Pengukuran kepadatan populasi dan biomasa kering

23 BSA ditimbang dan dilarutkan dengan 10 mL akuades. Kemudian didiamkan agar larut dengan sendirinya, pengocokkan dilakukan secara perlahan untuk menghindari terbentuknya busa. Selanjutnya membuat larutan Bradford dengan cara menimbang 100 mg Coomassie Brilliant Blue G-250 dan dilarutkan dengan 50 mL ethanol 95. Kemudian ditambahkan 100 mL asam fosfat 85 wv dan diencerkan dengan akuades hingga volume 1 liter, konsentrasi akhir adalah 0.01 wv. Selanjutnya larutan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No.1. Selanjutnya menyiapkan 11 tabung reaksi yang bersih dan beri tanda no 1 hingga 11. Tabung no 1 tidak diberi larutan BSA, tabung no 2 diisi 100 µl larutan BSA; tabung no 3, 200 µl larutan BSA berturut-turut hingga tabung no 11 diisi 1000 µl larutan BSA. Kemudian dari arah berlawanan, tabung no 10 diisi 100 µl akuades, tabung 9 diisi 200 µl akuades berturut-turut hingga tabung no 1 diisi 1000 µl akuades. Tahap berikutnya, menyiapkan 11 tabung reaksi bersih beri tanda no 1 hingga 11. Ambil 100 µl larutan dari masing-masing tabung dan masukkan ke dalam tabung reaksi kosong sesuai nomor tabung yang diambil. Kemudian menambahkan 5 mL larutan Bradford kedalam masing-masing tabung reaksi no 1 hingga 11, divortex hingga homogen dan selanjutnya diukur absorbannya dengan spektrofotometer 595 nm untuk mendapatkan kurva standar protein. Untuk meng-nol-kan alat digunakan akuades. Sampel fikosianin yang akan diukur ditimbang sebanyak 0.1 mg dilarutkan dalam 10 mL larutan PBS atau akuades, selanjutnya ambil 100 µl masukkan ke dalam tabung reaksi bersih dan ditambahkan 5 mL larutan Bradford dan diukur absorbannya dengan spektrofotometer 595 nm. Selanjunya nilai absorban yang didapat dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar hingga didapat nilai konsentrasi protein sampel Lampiran 5. Penentuan berat molekul protein fikosianin Penentuan berat molekul protein fikosianin dilakukan dengan menggunakan elektroforesis SDS-PAGE, mengikuti metode Laemmli 1970, dengan tahapan membuat “gradient gel” gel pemisah 7.5 dan 17.5n: acrylamide 4.55 mL dan 10.63 mL, Bis-acrylamide 2.5 mL dan 5.86 mL, DH2O 11.33 mL dan 1.88 mL, Tris HCl pH 8.8 6.25 mL dan 6.25 mL, SDS 250 µl dan 250 µl, TEMED 12.5 µl dan 12.5 µl, APS 10 125 µl dan 125 µl masing- masing dibuat terpisah lalu dicampur di alat Gradient former dari larutan gel 7.5 dialirkan ke larutan gel 17.5. Kemudian dialirkan ke dalam cetakan running gel. Selanjutnya membuat stacking gel 4 : acrylamide 40 970 µl, Bis- acrylamide 2 520 µl , DH2O 5.9 mL,Tris HCl pH 6.8 2.5 mL, 10 SDS 100 µl , TEMED 10 µl , 10 APS 50 µl, dituang diatas gel pemisah yang telah beku kemudian dipasang sisir serta ditunggu hingga gel membeku sempurna. Protein sampel fikosianin ditambah dengan 2 SDS + 1 2-merkaptoetanol dan selanjutnya ditambahkan loading buffer dengan perbandingan 2:1, kemudian dididihkan selama 2-3 menit. Running buffer 5X SDS PAGE : Tris base 15g, glycine 72g, SDS 5g dilarutkan hingga 1 liter lalu digunakan 15 konsentrasi ini untuk running buffer. Running buffer dimasukkan kedalam chamber hingga batas 13 dari bagian atas chamber elektroforesis. Elektroforesis dijalankan hingga pewarna hampir mencapai ujung gel dengan arus 150 volt. Pewarnaan dilakukan 24 dengan menggunakan Coomassie Brilliant Blue R250 selama 20 menit dan didekolorisasi dengan larutan dekolorisasi 250 mL methanol dan 70 mL asam asetat selama 18-20 jam, kemudian dapat diawetkan dengan cellophane dan dibiarkan semalam di ruang ber AC. Protein marker menggunakan marker Bio- Rad prestained molecular standard Kaleidoskop catalog 161-0324. Hasil

1. Pertumbuhan populasi, berat kering dan ekstrak kasar fikosianin Spirulina platensis

Pertumbuhan populasi Spirulina platensis dengan kombinasi nutrien dan intensitas cahaya berbeda disajikan pada Gambar 4. Dari Gambar 4 memperlihatkan pola pertumbuhan yang sama pada semua perlakuan yaitu pada hari ke 1 hingga hari ke 3 merupakan masa adaptasi Spirulina terhadap media kultur baru. Mulai hari ke 4 mengalami pertumbuhan dipercepat fase eksponensial kemudian masa stasioner. Pertumbuham populasi Spirulina pada perlakuan MT2 dan MT4 mencapai titik eksponensial akhir pada hari ke 9 sebesar 0.268 dan 0.270 OD masing-masing. Gambar 4 Pertumbuhan populasi Spirulina platensis dengan kombinasi nutrien dan intensitas cahaya berbeda. MT2=medium MT, intensitas cahaya 2000 lux; MT3=medium MT, intensitas cahaya 3000 lux; MT4=medium MT, intensitas cahaya 4000 lux; KT2=medium KT, intensitas cahaya 2000 lux; KT3=medium KT, intensitas cahaya 3000 lux; KT4=medium KT, intensitas cahaya 4000 lux 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 MT2 MT3 MT4 KT 2 KT 3 KT 4 Waktu pengamatan hari OD 6 7 n m 25 Dari uji anova pertumbuhan populasi Spirulina pada hari ke 9 perlakuan nutrien dan cahaya tidak memberikan pengaruh yang nyata, namun interaksi antara nutrien dan cahaya memberikan pengaruh nyata p0.05. Perlakuan MT3, KT2, KT3 dan KT4 mencapai eksponensial akhir pada hari ke 12. Dari hasil uji statistik terdapat perbedaan yang nyata p0.05 pada nutrien, intensitas cahaya maupun interaksinya. Perlakuan MT3 nutrien MT dengan intensitas cahaya 3000 lux menunjukkan pertumbuhan populasi tertinggi 0.611 OD diikuti perlakuan KT4 0.580 OD, KT3 0.399 OD, KT2 0.372 OD, MT2 0.275 OD dan MT4 0.143 OD. Populasi Spirulina platensis pada perlakuan MT3 tidak berbeda nyata P0.05 terhadap perlakuan KT4, namun berbeda nyata terhadap perlakuan lain. Berat kering perlakuan MT2 dan MT4 tertinggi dicapai pada hari ke 9 yaitu 2.7325 dan 2.5283 mg mL -1 masing-masing dan tidak berbeda nyata P0.05. Berat kering tertinggi perlakuan MT3, KT2, KT3 dan KT4 dicapai pada hari ke 12 sebesar 2.7917, 3.0958, 3.4067 dan 3.4167 mg mL -1 masing-masing Lampiran 2. Terdapat perbedaan yang nyata terhadap perlakuan pupuk, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan cahaya maupun interaksinya. Berat kering Spirulina perlakuan MT3 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan KT4 P0.05. Hasil pengukuran kandungan ekstrak kasar fikosianin pada fase eksponensial akhir dan stasioner tercantum dalam Tabel 2. Kandungan ekstrak kasar fikosianin Spirulina pada fase eksponensial akhir berkisar antara 0.0143- 0.0359 mg mL -1 . Kandungan ekstrak kasar fikosianin tertinggi dicapai oleh perlakuan KT2 0.0359 mg mL -1 diikuti selanjutnya oleh KT4 0.0355 mg mL -1 , MT3 0.0251 mg mL -1 , KT3 0.0181 mg mL -1 , MT4 0.0150 mg mL -1 dan terendah MT2 0.0143 mg mL -1 . Dari uji anova perlakuan KT2 tidak berbeda nyata p0.05 terhadap perlakuan KT4 dan MT3, namun berbeda nyata p0,05 terhadap perlakuan MT2, MT4 dan KT3. Tabel 2 Kandungan ekstrak kasar fikosianin Spirulina platensis pada fase eksponensial akhir dan stasioner Perlakuan Ekstrak kasar fikosianin mg mL -1 Fase eksponensial akhir Fase stasioner MT2 MT3 MT4 KT2 KT3 KT4 0.0143 b 0.0251 a 0.0150 b 0.0359 a 0.0181 b 0.0355 a 0.0071 0.0085 0.0071 0.0050 0.0081 0.0119 Huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P0.05. MT2=medium MT, intensitas cahaya 2000 lux; MT3=medium MT, intensitas cahaya 3000 lux; MT4=medium MT, intensitas cahaya 4000 lux; KT2=medium KT, intensitas cahaya 2000 lux; KT3=medium KT, intensitas cahaya 3000 lux; KT4=medium KT, intensitas cahaya 4000 lux. Kualitas air terukur selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Temperatur media kultur terukur berkisar antara 27-29 o C dan pH berkisar antara 9.11-10.25.