Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat dengan Faktor-Faktor yang Memperberat Terjadinya Gout Arthritis di Kecamatan Tebing Tinggi Tahun 2011-2012

(1)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT

DENGAN TINDAKAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPERBERAT TERJADINYA GOUT ARTHRITIS

DI KECAMATAN TEBING TINGGI MEDAN

2011-2012

Oleh :

PERDANA SIDAURUK

080100395

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian dengan Judul:

Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat dengan Faktor-Faktor yang Memperberat Terjadinya Gout Arthritis di Kecamatan Tebing Tinggi

Tahun 2011-2012

Yang dipersiapkan oleh:

Perdana Sidauruk

080100395

Proposal penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Lahan Penelitian

Medan, 12 Desember 2011 Disetujui,

Dosen Pembimbing


(3)

Proposal Penelitian dengan Judul :

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Tindakan Mayarakat Terhadap Faktor- Faktor yang Memperberat Terjadinya Gout Arthritis

di Kecamatan Tebing Tinggi 2010 -2011

Yang dipersiapkan oleh :

PERDANA SIDAURUK 080100395

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Lahan Penelitian

Medan, 12 Desember 2011

Disetujui, Dosen Pembimbing


(4)

ABSTRAK

Latar belakang : gout arthritis disebabkan oleh penurunan asam urat

(Kristal monosodium urat), suatu produk akhir metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Penyakit ini sering menyerang sendi metatarsophalangeal 1 dan prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Kadang-kadang terbentuk Kristal besar yang disebut dengan tofi (tophus) dan menyebabkan deformitas. Gout arthritis merupakan penyakit degeneratif yang diperberat oleh beberapa factor antara lain: kebiasaan mandi malam, pengaturan berat badan, penggunaan obat, penatalaksanaan gout, makanan dan minuman, konsumsi vitamin C dan paparan udara dingin.

Metode : Telah dilakukan penelitian cross sectional terhadap 100

penduduk yang berumur lebih dari 25 tahun dan bertempat tinggal di Kelurahan Badak Bejuang, Tebing Tinggi.

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan tindakan terhadap faktor-faktor terjadinya gout arthritis.

Hasil : Hasil dari penelitian ini memperlihatkan sebanyak 53% responden

berumur 25-31 tahun. Sebagian besar responden bekerja (85%), dan berpendidikan rendah (73%). Mayoritas responden berpengetahuan sedang (63%) dan memiliki tindakan berisiko rendah hingga tinggi terkena gout arthritis. Dari hasil analisa dengan menggunakan Chi-Square didapat p value-nya 0,292 (>0,05).

Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat

dengan tindakan terhadap faktor-faktor terjadinya gout arthritis di Kecamatan Tebing Tinggi tahun 2010-2011.


(5)

ABSTRACT

Background : Gout arthritis is caused by the accumulation of uric acid

(urate crystals mononatrium), an end product of purine metabolism, in excessive amounts in the tissue. This disease often attacks the metatarsophalangeal-1 joint and the prevalence is higher in men than women. Sometimes large form crystals called TOFI (tophus) and cause deformity. Gout arthritis is a degenerative disease that was exacerbated by several factors including: custom shower at night, weight management, medication use, management of gout, food and beverages, the consumption of vitamin C and exposure to cold air.

Method : cross sectional study has been conducted on 100 people aged

over 25 years and reside in the Kelurahan Badak Bejuang, Tebing Tinggi.

Purpose : the purpose of this study was to determine the level of knowledge and action on the factors of arthritis gout.

Result : the result showed as many as 53% of respondents aged 25-31

years. Most respondents work (85%), and less educated (73%). The majority of respondents were knowledgeable (63%) and has a low-to high risk actions affected gout arthritis. From the result of data analysis using Chi-Square p value obtained was 0,292 (>0,05).

Conclusion : there is no relationship between the community level by

action of the factors of occurrence of gout arthritis in Kecamatan Tebing Tinggi 2010-2011


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. dr. Fitriani, sp.PA, selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. Para staf Kecamatan Tebing Tinggi yang telah membantu penulis sewaktu penulis mengumpulkan data.

3. Orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan moril dan materi.

4. Kepada teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyelasaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian saya ucapkan terima kasih.


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ………...…... iv

DAFTAR ISI ………... v

BAB 1. PENDAHULUAN ………... ... 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Pengetahuan ………... 4

2.1.1. Tujuan Pengetahuan ... 4

2.1.2. Tingkat Pengetahuan ... 5

2.2 Tindakan ... 6

2.2.1. Presepsi ... 6

2.2.2. Respon terpimpin ... 6

2.2.3. Mekanisme ... 6

2.2.4. Adopsi ... 6

2.3. Gout ... 7

2.3.1. Defenisi gout ... 7

2.3.2. Etiologi gout ... 7

2.3.3. Faktor resiko ... 9

2.3.4. Gambaran klinis ... 11

2.3.5. Patogenesis gout ... 13

2.3.6. Diagnosis gout ... 16


(8)

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 18

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………...………... 18

3.2. Defenisi Operasional………... 18

3.3. Hipotesis Penelitian…..………... 19

BAB 4. METODE PENELITIAN………... 20

4.1. Rancangan Penelitian... 20

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………... 20

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 21

4.5. Metode Analisis Data………. 21

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 22

5.1. Hasil Penelitian………... 22

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 22

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden……….. 22

5.1.3. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Gout Arthritis ... ... 24

5.1.4. Tindakan Terhadap Faktor Resiko …………... 25

5.1.5. Hasil Analisa Statistik……….... 26

5.2. Pembahasan………. 32

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 34

6.1. Kesimpulan……….. 34

6.2. Saran………. 34

DAFTAR PUSTAKA... 35 LAMPIRAN

1. Kuesioner 2. Reliability 3. Master Data


(9)

4. Frequency 5. Crosstabulation 6. Informed Consent

7. Uji Validitas (Correlation) 8. Surat Izin Penelitian 9. Riwayat Hidup Peneliti


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Aspek skala Pengukuran Variabel Independen 18

3.2 Aspek Skala Pengukuran Variabel Dependen 19 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 5.5 Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Gout Arthritis 5.6 Distribusi jumlah orang yang menjawab dengan benar tiap

pertanyaan dari 100 orang responden

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Faktor Resiko

5.8 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Mandi Malam

5.9 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Pengaturan Berat Badan

6.0 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Penyembuhan Dengan Obat Saja

6.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Penyembuhan Dengan Istirahat Saja

6.2 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Penggunaan obat pencetus asam urat

6.3 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Konsumsi kopi dan susu

6.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Konsumsi Vitamin C

6.5 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko udara dingin dan ruang ber-AC dapat mencetuskan asam urat


(11)

DAFTAR SKEMA

Nomor Judul Halaman


(12)

ABSTRAK

Latar belakang : gout arthritis disebabkan oleh penurunan asam urat

(Kristal monosodium urat), suatu produk akhir metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Penyakit ini sering menyerang sendi metatarsophalangeal 1 dan prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Kadang-kadang terbentuk Kristal besar yang disebut dengan tofi (tophus) dan menyebabkan deformitas. Gout arthritis merupakan penyakit degeneratif yang diperberat oleh beberapa factor antara lain: kebiasaan mandi malam, pengaturan berat badan, penggunaan obat, penatalaksanaan gout, makanan dan minuman, konsumsi vitamin C dan paparan udara dingin.

Metode : Telah dilakukan penelitian cross sectional terhadap 100

penduduk yang berumur lebih dari 25 tahun dan bertempat tinggal di Kelurahan Badak Bejuang, Tebing Tinggi.

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan tindakan terhadap faktor-faktor terjadinya gout arthritis.

Hasil : Hasil dari penelitian ini memperlihatkan sebanyak 53% responden

berumur 25-31 tahun. Sebagian besar responden bekerja (85%), dan berpendidikan rendah (73%). Mayoritas responden berpengetahuan sedang (63%) dan memiliki tindakan berisiko rendah hingga tinggi terkena gout arthritis. Dari hasil analisa dengan menggunakan Chi-Square didapat p value-nya 0,292 (>0,05).

Kesimpulan : Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat

dengan tindakan terhadap faktor-faktor terjadinya gout arthritis di Kecamatan Tebing Tinggi tahun 2010-2011.


(13)

ABSTRACT

Background : Gout arthritis is caused by the accumulation of uric acid

(urate crystals mononatrium), an end product of purine metabolism, in excessive amounts in the tissue. This disease often attacks the metatarsophalangeal-1 joint and the prevalence is higher in men than women. Sometimes large form crystals called TOFI (tophus) and cause deformity. Gout arthritis is a degenerative disease that was exacerbated by several factors including: custom shower at night, weight management, medication use, management of gout, food and beverages, the consumption of vitamin C and exposure to cold air.

Method : cross sectional study has been conducted on 100 people aged

over 25 years and reside in the Kelurahan Badak Bejuang, Tebing Tinggi.

Purpose : the purpose of this study was to determine the level of knowledge and action on the factors of arthritis gout.

Result : the result showed as many as 53% of respondents aged 25-31

years. Most respondents work (85%), and less educated (73%). The majority of respondents were knowledgeable (63%) and has a low-to high risk actions affected gout arthritis. From the result of data analysis using Chi-Square p value obtained was 0,292 (>0,05).

Conclusion : there is no relationship between the community level by

action of the factors of occurrence of gout arthritis in Kecamatan Tebing Tinggi 2010-2011


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

WHO mendata penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% nya cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling tinggi menderita gangguan sendi jika dibandingkan dengan negara di Asia lainnya seperti Hongkong, Malaysia, Singapura dan Taiwan. Penyakit sendi secara nasional prevalensinya berdasarkan wawancara sebesar 30,3% dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 14% (Riskesdas 2007-2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit sendi adalah umur, jenis kelamin, genetik, obesitas dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan dan olah raga. (Rabea, 2009)

Penyakit gout merupakan salah satu penyakit degeneratif. Salah satu tanda dari penyakit gout adalah adanya kenaikan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hiperurisemia adalah jenis kelamin, IMT, asupan karbohidrat dan asupan purin. Asupan purin merupakan faktor risiko paling kuat yang berhubungan dengan kejadian hiperurisemia. (Setyoningsih, 2009)

Hiperurisemia yang merupakan kondisi predisposisi untuk gout, sangat berhubungan erat dengan sindrom metabolik seperti : hipertensi, intoleransi glukosa, dislipidemia, obesitas truncal, dan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular. Didapatkan bukti bahwa hiperurisemia sendiri mungkin merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular. Insiden dan prevalensi gout di seluruh dunia tampaknya meningkat karena berbagai alasan, termasuk yang iatrogenik. Gout memengaruhi minimal 1% dari populasi di negara-negara Barat dan merupakan penyakit yang paling umum bersama inflamasi pada pria lebih tua dari 40 tahun (Andrew, 2005). Satu survei epidemiologik yang dilakukan di Bandungan, Jawa Tengah atas kerjasama WHO COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15 – 45 tahun didapatkan bahwa


(15)

prevalensi hiperurisemia sebesar 24,3 % pada laki-laki dan 11,7% pada wanita.(Purwaningsih, 2010)

Dari penelitian Scudamore, diketahui bahwa pada 516 penderita, 60 % mengalami serangan gout akut pertama mengenai jempol kaki, dan menyerang kedua jempol pada 5% penderita. Prosentase kemungkinan penderita yang mengalami gout akut dan menyerang banyak sendi sekitar 4-13%. Berdasarkan penelitian Gutman, serangan gout susulan 62% terjadi pada tahun pertama setelah serangan gout pertama, 16% timbul dalam kurun waktu 1-2 tahun setelah serangan gout pertama, 11% timbul dalam waktu 2-5 tahun, 4% dalam 5-10 tahun setelah serangan gout pertama, dan sisanya 7% tidak mengalami gangguan serangan gout (Yatim, 2006 )

Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia termasuk hiperurisemia asimptomatik, mempunyai latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat jangka panjang. Perlu komunikasi yang baik dengan pasien untuk mencapai tujuan terapi. Hal itu dapat diperoleh dengan edukasi dan diet rendah purin yang menjadi tatalaksana (Hidayat, 2009). Pencegahan lainnya berupa penurunan konsumsi alkohol dan penurunan berat badan (Misnadiarly, 2007)

Gejala dari gout berupa serangan nyeri sendi yang bersifat akut, biasanya menyerang satu sendi disertai demam, kemudian keluhan membaik dan disusul masa tanpa keluhan yang mungkin berlanjut dengan nyeri sendi kronis. Hampir 85-90% penderita yang mengalami serangan pertama biasanya mengenai satu persendian dan umumnya pada sendi antara ruas tulang telapak kaki dengan jari kaki. (Yatim, 2006)

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa gout arthritis disebabkan oleh multifaktor beberapa diantaranya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gout arthritis dan tindakan preventif terhadap faktor resiko . Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan masyarakat dengan faktor-faktor resiko yang memperberat Gout arthritis di wilayah Tebing Tinggi .


(16)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang gout dengan faktor-faktor yang dapat memperberat gout arthritis.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan tindakan masyarakat yang memperberat terjadinya gout arthritis.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui seberapa besar tingkat pengetahuan masyarakat mengenai Gout arthritis di Tebing Tinggi

2. Mengetahui apakah penduduk yang tingkat pengetahuannya baik memiliki usaha preventif untuk mencegah terjadinya gout arthritis

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui faktor-faktor risiko hiperurisemia, selanjutnya masyarakat dapat melaksanakan pencegahan dan pengendalian secara mandiri.

2. Memberikan informasi kepada dunia kedokteran atau instansi kesehatan lain (pengelola pelayanan kesehatan) mengenai tingkat pengetahuan masyarakat dengan usaha pencegahan terjadinya gout arthritis.

3. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini merupakan aplikasi ilmu yang didapat selama duduk di bangku kuliah

4. Sebagai bahan masukan atau bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang serupa.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan

Salah satu domain perilaku kesehatan adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan (kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. (Notoatmodjo, 2003).

Ada beberapa langkah / proses sebelum orang mengadopsi perilaku baru. Pertama adalah awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari stimulus tersebut. Kemudian dia mulai tertarik (interest). Selanjutnya, orang tersebut akan menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut (evaluation). Setelah itu, dia akan mencoba melakukan apa yang dikehendaki oleh stimulus (trial). Pada tahap akhir adalah adoption, berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya. (Notoatmodjo, 2003).

2.1.1. Tujuan Pengetahuan

Menurut Sarjono S, 2002, tujuan pengetahuan terdiri dari 2 yaitu : 1. Untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan prasangka akibat ketidakpastian.

2. Lebih mengetahui dan memahami.

2.1.2. Tingkat Pengetahuan 1. Tahu (Know)

Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau diterima.


(18)

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode prinsip dsb.

4. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap teori yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu


(19)

kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. (Notoatmodjo, 2003)

2.2 Pengertian Tindakan

Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekan. Suatu sikap belum otomatis tewujud dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Tindakan terdiri dari beberapa tingkat yaitu:

2.2.1 Presepsi

Mekanisme mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2.2.2 Respon Terpimpin

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.

2.2.3 Mekanisme

Dapat melakukan sesuatu secara otomatis tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

2.2.4 Adopsi

Suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu telah dimodifikasikan tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).


(20)

2.3. Gout

2.3.1 Defenisi gout

Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri infalamasi satu sendi.

Gout adalah bentuk inflamasi arthritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia).

Asam urat merupakan senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam deoksiribonukleat). (Syukri, 2007). Gout dapat bersifat primer, sekunder, maupun idiopatik. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu sedangkan gout idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologis atau anatomi yang jelas.(Putra, 2009)

2.3.2. Etiologi

2.3.2.1 Hiperurisemia dan Gout primer

Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih belum jelas diketahui. Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan hiperurisemia primer. Gout primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari hiperurisemia karena penurunan ekskresi (80-90%) dan karena


(21)

produksi yang berlebih (10-20%). Hiperurisemia karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu karena peningkatan aktivitas varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase, dan kekurangan sebagian dari enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT). Hiperurisemia primer karena penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan hiperurisemia. Hiperurisemia akibat produksi asam urat yang berlebihan diperkirakan terdapat 3 mekanisme.

• pertama, kekurangan enzim menyebabkan kekurangan inosine monopospate (IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek feedback inhibition proses biosintesis de novo.

• Kedua, penurunan pemakaian ulang menyebabkan peningkatan jumlah PRPP yang tidak dipergunakan. Peningkatan jumlah PRPP menyebabkan biosintesis de novo meningkat.

• Ketiga, kekurangan enzim HPRT menyebabkan hipoxantine tidak bisa diubah kembali menjadi IMP, sehingga terjadi peningkatan oksidasi hipoxantine menjadi asam urat.(Putra, 2009)

2.3.2.2. Hiperurisemia dan Gout sekunder

Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi menurun. Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa-6 phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder karena produksi berlebih dapat disebabkan karena keadaanyang menyebabkan peningkatan pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia


(22)

akibat penurunan ekskresi dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obat-obatan.(Putra, 2009)

2.3.2.3. Hiperurisemia dan Gout idiopatik

Hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primernya, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologis dan anatomi yang jelas.

2.3.3 Faktor resiko

Berikut ini yang merupakan faktor resiko dari gout adalah

2.3.3.1 Suku bangsa /ras

Suku bangsa yang paling tinggi prevalensi nya pada suku maori di Australia. Prevalensi suku Maori terserang penyakit asam urat tinggi sekali sedangkan Indonesia prevalensi yang paling tinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado-Minahasa karena kebiasaan atau pola makan dan konsumsi alkohol.(Wibowo, 2005)

2.3.3.2. Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol meningkatkan produksi asam urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum. (Carter, 2005)

2.3.3.3. Konsumsi ikan laut

Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang tinggi. Konsumsi ikan laut yang tinggi mengakibatkan asam urat. (Luk, 2005)


(23)

2.3.3.4. Penyakit

Penyakit-penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia. Mis. Obesitas, diabetes melitus, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia, dsb. Adipositas tinggi dan berat badan merupakan faktor resiko yang kuat untuk gout pada laki-laki, sedangkan penurunan berat badan adalah faktor pelindung. (Purwaningsih, 2005)

2.3.3.5. Obat-obatan

Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya hiperurisemia. Mis. Diuretik, antihipertensi, aspirin, dsb. Obat-obatan juga mungkin untuk memperparah keadaan. Diuretik sering digunakan untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, tetapi hal tersebut juga dapat menurunkan kemampuan ginjal untuk membuang asam urat. Hal ini pada gilirannya, dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan menyebabkan serangan gout. Gout yang disebabkan oleh pemakaian diuretik dapat "disembuhkan" dengan menyesuaikan dosis. Serangan Gout juga bisa dipicu oleh kondisi seperti cedera dan infeksi.hal tersebut dapat menjadi potensi memicu asam urat. Hipertensi dan penggunaan diuretik juga merupakan faktor risiko penting independen untuk gout. (Luk, 2005)

Aspirin memiliki 2 mekanisme kerja pada asam urat, yaitu: dosis rendah menghambat ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat, sedangkan dosis tinggi (> 3000 mg / hari) adalah uricosurik.(Doherty, 2009)

2.3.3.6. Jenis Kelamin

Pria memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan perempuan pada semua kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama pada usia lanjut. Dalam Kesehatan dan Gizi Ujian Nasional Survey III, perbandingan laki-laki dengan perempuan


(24)

secara keseluruhan berkisar antara 7:1 dan 9:1. Dalam populasi managed care di Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki-laki dan perempuan dengan gout adalah 4:1 pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada mereka lima puluh persen lebih dari 65 tahun. Pada pasien perempuan yang lebih tua dari 60 tahun dengan keluhan sendi datang ke dokter didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50% pada mereka yang lebih tua dari 80 tahun. ( Luk, 2005)

2.3.3.7. Diet tinggi purin

Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa HDL yang merupakan bagian dari kolesterol, trigliserida dan LDL disebabkan oleh asupan makanan dengan purin tinggi dalam kesimpulan penelitian tentang faktor resiko dari hiperurisemia dengan studi kasus pasien di rumah sakit Kardinah Tegal. (Purwaningsih, 2010)

2.3.4 Gambaran klinis

2.3.4.1 Hiperurisemia asimptomatik

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut gout arthritis, atau urolithiasis dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik. Terdapat 10-40% pasien dengan gout mengalami sekali atau lebih serangan kolik renal, sebelum adanya serangan arthritis. Sebuah serangan gout terjadi ketika asam urat yang tidak dikeluarkan dari tubuh bentuk kristal dalam cairan yang melumasi lapisan sendi, menyebabkan inflamasi dan pembengkakan sendi yang menyakitkan. Jika gout tidak diobati, kristal tersebut dapat membentuk tofi - benjolan di sendi dan jaringan sekitarnya.(Putra, 2009)

2.3.4.2 Gout arthritis, meliputi 3 stadium : a.Gout arthritis stadium akut

Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat


(25)

berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku. Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik dan lain-lain.(Putra, 2009)

b. Stadium interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan.(Putra, 2009)

c. Stadium Gout arthritis menahun

Stadium ini umumnya terdapat pada pasien yang mampu mengobati dirinya sendiri (self medication). Sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara teratur pada dokter. Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Lokasi tofi yang paling sering pada aurikula, MTP-1, olekranon, tendon achilles dan distal digiti. Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta dapat menimbulkan deformitas. Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun. (Putra, 2009)

Anak-anak baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kadar asam urat sama rendah, tetapi pada orang dewasa, pria memiliki tingkat sodium urat lebih tinggi daripada wanita. Jelas bahwa perbedaan ini akibat pengaruh dari sistem endokrin, namun mekanisme yang tepat belum ditetapkan. Setelah menopause, nilai Sodium Urat perempuan naik ke tingkat yang sebanding dengan laki-laki


(26)

pada usia yang sama, meskipun terapi penggantian hormon mungkin menipiskan peningkatan ini. Wanita postmenopause, khususnya mereka yang menerima diuretik, dapat berkembang menjadi arthritis yg menyebabkan encok dan tofi di Heberden dan Bouchard's node osteoarthritic mereka. Pasien Lansia dengan gout belum diakui dapat berlanjut secara statis terhadap penyakit sendi seperti: simetris polyarticular, inflamasi yang seperti rheumatoid arthritis, lengkap dengan nodul-nodul dan sebagainya.(Luk, 2005)

2.3.5 Patogenesis terjadinya Gout arthritis

Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada beberapa pasien gout atau dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan patella yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada penelitian penulis didapat 21% pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat peranan temperature, pH, dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperature lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal monosodium urat diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal monosodium urat pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.(Putra, 2009)

Penelitian Simkin mendapatkan bahwa kecepatan difusi molekul urat dari ruang synovial kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian, konsentrasi urat dalam cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari selanjutnya bila cairan sendi diresorpsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat local. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan atau onset gout akut pada malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat meninggikan nukleasi urat in vitro melalui pembentukan dari protonated solid phase. Walaupun kelarutan sodium urat bertentangan terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada


(27)

penurunan pH dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta kapasitas buffer pada sendi dengan gout, gagal untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pH secara akut tidak signifikan mempengaruhi pembentukan kristal monosodium urat pada sendi. (Luk, 2005)

.

2.3.6.1 Aktivasi komplemen

Kristal urat dapat mengaktifkan system komplemen melalui jalur klasik dan jalur alternative. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi komplemen C1 tanpa peran immunoglobulin. Pada keadaan monosodium urat tinggi, aktivasi system komplemen melalui jalur alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi C1q melalui jalur klasik menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut dengan mengaktifkan Hageman factor (Faktor XII) yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi. Ikatan partikel dengan C3 aktif (C3a) merupakan proses opsonisasi. Proses opsonisasi partikel mempunyai peranan penting agar partikel tersebut mudah untuk dikenal, yang kemudian difagositosis dan dihancurkan oleh neutrofil, monosit dan makrofag. Aktivasi komplemen C5 (C5a) menyebabkan peningkatan aktivitas proses kemotaksis sel neutrofil, vasodilatasi serta pengeluaran sitokin IL-1 dan TNF. Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan pembentukan membrane attack complex (MAC). Membrane ini merupakan komponen akhir proses aktivasi komplemen yang berperan dalam ion chanel yang bersifat sitotoksik pada sel patogen maupun sel host. Hal ini membuktikan bahwa melalui jalur aktivasi cascade komplemen kristal urat menyebabkan proses peradangan melalui mediator IL-1 dan TNF serta sel radang neutrofil dan makrofag.(Putra, 2009)

2.3.6.2 Aspek selular

Pada proses inflamasi, makrofag pada sinovium merupakan sel utama dalam proses peradangan yang dapat menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara lain IL-1, TNF, IL-6 dan GM-CSF (Granulocyte-Macrophage Colony-Stimulating Factor). Mediator ini menyebabkan kerusakan jaringan dan mengaktivasi berbagai sel radang. Kristal urat mengaktivasi sel radang dengan


(28)

berbagai cara sehingga menimbulkan respon fungsional sel dan gene expression. Respon fungsional sel radang tersebut antara lain berupa degranulasi, aktivasi NADPH oksidasi gene expression. Sel radang melalui jalur signal transduction pathway dan berakhir dengan aktivasi transcription factor yang menyebabkan gen berekspresi dengan mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator kimiawi lain. signal transduction pathway melalui 2 cara yaitu: dengan mengadakan ikatan dengan reseptor (cross-link) atau dengan langsung menyebabkan gangguan nonspesifik pada membrane sel. (Putra, 2009)

Ikatan dengan reseptor pada sel membrane akan bertambah kuat apabila kristal urat berikatan sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan immunoglobulin (Fc dan IgG) datau dengan komplemen (C1q C3b). Kristal urat mengadakan ikatan cross-link dengan berbagai reseptor, seperti reseptor adhesion molecule (integrin), nontyrosin kinase, reseptor Fc, komplemen dan sitokin serta aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan second messenger akan mengaktifkan transcription factor.

Xantin oksidase

Xantin oksidase

Perubahan – Perubahan Keterangan :

pada jaringan akibat gout

Skema: Patofisiologi gout ( Price and Wilson, book of pathophisiology, 2006)

Diet Asam ribonukleat dari sel

Purin

Hipoxantin

Xantin

Asam Urat

Ginjal

Urin

Kristalisasi dalam jaringan

Fagositosis Kristal leukosit #

Peradangan ¶ dan kerusakan jaringan

@ Alupurinol # Kolkisin † Probenesid


(29)

2.3.7 Diagnosis Gout

Gold standard dalam menegakkan gout arthritis adalah ditemukannya kristal urat MSU (Monosodium Urat) di cairan sendi atau tofus. Untuk memudahkan diagnosis gout arthritis akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College Of Rheumatology) tahun 1977 sebagai berikut :

A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau B. Adanya tofus yang berisi Kristal urat, atau

C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris, dan radiologis sebagai berikut :

a. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut b. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu 1 hari c. Arthritis monoartikuler

d. Kemerahan pada sendi

e. Bengkak dan nyeri pada MTP-1

f. Arthritis unilateral yang melibatkan MTP-1 g. Arthritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal h. Kecurigaan terhadap adanya tofus

i. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis) j. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)

k. Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi

Yang harus dicatat adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam urat normal.(Hidayat, 2009)

2.3.8. Penatalaksanaan Gout Arthritis

Secara umum, penanganan gout arthritis adalah memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain. Pengobatan gout arthritis akut bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain: kolkisin, obat antiinflamasi


(30)

nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau hormon ACTH. Obat penurun asam urat penurun asam urat seperti alupurinol atau obat urikosurik tidak dapat diberikan pada stadium akut. Namun, pada pasien yang secara rutin telah mengkonsumsi obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pada stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah menurunkan kadar asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat alupurinol bersama obat urikosurik yang lain. (Putra, 2009)

Penelitian terbaru telah menemukan bahwa konsumsi tinggi dari kopi, susu rendah lemak produk dan vitamin C merupakan faktor pencegah gout.(Doherty, 2009)

Gejala yang muncul: Acute gout

Obati serangan gout akut dengan NSAIDs.

gunakan kortikosteroid bila kontaindikasi terhadap NSAIDs Atasi kasus resisten dengan penambahan kolkisin dosis kecil

Atasi hal tersebut pada resiko efek samping NSAID dengan penggunaan kolkisin sendiri

Evaluasi dan pencegahan terhadap faktor resiko


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Definisi Operasional

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang Gout arthritis (baik definisi, penyebab, dan lain-lain).

Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan. Jawaban benar akan diberi nilai 2.

Jawaban salah akan diberi nilai 0, Jika responden menjawab tidak tahu, akan diberi nilai 0.

Tabel 3.1. Aspek Skala Pengukuran Variabel Independen Variabel Definisi

Operasional

Cara Pengukuran

Alat ukur Hasil Pengukuran Skala Ukur Tingkat Pengetahuan masyarakat Segala sesuatu yang diketahui responden mengenai Gout Angket atau wawancara Kuesioner, 10 pertanyaan 1. Baik: >75% 2. Sedang: 40-75% 3. Buruk: <40% Ordinal Tingkat Pengetahuan

penduduk tentang Gout arthritis

Tindakan preventif terhadap faktor resiko


(32)

Tabel 3.2. Aspek Skala Pengukuran Variabel Dependen Variabel Definisi

Operasional

Cara Pengukuran

Alat Ukur Hasil Pengukuran

Skala Ukur Tindakan

terhadap faktor resiko

gout

Segala sesuatu yang memperberat kondisi gout

Angket atau wawancara

Kuesioner, 8 pertanyaan

1. Setuju 2. Tidak

setuju

Ordinal

3.3. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan penduduk dengan tindakan yang memperberat keadaan gout arthritis.


(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross-sectional. Pada penelitian cross-sectional, data yang menyangkut variabel dependen dan variabel independen akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan/sekaligus (Notoatmodjo, 2005).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi. Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah karena, belum pernah diadakan penelitian mengenai gout arthritis pada daerah tersebut.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai Juli 2011 sampai dengan Desember 2011. Waktu pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan November 2011 sampai dengan Desember 2011.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat penduduk Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebing Tinggi yang populasinya 3.381 jiwa

Kriteria inklusi:

a. Penduduk yang berusia 25 – 60 tahun b. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Kriteria eksklusi:


(34)

4.3.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Consecutive sampling adalah salah satu jenis dari non-probability sampling. Pada consecutive sampling, semua subyek yang menerima dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2008).

Rumus yang digunakan menurut Notoatmodjo (2005) adalah: (Zα)2. p (1-p) (1,96) 2 .0,5 (1-0,5)

n = = = 97 orang

d2 (0,1) 2

n : Besar sampel

Zα : Tingkat kepercayaan, dalam hal ini nilainya 1,96 p : Proporsi keadaan yang akan dicari

d : Tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki

Sampel yang digunakan untuk penelitian ini berjumlah 97 orang. Digenapkan menjadi 100 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu: 1. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh responden.

2. Data sekunder yang diperoleh dari catatan atau dokumen di Puskesmas Tebing Tinggi.

4.5. Metode Analisis Data

Untuk menganalisa data yang telah diperoleh, semua data yang ada akan dianalisa dengan program komputer SPSS for Windows 18.0 dimana akan dicari hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap faktor-faktor yang memperberat terjadinya gout arthritis di Kecamatan Tebing Tinggi tahun 2010-2011, dengan uji Chi-square


(35)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kelurahan Badak Bejuang, tepatnya di jalan Sudirman Tebing Tinggi. Daerah ini mayoritas dihuni oleh orang Tionghoa dan merupakan pusat kota Tebing Tinggi dimana merupakan pusat perdagangan dan pertokoan, juga banyak dijumpai rumah-rumah makan khas Chinese yang ramai dikunjungi setiap harinya.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, karakteristik yang diukur pada responden meliputi kelompok umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir responden, tingkat pengetahuan, dan tindakan terhadap faktor-faktor yang memperberat Gout arthritis. Deskripsi karakteristik individu (responden) dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Kelompok Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)

1 25-31 53 53

2 32-38 7 7

3 39-45 9 9

4 46-52 16 16

5 53-59 5 5

6 60-66 1 1

7 67-73 8 8

8 74-80 1 1


(36)

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa responden mayoritas berumur 25-31 tahun yaitu sebanyak 53 orang (53%), umur 32-38 tahun sebanyak 7 orang (7%), umur 39-45 sebanyak 9 orang (9%), umur 46-52 sebanyak 16 orang (16%), umur 53-59 sebanyak 5 orang (5%) dan minoritas berumur > 60 tahun yaitu sebanyak 10 orang (10%).

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-laki 45 45

2 Perempuan 55 55

Total 100 100

Berdasarkan tabel 5.2. dapat dilihat bahwa kebanyakan responden laki-laki yaitu sebanyak 45 orang (45%). Sedangkan responden perempuan 55 orang (55%).

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

1 Bekerja 85 85

2 Tidak bekerja 15 15

Total 100 100

Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa kebanyakan responden bekerja yaitu sebanyak 85 orang (85%). Sedangkan responden yang tidak bekerja ibu rumah tangga dan pensiunan ( hanya 15 orang (15%).


(37)

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%)

1 SD 2 2

2 SMP/SLTP 6 6

3 SMA/SMK 73 73

4 D1 1 1

5 D3 6 6

6 AKPER 2 2

7 SPG 1 1

8 S1 9 9

total 100 100

Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat bahwa responden mayoritas tamat SMA atau sederajat yaitu sebanyak 73 orang (73%). Responden yang pendidikan terakhirnya SD merupakan yang minoritas yaitu sebanyak 2 orang (2%). Responden yang pendidikan terakhirnya SMP/SLTP sebanyak 6 orang (6%), D1 sebanyak 1 orang (7%), D3 sebanyak 6 orang (6%), dan S1 sebanyak 10 orang (10%).

5.1.3. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Gout Arthritis

Tabel 5.5. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Gout Arthritis No Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

1 Buruk 13 13

2 Sedang 63 63

3 Baik 24 24

Total 100 100

Pada tabel 5.5. dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai faktor resiko terjadinya aam urat mayoritas sedang, berjumlah 39 orang


(38)

(39%). Responden yang tingkat pengetahuannya buruk berjumlah 20 orang (20%), dan responden yang tingkat pengetahuannya baik berjumlah 12 orang (12%).

Tabel 5.6. Distribusi jumlah orang yang menjawab dengan benar tiap pertanyaan dari 100 orang responden

No. Pertanyaan N Persentase (%)

1 Bagian tubuh yang sering mengalami asam urat 82 82

2 Gejala terjadinya asam urat 71 71

3 Penyebab terjadinya asam urat 66 66

4 Golongan yang sering menderita asam urat 65 65

5 Makanan yang sering berhubungan dengan asam urat 70 70

6 Minuman yang sering berhubungan dengan asam urat 67 67

7 Pencegahan asam urat 66 66

8 Pencegahan asam urat 59 59

9 Komplikasi asam urat 62 62

10 Umur yang sering terkena asam urat 68 68

Berdasarkan table 5.6 didapatkan bahwa jumlah orang dapat menjawab pertanyaan paling banyak adalah pertanyaan nomor satu dengan sebanyak 82 orang, disusul dengan pertanyaan nomor dua sebanyak 71 orang, dan nomor dua sebanyak 71 orang, sedangkan jumlah orang yang paling sedikit menjawab dengan benar adalah pertanyaan nomor delapan sebanyak 59 orang.

5.1.4. Tindakan Terhadap Faktor Resiko

Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Faktor Resiko

No Tindakan S (%) TS (%) TT (%)

1 Mandi malam dapat meningkatkan asam urat 30 43 27

2 Pengaturan berat badan seimbang 38 35 27

3 Penyembuhan dengan obat saja 49 36 15


(39)

5 Penggunaan obat yg mencetuskan asam urat 20 29 51

6 Konsumsi kopi dan susu 43 42 15

7 Konsumsi vitamin C 34 37 29

8 Cuaca dingin dan ruangan ber-AC 41 32 27

Berdasarkan table 5.7 didapatkan bahwa pertanyaan yang paling mendapat persetujuan dari masyarakat adalah pertanyaan nomor 3 sebanyak 49 orang, sedangkan yang paling tidak disetujui oleh masyarakat adalah pertanyaan nomor 4 sebanyak 59 orang dan pertanyaan yang paling tidak diketahui masyarakat adalah nomor 5 sebanyak 51 orang.

5.1.5. Hasil Analisa Statistik

Tabel 5.8. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Mandi Malam

Mandi Malam Total

S TS TT

Tingkat Pengetahuan Buruk 3 4 6 13

Sedang 22 29 12 63

Baik 5 10 9 24

Total 30 43 27 100

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa tindakan mandi malam dapat meningkatkan asam urat pada masyarakat yang tingkat pengetahuan buruk terdapat 3 orang yang menyatakan setuju, 4 orang menyatakan tidak setuju dan 6 orang tidak tahu, sedangkan pada masyarakat yang tingkat pengetahuan sedang terdapat 22 orang yang menyatakan setuju, 29 orang menyatakan tidak setuju, dan 12 orang tidak tahu, pada masyarakat yang tingkat pengetahuan baik terdapat 5 orang yang menyatakan setuju, 10 orang menyatakan tidak setuju, dan 9 orang tidak tahu.


(40)

Tabel 5.9. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Pengaturan Berat Badan

Pengaturan Berat Badan Total

S TS TT

Tingkat Pengetahuan Buruk 2 2 9 13

Sedang 22 26 15 63

Baik 14 7 3 24

Total 38 35 27 100

Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa tindakan pengaturan berat badan yang seimbang dapat mencegah asam urat pada masyarakat yang tingkat pengetahuan buruk terdapat 2 orang yang menyatakan setuju, 2 orang menyatakan tidak setuju dan 9 orang tidak tahu, sedangkan pada masyarakat yang tingkat pengetahuan sedang terdapat 22 orang yang menyatakan setuju, 26 orang menyatakan tidak setuju, dan 15 orang tidak tahu, pada masyarakat yang tingkat pengetahuan baik terdapat 14 orang yang menyatakan setuju, 7 orang menyatakan tidak setuju, dan 3 orang tidak tahu.

Tabel 6.0. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Penyembuhan Dengan Obat Saja

Penyembuhan Dengan Obat antinyeri Saja

Total

S TS TT

Tingkat Pengetahuan Buruk 8 1 4 13

Sedang 32 23 8 63

Baik 9 12 3 24

Total 49 36 15 100

Dari tabel 6.0. dapat dilihat bahwa tindakan penyembuhan asam urat dengan menggunakan obat antinyeri saja pada masyarakat yang tingkat pengetahuan buruk terdapat 8 orang yang menyatakan setuju, 1 orang menyatakan


(41)

tidak setuju dan 4 orang tidak tahu, sedangkan pada masyarakat yang tingkat pengetahuan sedang terdapat 32 orang yang menyatakan setuju, 23 orang menyatakan tidak setuju, dan 8 orang tidak tahu, pada masyarakat yang tingkat pengetahuan baik terdapat 9 orang yang menyatakan setuju, 12 orang menyatakan tidak setuju, dan 3 orang tidak tahu.

Tabel 6.1. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Penyembuhan Dengan Istirahat Saja

Penyembuhan Dengan Istirahat Saja

Total

S TS TT

Tingkat Pengetahuan Buruk 2 6 5 13

Sedang 19 38 6 63

Baik 7 15 2 24

Total 28 59 13 100

Dari tabel 6.1. dapat dilihat bahwa tindakan penyembuhan asam urat dengan menggunakan istirahat saja pada masyarakat yang tingkat pengetahuan buruk terdapat 2 orang yang menyatakan setuju, 6 orang menyatakan tidak setuju dan 5 orang tidak tahu, sedangkan pada masyarakat yang tingkat pengetahuan sedang terdapat 19 orang yang menyatakan setuju, 38 orang menyatakan tidak setuju, dan 6 orang tidak tahu, pada masyarakat yang tingkat pengetahuan baik terdapat 7 orang yang menyatakan setuju, 15 orang menyatakan tidak setuju, dan 2 orang tidak tahu.


(42)

Tabel 6.2. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Penggunaan obat pencetus asam urat

Penggunaan obat dapat mencetuskan asam urat

Total

S TS TT

Tingkat Pengetahuan Buruk 1 2 10 13

Sedang 14 21 28 63

Baik 5 6 13 24

Total 20 29 51 100

Dari tabel 6.2. dapat dilihat bahwa tindakan penggunaan obat dapat mencetuskan terjadinya asam urat pada masyarakat yang tingkat pengetahuan buruk terdapat 1 orang yang menyatakan setuju, 2 orang menyatakan tidak setuju dan 10 orang tidak tahu, sedangkan pada masyarakat yang tingkat pengetahuan sedang terdapat 14 orang yang menyatakan setuju, 21 orang menyatakan tidak setuju, dan 28 orang tidak tahu, pada masyarakat yang tingkat pengetahuan baik terdapat 5 orang yang menyatakan setuju, 6 orang menyatakan tidak setuju, dan 13 orang tidak tahu.

Tabel 6.3. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Konsumsi kopi dan susu

Konsumsi kopi dan susu Total

S TS TT

Tingkat Pengetahuan Buruk 2 6 5 13

Sedang 34 22 7 63

Baik 7 14 3 24

Total 43 42 15 100

Dari tabel 6.3. dapat dilihat bahwa tindakan mengkonsumsi kopi dan susu dapat memengaruhi terjadinya asam urat pada masyarakat yang tingkat pengetahuan buruk terdapat 2 orang yang menyatakan setuju, 6 orang menyatakan


(43)

tidak setuju dan 5 orang tidak tahu, sedangkan pada masyarakat yang tingkat pengetahuan sedang terdapat 34 orang yang menyatakan setuju, 22 orang menyatakan tidak setuju, dan 7 orang tidak tahu, pada masyarakat yang tingkat pengetahuan baik terdapat 7 orang yang menyatakan setuju, 14 orang menyatakan tidak setuju, dan 3 orang tidak tahu.

Tabel 6.4. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko Konsumsi Vitamin C

Konsumsi Vitamin C Total

S TS TT

Tingkat Pengetahuan Buruk 3 2 8 13

Sedang 27 22 14 63

Baik 4 13 7 24

Total 34 37 29 100

Dari tabel 6.4. dapat dilihat bahwa mengkonsumsi vitamin C dapat mencegah terjadinya asam urat pada masyarakat yang tingkat pengetahuan buruk terdapat 3 orang yang menyatakan setuju, 2 orang menyatakan tidak setuju dan 8 orang tidak tahu, sedangkan pada masyarakat yang tingkat pengetahuan sedang terdapat 27 orang yang menyatakan setuju, 22 orang menyatakan tidak setuju, dan 14 orang tidak tahu, pada masyarakat yang tingkat pengetahuan baik terdapat 4 orang yang menyatakan setuju, 13 orang menyatakan tidak setuju, dan 7 orang tidak tahu.


(44)

Tabel 6.5. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Faktor Resiko udara dingin dan ruang ber-AC dapat mencetuskan asam urat

Udara dingin dan ruangan ber-AC

Total

S TS TT

Tingkat Pengetahuan Buruk 4 1 8 13

Sedang 24 26 13 63

Baik 13 5 6 24

Total 41 32 27 100

Dari tabel 6.5. dapat dilihat bahwa mengkonsumsi vitamin C dapat mencegah terjadinya asam urat pada masyarakat yang tingkat pengetahuan buruk terdapat 4 orang yang menyatakan setuju, 1 orang menyatakan tidak setuju dan 8 orang tidak tahu, sedangkan pada masyarakat yang tingkat pengetahuan sedang terdapat 24 orang yang menyatakan setuju, 26 orang menyatakan tidak setuju, dan 13 orang tidak tahu, pada masyarakat yang tingkat pengetahuan baik terdapat 13 orang yang menyatakan setuju, 5 orang menyatakan tidak setuju, dan 6 orang tidak tahu.

Tabel 6.6. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan

Count

Kategori Tindakan

Total

Baik Buruk Sedang

Kategori Pengetahuan Baik 14 0 0 24

Buruk 0 4 2 6

Sedang 13 0 57 70

Total 27 4 59 100

Analisa data dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara variable bebas yaitu tingkat pengetahuan masyarakat dengan variable terikat


(45)

(dependen) yaitu tindakan terhadap faktor-faktor resiko memperberat terjadinya gout arthritis.

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan Chi-Square, didapatkan hasil p value 0,0001. Artinya, ada hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan tindakan terhadap faktor-faktor resiko memperberat terjadinya gout arthritis karena nilai p value < 0,001.

5.2. Pembahasan

Sebanyak 82% responden mengetahui bahwa jerohan berhubungan dengan penyakit gout arthritis dan lokasi gout tersering adalah sendi. Lebih separuh responden juga mengetahui bahwa terlalu banyak konsumsi makanan mengandung protein purin dapat menyebabkan gout arthritis tapi beberapa responden yang tidak mengetahui makanan-makanan yang mengandung protein tersebut. Hal tersebut menunjukkan belum diketahuinya makanan tersebut dapat menyebabkan gout arthritis.

Demikian halnya dengan obat-obatan seperti aspirin, parasetamol, yang masih belum diketahui menyebabkan gout arthritis. Obat tersebut adalah beberapa obat yang mengandung derivat salisilat (paraaminosalisilat) yang banyak beredar di pasaran. Dalam farmakologi banyak senyawa yang secara alami mempengaruhi absorbsi dan sekresi natrium urat pada ginjal seperti aspirin yang di dalamnya terkandung salisilat. Pemberian dosis >2 gram/hari secara kompetitif akan menghambat ekskresi maupun reabsorbsi natrium urat yang menyebabkan penyakit asam urat.

Teh dan kopi juga berhubungan dengan gout arthritis, sebab kopi dan teh merupakan tanaman derivat xantin termetilisasi. Kopi mengandung kafein atau 1,3,7-trimetil xantin, teh mengandung teofilin atau 1,3-dimetil xantin dan kakao mengandung teobromin atau 3,7-dimetilxantin. Xantin sendiri diproses menjadi asam urat melalui proses oksidasi dengan bantuan xantin-oksidase. Oleh karena kopi dan the termasuk metil xantin yang ada dalam makanan, maka proses kerja asam urat sama dengan proses tersebut. Garam asam urat (senyawa urat) relatif


(46)

larut dalam pH netral, sehingga kopi dan teh yang bersifat asam sendiri dapat mengganggu proses ekskresi asam urat. pH urin yang cenderung asam dapat membuat xantin menjadi penyebab batu traktus urinarius.

Komplikasi arthritis gout belum banyak diketahui. Hanya beberapa responden yang mengetahui kerusakan ginjal dan penyakit jantung sebagai komplikasi arthritis gout.

Beberapa minuman yang berisiko menimbulkan arthritis gout antara lain alkohol. Menurut Choi yang telah meneliti hubungan alkohol dengan arthritis gout selama 12 tahun mendapatkan bahwa konsumsi alkohol 5 gram/hari mempunyai risiko 2,53 kali terkena arthritis gout.

Didapatkan hubungan bermakna antara usia dengan pengetahuan. Ternyata makin tua responden, pengetahuannya lebih baik walaupun tidak diimbangi dengan tindakan yang memiliki risiko tinggi terkena artritis gout dengan asumsi bahwa responden yang makin tua makin sulit mengubah perilaku, khususnya makan dan minum.

Secara umum hampir seluruh responden memiliki tingkat pengetahuan sedang dan tindakan bervariasi yang berisiko rendah sampai tinggi terkena


(47)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan tindakan terhadap faktor-faktor resiko memperberat terjadinya gout arthritis di kecamatan Tebing Tinggi tahun 2010-2011. Dari penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang dan tindakan tergolong memiliki berisiko rendah sampai tinggi untuk terkena arthritis gout. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan, pekerjaan dengan pengetahuan dan tindakan. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan Zakiah Haris, dkk yang meneliti Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga mengenai Arthritis Gout di Kelurahan Rawasari, Jakarta Pusat

6.2. Saran

Saran yang dapat saya berikan adalah:

1. Untuk melakukan penelitian yang sama, diperlukan sampel yang lebih banyak.

2. Sebaiknya pada penelitian lanjutan perlu dilakukan analisis terhadap pola makan dan variable-variabel lainnya.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Dincer, H. Erhan; 2002. Asymptomatic hyperuricemia: To treat or not to treat. Cleveland Clinic Journal Of Medicine Vol. 69 No. 8

Doherty, Michael; 2009, New insights into the epidemiology of gout, Available from: rheumatology.oxfordjournals.org [Accessed May 17, 2011]

Haris, Zakiah K .2005. Pengetahuan dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Mengenai

Arthritis Gout. Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 55

Luk A J and Simkin PA. 2005. Epidemiologi of Hyperuricemia and Gout, The American Journal of Managed Care, Vol 11, : 11 : 435 – 442.

Michael CA., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Jakarta, EGC, Edisi 4, 1995: 1243 – 7

Misnadiarly, Asam Urat – Hiperurisemia - Arthritis Gout, Jakarta, Pustaka Obor Populer, 2007: 9 – 92

Murray RK, Granner DK, Mayesh PA, Rodwell VW. Biokimia Harper. Jakarta: EGC;1995.h.401-11

Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Purwaningsih, Tinah. 2010. Faktor-Faktor Resiko Hiperurisemia pada Studi Kasus di Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal. Available from:


(49)

Putra, Tjokorda Raka. 2007. Hubungan Konsumsi Purin dengan Hiperurisemia pada Suku Bali di Daerah Pariwisata Pedesaan. J Peny Dalam, Vol.8 No.1.

Rabea et al., 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Sendi, Buletin Penelitian Kesehatan Supplement 2009: 32-33

Raka Putra, Tjokorda. 2009. Hiperurisemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5 Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2550-2559

Sastroasmoro, S., 2008. Pemilihan Subyek Penelitian. In: Sastroasmoro, S. and Ismael, S., eds. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke-3. Jakarta: CV Sagung Seto.

.

Setyoningsih, rini. 2009 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Hiperurisemia pada Pasien Rawat Jalan RSUP Dr.Kariadi Semarang Available from: undip.ac.id/25234/

Syukri, Maimun,.2007. Asam Urat dan Hiperurisemia. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol 40 : 52-55

Sylvia AP, Lorraine MW, Patofisiologi Konsep Klinik Proses proses Penyakit, Jakarta, EGC Edisi 4,1995

Wibowo, Chandra. 2005. Renal Function in Minahasanese Patients

with Chronic Gout Arthritis and Tophi. Acta Med Indones-Indones I Intern Med Vol. 37, No. 2

Yatim F, 2006. Penyakit Tulang dan Persendian, Jakarta, Pustaka Obor Populer, Ed.1,: 32-51


(50)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DENGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERBERAT TERJADINYA

GOUT ARTHRITIS DI KECAMATAN TEBING TINGGI TAHUN 2010-2011

Saya yang bernama di bawah ini: Nama : Perdana Sidauruk

NIM : 080100395

adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan faktor-faktor yang memperberat terjadinya gout arthritis di Kecamatan Tebing Tinggi.

Saya mengharapkan kesedian bapak/ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, yaitu dengan menjawab pertanyaan yang diajukan dengan apa adanya (jujur) dimana tidak akan memberi dampak yang membahayakan. Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang bapak/ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Jika bapak/ibu bersedia menjadi responden penelitian ini, maka silahkan menandatangani formulir ini.

Kode :

Tanggal :


(51)

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DENGAN TINDAKAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA GOUT ARTHRITIS

DI KECAMATAN TEBING TINGGI TAHUN 2010-2011

Identitas Responden

Nama :

Usia :

Pekerjaan :

Pendidikan :

I. Lingkari/silang/tandailah jawaban yang dirasa paling tepat

1. Bagian tubuh mana yang sering mengalami penyakit asam urat. a. Ginjal

b. Sendi

c. Jaringan lemak d. Tidak tahu

2. Apa saja gejala penyakit asam urat itu?

a. Tidak bisa menggerakan kaki dan tangan (lumpuh) b. Nyeri seluruh tubuh

c. Nyeri sendi, merah, terasa panas d. Tidak tahu

3. Apa penyebab penyakit asam urat itu?

a. Terlalu banyak konsumsi makanan mengandung protein purin b. Terlalu banyak aktivitas fisik

c. Kurang makanan yang begizi d. Tidak tahu


(52)

4. Siapa yang paling banyak menderita penyakit asam urat? a. Wanita muda

b. Laki - laki dewasa c. Anak - anak d. Tidak tahu

5. Makanan apa yang berhubungan dengan penyakit asam urat? a. Jerohan

b. Tempe c. Nasi

d. Tidak tahu

6. Minuman apa yang berhubungan menimbulkan penyakit asam urat? a. Madu

b. Susu c. Alkohol d. Tidak tahu

7. Apa yang dilakukan untuk mencegah penyakit asam urat? a. Menghindari makan jerohan

b. Banyak mengkonsumsi kacang-kacangan c. Makan ikan laut

d. Tidak tahu

8. Apa yang dapat dilakukan jika terkena penyakit asam urat? a.Dikompres air hangat

b. Istirahat dan minum obat penghilang nyeri c. Menghindari alkohol


(53)

9. Apakah komplikasi tersering dari penyakit asam urat? a. Hepatitis

b. Kerusakan ginjal c. Kanker

d. Tidak tahu

10. Umur berapa yang sering terkena asam urat? a. Lebih dari 40 tahun

b. 20 sampai 40 tahun c. Di bawah 20 tahun d. Tidak tahu

Pilihlah salah satu kolom disebelah kanan dengan memberi tanda (√) sesuai dengan pilihan anda.

TINDAKAN S TS TT

1. Mandi malam menyebabkan peningkatan asam urat

2. Pengaturan berat badan yang seimbang dapat mencegah asam urat

3. Asam urat dapat disembuhkan hanya dengan minum obat antinyeri saja

4. Asam urat sembuh dengan sendirinya, jadi bila terkena cukup istirahat saja

5. Penggunaan obat dapat berisiko terhadap terjadinya asam urat 6. Kopi dan susu termasuk minuman yang memengaruhi terjadinya asam urat.

7. Vitamin C baik untuk mencegah asam urat

. 8. Cuaca dingin atau ruangan ber-AC dapat mencetuskan asam urat

S = Setuju TS = Tidak Setuju TT = Tidak tahu


(54)

HUBUNGAN UMUR DENGAN PENGETAHUAN

Crosstab

Count

kategoripengetahuan

Total

baik buruk sedang

kategoriumur 25-31 14 2 37 53

32-38 0 0 7 7

39-45 2 1 6 9

46-52 5 0 11 16

53-59 1 1 3 5

60-66 0 1 0 1

67-73 2 1 5 8

74-80 0 0 1 1

Total 24 6 70 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 23.763a 14 .049

Likelihood Ratio 16.162 14 .304

N of Valid Cases 100

a. 19 cells (79.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .06.


(55)

HUBUNGAN UMUR DENGAN TINDAKAN

Crosstab

Count

kategoritindakan

Total

baik buruk sedang

kategoriumur 25-31 6 16 1 30 53

32-38 0 2 0 5 7

39-45 0 3 1 5 9

46-52 2 4 0 10 16

53-59 1 1 0 3 5

60-66 0 0 1 0 1

67-73 1 1 1 5 8

74-80 0 0 0 1 1

Total 10 27 4 59 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 32.713a 21 .050

Likelihood Ratio 17.485 21 .681

N of Valid Cases 100

a. 27 cells (84.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.


(56)

HUBUNGAN PEKERJAAN DENGAN PENGETAHUAN

Crosstab

Count

kategoripengetahuan

Total

baik buruk sedang

pekerjaan ADM 0 0 2 2

GURU 1 0 2 3

IRT 1 0 9 10

KARYAWAN 10 1 18 29

PENSIUN 1 1 5 7

PERAWAT 0 0 2 2

PETANI 0 1 3 4

PNS 0 2 6 8

POLRI 0 0 3 3

SALESMAN 0 0 4 4

SPG 0 0 1 1

WIRAUSAHA 11 1 15 27

Total 24 6 70 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 24.744a 22 .309

Likelihood Ratio 28.054 22 .174

N of Valid Cases 100

a. 30 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .06.


(57)

HUBUNGAN PEKERJAAN DENGAN TINDAKAN

Crosstab

Count

kategoritindakan

Total

baik buruk sedang

pekerjaan ADM 0 0 0 2 2

GURU 0 1 0 2 3

IRT 1 1 0 8 10

KARYAWAN 3 11 0 15 29

PENSIUN 0 1 1 5 7

PERAWAT 0 1 0 1 2

PETANI 0 0 1 3 4

PNS 0 3 2 3 8

POLRI 0 0 0 3 3

SALESMAN 0 2 0 2 4

SPG 0 0 0 1 1

WIRAUSAHA 6 7 0 14 27

Total 10 27 4 59 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 36.836a 33 .296

Likelihood Ratio 36.834 33 .296

N of Valid Cases 100

a. 43 cells (89.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.


(58)

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN PENGETAHUAN

Crosstab

Count

kategoripengetahuan

Total

baik buruk sedang

jeniskelamin LAKI-LAKI 9 3 33 45

PEREMPUAN 15 3 37 55

Total 24 6 70 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square .736a 2 .692

Likelihood Ratio .743 2 .690

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.70.

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN TINDAKAN

Crosstab

Count

Kategoritindakan

Total

baik Buruk sedang

jeniskelamin LAKI-LAKI 5 9 3 28 45

PEREMPUAN 5 18 1 31 55

Total 10 27 4 59 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 3.184a 3 .364

Likelihood Ratio 3.256 3 .354

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.80.


(59)

HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN

Crosstab

Count

kategoripengetahuan

Total

baik buruk sedang

pendidikan AKPER 0 0 2 2

D1 0 0 1 1

D3 0 0 6 6

S1 3 0 6 9

SD 0 0 2 2

SMA 20 3 42 65

SMK 1 1 6 8

SMP 0 2 4 6

SPG 0 0 1 1

Total 24 6 70 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 17.695a 16 .342

Likelihood Ratio 19.046 16 .266

N of Valid Cases 100

a. 23 cells (85.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .06.


(60)

HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN TINDAKAN

Crosstab

Count

Kategoritindakan

Total

baik buruk sedang

pendidikan AKPER 0 1 0 1 2

D1 0 0 0 1 1

D3 0 0 0 6 6

S1 3 3 0 3 9

SD 0 0 0 2 2

SMA 6 22 3 34 65

SMK 1 1 0 6 8

SMP 0 0 1 5 6

SPG 0 0 0 1 1

Total 10 27 4 59 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 22.338a 24 .559

Likelihood Ratio 26.264 24 .340

N of Valid Cases 100

a. 32 cells (88.9%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN TINDAKAN

Correlations

TINGKATPENGETAHUAN TINDAKAN

TINGKATPENGETAHUAN Pearson Correlation 1 .291**

Sig. (2-tailed) .003

N 100 100

TINDAKAN Pearson Correlation .291** 1

Sig. (2-tailed) .003

N 100 100


(61)

Kategori pengetahuan dan kategori tindakan

Kategori tindakan

Total baik buruk sedang

Kategori pengetahuan baik 9 7 8 24

buruk 1 4 1 6

sedang 14 30 26 70

Total 24 41 35 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.953a 4 .292

Likelihood Ratio 4.804 4 .308

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.44.


(62)

VALIDASI KUESIONER

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10

PTOTA L

p1 Pearson

Correlatio n

1 .031 .491* .031 .285 .524* .126 .218 .491 * -.023 .554* Sig. (2-tailed)

.898 .028 .898 .223 .018 .597 .355 .028 .924 .011

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p2 Pearson

Correlatio n

.031 1 .490* 1.000* *

.183 .336 .404 .490 *

.140 .279 .692**

Sig. (2-tailed)

.898 .028 .000 .440 .147 .077 .028 .556 .234 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p3 Pearson

Correlatio n

.491 *

.490* 1 .490* .302 .764* *

.289 .375 .375 .419 .840**

Sig. (2-tailed)

.028 .028 .028 .196 .000 .217 .103 .103 .066 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p4 Pearson

Correlatio n

.031 1.000* *

.490* 1 .183 .336 .404 .490 *

.140 .279 .692**

Sig. (2-tailed)

.898 .000 .028 .440 .147 .077 .028 .556 .234 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p5 Pearson

Correlatio n

.285 .183 .302 .183 1 .285

-.058

.050 .302 .390 .525*

Sig. (2-tailed)

.223 .440 .196 .440 .223 .808 .833 .196 .089 .018

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p6 Pearson

Correlatio n

.524 *

.336 .764* *

.336 .285 1 .126 .218 .218 .206 .685**

Sig. (2-tailed)


(63)

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p7 Pearson

Correlatio n

.126 .404 .289 .404

-.058

.126 1 .289 .289 .061 .474*

Sig. (2-tailed)

.597 .077 .217 .077 .808 .597 .217 .217 .800 .035

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p8 Pearson

Correlatio n

.218 .490* .375 .490* .050 .218 .289 1 .062 .157 .540*

Sig. (2-tailed)

.355 .028 .103 .028 .833 .355 .217 .794 .508 .014

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p9 Pearson

Correlatio n

.491 *

.140 .375 .140 .302 .218 .289 .062 1 -.105

.490*

Sig. (2-tailed)

.028 .556 .103 .556 .196 .355 .217 .794 .660 .028

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

p10 Pearson

Correlatio n

-.023

.279 .419 .279 .390 .206 .061 .157 -.105

1 .468*

Sig. (2-tailed)

.924 .234 .066 .234 .089 .384 .800 .508 .660 .038

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

PTOTA L Pearson Correlatio n .554 *

.692** .840* *

.692** .525 * .685* * .474 * .540 * .490 * .468 * 1 Sig. (2-tailed)

.011 .001 .000 .001 .018 .001 .035 .014 .028 .038

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(1)

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN PENGETAHUAN

Crosstab

Count

kategoripengetahuan

Total baik buruk sedang

jeniskelamin LAKI-LAKI 9 3 33 45

PEREMPUAN 15 3 37 55

Total 24 6 70 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square .736a 2 .692

Likelihood Ratio .743 2 .690

N of Valid Cases 100

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.70.

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN TINDAKAN

Crosstab

Count

Kategoritindakan

Total baik Buruk sedang

jeniskelamin LAKI-LAKI 5 9 3 28 45

PEREMPUAN 5 18 1 31 55

Total 10 27 4 59 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 3.184a 3 .364

Likelihood Ratio 3.256 3 .354

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.80.


(2)

HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN

Crosstab

Count

kategoripengetahuan

Total baik buruk sedang

pendidikan AKPER 0 0 2 2

D1 0 0 1 1

D3 0 0 6 6

S1 3 0 6 9

SD 0 0 2 2

SMA 20 3 42 65

SMK 1 1 6 8

SMP 0 2 4 6

SPG 0 0 1 1

Total 24 6 70 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 17.695a 16 .342 Likelihood Ratio 19.046 16 .266 N of Valid Cases 100

a. 23 cells (85.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .06.


(3)

HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN TINDAKAN

Crosstab

Count

Kategoritindakan

Total baik buruk sedang

pendidikan AKPER 0 1 0 1 2

D1 0 0 0 1 1

D3 0 0 0 6 6

S1 3 3 0 3 9

SD 0 0 0 2 2

SMA 6 22 3 34 65

SMK 1 1 0 6 8

SMP 0 0 1 5 6

SPG 0 0 0 1 1

Total 10 27 4 59 100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 22.338a 24 .559 Likelihood Ratio 26.264 24 .340 N of Valid Cases 100

a. 32 cells (88.9%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN TINDAKAN

Correlations

TINGKATPENGETAHUAN TINDAKAN

TINGKATPENGETAHUAN Pearson Correlation 1 .291**

Sig. (2-tailed) .003

N 100 100

TINDAKAN Pearson Correlation .291** 1

Sig. (2-tailed) .003

N 100 100

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(4)

Kategori pengetahuan dan kategori tindakan

Kategori tindakan

Total

baik

buruk

sedang

Kategori pengetahuan

baik

9

7

8

24

buruk

1

4

1

6

sedang

14

30

26

70

Total

24

41

35

100

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 4.953a 4 .292

Likelihood Ratio 4.804 4 .308

N of Valid Cases 100

a. 3 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.44.


(5)

VALIDASI KUESIONER

p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10

PTOTA L p1 Pearson

Correlatio n

1 .031 .491* .031 .285 .524* .126 .218 .491 * -.023 .554* Sig. (2-tailed)

.898 .028 .898 .223 .018 .597 .355 .028 .924 .011

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p2 Pearson

Correlatio n

.031 1 .490* 1.000* *

.183 .336 .404 .490 *

.140 .279 .692**

Sig. (2-tailed)

.898 .028 .000 .440 .147 .077 .028 .556 .234 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p3 Pearson

Correlatio n

.491 *

.490* 1 .490* .302 .764* *

.289 .375 .375 .419 .840**

Sig. (2-tailed)

.028 .028 .028 .196 .000 .217 .103 .103 .066 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p4 Pearson

Correlatio n

.031 1.000* *

.490* 1 .183 .336 .404 .490 *

.140 .279 .692**

Sig. (2-tailed)

.898 .000 .028 .440 .147 .077 .028 .556 .234 .001

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p5 Pearson

Correlatio n

.285 .183 .302 .183 1 .285 -.058

.050 .302 .390 .525*

Sig. (2-tailed)

.223 .440 .196 .440 .223 .808 .833 .196 .089 .018

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p6 Pearson

Correlatio n

.524 *

.336 .764* *

.336 .285 1 .126 .218 .218 .206 .685**

Sig. (2-tailed)

.018 .147 .000 .147 .223 .597 .355 .355 .384 .001


(6)

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p7 Pearson

Correlatio n

.126 .404 .289 .404 -.058

.126 1 .289 .289 .061 .474*

Sig. (2-tailed)

.597 .077 .217 .077 .808 .597 .217 .217 .800 .035

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p8 Pearson

Correlatio n

.218 .490* .375 .490* .050 .218 .289 1 .062 .157 .540*

Sig. (2-tailed)

.355 .028 .103 .028 .833 .355 .217 .794 .508 .014

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p9 Pearson

Correlatio n

.491 *

.140 .375 .140 .302 .218 .289 .062 1 -.105

.490*

Sig. (2-tailed)

.028 .556 .103 .556 .196 .355 .217 .794 .660 .028

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 p10 Pearson

Correlatio n

-.023

.279 .419 .279 .390 .206 .061 .157 -.105

1 .468*

Sig. (2-tailed)

.924 .234 .066 .234 .089 .384 .800 .508 .660 .038

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 PTOTA L Pearson Correlatio n .554 *

.692** .840* *

.692** .525 * .685* * .474 * .540 * .490 * .468 * 1 Sig. (2-tailed)

.011 .001 .000 .001 .018 .001 .035 .014 .028 .038

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).