Perbedaan kerugian dari setiap komoditas baik pada harga tahun 1997 maupun harga tahun 2003, disebabkan oleh perbedaan luas, penurunan
produktivitas dan harga. Persentase kerugian tanaman padi lebih tinggi disebabkan karena faktor luas areal 78, tanaman palawija 17 dan luas areal
tanaman sayuran 5,25. Namun kerugian perhektar lebih tinggi pada tanaman palawija akibat penurunan produktivitas yang lebih tinggi yaitu 247,35 kgha
dibanding tanaman padi 110 kgha dan sayuran 3,53 kgha. Selain faktor penurunan produktivitas tanaman, maka faktor lain yang berpengaruh terhadap
kerugian total dan kerugian perhektar yaitu faktor harga, sehingga adanya perubahan harga akan berpengaruh langsung terhadap besarnya nilai kerugian.
Oleh sebab itu, untuk menghidari penilaian yang bersifat over atau under valu sebaiknya menggunakan harga pasar bayangan atau pendekatan biaya ganti
kerusakan tanaman.
5.3.6. Total Kerugian Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan
Berdasarkan penjelasan dampak kebakaran hutan terhadap penurunan kesehatan masyarakat, produktivitas penduduk dan perusahaan hotel, serta
produktivitas tanaman pangan sub bab 5.3.1 sampai sub bab 5.3.5,
menunjukkan bahwa asap kebakaran hutan memberikan efek yang sangat merugikan secara sosial ekonomi bagi masyarakat skala mikro maupun skala
makro ekonomi wilayah yaitu dalam bentuk penurunan tingkat pendapatan dan meningkatnya biaya atau pengeluaran sehingga daya beli masyarakat akan
semakin menurun dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.
Total nilai ekonomi kerusakan lingkungan akibat asap kebakaran hutan diperkirakan sebesar Rp. 3,15 milyar tahun 1997 dengan rata-rata kerugian Rp.
244.418ha,- dan meningkat sebesar Rp. 7,42 milyar 2003 atau naik 135 dengan nilai kerugian rata-rata Rp. 574.622,-ha, dengan kerugian terbesar dialami
oleh menurunnya kesehatan masyarakat. Tingginya kerugian masyarakat dibanding kerugian lainnya disebabkan karena jumlah penduduk yang terpapar
asap mencapai 66 ribu orang 15,80 dari penduduk Kabupaten Sintang tahun
1997 Tabel 38. Hal ini terjadi karena adanya perubahan kualitas lingkungan
185
udara dimana sisa pembakaran menghasilkan debu dan partikel di udara yang apabila terhirup oleh penduduk akan menyebabkan gangguan infeksi saluran
pernapasan atas ISPA. Tabel 38. Total Kerugian Ekonomi Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan
di Kabupaten Sintang Periode Agustus-Desember 1997
No Jenis Kerugian Biaya
Satuan orang -
unit - ha Kerugian
Persatuan 1997
Rporang- unit-ha
Total Kerugian 1997
Rp Kerugian
Persatuan 2003
Rporang- unit-ha
Total Kerugian 2003
Rp A Kesehatan
Masyarakat
1
1 Dirawat Menginap di RS
1.266 190.607 241.289.172 419.336
530.836.680 2 Tidak
Menginap RS
12.659 36.983
468.172.152 110.950 1.404.516.457
3 Beli Obat Sendiri
42.197 18.150
765.885.443 47.363 1.998.549.332
4 Beli Musker
10.549 3.500
36.922.025 7.500
79.118.625 Jumlah-A
66.671 22.683
1.512.268.792 60.192 4.013.021.095
B Penduduk Tidak
bekerja
2
23.715 27.081 642.225.915 43.248
1.025.626.320 C Gangguan
Transportasi
2
1 Trasportasi Darat
78 421.795
32.900.000 729.615
56.910.000 2
Trasportasi Sungai 23
491.304 11.300.000
898.696 20.670.000
3 Trasportasi Udara
21 5.606.667
117.740.000 6.392.857 134.250.000
Jumlah-C 122
1.327.377 161.940.000 1.736.311
211.830.000 D
Hotel Penginapan
2
1.330 136.200 181.145.550 221.341 294.383.500
E Penurunan Produktivitas
2
Tanaman Pangan 8.993
73.528 661.229.090 209.214
1.881.446.184 Jumlah A – E
1.518.868 3.158.809.347 2.270.306
7.426.307.099 Kerugian Perhektar
12.924 244.418
574.622
Keterangan: 1
Penilaian Kerugian Kesehatan Masyarakat menggunakan pendekatan biaya yaitu biaya berobat atau biaya menghindari sakit
2 Penilaian kerugian penduduk tidak kerja, transportasi, hotel penginapan, produktivitas tanaman pangan
menggunakan pendekatan harga pasar atau nilai produktivitas.
Sementara kerugian ekonomi penduduk yang tidak masuk kerja akibat adanya kebakaran hutan dan lahan 20,33 dari total kerugian ekonomi akibat
asap kebakaran disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sintang yang menyarankan penduduk untuk tidak melakukan aktivitas
ketika asap kebakaran telah melewati ambang batas normal, yang pada periode September – November 1997 jumlah partikel debu akibat asap kebakaran yaitu
rata-rata perhari sebesar 490,25 µgm
3
tidak sehat lebih tinggi dibanding ambang batas minimum yang diperbolehkan yaitu 260
µgm
3
Kepmen LH. No.
186
02MenLH1988 maupun menurut indeks standar pencemaran udara ISPU diatas 400
µgm
3
sangat berbahaya. Dampak ketiga dari adanya asap kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten
Sintang tahun 1997 yaitu menurunnya produktivitas angkutan darat, sungai dan udara, baik karena tidak beroperasinya kendaraan maupun penurunan jumlah
penumpang., terutama pada jenis transportasi angkutan udara. Sementara kerugian menurunnya tingkat hunian hotel dan penginapan meskipun tidak semua hotel
dan penginapan yaitu 14 orangbulanpenginapan dengan total penurunan tingkat hunian 1.330 orang 50 dari total penurunan tingkat hunian 2.660 orang terjadi
sebagai akibat dampak tidak langsung dari terganggunya transportasi yang menghubungkan Kabupaten Sintang dan daerah lainnya.
Sedang kerugian penurunan produktivitas tanaman pangan terkait dengan adanya partikel debu hasil pembakaran yang mengganggu proses fotosintesis
tanaman dan proses kebakaran yang berlangsung lama, sehingga menurunkan produktivitas tanaman terutama pada tanaman pangan. Tanaman yang mengalami
penurunan produktivitas terbesar tanaman palawija yaitu 247 kgha 68,47, kemudiian diikuti oleh tanaman padi sebesar 110 kgha 30,56 dan yang paling
rendah penurunannya yaitu tanaman sayuran sebesar 3,53 kgha 0,98. Hal ini sejalan dengan pendapatan Hong dan Xu-Ping 1996 dalam UNDP dan
Kementerian Lingkungan Hidup 1998, yang menyatakan bahwa konsentrasi debu dan partikel maupun hujan asam akibat asap kebakaran hutan dan lahan
dalam jangka waktu yang lama, dapat mengganggu proses fotosintesa tanaman dan secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Penilaian kerugian yang ditimbulkan oleh asap kebakaran hutan dan lahan yang ternilai secara langsung berdasarkan kerugian kesehatan dan penurunan
produktivitas masyarakat maupun produktivitas perusahaan, akan semakin besar apabila diperhitungkan dampak kerugian lanjutannya, seperti: penutupan bandara,
resiko kematian penduduk, dan resiko kerugian lain yang dampaknya bersifat jangka panjang. Oleh sebab itu, penilaian terhadap dampak kebakaran hutan dan
lahan sangat penting karena dampak yang ditimbulkan sangat luas baik terhadap masyarakat maupun perekonomian wilayah.
187
5.4. Evaluasi Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat
Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang pada tahun 1997 diketahui memberikan dampak yang sangat luas baik dari aspek biofisik,
ekologi, sosial ekonomi maupun aspek politik jika luas areal terbakar sangat luas, karena dekat dengan kawasan perbatasan negara tetangga, khususnya
Malaysia. Dari hasil penelitian teridentifikasi bahwa tolok ukur dalam menilai kerugian ekonomi lingkungan akibat kebakaran sangat ditentukan oleh empat
faktor yaitu: 1 luas areal yang terbakar menurut tipe hutan dan lahan, 2 jenis dan besarnya dampak atau kerugian yang ditimbulkan, 3 harga atau biaya dari
setiap sumberdaya atau potensi yang rusak atau hilang akibat kebakaran hutan dan lahan, dan 4 metode penilaian yang digunakan dalam menilai dampak kebakaran
hutan dan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan akibat
kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang tahun 1997 menurut sifat kerugiannya terdiri atas dua jenis kerugian yaitu: 1 bersifat langsung dan 2
tidak langsung. Kerugian langsung terdiri atas: a kerugian potensi kayu kayu pulp dan kayu bakar; b flora fauna dimanfaatkan dan dilindungi; c produksi
perkebunan; d kerugian wisata alam, e biaya pemadaman api mitigasi. Kerugian tidak langsung yaitu: a menurunnya jasa lingkungan penyedia air,
pengendali banjir dan erosi, penyerapan karbon, keanekaragaman hayati, b menurunnya kualitas lingkungan udara akibat asap kebakaran yaitu gangguan
kesehatan, penduduk tidak kerja, gangguan transportasi, produktivitas hotel dan tanaman pangan serta gangguan kerjasama dengan negara tetangga.
Kerugian langsung dan tidak langsung tersebut belum semuanya dikaji dalam penelitian ini, seperti: 1 hilangnya harapan expected value terhadap
produktivitas tanaman perkebunan atau kehutanan apabila tidak terjadi kebakaran, 2 jasa lingkungan lain seperti: ketersediaan unsur hara, kematian mikroba,
fungsi dan peran dari flora fauna dan habitatnya dalam ekosistem, dan gangguan iklim mikro, 3 menurunnya produktivitas tenaga kerja dibandara dan kegiatan
ekonomi terkait lainnya, 4 resiko kematian dan penyakit akibat asap kebakaran hutan dan lahan jangka panjang.
188