4.6. Analisa Data
Analisis data dilakukan secara analisis univariat dan analisis bivariat. 1. Analisis univariate Analisis Deskriptif
Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. 2. Analisis bivariate
Apabila telah dilakukan analisi univariate, hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan analisis
bivariate. Analisis bivariate yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi Notoatmodjo, 2012.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Puskesmas Teladan terletak di jalan Sisingamangaraja, Wilayah Kelurahan Teladan Barat Kecamatan Medan Kota. Dalam melaksanakan kegiatannya,
Puskesmas teladan melayani lima kelurahan yaitu Kelurahan Teladan Barat, Kelurahan Mesjid, Kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Pusat Pasar, Kelurahan
Pandau Hulu I. Luas wilayah kerja Puskesmas Teladan 243,7 Ha dan terdiri dari 44 lingkungan. Puskesmas ini dibangun di atas tanah 20 x26 m² dengan luas
bangunan 185 m². Letak wilayah kerja Puskesmas Teladan memiliki batas wilayah sebagai
berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Pandau Hulu.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Siti Rejo. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Area.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Sei Mati.
5.1.2. Deskripsi karakteristik Sampel
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah ibu yang memiliki bayi usia 0- 12 bulan yang datang ke puskesmas dengan tujuan membawa bayi berobat
ataupun imunisasi. Ibu-ibu yang menjadi responden lebih banyak datang dengan tujuan membawa bayi imunisasi dibandingkan dengan tujuan membawa bayi
berobat. Sebelum dilakukan penelitian, responden harus mengerti tentang penelitian yang dilakukan dan menyetujui dilakukannya penelitian terhadap
responden. Karakteristik responden yang ada dapat dibedakan berdasarkan jenis
kelamin, usia, status pemberian ASI eksklusif, status ISPA, dan frekuensi ISPA. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi
Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki
47 47
Perempuan 53
53 Usia bulan
0-6 73
73 6-12
27 27
Pemberian ASI eksklusif Ya
57 57
Tidak 43
43 ISPA
Ya 48
48 Tidak
52 52
Frekuensi ISPA 3 jarang
33 33
3 sering 15
15 Tidak pernah
52 52
Total 100
100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini adalah 100 orang. Dapat diketahui juga bahwa jumlah responden
terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 53 orang 53 dibandingkan dengan jumlah responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 47
orang 47. Dari seluruh sampel penelitian, jumlah responden yang kategori usia 0-
6 sebanyak 73 orang sedangkan yang kategori usia 6-12 bulan sebanyak 27 orang dengan rata-rata usia 4,8. Usia responden terendah adalah 1 bulan
sedangkan usia tertinggi adalah 12 bulan. Kebanyakan responden diberi ASI eksklusif yaitu 57 orang 57
sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif berjumlah 43 orang 43.
Universitas Sumatera Utara
Responden yang mengalami ISPA didapatkan sebanyak 48 orang 48 dengan frekuensi 3 jarang sebanyak 33 0rang 33 dan frekuensi 3 sering
sebanyak 15 orang 15. Responden yang tidak pernah mengalami ISPA sebanyak 52 orang 52.
5.1.3. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif
Dari penelitian ini dapat diketahui besar pemberian ASI eksklusif pada responden yang datang ke Puskesmas Teladan.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif N
Ya 57
57 Tidak
43 43
Total 100
100
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa jumlah sampel yang dapat ASI eksklusif lebih tinggi yaitu sebesar 57 dibandingkan dengan yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif yaitu 43.
5.1.4. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA
Dari penelitian ini dapat diketahui besar kejadian ISPA di Puskesmas Teladan. Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA
ISPA N
Ya 48
48 Tidak
52 52
Total 100
100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa besar kejadian ISPA di wilayah penelitian adalah sebesar 48 sedangkan yang tidak mengalami ISPA
sebanyak 52.
Universitas Sumatera Utara
5.1.5. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI
Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian ISPA berdasarkan pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Tabel 5.4. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Esklusif.
ASI Eksklusif ISPA
Total Ya
Tidak
N N
N Ya
15 31,3
42 80,8
57 57
Tidak 33
68,8 10
19,2 43
43
Total 48
100 52
100 100
100
Berdasarkan tabel 5.4 didapati bahwa kejadian ISPA tertinggi dialami oleh bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 68,8 dibanding
yang mendapat ASI eksklusif yaitu sebesar 31,3.
5.1.6. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan.
Tabel 5.5. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA.
ASI Eksklusif
ISPA Total
RP P
value Ya
Tidak N
N n
Ya 15
31,3 42
80,8 57
57 0,000
Tidak 33
68,8 10
19,2 43
43 0,3
Total 48
100 52
100 100
100
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 48 bayi 48 yang mengalami ISPA sedangkan 52 bayi lainnya 52
Universitas Sumatera Utara
tidak mengalami ISPA. Dari 57 bayi yang mendapat ASI eksklusif mengalami ISPA 15 orang 31,3 sedangkan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 42
orang 80,8. Terdapat 43 orang yang tidak mendapat ASI eksklusif dan 33 bayi 68,8 diantaranya mengalami ISPA dan 10 0rang 19,2 yang tidak
mengalami ISPA. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan metode chi square
dengan tingkat kemaknaan 0,05 α=5 diperoleh nilai p p value sebesar 0,001 p0,05, maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan. Berdasarkan penelitian ini juga dapat dihitung besar rasio prevalens dan
didapatkan hasilnya 0,3, berarti ASI justru merupakan faktor pencegah terjadinya ISPA pada bayi, yakni bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko
untuk menderita ISPA 0,3 kali dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.
5.2. Pembahasan
Pada penelitian ini menggunakan responden sebanyak 100 orang. Dari seluruh responden yang ada, yang mendapat ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan
yang tidak mendapat ASI eksklusif. Jumlah responden yang mendapat ASI eksklusif sebanyak 57 orang 57 berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan Sinaga 2014 dengan jumlah responden yang tidak mendapat ASI lebih
banyak 68 dibanding yang mendapat ASI eksklusif.
Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa kejadian ISPA terbanyak terjadi pada responden yang tidak mendapatkan ASI eksklusif 68,8. Hasil
yang sama juga ditemukan pada penelitian Fanada dkk 2012 bahwa kejadian ISPA pneumonia tertinggi terjadi pada balita yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif 61,7. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muslikha 2012 bahwa kejadian ISPA terbanyak terjadi pada bayi yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif 83,8.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji hipotesis didapatkan hasil p0,001yang artinya ada hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fanada dkk 2012 dengan hasil uji statistik diperoleh p=0,0001 yang dapat disimpulkan ada hubungan yang
bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit pneumoni. Hasil ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan Sinaga 2014 yang
memperoleh nilai p=0,006. Penelitian Harahap 2010 juga mendapati adanya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA p=0,011.
Berdasarkan nilai RP=0,3 yang berarti ASI merupakan faktor protektif terjadinya ISPA pada bayi. Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam
ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologi menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan
anak dari penyakit infeksi. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang matur. Zat kekebalan yang terdapat pada ASI antara
lain melindungi bayi dari penyakit ISPA Kemenkes, 2014. Aldy dkk 2009 juga menyebutkan dalam penelitiannya bahwa sekretori IgA pada ASI merupakan
sumber utama imunitas didapat secara pasif sebelum produksi endogen sIgA, konsentrasi paling tinggi pada beberapa hari pertama post partum.
Disamping ASI merupakan salah satu faktor terjadinya ISPA pada bayi, masih banyak faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA. Fanada dkk
2012 dalam penelitiannya memperoleh nilai p=0,000 untuk melihat hubungan status imunisasi terhadap kejadian ISPA dan memperoleh nilai p=0,044 untuk
hubungan stsus gizi dengan kejadian ISPA. Sedangkan Nasution dkk 2009 memperoleh nilai p=0,006 untuk hubungan pajanan asap rokok dengan kejadian
ISPA dan memperoleh nilai p=0,017 untuk hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan