Tinjaun Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Mediasi Oleh Kantor Pertanahan Kota Medan

(1)

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENYELESAIAN

SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH KANTOR

PERTANAHAN KOTA MEDAN

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

NIM : 070200391 CITRA FELANI

DEPARTEMEN HUKUM AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINJAUN HUKUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA

TANAH SECARA MEDIASI OLEH KANTOR

PERTANAHAN KOTA MEDAN

Oleh

NIM : 070200371 CITRA FELANI

Disetujui Oleh

Departemen Hukum Agraria

NIP. 19611231 198703 1 023 Prof. Dr. M. YAMIN, SH., MS., CN

Pembimbing I Pembimbing II

MARIATI ZENDRATO, SH., M.H AFFAN MUKTI, SH., MS

NIP. 19570323 198703 2 001 NIP. 19571120 198601 1 002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

TINJAUN HUKUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH KANTOR

PERTANAHAN KOTA MEDAN Oleh

NIM : 070200391 CITRA FELANI

Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan tanah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Munculnya sengketa hukum adalah berawal dari keberatan dari tuntunan suatu hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan suatu harapan mendapatkan penyelesaian administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana peran Kantor Pertanahan Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa tanah secara mediasi di Kantor Badan Pertanahan Kota Medan. Bagaimana pelaksanaan mediasi dalam sengketa pertanahan. Apa kendala dalam pelaksanaan Mediasi.

Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang penyelesaian sengketa tanah secara secara mediasi di Kantor Pertanahan Medan.

Dari hasil penelitian bahwa sebagai mediator, Kantor Pertanahan Kota Medan mempunyai peran membantu para pihak dalam memahami pandangan masing-masing dan membantu mencari hal-hal yang dianggap penting bagi mereka. Mediator mempermudah pertukaran informasi, mendorong diskusi mengenai perbedaan-perbedaan kepentingan, persepsi, penafsiran terhadap situasi dan persoalan-persoalan dan mengatur pengungkapan emosi. Pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi oleh BPN perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kurangnya penerapan sanksi perundang-undangan tersebut sangat berpengaruh terhadap perlindungan hukum pemilik hak atas tanah dan masyarakat pada umumnya, oleh karena dengan mengacu pada konsep teori kriminalisasi khususnya yang terkait dengan tujuan hukum pidana dimaksudkan bahwa setiap undang-undang pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan masyarakat beserta anggota-anggotanya


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya yang berupa kesehatan, lindungan, serta bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Tinjaun Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Mediasi

Oleh Kantor Pertanahan Kota Medan”.

Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat ujian sidang Sarjana Hukum, di Program Hukum Agraria di Fakultas Hukum Sumatera Utara.

Tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca skripsi ini. Akhir kata, semoga tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya, dan bagi penulis pada khususnya.

Dalam kesempatan yang sangat berharga ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Kedua orang tua, kakak dan abang penulis yang telah memberikan segala kasih sayangnya kepada penulis, serta doa yang tulus terhadap penulis.

2. Bapak Prof. Dr. M. Yamin, SH., MS., CN. selaku Ketua Jurusan di Hukum Agraria.

3. Bapak Mariati Zendrato,SH., M.H. selaku Dosen Pembimbing 1 4. Bapak Affan Mukti, SH., MS., selaku Dosen Pembimbing 2.


(5)

5. Seluruh teman-teman kampus Fakultas Hukum dan Hukum Agarria stambuk 2007.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi siapa saja yang membacanya demi kemajuan hukum di Indonesia.

Medan , 18 April 2013


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Metode Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN ... 20

A. Peran Kantor Badan Pertanahan Kota Medan ... 20

B. Pengaturan Kewenangan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan menyelesaikan Sengketa Tanah ... 29

BAB III PELAKSANAAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN ... 39

A. Pengertian dan Jenis Mediasi ... 39

B. Perilaku Mediasi ... 47

C. Tahapan Mediasi ... 48

D. Pandangan Hukum di Kota Medan dan Efektivitas Mediasi ... 52 C. Peran Masyarakat dalam merespon Penyelesaian Sengketa


(7)

Tanah Melalui Mediasi ... 56

BAB IV KENDALA DALAM PELAKSANAAN MEDIASI A. Penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Badan Pertanahan Kota Medan ... 58

B. Kendala mediasi terhadap Sengketa Tanah ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

TINJAUN HUKUM TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI OLEH KANTOR

PERTANAHAN KOTA MEDAN Oleh

NIM : 070200391 CITRA FELANI

Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan tanah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Munculnya sengketa hukum adalah berawal dari keberatan dari tuntunan suatu hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan suatu harapan mendapatkan penyelesaian administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana peran Kantor Pertanahan Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa tanah secara mediasi di Kantor Badan Pertanahan Kota Medan. Bagaimana pelaksanaan mediasi dalam sengketa pertanahan. Apa kendala dalam pelaksanaan Mediasi.

Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang penyelesaian sengketa tanah secara secara mediasi di Kantor Pertanahan Medan.

Dari hasil penelitian bahwa sebagai mediator, Kantor Pertanahan Kota Medan mempunyai peran membantu para pihak dalam memahami pandangan masing-masing dan membantu mencari hal-hal yang dianggap penting bagi mereka. Mediator mempermudah pertukaran informasi, mendorong diskusi mengenai perbedaan-perbedaan kepentingan, persepsi, penafsiran terhadap situasi dan persoalan-persoalan dan mengatur pengungkapan emosi. Pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi oleh BPN perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kurangnya penerapan sanksi perundang-undangan tersebut sangat berpengaruh terhadap perlindungan hukum pemilik hak atas tanah dan masyarakat pada umumnya, oleh karena dengan mengacu pada konsep teori kriminalisasi khususnya yang terkait dengan tujuan hukum pidana dimaksudkan bahwa setiap undang-undang pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan masyarakat beserta anggota-anggotanya


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula yang terkandung di dalamnya adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu pemanfaatan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Dari pernyataan tersebut semakin jelas bahwa kepentingan bersama itu lebih menonjol sehingga kalau kita tinjau kembali kepada pasal 6 UUPA yang menyatakan : “Hak milik tanah mempunyai fungsi sosial”.1

Medan merupakan salah satu kota terbesar ketiga di Indonesia, merupakan ibu kota Sumatera Utara. Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di wilayah Kota Medan bergerak sangat cepat sehingga membutuhkan infrastruktur transportasi Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan tanah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah merupakan modal bagi bangsa Indonesia dan suatu unsur utama dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar tahun 1945.

1

A.P Parlindungan, Hukum Agraria Serta Landreform, Ctk.Pertama, Bandung : CV. Mandar Maju, 1997, hal.87.


(10)

perkotaan untuk mendukung aktivitas sosial dan ekonomi masyarakatnya. Sehubungan dengan pembangunan infrastruktur jalan kota tersebut dan ketiadaan tanah milik Pemerintah Kota Medan, maka diperlukan pengadaan tanah (land aquisition) dari masyarakat. Acuan dalam melaksanakan pengadaan tanah tersebut adalah Keppres No. 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadann tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Namun, dalam perjalanannya proses pengadaan tanah tersebut sering tidak berjalan lancar. Salah satu hal yang sering muncul adalah isu tanah, yaitu ketidaksepakatan tentang nilai ganti rugi dan asset yang diganti rugi antara masyarakat terkena proyek dengan pemerintah kota, yang selanjutnya dapat mempengaruhi desain dan jadwal proyek, serta meningkatnya biaya proyek secara keseluruhan.

Begitu juga yang terjadi pada pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road) Kota Medan, dalam hal ini kasus pembangunan jalan Ngumban Surbakti sepanjang 3.468 meter, dimana proses pembebasan tanah banyak mengalami kendala serta keterlambatan, khususnya pada isu nilai ganti rugi tanah (harga tanah). Pada prinsipnya masyarakat setuju melepas hak atas tanahnya untuk peningkatan jalan tersebut, hanya saja titik temu ganti rugi tanah belum terselesaikan. Lahan milik warga Jalan Ngumban Surbakti Medan yang hingga kini belum menerima ganti rugi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Medan di antaranya berlokasi di titik koordinat TR-15 A segmen tengah dengan total luas 14.664 meter persegi. Jumlah pemilik lahan di sekitar Jalan Ngumban Surbakti yang belum menerima ganti rugi hingga kini diperkirakan 20 kepala keluarga (KK) lebih.


(11)

Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa munculnya permasalahan pembebasan tanah pada proyek jalan Ngumban Surbakti adalah akibat ketidaksepakatan harga ganti rugi tanah. Pada proyek pembangunan jalan tersebut, penetapan nilai ganti rugi dibedakan berdasarkan status kepemilikan tanah (hak milik, hak guna bangunan dan tanah negara), lokasi tanah (yang menghadap jalan Setia Budi, yang menghadap jalan Djamin Ginting dan yang menghadap jalan Ngumban Surbakti) dan kategori tanah (tanah habis dan tidak habis). Salah satu alasan utama penolakan warga atas nilai ganti rugi pembebasan tanah adalah perbedaan nilai ganti rugi berdasarkan lokasi tanah. Dimana lokasi yang menghadap jalan Djamin Ginting nilai ganti ruginya lebih besar dari 75% dibandingkan dengan lokasi tanah yang menghadap jalan Setia Budi dan 180% dibandingkan tanah yang menghadap jalan Ngumban Surbakti.

Kehidupan masyarakat Indonesia baik itu secara kualitas maupun kuantitas selalu mengalami peningkatan. Dari realitas tersebut luas tanah yang bersifat tetap sementara jumlah penduduk atau masyarakat yang membutuhkan tanah untuk memenuhi kebutuhannya selalu bertambah terus. Selain bertambah banyaknya manusia yang membutuhkan tanah untuk tempat tinggal, juga perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Jumlah tanah yang dirasakan menjadi sempit dan sedikit, sedangkan permintaan bertambah, maka tidak heran kalau kebutuhan akan tanah menjadi meningkat. Tidak seimbangnya akan tanah dengan


(12)

kebutuhan tanah itu, telah meninggalkan berbagai persoalan yang banyak seginya.2

Dalam pergaulan di tengah masyarakat, banyak terjadi hubungan hukum yang muncul sebagai akibat adanya tindakan-tindakan hukum dari subyak hukum. Agar hubungan hukum itu berjalan secara harmonis, seimbang dan adil dalam arti setiap subyek mendapatkan apa yang menjadi hak-nya dan menjalankan kewajiban yang diberikan kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan-hubungan hukum tersebut.3

Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya menimbulkan akibat hukum. Karakteristik paling penting dari tindakan hukum yang dilakukan pemerintah adalah keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah yang bersifat sepihak. Dikatakan bersifat sepihak karena dilakukan tidaknya suatu tindakan hukum pemerintah itu tergantung pada kehendak sepihak pemerintah.Ketetapan merupakan insterumen yang digunakan oleh organ pemerintah dalam bidang publik dan digunakan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu (akibat hukum yang dimaksud yang lahir dari keputusan adalah munculnya hak, kewajiban, kewenangan, atau status tertentu).4

2

R.Soehadi, Penyelesaian Sengketa Tanah, Ctk.Pertama, Surabaya : Karya Anda, 1995, hal.15.

3

Ridwan. HR, Hukum Administrasi Negara, Ctk.Pertama, Yogyakarta, 2002 : UII Press Yogyakarta, , hal.209.

4

Ibid. hal. 119

Sengketa tanah tergolong masalah yang bersifat klasik dan akan selalu ditemukan di muka bumi. Oleh karena itu masalah atau sengketa yang berhubungan dengan tanah senantiasa berlangsung secara terus-menerus, sebab itu


(13)

sudah menjadi kebutuhan setiap orang. Bukan hanya di dalam kehidupannya, untuk matipun manusia masih tetap membutuhkan tanah.

Pada awalnya di saat masyarakat belum berkembang sengketa masih dalam komunitas tertentu. Sengketa tanah yang ada masih bisa diselesaikan oleh anggota (warga) bersama tokoh yang disegani dalam komunitas masyarakat yang bersangkutan. Namun disaat masyarakat sudah banyak mengalami perkembangan seperti sekarang ini, apabila sengketa tersebut belum menemukan titik terang penyelesaian masalahnya, maka konflik tersebut akan berkembang meluas menjadi permasalahan yang bersifat krusial.

Dalam mengatasi masalah di bidang pertanahan tersebut, maka pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan yaitu Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang disebut dengan UUPA. UUPA merupakan pedoman pokok untuk mengatur masalah pertanahan dan meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia, UU No.5 tahun 1960 (UUPA) mempunyai beberapa tujuan :

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional yang merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani, dalam rangka menciptakan masyarakat adil dan makmur.

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.


(14)

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hakhak atas tanah bagi rakyat sepenuhnya.

UUPA dengan seperangkat peraturan pelaksanaannya, bertujuan untuk terwujudnya jaminan kepastian hukum rehadap hak-hak atas tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia.5

Munculnya sengketa hukum adalah berawal dari keberatan dari tuntunan suatu hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan suatu harapan mendapatkan penyelesaian administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.6

5

Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Bandung : Alumni, 1983, hal.5.

6

Rusmandi Murad, Penyelesaian Sengketa hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991, hal.22.

Terhadap sengketa batas, berawal dari perolehan hak yaitu pemberian hak secara derivatif, yaitu yang memperoleh haknya karena peralihan hak. Misalnya dengan jual-beli, tukar-menukar, hibah dan lainnya. Sebagaimana telah diketahui dalam ilmu hukum, yang dimaksud dengan hak pada hakekatnya adalah sesuatu kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang terhadap suatu benda maupun orang.

Menurut sistem pendaftaran tanah yang diatur dalam UUPA (Undang-Undang No.5 tahun 1960) dan Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997, maka stelsel yang digunakan dalam administrasi pendaftaran tanah kita adalah stelsel negatif (mengarah pada positif). Dimana dalam stelsel ini terkandung pengertian bahwa tanda bukti hak (sertifikat) yang dipegang seseorang belum menunjukkan orang tersebut sebagai pemegang hak yang sebenarnya.


(15)

Sertifikat setiap waktu dapat dibatalkan apabila ternyata ada pihak lain yang dapat membuktikan secara hukum bahwa ia adalah pemilik yang sebenarnya. Berbeda di dalam sistem hukum positif, yaitu tanda bukti hak seseorang atas tanah adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Apabila ternyata terdapat bukti yang cacat, menunjukkan cacat hukum dalam perolehan hak tersebut, maka ia tidak dapat menuntut pembatalan, kecuali tuntutannya pembayaran ganti kerugian. Kesalahan di dalam penetapan batas atas suatu tanah yang berkaitan langsung dengan hak penguasaan tanah, maka apabila ada pihak yang dirugikan dan menyatakan rasa tidak puas atas penetapan batas tersebut dapat mengajukan keberatannya ke kantor Pertanahan setempat yang berwenang.

Sesuai dengan tata aturan pihak tersebut dapat mengajukan keberatannya atas penetapan batas tersebut kepada Badan Pertanahan Nasional yang berwenang untuk itu. Sehinggga proses penerbitan sertifikat suatu hak atas tanah dapat ditunda terlebih dahulu untuk dapat dilakukan penyelesaiannya, agar tidak ada yang merasa dirugikan.

Permasalahan mengenai sengketa tanah yang telah penulis paparkan, maka keberadaaan Badan Pertanahan Nasional sangat penting sebagai instansi pemerintah non departemen yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dapat menyelesaikan sengketa pertanahan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf (c) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 Tahun 1999, yaitu yang berbunyi : “Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda bukti haknya, antara pihak-pihak yang berkepentingan maupun antara


(16)

pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi di lingkungan Badan Pertanahan Nasional”.

Di saat proses penerbitan sertifikat dalam tahap pengukuran harus melewati persetujuan para pihak yang bersangkutan atau yang berbatasan sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta sebagai perwujudan dari asas ontradictoire Delimitatie, dengan tujuan apabila suatu ketika ada pihak yang mengajukan gugatan atas tanah tersebut berdasarkan sesuai kepentingannya berfungsi untuk :

1. Memberikan kepatian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah.

2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Dalam penyelesaiannya sengketa pertanahan di Kota Medan sering mengalami berbagai hambatan, namun diusahakan semaksimal mungkin oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Medan dapat memberikan kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi warga negara berupa keputusan atau ketetapan setelah melakukan mediasi dengan pihak-pihak yang terkait.

Selain itu secara sosiologis, kondisi masyarakat Kota Medan rata-rata adalah pendatang khususnya nelayan yang tingkat pendidikannya rendah, sehingga tingkat kesadaran hukumnya sangat kurang yang pada akhirnya mempengaruhi pola pikir mereka yang “asal” dalam mendirikan bangunan untuk rumah tinggal tanpa memikirkan status tanah yang ditempati bangunan tersebut.


(17)

Hal tersebut sangat berpontensi menimbulkan sengketa pertanahan dengan pihak lain, khususnya pemilik tanah yang sah secara hukum. Terkait dengan penyelesaian permasalahan tanah, Kantor Pertanahan Kota Medan mengedepankan upaya mediasi, yaitu:

1. Perkembangan masyarakat dan bisnis menghendaki efisiensi dan kerahasiaan lestarinya hubungan kerja sama dan tidak formalistis serta menghendaki penyelesaian yang lebih menekankan keadilan;

2. Lembaga litigasi tidak dapat merespons karena dalam operasionalnya dinilai lamban, mahal, memboroskan energi, waktu dan uang;

3. litigasi tidak dapat memberikan win-win solution.

Masyarakat yang berkepentingan akan menyelesaikan sengketa yang sederhana dan efisien, baik dari segi waktu maupun biaya. Pemantapan dan pengetahuan akan pentingnya mediasi menganjurkan bagi para pencari keadilan untuk dapat bertindak dalam memperoleh kebenaran sejati tanpa mengalami kerugian baik materiil maupun non materiil.

Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan dan menyusunnya dalam skripsi yang berjudul: Tinjaun Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Mediasi oleh Kantor Pertanahan Kota Medan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : 1. Bagaimana peran Kantor Pertanahan Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa


(18)

2. Bagaimana pelaksanaan mediasi dalam sengketa pertanahan berdasarkan kepada putusan yang berlaku ?

3. Apa kendala dalam pelaksanaan Mediasi di Kota Medan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

a. Untuk peran Kantor Pertanahan Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa tanah secara mediasi di Kantor Badan Pertanahan Kota Medan.

b. Untuk mengetahui pelaksanaan mediasi dalam sengketa pertanahan berdasarkan kepada putusan yang berlaku.

c. Untuk mengetahui apa kendala dalam pelaksanaan mediasi di Kota Medan.

2. Manfaat Penulisan

a. Kegunaan Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata khususnya Hukum Agraria mengenai peran kantor pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Medan.


(19)

b. Kegunaan Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang sangat berharga bagi pihak Kantor Pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah dan kendala dalam pelaksanaan secara mediasi.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini merupakan karya tulis yang asli. Belum ada penulis yang menulis skripsi tentang hal yang sama, yaitu tentang tinjauan hukum tentang penyelesaian sengketa tanah oleh Kantor Badan Pertanahan Kota Medan, Khususnya untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, keaslian penulisan ini ditunjukan dengan adanya penegasan dari pihak administrasi bagian/jurusan hukum agraria. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat penulis bertanggungjawab sepenuhnya

E. Metode Penulisan

Penulisan ilmiah atau skripsi agar mempunyai nilai ilmiah, maka perlu diperhatikan syarat-syarat metode ilmiah. Secara epistimologis, ilmiah atau tidak suatu skripsi adalah dipengaruhi oleh pemilihan dan penggunaaan metode penulisan, bahan atau data kajian serta metode penelitian. Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan


(20)

konsisten melalui proses penelitian tersebut perlu diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.7

1. Metode Pendekatan

Dalam penulisan skripsi penulis menggunakan metodelogi penulisan sebagai berikut :

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan,8

Dalam melakukan pendekatan yuridis empiris ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode ini digunakan karena beberapa pertimbangkan yaitu : pertama, menyesuaikan metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan responden; ketiga metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

dalam hal ini pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis secara kualitatif tentang penyelesaian sengketa tanah secara secara mediasi di Kantor Pertanahan Medan.

9

7

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1985, hal. 1

8

Ibid

9

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya,2000, hal. 5.


(21)

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan tesis ini berupa penelitian deskriptif analitis. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan peran Kantor Pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan, sedangkan analitis berarti mengelompokkan, menghubungkan dan memberi tanda pada peran Kantor Pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan.

3. Sumber dan Jenis Data

Secara umum jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum terarah pada penelitian data sekunder dan data primer. Penelitian ini menggunakan jenis sumber data primer yang didukung dengan data sekunder, yaitu : data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan Data Primer yang diperoleh dari perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis yang dilakukan dengan cara studi pustaka atau studi literature. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber dan jenis data sebagai berikut :

a. Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan alat lainnya.10

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan.11

10

P. Joko Subagyo, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek¸ Cetakan Kelima, Jakarta : Rineka Cipta, 2006.hal. 87


(22)

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisa sesuai dengan yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat melalui :

1) Wawancara, yaitu cara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada pihak-pihak yang diwawancarai terutama orang-orang yang berwenang, mengetahui dan terkait dengan peran Kantor Pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan. Sistem wawancara yang dipergunakan adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu dipersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.12

2) Daftar pertanyaan, yaitu daftar pertanyaan yang diajukan kepada orang-orang yang terkait dengan peran Kantor Pertanahan dalam rangka penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan, untuk memperoleh jawaban secara tertulis. Dalam hal ini, daftar pertanyaan diberikan kepada pihak Kantor Pertanahan Kota Medan

11

Ibid

12

P. Joko Subagyo, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek¸ Cetakan Kelima, Jakarta : Rineka Cipta, 2006.hal. 87


(23)

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer yang diperoleh dari perpustakaan dan koleksi pustaka pribadi penulis, yang dilakukan dengan cara studi pustaka atau literatur. Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan-bahan hukum primer, meliputi : a) Peraturan perundang-undangan, yaitu :

(1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria;

(2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya;

(3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

b) Peraturan Pemerintah, meliputi :

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti- Kerugian;

c) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional;

d) Peraturan Menteri :

(1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara;


(24)

(2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

e) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan;

f) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Permasalahan Pertanahan;

2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, meliputi :

a) Buku-buku mengenai Pendaftaran Tanah, Hukum Agraria Indonesia Sejarah dan Perkembangannya, buku tentang Penyelesaian sengketa Pertanahan, buku tentang Metodologi Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah. Selain itu, dalam penulisan skripsi ini juga digunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

b) Makalah dan Artikel, meliputi makalah tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa dan makalah tentang pokok-pokok pikiran mengenai penyelesaian konflik agraria yang hasil dari Lokakarya Persiapan Pembentukan Komite Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria. Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan sekunder yaitu


(25)

bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer; dan bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.13

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.14

F. Sistematika Penulisan

Dalam penarikan kesimpulan, penulis menggunakan metode deduktif. Metode deduktif adalah suatu metode yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dari peraturan-peraturan atau prinsi-pprinsip umum menuju penulisan yang bersifat khusus.

Untuk menyusun skripsi ini peneliti membahas menguraikan masalah yang dibagi dalam lima bab. Adapun maksud dari pembagian skripsi ini ke dalam bab-bab dan sub bab-bab-bab-bab adalah agar untuk menjelaskan dan menguraikan setiap masalah dengan baik.

13

Ibid. hal 52

14


(26)

BAB I PENDAHALUAN

Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA

PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN

Membahas tentang Peran Kantor Badan Pertanahan dalam melaksanakan mediasi dan peran masyarakat dalam merespon penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi serta Pengaturan kewenangan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan menyelesaikan sengketa pertanahan

BAB III PELAKSANAAN MEDIASI DALAM SENGKETA

PERTANAHAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian Mediasi, Jenis Mediasi, Perilaku Mediasi, Tahapan Mediasi, pandangan Hukum Mediasi di Kota Medan serta peranan masyarakat dalam merespon menyelesaikan sengketa tanah melalui mediasi

BAB IV KENDALA DALAM PELAKSANAAN SENGKETA TANAH Dalam bab ini akan membahas mengenai penyelesaian sengketa tanah secara mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan dan kendala-kendala mediasi terhadap sengketa tanah.


(27)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini akan membahas kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(28)

BAB II

PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR

PERTANAHAN KOTA MEDAN

A. Peranan Kantor Badan Pertanahan Kota Medan

Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adal pemerintahan di bidang dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui

Kantor

Pertanahan Kota Medan

Pada era 1960 sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian penguasaan dalam hal ini kelembagaan. tentunya masalah tersebut berpengaruh pada proses pengambilan kebijakan. Ketika dalam naungan kementerian agraria sebuah kebijakan diproses dan ditindaklanjuti dari struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kantah, namun ketika dalam naungan Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen Agraria sampai ketingkat Kantah. Disamping itu secara kelembagaan Badan Pertanahan Nasional mengalami peubahan struktur kelembagaan yang rentan waktunya sangat pendek

Jl. Karya Jasa Pangkalan Mansyur MedanTelp. (061) 7861447


(29)

1. Visi dan Misi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Visi Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Badan Pertanahan Nasional sendiri mempunyai visi yaitu menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia khususnya di Kabupaten Kota Medan dan Sekitarnya.

Misi Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan juga mempunyai misi, antara lain:

a. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam berkaitan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4).

b. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan menggatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penatan perangkat hukum dan system pengolahan pertanah sehingga tidak melahirkan sengketa dan perkara dikemudian hari.

c. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesi dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan.

d. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.


(30)

2. Tugas Pokok dan Fungsi BPN Tugas Pokok

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud, BPN mempunyai tugas pokok, antara lain:

a. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional (BPN).

b. Meningkatkan pelaksanaan dan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh

c. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah.

d. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara sistematis.

e. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Fungsi Badan Pertanahan Nasional

Adapun fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan sendiri, antara lain:

a. Pengolahan data dan informasi dibidang pertanahan.

b. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah serta pembatalan dan penghentian hubungan hukum antar orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan dibidang pertanaha


(31)

d. Kerjasama dengan lembaga-lembaga lain dan melakukan pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah.

e. Pembinaan fungsional dan pembinaan lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan dan melakukan latihan sumber daya manusia di bidang pertanahan.

Dalam rangka membangun kepercayaan publik (trust building), salah satu yang dilakukan oleh BPN adalah melakukan percepatan penanganan dan penyelesaian kasus-kasus pertanahan sebagaimana diamantkan dalam Tap MPR IX/MPR/2001 yang juga merupakan bagian dari 11 Agenda Prioritas BPN RI dengan berlandaskan 4 (4mpat) prinsip kebijakan pertanahan. Peyelesaian konflik pertanahan berdasarkan Pera turan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan terdiri dari :

1. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan pengadilan; BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya, yaitu :

a) Terhadap obyek putusan terdapat putusa n lain yang bertentangan; b) Terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan;

c) Terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain;

d) Alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi :


(32)

a) Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;

b) Pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya; dan

c) Penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.

Dalam melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertenahan, BPN RI menetapkan beberapa keriteria terhadap kasus pertanahan yang dinyatakan selesai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011, yaitu :

a. Kriteria Satu (K-1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa; Direktorat Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI 2012 15

b. Kriteria Dua (K-2) berupa Penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah, atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan;

c. Kriteria Tiga (K-3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang lain yang disetujui oleh para pihak;

d. Kriteria Empat (K-4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus


(33)

pertanahan akan melalui proses perkara di pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan untuk berdamai;

e. Kriteria Lima (K-5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain.

Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi, antara lain :

1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan.

2. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum 3. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah

wilayah khusus

4. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah

Sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya Catur Tertib Pertanahan yang meliputi :15

15

H.Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid I, Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2004, hal : 71


(34)

1. Tertib Hukum Pertanahan

Dewasa ini banyak sekali terjadi penguasaan pemilikan dan penggunaan tanah oleh orang-orang/badan hukum yang melanggar ketentuan perundangan agraria yang berlaku, karenanya perlu diambil langkah-langkah :

a. Mengadakan penyuluhan/penerangan kepada masyarakat mengenai Tertib Hukum Pertanahan guna tercapainya Kepastian Hukum yang meliputi penertiban penguasaan dan pemilikan tanah berdasarkan Peraturan Perundangan Agraria yang berlaku. Dalam pengertian pelaksanaan tertib hukum pertanian sudah tercakup pelaksanaan tertib dokumentasi dan administrasi tanah.

b. Mengenai sanksi hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi c. Melengkapi peraturan perundangan di bidang pertanian

d. Meningkatkan pengawasan intern di bidang pelaksanaan tugas keagrariaan.

e. Mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang sengaja melakukan penyelewengan.

f. Kebersamaan mengadakan interopeksi.

Dengan usaha-usaha tersebut, maka akan terwujud adanya Tertib Hukum Pertanahan yang menimbulkan Kepastian Hukum Pertanahan dan Hak-hak serta penggunaannya, yang kesemuannya itu akan menciptakan suasana ketentraman dalam masyarakat dan pengayoman masyarakat dari tindakantindakan semena-mena serta persengketaan-persengketaan, sehingga mendorong gairah kerja.


(35)

2. Tertib Administrasi Pertanahan

Dewasa ini, masih terasa adanya keluh kesah dari masyarakat, tentang hal berurusan dengan aparat pertanahan, khususnya dalam hal :

a. Pelayanan urusan yang menyangkut tanah masih berbelit-belit dan biaya relatif mahal.

b. Masih terjadi adanya pungutan-pungutan tambahan

Dengan demikian maka yang disebut Tertib Administrasi Pertanahan adalah merupakan keadaan dimana :

a. Untuk setiap bidang telah tersedia mengenai aspek-aspek ukuran fisik, penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya yang dikelola dalam sistem Informasi Pertanahan yang lengkap.

b. Terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan di bidang pertanahan yang sederhana, cepat dan massal tetapi menjamin kepastian hukum yang dilaksanakan secara tertib dan konsisten.

c. Penyimpanan warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak dan pemanfaatan tanah dilaksanakan secara tertib, beraturan dan terjamin keamanaannya.

3. Tertib Penggunaan Tanah

Sampai sekarang masih banyak tanah-tanah yang belum diusahakan/dipergunakan sesuai dengan kemampuan dan peruntukkannya, sehingga bertentangan dengan fungsi sosial dari tanah itu sendiri. Dengan demikian yang disebut Tertib Penggunaan Tanah adalah merupakan keadaan dimana :


(36)

a. Tanah telah digunakan secara lestari, serasi dan seimbang. Sesuai dengan potensi guna berbagai kegiatan kehidupan dan pengharapan diperlukan untuk menunjang terwujudnya Tujuan Nasional

b. Penggunaan tanah di daerah perkotaan dapat menciptakan suasana aman, tertib, lancar dan sehat.

c. Tidak terdapat pembentukan kepentingan antara sektor dalam peruntukkan tanah

d. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup

Dewasa ini, banyak sekali orang/badan-badan hukum yang mempunyai atau menguasai tanah yang tidak memperhatikan dan melakukan usaha-usaha untuk mencegah kerusakan-kerusakan dan kehilangan kesuburan tanah. Pada lain pihak, kepadatan penduduk yang melampaui batas tampung wilayah, telah mendorong untuk mempergunakan tanah tanpa mengindahkan batas kemampuan keadaan tanah dan faktor lingkungan hidup. Dengan demikian, unsur-unsur yang berhubungan dengan azas-azas Tataguna Tanah dan keselamatan hidup sudah benar-benar ditinggalkan guna mengejar kebutuhan hidup yang mendesak dan bersifat sementara. Oleh karena itu, maka yang disebut Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup adalah merupakan keadaan di mana :

a. Penanganan bidang pertanahan telah dapat menunjang kelestarian hidup b. Pemberian hak atas tanah dan pengarahan penggunaan telah dapat

menunjang terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan bernuansa lingkungan


(37)

c. Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah melaksanakan kewajiban sehubungan dengan pemeliharaan tanah tersebut. Catur Tertib Pertanahan ini merupakan kebijakan bidang pertanahan yang dijadikan “landasan”, sekaligus “sasaran” untuk mengadakan penataan kembali penggunaan dan pemilikan tanah serta program-program khusus di bidang agraria untuk usaha meningkatkan kemampuan petani-petani yang tidak bertanah atau mempunyai tanah yang sangat sempit. Badan Pertanahan Nasional bertugas untuk mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan yang meliputi Pengaturan Penggunaan, Penguasaan, Pemilikan dan Pengelolaan Tanah (P4T), penguasaan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan, sehingga BPN sangat berperan aktif dalam mewujudkan penggunaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan melaksanakan fungsinya di bidang pertanahan sebagai lembaga non Departemen pembantu Presiden.

B. Pengaturan Kewenangan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota

Medan Menyelesaikan Sengketa Pertanahan

Bahwa dalam rangka menetapkan langkah dan arah dalam menangani dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara Pertanahan secara efektif telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan RI No.11 Tahun 2009 Tentang Kebijakan dan Strategi Kepala BPN RI Menangani dan Menyelesaikan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan Tahun 2009, dimana sistem penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan


(38)

Nasional No.34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan lembaga pemerintahan yang bertugas untuk melaksanakan dan mengembangkan administrasi pertanahan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, penyelesaian masalah pertanahan merupakan salah satu fungsi yang menjadi kewenangan BPN.

Penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi oleh BPN perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini penting sebagai landasan BPN untuk mediator didalam penyelesaian sengketa pertanahan, karena pertanahan dikuasai oleh aspek hukum publik dan hukum privat maka tidak semua sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi, hanya sengketa pertanahan yang dalam kewenangan sepenuhnya dari pemegang hak saja yang dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Oleh karena itu kesepakatan dalam rangka penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan pembatasan-pembatasan hal ini dimaksudkan agar putusan mediasi tersebut tidak melanggar hukum serta dapat dilaksanakan secara efektif dilapangan. Penyelesaian sengketa tanah mencakup baik penanganan masalah pertanahan oleh BPN sendiri maupun penanganan tindak lanjut penyelesaian masalah oleh lembaga lain. Berkait dengan masalah pertanahan yang diajukan, BPN mempunyai kewenangan atas prakarsanya sendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang dimaksud. Dasar hukum kewenangan BPN sebagaimana telah dikemukakan secara eksplisit, tercantum dalam


(39)

Keputusan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPN.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) PMNA / KBPN No. 1 Tahun 1999 tentang Tatacara Penanganan Sengketa Pertanahan, sengketa pertanahan adalah perbedaan pendapat mengenai:

a. Keabsahan suatu hak; b. Pemberian hak atas tanah;

c. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan.

Penanganan masalah pertanahan melalui lembaga mediasi oleh BPN biasanya didasarkan dua prinsip utama, yaitu:

a. Kebenaran-kebenaran formal dari fakta-fakta yang mendasari permasalahan yang bersangkutan;

b. Keinginan yang bebas dari para pihak yang bersengketa terhadap objek yang disengketakan

Untuk mengetahui kasus posisinya tersebut perlu dilakukan penelitian dan pengkajian secara yuridis, fisik, maupun administrasi. Putusan penyelesaian sengketa atau masalah tanah merupakan hasil pengujian dari kebenaran fakta objek yang disengketakan. Output-nya adalah suatu rumusan penyelesaian masalah berdasarkan aspek benar atau salah, das Sollen atau das Sein. Dalam rangka penyelesaian masalah sengketa tersebut untuk memberikan perlakuan yang seimbang kepada para pihak diberikan kesempatan secara transparan untuk mengajukan pendapatnya mengenai permasalahan tersebut. Di samping itu, dalam


(40)

kasus-kasus tertentu kepada mereka dapat diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri rumusan penyelesaian masalahnya. Dalam hal ini BPN hanya menindaklanjuti pelaksanaan putusan secara administratif sebagai rumusan penyelesaian masalah yang telah mereka sepakati.

Berdasarkan kewenangan penyelesaian masalah dengan cara mediasi itu dapat memberikan pengaruh terhadap putusan penyelesaian masalah sehingga disamping dapat mewujudkan keadilan dan kemanfaatan, sekaligus juga dalam rangka kepastian dan perlindungan hukum, dengan demikian mediasi oleh BPN bersifat autoritatif.16

Pertanahan pada hakikatnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam hidup dan kehidupan manusia secara pribadi, dalam pergaulan masyarakat maupun bagi Negara. Dalam kehidupannya secara pribadi, hidup dan kehidupan manusia tidak terpisahkan dengan tanah. Sepanjang hidupnya manusia selalu berhubungan dengan tanah dan diatas tanahlah manusia melakukan kegiatan maupun mencari penghidupan. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan tanah sangat erat. Tanah merupakan sumber kemakmuran dan kebahagiaan, baik secara lahiriah maupun batiniah. Bagi masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya diyakini bahwa tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Oleh karena itu, hak penguasaan yang tertinggi atas tanah diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hak Bangsa Indonesia. Implikasinya dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah secara pribadi harus

16

Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan


(41)

memperhatikan kepentingan bangsa atau kepentingan yang lebih besar dalam masyarakat. Hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam pengertian sumber kemakmuran, tanah tersebut merupakan kekayaan nasional. Dari konsep hubungan yang demikian ini, hubungan bangsa Indonesia dengan tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia bersifat abadi.selain itu bagi Negara, tanah dalam pengertian kewilayahan merupakan yuridiksi serta berbagai unsur persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dimengerti bahwa pengelolaan pertanahan dapat dilihat dari aspek publik dan aspek privat. Dari aspek publik, tanah dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berdasarkan hal ini Negara mempunyai kewenangan mengatur bidang pertanahan. Dari aspek privat, hak-hak tanah mengandung kewenangan bagi pemegang hak untuk menggunakan tanah tersebut dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Jadi, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah oleh pemegang hak dibatasi dengan peraturan perundang-undangan. Kepentingan masyarakat maupun kepentingan Negara inilah yang menyebabkan sengketa dibidang pertanahan tidak dapat sepenuhnya diselesaikan dengan melalui lembaga mediasi secara murni.

Penyelesaian sengketa pertanahan termasuk melalui mediasi oleh Badan Pertanahan Nasional perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini penting sebagai landasan BPN untuk menjadi mediator di dalam penyelesaian sengketa pertanahan, oleh


(42)

karena pertanahan dikuasai aspek hukum publik dan hukum privat, tidak semua sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi.

Hanya sengketa pertanahan yang dalam kewenangan sepenuhnya dari pemegang hak yang dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Oleh karena itu, kesepakatan dalam rangka penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan pembatasan-pembatasan. Hal ini dimaksudkan agar putusan mediasi tersebut tidak melanggar hukum serta dapat dilaksanakan secara efektif di lapangan.

Apabila adanya penyelesaian pasti dengan sendirinya ada permasalahan yang harus diselesaikan, kasus tersebut bersumber pada sengketa perdata yang berhubungan dengan masalah tanah, dan dalam sengketa tersebut menyangkut pihak-pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat.

Dalam masalah sengketa tanah seperti halnya dengan masalah sengketa perdata lainnya, umumnya terdapat seorang individu yang merasa haknya di rugikan atau dilanggar oleh seorang individu lainnya. Pada umumnya prosedur penyelesaian sengketa tanah melalui lembaga mediasi ini dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa yaitu dengan jalan menunjuk BPN sebagai seorang mediator dan disaksikan oleh saksi-saksi.17

Berdasarkan ketentuan Pasal 12 PMNA/KaBPN No. 3 Tahun 1999, Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang terdapat cacat hukum dalam penerbitannya. Selanjutnya berdasarkan Pasal 106, 107 dan 112 PMNA/KaBPN

17

Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan


(43)

No. 3 Tahun 1999, keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi dalam penerbitannya dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Pengertian cacat administrasi antara lain karena data yuridis dan data fisik tidak benar.

Berdasarkan hasil penelitian, terhadap permohonan pembatalan hak atas tanah, Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik serta memeriksa kelayakan permohonan tersebut sebelum proses lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.18

Dalam konteks studi ini akan digunakan penyelesaian sengketa alternatif dalam arti alternative to adjudication, dengan tidak mengurangi arti dan kebenaran istilah-istilah lainnya. Tujuan dari pengembangan penyelesaian sengketa alternatif adalah untuk memberikan forum bagi pihak-pihak untuk bekerja kearah kesepakatan sukarela dalam mengambil keputusan mengenai sengketa yang dihadapinya. Dengan demikian penyelesaian sengketa alternatif adalah merupakan sarana yang potensial untuk memperbaiki hubungan di antara pihak-pihak yang bersengketa. Bermacam-macam alasan mengapa seorang menggunakan penyelesaian sengketa alternatif. Disamping berperan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang potensial untuk menghindari biaya tinggi,

Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka Indonesia juga merupakan salah satu penganut dari pandangan yang kedua, karena undang-undang tersebut memisahkan secara tegas istilah arbitrase dengan alternatif penyelesaian sengketa.

18

Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan


(44)

keterlambatan dan ketidakpastian yang melekat pada sistem litigasi, juga dimaksudkan sebagai sarana untuk memperbaiki komunikasi di antara pihak-pihak. Oleh karena putusan diambil berdasarkan kesepakatan, maka hasilnya adalah win-win, sehingga penyelesaian sengketa bersifat tuntas (tidak semu). Keputusan untuk menggunakan metode penyelesaian sengketa alternatif tergantung pada pertimbangan para pihak. Hanya saja sekurang-kurangnya ada 2 (dua) hal yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan penyelesaian sengketa alternatif. Pertama, prosedur penyelesaian sengketa alternatif lebih tepat guna dari pada prosedur litigasi dan kedua, perlu ditentukan pilihan bentuk mana dari penyelesaian sengketa alternatif yang paling tepat digunakan untuk jenis sengketa yang dihadapi.

Dari pengaduan-pengaduan atau laporan-laporan tersebut di atas sesungguhnya BPN dapat berperan untuk mengambil kesempatan sebagai lembaga penengah atau mediator sehingga dengan perannya tersebut permasalahan atau persengketaan dapat diselesaikan. Namun demikian, tampaknya usaha-usaha ini belum diwujudkan secara optimal oleh BPN, karena setelah diadakan pengecekan atau pemeriksaan oleh BPN, baik pemeriksaan di lapangan maupun administrasi (pemeriksaan berkas-berkas), pada akhirnya BPN selalu menyarankan untuk diselesaikan melalui proses pengadilan.

Saran BPN dapat dipahami karena menempatkan posisi sebagai mediator juga tidak mudah, karena disamping eksistensi sebagai mediator itu harus dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa, mediator harus dituntut mempunyai kemampuan-kemampuan professional sebagai mediator dan hal ini


(45)

memerlukan pengetahuan tentang teknik-teknik mediasi yang perlu dipelajari dan dibekalkan kepada pejabat-pejabat di BPN yang bertugas di bidang penyelesaian sengketa pertanahan.

Bahwa dalam pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan yang didasarkan kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 Juknis No.05/JUKNIS/D.V/2007, tipe mediator Badan Pertanahan Nasional adalah autoritative mediator sehingga sulit menghindarkan sikap apriori pihak-pihak yang bersengketa yang dapat menghambat proses mediasi, termasuk cenderung tidak terbukanya para pihak, sulit mencairkan suasana diantara para pihak, yang berakibat sulitnya menarik garis merah permasalahan sengketa yang ada.

Bahwa mediasi akan lebih efektif apabila mediator autoritative BPN dapat didampingi oleh mediator independen ataupun mediator jaring sosial untuk lebih menjaga kepercayaan pihak-pihak dalam mengemukakan pendapat maupun opsi dalam penyelesaiannya. Sehingga kwantitas sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meminimalisir jumlah sengketa pertanahan yang ada.

Bahwa akan tetapi dari data tersebut diatas dapat kita lihat upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi telah diterapkan dengan sangat signifikan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan.


(46)

Meskipun dari jumlah sengketa yang berhasil diselesaikan masih sangat minim akan tetapi setidak-tidaknya perbaikan mekanisme mediasi akan dapat dilaksanakan untuk mencapai hasil mediasi yang maksimal baik dari segi kwantitas maupun kwalitasnya19

19

Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan

Kota Medan, tanggal 21 November 2012 .


(47)

BAB III

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN

A. Pengertian dan Jenis Mediasi

1. Pengertian Mediasi

Mediasi pada dasarnya adalah negoisiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untik mengoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar-menawar, bila tidak ada negoisasi, tidak ada mediasi20

Kata mediasi berasal dari bahasa Inggris ”mediation”, yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa penengah.21

Mediasi merupakan proses negosiasi penyelesaian masalah dimana suatu pihak luar, tidak berpihak, netral tidak bekerja bersama para pihak yang bersengketa untuk membantu mereka guna mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan. Tidak seperti halnya dengan para hakim dan arbiter, mediator mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak, malahan para pihak memberi kuasa pada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan problem diantara mereka.22

Sesungguhnya bagi bangsa Indonesia sudah sejak lama menjalankan pola-pola penyelesaian sengketa secara tradisional yang dilakukan melalui peradilan

20

Mahkamah Agung Republik Indonesia., Mediasi dan Perdamaian Jakarta : MARI, 2004, hal 61

21

Rachmadi Usman,Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal 79.

22


(48)

adat maupun peradilan desa (dorpsjustitie). Pada waktu itu oleh Pemerintah Hindia Belanda juga diadakan institusi lain di luar pengadilan yang juga mempunyai tugas menyelesakan perkara dagang, yakni arbitrase atau perwasitan sebagaimana diatur dalam Pasal 615 sampai dengah Pasal 651 Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (Rv) Staatsblad 1847 Nomor 52 dan Pasal 377 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44, Pasal 705 Rechtsreglement Buifengewesten (RBg) Staatsblad 1927 Nomor 227. Selanjutnya, berhubung ketentuan yang terdapat dalam Rv yang dipakai sebagai pedoman arbitrase sudah tidak sesuai lagi, maka dilakukan penyesuaian dan perubahan yang mendasar melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Selain mengatur arbitrase, diatur pula di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ini mengenai penyelesaian sengketa alternatif.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang apa itu mediasi maka dalam tulisan singkat ini akan disampaikan dan dibahas poin-poin berikut: (1) pengertian mediasi dan mediator, (2) model-model mediasi, (3) prinsip-prinsip mediasi, (4) tahap-tahap mediasi, (5) teknik mediasi.

Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa latin mediare yang berarti “berada di tengah” karena seorang yang melakukan mediasi (mediator) harus berada di tengah orang yang berikai. Dari segi terminologi (istilah) terdapat banyak pendapat yang memberikan penekanan yang berbeda tentang mediasi. Meski banyak yang memperdebatkan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan mediasi, namun setidaknya ada beberapa batasan atau definisi yang bias


(49)

dijadikan acuan. Salah satu diantaranya adalah definisi yang diberikan oleh the National Alternative Dispute Resolution Advisory Council yang mendefinisikan mediasi sebagai berikut: 23

Jadi secara singkat bisa digambarkan bahwa mediasi merupakan suatu proses penyelesaian pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai penyelesaian yang memuaskan melalui pihak ketiga yang netral (mediator). Keberhasilan mediasi bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kualitas mediator (training dan profesionalitas), usaha-usaha yang dilakukan oleh kedua pihak yang sedang bertikai, serta kepercayaan dari kedua pihak terhadap proses mediasi, kepercayaan terhadap mediator, kepercayaan terhadap masing-masing pihak. Seorang mediator yang baik dalam melakukan tugasnya akan merasa sangat senang untuk membantu orang lain mengatasi masalah mereka sendiri, ia akan berindak netral

Mediation is a process in which the parties to a dispute, with the assistance of a dispute resolution practitioner (the mediator), identify the disputed issues, develop options, consider alternatives and endeavour to reach an agreement. The mediator has no advisory or determinative role in regard to the content of the dispute or the outcome of its resolution, but may advise on or determine the process of mediation whereby resolution is attempted.

(Mediasi merupakan sebuah proses dimana pihak-pihak yang bertikai, dengan bantuan dari seorang praktisi resolusi pertikaian (mediator) mengidentifikasi isu-isu yang dipersengketakan, mengembangkan opsi-opsi, mempertimbangkan alternatif-alternatif dan upaya untuk mencapai sebuah kesepakatan. Dalam hal ini sang mediator tidak memiliki peran menentukan dalam kaitannya dengan isi/materi persengketaan atau hasil dari resolusi persengketaan tersebut, tetapi ia (mediator) dapat memberi saran atau menentukan sebuah proses mediasi untuk mengupayakan sebuah resolusi/penyelesaian).

23


(50)

seperti seorang ayah yang penuh kasih, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, mempunyai metode yang harmonis, mempunyai kemampuan dan sikap, memiliki integritas dalam menjalankan proses mediasi serta dapat dipercaya dan berorientasi pada pelayanan.

Beberapa sikap dasar yang harus dimiliki oleh mediator adalah: bersikap terbuka, mandiri, netral, percaya diri, menghormati orang lain, seimbang, mempunyai komitmen, fleksibel, bisa memimpin proses mediasi dengan baik, percaya pada orang lain dan bisa dipecaya oleh orang lain serta berorientasi pada pelayanan. Dengan kata lain, ketika membantu menyelesaikan konflik, seorang mediator/penegah harus:

a. Fokus pada persoalan, bukan terhadap kesalahan orang lain; b. Mengerti dan menghormati terhadap setiap perbedaan pandangan; c. Memiliki keinginan berbagi dan merasakan;

d. Bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.

Mediasi adalah proses terkontrol, dimana pihak yang netral dan objektif dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa, membantu para pihak tersebut untuk menemukan kesepakatan yang dapat diterima oleh keduanya untuk mengakhiri sengketa diantara mereka. Dengan catatan para pihak tetap memilikikebebasan dalam menentukan kehendak mereka untuk menemukan penyelesaian sengketanya. Mediasi pada dasarnya adalah bagian dari proses negoisasi, yang tidak mempermasalahkan keberadaan pihak ketiga untuk membantu mereka membuat keputusan.


(51)

Tujuan dari pada seorang mediator tidak hanya sekedar, membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka, tetapi lebih dari itu, dengan mengidentifikasi kepentingan-kepentingan para pihak, dengan berorientasi pada masa yang akan dating, seorang mediator dapat saling bertukar pkiran yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang pada akhirnya membuat mereka merasa bahawa mereka telah menemukan standard keadilan personal.24

2. Jenis Mediasi

Madiasi dapat dibagi menjadi dua katagori yakni mediasi di pengadilan (litigasi) dan mediasi diluar pengadilan (non litigasi). Di banyak negara, mediasi merupakan bagian dari proses litigasi, hakim meminta para pihak untuk mengusahakan penyelesaian sengketa mereka dengan menggunakan proses mediasin sebelum proses pengadilan dilanjutkan. Inilah yang disebut mediasi di pengadilan. Dalam mediasi ini, seorang hakim atau seorang ahli yang ditunjuk oleh para pihak dalam proses pengadilan, bertindak sebagai mediator. Di banyak Negara, seperti amerika serikat telah lama berkembang suatu mekanisme, di mana pengedilan meminta para pihak untuk coba menyelesaikan sengketa mereka melalui cara mediasi sebelum diadakan pemeriksaan.

Ada dua jenis mediasi yang dimaksud PERMA No. 1 Tahun 2008 yaitu: 1. Mediasi di pengedilan, mediasi ini ada dua tahap yaitu, yang pertama

mediasi awal ligitasi, yakni mediasi yang dilaksanakan sebelum pokok sengketa diperiksa. Kemudian mediasi yang dilakukan dalam pokok

24

Mediation: “A process to Regain Control Of Your Life”, 4 oktober 2006. Artikel.http://


(52)

pemeriksaan, dan hal ini juga terbagi menjadi dua yaitu, selama pemeriksaan tingkat pertama dan selama dalam tingkat banding dan kasasi.

2. Mediasi diluar pengadilan, yaitu mediasi yang dilaksanakan diluar pengadilan, kemudian perdamain terjadi dimohonkan kepengadilan untuk dikuatkan dalam akta perdamaian.25

Perbedaan utama antara mediasi dipengadilan dan mediasi diluar pengadilan adalah terletak pada pelaksanaan mediasi hukum jika dicapai kesepakatan dalam menyelesaikan sengketa. Dalam mediasi dipengadilan, penyelesaian itu diratifikasi dan disetujui oleh hakim. Penyelesaian terhadap sengketa tersebut berupa suatu penetapan dari hakim dan penetapan tersebut harus dilaksanakan oleh para pihak yang berperkaraseolah-olah sudah diputuskan oleh hakim, hasilnya adalah berbetuk suatu kontrak (perjanjian), baik kontrak baru maupun dalam bentuk revisi. Apabila salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya sebagaimana tersebut didalam kontrak (perjanjian) yang telah disepakati dan dibuat bersama, maka pihak yang lain harus melakukan gugatan hukum untk pelaksanaan kontrak tersebut. Pada umumnya sasaran dan prosedur mediasi di pengadilan dan mediasi di luar pengadilan mempunyai kesamaan.26

Ada beberapa model mediasi yang perlu diperhatikan oleh pelajar dan praktisi mediasi. Lawrence Boulle, professor of law dan associate director of the Dispute Resolution Center, Bond University mengemukakan bahwa model-model ini didasarkan pada model klasik tetapi berbeda hal tujuan yang hendak dicapai

25

Peraturan Mahkamah Agung No. Tahun 2008, Mahkamah Agung RI, 2008

26


(53)

dan cara sang mediator melihat posisi dan peran mereka. Boulle menyebutkan ada empat model mediasi, yaitu: settlement mediation, facilitative mediation, transformative mediation, dan evaluative mediation.

Settlement mediation yang juga dikenal sebagai mediasi kompromi merupakan mediasi yang tujuan utamanya adlah untuk mendorong terwujudnya kompromi dan tuntutan kedua belah pihak yang sedang bertikai. Dalam mediasi model ini tipe mediator yang diehendakai adalah yang bersetatus tinggi sekalipun tidak terlalu ahli di dalam proses dan tekniok-teknik mediasi.

Facilitative mediation yang juga disebut sebagai mediasi yang berbasis kepentingan (interest-based) dan problem solving merupakan mediasi yang bertujuan untuk menghindarkan disputants dari posisi mereka dan menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan para disputants dari pada hak-hak legal mereka secara kaku. Dalam model ini sang mediator harus ahli dalam aproses dan harus menguasai teknik-teknik mediasi, meskipun penguasaan terhadap materi tentang hal-halsang mediator harus dapat memimpin proses mediasi dan mengupayakan dialog yang konstruktif di antara disputants, serta meningkatkan upaya-upaya negosiasi dan mengupayakan kesepakatan.

Transformative mediation yang juga dikenal sebagai mediasi terapi dan rekonsiliasi, merupakan mediasi yang menekankan untuk mencari penyebab yang mendasari munculnya permasalahan di antara disputants, dengan pertimbangan untuk meningkatkan hubungan di antara mereka melalui pengakuan dan pemberdayaan sebagai dasar dari resolusi (jalan keluar) dari pertikaian yang ada. Dalam model ini sang mediator harusa dapat manggunakan terapi dan teknik


(54)

professional sebelum dan selama proses mediasi serta mengangkat isu relasi/hubungan melalui pemberdayaan dan pengakuan.

Evaluative mediation yang juga dikenal sebagai mediasi normative merupakan model mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan bardasakan kepada hak-hak legal dari para disputants dalam wlayah yang diantisipasi oleh pengadilan. Dalam hal ini sang mediator haruslah seorang yang ahli dan menguasai bidang-bidang yang dipersengketakan meskipun tidak ahli dalam teknik-teknik mediasi. Peran yang biasa dijalankan oleh mediator dalam hal ini ialah memberikan informasi dan saran serta persuasi kepada para disputants, dan memberikan prediksi tentang hasil-hasil yang akan didapatkan.

Garry Goodpaster menyatakan bahwa, mediasi tidak selalu tepat untuk diterapkan terhadap semua sengketa atau tidak selalu diperlukan untuk menyelesaikan semua persoalan dalam sengketa tertentu. Mediasi akan berhasil atau berfungsi dengan baik bilaman sesuai dengan syarat-syarat. Syarat-syarat tersebut diantaranya, para pihak mempunyai kekuatan tawar-menawar yang sebanding, para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan dimasa depan, terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran (trade offs), terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan, tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam, apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut, mereka tidak dapat dikendalikan, menetapkan Presiden atau mempertahankan suatu hak tidak lebih penting dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak, dan yang terakhir, jika


(55)

para pihak berada dalam proses litigasi, kepentingan-kepentingan lainnya tidak akan diperlakukan lebih baik dibandingkan mediasi.

B. Perilaku Mediasi

Perilaku mediator, yaitu taktik dan strategi apa yang akan ia gunakan, ditentukan oleh konteks mediasi, tujuan atau sasaran mediator, dan persepsi mediator. Beberapa pilihan strategis bagi prilaku mediator adalah:27

1. Problem solving atau integrasi, yaitu usaha menemukan jalan keluar “menang-menang”. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menerapkan pendekatan ini bila mereka memiliki perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-menang sangat mungkin dicapai.

2. Kompensasi atau usaha mengajak pihak-pihak yang bertikai supaya membuat konsesi atau mencapai kesepakatan dengan menjanjikan mereka imbalan atau keuntungan. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-menang sulit dicapai.

3. Tekanan, yaitu tindakan memaksa pihak-pihak yang bertikai supaya membuat konsesi atau sepakat dengan memberikan hukuman atau ancaman hukuman. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang sedikit

27


(56)

terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa kesepakatan yang menang-menang sulit dicapai.

4. Diam atau inaction, yaitu ketika mediator secara sengaja membiarkan pihak-pihak yang bertikai menangani konflik mereka sendiri. Mediator diduga akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang sedikit terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa kemungkinan mencapai kesepakatan “menang-menang” tinggi.

C. Tahapan Mediasi

Tahap pramediasi adalah tahap dimana para pihak mendapatkan tawaran dari hakim untuk menggunakan jalur mediasi dan para pihak menunjuk mediator sebagai pihak ketiga yang akan membantu menyelesaikan sengketa mereka.

Para sarjana atau praktisi mediasi berbeda dalam melihat dn membagi tahapan yang terdapat dalam proses mediasi. Riskin dan Westbrook membagi proses mediasi ke dalam lima tahapan yaitu:

1. Sepakat untuk menempuh proses mediasi 2. Memahami masalah-masalah

3. Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah 4. Mencapai kesepkatan

5. Melaksanakan kesepkatan

Kovach membagi proses mediasi ke dalam Sembilan tahapan sebagai berikut28

28

Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dan Arbitrase (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal 64


(57)

1. Penataan atau pengaturan awal

2. Pengantar atau pembukaan oeh mediator 3. Pernyataan pembukaan oleh para pihak 4. Pengumpulan informasi

5. Identifikasi masalah-masalah, penyusunan agenda dan kaukus 6. Membangkitkan pilihan-pilihan pemecahan masalah

7. Melakukan tawar-menawar 8. Kesepakatan

9. Penutupan

Prosedur mediasi adalah tahapan proses mediasi. Ada beberapa prosedur mediasi yang dilaksanakan di pengadilan sesuai dengan Perma No.01 tahun 2008 yaitu; tahap pra mediasi dan tahap-tahap proses mediasi29

a. Tahap Pra Mediasi

PERMA NO.01 Tahun 2008 Pasal 1 ayat (9)

(1) Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menemuh mediasi

(2) Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi.

(3) Hakim, melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi

29


(58)

(4) Kuasa hukum para pihak berewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi

(5) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi

(6) Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam ini Perma kepada para pihak

b. Tahap-Tahap Proses Mediasi

(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator.

(2) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang ditunjuk

(3) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (5) dan (6)

(4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berakhir masa 40 (empat puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 (5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu


(59)

(6) Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak jauh dengan menggunakan alat komunikasi. Dalam tahapan mediasi seorang mediator harus memegang prinsip dan bersikap yang benar-benar menjaga netralitas dan imparsialnya sebagai seorang penengah. Ada bebrapa prinsip seorang mediator dapat menjaga netralitasnya dalam menangani sebuah perkara:

1. Pahami karakteristik diri, sesuatu yang membuat marah atau freze 2. Perhatikan gaya tubuh, sejauh mana perasaan mempengaruhi sikap 3. Hati-hati terhadap pola perilaku yang akan membawa ke keadaan sulit 4. Perhatikan orang yang sedang berinteraksi dengan anda

5. Gunakan bahasa yang netral

6. Datang sebagai orang yang “baru’ yang ingin tahu segala sesuatu 7. Ambil break bila merasa perlu

D. Pandangan Hukum Mediasi dikota Medan dan Efektivitas Mediasi

1. Pandangan Hukum terhadap Mediasi

Sejarah penyelesaian konflik (perkara) secara damai telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia berabad-abad yang lalu. Masyarakat Indonesia merasakan penyelesaian perkara secara damai telah mengantarkan mereka kepada kehidupan yang harmonis, adil, seimbang dan terpeliharanya dari nilai-nilai kebersamaan (komunalitas) dalam masyarakat. Mengupanyakan penyelesaian perkara masyarakat secara cepat dengan menjunjung tinggi kebersamaan dan tidak merampas atau menekan kebebasan individual.


(60)

Hukum acara Perdata Indonesia yang sepanjang ini berlaku, mengatur tentang perdamaian dalam menyelesaikan sengketa perdata yang dilakukan melalui jalur medeiasi. Meski perkara telah diajukan kepengadilan, namun pada saat persidangan pertama kali digelar dengan dihadiri oleh kedua belah pihak baik tergugat (kuasanya) maupun penggugat (kuasanya), hakim wajib menanyakan pada kedua belah pihak apakah mereka telah menempuh jalur mediasi, apakah para pihak yang bersengketa akan melakukan perdamaian yerlebig dahulu. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg.

Pasal tersebut mendorong para pihak yang bersengketa untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri sambil menunggu peraturan perundang-undangan dan dengan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak dalam menyelesaikan suatu sengketa perdata, pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg masih dijadikan landasan peraturan untuk pelaksanaan mediasi. Adapun isi dari pasal 130 HIR/154 RBg sebagai berikut :

1. Apabila pada hari yang telah ditentukan, kedua belah pihak hadir, maka pengadilan dengan perantaraan Ketua siding berusaha memperdamaikan mereka.

2. Jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan, dibuat suatu akta- perdamaian yang mana kedua belah pihak dihukum akan melaksanakan


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sebagai mediator, Kantor Pertanahan Kota Medan mempunyai peran membantu para pihak dalam memahami pandangan masing-masing dan membantu mencari hal-hal yang dianggap penting bagi mereka. Mediator mempermudah pertukaran informasi, mendorong diskusi mengenai perbedaan-perbedaan kepentingan, persepsi, penafsiran terhadap situasi dan persoalan-persoalan dan mengatur pengungkapan emosi. Dalam rangka membangun kepercayaan publik salah satu yang dilakukan oleh BPN adalah melakukan percepatan penanganan dan penyelesaian kasus-kasus pertanahan sebagaimana diamanatkan dalam Tap MPR No. XI/MPR/2001 yang juga merupakan bagian dari 11 agenda prioritas BPN-RI. Bahwa dalam pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan yang didasarkan kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 34 Tahun 2007 Juknis No. 05/JUKNIS/D.V/2007, tipe mediator Badan Pertanahan Nasional adalah authoritative mediator sehingga sulit menghindarkan sikap apriori pihak-pihak yang bersengketa yang dapat menghambat proses mediasi.


(2)

2. Pelaksanaan penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi oleh BPN perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu Perma 01 Tahun 2008. Hal ini penting sebagai landasan BPN untuk mediator didalam penyelesaian sengketa pertanahan, karena pertanahan dikuasai oleh aspek hukum publik dan hukum privat maka tidak semua sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi, hanya sengketa pertanahan yang dalam kewenangan sepenuhnya dari pemegang hak saja yang dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi.

3. Kurangnya penerapan sanksi perundang-undangan tersebut sangat berpengaruh terhadap perlindungan hukum pemilik hak atas tanah dan masyarakat pada umumnya, oleh karena dengan mengacu pada konsep teori kriminalisasi khususnya yang terkait dengan tujuan hukum pidana dimaksudkan bahwa setiap undang-undang pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan masyarakat beserta anggota-anggotanya, demikian pulu dengan penetapan perbuatan yang tidak dikehendaki dalam konsep kriminalisasi dimaksudkan harus sesuai dengan kriteria perbuatan yang mendatangkan kerugian atas warga masyarakat dan perbuatan itu mengakibatkan adanya korban orang lain termasuk si pembuat

B. Saran

Secara prinsip bentuk penyelesaian sengketa dengan menggunakan lembaga mediasi adalah merupakan terjemahan dari Karakter budaya bangsa


(3)

Indonesia yang selalu mengedepankan semangat kooperatif. Semangat Kooperatif sudah mengakar sehingga nuansa musyawarah selalu dihadirkan dalam setiap upaya menyelesaikan setiap sengketa dalam masyarakat melalui upaya musyawarah untuk mencapai mufakat. Adapun saran yang dapat diberikan adalah: 1. Sebagai seorang mediator, BPN tentunya mempunyai peran yang penting dalam memaksimalkan lembaga mediasi sebagai tempat penyelesaian sengketa, Bertindak sebagai seorang Mediator atau penengah dalam penyelesaian masalah hendaknya dapat berperan dengan baik dan tidak memihak salah satu pihak

2. Hendaknya mediator dalam setiap penyelesaian sengketa tanah harus bisa memberikan keputusan yang bijaksana, tanpa terpengaruh dengan budaya KKN yang ada di Indonesia, maka tidak boleh sembarangan dalam memilih mediator. Karena mediator merupakan kunci dari penyelesaian permasalahan sengketa tanah.

3. Dan rekomendasi yang dapat diberikan untuk penyelesaian konflik sengketa tanah di jalan Ngumban Surbakti antara lain: bahwa perlu dibentuk sebuah lembaga yang dapat menjadi mediasi antara masyarakat dan pemerintah, dimana dengan adanya lembaga ini maka: memungkinkan rakyat mengadukan tanahnya yang dirampas; menguatkan posisi rakyat dalam hal pemilikan tanah, memungkinkan rakyat mendapatkan keadilan melalui pemulihan, penggantian terhadap kerugian dan hakhaknya yang dirampas oleh proses masa lalu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A.P Parlindungan, Hukum Agraria Serta Landreform, Ctk.Pertama, Bandung : CV. Mandar Maju, 1997.

Achmad Ali, Mengembara Di Belantara Hukum, Ujung Pandang : Hassanudin University Press,1990.

Askin (1990: 65), dalam Hambali Thalib, Sanksi Pemidanaan dalam Konflik Pertanahan, Kebijakan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Luar Kodifikasi Hukum Pidana, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009

Bachtiar Effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Bandung : Alumni, 1983.

B. Poernomo, Pola Dasar Teori, Asas Umum Hukum Acara Pidana dan Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta : Liberty, 1993.

Erwiningsih, Aktualisasi Hukum Agraria Guna Menunjang Otonomi Daerah. Jurnal Hukum Universitas Islam Indonesia, Nomor 13, Yogkarta, 2000.

H.Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid I, Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2004.

Kusdi, Teori Organisasi dan Administrasi, Jakarta : Salemba Humanika, 2009. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda

Karya,2000.

Mahkamah Agung Republik Indonesia., Mediasi dan Perdamaian Jakarta : MARI, 2004.

Maria S.W. Sumardjono dkk."MEDIASI Sengketa Tanah, Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan, Kompas, Jakarta, 2008 him 2. Lihat juga definisi konflik menurut Coser yang dikutip dari Moore, 1996 : 17 adalah: "Conflicts involve


(5)

Nurhasan Ismail dalam Efektifitas Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa

Pertanahan Disampaikan pada Penataran Kanwil BPN Jawa Tengah

tahun 2008

Nurhasan Ismail dalam Efektifitas Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa

Pertanahan Disampaikan pada Penataran Kanwil BPN Medan tahun

2012

P. Joko Subagyo, Metode penelitian Dalam Teori dan Praktek¸ Cetakan Kelima, Jakarta : Rineka Cipta, 2006

Padmo Wahjono, "Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum", Jakarta :Ghalia Indonesia, 1983

R.Soehadi, Penyelesaian Sengketa Tanah, Ctk.Pertama, Surabaya : Karya Anda, 1995.

R. Atmasasmita, Masalah Santunan Terhadap Korban Tindak Pidana, Jurnal Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta : Departemen Kehakiman,1994

Ridwan. HR, Hukum Administrasi Negara, Ctk.Pertama, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2002

Rusmandi Murad, Penyelesaian Sengketa hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991.

Rachmadi Usman,Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 1985

Stephen P. Robbin, Organization Theory: Structure, Design And Application, Englewood Cliff NY : Prentice-Hall, 1990.

Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dan Arbitrase Bogor: Ghalia Indonesia, 2004

Sunarjati Hartono, "Apakah THE RULE OF LAW itu?"Bandung : Alumni, 1969 Tirtaamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta : Fasco, 1955.


(6)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Dasar tahun 1945.

Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Keppres No. 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadann tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum

Peraturan Mahkamah Agung No. Tahun 2008, Mahkamah Agung RI, 2008

C. Internet

Mediation: “A process to Regain Control Of Your Life”, 4 oktober 2006. Artikel.http://

www.mediate.com/,h.1 diakses pada tanggal 25 November 2012.

21 November 2012

29 November 2012


Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TERHADAP SERTIFIKAT GANDA DI KANTOR PERTANAHAN KOTA SEMARANG

0 25 170

TESIS PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WOE MELALUI MEDIASI DI KABUPATEN NGADA OLEH KANTOR PERTANAHAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANFAATAN HUKUM.

0 2 12

PENDAHULUAN PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WOE MELALUI MEDIASI DI KABUPATEN NGADA OLEH KANTOR PERTANAHAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANFAATAN HUKUM.

0 3 25

TINJAUAN PUSTAKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WOE MELALUI MEDIASI DI KABUPATEN NGADA OLEH KANTOR PERTANAHAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANFAATAN HUKUM.

0 5 50

PENUTUP PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WOE MELALUI MEDIASI DI KABUPATEN NGADA OLEH KANTOR PERTANAHAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANFAATAN HUKUM.

0 4 8

PENYELESAIAN SENGKETA TANAH TERINDIKASI OVERLAPPING DENGAN CARA MEDIASI Penyelesaian Sengketa Tanah Terindikasi Overlapping Dengan Cara Mediasi Oleh Badan Pertanahan Nasional (Study Kasus Di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo).

1 13 17

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA TANAH Penyelesaian Sengketa Tanah Terindikasi Overlapping Dengan Cara Mediasi Oleh Badan Pertanahan Nasional (Study Kasus Di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo).

0 5 13

Penyelesaian sengketa tanah di kecamatan Karanganyar melalui mediasi oleh kantor pertanahan kabupaten Karanganyar

0 0 50

BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN A. Peranan Kantor Badan Pertanahan Kota Medan - Tinjaun Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Mediasi Oleh Kantor Pertanahan

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tinjaun Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Mediasi Oleh Kantor Pertanahan Kota Medan

0 0 19