The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

(1)

METODE PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN LINGKUNGAN

AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

(Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat)

Lukman Yunus

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(2)

ABSTRAK

LUKMAN YUNUS. Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat). Dibimbing oleh BUNASOR SANIM, F. GUNARWAN SURATMO, DUDUNG DARUSMAN, dan HARRY SANTOSO.

Kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali menyebabkan kerugian lingkungan yang sangat besar baik ditinjau dari aspek ekonomi, ekologi dan politis. Tujuan utama dari penelitian adalah menyusun dan mengevaluasi metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan. Lokasi penelitian meliputi Taman Nasional Bukit Baka (230 ha), TWA Baning (59,5 ha), HTI Finantara Intiga (15 ha), HTI Inhutani III (12.452 ha), Perkebunan TCSDP Nanga Pinoh (76 ha) dan Lahan Perkebunan Masyarakat (91,20 ha) dengan sampel penelitian seluas 42 ha serta jumlah responden 250 orang. Analisis data menggunakan pendekatan harga pasar, produktivitas, harga bayangan, biaya ganti, kehilangan pendapatan, biaya kesehatan, transfer benefit, contingent valuation method, korelasi kanonik, model persamaan struktural serta analisis sistem.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang berbeda sehingga pilihan metode harus disesuaikan dengan kriteria dan tahapan penilaiannya. Total nilai ekonomi kerugian akibat kebakaran tahun 1997 sebesar Rp. 53,91 milyar dengan kerugian di lokasi sampel Rp. 175 juta atau rata-rata Rp. 4,17 juta/ha, dan meningkat 69,64% pada tahun 2003. Kerugian terbesar yaitu di kawasan hutan dengan fungsi konservasi dan pelestarian alam. Sementara berdasarkan manfaatnya, kerugian terbesar yaitu hilangnya manfaat langsung, karena belum semua manfaat tidak langsung ternilai dalam penelitian ini. Menurunnya kesehatan masyarakat merupakan kerugian terbesar dari dampak asap kebakaran hutan dan lahan. Namun dampak kebakaran tersebut belum sampai mengganggu hubungan kerjasama dengan negara lain, tetapi menimbulkan biaya transaksi. Faktor alami dan manusia secara

bersama-sama mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan, masing-masing sebesar

γ = -0,192 dan γ = -0,462. Curah hujan, suhu, kelembaban, penggunaan api, sikap dan kepedulian masyarakat terhadap api, serta usaha mitigasi adalah komponen yang paling nyata pengaruhnya terhadap terhadap kebakaran hutan(α = 0,05), dengan tingkat validitas model sebesar 73%. Sehingga untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan maka alternatif kebijakan yang dapat dilakukan yaitu menerapkan skenario optimis dengan cara mencegah penggunaan api dan meningkatkan usaha mitigasi kebakaran, serta meratifikasi AATHP dan meningkatkan kerjasama dengan negara lain dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.


(3)

ABSTRACT

LUKMAN YUNUS. The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan) under advisory of BUNASOR SANIM, F. GUNARWAN SURATMO, DUDUNG DARUSMAN, and HARRY SANTOSO.

Uncontrolled land and forest fires have caused an enormous environmental losses in terms of economical, ecological and political aspects. The main objective of this study is to formulate and evaluate the method of economic valuation of environmental damage caused by land and forest fires. The study was conducted in the National Park of Bukit Baka (230 ha), Natural Recreation Park of Baning (59.5 ha), Industrial Forest Plantation of Finantara Intiga (15 ha), Industrial Forest Plantation of Inhutani III (12,452 ha), TCSDP Plantation of Nanga Pinoh (76 ha) and community plantation (91.20 ha) with the sample of 42 ha and 250 respondents. The data analysis used were the approach of market price, productivity, shadow price, replacement cost, income losses, health costs, transfer benefit, contingent valuation method, canonical correlation, structural equation model and system analyses.

The study showed that land and forest fires give different impacts. Therefore, the choice of methods should be in accordance with criteria and stages of valuation. The total economical losses caused by fires in 1997 was 53.91 billion rupiahs which was 175 million rupiahs in the sample area or of 4.17 million rupiahs/ha in the average. It was an increasing of 69.64% in the year of 2003. The biggest loss occurred in the forest area with conservation and natural preservation functions. On the other hand, in terms of the benefit, the biggest loss was in the direct benefit. It is because not all indirect benefit was valuated in this study. The declining of people’s health was the biggest loss in terms of haze from land and forest fires. However, those fire impact did not disturbed the cooperation with other countries but only the transaction costs. Both of the natural and human factor influence of land and forest fire simultaneously with γ = -0.192 and γ = -0.462. Rainfall, temperature, humidity, the using of fire, attention and involving of the community toward fire and mitigation effort showed the most significant effect on forest fire (α = 0.05) with 73% of model validity level. Therefore, the alternatives of policy to prevent land and forest fires are the implementation of optimistic scenario by preventing the using of fire, the improvement of fire mitigation efforts, ratification of AATHP and strengthening the cooperation with other countries in controlling land and forest fires.


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat) adalah gagasan hasil penelitian saya sendiri dengan dibimbing oleh komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2005


(5)

METODE PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN LINGKUNGAN

AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

(Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat)

Lukman Yunus

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Disertasi : Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat)

Nama : Lukman Yunus Nomor Pokok : 975044

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. F. Gunarwan Suratmo, MF Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA

Anggota Anggota

Dr. Ir. Harry Santoso

Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian : 18 Agustus 2005 Tanggal Lulus :


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 September 1966 di Kendari-Sulawesi Tenggara. Anak kedua dari empat bersaudara, anak dari keluarga Muhammad Amir Yunus (alm) dan Saminah (alm).

Penulis masuk menjadi mahasiswa Universitas Haluoleo pada tahun 1985 lewat jalur UMPTN dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian tahun 1991. Pada tahun 1994 mengikuti Program Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) IPB, lulus tahun 1997, dan dilanjutkan dengan mengikuti Program Pascasarjana S-3 di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL).

Sejak tahun 1992 penulis diterima menjadi staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari - Sulawesi Tenggara.


(8)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas kesempatan dan rahmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan Disertasi, yang merupakan syarat untuk mencapai gelar Doktor dalam bidang Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan menyusun dan mengevaluasi metode penilaian kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan yang diketahui memberikan dampak yang sangat luas terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Kerugian yang ditimbulkan berpengaruh terhadap keberadaan sumberdaya hutan dan lahan serta terhadap kehidupan manusia. Namun, penilaian kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan masih sangat terbatas dan bervariasi menurut metode penilaian, waktu dan lokasi kebakaran. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penilaian ekonomi yang tepat dalam menghitung kerugian akibat kebakaran, dengan mengambil kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof Dr Ir. Bunasor Sanim, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, dan kepada anggota komisi pembimbing Bapak Prof Dr Ir. F. Gunarwan Suratmo, MF., Bapak Prof Dr Ir. Dudung Darusman, MA dan Bapak Dr Ir. Harry Santoso yang telah berkenan membimbing dan memberikan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan Disertasi. Tanpa bimbingan, arahan dan kesabaran dari beliau-beliau, kiranya sangat sulit untuk menyelesaikan penulisan Disertasi ini.

Terimakasih dan penghargaan juga kami sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Boen Purnama, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo atas kesediaan untuk menjadi penguji luar komisi di Ujian Terbuka, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada Ujian Tertutup. Teriring pula ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Program Studi PSL dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB.

Kepada teman-teman di Yasmin Tulanyo yang juga sekaligus saudara saya: Martin, Benny, Endang, Yunus, Dadang, Candra, Iswandi, Philip, Nurdin, dan Odho, ijinkan saya menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya atas dukungan, kerjasama dan diskusi yang telah kita lakukan. Khusus kepada Dadang, Yunus, Tajuddin, Eka Saputra, dan Herkulana Mekaryani, terimakasih atas kesediaan membantu dan bekerjasama selama pelaksanaan penelitian. Terimakasih juga disampaikan kepada Geng Fahutan (Tutut, Hernios, Ricky, Rahmat, Agus Kartono, dan Nandi) yang sering mengingatkan untuk menyelesaikan penulisan Disertasi.

Kepada keluarga besar Bapak Razak Porosi, keluarga Kakanda Amran Yunus, Adinda Yuliati dan Adit, Adinda Rahmat dan Adinda Reni Rosmini serta Tante Sitiara, terimakasih yang tak terhingga atas doa dan bantuannya baik moral maupun materil selama melaksanakan pendidikan. Terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar Anggoeya dan Kolono atas dukungannya.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih harus dikaji terus untuk memperkaya khasanah keilmuan, oleh sebab itu, adanya urun pendapat dan sumbang saran untuk melengkapinya, penulis menyampaikan terimakasih banyak.


(9)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ………. i

DAFTAR ISI ……….… ii

DAFTAR TABEL ……….… v

DAFTAR GAMBAR ……….… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….… ix

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………...……... 1

1.2. Tujuan Penelitian ………...……... 3

1.3. Kerangka Berpikir ………...……... 3

1.4. Perumusan Masalah ………...……... 7

1.5. Manfaat Penelitian ………...……... 10

1.6. Novelty (Kebaruan) ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebakaran Hutan ………... 12

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan …...……... 14

2.3 Dampak Kebakaran Hutan ……… 17

2.4. Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan …...………... 19

2.5. Analisis Korelasi Kanonik ………...……… 26

2.6. Model Persamaan Struktural………...……… 28

2.7. Analisis Sistem dan Permodelan .……… 29

2.8. Hasil Penelitian Terdahulu ………...……….... 31

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 34

3.2. Identifikasi dan Inventarisasi Areal Yang Terbakar …………..….. 37

3.3. Pengukuran Vegetasi dan Pendugaan Populasi Satwa …………..….. 38

3.4. Teknik Penentuan Populasi dan Responden ……… 41

3.5. Jenis Data, Cara Pengumpulan dan Sumber Data ………...……… 45

3.5.1. Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan ... 45

3.5.2. Kerugian Ekonomi Sumberdaya Hutan ...…... 46


(10)

3.5.4. Biaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ... 49

3.5.5. Kerugian Ekonomi Kerusakan Tanaman Perkebunan dan Pertanian ... 50

3.5.6. Kerugian Ekonomi Akibat Asap Kebakaran Hutan dan Lahan ... 50

3.6. Batasan Unit Analisis ………... 52

3.7. Analisa Data ………...…... 54

3.7.1. Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan ... 54

3.7.2. Total Nilai Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan …… 58

3.7.3. Penyusunan Model Pendugaan Kebakaran Hutan dan Lahan ... 82

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya ………... 84

4.2. Taman Wisata Alam Baning ... 87

4.3. HTI PT Finantara Intiga ……… 91

4.4. HTI PT Inhutani III Sintang ……….. 93

4.5. Perkebunan Karet Proyek TCSDP Sintang Nanga Pinoh ……… 97

4.6. Lahan Perkebunan Karet Masyarakat ……… 98

4.7. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ……… 100

4.8. Profil Kesehatan Kabupaten Sintang ……… 101

4.9. Profil Demografi Kabupaten Sintang ……… 104

4.10. Profil Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan ………... 105

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penilaian Kerugian Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan .... 108

5.1.1. Penilaian Kerugian Kayu Bakar ...……...………... 108

5.1.2. Penilaian Kerugian Kayu, Tanaman Perkebunan dan Hasil Ikutannya ... 114

5.1.3. Metode Penilaian Sumberdaya Hutan Non Kayu ... 120

5.1.4. Metode Penilaian Kerugian Ekonomi Wisata Alam ... 124

5.1.5. Metode Penilaian Kerugian Hilangnya Fungsi Pengatur Tata Air ... 127

5.1.6. Pengaruh Kebakaran Hutan dan Lahan Terhadap Erosi Tanah 133 5.1.7. Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pelepasan Karbon Ke Udara .. 136

5.1.8. Penilaian Kerugian Keanekaragaman Hayati serta Habitat Sumberdaya Hutan dan Lahan ……….………... 141


(11)

iv

5.3 Penilaian Kerugian Ekonomi Akibat Asap Kebakaran ……….. 169

5.3.1. Dampak Kesehatan Masyarakat ... 169

5.3.2. Dampak Penduduk Tidak Masuk Kerja ... 172

5.3.3. Gangguan Transportasi ... 175

5.3.4. Penurunan Penghuni Hotel dan Penginapan... 180

5.3.5. Penilaian Penurunan Produktivitas Tanaman Pertanian ... 182

5.3.6. Total Kerugian Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan ... 185

5.4. Evaluasi Metode Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan ... 188

5.5. Total Nilai Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan ... 199

5.5.1. Nilai Kerugian Ekonomi Menurut Fungsi Hutan dan Lahan …. 199 5.5.2. Total Nilai Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan ... 202

5.6. Dampak Politis Kebakaran Hutan dan Lahan …...……... 210

5.7. Faktor-faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan …...……... 215

5.7.1. Faktor-faktor Alami ………... 215

5.7.2. Faktor Manusia ...………... 219

5.7.3. Korelasi Faktor Alami dan Manusia Terhadap Kebakaran Hutan ... 227

5.8. Simulasi Model Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ... 234

5.8.1. Periode Waktu dan Asumsi Model ... 234

5.8.2. Model Kebakaran Hutan dan Lahan ... 236

5.8.3. Simulasi Model Kebakaran Hutan dan Lahan …………... 240

5.8.4. Validasi dan Sensitivitas Model Kebakaran Hutan dan Lahan ... 241

5.8.5. Simulasi Model Kebijakan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ........ 247

VI. KESIMPULAN dan SARAN 6.1. Kesimpulan ... 252

6.2. Saran ... 254

DAFTAR PUSTAKA ……….. 256


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1 Matriks Data Analisis Korelasi Kanonik ..………... 27 2 Lokasi Penelitian Kebakaran Hutan dan Lahan Menurut Tapak Areal

Terbakar Tahun 1997 di Kabupaten Sintang………. 36 3 Blok dan Petak Contoh Areal Terbakar ………....………... 39

4 Populasi dan Responden Penelitian………. 42

5 Komponen Pembentuk Peubah Laten Bebas Faktor Alami dan Manusia serta Peubah Laten Tak Bebas Luas Kebakaran Hutan dan Lahan ………… 57 6 Stratifikasi Vegetasi Dominan Menurut Jumlah Individu dan INP perhektar

pada Areal Terbakar di Taman Nasional Bukit Baka... 85 7 Potensi Flora Fauna Perhektar pada Areal Terbakar di Taman Nasional

Bukit Baka………... 87 8 Stratifikasi Vegetasi Dominan Menurut Jumlah Individu dan INP

perhektar pada Areal Terbakar di Hutan Wisata Baning ... 89 9 Potensi Flora Fauna Perhektar pada Areal Terbakar di Taman Wisata Alam

Baning ... 91 10 Rekapitulasi Tanaman HTI yang Terbakar di PT Inhutani III Sintang …... 96 11 Luas Areal, Jenis Tanaman dan Produksi Karet Peserta Proyek TCSDP

pada Areal Terbakar Tahun 1997 ...…... 98 12 Luas Lahan, Jumlah Petani, Jenis dan Umur Tanaman pada Areal

Perkebunan Karet Rakyat yang Terbakar Tahun 1997...…... 99 13 Penanaman Kembali Tanaman Karet Pada Lahan Masyarakat……... 99 14 Hasil Survey Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Kesehatan

Masyarakat yang Berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas (Dirawat dan

menginap) ………. 102

15 Hasil Survey Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Kesehatan Masyarakat yang Berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas (Tidak

menginap dan Beli Obat Sendiri)………... 103 16 Penduduk Lima Kecamatan di Kabupaten Sintang Tahun 1997 ... 104 17 Keragaan Pendidikan Responden Pada Lima Kecamatan di Kab. Sintang … 106 18 Kebutuhan Bahan Bakar Rumah Tangga pada Desa Sampel ……... 109 19 Perbandingan Metode Penilaian Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan

Lahan pada Kehilangan Kayu Bakar di Kab. Sintang, Tahun 1997 & 2003. 112 20 Nilai Kerugian Kayu dan Tanaman Perkebunan Menurut Penilaian di

Areal Terbakar Kabupaten Sintang, Tahun 1997……... 115 21 Perbandingan Metode Penilaian Ekonomi Dampak Kebakaran Hutan dan

Lahan pada Kehilangan Flora Fauna di Kabupaten Sintang 1997 dan 2003 122 22 Jumlah Pengunjung dan Biaya Pengeluaran Wisata ke TWA Baning dan


(13)

vi

23 Kerugian Ekonomi Kebakaran Lahan Terhadap Hilangnya Fungsi Pengatur

Tata Air di TNBB dan TWA Baning ... 129

24 Nilai Kerugian Ekonomi Erosi Tanah Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ………... 134

25 Nilai Kerugian Ekonomi Hilangnya Fungsi Penyerapan Karbon dari Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ………. 138

26 Kerugian Ekonomi Berdasarkan Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Keanekaragaman Hayati dan Habitat TNBB...…... 143

27 Kerugian Ekonomi Berdasarkan Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Keanekaragaman Hayati dan Habitat TWA Baning...…... 149

28 Kerugian Ekonomi Berdasarkan Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Keanekaragaman Hayati dan Habitat di Inhutani III...……... 154

29 Kerugian Ekonomi Berdasarkan Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Keanekaragaman Hayati dan Habitat HTI Finantara Intiga …………... 159

30 Biaya Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ………... 164

31 Nilai Kerugian Kesehatan Masyarakat Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang 1997 ……….………... 171

32 Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Tidak Kerja Akibat Asap Kebakaran Hutan di Kabupaten Sintang 1997 ...……... ... ... 174

33 Kerugian Angkutan Darat Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 1997 ... 176

34 Kerugian Angkutan Air Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 1997 …... 177

35 Kerugian Angkutan Udara Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan... 179

36 Perhitungan Kerugian Ekonomi Penurunan Tingkat Hunian Hotel / Penginapan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan 1997 ………... 181

37 Nilai Kerugian Penurunan Produktivitas Tanaman Pangan Akibat Dampak AsapKebakaran Hutan dan Lahan Tahun 1997 ………... 184

38 Total Kerugian Ekonomi Dampak Asap Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang (Periode Agustus-Desember 1997)…... 186

39 Total Nilai Ekonomi Kerugian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang tahun 1997 (12.923,82 ha) ………... 204

40 Pola Pembukaan Lahan Masyarakat di Kecamatan Sampel... 220

41 Korelasi Kanonik Antara Faktor Sosial Ekonomi (Manusia) dengan Faktor Alami Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang 1997 228 42 Faktor Muatan (loading factor) dan Nilai-t Model Persamaan Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan ... 232

43 Dekomposisi Pengaruh Langsung, Tak Langsung dan Total untuk Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan ... 234

44 Uji Validasi Model Nilai Tengah Antara Data Pengamatan dan Hasil Simulasi ... 242

45 Uji Sensitivitas Model Berdasarkan Perubahan Hot Spot, Kebakaran Tahunan dan TEV Kebakaran Hutan dan Lahan ... 245

46 Hasil Simulasi Skenario Pesimis, Moderat dan Optimis Terhadap Perubahan Hot Spot, Kebakaran Tahunan, Curah Hujan dan Nilai Ekonomi Kerusakan Lingkungan ... 248


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1 Kerangka Berpikir Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan ...

6

2 Kategori Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan ………...……….. 23

3 Peta Kabupaten Sintang dan Lokasi Penelitian ………... 35

4 Desain Jalur Analisis Vegetasi ...………... 39

5 Kerangka Sampel (Sampling Frame)...………... 43

6 Tahapan Analisis Data Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan .………... 55

7 Model Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan .………... 57

8 Diagram Alir Model Konseptual Hubungan Sebab Akibat Kerusakan Lingkungan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ... 83

9 Peta Lokasi Kebakaran di TNBB ………... 86

10 Peta Lokasi Kebakaran di TWA Baning………….……….…….. 90

11 Peta Kebakaran HTI Finantara Intiga ………... 92

12 Peta Kebakaran HTI Inhutani III………..………... 95

13 Luas Areal Komoditas Pertanian tahun 1993-1997 …... 100

14 Produksi Komoditas Pertanian tahun 1993-1997……….. 101

15 Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Flora Fauna dan Habitat di TNBB, tahun 1997 (a) dan tahun 2003 (b) ... 148

16 Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Flora Fauna dan Habitat di TWA Baning, tahun 1997 (a) dan tahun 2003 (b) ………... 153

17 Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Flora Fauna dan Habitat HTI Inhutani III, tahun 1997 (a) dan tahun 2003 (b) ………... 158

18 Kurva Permintaan Masyarakat terhadap Nilai Pilihan, Warisan, Keberadaan Flora Fauna dan Habitat di HTI Finantara Intiga, tahun 1997 (a) dan tahun 2003 (b)....…... 163

19 Perbandingan Biaya Mitigasi perhektar Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang Tahun 1997 ………... 166

20 Hubungan Antara Biaya Mitigasi perhektar dengan Areal Terbakar, (a) nilai tahun 1997 dan (b) nilai tahun 2003 ... …………... 167

21 Perbandingan Persentase Kerugian Ekonomi Menurut Fungsi Kawasan dengan Luas Areal Kebakarannya ...…………... 200

22 Perbandingan Nilai Kerugian Ekonomi Kebakaran Perhektar Menurut Fungsi Hutan dan Lahan ...…………... 201


(15)

viii

24 Keterkaitan Luas Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Kehilangan Manfaat Biaya Transaksi dan Gangguan Kerjasama

Internasional (hipotetis) ……… 213

25 Perbandingan Curah Hujan dan Hari Hujan di Sintang dan Nanga Pinoh

(1994-1997)... 216 26 Suhu Udara Rata-rata di Kecamatan Sintang dan Nanga Pinoh tahun

1994-1997... 217 27 Kelembaban Nisbi di Kecamatan Sintang dan Nanga Pinoh Tahun

1994-1997... 218 28 Kecepatan Angin di Kecamatan Sintang dan Nanga Pinoh tahun

1994-1997... 218 29 Koefisien Lintas Model Pendugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kebakaran Hutan dan Lahan ... 231 30 Model Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan ... 233 31 Model Simulasi Kebakaran Hutan dan Lahan ... 238 32 Kebakaran Tahunan, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan

dan Lahan (Kondisi Aktual) ………... 240 33 Uji Normalitas Residual Variabel Regresi Kebakaran Hutan

dan Nilai Kerugian Ekonomi ………... 243 34 Luas Areal Terbakar, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan

dan Lahan (Skenario Pesimis) ………... 248 35 Luas Areal Terbakar, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan

dan Lahan (Skenario Moderat) ………...……... 249 36 Luas Areal Terbakar, Curah Hujan, Hot Spot dan TEV Kebakaran Hutan


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1 Analisis Regresi Kesediaan Membayar Responden Terhadap TNBK dan TWA Baning Sebagai Pengendali Banjir .…… ……… 263 2 Pendugaan Erosi Tanah Sebelum dan Setelah Kebakaran Hutan dan Lahan

Tahun 1977 ...……….. 264 3 Proporsi Kehilangan Unsur Hara Berdasarkan Tingkat Erosi per hektar

Sebelum dan Setalah Kebakaran (harga tahun 1997 dan tahun 2003) ... 265 4 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal TNBK (230 ha) ………….. …... 266 5 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal HW Baning (59,5 ha) …………. 268 6 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal Terbakar HTI Inhutani III

(12.452 ha) ……….. …... 269

7 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal Terbakar Finantara Intiga (15 ha) 270 8 Pendugaan Biomas dan Karbon di Areal Kebakaran TCSDP tahun 1997 .. 271 9 Pendugaan Biomas dan Kandungan Karbon Tanaman Karet dan Sawit di

Areal Kebakaran Lahan Masyarakat tahun 1997 ……… 272 10 Analisis Regresi Kesediaan membayar Responden Manfaat Nilai Pilihan,

Warisan dan Keberadaan TNBB …………..……….. 273

11 Analisis Regresi Kesediaan membayar Responden Manfaat Nilai Pilihan, Warisan dan Keberadaan TWA Baning …………..……….. 275 12 Analisis Regresi Kesediaan membayar Responden Manfaat Nilai Pilihan,

Warisan dan Keberadaan HTI Inhutani III…………..……… 277 13 Analisis Regresi Kesediaan membayar Responden Manfaat Nilai Pilihan,

Warisan dan Keberadaan HTI Finantara Intiga ………. 279 14 Rekapitulasi Biaya Pengendalian (Mitigasi) Kebakaran Hutan dan Lahan

di Kabupaten Sintang Periode Agustus – Desember 1997 (atas dasar harga tahun 1997 dan 2003) ... …………... 281 15 Analisis Regresi dan Korelasi Antara Biaya Mitigasi dengan Luas Areal

yang Terbakar ... ……….….. 282 16 Nilai Kerugian Kesehatan Masyarakat Akibat Kebakaran Hutan dan

Lahan di Kecamatan Sampel, 1997 ...………..………... 283 17 Total Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Kebakaran Sumberdaya Hutan dan

Lahan seluas 12.923,82 ha di Kabupaten Sintang tahun 1997 (atas dasar nilai tahun 1997) ...………….. 284


(17)

x

18 Total Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Kebakaran Sumberdaya Hutan dan Lahan seluas 12.923,82 ha di Kabupaten Sintang tahun 1997 (atas dasar nilai tahun 2003) ...………….. 285 19 Faktor-faktor Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten

Sintang Tahun 1997 ……….. 286

20 Hasil Analisis Korelasi Kanonik dan Regresi Faktor-faktor Penyebab

Hutan dan Lahan di Kabupaten Sintang ...………... 287 21 Hasil Analisis Model Persamaan Struktural Kebakaran Hutan dan Lahan

di Kabupaten Sintang ...………... 288 22 Luas Kebakaran Hutan dan Lahan, Suhu, Curah Hujan, Kelembaban,

Hotspot (Aktual dan Prediksi) Tahun 1992-1999 dan Hasil Simulasi Model Kebakaran Hutan dan Lahan ...……….……… 292 23 Validasi Model Berdasarkan Uji t Beda Nilai tengah Antara Hasil

Pengamatan dengan Hasil Simulasi Model ………... 293 24 Uji Kolinearitas dan Sensitivitas Model ..………... 294 25 Uji Sensitivitas Model Pendugaan Kebakaran Hutan dan lahan

Berdasarkan Perubahan Penggunaan Api, Usaha Mitigasi dan Curah


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi karena adanya intervensi manusia dengan lingkungannya dalam bentuk konversi hutan dan lahan untuk kegiatan pertanian, transmigrasi, perladangan, perkebunan dan kegiatan pengusahaan hutan (HTI/HPH), pembukaan lahan dengan menggunakan api. Kegiatan-kegiatan tersebut cenderung bersifat eksploitatif tanpa memperhitungkan dampak kerugian terhadap sumberdaya alam dan lingkungan.

Salah satu kejadian yang memberikan dampak sangat merugikan yaitu kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada periode 1997/1998 seluas 263.992 ha (Ditjen PHPA, 1998). Sebab, kebakaran menyebar hampir di seluruh Indonesia dan menimbulkan kerugian besar terhadap lingkungan yaitu kerugian sumberdaya hutan dan lahan, sosial ekonomi masyarakat serta kerugian akibat asap kebakaran hutan yang menimbulkan polusi sampai ke negara tetangga Malaysia dan Singapura.

Kalimantan Barat adalah salah satu propinsi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan tahun 1997/1998 (43.978,30 ha) yang meliputi kawasan hutan 26.590,36 ha dan lahan perkebunan 17.387,94 ha (Pusdalkarhutla, 1997). Dari luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat diketahui bahwa 55% areal terbakar (24.111,23 ha) berada di Kabupaten Sintang, terdiri atas kebakaran hutan (20.437,23 ha) dan kebakaran lahan perkebunan (3.674 ha). Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang meliputi: Kawasan Taman Nasional Bukit Baka, Hutan Produksi dan Hutan Tanaman (HPH/HTI), Hutan Wisata Baning, dan lahan perkebunan (swasta dan masyarakat).

Kebakaran hutan dan lahan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerugian lingkungan yang sangat besar baik ditinjau dari aspek sosial ekonomi, ekologi dan politis. Bentuk kerugian tersebut antara lain: rusak dan hilangnya sumberdaya hutan, meningkatnya laju erosi tanah, menurunnya sistem penyangga


(19)

kehidupan dengan berkurangnya keanekaragaman jenis flora dan fauna sebagai sumber plasma nutfah, berubahnya fungsi hidro-orologis, perubahan iklim mikro, dan menurunnya nilai estetika. Kerugian lain yang tidak kalah penting yaitu dampak asap tebal yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan yang berpengaruh terhadap menurunnya produktivitas masyarakat dan aktivitas ekonomi lainnya, dan hubungan kerjasama dengan negara tetangga. Bentuk kerugian dari asap kebakaran dapat ditinjau dari aspek: kesehatan, kehilangan produksi industri, pariwisata, gangguan transportasi, menurunnya pengunjung hotel dan penginapan serta kemungkinan memburuknya kerjasama diplomasi dengan negara lain.

Meningkatnya kebakaran hutan dan lahan akan memberikan dampak kerugian ekonomi yang sangat besar dalam bentuk hilangnya manfaat dari sumberdaya hutan dan tanaman perkebunan (on site effect) dan kerugian akibat asap tebal bagi manusia maupun aktivitas ekonomi lainnya (off site effect). Namun, sampai saat ini penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan masih sangat terbatas dan penilaiannya bersifat umum serta sangat bervariasi tergantung metode, waktu dan lokasi kebakaran hutan dan lahan.

Penentuan metode penilaian ekonomi lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan relatif sulit untuk dilakukan, terutama untuk menilai manfaat ekologi (intangible) yang hilang dari dari sumberdaya hutan dan lahan seperti : pengatur tata air, pengendali erosi atau banjir, penyerap karbon, pengendali iklim mikro, keberadaan spesies langka, dan keanekaragaman hayati. Sementara untuk pengukuran manfaat dari sumberdaya hutan dan lahan yang dapat dinilai oleh pasar secara langsung (tangible) seperti nilai kayu dan manfaat lain yang dapat dikonsumsi dan mempunyai nilai pasar relatif lebih mudah dinilai kerugiannya.

Dalam tataran menilai kerugian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, khususnya kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, tentunya diperlukan metode penilaian yang tepat dan valid menurut manfaat yang hilang (langsung dan tidak langsung) dari sumberdaya hutan dan lahan dan kerugian sosial ekonomi masyarakat, baik yang sifatnya tangible maupun intangible dalam menduga nilai


(20)

ekonomi total kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan.

1.2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, maka tujuan utama dari penelitian ini yaitu menyusun dan mengevaluasi metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan. Atas dasar tujuan utama penelitian maka tujuan operasional dari penelitian ini sebagai berikut:

(1) Menganalisis pengaruh kebakaran hutan dan lahan serta metode penilaiannya, untuk mengetahui total kerugian di kawasan hutan dan lahan (manfaat dan fungsinya), biaya mitigasi dan dampak asap kebakaran terhadap masyarakat. (2) Menganalisis dampak politis kebakaran hutan dan lahan terhadap hubungan

kerjasama dengan negara lain

(3) Menganalisis korelasi dan pengaruh dari faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat terhadap kebakaran hutan dan lahan

(4) Membangun dan menganalisis model pendugaan dampak kebakaran hutan dan lahan serta nilai kerugian yang ditimbulkan

1.3. Kerangka Berpikir

Sumberdaya hutan dan lahan merupakan salah satu jenis sumberdaya yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan ekonomi suatu daerah. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan keinginan meningkatkan perekonomian, menyebabkan pola penggunaan hutan dan lahan cenderung mengalami degradasi, baik dalam bentuk konversi lahan untuk pemukiman, perkebunan, penebangan secara illegal, dan pembakaran hutan dan lahan.

Degradasi sumberdaya hutan dan lahan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas dan kebutuhan manusia, sementara disisi lain ketersediaan lahan semakin terbatas. Hubungan yang asimetris ini akan semakin mempercepat terjadinya kerusakan lingkungan akibat degradasi sumberdaya hutan dan lahan, terlebih jika terdapat aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti:


(21)

pola pembukaan lahan menggunakan api yang akan meningkatkan peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan pembukaan lahan dengan menggunakan api dan adanya perubahan cuaca atau faktor alami dalam bentuk musim kemarau panjang serta ketersediaan bahan bakar yang cukup, maka akan semakin meningkatkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan serta kerusakan lingkungan yang lebih luas.

Kebakaran hutan dan lahan tersebut akan memberikan dampak antara lain: menurunnya potensi sumberdaya hutan (tangible maupun intangible), meningkatnya biaya pemadaman kebakaran, kerusakan tanaman perkebunan dan pertanian, serta perubahan kualitas udara akibat asap kebakaran hutan dan lahan.

Dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap potensi sumberdaya hutan yang bersifat tangible antara lain: kerugian kayu (log dan kayu bakar) dan kerugian hasil hutan non kayu (flora fauna). Kerugian kayu dan hasil hutan non kayu dikategorikan sebagai nilai manfaat (use value) dan mempunyai nilai pasar (tangible) sehingga dalam perhitungan ekonomi dinilai sebagai kerugian finansial. Sementara kerugian lingkungan dari sumberdaya hutan akibat kebakaran dan tidak ternilai oleh pasar (intangible) antara lain dalam bentuk: (a) hilangnya fungsi hutan sebagai: (a) penyedia air, (b) pengendali banjir dan erosi; (c) fungsi penyerap dan pelepas karbon; dan (d) fungsi sebagai habitat bagi spesies langka, estetika dan keanekaragaman hayati, dan sebagai habitat bagi satwaliar termasuk flora fauna (nilai pilihan, nilai warisan dan keberadaan). Kerugian dari hilangnya nilai guna (use value) dari fungsi hutan sebagai: penyedia air, pengendali banjir, erosi dan penyerap karbon termasuk dalam kategori nilai kerugian non finansial atau tidak ternilai oleh pasar, sedang kerugian dari hilangnya spesies langka, fungsi estetika, kerusakan keanekaragaman hayati, dan kerusakan habitat dari sumberdaya hutan termasuk kerugian nilai yang tidak dimanfaatkan (non use value).

Kebakaran hutan dan lahan juga menimbulkan kerugian dalam bentuk biaya pemadaman kebakaran. Biaya yang dikeluarkan dalam bentuk biaya tenaga kerja, peralatan dan bahan untuk memadamkan api kebakaran hutan dan lahan. Biaya yang dikeluarkan termasuk kerugian finansial (manfaat hilang) yang


(22)

seharusnya tidak akan ada, jika tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan.

Dampak kebakaran hutan dan lahan juga terjadi pada tanaman perkebunan dan tanaman pangan antara lain: (a) kerugian finansial dalam bentuk kerusakan tanaman dan menurunnya produktivitas tanaman, (b) kerugian non finansial yaitu menurunnya fungsi tanaman sebagai penyerap dan pelepas karbon, serta sebagai pengendali erosi. Kerugian yang terjadi pada lahan perkebunan dan tanaman pangan termasuk nilai manfaat yang dapat dikonsumsi atau diproduksi langsung sehingga dikategorikan sebagai kerugian nilai manfaat (use value).

Kebakaran hutan dan lahan selain memberikan kerugian terhadap sumberdaya hutan, tanaman perkebunan dan pertanian, dan biaya pemadaman kebakaran, juga menimbulkan kerugian akibat adanya asap kebakaran hutan dan lahan yaitu perubahan kualitas lingkungan udara baik skala regional, nasional maupun internasional. Perubahan kualitas lingkungan udara ini akan berpengaruh terhadap: (a) menurunnya kesehatan masyarakat (sakit mata, ISPA dan TBC); (b) menurunnya produktivitas penduduk (tidak kerja); (c) gangguan transportasi (udara, laut, darat); (d) menurunnya kunjungan wisatawan, hotel maupun penginapan, dan (e) menurunnya produktivitas tanaman pangan dan perkebunan. Perubahan kualitas udara dan akibat yang ditimbulkannya merupakan kerugian dalam bentuk finansial (dapat dinilai oleh pasar) dan termasuk nilai guna (use value) dalam penilaian kerugian ekonomi total kebakaran hutan dan lahan.

Selain kerugian dari sisi domestik dalam negeri, adanya asap kebakaran hutan dan lahan yang menyebar ke negara tetangga (Singapura dan Malaysia) berpeluang menimbulkan masalah dari aspek politis yaitu dalam hubungannya dengan diplomasi dan kerjasama internasional karena negara kita dianggap sebagai perusak dan pencemar lingkungan. Kerugian dari aspek politis dalam penelitian ini belum dinilai secara ekonomi, tetapi dianalisis secara deskriptif.

Atas dasar dampak dan total kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap lingkungan maka diharapkan menjadi salah satu parameter untuk mencegah terjadinya kebakaran sehingga keberadaan hutan dan lahan tetap lestari dan bermanfaat bagi manusia.


(23)

Kebakaran Hutan dan Lahan

Menurunnya Potensi SD Hutan

Sumberdaya Hutan tangible Sumberdaya Hutan intangible Asap Kesehatan masyarakat: Mata, ISPA dan TBC

Gangguan Transportasi: Udara, Laut, &

Darat

Sumberdaya Kayu: Log & Kayu Bakar

Sumberdaya Non-Kayu: Flora & Fauna

Pengatur tata air, pengendali erosi

& Penyerap Karbon

Spesies Langka, Estetika, Keanekaragaman Hayati,

Habitat Nilai Kerugian

Finansial

Nilai Kerugian Non- Finansial

Total Nilai Kerugian Ekonomi Kerusakan Lingkungan

Penduduk tidak kerja

Faktor Alami Aktivitas

Manusia/SOSEK Dampak Perubahan Kualitas Lingkungan Udara Perkebunan & Tanaman Pertanian Kerusakan & Penurunan Produksi Tanaman, Erosi Lahan Nilai Pilihan Nilai Warisan Nilai Eksistensi Kerugian / Hilangnya

Nilai Manfaat (Use Value) Wisata/ Pengina-pan Biaya Pemadaman Kebakaran Pelepa-san Karbon Dampak Politis

Terganggunya Diplomasi & Kerjasama dengan Negara

Tetangga & Internasional

Belum dinilai kerugian ekonominya

Penggunaan SD Hutan dan Lahan

Kerugian Nilai Tidak Dimanfaatkan (Non-Use Value)

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penilaian Ekonomi Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan


(24)

Memperhatikan besarnya kerugian terhadap lingkungan, finansial maupun non finansial akibat kebakaran hutan dan lahan terhadap sumberdaya hutan dan lahan perkebunan (tangible dan intangible), peningkatan biaya pemadaman api dan kerugian akibat asap kebakaran hutan dan lahan, maka perlu dilakukan penilaian ekonomi total kerugian lingkungan dari setiap sumberdaya yang terkena dampak, baik yang dapat dimanfaatkan (use value) maupun yang tidak dimanfaatkan (non use value). Penilaian kerugian dari kerusakan lingkungan akibat adanya kebakaran hutan dilakukan dengan menggunakan metode penilaian ekonomi total (total economic value). Bagan alir kerangka berpikir dalam melakukan penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

1.4. Perumusan Masalah

Kebakaran hutan tahun 1997 di Kabupaten Sintang seluas 20.437,23 ha terdiri atas kebakaran HTI (97,71%), HPH (1,07%), hutan wisata atau TWA (0,09%) dan Taman Nasional (1,13%). Sementara kebakaran lahan perkebunan seluas 3.674 ha yang meliputi tanaman karet (32,8%), tanaman sawit (23,6%), dan lahan perkebunan belum ada tanaman (43,6%). Kebakaran tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan dan menimbulkan kerugian dalam bentuk hilangnya manfaat langsung maupun tidak langsung dari kawasan hutan dan lahan maupun dampak lain terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan aspek politik terhadap negara lain.

Dampak kebakaran hutan dan lahan dalam bentuk kehilangan manfaat langsung antara lain: hilangnya potensi kayu, flora fauna, dan hasil hutan non kayu yang biasa dimanfaatkan masyarakat. Kerugian akibat hilangnya manfaat tidak langsung seperti: pengatur tata air, pengendali banjir dan erosi, penyerap karbon, kerusakan habitat, dan keanekaragaman hayati (fungsi ekologis).

Selain itu, terdapat dampak lain yang sangat merugikan yaitu adanya asap kebakaran hutan dan lahan, yang dapat menurunkan produktivitas dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat maupun aspek politis. Penurunan produktivitas dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat antara lain: kesehatan masyarakat, penduduk


(25)

tidak kerja, menurunnya kunjungan wisata dan produktivitas penginapan atau hotel, gangguan transportasi, menurunnya produktivitas tanaman pangan (padi, palawija dan sayuran). Sedang gangguan dari aspek politis yaitu adanya ancaman atau gugatan dari negara lain yang dapat mengganggu hubungan diplomasi antara negara.

Dalam menduga dampak kebakaran akibat asap diketahui relatif sulit karena sumber polusinya dapat berasal dari daerah lain, sehingga dalam menilai dampak asap kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang, diasumsikan bahwa asap yang terjadi bersumber dari kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang, sedang pengaruh dari daerah lain adalah relatif kecil.

Memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh asap kebakaran hutan terhadap perubahan kualitas udara dan dampak lanjutannya terhadap kehidupan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat di Kabupaten Sintang, maka penilaian kerugian ekonomi akibat asap kebakaran hutan dan lahan difokuskan pada penilaian kerugian akibat menurunnya kesehatan masyarakat, produktivitas penduduk, wisata dan penginapan, gangguan transportasi dan menurunnya produktivitas tanaman pangan. Sedang pengaruh kebakaran hutan terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga yang terpapar asap dianalisis secara deskriptif, namun belum dinilai kerugian ekonominya.

Meskipun kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang sangat besar, namun sampai saat ini, metode atau cara penilaian ekonomi secara detail masih sangat terbatas, karena metode penilaiannya agak sulit terutama dalam menilai hilangnya fungsi ekologis yang tidak mempunyai nilai pasar (intangible). Oleh sebab itu, dalam melakukan perhitungan nilai kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan memerlukan pendekatan dan metode penilaian yang sesuai dengan fungsi dan manfaat dari suatu kawasan, baik manfaat yang dapat dinilai oleh pasar maupun yang tidak dapat dinilai oleh pasar.

Kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan akan bertambah besar apabila faktor-faktor penyebab kebakaran tidak kondusif dalam mencegah atau mengurangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (faktor alami dan faktor sosial). Keragaan curah hujan, kelembaban, suhu dan angin di Kabupaten Sintang tahun


(26)

1997 dan secara simultan terjadi konflik pemilikan lahan dan ketidakpastian penguasaan lahan, penggunaan api tidak terkontrol dalam penyiapan lahan oleh masyarakat, petani maupun perusahaan, tentunya akan semakin memperluas areal yang terbakar. Adanya kompleksitas penyebab kebakaran hutan dan lahan serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap lingkungan, maka perlu pendugaan model kebakaran hutan dan lahan antara faktor-faktor penyebab kebakaran dengan besarnya kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan.

Penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, mengambil kasus di Kabupaten Sintang meliputi enam lokasi kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 yaitu: Taman Nasional Bukit Baka, Hutan Wisata Baning, HTI Inhutani III, HTI Finantara Intiga, Lahan Perkebunan TCSDP dan Perkebunan Masyarakat. Penilaian ekonomi kerugian kebakaran hutan dan lahan dari ke-enam lokasi penelitian meliputi: penilaian hilangnya manfaat langsung (kayu pertukangan/pulp, kayu bakar, flora fauna yang dimanfaatkan masyarakat), manfaat tidak langsung (fungsi penyedia air, pengendali banjir dan erosi, serta penyerap karbon) dan nilai yang tidak dimanfaatkan yaitu keanekaragaman hayati flora fauna dan keberadaan habitat. Sementara fungsi ekologis seperti pengatur iklim, penghasil oksigen, dan fungsi ekologis lainnya belum dikaji dalam penelitian ini.

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa permasalahan yang perlu dianalisis yaitu: (1) Kebakaran hutan dan lahan memberikan dampak yang sangat merugikan baik

secara ekologi, sosial ekonomi maupun politik. Namun, metode penilaian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan masih sedikit dan bervariasi menurut metode penilaian, luas dan lokasi dampak. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian seberapa besar kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan serta bagaimana metode penilaian ekonominya?.

(2) Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan kerugian dalam bentuk hilangnya manfaat langsung, tidak langsung dan manfaat bukan guna. Kerugian berbeda menurut fungsi kawasan hutan dan lahan. Kerugian lain yaitu menurunnya


(27)

produktivitas masyarakat akibat asap kebakaran dan berpengaruh secara politis terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga. Berapa total nilai ekonomi kerugian lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang? Berapa nilai ekonomi kerugian sumberdaya hutan dan lahan atas dasar manfaat maupun klasifikasi fungsi kawasan (konservasi, hutan tanaman, dan perkebunan)? Berapa nilai biaya mitigasi dan kerugian ekonomi adanya asap kebakaran hutan di Kabupaten Sintang? Bagaimana dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap hubungan kerjasama dengan negara tetangga ?

(3) Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang terkait dengan adanya aktivitas sosial ekonomi masyarakat dan faktor cuaca atau kemarau panjang. Sejauhmana pengaruh faktor-faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat (aktivitas manusia) berperan dalam menyebabkan kebakaran hutan dan lahan?

(4) Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat dan faktor alami. Kebakaran hutan dan lahan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar terhadap masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Bagaimana model kebakaran hutan dan lahan akibat pengaruh faktor alami dan sosial ekonomi masyarakat terhadap luas areal terbakar dan nilai kerugian ekonomi ?

1.5. Manfaat Penelitian

(1) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti dan praktisi untuk melakukan perhitungan nilai kerugian ekonomi lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan

(2) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti lain dalam mengembangkan model pendugaan dampak dan kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan

(3) Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah, pengusaha, dan masyarakat dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.


(28)

1.6. Novelty (Kebaruan)

Kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi setiap tahunnya di Indonesia memberikan dampak yang sangat luas, baik dalam skala domestik atau dalam negeri maupun skala regional dan internasional. Intensitas dan luas dampak yang ditimbulkan akan berimplikasi pada kerugian biofisik, ekologi, sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Melalui penelitian ini, temuan atau hal-hal baru yang secara akademis diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan, khususnya dalam bidang penilaian ekonomi dampak kebakaran hutan adalah sebagai berikut:

(1) Menemukan dan mengembangkan metode penilaian ekonomi yang tepat dalam menduga besarnya kerugian ekonomi kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, menurut tipe penggunaan lahan yang terbakar, baik dalam bentuk kerugian hilangnya manfaat langsung, hilangnya manfaat tidak langsung dan manfaat bukan guna (non use value).

(2) Mengenali dan menganalisis faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kebakaran hutan dan lahan melalui pendekatan analisis sistem. Sehingga dampak kebakaran hutan dan lahan, maupun besarnya kerugian yang terjadi dapat dikurangi dengan cara mengendalikan faktor yang paling berpengaruh dalam menimbulkan kebakaran hutan dan lahan di suatu wilayah.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran Hutan

Sumberdaya hutan banyak mengalami degradasi akibat aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Wallmo dan Jacobson (1998) aktivitas manusia merupakan salah satu faktor penyebab degradasi, yang ditunjukkan oleh meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya hutan dan hasil kehutanan. Meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya hutan dan hasil-hasilnya dalam jangka panjang berpeluang menyebabkan kerusakan ekosistem hutan. Kerusakan ekosistem sumberdaya hutan akibat aktivitas manusia, menurut Crook dan Clapp (1998) karena hanya berdasarkan pertimbangan rasionalitas ekonomi dan belum memperhitungkan nilai-nilai biodiversitas dan fungsi ekologis dari sumberdaya hutan.

Salah satu bentuk degradasi sumberdaya hutan yang dapat menyebabkan deforestasi yaitu terjadinya kebakaran hutan yang dapat menurunkan nilai dari ekosistem hutan, seperti produksi kayu dan non kayu, punahnya flora dan fauna serta dampak terhadap sumberdaya lainnya. Menurut Barbier dan Burgess (1997), deforestasi hutan tropik secara umum ditunjukkan dalam bentuk konversi lahan hutan ke penggunaan lainnya. Sementara Rathore et al. (1997) mencoba memilah faktor-faktor yang bertanggungjawab terhadap deforestasi ke dalam 3 kategori, yaitu: (i) ketidakteraturan eksploitasi dengan tujuan komersial, (ii) permintaan dari ekonomi subsisten terhadap sumberdaya hutan, dan (iii) perubahan alami atau akibat buatan manusia.

Kebakaran hutan dapat terjadi karena adanya sumber api, ketersediaan bahan bakar dan ketersediaan oksigen. Karakteristik penting dari suatu kebakaran ditunjukkan oleh sifat pembakaran yang tidak terbatas, bebas dan cepat penyebarannya. Menurut Brown dan Davis (1973) kebakaran hutan adalah kejadian di alam terbuka yang dengan cepat dapat menjalar dan menghabiskan bahan bakar hutan, seperti serasah, rumput-rumputan, tumbuhan bawah, semak pepohonan.

Proses pembakaran hanya bisa terjadi apabila terdapat tiga unsur yaitu bahan bakar, oksigen dan temperatur (the triangle fire) yang akan menghasilkan


(30)

api atau panas (Saharjo, 2003a). Dengan mencegah bertemunya ketiga elemen tersebut, maka kebakaran hutan dapat dihindarkan. Namun, hal ini sulit dilakukan untuk daerah-daerah dengan ekosistem terbuka karena oksigen banyak terdapat di udara terbuka. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk mengurangi kebakaran hutan yaitu dengan mengurangi ketersedian bahan bakar hutan yang potensial maupun sumber panas (api) baik karena aktivitas manusia atau proses alamiah.

Menurut Chandler et al. (1983a), bahan bakar hutan dapat di lihat dari aspek-aspek: (1) bahan bakar yang mengandung zat kimia (antara lain ekstraktif eter, debu silika, lignin dan hemiselulosa), (2) kelembaban bahan bakar, dan (3) ketersediaan bahan bakar. Sedang Brown dan Davis (1973) membedakan bahan bakar menurut jenis bahan yang terbakar yaitu: kebakaran rumput, semak dan kayu.

Pemanasan bahan bakar yang dapat menyebabkan terjadinya awal kebakaran yaitu apabila kadar air dalam bahan bakar kurang dari 30%. Secara sederhana proses dan mekanisme kebakaran hutan, merupakan kebalikan dari reaksi kimia pada proses fotosintesa (Suratmo, 1985). Reaksi dari pembakaran hutan memberikan tiga macam sifat yaitu: (1) menghabiskan kayu di hutan dalam waktu singkat, disamping bahan lain yang dapat terbakar, (2) menghasilkan energi yang berbentuk panas atau temperatur tinggi sehingga dapat membunuh vegetasi, satwa, mempengaruhi tanah hutan dan mikro klimat hutan, dan (3) sisa kebakaran yang dikenal sebagai abu, akan mempengaruhi kimia tanah hutan.

Kebakaran hutan sebagai suatu proses yang terjadi di alam, juga mempengaruhi fase atau tahapan dalam kebakaran hutan. Fase ini sangat tergantung pada keadaan ekosistem hutan. Fase kebakaran hutan ada tiga yaitu: (1) fase pra pemanasan, pada fase ini temperatur bahan bakar naik sampai pada titik nyala, (2) fase penguraian, bahan baku diurai menjadi zat yang dapat menyala berupa gas, dan (3) fase pembakaran, gas yang terbakar terlihat sebagai nyala api, sedang bahan padat tidak ikut menyala hanya membara. Menurut Davis (1959), pembagian fase dalam kebakaran hutan sangat sulit, karena proses dari ketiga fase pembakaran berjalan secara bersamaan.

Pengamatan terhadap fenomena kebakaran hutan beserta elemen-elemen yang menyebabkan kebakaran hutan, secara garis besar dapat ditinjau dari aspek


(31)

manusia dan alam serta kombinasi keduanya. Derajat keterlibatan manusia dalam mempercepat proses pembakaran di hutan dapat dikategorikan sebagai faktor penentu utama. Menurut Suratmo (1974), penyebab kebakaran hutan sangat beragam, namun lebih dari 90% kebakaran hutan yang terjadi disebabkan oleh manusia. Hal ini terjadi menurut Hamilton dan King (1992) karena api biasanya bermula dari tepi hutan dekat aktivitas manusia, sehingga dengan adanya bahan bakar yang sudah kering maka bahan bakar mudah tersulut api dan terbakar dan akhirnya merambat ke hutan.

Atas dasar aktivitas manusia, Mackie dalam Gradwohl dan GreenBerg (1991) menggambarkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di daerah tropis di Asia Tenggara disebabkan oleh adanya kegiatan pengembalaan ternak dan penebangan kayu. Demikian pula kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan Timur tahun 1982-1983 yang menghancurkan hutan seluas kurang lebih 3 juta hektar, dengan salah satu faktor penyebab utama yaitu adanya eksploitasi penebangan kayu yang diikuti oleh musim kemarau panjang dan fenomena alam ElNino.

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan

Tingkat kerusakan sumberdaya hutan akibat kebakaran antara lain dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: jenis kebakaran, lama kebakaran, keadaan tegakan hutan, dan cuaca atau iklim (Suratmo, 1974). Kebakaran hutan dapat digolongkan ke dalam tiga tipe yaitu kebakaran bawah (ground fire), kebakaran permukaan (surface fire), dan kebakaran tajuk (crown fire). Tipe kebakaran hutan ini telah banyak dijelaskan oleh para ahli antara lain Suratmo (1970), Brown dan Davis (1973), Chandler et al. (1983a) dan Fuller (1991).

Kebakaran permukaan merupakan tipe kebakaran yang paling sering terjadi di Indonesia, karena terjadi penumpukan bahan bakar pada permukaan tanah hutan. Menurut Brown dan Davis (1973), kebakaran permukaan yaitu titik api yang membakar serasah permukaan, daun dan ranting jatuh dan bahan bakar lain di permukaan hutan serta vegetasi rendah lainnya. Proses pembakaran permukaan ini, umumnya merupakan awal terjadinya kebakaran yang lebih luas, baik kebakaran bawah maupun kebakaran tajuk, meskipun tidak semuanya


(32)

berlangsung melalui proses kebakaran permukaan. Menurut Fuller (1991), terdapat perbedaan kecepatan pembakaran antara kebakaran tajuk dengan kebakaran permukaan. Kebakaran tajuk dengan vegetasi tanaman pohon (kayu) dapat menyebar 5 mil atau lebih perjam di hutan kayu, sedang kebakaran permukaan dengan vegetasi rumput-rumputan kecepatan pembakaran hanya 2 sampai 4 mil perjam. .

Serasah dari tanaman, sisa cabang, ranting dan daun yang mati akan meningkatkan ketersediaan bahan bakar yang telah ada. Pada saat musim kering, bahan bakar yang telah menumpuk, kadar airnya akan turun, sehingga mudah sekali terbakar. Namun, apabila kelembaban bahan bakar tinggi, maka menurut Clar dan Chatten (1954), kebakaran hutan dapat dikurangi, akan tetapi adanya aktivitas manusia yang berhubungan dengan penggunaan api terutama oleh masyarakat peladang maupun pengusaha perkebunan dan kehutanan dalam kegiatan land clearing, dengan cara membakar akan meningkatkan kerawanan kebakaran hutan. Besarnya pengaruh manusia dalam kebakaran hutan dijelaskan pula oleh Chapman dan Meyer (1947) bahwa kebakaran hutan umumnya diawali oleh aktivitas manusia.

Kebakaran hutan selain dipengaruhi oleh manusia, juga dipengaruhi oleh keadaan fisik hutan dan pengaruh cuaca. Menurut Davis (1954), faktor-faktor yang mempengaruhi kerugian dari kebakaran hutan yaitu tipe hutan (hardwood,

softwood), keaslian hutan (hutan alam dan hutan buatan), kelas tegakan hutan berdasarkan ukuran dan kerapatan tegakan, pengaruh musim (kemarau dan penghujan) dan intensitas kebakaran. Sedangkan menurut Fuller (1991) bahaya kebakaran hutan tergantung pada cuaca, kelembaban udara, dan faktor lainnya.

Pengaruh musim umumnya berkorelasi dengan periode dan intensitas kebakaran, artinya makin lama musim kemarau, maka terjadinya kebakaran hutan semakin besar dan berlangsung lama. Hal ini dapat dicermati dengan fenomena kebakaran pada tahun 1997 di Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh gejala alam ElNino, sehingga musim kemarau lebih lama dari biasanya.

Faktor cuaca merupakan faktor penting penyebab terjadinya kebakaran hutan, baik langsung maupun tidak langsung ditinjau dari aspek temperatur udara, arah dan kecepatan angin, serta kelembaban udara. Menurut Chandler et al.


(33)

(1983a), faktor cuaca dan iklim yang mempengaruhi kebakaran hutan, yaitu: (1) massa dan gelombang udara, (2) temperatur/suhu udara, (3) kelembaban atmosfir, (4) awan dan hujan, (5) angin, (6) petir, dan (7) stabilitas atmosfir. Sedang menurut Clar dan Chatten (1954) membagi faktor cuaca dalam tiga kategori, yaitu: temperatur, kelembaban relatif, dan kecepatan serta arah angin.

Kebakaran hutan selain dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas bahan bakar, juga sangat ditentukan oleh keadaan iklim hutan setempat. Iklim mikro dalam hutan dipengaruhi oleh kerapatan, jenis dan tinggi pohon. Iklim mikro, akan berpengaruh terhadap kerawanan kebakaran di suatu daerah, sebab iklim mikro juga mempengaruhi kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara serta kadar air bahan bakar.

Kebakaran hutan yang terjadi dalam suatu areal dapat dikelompokkan menurut luas areal kebakaran. Menurut Chandler et al. (1983b), kelas kebakaran hutan dapat diklasifikasi ke dalam 7 kelas yaitu: (1) kelas A dengan luas kebakaran kurang dari 0,1 hektar, (2) kelas B dengan luas kebakaran dari 0,1 – 3,5 hektar, (3) kelas C dengan luas kebakaran dari 3,6 – 40 hektar, (4) kelas D dengan luas kebakaran dari 41 – 120 hektar, (5) kelas E dengan luas kebakaran dari 121 – 400 hektar, (6) kelas F dengan luas kebakaran dari 401– 2000 hektar, dan (7) kelas G dengan luas kebakaran lebih dari 2000 hektar. Suratmo (1970) membagi kebakaran atas lima kelas yaitu dari kelas A sampai E, dengan luasan mulai dari 1.000 m2 sampai 1,2 km2. Semakin tinggi kelas kebakaran, semakin luas areal yang terbakar, sehingga semakin banyak kerugian yang ditimbulkan dan daerah tersebut semakin rawan kebakaran.

Pembagian kelas kebakaran ini digunakan untuk memudahkan dalam perhitungan nilai kerusakan hutan secara ekonomis dan untuk tindakan pengendalian yang tepat. Oleh sebab itu, pengendalian kebakaran dini dalam bentuk peramalan atau pengetahuan tingkat bahaya kebakaran sejak awal (early

warning system) sebelum api membesar sangat penting. Keberhasilan

pengendalian kebakaran juga dipengaruhi oleh keadaan dan jenis bahan bakar serta topografi tanah. Hal ini dipertegas oleh Chandler et al. (1983a) bahwa rule of thumb dari sifat-sifat kebakaran hutan dipengaruhi oleh: ketersediaan bahan bakar, kelembaban bahan bakar, angin, kemiringan atau topografi, jarak titik api.


(34)

2.3. Dampak Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan yang luas memiliki dampak yang besar terhadap sumberdaya hutan maupun sumberdaya manusia akibat adanya asap tebal yang berbahaya bagi kesehatan dan proses produksi tanaman perkebunan maupun tanaman pertanian lainnya akibat terganggunya proses fotosintesa. Di dalam sumberdaya hutan, kerusakan fisik hutan berarti hilangnya sumberdaya kayu dan bukan kayu maupun plasma nutfah. Oleh sebab itu, menurut Brown dan Davis (1973) sangat penting untuk memahami sepenuhnya dampak kebakaran hutan, baik dari aspek nilai ekonomis maupun aspek kebijakan publik dalam mengendalikan kebakaran hutan. Dalam tataran ini, Suratmo (1999), mengklasifikasi dampak kebakaran hutan dari tiga aspek, yaitu: aspek lingkungan, sosial ekonomi, dan kesehatan.

Menurut Suratmo (1970) kebakaran hutan mempunyai akibat yang merugikan dan yang menguntungkan. Kebakaran yang sifatnya merugikan karena tidak terkendali, yaitu menyebabkan kerusakan terhadap tegakan hutan, tanah, riap hutan, tempat rekreasi, kematian satwa, kebakaran lahan masyarakat, dan juga luka atau kematian pada manusia. Sedang pengaruh yang menguntungkan dari kebakaran hutan yang terkendali, yaitu bertujuan untuk peremajaan alam dan untuk mengendalikan hama dan penyakit.

Kajian dampak kebakaran hutan dari sisi yang negatif, dikemukakan pula oleh Brown dan Davis (1973) bahwa kebakaran hutan berdampak terhadap pohon, iklim mikro dan vegetasi, fauna, tanah, dan ekosistem. Sedang Chandler et al. (1983a) mengemukakan bahwa dampak negatip kebakaran hutan antara lain merusak sifat fisik dan kimia tanah, menaikkan pH tanah serta menurunkan produktivitas tanah. Dampak terhadap ekologi hutan yaitu mengubah secara drastis lingkungan hutan dan juga mempengaruhi kondisi pohon, jenis herba dan semak. Hal ini dipertegas oleh MacKinnon et al. (1993) bahwa kebakaran hutan menyebabkan vegetasi yang terbakar sulit untuk pulih kembali seperti semula.

Kebakaran pohon akan merubah bentuk fisik hutan dalam arti hilangnya sejumlah kayu dan jenis vegetasi lainnya. Akibat selanjutnya dari kebakaran tersebut akan mematikan kehidupan satwa dan rusaknya fisik tanah serta menurunnya kesehatan masyarakat.


(35)

Dampak kebakaran hutan dari aspek perubahan bentuk hutan setelah kebakaran dikemukakan oleh Fuller (1991) yaitu perubahan jenis vegetasi yang tumbuh, tumbuhnya vegetasi yang memiliki adaptasi tinggi, dan terjadi suksesi tanaman. Dijelaskan pula bahwa kebakaran hutan mempunyai dampak yang merugikan terhadap ekosistem, tanah yang menimbulkan erosi dan terhadap satwa liar. Demikian pula Chapman dan Meyer (1947), menelaah dampak kebakaran hutan yang dikaji dari aspek pohon atau vegetasi yang rusak, tanah dan humus. Efek kebakaran hutan terhadap tanah dari aspek fisik dan kimia tanah di areal hutan tergantung dari tipe tanah, kelembaban tanah, intesitas dan durasi kebakaran, waktu dan intensitas dari hujan setelah kebakaran. Dampak langsung yang dapat terlihat dari adanya kebakaran hutan terhadap tanah yaitu ketersediaan bahan kimia dan daur ulang makanan, meningkatnya suhu tanah, dan hilangnya mikroorganisme tanah.

Kebakaran hutan dapat mempengaruhi proses hidrologi secara tidak langsung, namun akan sangat mengubah kondisi fisik dan kimia tanah, berubahnya penutupan bahan organik menjadi abu, dekomposisi mineral dan bahan organik, meningkatnya pH tanah, dan perubahan tekstur tanah. Perubahan kondisi fisik tanah dan hilangnya vegetasi penutup lahan akibat kebakaran akan berdampak pada meningkatnya run-off dan erosi, dan selanjutnya akan meningkatkan aliran sungai setiap tahunnya, banjir dan sedimentasi. Sebaliknya pada musim kemarau, hilangnya vegetasi penutup lahan akan mengurangi ketersediaan air tanah dan menyebabkan debit sungai rendah. Rothacher dan Lopushusky (1954) dalam Chandler et al. (1983a) menemukan bahwa satu tahun setelah kebakaran, sedimentasi yang terjadi pada daerah aliran sungai di Washington antara 41 sampai 127 m3. Menurut MacKinnon et al. (1993), hal ini dapat disebabkan karena tanah di daerah tropis mudah tererosi dan vegetasinya rawan terhadap kebakaran.

Dampak kebakaran hutan terhadap satwa liar, seperti jenis mamalia dan unggas, juga dikemukakan oleh Chapman dan Meyer (1947), Chandler et al. (1983a) dan Fuller (1991), yang mana dampak tersebut dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Dampak langsung yaitu hilangnya spesies-spesies hewan yang ada di hutan dan dampak tidak langsung yaitu dalam bentuk modifikasi


(36)

habitat dan biota. Pengaruh kebakaran terhadap satwa dan habitat yaitu dalam bentuk perubahan habitat dan kematian hewan yang dapat terjadi karena penyebaran api dan kecepatan angin yang cepat, sehingga api menyebar dapat mencapai 10 mil perhari. Penjelasan ini diperkuat oleh Grant et al. (1997) yang menyatakan kerusakan habitat menyebabkan penurunan populasi satwa liar.

Kebakaran hutan selain merusak sumberdaya hutan yang ada di dalamnya juga memberikan dampak ganda (multiplier) lainnya seperti adanya asap tebal yang dapat menimbulkan polusi udara dan berpengaruh terhadap manusia maupun hewan serta jenis tanaman lainnya. Hal ini disebabkan karena kebakaran hutan selain menimbulkan asap juga menimbulkan partikel-partikel debu di udara yang dapat mengganggu produktivitas mahluk hidup.

Menurut Chandler et al. (1983a), kebakaran hutan satu hektar dengan bahan bakar 50 ton/ha akan menghasilkan 92 ton CO2, 27 ton uap air yang mengandung asap, dan merusak 273 juta liter udara. Sementara kebakaran dengan ketersediaan bahan bakar 5 ton/ha akan menghasilkan emisi partikel sebanyak yaitu 10 kg/ton. Sedang menurut Fuller (1991) efek asap terhadap hewan dan manusia karena kebakaran hutan akan menghasilkan CO2, partikel debu, dan sebanyak 60 jenis bahan kimia berbeda termasuk hidrokarbon, arang dan bahan-bahan kimia yang membuat asap hitam.

Asap dari kebakaran hutan sangat mengganggu sebab dapat mengurangi jarak pandang, mengganggu penerbangan, menurunnya produktivitas tanaman dan hilangnya keuntungan dari pariwisata. Besarnya dampak asap terhadap kondisi kesehatan manusia dijelaskan pula oleh Fuller (1991) yang merujuk pada beberapa hasil penelitian bahwa kebakaran hutan dalam sehari sama dengan merokok 4 bungkus rokok dan dapat menyebabkan radang paru-paru dan emfisemia (pelebaran dan pecahnya gelembung paru-paru).

2.4. Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2.4.1. Konsep Penilaian Ekonomi

Hutan sebagai suatu ekosistem mempunyai fungsi atau manfaat yang bermacam-macam, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Menurut Gregory (1972), hutan selain berfungsi sebagai kawasan produksi yang berperan


(37)

dalam produksi kayu dan produk hasil hutan bukan kayu lainnya yang memiliki fungsi sosial ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga mempunyai fungsi rangkap sebagai pelindung tanah, air, iklim, dan lain-lain (fungsi hidrologis atau ekologis), bahkan fungsi yang lain seperti: sumber plasma nutfah dan biodiversitas.

Menurut Barbier (1995) kehilangan keanekaragaman hayati memberikan konsekuensi hilangnya nilai ekonomis potensial dari hutan seperti: produk hutan non kayu, bahan genetik untuk industri farmasi, bioteknologi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta jenis-jenis kayu yang tidak dipasarkan. Menurut Magurran (1988) pengukuran keanekaragaman jenis merupakan cara untuk menilai dampak kerusakan lingkungan.

Deforestasi juga memberikan dampak tidak langsung terhadap jasa keberadaan hutan untuk turisme dan rekreasi serta pendidikan, juga mempunyai dampak nyata terhadap kesejahteraan manusia melalui perlindungan DAS, pengaturan iklim dan penyedia karbon. Dengan demikian kebakaran hutan menyebabkan hilangnya manfaat dari sumberdaya hutan sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang seharusnya dapat diperoleh. Kerugian ekonomi yang hilang dan berdampak pada timbulnya biaya akibat kebakaran hutan dapat disetarakan dengan istilah biaya kesempatan atau opportunity cost dalam ilmu ekonomi (Field, 1994; Pearce dan Moran, 1994).

Nilai merupakan persepsi atau penghargaan terhadap barang dan jasa dari setiap individu tergantung tempat dan waktu. Menurut Davis dan Johnson (1987), penilaian diartikan sebagai proses pengkuantifikasian nilai yang harus dilakukan melalui persepsi, pandangan individu atau kelompok individu. Dalam hubungannya dengan proses penafsiran dan penilaian dampak, maka ada tiga tahapan yang perlu diperhatikan, yaitu: dampak harus teridentifikasi, dikuantifikasi, dan berapa besar pengurangan atau hilangnya manfaat (Dixon dan Hufschmidt, 1993). Menurut Martinez et al. (1998) ada beberapa tipe penilaian tergantung obyek yang dinilai seperti penilaian biodiversity (mengukur kekayaan spesies atau varietas genetik), dan juga nilai ekonomi lain (mengukur perbedaan sewa lahan, metode travel cost, dan contingent valuation).

Menurut Pearce dan Moran (1994), pendekatan penilaian sumberdaya alam dan lingkungan dapat dibagi dua yaitu: pendekatan langsung dan pendekatan tidak


(38)

langsung. Pendekatan langsung dengan cara: eksperimen, kuisioner, survey, dan

contingent valuation method. Sedangkan pendekatan tidak langsung, yaitu: pendekatan pasar pengganti (surrogate market) dan pendekatan pasar konvensional. Menurut Duerr (1960), penilaian sumberdaya hutan atas dasar manfaat ada dua kategori yaitu: pendekatan nilai barang atau jasa yang marketable

dan non marketable. Freeman (1994) mendekati penilaian sumberdaya alam dan lingkungan dari segi metode pengumpulan data, yaitu: observasi langsung, observasi tidak langsung, hipotetis langsung dan hipotetis tidak langsung.

Penilaian dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap sumberdaya hutan yang tangible dan intangible, lahan perkebunan dan tanaman pertanian, maupun dampak kerugian ekonomi karena adanya asap tebal yang mengganggu kesehatan dan produktivitas masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan nilai ekonomi total (total economic value).

2.4.2. Taksonomi Penilaian Ekonomi Total

Beberapa peneliti menggunakan total economic value (TEV) untuk menilai perubahan ketersediaan jasa lingkungan atau ekologi, dengan cara mengukur surplus total perunit area (kurva permintaan dan penawaran terhadap jasa lingkungan diperhitungkan). Menurut Opschoor (1998) relevansi penggunaan penilaian ekonomi (economic valuation) hanya benar apabila terpenuhi kondisi berikut: (1) jika individu diasumsikan dapat menduga dampak perubahan lingkungan terhadap kesejahteraan mereka, (2) jika dampak tidak langsung dari perubahan ini dapat dihitung, dan (3) jika penilaian ekonomi dilakukan kepada semua subyek (termasuk pelaku potensial).

Secara konseptual, penilaian ekonomi total suatu sumberdaya terdiri dari: (a) nilai guna (use value), dan nilai bukan guna (non-use value). Tercakup dalam nilai guna ini yaitu: nilai guna langsung (direct use value -DUV), nilai guna tidak langsung (indirect use value -IUV), dan nilai pilihan (option value -OV). Sedang yang tercakup nilai bukan guna yaitu nilai warisan (bequest value -BV) dan nilai eksistensi (existence value-EV) (Garrod and Kenneth, 1999). Contoh nilai guna dan bukan guna dari suatu sumberdaya (sumberdaya hutan) dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan konsep nilai ekonomi diatas, secara matematis


(39)

Munasinghe (1993) membuat formula sebagai berikut: TEV = UV + NUV

atau TEV = (DUV + IUV + OV) + (BV + EV).

Deskripsi nilai guna langsung dari suatu sumberdaya dinilai atas dasar kontribusi produksi dan konsumsi dari sumberdaya. Nilai guna tidak langsung mencakup manfaat yang diperoleh dari keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan untuk mendukung produksi dan konsumsi saat ini. Nilai pilihan didasarkan pada kesediaan konsumen untuk membayar (willingness to pay) untuk sumberdaya alam yang belum digunakan atau kesediaan membayar untuk menghindari resiko tidak tersedia dimasa mendatang. Nilai warisan adalah nilai dari pengetahuan mengenai ketersediaan manfaat historis dari suatu sumberdaya dan dapat diteruskan kepada generasi yang akan datang. Nilai eksistensi didasarkan kepuasan karena mengetahui sumberdaya tetap tersedia, meskipun penilai tidak menggunakannya secara intensif.

Disagregasi dari nilai total ekonomi suatu sumberdaya alam dan lingkungan dengan memasukan semua unsur nilai yang terkandung di dalamnya, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2, dengan mengambil contoh penilaian ekonomi total dari sumberdaya hutan hujan tropik yang dikemukakan oleh Pearce (1992) dalam Munasinghe (1993).

Pearce dan Turner (1990) juga mendefinisikan nilai ekonomi total menurut kegunaannya, yaitu use value dan non use value (existence value dan

bequest value). Menurut McNeely (1992) mengemukakan penilaian ekonomi

sumberdaya hayati ada 2 yaitu: nilai langsung (nilai pemakaian konsumtif, nilai pemakaian produktif) dan nilai tidak langsung (nilai pemakaian non-konsumtif, nilai pilihan dan nilai keberadaan).

Nilai guna langsung adalah kenikmatan atau kepuasan yang diterima langsung oleh konsumen yang mengkonsumsi sumberdaya hayati. Nilai guna yang sifatnya konsumtif diberikan pada produk-produk alam yang dikonsumsi langsung. Nilai penggunaan konsumtif dapat diberi harga pasar melalui berbagai mekanisme penilaian harga pasar jika produk dijual di pasar. Nilai penggunaan produktif dapat diperoleh langsung dari kurva permintaan dari sumberdaya alam.


(40)

Nilai Guna Nilai Bukan Guna

Nilai Guna Langsung

Nilai Guna Tidak Langsung

Output yang dapat dikonsumsi langsung

Manfaat – Manfaat Fungsional

Nilai Guna Langsung dan Tidak Langsung Masa datang

Nilai bukan guna untuk diwariskan kepada generasi mendatang - Makanan

- Biomas - Rekreasi - Kesehatan

- Fungsi ekologi - Pengendali banjir

- Biodiversity - Habitat

- Habitat - Perubahan

irreversible

Nilai Nilai Nilai Pilihan Warisan Keberadaan

- Habitat - Spesies Langka Nilai dari pengetahuan terhadap keberadaan Nilai Ekonomi Total

Menurunnya Keterukuran (tangibility) Penilaian Individu

Gambar 2. Kategori Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan (Pearce, 1992

dalam Munasinghe, 1993)

Nilai penggunaan produktif diberikan pada produk-produk yang dipanen secara komersial, baik sumberdaya kayu maupun non kayu (termasuk flora dan fauna). Menurut Hufschmidt et al. (1983), produk yang mempunyai nilai guna dapat ditaksir dengan metode pendekatan harga pasar atau produktivitas, pendekatan biaya ganti, dan pendekatan survei. Menurut Duerr (1960), pendekatan nilai pasar pada sumberdaya hutan ada dua yaitu pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung (pendekatan kapitalisasi, pendekatan biaya, dan pendekatan konversi).

Pendekatan nilai sumberdaya hutan yang tidak langsung menurut McNeely (1992) berkaitan dengan fungsi-fungsi ekosistem, yang mencakup penilaian kegunaan tidak konsumtif, nilai pilihan dan nilai keberadaan. Freeman (1994)


(1)

Clar, C.R., and L.R. Chatten. 1954. Principles of Forest Fire Management. Department of Natural Resources. Divisions of Forestry. State of California.

Davis, K.P. 1954. American Forest Management. McGraw-Hill, Book Company. New York.

Davis, K.P. 1959. Forest Fire Control and Use. McGraw-Hill, Book Company. New York.

Davis, L.S., and K.N. Johnson. 1987. Forest Management. McGraw-Hill, Book Company. New York.

Devlin, A.R., and R.Q. Grafton. 1998. Economic Rights and Environmental Wrongs: Property Rights for the Common Good. Edward Elgar Publishing Inc. Cheltenham, UK. Northampton, Massachusetts, USA.

Dixon, J.A., dan M.M. Hufschmidt. 1986. Tehnik Penilaian Ekonomi Terhadap Lingkungan. Sukanto Reksohadiprodjo (Penerjemah). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pengawetan Alam (Ditjend PHPA). 1998. Data Kejadian Kebakaran Hutan Tahun 1997 (Klasifikasi Data sampai dengan Januari 1998). Seksi Penanggulangan Kebakaran, Sub Direktorat Kebakaran Hutan. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan. Bogor. pp. 1-10.

Duerr, A.W. 1960. Fundamental of Forestry Economics. McGraw-Hill, Book Company. New York, Toronto, London.

Eagle, J.G., and D.R. Betters. 1998. Analysis, the endangered species act and economic values: A comparison of fines and contingent valuation studies. Journal of Ecological Economics 26:165-171.

Economic and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) and World Wild Fund for Nature (WWF). 1998. The Indonesian fires and haze of 1997: The economic toll. 1-8. Unpublished Report.

Eriyatno, 2003. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid I. IPB Press. Bogor.

Fakultas Kehutanan IPB. 1999. Laporan Akhir Kajian Sistem Nilai Hutan Produksi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Ferdinand, A. 2000. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Field, B.C. 1994. Environmental Economics, An Introductions. The McGraw-Hill, Book Company Inc. New York, Tokyo, Toronto, Singapore.


(2)

Freeman III, A.M. 1993. The Measurement of Environmental and Resource Value, Theory and Methods. Washington, D.C.

Fuller, M. 1991. Forest Fires. Wiley Nature Editions. John Wiley and Sons. New York, Brisbane, Toronto, Singapore.

Gittins, R. 1985. Canonical Analysis: A Review with Applications in Ecology. Springer-Verlag, Berlin.

Gittinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Komet Mangiri dan Slamet Sutomo (Penerjemah). Terjemahan dari: Economic Analysis of Agricultural Projects. UI-Press. Jakarta.

Garrod, G., and K.G. Willis. 1999. Economic Valuation of the Environment. Methods and Case Studies. Edward Elgar. Cheltenham, UK. Northampton, MA. USA.

Glover, D., and J. Timothy. 1999. Indonesia’s Fires and Haze, The Cost of Catastrophe. Institute of Southeast Asian Studies, Singapore and International Development Research Center, Canada.

Gregory, G.R. 1972. Forest Resource Economics. John Wiley and Sons. New York.

Gradwohl, J., dan R. GreenBerg. 1991. Menyelamatkan Hutan Tropika. Hira Jhamtani (Penerjemah). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Grant, W.E., E.K. Pedersen, and S.L. Marin. 1997. Ecological and Natural Resource Management, System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Singapore, Toronto.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta. Hair, J.F., R.E. Anderson, R.L. Tatham, and W.C. Black. 1998. Multivariate Data

Analysis. Fifth Edition. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Hanley, N., and C.L. Spash. 1995. Cost-Benefit Analysis and the Environment. Edward Elgar Publishing Company. USA.

Hamilton, L.S., dan P.N. King. 1992. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika. Krisnawati Suryanata (Penerjemah). Editor oleh Gembong Tjiptosoepomo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hairiah K., SM Sitompul, Meine van Noordwijkand, and Cheryl Palm. 2001. Method for sampling carbon stocks above and below ground. ASB Lecture Note 4B:1-22.


(3)

Hendra, S. 2002. Model Pendugaan Biomas Pohon Pinus (Pinus mekusii Jungh et de Vriese) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Cianjur PT Perhutani Unit III Jawa Barat. Jurusan Manajemen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hufschmidt, M.M., E.J. Davis, D.M. Anton, T.B. Blair, and J.A. Dixon. 1983. Environmental Natural System and Development, An Economic Valuations Guide. Published by the Johns Hopkins University Press.

ITCI dan Fakultas Kehutanan IPB, 1998. Rencana Rehabilitasi Lahan Hutan Bekas Kebakaran di Areal HPH PT. ITCI Kalimantan Timur. Kerjasama PT. Internasional Timber Corporation Indonesia (ITCI) dengan Fakultas Kehutanan IPB.

Huang Ju-Chin and V.K. Smith. 1998. Monte Carlo benchmarks for discrite respons valuation methods. Journal of Land Economics 74(2):186-202. Jakeman A.J., M.B. Beck, and M.L. McAleer. 1993. Modeling Change in

Environmental Systems. John Wiley & Sons. Chichester, New York, Brisbane, Toronto, Singapore.

Jöreskog, K.G. dan D. Sörbom. 1996. Lisrel 8 : User’s Reference Guide. Scientific Software International, Inc. Chicago, USA.

Jöreskog, K.G., D. Sörbom, Stephen du Toit, and Mathilda du Toit. 1999. Lisrel 8 : New Statistical Features. Edit by Leo Stam. Scientific Software International, Inc. Chicago, USA.

Kramer, R.A., and D.E. Mercer. 1997. Valuing a global environmental good: U.S. resident willingness to pay to protect tropical rain forest. Journal of Land Economics 73(2):196-210.

Lebart, L., A. Morineau, and K.M. Warwick. 1984. Multivariate Descriptive Statistical Analysis. Wiley, New York.

Levine, M.S. 1977. Canonical Analysis and Factor Comparison. In the Series: Quantitative Application in The Social Sciences. Edited by Uslaner, E.M. Sage, Beverly Hill, California.

Loomis, J., T. Brown, B. Lucero, and G. Peterson. 1996. Improving validity experiments of contingent valuation methods: results of efforts to reduce the disparity of hypothetical and actual willingness to pay. Journal of Land Economics 72(4):450-461.

Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm Limited. London-Sidney.


(4)

MacKinnon, J., M. Kathy, G. Child, and J. Thorsell. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. H.A. Amir (Penerjemah). Terjemahan dari: Managing Protected Areas in the Tropics. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Martinez-Alier, J., G. Munda, and J. O’Neill. 1998. Analysis, weak comparability of values as a foundation for ecological economics. Journal of Ecological Economics 26:227-286.

Muhammadi, E. Aminullah, dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis, Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. Penerbit UMJ Press. Jakarta.

McNeely, J.A. 1992. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati : Mengembangkan dan Memanfaatkan Perangsang Ekonomi untuk Melestarikan Sumberdaya Hayati. Kusdyantinah (Penerjemah). Terjemahan dari: Economics and Biological Diversity: Developing and Using Economics Incentives to Conserv Biological Resources. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Morgan, R.P.C. 1986. Soil Erosion and Conservation. Longman Scientific and Technical. England.

Munasinghe, M. 1993. Environmental economics and sustainable development. The World Bank. Sector Policy and Research staff. Environmental Looking Paper (3):1-77.

Opschoor, J.B. 1998. Special section: forum on evaluation of ecosystem services. The value of ecosystem services: whose values? Journal of Ecological Economics 25:41-43.

Pearce, D.W., and R.K. Turner. 1990. Economics of Natural Resources and The Environment. Harvester Wheatsheaf. New York, London, Sidney.

Pearce, D., and D. Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity. IUCN Earthscan Publications Ltd. London.

PUSDALKARHUTLA, 1997. Laporan Kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Kalimantan Barat. Pontianak. Pp.1-10.

Randal, A. 1987. Resource Economic. John Wiley & Sons, Inc. New York, Chichester, Brisbane, Singapore, Toronto.

Rathore, S.K.S., S.P. Sing, J.S. Sing, and A.K. Tiwari. 1997. Change in forest cover in a central Himalayan catchment: In adequacy of assessment based on forest area alone. Journal of Environmental Management 49:265-276.


(5)

Rosalina, U. 2001. Pengukuran gas rumah kaca dengan menggunakan Satelit. Proposal analisis stok karbon hutan di Propinsi Jambi dan potensinya untuk perdagangan karbon. Kerjasama Penelitian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB, Hutan Pendidikan Tridharma IPB dan Departemen Kehutanan. pp.1-8.

Spash, C.L. 1997. Ethics and environment attitudes with implication for economic valuation. Journal of Environmental Management 50:403-416. Satriani, N. 2001. Pemetaan Kerawanan Kebakaran Hutan di Kalimantan dengan

Menggunakan Sistem Informasi Geografis (studi kasus tahun 1997 – 2000). Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suratmo, F.G. 1970. Kebakaran Hutan (Forest Fire). Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian - Jakarta.

Suratmo, F.G. 1974. Ilmu Perlindungan Hutan. Bagian Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suratmo, F.G. 1985. Ilmu Perlindungan Hutan. Bagian Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Suratmo, F.G. 1999. Dampak Kebakaran Hutan. Bahan Pelatihan Dasar Untuk Calon Pelatih Pengendalian Angkatan I, 29 Juni – 14 Juli 1999. Diselenggarakan atas kerjasama antara ITTO, Ditjend PKA Dephutbun, dan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. pp.1-7.

Suratmo, F.G. 2002. Panduan Penelitian Multidisplin. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Suratmo, F.G. 2003. Cuaca Kebakaran dan Peramalannya. Dalam F.G. Suratmo, E.A. Husaeni, dan N. Surati Jaya (Editor). Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. pp. 127-146.

Saharjo, B.H. 2003a. Segitiga Api. Dalam F.G. Suratmo, E.A. Husaeni, dan N. Surati Jaya (Editor). Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. pp. 123-126.

Saharjo, B.H. 2003b. Perilaku Api. Dalam F.G.Suratmo, E.A. Husaeni, dan N. Surati Jaya (Editor). Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. pp. 155-160.

Saharjo, B.H. 2003c. Sumber Api. Dalam F.G. Suratmo, E.A. Husaeni, dan N. Surati Jaya (Editor). Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. pp. 147-150.


(6)

Soedarmo. 2003. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Upaya pengendalian Kebakaran Hutan dan Kebun. Dalam F.G. Suratmo, E.A. Husaeni, dan N. Surati Jaya (Editor). Pengetahuan Dasar Pengendalian Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. pp.105-118.

Soekisman and Mawardi, 2001. C – Stock in oil palm in final report land use and terestrial carbon stock: capacity building, impact assessment, and policy Support in South and Southeast Asia. http://gcte.org/AFN=FinalRep(9).pdf. pp.1-10 (tanggal 22 – 10 - 2003)

Schweithelm, J. 1998. The Fire This Time: An Overview of Indonesia’s Forest Fires in 1997/1998. May 1998, 1-31. WWF Indonesia Programme. Jakarta. Swanson, T.M. 1996. The Economic of Environment Degradation, The

Tragedy for the Commons?. UNEP. Edward Elgar Publishing. Cheltenham - UK, Brookfield - US.

Syamsuddin, 2001. Model Keberhasilan Usahatani Konservasi di Lahan Kering (Studi Kasus Penanaman Jambu Mete di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat). Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tampubolon, AP., R.T. Kwatrina, A. Sukaman, D. Puspasari, dan Sugiarti. 2001.

Fungsi rosot karbon tanaman mangium dan karet serta implikasi pengelolaannya. Prosiding Optimalisasi Nilai Sumberdaya Hutan Untuk Meninjau Kesejahteraan Masyarakat, Medan 12 November 2001. pp. 64-79. Tietenberg, T. 1992. Environmental Economics and Policy. Harpers Collins

College Publisher Inc. New York.

United Nation Development Programme (UNDP) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), 1998. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Dampak, Faktor dan Evaluasi. Jilid I. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta.

Wallmo, K., and S.K. Jacobson. 1998. A social and environmental evaluation of fuel – efficient cook – stoves and conservation in Uganda. Journal of Environmental Conservation 25(2):99-108.

Yoga, T.A. 1999. Dampak Asap Kebakaran Hutan Pada Paru dan Pernapasan. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia dan Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia Cabang Jakarta. Jakarta.

Yuwono, S. 1999. Identifikasi Tipe Kebakaran dan Derajat Kerusakan Pohon yang Ditimbulkan (Studi Kasus Hutan Konversi Unit VIII PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan). Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.