Permasalahan Ruang Lingkup Permasalahan dan Ruang Lingkup

11

2. Kerangka Teoretis

Teori yang digunakan penulis sebagai pisau analisis dalam menjawab permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah: a. Teori Hukum Progresif Memahami istilah progresivisme dalam konteks hukum progresif dapat dijabarkan sebagai berikut: 13 1. Progresivisme bertolak dari pandangan bahwa pada dasarnya manusia adalah baik, dengan demikian hukum progresif mempunyai kandungan moral yang kuat. Progresivisme ingin menjadikan hukum sebagai institusi yang bermoral. 2. Hukum progresif mempunyai tujuan berupa kesejahteraan dan kebahagiaan manusia, maka sebagai konsekuensinya hukum selalu dalam proses menjadi. Oleh karena itu hukum progresif selalu peka terhadap perubahan masyarakat disegala lapisan. 3. Hukum progresif mempunyai watak menolak status quo ketika situasi ini menimbulkan kondisi sosial yang dekanden dan korup. Hukum progresif memberontak terhadap status quo, yang berujung pada penafsiran hukum yang progresif. 4. Hukum progresif mempunyai watak yang kuat sebagai kekuatan pembebasan dengan menolak status quo. Paradigma “hukum untuk manusia’ membuatnya merasa bebas untuk mencari dan menemukan format, pikiran, asa, serta aksi yang tepat untuk mewujudkannya. Secara sederhana sistem peradilan pidana merupakan suatu sarana penanggulangan kejahatan yang di dalamnya terdapat sub-sub sistem yang saling berkaitan. Secara eksplisit, pengertian sistem peradilan pidana itu menggambarkan adanya keterpaduan antara sub-sub sistem yang ada dalam peradilan, sehingga dikenal dengan sebutan sistem peradilan pidana terpadu integrated criminal justice system. 14 13 Mahmud Kusuma. Menyelami Semangat Hukum Progresif, Terapi Paradigma Bagi Lemahnya Hukum Indonesia. AntonyLib, Yogyakarta, 2009, hlm. 60. 14 Muladi. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Cetk. Pertama, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, hlm. 1. 12 Pengertian di atas mencerminkan bahwa dalam sistem peradilan pidana itu terdapat kumpulan-kumpulan lembaga yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yang meliputi kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakat. Dilihat dari sudut pandang hukum, pekerjaan kepolisian, tidak lain berupa penerapan atau penegakan hukum, dengan demikian, polisi menjadi penjaga status quo dari hukum. Polisi itu adalah “hamba hukum”, “aparat penegak hukum”, dan sebagainya. Pemahaman di atas membawa implikasi bahwa tidak ada legitimasi lain untuk polisi, kecuali sebagai aparat penegak hukum, sehingga pertanggungjawaban yang harus diberikannya juga semata-mata terhadap hukum yang menjadi “majikannya”. Dilihat dari kaca mata hukum progresif, polisi tidak menjadikan hukum sebagai pusatnya, tapi rakyatlah manusia yang menjadi perhatian utama. Ketika polisi menjadi pengayom dan pelindung rakyat, maka bukan hukum yang menjadi patokan utama, tapi hati nurani. Artinya, ketika ada suatu kasus, yang pertama kali dilihat bukan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan kasus itu, tapi hal-hal lain di luar hukum. Ia tidak lagi terkungkung dengan rumusan formal perundang- undangan yang mengancam hukuman penjara bagi seorang pencuri, tapi melihat kasus itu sesuai dengan hati dan pikirannya. Polisi yang demikian ini disebut dengan “polisi protagonis”, yaitu polisi yang mengayomi dan melindungi rakyat kecil. Ia memiliki kesabaran, keberanian untuk keluar dari aturan hukum tertulis yang selama ini menjadi majikannya, dedikasi, dan pro rakyat kecil. 15 15 Satjipto Rahardjo. Op.Cit, hlm. 30-31.