengikat zat besi. Laktoferin juga bekerja sebagai agens bakteriostatik.
Protein pengikat: meningkatkan absorbsi nutrien sehingga mengurangi nutrien yang tersedia untuk digunakan bakteri.
Komplemen, lipid, fibronektin, y-interferon, musin, oligosakarida, lipase yang distimulasi oleh garam empedu, faktor pertumbuhan
epidermal, dan banyak lagi.
2.2.4. Faktor
– Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Menurut Suraatmaja 1997 dalam Harahap 2010 ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi pemberian ASI antara lain:
1. Terjadinya perubahan sosial budaya - Ibu
– ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.
Universitas Sumatera Utara
- Meniru teman, tetangga, atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.
- Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya. 2. Faktor psikologis
- Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. - Tekanan batin.
3. Faktor fisik ibu - Ibu sakit, misalnya mastitis.
4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI
5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI. 6. Keterangan mengenai ASI yang salah, terkadang berasal dari petugas
kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan dari tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka kerangka konsep dari penelitian ini :
variabel independen variabel dependen
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
No Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur 1
ASI eksklusif
Memberi nutrisi
kepada bayi hanya
menggunakan ASI sampai
usia 6 bulan Wawancara Kuesioner 1. Ya,
apabila bayi
diberikan ASI
eksklusif 2. Tidak,
apabila bayi
tidak diberi
ASI eksklusif
Nominal
2 ISPA
Penyakit infeksi yang
menyerang Wawancara Kuesioner 1. ISPA
2. Tidak ISPA
Nominal Kejadian infeksi saluran
pernafasan akut pada bayi usia 0-12 bulan
ASI Eksklusif
Universitas Sumatera Utara
saluran pernafasan
bagian atas
maupun bagian bawah
dengan gejala klinis
yang berlangsung
dalam waktu 14 hari
3 Frekuensi
ISPA Tingkat
keseringan bayi
mengalami serangan
ISPA dalam waktu kurun
waktu 1
bulan terakhir Wawancara kuesioner 1.tidak
pernah 2.
≤ 3 kali dalam
sebulan terakhir
jarang 3. 3 kali
dalam sebulan
terakhir sering
Ordinal
4 Responden Ibu
yang membawa
balita wawancara kuesioner Responden
adalah ibu
yang membawa
bayi Nominal
Universitas Sumatera Utara
3.3. Hipotesis