Pengukuran Temperatur Udara pada bagian dalam dinding Helm

Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 Tabel 4.1 Hasil Uji Tarik Spesimen Komposit GFRP No. Kekuatan Tarik Modulus Elastisitas Mpa Mpa 1. 349,33 680,56 2. 436,36 850,1 3. 418,2 814,73 Rata-Rata 401,3 782 Sumber: Hasil Penelitian

4.4. Pengukuran Temperatur Udara pada bagian dalam dinding Helm

Pengujian ergonomik ini dilakukan dengan cara mengenakan helm secara langsung dalam kondisi cuaca cerah pada temperatur udara terbuka: 31 C s.d 33 C, kelembaban relatif 54 s.d 95, dan kecepatan angin rata-rata 2 s.d 5 mdet Lampiran 1,sumber data BMG- Medan, April 2006. Pengujian ini adalah untuk mengetahui besar temperatur udara yang terakumulasi di bagian dalam dinding helm, yang bersirkulasi melalui saluran angin terhadap udara di sekitarnya. Pengujian ergonomik dilakukan pada kedua model helm yaitu: 1. Helm tanpa saluran angin TSA, dan 2. Helm dengan saluran angin DSA. Pengujian ergonomik dilakukan pada kedua model helm, dengan mengukur temperatur udara pada permukaan dinding helm bagian dalam, dan hasil pengukuran akan di bandingkan. Dari hasil pengukuran temperatur udara pada model helm tanpa saluran angin TSA diketahui temperaturnya = 39 C lebih tinggi dibandingkan dengan model helm yang menggunakan saluran angin DSA sebesar 33,16 C. Data- data hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3 berikut ini. Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Temperatur Udara pada Helm TSA Titik Waktu Pembacaan Pengukuran Pengukuran Temperatur Udara 1. 38 2. 38 3. 40 4. 60 40 5. 39 6. 39 Temperatur rata-rata : 39 Sumber: Hasil Penelitian Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Temperatur Udara pada helm DSA Titik Waktu Pembacaan Pengukuran Pengukuran Temperatur Udara 4. 31 5. 33 6. 36 4. 60 31 5. 36 6. 32 Temperatur rata-rata : 33,16 Sumber: Hasil Penelitian Pada pengujian ergonomik, pengukuran temperatur udara pada helm dilakukan selama 60 menit adalah kondisi yang paling optimum bagi pengguna helm di lapangan. Jadi dari data hasil pengukuran temperatur udara pada kedua model helm tersebut lihat tabel 4.2 dan tabel 4.3 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Dalam penelitian ini, hasil desain model konstruksi helm industri dari bahan komposit polimer GFRP, untuk model helm DSA menunjukkan temperatur hasil pengukuran pada dinding bagian dalam adalah sebesar 33,16 C Gambar 4.4 Model helm TSA Gambar 4.5 Model Helm DSA Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 yang berarti sama dengan temperatur udara di sekitarnya sebesar 33 C. Dari data hasil pengukuran ini merupakan data yang telah diketahui untuk memenuhi salah satu persyaratan helm industri yang ergonomik. Berikut ini adalah data hasil pengujian ergonomik seperti pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Hasil Pengujian Helm Ergonomik No. Model Helm Material Berat Helm Temperatur gram Udara C 1. Model Helm Dengan Komposit polimer 365 33,16 Saluran Angin DSA GFRP 2. Model Helm Tanpa Komposit polimer 385 39 Saluran Angin TSA GFRP Sumber: Hasil Penelitian Untuk pengukuran berat helm juga dilakukan dengan menggunakan alat timbangan Digital SAUTER D-7470 west germany, type EB 60 dengan ketelitian 0,001. Hasil pengukuran berat helm seperti pada tabel 4.4 di atas, dan menunjukkan perbedaan berat dari kedua model helm tersebut, dengan selisih berat yaitu sebesar: 385 – 365 = 20 gram. Perbedaaan ini oleh karena adanya perubahan kontur pada permukaan dinding helm yang didesain, dengan bentuk model saluran angin pada ke empat sisi dinding yang berlubang yaitu model helm DSA no.1. Jadi dari hasil pengukuran berat model helm DSA adalah 365 gram, jauh lebih ringan dibandingkan dengan helm TSA yang beratnya 385 gram. Dalam hal ini tentu ada pengaruh terhadap proses pembentukan saluran angin pada ke empat sisi dinding Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 helm tersebut, karena terjadi pembuangan atau pengurangan material pada masing- masing permukaan dinding helm yaitu sebesar lubang saluran angin yang berukuran 40 x 4 mm sebanyak 4 buah. Pada pengujian ergonomik, pengukuran berat helm juga dilakukan pada helm standard dari jenis polimer: Polyethylene PE, Polypropylene, dan Acrylonitrile Butadiene Styrene ABS, yang digunakan sebagai alat cetakan helm komposit, dan dari hasil pengukuran beratnya dapat dibandingkan. Dari pengukuran berat helm standard diketahui seberat 290 gram, sedangkan berat helm komposit adalah 365 gram. Jadi perbandingan berat helm standard dengan helm komposit memiliki selisih berat sebesar 365 gram – 290 gram = 75 gram. Perbedaan berat dari kedua jenis helm ini disebabkan dari beberapa faktor perbedaan yaitu: komposisi material, dan proses pembuatannya. Dalam penelitian ini proses pembuatan helm komposit adalah menggunakan metode hand lay up, sehingga pengaruh tebal dinding helm komposit yang tidak merata, terutama pada kontur tulangan bagian atas, terjadi penumpukan cairan resin yang lebih tebal pada permukaan cetakan bagian bawah yang tidak dapat dihindari. Hal inidisebabkan karena letak cetakan helm pada posisi terlentang ke atas, dan pada pelapisan matrik dan serat disusun secara bertahap, sehingga sebelum cairan resin di dalam cetakan tersebut mengering, cairan resin cenderung mengalir turun ke permukaan cetakan yang lebih rendah bagian bawah cetakan, dan akibatnya terjadi penumpukan resin yang lebih tebal pada daerah bagian bawah cetakan. Berat helm Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 juga dipengaruhi pada daerah sambungan antara cangkang dengan kerangka bawah brim, sehingga hasil pencetakan menyebabkan helm komposit lebih berat dari helm standard. 4.5. Pengujian Kekuatan Helm Komposit dengan Beban Impak 4.5.1. Pengukuran respon batang penerus batang input Batang penerus input bar yang digunakan pada set up alat uji KOMPAK ini terdiri dari bahan aluminium paduan AA 2024 T3. Uji respon batang input tanpa helm terpasang, bertujuan untuk mengetahui respon batang penerus terhadap beban impak menggunakan tekanan udara konstan 0,4 MPa, dan jarak impak yang divariasikan, mulai dari 40 mm s.d 200 mm dapat diketahui tegangan impak yang diterima oleh batang penerus input bar. Gambar 4.6 dan 4.7 adalah hasil pengukuran respon tegangan pada batang penerus tanpa spesimen uji kosong. Dari masing-masing gambar grafik terlihat bahwa kenaikan jarak impak akan menyebabkan kenaikan amplitudo tegangan, tetapi hal ini tidak mengubah harga-harga waktu yang diperoleh, seperti: waktu impak, waktu mencapai puncak gelombang, waktu untuk satu gelombang penuh, waktu antara setengah gelombang, dan waktu untuk setengah gelombang. Besarnya tegangan yang dihasilkan untuk masing-masing jarak impak pada pengujian respon batang penerus tanpa spesimen ditunjukkan pada Tabel 4.5. Dari data hasil pengukuran pada Tabel 4.5 adalah menggambarkan bentuk grafik dengan variasi jarak impak pada batang penerus. Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 Gambar 4.6 Respon Batang Penerus pada lokasi Strain Gage a untuk berbagai variasi jarak impak dengan tekanan udara 0,4 MPa Gambar 4.7 Respon Batang Penerus pada lokasi Strain Gage b untuk berbagai variasi jarak impak dengan tekanan udara 0,4 MPa Gambar 4.6 dan 4.7 memberikan informasi, untuk mengetahui besarnya respon tegangan yang dihasilkan dari pengimpakan ini, dengan variasi jarak impak: -30 -20 -10 10 20 30 250 350 450 550 650 Waktu μ s Te ga n ga n M p a ID 40 ID 60 ID 80 ID 100 ID 120 ID 140 ID 160 ID 180 ID 200 SGA Bat ang St riker Bat ang Input -50 -40 -30 -20 -10 10 20 30 40 50 230 330 430 530 630 Waktu μ s Te ga n ga n M p a ID 40 ID 60 ID 80 ID 100 ID 120 ID 140 ID 160 ID 180 ID 200 SGB Bat ang St riker Bat ang Input Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 40 mm s.d 200 mm menunjukkan semakin besarnya respon tegangan. Jadi kenaikan respon tegangan yang diterima oleh gage a dan gage b seiring dengan bertambah besarnya jarak impak atau dapat di informasikan bahwa selisih tegangan yang diterima oleh gage a dan gage b bertambah besar dengan bertambah jauhnya jarak impak. Tabel 4.5 Respon Batang Penerus pada lokasi Gage a dan b Tegangan Impak MPa ID mm Gage a Gage b Selisih a-b 40 362 324 38 60 362 326 36 80 362 328 34 100 362 331 31 120 362 333 29 140 363 335 28 160 364 336 28 180 365 337 28 200 366 339 27 Sumber: Hasil Penelitian 4.5.2. Pengukuran Respon Helm secara Langsung Dalam riset ini, pengukuran respon helm akibat beban impak dilakukan dengan menggunakan strain gage rossete, dan hanya menggunakan dua arah pengukuran, yaitu pada arah: x dan y dengan jarak 15 mm dan 30 mm dari titik pengimpakan. Spesifikasi strain gage rosette diperlihatkan dalam Tabel 4.6. Letak dan posisi pemasangan strain gage pada spesimen seperti pada Gambar 4.8. Respon tegangan yang diukur adalah tegangan yang diterima helm akibat beban impak. Beban impak diberikan dengan tekanan udara dari kompresor pada tekanan: Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 0,4 MPa. Jarak impak dibuat bervariasi, dimulai dari jarak 40 mm s.d jarak 120 mm yang akan mengakibatkan kegagalan pada helm. 4.5.2.1. Pengimpakan atas helm TSA dengan strain gage arah: X Gambar 4.8 Pengujian Langsung pada Helm 4.5.2.2. Respon Tegangan Impak dan Tegangan Insiden pada: ID = 60 mm, dan Strain Gage arah: X Dalam pengujian ini menggunakan teknik pengukuran dua gage untuk mengukur respon helm terhadap beban impak. Respon tersebut dapat di artikan sebagai ketahanan helm untuk mendukung respon gelombang tegangan impak yang masuk ke lokasi impak melewati ujung input bar. Respon helm berbeda, tergantung dari lokasi impak, intensitas beban, dan geometri ujung input bar yang bersentuhan langsung dengan permukaan helm. Dari grafik menunjukkan bahwa intensitas tegangan insiden Gambar 4.9 b tergantung pada tegangan impak Gambar 4.9 a yang dihitung dari hasil pengukuran pada lokasi a dan b. Intensitas tegangan impak tergantung kepada kecepatan luncur batang striker dan sifat-sifat mekanik kedua batang impak dan batang penerus. Pada tekanan 0,4 MPa, jarak impak ID = 60 mm, dan strain gage arah: X pada jarak = 15 Input Bar Striker 1500 500 mm 30 15 Strain gage Arah: X Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 mm diperoleh tegangan impak pada lokasi a sebesar 64,43 MPa. Sedangkan besarnya tegangan yang dapat ditransmisikan ke dalam helm tegangan insiden hanya sebesar 24,50 MPa. Di sini, terlihat bahwa ada pengaruh faktor transmisi tegangan. Konfigurasi tegangan insiden akibat ujung rata dengan diameter input bar 20 mm, dan panjangnya 1500 mm memberikan beberapa informasi, antara lain adalah waktu impak untuk jarak 60 mm, t i = berkisar 150 μs. Waktu impak ini tergantung pada ukuran batang impak yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan batang impak yang panjangnya 500 mm, batang penerus 1500 mm, jarak strain gage a, dan b 200 mm. Gambar 4.9 Tipikal Tegangan Impak dan Insiden P = 0,4 MPa, ID = 60 mm Tegangan insiden adalah besarnya respon tegangan yang masuk diserap ke helm melalui interface batang penerus tergantung pada variasi jarak pengimpakan. 64.43 -100 -50 50 100 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 Waktu μs Te g a n g a n M P a a. b. Input Bar Striker 1500 500 mm 200 200 P = 0,4 Mpa b a c 24.50 -60 -40 -20 20 40 60 50 100 150 200 250 300 Tim e μ s S tr ess M P a t i a b c d f Hasrin : Desain Dan Pabrikasi Helmet Industri Yang Ergonomik, 2008 USU Repository © 2008 Semakin besar jarak impak, maka dari grafik memperlihatkan semakin besar pula respon tegangan insiden seperti pada grafik Gambar 4.9b. Hal ini pada prinsipnya sama dengan karakteristik gelombang tegangan impak pada batang, semakin besar jarak impak, maka grafik menunjukkan semakin besar pula gelombang tegangan impak yang terjadi seperti terlihat pada grafik Gambar 4.6, dan 4.7.

a. Karakteristik pengukuran respon gelombang tegangan lewat strain gage: a