Pengaruh Karakteristik Penduduk dan Kadar Kadmium dalam Beras terhadap Kadar Kadmium Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK PENDUDUK DAN KADAR KADMIUM DALAM BERAS TERHADAP KADAR KADMIUM URINE

PENDUDUK DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014

TESIS

Oleh

TAMBAR MALEM SITEPU 127032087/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK PENDUDUK DAN KADAR KADMIUM DALAM BERAS TERHADAP KADAR KADMIUM URINE

PENDUDUK DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

TAMBAR MALEM SITEPU 127032087/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK PENDUDUK DAN KADAR KADMIUM DALAM BERAS TERHADAP KADAR KADMIUM URINE PENDUDUK DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Tambar Malem Sitepu Nomor Induk Mahasiswa : 127032087

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H) (Ir. Evi Naria, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 27 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes

2. Ir. Indra Cahaya, M.Si 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK PENDUDUK DAN KADAR KADMIUM DALAM BERAS TERHADAP KADAR KADMIUM URINE

PENDUDUK DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

Tambar Malem Sitepu 127032087/IKM


(6)

ABSTRAK

Air Irigasi Tugumulyo yang digunakan untuk mengairi tanaman padi sawah di duga tercemar logam berat kadmium dan logam kadmium ini dikhawatirkan dapat mengakumulasi pada beras yang berasal dari tanaman padi sawah tersebut sehingga membahayakan kesehatan masyarakat di Kabupaten Musi Rawas.

Tujuan penelitian, mengetahui pengaruh karateristik penduduk (lama konsumsi beras, lama tinggal, jenis kelamin) dan kadar kadmium dalam beras terhadap kadar kadmium urine penduduk.

Jenis penelitian analitik korelasi dengan desain studi cross sectional . Waktu penelitian bulan Januari-Juni 2014 dengan jumlah sampel : 23 sampel air, 23 sampel beras, dan 46 orang sampel urine. Pemeriksaan Sampel air irigasi, sampel Beras dan Sampel Urine dilakukan di Laboratorium LIDA MIPA USU.

Hasil penelitian Kadar kadmium dalam air irigasi 0,013-0,034 ml/l melebihi baku mutu yang ditetapkan (0,01 ml/l) dan kadar kadmium dalam beras 0,013-0,019 mg/kg masih jauh di bawah ambang batas (0,4 mg/kg). Kadar Kadmium dalam urine 0,019-0,088 ml/l. Tidak ada perbedaan kadar kadmium urine berdasarkan jenis kelamin, ada pengaruh lama konsumsi beras, lama tinggal dan kadar kadmium dalam beras terhadap kadar kadmium urine penduduk. Lama konsumsi beras adalah variabel yang paling dominan terhadap kadar kadmium urine. Secara keseluruhan variabel mempengaruhi kadar kadmium dalam urine penduduk sebesar 64,6%.

Kadmium pada air irgasi di duga berasal dari pupuk maka Pemerintah Kabupaten Musi Rawas diharapkan melakukan pengawasan peredaran pupuk yang mengandung kadmium. Perlu penyuluhan pada petani tentang pemakaian dosis pestisida dan pupuk yang baik dan benar sehingga dapat mencegah dan mengurangi pencemaran logam berat dalam kandungan pupuk tersebut.

Kata Kunci : Karakteristik Penduduk, Kadar Kadmium dalam Beras, Kadar Kadmium Urine


(7)

ABSTRACT

Tugumulyo irrigation water used to irrigate wet rice field is probably contaminated by cadmium heavy metal which is feared to accumulate in the rice which comes from this wet field rice so that it will endanger people’s health in Musi Rawas District.

The objective of the research was to find out residents’ characteristics (the length of consuming rice, the length of dwelling, and sex) and cadmium content in rice on cadmium content in the urine of the residents in Musi Rawas District.

The research used analytic correlation study method with cross sectional design. It was conducted from January to June, 2014 with the samples consisted of 24 water samples, 23 rice samples, and 46 urine sample. The examining of the samples of irrigation water, rice, and urine was conducted in LIDA Laboratory of MIPA, USU.

The result of the research showed that cadmium content in the irrigation water was 0.013-0.034 ml/l, surpassed the quality standard of 0.01 ml/l, and cadmium content in rice was 0.013-0.019 mg/kg, still far below the threshold of 0.4 mg/kg. Cadmium content in urine was 0.019-0.088 ml/l. There was the disparity of urine cadmium content, based on sex, but there was the influence of the length of consuming rice, the length of dwelling, and cadmium content in rice on cadmium content in the residents’ urine. The variable of the length of consuming rice was the most dominant influence on urine cadmium content. As a whole, the variable which influenced cadmium content in the residents’ urine was 64.6%.

It is recommended that Musi Rawas District Administration should control fertilizer distribution properly and correctly so thast the contaminatrion of heavy metal can be avoided in its content.

Keywords : Residents’ Characteristics, Cadmium Content in Rice, Cadmium Content in Urine


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ Pengaruh Karakteristik Penduduk dan Kadar Kadmium dalam Beras terhadap Kadar Kadmium Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 “.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri (MKLI) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., MSc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat.

4. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan


(9)

waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses penulisan proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Ir. Indra Cahaya, M.Si dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku Tim Penguji yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran untuk kesempurnaan tesis ini. 6. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri (MKLI) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 7. Kepala Badan Kesbang dan Politik Kabupaten Musi Rawas yang telah

memberikan izin penelitian.

8. Kepala UPT LIDA MIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian

9. Orangtua tercinta Alm. M.Sitepu dan N. br Bangun serta Mertua tercinta H. Manalu dan B. Situmorang yang telah memberikan Doa, dukungan dan bantuan selama penyelesaian tesis ini.

10. Seluruh keluarga besar Sitepu dan Manalu yang telah memberikan Doa, dukungan dan bantuan selama menyelesaikan studi ini.

11. Suami tercinta S. Manalu, dan anak-anakku Pecosbil Brema Manalu dan Bungaran Manalu yang telah memberikan Doa dukungan, pengorbanan baik lahir maupun batin dan berkat merekalah saya termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.


(10)

12. Kristina br Tarigan teman seperjuangan yang setia dan semua teman- teman Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Angkatan 2012 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah bersedia menjadi teman diskusi untuk penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sebagai masukan dan perbaikan dengan harapan semoga tesis ini

memberikan manfaat dan sumbangsih bagi kemajuan serta peningkatan dalam bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2014 Penulis

Tambar Malem Sitepu 127032087/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Tambar Malem Sitepu, lahir di Laumulgap pada tanggal 3 Agustus 1976, anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm. M. Sitepu dan Ibunda N. br. Bangun. Menikah dengan Supranto Manalu dan dikaruniai 2 (dua) orang anak yaitu Pecosbil Brema Manalu dan Bungaran Manalu

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri No. 054878 Laumulgap , tamat pada tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Selesai, tamat tahun 1992, SMA Negeri I Binjai tamat tahun 1995 .Tahun 1995 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tamat 1999, Pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian Air ... 8

2.1.1. Pengertian Air ... 8

2.1.2. Sumber Air ... 8

2.1.3. Pemanfaatan Air ... 10

2.2. Persawahan ... 11

2.3. Irigasi ... 13

2.3.1. Kualitas air irigasi ... 14

2.4. Pencemaran Air ... 15

2.4.1. Polutan Air ... 16

2.4.2. Indikator Pencemaran Air ... 17

2.4.3. Sumber Pencemaran Air ... 20

2.5. Pencemaran Logam Berat ... 21

2.5.1. Pencemaran Logam Berat pada Tanah ... 22

2.5.2. Pencemaran Logam Berat pada Perairan ... 23

2.5.3. Siklus Biogeokimia Logam Berat dalam Lingkungan Perairan ... 24

2.6. Kadmium (Cd) ... 26

2.6.1. Pengertian dan Sifat ... 26

2.6.2. Sumber Kadmium (Cd) ... 28

2.6.3. Kegunaan Kadmium (Cd) ... 29


(13)

2.6.5. Akumulasi Kadmium pada Tanaman ... 33

2.6.6. Jalur Pemajanan Kadmium ... 38

2.6.7. Waktu Paruh Kadmium dalam Tubuh ... 40

2.6.8. Efek Kadmium……… .. 40

2.6.9. Kadmium dalam Tubuh……… .... 46

2.7. Tanaman Padi ... 50

2.8. Landasan Teori ... 51

2.9. Kerangka Konsep ... 53

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54

3.1. Jenis Penelitian ... 54

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 54

3.2.2. Waktu Penelitian ... 55

3.3. Populasi dan Sampel ... 55

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 57

3.4.1. Data Primer ... 57

3.4.2. Data Sekunder ... 57

3.5. Defenisi Operasional ... 57

3.6. Metode Pengukuran ... 59

3.7. Analisis Laboratorium ... 60

3.7.1. Metode Pengukuran Kadar Kadmium pada Air Irigasi 60 3.7.2. Metode Pengukuran Kadar Kadmium dalam Beras ... 62

3.7.3. Metode Pengukuran Kadar Kadmium dalam Urine ... 66

3.8. Pengolahan dan Analisis Data ... 69

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 71

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 71

4.2. Analisis Univariat ... 72

4.2.1. Karakteristik Responden ... 72

4.2.2. Gambaran Hasil Uji Laboratorium Kadar Kadmium ... 73

4.3. Analisis Bivariat ... 75

4.3.1. Uji Normalitas ... 75

4.3.2. Analisis Korelasi Antara Lama Konsumsi Beras dengan Kadar Kadmium dalam Urine Penduduk di ... 76

4.3.3. Analisis korelasi Antara Lama Tinggal dengan Kadar Kadmium dalam Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 77

4.3.4. Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kadar Kadmium dalam Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 77 4.3.5. Analisis Korelasi Antara Kadar Kadmium


(14)

Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 78

4.4. Analisis Multivariat ... 79

4.4.1. Analis Pengaruh Lama Konsumsi Beras, Lama Tinggal, Jenis Kelamin, dan Kadar Kadmium dalam Beras Terhadap Kadar Kadmium dalam Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 79

BAB 5. PEMBAHASAN ... 83

5.1. Pengaruh Karakteristik Penduduk yaitu Lama Konsumsi Beras Terhadap Kadar Kadmium dalam Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 83

5.2. Pengaruh Karakteristik Penduduk yaitu Lama Tinggal Terhadap Kadar Kadmium dalam Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 86

5.3. Pengaruh Karakteristik Penduduk yaitu Jenis Kelamin Terhadap Kadar Kadmium dalam Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 87

5.4. Pengaruh Kadar Kadmium dalam Beras terhadap Kadar Kadmium dalam Urine Penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

6.1. Kesimpulan ... 94

6.2. Saran ………. ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Bentuk Senyawa Logam Cd, Hg, Pb, dan As dalam yang Diaerasi ... 25 2.2. Kandungan Kadmium dalam Berbagai Jenis Air Buangan ... 31 3.1. Definisi Operasional ... 57 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Umur dan Jenis Kelamin

Responden di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 72 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Lama Konsumsi Beras di

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 73 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Lama Tinggal di

Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 73 4.4. Hasil Uji Laboratorium Kadar Kadmium dalam Air Irigasi, Beras dan

Urine Responden di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 74 4.5. Hasil Uji Normalitas Variabel Dependen dan Variabel Independen ... 76 4.6. Hasil Uji Statistik Korelasi Lama konsumsi Beras, Lama Tinggal,

dan Kadar Kadmium dalam Beras dengan Kadar Kadmium Urine Responden di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 76 4.7. Hasil Uji Statistik Perbedaan Rerata Kadar Kadmium Urine

Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2014 ... 78 4.8. Hasil Akhir Uji Regresi Linier Berganda ... 81


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Perjalanan Logam Sampai Ke Tubuh Manusia ... 33 2.2. Landasan Teori Modifikasi Achmadi (2011) ... 52 2.3. Kerangka Konsep ... 53


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 101

2. Hasil Analisis Data ... 103

3. Dokumentasi Penelitian ... 109

4. Surat Penelitian ... 112


(18)

ABSTRAK

Air Irigasi Tugumulyo yang digunakan untuk mengairi tanaman padi sawah di duga tercemar logam berat kadmium dan logam kadmium ini dikhawatirkan dapat mengakumulasi pada beras yang berasal dari tanaman padi sawah tersebut sehingga membahayakan kesehatan masyarakat di Kabupaten Musi Rawas.

Tujuan penelitian, mengetahui pengaruh karateristik penduduk (lama konsumsi beras, lama tinggal, jenis kelamin) dan kadar kadmium dalam beras terhadap kadar kadmium urine penduduk.

Jenis penelitian analitik korelasi dengan desain studi cross sectional . Waktu penelitian bulan Januari-Juni 2014 dengan jumlah sampel : 23 sampel air, 23 sampel beras, dan 46 orang sampel urine. Pemeriksaan Sampel air irigasi, sampel Beras dan Sampel Urine dilakukan di Laboratorium LIDA MIPA USU.

Hasil penelitian Kadar kadmium dalam air irigasi 0,013-0,034 ml/l melebihi baku mutu yang ditetapkan (0,01 ml/l) dan kadar kadmium dalam beras 0,013-0,019 mg/kg masih jauh di bawah ambang batas (0,4 mg/kg). Kadar Kadmium dalam urine 0,019-0,088 ml/l. Tidak ada perbedaan kadar kadmium urine berdasarkan jenis kelamin, ada pengaruh lama konsumsi beras, lama tinggal dan kadar kadmium dalam beras terhadap kadar kadmium urine penduduk. Lama konsumsi beras adalah variabel yang paling dominan terhadap kadar kadmium urine. Secara keseluruhan variabel mempengaruhi kadar kadmium dalam urine penduduk sebesar 64,6%.

Kadmium pada air irgasi di duga berasal dari pupuk maka Pemerintah Kabupaten Musi Rawas diharapkan melakukan pengawasan peredaran pupuk yang mengandung kadmium. Perlu penyuluhan pada petani tentang pemakaian dosis pestisida dan pupuk yang baik dan benar sehingga dapat mencegah dan mengurangi pencemaran logam berat dalam kandungan pupuk tersebut.

Kata Kunci : Karakteristik Penduduk, Kadar Kadmium dalam Beras, Kadar Kadmium Urine


(19)

ABSTRACT

Tugumulyo irrigation water used to irrigate wet rice field is probably contaminated by cadmium heavy metal which is feared to accumulate in the rice which comes from this wet field rice so that it will endanger people’s health in Musi Rawas District.

The objective of the research was to find out residents’ characteristics (the length of consuming rice, the length of dwelling, and sex) and cadmium content in rice on cadmium content in the urine of the residents in Musi Rawas District.

The research used analytic correlation study method with cross sectional design. It was conducted from January to June, 2014 with the samples consisted of 24 water samples, 23 rice samples, and 46 urine sample. The examining of the samples of irrigation water, rice, and urine was conducted in LIDA Laboratory of MIPA, USU.

The result of the research showed that cadmium content in the irrigation water was 0.013-0.034 ml/l, surpassed the quality standard of 0.01 ml/l, and cadmium content in rice was 0.013-0.019 mg/kg, still far below the threshold of 0.4 mg/kg. Cadmium content in urine was 0.019-0.088 ml/l. There was the disparity of urine cadmium content, based on sex, but there was the influence of the length of consuming rice, the length of dwelling, and cadmium content in rice on cadmium content in the residents’ urine. The variable of the length of consuming rice was the most dominant influence on urine cadmium content. As a whole, the variable which influenced cadmium content in the residents’ urine was 64.6%.

It is recommended that Musi Rawas District Administration should control fertilizer distribution properly and correctly so thast the contaminatrion of heavy metal can be avoided in its content.

Keywords : Residents’ Characteristics, Cadmium Content in Rice, Cadmium Content in Urine


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut tersebut dapat berupa positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas lingkungan hidup.

Rusaknya lingkungan perairan antara lain disebabkan oleh adanya pencemaran.Pencemaran di perairan dapat terjadi karena limbah industri maupun limbah domestik dibuang ke perairan tanpa diolah terlebih dahulu, atau diolah tetapi kadar polutannya masih di atas baku mutu yang ditetapkan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 1 ayat 14 disebutkan bahwa pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui Baku Mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Pencemaran lingkungan perairan dapat disebabkan oleh polutan organik maupun anorganik. Polutan organik yang sering mencemari antara lain DDT, PAH, Pestisida, insektisida, detergen dan limbah rumah tangga lainnya. Sedangkan Polutan anorganik yang sering dijumpai di perairan misalnya logam berat Cd (Kadmium), Pb (Timbal), Hg (Merkuri), As (Arsen), Zn (Seng), Cu (Tembaga), Ni (Nikel), dan Cr


(21)

(Krom). Polutan logam berat tersebut sangat berbahaya apabila mencemari perairan, karena bersifat toksik,karsinogenik, bioakmulatif, dan biomagnifikasi ( Kosnett 2007, Plaa 2007, Wardhana 2004). Kadmium, Timbal, Merkuri merupakan logam berat yang sangat toksik di bandingkan logam berat lainnya.

Salah satu logam yang bersifat toksik adalah kadmium (Cd). Logam ini merupakan salah satu limbah industri yang beracun dan berbahaya bagi kehidupan organisme perairan. Limbah Cd ini berasal dari beberapa sumber antara lain pertambangan dan industri, Cd dipakai sebagai komponen pelapis atau pencampur logam, patri aluminium, pembuatan klise, amalgama dalam kedokteran gigi, pemrosesan foto berwarna, pewarna porselin, industri gelas, industri keramik, sebagai foto konduktor, sebagai foto elektrik, sebagai bahan pencampur pigmen, sebagai bahan campuran pupuk fospat, sabun,tekstil, kertas, karet, tinta cetak, kembang api dan lainnya (Berman dalam Dewi 2004).

Pencemaran logam berat Cd pernah terjadi di Toyama Jepang. Peristiwa ini mengakibatkan penduduk menderita penyakit Itai-itai (Ouch-ouch), yakni tulang mengalami pelunakan, kemudian tulang menjadi rapuh dan otot mengalami kontraksi karena kehilangan sejumlah kalsium, serta menderita kelainan ginjal (Withghot and Brennan 2007, Argawala 2006, Soemirat 2005). Peristiwa tersebut terjadi karena air irigasi yang digunakan untuk mengairi tanaman padi di sawah tercemar Cd. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air irigasi tersebut mengandung Cd yang berasal dari penambangan Timah Hitam dan Biji seng yang ada di daerah hulu sungai Jint. Akibatnya padi yang dipanen mengakumulasikan Cd. Penduduk mengkonsumsi padi


(22)

tersebut selama bertahun-tahun, sehingga terjadi biomagnifikasi Cd pada tubuh manusia. Padi mengakumulasi Cd sebanyak 1,6 mg/kg, namun melalui rantai makanan kandungan Cd pada tubuh manusia menjadi 11,472 mg/kg (Miller 2007,Wardhana 2004,Kalassen 2001, Donatus 2001).

Beras merupakan makanan pokok bangsa Indonesia. Penelitian Suzuki,dkk (1980) dan Roechan, dkk (1993) menemukan kandungan kadmium dalam beras di Indonesia cukup tinggi yaitu 0.07-0.09 mg/hari/orang dan apabila di konsumsi secara terus menerus dapat melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh FAO-WHO (0.06 mg/hr/orang).

Pencemaran Cd di sawah juga dialami di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah pada tahun 2004. Kadar Cd di sawah mencapai 0,21-0,40 mg/kg, sementara ambang batas Cd di tanah 0,50 mg/kg (Supriharyono 2009). Kasus ini diduga karena pabrik-pabrik yang ada di sekitar sawah membuang limbah Cd ke aliran irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah. Ada sekitar lima belas industri yang dicurigai sebagai penyebab terjadinya pencemaran.

Kerugian akibat cemaran kadmium tidak hanya terjadi pada tanaman padi di sawah yang tercemar, tetapi juga terhadap manusia dan hewan yang mengkonsumsi tanaman atau padi tersebut, karena itu kadmium perlu diwaspadai (Soemarwoto, 2001). Apabila kadmium masuk ke dalam tubuh maka sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati, dan ada sebagian yang dikeluarkan lewat saluran pencernaan (Slamet, 1996; USA Search, 1999). Hasil autopsi di USA menunjukkan bahwa absorpsi kadmium dalam tubuh masyarakat umum secara rata-rata 30 mg, yang


(23)

didistribusikan dalam ginjal 33 %, hati 14 %, paru-paru 2 %, dan pankreas 0,3 %, sisanya diekskresikan melalui saluran urine (Clarke, dkk,1981). Tingkat akumulasi kadmium tergantung pada jumlah dosis yang diberikan dan lama mengkonsumsi.

Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi Sumatera Selatan. Luas sawah irigasi di Kabupaten Musi Rawas 13.777 Ha. Daerah Irigasi Tugumulyo dengan total luas areal irigasi 10.163 Ha, dimana daerah layanannya mencakup dan meliputi beberapa kecamatan di Kabupaten Musi Rawas yaitu Kecamatan STL Ulu, Kecamatan Muara Beliti, Kecamatan Tugumulyo, Kecamatan Megang Sakti dan Kecamatan Purwodadi. Air irigasi di daerah ini banyak dipergunakan untuk kepentingan pertanian dan perikanan.

Irigasi Tugumulyo memiliki debit rata-rata 1,55 m/det, dan pada tahun 2011 Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Musi Rawas melakukan pemantauan kualitas air irigasi Tugumulyo dengan pengambilan sampel air pada dua titik lokasi yaitu Kecamatan Tugumulyo (Desa D Tegal rejo dan Desa Mataram) dan Kecamatan Purwodadi (Perbatasan U1 Pager Sari). Hasil penentuan status mutu air irigasi Tugumulyo adalah daerah hulu parameter air yang perlu mendapat perhatian salah satunya adalah kandungan kadmium sebesar 0,012 mg/l , untuk daerah daerah tengah kandungan kadmium sebesar 0,016 mg/l dan daerah Hulu kandungan kadmium sebesar 0,034 mg/l. Hasil ini melebihi kriteria Mutu Air Kelas III sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 16 tahun 2005 tentang Baku mutu lingkungan kualitas air sungai.


(24)

Faktor yang diduga merupakan penyebab pencemaran Cd pada air irigasi Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas adalah banyaknya penggunaan garam tembaga dalam persawahan, misalnya sebagai fungisida yang mengandung kadmium klorid untuk membasmi jamur pada padi dan penggunaan pupuk fospat, yaitu pupuk Tripel Super Phospat (TSP) dan Pupuk Super Phospat-36 ( SP-36) untuk tananam padi di persawahan yang terbawa ke air irigasi. Pupuk TSP terbuat dari bahan tambang batuan fosfat yang mengandung fosfor dan unsur-unsur lain, seperti logam kadmium (Cd). Kadar logam kadmium (Cd) dalam pupuk TSP yaitu antara 1-170 mg/kg (Roechan, 1982). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama pemakaian pupuk fospat akan menaikkan konsentrasi kadmium di atas permukaan tanah (Darmono,2001).

Pencemaran akibat pupuk yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, terus ke sungai, dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten meskipun konsentrasinya mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pupuk yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh air irigasi (Nailatus, 2012).

Kadmium terdapat dalam bahan baku pupuk P (anorganik) dengan kandungan sekitar 2-200 mg Cd per Kg (Vlamis et al.,1985 dalam Srivastava dan Gupta 1996). Kisaran Cd dalam superfosfat tripel (TSP) yang dibuat di pabrik dari bijih yang berasal dari sebelah Barat sebesar 50-200µg Cd/g (Mulla et al, 1980).


(25)

Adanya logam timbal (Pb), tembaga (Cu), dan kadmium (Cd) didalam tanah dapat diserap oleh tanaman sehingga jumlah logam-logam berat tersebut akan terakumulasi dalam tanaman selama pertumbuhan ( Sunarto, 1992).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui Pengaruh karakteristik penduduk ( lama konsumsi beras, lama tinggal, dan jenis kelamin ) dan kadar kadmium dalam beras terhadap kadar kadmium urine penduduk di Kabupaten Musi Rawas.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Pengaruh karakteristik penduduk (lama konsumsi beras, lama tinggal, dan jenis kelamin ) dan kadar kadmium dalam beras terhadap kadar kadmium urine penduduk di Kabupaten Musi Rawas.

1.4. Hipotesis

1. Ada Pengaruh lama konsumsi beras terhadap kadar kadmium urine penduduk di Kabupaten Musi Rawas.

2. Ada Pengaruh lama tinggal terhadap kadar kadmium urine penduduk di Kabupaten Musi Rawas.

3. Ada Pengaruh jenis kelamin terhadap kadar kadmium urine penduduk di Kabupaten Musi Rawas.


(26)

4. Ada Pengaruh kadar kadmium dalam beras terhadap kadar kadmium urine penduduk di Kabupaten Musi Rawas

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi pencemaran kadmium (Cd) pada air Irigasi di sekitar persawahan di Kabupaten Musi Rawas.

2. Sebagai informasi pencemaran kadmium (Cd) dalam beras yang berasal dari air Irigasi di sekitar persawahan di Kabupaten Musi Rawas.

3. Sebagai informasi kepada masyarakat di Kabupaten Musi Rawas yang mengkonsumsi beras hasil sawah irigasi Tugumulyo untuk kebutuhan pangan sehari -hari.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

2.1.1. Pengertian Air

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dengan fungsi yang tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lain. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan aktivitas-aktivitas lainnya (Achmad, 2004).

Berdasarkan Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air bahwa yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat dan dapat diminum langsung.

Di Indonesia, jumlah dan pemakaian air bersumber pada air tanah, air permukaan dan air atmosfer yang ketersediannya sangat ditentukan oleh air atmosfer atau sering dikenal dengan air hujan (Kusnoputranto, 2000).

2.1.2. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi air angkasa, air permukaan dan air tanah (Chandra, 2006).


(28)

2.1.2.1. Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Pada saat prepitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer yang disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbondioksida, nitrogen, dan amonia.

2.1.2.2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, sumur permukaan, sebagian besar berasal dari hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

2.1.2.3. Air Tanah

Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Presipitasi membuat air tersebut bergerak ke permukaan tanah dalam bentuk hujan, salju, dan lain-lain. Setelah kembali ke permukaan tanah, air kembali melewati siklus air melalui satu atau beberapa tahapan berikut ini :

• Evaporasi langsung kembali ke atmosfer

Air akan kembali membentuk uap/awan dan pada akhirnya akan jatuh kembali ke permukaan tanah.

• Aliran ke permukaan badan air

Air mengalir diatas permukaan tanah menuju kolam, parit, danau atau lautan. Air dari badan air akan berevaporasi kembali ke atmosfer, atau pada anak sungai/ parit dan akan berlanjut mengalir ke lautan.


(29)

• Meresap ke dalam tanah

Air dapat diserap oleh tumbuh-tumbuhan dan kemudian dikembalikan ke atmosfer dalam bentuk uap air setelah melewati transpirasi tanaman.

Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sumber air lain. Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu mengalami proses purifikasi atau penjernihan. Persediaan air tanah juga cukup tersedia sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu, air tanah juga memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibandingkan dengan sumber air lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral seperti magnesium, kalsium dan logam berat seperti besi yang dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu, untuk mengisap dan mengalirkan air ke atas permukaan diperlukan pompa.

2.1.3. Pemanfaatan Air

Dari sekian banyak manfaat air, jumlah air yang benar-benar dikonsumsi hanya sebagian kecil saja, yakni yang tergolong penyediaan air minum/bersih. Namun demikian dari kelompok ini pun, yang benar dikonsumsi sangat sedikit. Misalnya saja, orang hanya minum 2 liter/orang/hari, demikian pula jumlah air yang dikonsumsi hewan atau tumbuhan, hanya sedikit saja. Sebagian besar hanya digunakan sebagai media. Misalnya, penyediaan air bersih ini sebagian besar akan kembali kealam sebagai air bekas cucian, bekas membersihkan rumah, bekas menggelontor kotoran, bekas mandi, dll (Soemirat,2009).


(30)

Adapun kegunaan air adalah : 1. Air untuk minum

2. Air untuk keperluan rumah tangga 3. Air untuk industri

4. Air untuk mengairi sawah

5. Air untuk kolam perikanan, dll (Wardhana,2001)

Di dalam tubuh manusia sendiri, air berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan. Air diperlukan untuk menurunkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Sebagai contoh, oksigen perlu dilarutkan dahulu, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang ada di sekitar alveoli. Segala reaksi biokimia di dalam tubuh manusia/hewan terlaksana di dalam lingkungan air. Air sebagai bahan pelarut, membawa segala jenis makanan ke seluruh tubuh. Ringkasnya, dalam segala fungsi kehidupan seperti bereaksi terhadap segala stimulus, tumbuh, bermetabolisme, bereproduksi, air selalu memegang peranan penting. Kekurangan air menyebabkan penyakit batu ginjal dan kandung kemih, karena terjadi kristalisasi unsur-unsur yang ada di dalam cairan tubuh.

2.2. Persawahan

Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Namun, kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Sistem


(31)

irigasi diperlukan dan digunakan untuk mengairi sawah dengan menggunakan air yang berasal dari mata air, air sungai ataupun air hujan (Wikipedia, 2013).

Menurut Ariady (2009), berdasarkan pengairannya lahan sawah dibedakan menjadi : 1. Lahan Sawah Berpengairan (Irigasi)

Yaitu lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem irigasi, baik yang bangunan penyadap dan jaringan-jaringannya diatur dan dikuasai Dinas Pengairan PU maupun dikelola sendiri oleh masyarakat.

Lahan sawah irigasi terdiri atas : a. Lahan sawah irigasi teknis

b. Lahan sawah irigasi setengah teknis c. Lahan sawah irigasi sederhana d. Lahan sawah irigasi non PU

2. Lahan Sawah Tak Berpengairan (Non Irigasi)

Yaitu lahan sawah yang tidak memperoleh pengairan dari sistem irigasi tetapi tergantung pada air alam, seperti air hujan, pasang surutnya air sungai/air laut, dan air rembesan.

Lahan sawah non irigasi meliputi : a. Lahan sawah tadah hujan

b. Lahan sawah pasang surut

c. Lahan sawah lainnya, seperti lebak, polder, rembesan, lahan rawa yang dapat ditanami padi, dan lain-lain.


(32)

Sistem penanaman padi di sawah didahului oleh pengolahan tanah dan melakukan persemaian. Selanjutnya, tanah dilumpurkan dengan cara dibajak 2 sampai 3 kali. Kemudian, bibit hasil semaian ditanam. Pada penanaman padi di sawah, dosis pemupukan pada sawah tergantung pada jenis tanah, sejarah pemupukan dan varietas padi yang ditanam pada lokasi tersebut. Kendala pemupukan biasanya dialami petani karena biasanya pupuk yang diberikan tidak sesuai dosis. Pupuk adalah bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan unsur yang paling penting dan harus tersedia adalah unsur NPK. Namun, pembajakan dan pelumpuran tanah menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi.

2.3. Irigasi

Irigasi adalah usaha penyediaan,pengaturan dan pembuatan bangunan air untuk menunjang usaha pertanian, termasuk di dalamnya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan perternakan ( PLA,2009) Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Irigasi sendiri dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan air guna keperluan pertanian. Menurut Hoesein ( 1984 ) maksud dari irigasi dapat dibagi lagi sebagai berikut :

1. Untuk memberi air pada waktu tidak atau kurang turun hujan, sehingga tanaman dapat tetap tumbuh dengan baik.

2. Untuk mengatur suhu (temperatur ) tanah sehingga sesuai dengan kebutuhan tanaman.


(33)

3. Untuk membersihkan garam-garam dan racun yang berbahaya bagi tanaman dari dalam tanah.

4. Untuk meninggikan tanah (Kolmatase)

5. Untuk menaikkan muka air tanah pada tanah-tanah dimana muka air tanahnya terletak jauh di bawah permukaan.

6. Untuk melunakkan lapisan oleh tanah. 7. Untuk memupuk atau menggemukkan tanah.

Kebutuhan air irigasi adalah jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah. Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau L/detik/ha. Kebutuhan air belum termasuk efisiensi di jaringan tersier dan utama.Efisiensi ini dihitung dalam kebutuhan pengambilan air irigasi. Kebutuhan air irigasi yang dibutuhkan tanaman adalah 1,1 L/detik/ha (Endang,1992).

2.3.1. Kualitas Air Irigasi

Sifat dan kualitas air irigasi berpengaruh terhadap keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Konsentrasi total dana konsentrasi bahan-bahan tertentu perlu diketahui untuk penilaian sifat dan kualitas air.Kadar garam total merupakan kriteria tunggal yang terpenting dalam penilaian sifat dan kualitas air irigasi. Hal ini disebabkan karena tingkat salinitas larutan tanah pada dasarnya ditentukan oleh air irigasi (Bangun Harsoyo dan suhadi, 1982).


(34)

Untuk kegiatan pertanian kualitas air merupakan hal yang perlu di perhatikan agar tidak memberikan pengaruh negatif bagi tanaman. Air tidak hanya memberikan dampak positif bagi tanaman tetapi juga memberikan pengaruh negatif (meracuni) tanaman jika jika terdapat unsur yang melebihi ambang batas (Wisnu, 2001).

Kecocokan air irigasi tergantung pada kadar endapan dan unsur-unsur garam di dalamnya. Kadar saline (garam) yaitu seluruh konsentrasi garam-garaman, perbandingan sodium dengan unsur-unsur lainnya dan adanya kadar beracun khusus borax merupakan faktor-faktor yang terpenting (Mahida, 1986).

Faktor kimia yang menentukan kualitas air irigasi adalah: a. Keseluruhan jumlah kadar garam

b. Perbandingan Sodium dengan jumlah lainnya

c. Kadar ion beracun khusus seperti borax, konsentrasi bikarbonat dalam hubungannya dengan konsentrasi kalsium dan magnesium

Untuk menilai kualitas air irigasi dan kemampuannya untuk menimbulkan kondisi-kondisi kimiawi dan fisik yang berbahaya dalam tanah, biasanya ditentukan konsentrasi kalsium, magnesium, sodium, dan ion dasar yang utama (Mahida, 1986).

2.4. Pencemaran Air

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam


(35)

limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. 2.4.1. Polutan Air

Menurut Effendi (2003), polutan dikelompokkan menjadi dua berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, yaitu :

1. Polutan Alamiah

Polutan memasuki lingkungan (badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan fenomena alam lainnya.

2. Polutan Antropogenik

Polutan yang masuk ke lingkungan (badan air) akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan perkotaan, maupun kegiatan industri.

Berdasarkan sifat toksiknya, polutan dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Polutan Toksik

Polutan ini biasanya bukan berupa bahan-bahan yang alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan artifisial lainnya. Polutan ini dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian (sub-lethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik morfologi berbagai organisme akuatik.


(36)

2. Polutan Tidak Toksik

Polutan ini biasanya telah berada pada ekosistem secara alami yang terdiri dari bahan-bahan tersuspensi dan nutrien (unsur hara). Bahan tersuspensi dapat mempengaruhi sifat fisika perairan, antara lain meningkatkan kekeruhan sehingga menghambat penetrasi cahaya matahari. Keberadaan nutrien (unsur hara) yang berlebihan dapat memicu terjadinya eutrofikasi perairan dan pertumbuhan mikroalga dan tumbuhan air secara pesat, yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem akuatik secara keseluruhan.

2.4.2. Indikator Pencemaran Air

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang digolongkan menjadi :

a. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, adanya perubahan warna, bau dan rasa.

b. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.

c. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada di dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hidrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand), serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand).


(37)

1. pH atau konsentrasi ion hydrogen

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas normal akan bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5 (Effendi, 2003).

2. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)

Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfer atau dari reaksi fotosintesa alga. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesis alga tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh alga untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan atmosfir (Warlina, 2004).

Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan


(38)

terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Effendi, 2003).

3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand)

Dekomposisi bahan organik terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organik menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama yang berperan, sedangkan oksidasi bahan organik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu. Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.

Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibanding yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, deterjen, insektisida, dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit (Effendi, 2003). 4. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand)

COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol,


(39)

polisakarida, dan sebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD (Effendi, 2003).

2.4.3. Sumber Pencemaran Air

Menurut (Mukono, 2006), terdapat beberapa sumber pencemaran air yaitu : 1. Domestik (Rumah Tangga)

berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus, dan dapur. 2. Industri

Polutan yang dihasilkan tergantung pada jenis industrinya. Jenis polutan yang dapat mencemari air tergantung pada bahan baku, proses industri, bahan bakar, dan sistem pengelolaan limbah cair yang digunakan oleh industri tersebut.

3. Pertanian dan Perkebunan

Polutan airnya dapat berupa :

a. Zat kimia, misalnya berasal dari penggunaan pupuk dan pestisida.

b. Mikrobiologi, misalnya virus, bakteri, parasit yang berasal dari kotoran ternak dan cacing tambang di lokasi pertanian.

c. Zat radioaktif, berasal dari penggunaannya dalam proses pematangan buah, mendapatkan bibit unggul, dan mempercepat pertumbuhan tanaman.

Polutan air dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Fisik


(40)

b. Kimia

Bahan pencemar yang berbahaya antara lain merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), pestisida dan jenis logam berat lainnya.

c. Mikrobiologi

Berbagai macam bakteri, virus, parasit, dan lain-lainnya. Misalnya, berasal dari pabrik yang mengolah hasil ternak, rumah potong, dan tempat pemerahan susu sapi.

d. Radioaktif

Beberapa bahan radioaktif yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat menimbulkan pencemaran air.

2.5. Pencemaran Logam Berat

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terpisahkan dari benda-benda yang berasal dari logam. Logam digunakan untuk membuat alat perlengkapan rumah tangga, seperti sendok, garpu, pisau, dan berbagai jenis peralatan rumah tangga lainnya (Widowati, Sastiono & Jusuf 2008). Menurut Palar (2008), logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Sebagai contoh adalah merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), dan krom (Cr).


(41)

Polutan logam mencemari lingkungan, baik di lingkungan udara, air, dan tanah yang berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses alami antara lain siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi bisa memberikan kontribusi ke lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang bisa menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik lain yang mampu meningkatkan kandungan logam di lingkungan udara, air, dan tanah (Widowati, Sastiono & Jusuf, 2008).

2.5.1. Pencemaran Logam Berat pada Tanah

Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Jenis limbah yang berpotensi merusak lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat logam-logam berat. (Subowo dalam Widaningrum 2007) menyatakan bahwa adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut.

Kandungan logam berat dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh di atasnya, kecuali terjadi interaksi di antara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Menurut Darmono (2001), interaksi logam berat dan lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a) proses sorbsi atau desorbsi, b) difusi pencucian, dan c) degradasi.


(42)

2.5.2. Pencemaran Logam Berat pada Perairan

Banyak logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam dan jenis industri lainnya, dan juga dapat berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam (Darmono, 2001).

Di dalam air biasanya logam berikatan dalam senyawa kimia atau dalam bentuk logam ion, bergantung pada kompartemen tempat logam tersebut berada. Tingkat kandungan logam pada setiap kompartemen sangat bervariasi, tergantung pada lokasi, jenis kompartemen dan tingkat pencemarannnya. Telah banyak dilaporkan mengenai konsentrasi logam dalam air dan biota yang hidup di dalamnya. Biasanya tingkat konsentrasi logam berat dalam air dibedakan menurut tingkat pencemarannya, yaitu polusi berat, polusi sedang, dan non polusi. Suatu perairan dengan tingkat polusi berat biasanya memiliki kandungan logam berat dalam air, dan organisme yang hidup di dalamnya tinggi. Pada tingkat polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di dalamnya berada dalam batas marjinal. Sedangkan pada tingkat non polusi, kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya sangat rendah, bahkan tidak terdeteksi.Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Pencemaran logam berat dapat merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek ekologis, kerusakan ekosistem perairan akibat pencemaran


(43)

logam berat dapat ditentukan oleh faktor kadar dan kesinambungan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat toksisitas dan bioakumulasi. Pencemaran logam berat dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur komunitas perairan, jaringan makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik dan resistensi

Keberadaan kadmium pada air irigasi menyebabkan sukar didegradasi oleh mikroorganisme air sehingga kadmium masuk melalui jaringan tanaman.Kadmium akan terlarut dan sebagian lagi meresap ke dalam tanah dan ada juga yang masuk ke metabolisme tanaman dan akan terakumulasi pada semua jaringan.

2.5.3. Siklus Biogeokimia Logam Berat dalam Lingkungan Perairan

Untuk mengukur pencemaran logam berat dalam lingkungan perairan, baik pengaruh jangka pendek maupun jangka panjang, maka perlu diketahui sifat dari siklus biogeokimiawi logam berat tersebut. Siklus perputaran logam berat dalam air dapat dipelajari dengan model konsep dari sistem kehidupan air yang terdiri dari sejumlah kompartemen dan peragaan alur dari perpindahan logam tersebut.

Hart dan lake (dalam Darmono 2001) mengatakan bahwa ada 4 kompartemen yang terlihat dalam siklus biogeokimiawi logam dalam air, yaitu sebagai berikut:

1. Kompartemen logam yang terlarut ialah ion logam bebas, kompleks, dan koloidal ikatan senyawanya.

2. Kompartemen partikel abiotik, terdiri dari bahan kimia inorganik dan organik. 3. Kompartemen partikel biotik, terdiri dari fitoplankton dan bakteria di dalam laut

dengkal dan laut dalam, daerah pantai, serta muara sungai yang menempel pada tanaman.


(44)

4. Kompartemen sedimen di dasar air, merupakan kompartemen terbesar dari logam berat pada setiap ekosistem air.

Untuk mengetahui proses perpindahan logam berat yang melibatkan transformasi dan transpor dari kompartemen satu ke lainnya di dalam suatu lingkungan perairan, perlu mempelajari hal sebagai berikut:

1. Bentuk fisika-kimia dari logam yang terdapat di dalam setiap kompartemen. 2. Proses yang menstimuli terjadinya transportasi logam dalam sistem tersebut. 3. Suatu proses perpindahan logam dalam suatu kompartemen ke kompartemen

lainnya.

4. Suatu kejadian logam berat berinteraksi dengan biota air.

Tabel 2.1. Bentuk Senyawa Logam Cd, Hg, Pb dan As dalam yang Diaerasi Jenis Air

Logam Air Laut Air SungaiAlkalinitas Rendah

Air Sungai Alkalinitas Tinggi

Cd (II) Hg ( II ) Pb (II) AS (V) Cl Kompleks Cl Kompleks Cl,CO3, OH Kompleks HAsO4²ˉ Kation Bebas Kation Bebas Kation Bebas HAsO4ˉ O3 Kompleks OH Kompleks

CL,CO3, OH Kompleks HAsO4²ˉ

Sumber: Turner dkk. ( 1981)

Sifat atau tingkah laku logam dalam lingkungan perairan sangat bergantung dari karakterisasi logam yang bersangkutan atau lazim di sebut spesiasi logam. Ikatan logam berat dalam suatu bentuk senyawa kimiawi di dalam air sangat berbeda - beda tergantung pada jenis airnya.


(45)

2.6. Kadmium (Cd)

2.6.1. Pengertian dan Sifat

Kadmium adalah suatu unsur alami di dalam kerak bumi.Biasanya ditemukan sebagai mineral dikombinasikan dengan unsur-unsur lain seperti oksigen (kadmium oksida-CdO), klor (kadmium klorida-CdCl2),atau belerang (kadmium sulfida-CdSO4) (ATSDR, 2007). Kadmium pertama kali ditemukan oleh Stromeyer pada tahun 1817 dan ada dalam kandungan murni seng karbonat. Sebagian besar kadmium terdapat pada kandungan Zn yang digunakan pada beberapa dan kadmium dapat terlepas dari Zn bila di panaskan. Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunak, termasuk golongan II B tabel berkala dengan konigurasi elekron [Kr] 4d105s2. unsur ini bernomor atom 48, mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik didih dan titik lelehnya berturut-turut 765˚C dan 320,9˚C. Kadmiun (Cd) merupakan racun bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi kadmium (Cd) yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air minum dan polusi udara.

Beberapa senyawa kadmium sebagai kadmium sulfide, karbonat dan oksidanya bersifat tidak larut dalam air.Namun pada beberapa data menunjukkan senyawa ini larut dalam cairan biologis pada gastrointestinal dan paru-paru. Beberapa kadmium terdapat dalam mamalia, burung, dan ikan yang kemungkinan berikatan dengan molekul protein (WHO, 1992).


(46)

Pemasukan kadmium (Cd) melalui makanan adalah 10 – 40 μg/hari, sedikitnya 50% diserap oleh tubuh. Rekomendasi pemasukan kadmium (Cd) menurut gabungan FAO/WHO dengan batas toleransi tiap minggunya adalah 420 μg untuk orang dewasa dengan berat badan 60 kg. Pemasukan kadmium (Cd) rata-rata pada tubuh manusia ialah 10 – 20 % dari batas yang telah direkomendasikan.

Unsur kadmium (Cd) dapat mengurangi serapan ion-ion hara karena daya afinitas yang tinggi dari logam berat tersebut pada kompleks pertukaran kation. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3). Di perairan, kadmium (Cd) akan mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut.

Kadmium (Cd) dari hasil sampingan peleburan dan refining bijih Zn rata-rata memiliki kadar kadmium (Cd) sebesar 0,2 – 0,3%. Sumber lain adalah dari penggunaan sisa lumpur kotor sebagai pupuk tanaman yang kemudian terbawa oleh aliran angin dan air.

Karakteristik kadmium (Cd) yang lainnya adalah bila dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion OH-, ion-ion Cd2+ akan mengalami pengendapan. Endapan yang terbentuk biasanya dalam bentuk senyawa terhidratasi yang berwarna putih. Bila logam kadmium (Cd) digabungkan dengan senyawa karbonat, fosfat, arsenat dan oksalat-ferro sianat maka akan terbentuk senyawa berwarna kuning (Palar,2008).


(47)

Adapun sifat fisik dan sifat kimia kadmium (Cd), yaitu : 1) Sifat Fisik

a. Logam berwarna putih keperakan b. Mengkilat

c. Lunak/Mudah ditempa dan ditarik d. Titik lebur rendah

e. Akan kehilangan kilapnya jika berada dalam udara yang basah atau lembab dan akan mengalami kerusakan bila terkena uap amonia dan sulfur hidroksida 2) Sifat Kimia

a. Cd tidak larut dalam basa

b. Larut dalam H2SO4 encer dan HCl encer Cd c. Cd tidak menunjukkan sifat amfoter

d. Bereaksi dengan halogen dan nonlogam seperti S, Se, P e. Cd adalah logam yang cukup aktif

f. Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan membentuk asap coklat CdO g. Memiliki ketahanan korosi yang tinggi

h. CdI2 larut dalam alkohol 2.6.2. Sumber Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) yang terdapat di dalam lingkungan pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng (Zn), timah (Pb), dan kobalt (Co) serta kuprum (Cu). Sementara dalam kadar tinggi, kadmium (Cd) berasal dari emisi


(48)

industri, antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng (Zn), dan timbal (Pb).

Sumber pencemaran dan paparan kadmium (Cd) berasal dari polusi udara, keramik berglazur, rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar kadmium (Cd), fungisida, pupuk, serta cat. Paparan dan toksisitas kadmium (Cd) berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok yang mengandung kadmium (Cd), perokok pasif, plastik berlapis kadmium (Cd), serta air minum (Widowati, Sastiono & Jusuf, 2008).

Dalam lingkungan,menurut Clark (1986) sumber kadmium (Cd) yang masuk ke perairan berasal dari:

1) Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng. 2) Air bilasan dari elektroplating.

3) Besi, tembaga dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.

4) Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % Cd sebagai bahan ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.

5) Pupuk fosfat dan endapan sampah 2.6.3. Kegunaan Kadmium (Cd)

Ratusan mikogram logam kadmium dimungkinkan dapat diukur dalam jumlah kecil dari ginjal, limbah lumpur dan plastik tetapi hanya beberapa nanogram (atau lebih) logam kadmium dapat ditentukan dalam sampel air dan udara. Berbagai tehnik dibutuhkan untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menganalisis sampel. Secara umum tehnik yang sesuai untuk menentukan kadmium di lingkungan dan material


(49)

biologi tidak dapat dipisahkan antar senyawa yang berbeda. Dengan tehnik pemisahan yang khusus, kadmium dalam protein dapat diisolasi dan diidentifikasi. Berbagai studi konsentrasi atau sejumlah kadmium dalam air, udara, tanah, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan lainnya atau material biologi dapat ditentukan sebagai elemen (WHO, 1992).

Logam ini telah digunakan semenjak tahun 1950. Prinsip dasar dalam penggunaan kadmium adalah sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada electroplating. Namun sebagian dari substansi logam kadmium ini juga digunakan untuk solder dan alloy-alloynya digunakan pada baterai. Penggunaan kadmium dan persenyawaannya seperti Cd-Sulfat (CdSO4) dan Cd-bromida (CdBr) juga digunakan dalam industri pencelupan, fotografi, dan lain-lain (Palar, 2004).

Kadmium (Cd) merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untuk electroplating (pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena kadmium (Cd) memiliki keistimewaan non korosif. Kadmium (Cd) banyak digunakan dalam pembuatan alloy, pigmen warna pada cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati, Sastiono & Jusuf, 2008).

Pemanfaatan kadmium (Cd) dan persenyawaannya meliputi: a. Senyawa CdS dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna. b. Senyawa Cd sulfat (CdSO4

c. Senyawa Cd-bromida dan Cd-ionida yang digunakan untuk fotografi.

) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil.


(50)

d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan pembuatan tetraetil-Pb.

e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian polivinilkorida sebagai bahan untuk stabilizer.

Kadmium (Cd) dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri tekstil.

2.6.4. Kadmium dalam Lingkungan

Logam kadmium dan dan bermacam-macam bentuk persenyawaannya dapat masuk ke lingkungan, terutama sekali merupakan efek sampingan dari aktivitas yang dilakukan manusia. Semua bidang industri yang melibatkan kadmium dalam proses operasional industrinya menjadi sumber pencemaran kadmium. Konsentrasi kadmium dalam air buangan berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Klein pada tahun 1974 (Palar, 2008) adalah sebagai berikut tabel 2.3:

Tabel 2.2. Kandungan Kadmium dalam Berbagai Jenis Air Buangan

Jenis Industri Konsentrasi Cd(µ/l)

Pengolahan Roti Pengolahan Ikan Makanan Lain Makanan Ringan Pencelupan tekstil Bahan Kimia Pengolahan Lemak Bakery Minuman Es Cream

Pengolahan dan pencelupan binatang Laundry 11 14 6 3 30 27 6 2 5 31 115 134


(51)

Logam kadmium juga mengalami biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan, manusia). Logam ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia bersama makanan yang telah terkontaminasi oleh kadmium. Dalam biota air jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan perairan. Di samping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah kadmium yang terakumulasi. Pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi kadmium yang lebih tinggi, sedangkan pada biota top level merupakan tempat akumulasi paling besar. Bila jumlah kadmium yang masuk telah melebihi baku mutu maka biota dari suatu level atau strata tersebut akan mengalami kematian atau kepunahan. Keadaan inilah yang menjadi penyebab kehancuran suatu tatanan sistem lingkungan (ekosistem) karena salah satu mata rantainya telah hilang (Connel & Miller,2001).

Kadmium (Cd), Timbal (Pb), dan Merkuri (Hg) serta logam berat lainnya bersifat bioakumulatif, biomagnifikasi (Biological Magnification), toksik dan karsinogenik; sehingga pajanan (exposure) logam berat di lingkungan dapat terakumulasi pada jaringan tubuh mahkluk hidup yang berada di lingkungan tersebut, sehingga apabila mencapai konsentrasi toksik dapat meracuni semua komponen biotik (hewan,tumbuhan, maupun manusia) dan melalui rantai makanan terjadi pelipatgandaan kandungan bahan pencemar oleh organisme pada struktur topik yang lebih tinggi.


(52)

Polutan logam kadmium mencemari lingkungan, baik lingkungan udara, air, dan tanah yang berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Perjalanan logam kadmium sampai ke tubuh manusia dapat di gambarkan sebagai berikut (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Perjalanan Logam Sampai ke Tubuh Manusia

Sumber : Widowati, Sastiono, & Jusuf (2008)

2.6.5. Akumulasi Kadmium pada Tanaman

Distribusi kadmium pada tumbuhan mempunyai karakter yang stabil dan tidak tergantung pada konsentrasi dalam tanah. Bagian tumbuhan yang mengakumulasi kadmium paling besar yaitu pada akar, sedangkan pada organ vegetatife dan

Batuan, Gunung Berapi Industri

Limbah Logam

Darat Sungai Laut Udara

Pertanian, Perternakan

Fitoplankton Kolam

Pangan

Tanaman,Hewan

Zooplankton Air Ikan

Minum


(53)

reproduksi jumlahnya jauh lebih sedikit. Alasan mengapa akar mampu mengakumulasi kadmium paling tinggi, karena kadmium disimpan dalam vakuola sel-sel akar, sehingga menggurangi toksisitas, dan ini merupakan respon alami tumbuhan terhadap zat toksik (Marthini, 2005).

Setiap tanaman memiliki perbedaan sensitivitas terhadap logam berat dan setiap tanaman juga memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat (Alloway dalam darmono, 2001).

Melalui rantai makanan akan terjadi pemindahan dan peningkatan kadar logam berat pada tingkat trofik (pemangsa) yang lebih tinggi. Manusia sebagai konsumen hasil tanaman, baik jenis biji-bijian (misalnya beras,jagung), daun (misalnya bayam, kangkung), maupun umbi (misalnya ketela, ubi), dapat terkontaminasi logam berat melalui rantai makanan ini. Di dalam tubuh, logam berat akan terakumulasi, sehingga kadarnya akan jauh lebih tinggi dari kadar logam berat tersebut pada sumbernya.

Bila tanaman hidup pada tanah yang tercemar oleh logam berat walaupun kadarnya rendah, tetapi dapat terakumulasi dalam sistem jaringan tanaman, karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap unsur mineral termasuk logam berat. Selain dari tanah, tanaman juga dapat terkontaminasi logam berat dari udara dan diserap melalui daun.

Menurut Priyanto dan Prayitno (2007), mekanisme penyerapan dan akumulasi kadmium oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang saling berkesinambungan, sebagai berikut :


(54)

1. Penyerapan oleh akar

Tanaman dapat menyerap kadmium, maka kadmium harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar.

2. Translokasi kadmium dari akar ke bagian tanaman lain.

Setelah kadmium menembus endodermis akar, kadmium atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem dan floem) ke bagian tanaman lainnya.

3. Lokalisasi kadmium pada sel dan jaringan.

Hal ini bertujuan untuk menjaga agar kadmium tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan kadmium tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar.

Logam berat Cd digolongkan ke dalam logam berat non-esensial yang sangat potensil sebagai polutan adalah kadmium yang telah terakumulasi di dalam tanah dan sedimen. Walaupun kadmium adalah unsur non-esensial terhadap tumbuh tumbuhan, unsur ini dengan mudah diabsorpsi dan diakumulasi oleh berbagai tanaman. Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium (Cd) dalam tubuh terakumulasi dalam ginjal dan hati terutama terikat sebagai metalothionein. Metalothionein mengandung asam amino sistein, dengan Cd terikat dengan gugus


(55)

sulfhidril (-SH) dalam enzim karboksil sisteinil, histidil, hidroksil dan fosfatil dari protein dan purin. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd dan protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim (Darmono, 1995).

Soepardi (1983) dalam Barchia, (2009) menyatakan kisaran kadmium sebagai pencemar dalam tanah adalah 0,1-7 ppm dan kisaran kadmium dalam tanaman adalah 0,2-0,8 ppm. Sedangkan menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), kandungan kadmium dalam tanah dengan kriteria sangat tinggi >100, kriteria tinggi 50-100, kriteria sedang 30-50, kriteria rendah 5-30, dan kriteria sangat rendah <5 ppm. Masuknya kadmium kedalam sistem metabolisme manusia dan hewan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Masuknya kadmium secara langsung terjadi bersama air minum, bersama dengan udara yang dihirup. Masuknya kadmium secara tidak langsung terjadi bersama dengan bahan makan dimakan. Kadmium masuk tubuh manusia dengan perantaraan tumbuhan yang menyerap kadmium dan memasukkannya dalam jaringan yang dimakan manusia. Masuknya kadmium dalam jumlah yang membahayakan lewat rantai makanan pendek tanaman ke manusia disebut pencemaran dakhil (internal pollution) (Notohadiprawiro, 2006).

Sumber pencemaran logam berat pada tanaman, yaitu ( Verloo, 1993): 1. Air

Air yang tercemar logam akan diserap oleh akar tanaman bersama dengan nutrisi lainnya dan ditimbun oleh jaringan.


(56)

2. Tanah

Pencemaran logam berat pada tanah daratan sangat erat hubungannya dengan pencemaran udara dan air.

3. Pupuk

Pupuk TSP mengandung unsur fosfor (P) dan unsur logam berat lainnya, seperti kadmium (Cd) dan hampir seluruhnya larut dalam air sehingga dapat segera diserap oleh tanaman ( Rinsema, 1983).

Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya dalah sifat logam berat yang tidak dapat dihancurkan ( non degradabl ) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sekitarnya. Akibatnya, logam-logam tersebut akan terakumulasi dan mengendap membentuk senyawa kompleks bersama bahan-bahan organik dan dan anorganik ( Dahuri, 1996).

Smith (1981) menyebutkan bahwa sejumlah besar logam berat dapat terasosiasi dengan tumbuhan tinggi. Diantaranya ada yang dibutuhkan sebagai unsur mikro (Fe, Mn dan Zn) dan logam berat lainnya yang belum diketahui fungsinya dalam metabolisme tumbuhan (Pb, Cd dan Ti). Lebih lanjut Smith (1981) menyatakan bahwa semua logam berat berpotensi mencemari tumbuhan dan gejala akibat pencemaran logam berat, yakni: klorosis dan nekrosis pada ujung dan sisi daun serta busuk daun yang lebih awal, akan tetapi menurut Kuperman dan Carreiro (1997) kontaminasi logam berat dalam tanah akan merugikan dan mempengaruhi aktivitas dan jumlah mikroorganisme, sehingga mempengaruhi proses penguraian dan perputaran zat makanan bagi tumbuhan. Kozlowski et al. (1991) menyatakan bahwa


(57)

pencemaran udara terhadap tanaman dapat mempengaruhi: pertumbuhan, yaitu dengan mengurangi pertumbuhan kambium, akar dan bagian reproduktif.

Kadmium masuk ke dalam jaringan tanaman dari air dan tanah yang diabsorpsi melalui akar yang kemudian ditimbun dalam daun, sedangkan kadmium dari udara tertahan pada permukaan daun, yang jumlahnya cukup besar pada daun yang permukaannya kasar ataupun daun yang berbulu.

Jumlah kadmium dalam jaringan tanaman sangat bervariasi, bergantung pada spesies tanaman. Kadmium yang diserap dari dalam tanah, yang kemudian tertimbun di dalam biji jumlahnya lebih besar daripada dalam daun.

2.6.6. Jalur Pemajanan Kadmium 1. Inhalasi

Paparan melalui inhalasi terutama terjadi di tempat kerja. Senyawa kadmium yang terhirup sebagai partikel baik sebagai asap dengan ukuran sangat kecil atau sebagai debu. Setelah paparan inhalasi, penyerapan senyawa kadmium sangat bervariasi dan tergantung ukuran partikel dan kelarutan kadmium tersebut. Besar partikel, debu (> 10 um diameter) cendrung masuk dan menembus ke dalam alveoli. Sementara senyawa kadmium terlarut (CdCl2 dan CdSO4) dapat mengalami penyerapan terbatas disbanding dengan partikel. Hanya sekitar 5% dari partikel 10 μm akan disimpan dalam alveoli dan akan diserap. Ukuran partikel merupakan penentu utama penyebab kadmium dalam paru-paru. (ATSDR, 2010) pada manusia , 10-30% debu kadmium akan diserap, 25-50% akan diserap melalui asap rokok. Kadmium akan masuk melalui saluran pernapasan, kemudian diendapkan pada


(58)

mukosa nasofaring, trakea, bronkus kemudian akan masuk lagi ke alveoli dan alveoli akan diserap oleh darah (Widiowati, 2008).

2. Oral

Penyerapan kadmium melalui makanan pada asupan makan dan status zat besi dalam tubuh. Di Eropa dan Amerika penyerapan kadmium secara oral rata-rata 1,2-25 ug/hari. Penyerapan kadmium dari saluran pencernaan biasanya sekitar 5%.

Penyerapan dipengaruhi faktor yaitu : a. Umur

Pada dewasa 2 kali lebih cepat dari anak-anak. Sebagai racun kumulatif, kadmium meningkatkan beban tubuh.

b. Jenis Kelamin

Perempuan memiliki kandungan kadmium lebih tinggi dari laki-laki. c. Merokok

Perokok memiliki kadar kadmium lebih tinggi dari bukan perokok karena: - Rokok berisi 2,0 mg kadmium, 2-10% dari yang ditransfer asap utama - Kadmium asap rokok utama , hampir 50% diserap paru-paru ke sirkulasi

sistemik selama merokok aktif.

- Perokok biasanya memiliki darah kadmium dan beban tubuh lebih dari dua kali lipat yang tidak merokok

d. Status Gizi


(59)

3. Kulit

Penyerapan kadmium melalui kulit sangat rendah sekitar 0.5%. kontak dengan kulit akan semakin parah bila terpapar selama beberapa jam atau lebih (ATSDR) 2.6.7. Waktu Paruh dalam Tubuh

Kadmium memiliki banyak efek diantaranya kerusakan ginjal dan karsiogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam kadmium dalam ginjal membentuk komplek dengan protein. Waktu paruh dari kadmium dalam lingkungan adalah 10-30 tahun sedangkan waktu paruh kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan. Kadmium bisa juga menyebabkan kekacauan pada metabolisme kalsium yang pada akhirnya mengalami kekurangan kalsium pada tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada persendian tulang belakang, tulang kaki) dan bittlebones (kerusakan tulang) (Widowati,2008)

2.6.8. Efek Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) menjadi populer sebagai logam berat yang berbahaya setelah timbulnya pencemaran sungai di wilayah Toyama Jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Pencemaran kadmium pada air minum di Jepang menyebabkan penyakit “itai-itai”. Gejalanya ditandai dengan ketidaknormalan tulang dan beberapa organ tubuh menjadi mati. Keracunan kronis yang disebabkan oleh kadmium (Cd) adalah kerusakan sistem fisiologis tubuh seperti pada pernapasan, sirkulasi darah, penciuman, serta merusak kelenjar reproduksi, ginjal, jantung dan kerapuhan tulang (Palar, 2008).


(60)

Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang sangat berbahaya karena tidak dapat dihancurkan oleh organisme hidup dan dapat terakumulasi ke lingkungan, membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi (Rochyatun dan Rozak, 2007).

Dijelaskan oleh Zhou et al., (2008) bahwa aktivitas manusia (antropogenik) merupakan penyebab utama kontaminasi logam berat kadmium (Cd) pada lingkungan perairan dan menyebabkan gangguan pada sistem biologis karena dapat terakumulasi dengan mudah dalam sedimen maupun organisme.

Kadmium (Cd) tidak diketahui memiliki fungsi biologis di dalam sel tetapi memiliki sifat reaktif yang sangat tinggi dan dapat menginaktifkan berbagai macam aktivitas enzim yang diperlukan oleh sel. Setelah diabsorbsi, logam berat kadmium (Cd) akan terakumulasi di dalam organ target yang utamanya adalah ginjal kemudian menimbulkan toksisitas (Rico et al., 2007).

a. Efek Kadmium (Cd) terhadap Tumbuhan dan Hewan

Kadmium (Cd) aliran limbah dari industri terutama berakhir di tanah dan badan air. Hal ini dapat berasal dari produksi misalnya seng, implikasi bijih fosfat dan pupuk. Kadmium (Cd) juga terdapat di udara melalui pembakaran sampah rumah tangga dan pembakaran bahan bakar fosil. Sumber lain yang penting dari emisi kadmium (Cd) adalah produksi pupuk fosfat buatan. Bagian dari kadmium (Cd) yang berakhir di tanah setelah pupuk diterapkan pada lahan pertanian dan sisanya dari kadmium (Cd) yang berakhir di permukaan air ketika limbah dari produksi pupuk dibuang oleh perusahaan produksi. Kadmium (Cd) dapat diangkut melalui jarak yang


(61)

jauh ketika diserap oleh lumpur. Lumpur ini kaya kadmium (Cd) yang dapat mencemari air permukaan maupun tanah.

Adanya Kadmium di dalam tanah yang tinggi akan menyebabkan kemungkinan terserap tanaman melebihi ambang batas yang ditentukan.Sedangkan nilai kritis tanaman terhadap logam berat Kadmium yaitu 5-10 mg Cd/kg, pada hewan 0,5-1 mg Cd/kg, sedang pada tanah sebesar 3 mg Cd/kg sehingga apabila kandungan Kadmium baik pada tanaman, hewan,ataupun tanah melebihi nilai kritis tersebut, maka Kadmium akan terakumulasi (Mengel and Kirby, 1987).

Kadmium (Cd) dapat terserap untuk bahan organik dalam tanah. Ketika kadmium (Cd) hadir di tanah itu bisa sangat berbahaya, karena serapan melalui makanan akan meningkat. Tanah yang diasamkan meningkatkan serapan kadmium (Cd) oleh tanaman. Hal ini merupakan potensi bahaya binatang yang tergantung pada tanaman untuk bertahan hidup. Kadmium (Cd) dapat terakumulasi dalam tubuh binatang tersebut, terutama ketika makan beberapa tanaman. Sapi mungkin memiliki jumlah besar kadmium (Cd) dalam ginjalnya karena ini. Cacing tanah dan organisme tanah penting lainnya sangat rentan untuk keracunan kadmium (Cd). Cacing bisa mati pada konsentrasi sangat rendah dan memiliki konsekuensi bagi struktur tanah. Ketika konsentrasi kadmium (Cd) di tanah tinggi mereka dapat mempengaruhi proses mikroorganisme tanah dan ancaman ekosistem seluruh tanah (Khan, 2008).

Dalam ekosistem air kadmium (Cd) dapat terakumulasi dalam remis, tiram, udang, lobster dan ikan. Kerentanan terhadap kadmium (Cd) dapat sangat bervariasi antara organisme perairan. Organisme air laut dikenal lebih tahan terhadap keracunan


(62)

kadmium daripada organisme air tawar. Hewan yang makan atau minum kadmium (Cd) kadang-kadang mendapatkan tekanan darah tinggi, penyakit hati dan saraf atau kerusakan otak.

b. Efek Kadmium (Cd) terhadap Kesehatan Manusia

Menurut Darmono (2001), efek kadmium (Cd) terhadap kesehatan manusia dapat bersifat akut dan kronis. Kasus keracunan akut kadmium (Cd) kebanyakan melalui saluran pernapasan, misalnya menghisap debu dan asap kadmium (Cd) terutama kadmium oksida (CdO). Gejala yang timbul berupa gangguan saluran pernapasan, mual, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang.

Logam berat Cd, Pb, dan Hg membahayakan kesehatan melalui rantai makanan.Hewan dengan mudah menyerap kadmium, timbal, dan merkuri dari makananan dan terakumulasi dalam jaringan ginjal, hati, dan alat-alat reproduksi (Withghot and Brennan 2007, Plaa 2007, Kosnett 2007). Logam berat Cd, Pb, dan Hg diabsorbsi dalam bentuk ion-ion Cd, Pb, dan Hg terlarut ( Katzung 2007, Wisnu dan Ati 2001).

Adapun sifat karsinogenik menyebabkan logam ini berpotensi menimbulkan kanker pada berbagai organ mahkluk hidup.Polutan Cd, Pb, dan Hg dapat mencemari lingkungan perairan,udara maupun tanah, namun kontaminan tersebut pada akhirnya berujung di air, maka lingkungan air menjadi perhatian tertinggi dalam monitoring lingkungan. Di perairan sungai Cd,Pb, dan Hg dapat terakumulasi di sedimen,di air, maupun pada biota sungai (Withghot and Brennan 2007, Argawala 2006, Soemirat 2005, Wardhana 2004).


(63)

Keracunan kronis terjadi bila memakan kadmium (Cd) dalam waktu yang lama. Gejala akan terjadi setelah selang waktu beberapa lama dan kronis seperti: a. Keracunan pada nefron ginjal yang dikenal dengan nefrotoksisitas, yaitu gejala

proteinuria atau protein yang terdapat dalam urin, juga suatu keadaan sakit dimana terdapat kandungan glukosa dalam air seni yang dapat berakibat kencing manis atau diabetes yang dikenal dengan glikosuria, dan aminoasidiuria atau kandungan asam amino dalam urine disertai dengan penurunan laju filtrasi (penyaringan) glumerolus ginjal.

b. Kadmium (Cd) kronis juga menyebabkan gangguan kardiovaskuler yaitu kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah maupun tekanan darah yang meningkat (hipertensi). Hal tersebut terjadi karena tingginya aktifitas jaringan ginjal terhadap kadmium (Cd). Gejala hipertensi ini tidak selalu dijumpai pada kasus keracunan kadmium (Cd) kronis.

c. Kadmium (Cd) dapat menyebabkan keadaan melunaknya tulang yang umumnya diakibatkan kurangnya vitamin B yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal yang dikenal dengan nama osteomalasea atau penyakit Itai-itai . Kekurangan kalsium dapat menyebabkan osteoporosis sehingga orang tidak dapat berdiri dengan tegak tetapi membungkuk.

Efek kronis terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Peristiwa ini terjadi karena kadmium (Cd) yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir oleh tubuh. Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa


(64)

kadmium (Cd) tidak dapat lagi ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium (Cd) dalam tubuh. Efek kronis dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok (Palar, 2008), yaitu:

a) Efek Kadmium (Cd) terhadap Ginjal

Ginjal merupakan organ utama dari dari sistem urinaria hewan tingkat tinggi dan manusia. Pada organ ini terjadi peristiwa akumulasi dari bermacam-macam bahan termasuk logam kadmium (Cd). Kadmium (Cd) dapat menimbulkan gangguan dan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal terutama ekskresi protein. Kerusakan ini dapat dideteksi dari tingkat atau kandungan protein yang terdapat dalam urin. Petunjuk lain berupa adanya asam amino dan glukosa dalam urin, ketidaknormalan kandungan asam urat serta kalsium (Ca) dan posfor (P) dalam urin.

b) Efek Kadmium (Cd) terhadap Paru-paru

Keracunan yang disebabkan oleh kadmium (Cd) lebih tinggi bila terinhalasi melalui saluran pernapasan daripada saluran pencernaan. Efek kronis kadmium (Cd) akan muncul setelah 20 tahun terpapar kadmium (Cd). Akan muncul pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema) dengan gejala awal gangguan saluran napas, mual, muntah dan kepala pusing.

c) Efek Kadmium (Cd) terhadap Tulang

Serangan yang paling hebat karena kadmium (Cd) adalah kerapuhan tulang. Efek ini telah menggoncangkan dunia internasional sehingga setiap orang dilanda rasa takut terhadap pencemaran. Efek ini timbul akibat kekurangan kalsium dalam makanan yang tercemar kadmium (Cd), sehingga fungsi kalsium darah digantikan


(65)

oleh logam kadmium (Cd) yang ada. Pada akhirnya kerapuhan pada tulang-tulang penderita yang dinamakan itai-itai disease.

d) Efek Kadmium (Cd) Terhadap Darah dan Jantung

Efek kronis kadmium (Cd) dapat pula menimbulkan anemia karena CdO. Penyakit ini karena adanya hubungan antara kandungan kadmium (Cd) yang tinggi dalam darah dengan rendahnya hemoglobin.

e) Efek Kadmium (Cd) Terhadap Sistem Reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh kadmium (Cd) juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu kadmium (Cd) dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar uap logam kadmium (Cd) dapat mengakibatkan impotensi. Impotensi yang terjadi dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testoteron dalam darah.

2.6.9. Kadmium dalam Tubuh

2.6.9.1. Penyerapan (Absorpsi) Kadmium

Menurut Widowati, Sastiono & Jusuf, (2008), kadmium (Cd) dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:

a. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara b. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan

atau minuman

c. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar kadmium (Cd) d. Melalui rantai makanan


(66)

e. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium (Cd).

Absorpsi Kadmium dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap yaitu:

a. Penyerapan kadmium dari lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel mukosa.

b. Transpor kadmium ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan terutama di deposit di hati dan ginjal. Seperti halnya Zn kadmium memiliki afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi pada jaringan testis jauh lebih tinggi pada jaringan lain.

2.6.9.2. Distribusi Kadmium

Setelah kadmium memasuki darah kemudian didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Pengikatan kadmium dalam jaringan bisa menyebabkan lebih tingginya konsentrasi kadmium dalam jaringan tersebut.Ikatan kovalen bersifat nonreversible dan akan memberikan efek toksik, sedangkan ikatan non kovalen bersifat reversible. Ikatan non kovalen terdiri dari :

a. Protein plasma yang bisa mengikat senyawa asing (kadmium) sehingga sulit untuk didistribusikan ke ruang ekstravaskular.

b. Hepar dan ginjal memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk mengikat kadmium. Pengikatan kadmium bisa meningkatkan konsentrasinya dalam organ.

Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap hepar dan ginjal. Pada umumnya sekitar 50-75% dari beban kadmium dalam tubuh terdapat pada kedua organ tersebut (Widowati,Sastiono, & Jususf,2008).


(67)

2.6.9.3. Bio Transformasi (Metabolisme) Kadmium dalam Tubuh

Metabolisme atau proses fisiologis tubuh, dikenal dengan juga dengan transformasi biologis (Bio-transformasi). Metabolisme merupakan suatu proses atau peristiwa kinerja yang terjadi dalam tubuh setiap organisme hidup. Metabolisme atau bio- transformasi dari bahan-bahan beracun merupakan faktor penentu utama terhadap daya racun dari zat terkait. Melalui proses bio-transformasi ini, bahan-bahan beracun seperti kadmium yang masuk dalam tubuh akan mengalami peningkatan daya racun yang dimilikinya. Karena dalam peristiwa ini, setiap zat atau mineral yang masuk akan diolah dan diubah menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana.

Proses perubahan bentuk yang merupakan rangkaian peristiwa kimiawi, suatu bahan beracun dapat saja berikatan dengan bahan beracun lain yang akan meningkatkan daya racunnnya yang sudah ada dan atau sebaliknya, berikatan dengan bahan beracun lain yang antagonis sehingga menurunkan dan bahkan menetralkan daya racun yang semula ada (Palar,2004).

Kadmium ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma, khususnya oleh albumin. Sejumlah kecil Cd dalam darah mungkin ditransportasikan oleh metalotionin. Absorpsi Cd melalui gastrointestinal lebih rendah dibandingkan absorpsi melalui respirasi, yaitu sekitar 5-8 %.

Kadmium yang ditransportasikan dalam darah berikatan dengan protein yang memiliki berat molekul rendah yaitu metalotionin (MT) yang memiliki berat molekul 6.000, banyak mengandung sulfhidril dan dapat mengikat 11 % Cd dan Zn. Dalam


(1)

(2)

Lampiran 3.

FOTO DOKUMENTASI


(3)

(4)

(5)

(6)