Analisis Gaya Permainan Akordion Untuk Lagu-Lagu Melayu Oleh Zulfan Effendi Lubis
ANALISIS GAYA PERMAINAN AKORDION UNTUK LAGU-LAGU MELAYU OLEH ZULFAN EFFENDI LUBIS
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O
L E H
HEIDY E SIMORANGKIR NIM : 060707001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
(2)
ANALISIS GAYA PERMAINAN AKORDION UNTUK LAGU-LAGU MELAYU OLEH ZULFAN EFFENDI LUBIS
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O
L E H
HEIDY E SIMORANGKIR NIM : 060707001
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D Drs. Fadlin, M.A
NIP.196512211991031001 NIP.196102201989031003
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang Ilmu Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
(3)
Disetujui
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI Ketua,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D NIP. 196512211991031001
(4)
PENGESAHAN Diterima oleh:
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.
Medan
Hari : Tanggal :
FAKULTAS SASTRA USU Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.Si NIP. 195110131976031001
PANITIA UJIAN
No. Nama Tanda Tangan
1. ( )
2. ( )
3. ( )
4. ( )
(5)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Musik adalah salah satu ekspresi budaya. Dalam kegiatan musik terdapat berbagai aspek sosial budaya yang saling terintegrasi. Musik tercipta karena ada manusia yang menciptakannya yang disebut dengan pencipta musik. Dalam konteks seseorang mengkomposisikan musik, naka ia dapat disebut dengan komposer. Musik juga selalu diusahakan dipertunjukkan dengan menggunakan unsur-unsur estetika. Misalnya menggunakan unsur harmoni, teks yang memuat nilai-nilai dan filsafat, menggunakan genre-genre puisi seperti pantun, nazam, sonata, dan lainnya. Khusus untuk ini di dalam dunia musik dikenal dengan penggubah lirik dan pengaransemen (arranger). Musik juga selalu menggunakan pemain-pemain yang memiliki keahlian yang relatif baik, yang lazim disebut dengan pemusik atau musisi. Begitu juga untuk musik-musik vokal, penonjolan pertunjukan adalah pada para penyanyi.
Agar musik ini fungsional dan berkelanjutan, maka secara budaya, musik membutuhkan masyarakat pendukung yang jumlahnya bisa relatif kecil, atau bisa juga relatif besar. Masyarakat pendukung sangat menentukan hidup dan matinya genre-genre musik dalam kebudayaan manusia. Masyarakat pendukung ini ada yang disebut dengan fans club, pecinta musik, kelompok etnik, atau bahkan masyarakat dunia.
(6)
Dalam berbagai kasus musik di dunia ini, tokoh-tokoh musik apakah itu penyanyi, pemain alat musik tertentu, pengorganisasi peristiwa musik, begitu menonjol peran sosial dan budayanya. Kita mengenal Michael Jackson sebagai penyanyi ikon musik populer dunia. Masyarakat internasional juga mengenal Kenny G. sebagai pemain alat msuik saksofon yang handal di dunia. Begitu pula kita mengenal Kitaro yang handal dalam memainkan alat-alat musik perkusi Barat yang dipadunya dengan alat-alat musik perkusi dari Jepang. Di lingkup nasional, kita mengenal Idris Sardi sebagai penggesek biola yang handal. Begitu juga ada penyanyi dan pencipta lagu yang terkenal yaitu Titik Puspa. Kita juga mengenal Iwa K. sebagai penyanyi rap populer di Indonesia. Dari generasi muda, kita mengenal Henry lamiri dari Kalimantan sebagai pemain biola yang handal, dan banyak lagi contoh-contoh lainnya.
Di Sumatera Utara, terdapat banyak tokoh musik yang cukup mewarnai kawasan ini, nasional, bahkan internasional. Kita mengenal komponis Cornel Simanjuntak, Liberti Manik, Djaga Depari, Lily Suheiri, Rizaldi Siagian, Ben Marojahan Pasaribu, dan kawan-kawannya. Kita juga mengenal pencipta tari seperti Guru Sauti, O.K. Adram, Taralamsyah Saragih, Yose Rizal Furdaus, Sirtoyono, Manchu, dan lain-lainnya. Para tokoh musik dan tari dari Sumatera Utara ini, ada yang karya dan pertunjukannya, yang berdasar kepada budaya etniknya saja. Ada pula yang bersandar pada kebudayaan nasional Indonesia, dan bahkan budaya dunia.
Dalam kebudayaan musik Melayu di Sumatera Utara, yang menarik perhatian penulis sebagai seorang mahasiswa yang berkecimpung dalam disiplin
(7)
etnomusikologi, adalah peran para seniman musik Melayu yang sebahagiannya berasal dari etnik-etnik di luar etnik Melayu. Atau mereka ini berkecimpung dalam kesenian Melayu, dan memelayukan dirinya. Contohnya adalah Sirtoyono yang beretnik Jawa, dan banyak berkecimpung dalam tarian Melayu Sumatera Utara. Begitu juga dengan Lily Suheiri seniman Sumatera Utara yang etniknya Sunda tetapi banyak menciptakan lagu-lagu Melayu baik dalam bentuk ensambel kecil atau orkestra yang ia bina, yaitu Orkes Simfoni Medan (Orsim). Demikian juga halnya dengan Zulfan Effendi Lubis, yang dipandang sebagai seniman musik (khususnya akordion) Melayu Sumatera Utara. Ada apa dengan fenomena ini? Maka dalam pemikiran penulis, semua itu tidak terlepas dari identitas Melayu. Jadi ada kaitan langsung antara identitas, musik, kebudayaan, lingkungan, dan konseptualisasi budaya.
Melayu adalah sebuah istilah antropologis dan budaya, yang memiliki berbagai pengertian. Istilah ini bisa bermakna dalam konteks yang luas yaitu ras, bisa juga identitas yang berkaitan dengan tata negara, atau etnik setempat, yang menghuni kawasan tertentu seperti provinsi atau kabupaten. Makna-makna yang bisa luas atau sempit ini umumnya tergantung dalam konteks apa istilah tersebut digunakan.
Berdasarkan pengertian ras, Melayu dapat digolongkan kepada kumpulan Melayu Polinesia atau ras berkulit coklat yang mendiami Gugusan Kepulauan Melayu, Polinesia, dan Madagaskar. Namun demikian pada masa pusat imperium Melayu berada di Malaka 1400 M dan Parameshwara menjadi Islam, maka sejak itu agama Islam disebarkan dari Malaka ke segenap penjuru di Nusantara. Penyebaran
(8)
yang terjadi melalui proses dagang dan perkawinan ini, sekaligus membentuk budaya Melayu. Setelah itu, terbentuk definisi jati diri Melayu yang baru yang tidak lagi terikat pada faktor geneologis (hubungan darah) tetapi dipersatukan oleh faktor kultural yang sama, yaitu kesamaan agama Islam, bahasa Melayu, dan adat-istiadat Melayu.
Definisi Melayu sejak abad ke 15 M dikemukakan oleh penguasa kolonial Belanda dan Inggris serta para sarjana asing bahwa seseorang dikatakan orang Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu sehari-hari, dan melakukan adat istiadat Melayu dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga sampai pada awal kemerdekaan Indonesia istilah “masuk Melayu” sama dengan ”masuk Islam” (Luckman Sinar 1994:8-9).
Menurut seorang ahli antropologi, Vivienne Wee (dalam Takari dan Dewi, 2008), terdapat perbedaan pengertian Melayu di Singapura, Malaysia, dan Indonesia yang secara langsung berkaitan erat dengan persepsi pemerintah masing-masing. Pemerintah Singapura memandang Melayu sebagai sebuah ras, sebuah kategori yang dihasilkan berdasarkan keturunan dalam sistem etnisitasnya. Bahkan di Singapura, seseorang yang rasnya Melayu, beragama Kristen, berbahasa Inggris, secara syah dianggap sebagai orang Melayu. Terdapat sejumlah kecil orang Melayu Kristen dan mereka dipandang sebagai suatu Asosiasi Kristen Melayu di Singapura. Sedangkan di Malaysia, Melayu secara konstitusional diikat identitasnya dengan agama Islam, maka jika seorang Melayu berpindah agama menjadi Kristen misalnya, dia tidak dipandang lagi sebagai orang Melayu. Meskipun demikian, tidak berarti semua orang
(9)
Islam di Malaysia dipandang sebagai orang Melayu. Konstitusi Malaysia menyatakan bahwa orang Melayu itu hanyalah orang Islam yang berbahasa Melayu, menuruti adat-istiadat Melayu, lahir di Malaysia atau lahir dari orang tua yang berkebangsaan Malaysia. Berbeda dengan Singapura dan Malaysia, pemerintah Indonesia tidak begitu berminat memberi pengertian secara legal terhadap Melayu. Pengertian Melayu di Indonesia adalah satu istilah yang mengandung makna identitas regional berdasarkan pengakuan penduduknya. Dengan demikian, menurut pandangan pemerintah Indonesia, seseorang dapat saja menyatakan diri sebagai oring Melayu ataupun bukan orang Melayu. Dia boleh menentukan identitas regionalnya. Karena pemerintah Indonesia tidak mencantumkan label etnik dalam kartu tanda penduduk (KTP), sedangkan Singapura dan Malaysia mencantumkannya.
Selain itu, istilah Melayu bisa merujuk kepada salah satu etnik setempat di Sumatera Utara yang terdiri dari daerah-daerah kebudayaan yaitu Melayu Deli, Serdang, Langkat, Asahan, Batubara, dan Labuhan Batu. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Menurut Fadlin, perbedaan di antara keenam kelompok Melayu ini hanya terdapat pada dialek atau pengucapan sesuatu, misalnya pada pengucapan kata “kemana” bisa berbeda pada akhir hurufnya di enam wilayah Melayu Sumatera Utara tersebut.1
1
Hasil wawancara dengan Fadlin pada September 2009 di ruang kantor beliau di Departemen Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Namun hal tersebut tidak membatasi mereka untuk berkomunikasi, mereka dapat saling mengerti dan dapat saling berkomunikasi dengan baik.
(10)
Di Sumatera Utara, ciri kemelayuan yang utama adalah budaya dan agama Islam. Etnik Melayu bukan hanya mereka yang bernenek moyang Melayu Semenanjung, Riau, dan Kalimantan, tetapi juga banyak suku setempat seperti Mandailing-Angkola, Karo, Batak Toba, Simalungun, dan suku pendatang seperti Aceh, Minangkabau, Jawa, Arab, India yang masuk menjadi Melayu dan memelayukan diri. Namun di antara mereka ada yang mengakui diri ke dalam dwi-etnisitas. Ini semua dikarenakan oleh identitas kemelayuan yang terbuka dan tidak membedakan asal keturunan. Yang terpenting adalah pelaksanaan budaya yang dipandu oleh wahyu Allah. Di Sumatera Utara banyak orang Batak yang memelayukan diri dan mengakui diri sebagai orang Melayu, contohnya Zulfan Effendi Lubis yang secara garis keturunan adalah seorang Batak Mandailing yang memelayukan diri dan mengakui diri sebagai orang Melayu. Ia mengatakan:
Bapak memang suku Mandailing, ayah saya marga Lubis. Tapi kan Bapak udah lebih banyak melakukan kebiasaan-kebiasaan Melayu. Karena udah lama saya tinggal di daerah orang Melayu dan istri bapakpun orang Mandailing. Jadi Bapak orang Melayu, tapi tetap bermarga Lubis (wawancara penulis dengan Zulfan Effendi Juli 2010)
Apa yang terjadi pada Zulfan Effendi Lubis itu, yaitu Batak menjadi Melayu dikonsepkan dalam pantun:
Bukan kapak sembarang kapak, Kapak untuk membelah kayu, Bukan Batak sembarang Batak, Batak sudah menjadi Melayu
(11)
Pantun ini sebagai fakta bahwa banyak orang Batak yang menjadi orang Melayu dan hal tersebut tidaklah asing terjadi di Sumatera Utara. Zulfan juga terkadang mencantumkan marga Lubis di beberapa kaset rekamannya. Bahkan dalam menghasilkan karya-karyanya berbagai unsur musik Karo dan Mandailing dimasukkannya. Misalnya dalam Album Dua Dimensi ia bersama-sama Laila Hasyim, Syaiful Amri, dan kawan-kawan memasukkan unsur musik Karo yang dipadu dengan musik Melayu.
Keberadaan Zulfan Effendi Lubis seperti di atas, amatlah menarik untuk dikaji secara etnomusikologis. Menurut penulis, yang pertama sebagai orang Batak Mandailing yang kemudian masuk Melayu, ia memiliki identitas yang mendua atau dikotomi. Di satu sisi ia menjadi bahagian dari masyarakat Melayu Sumatera Utara khususnya Deli, di sisi lain ia juga tetap merasa secara keturunan sebagai orang Mandailing. Kedua, identitas keturunan dan kebudayaan yang sedemikian rupa berdampak kepada permainan atau ciptaan musik Zulfan Effendi. Ketiga, menurut pendapat para informan, Zulfan Effendi termasuk seniman yang memiliki kelebihan sendiri dibanding seniman-seniman lain, di antaranya Zulfan Effendi dipandang “hebat” dalam bermain akordion dalam mengiringi lagu-lagu Melayu. Kemudian,
keempat, beliau juga selain pemain akordion musik Melayu juga memiliki kemahiran
dalam memainkan musik-musik Padang Pasir (sebuah genre musik Islam di Sumatrera Utara yang berkembang di dasawarsa 1960-an sampai 1970-an). Kelima, Zulfan Effendi termasuk seniman musik Melayu yang senior, yang mengajarkan keahlian musiknya kepada para muridnya. Untuk itu penulis sebagai mahasiswa
(12)
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, tertarik untuk mengkaji gaya permainan akordion Zulfan Effendi untuk musik Melayu, berdasarkan pendekatan-pendekatan etnomusikkologi.
Pengertian etnomusikolgi dalam tulisan ini adalah mengutip pendapat resmi dari Society for Etnomusikologi seperti yang penulis kutip di bawah ini.
Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music.
European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban son, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary—many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history.
Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices.
Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music.
Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit
our (sumber: www.
webdb.iu.edu)
Sesuai dengan kutipan di atas, etnomusikologi adalah suatu wilayah kajian ilmiah terhadap keberadaan musik di seluruh dunia, dari masa lampau hingga kini. Para
(13)
etnomusikolog mengeksplorasi ide-ide, kegiatan-kegiatan, alat-alat musik, dan suara musik beserta dengan masyarakat yang menghasilkan musik tersebut. Di antara contoh-contoh kajian etnomusikologi adalah musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, tarian son dari Kuba, hiphop, juju dari Nigeria, gamelan Jawa, upacara pengobatan pada masyarakat Navaho Indian, dan nyanyi pujian pada masyarakat Hawaii, dan berbagai musik lainnya dalam konteks kajian etnomusikologis. Ilmu etnomusikologi ini adalah interdisipliner. Beberapa etnomusikolog, tidak hanya berlatar belakang pendidikan musik, tetapi juga berlatar belakang antropologi, folklor, tari, linguistik, psikologi, dan sejarah.
Para etnomusikolog, secara umum melibatkan metode etnografi dalam penelitiannya. Mereka bekerja dan menghasilkan karya ilmiah yang berangkat dari data museum, festival, arsip, perpustakaan, label perekaman, sekolah, dan institusi lainnya. Para etnomusikolog ini fokus kepada usaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan apresiasi terhadap musik dunia. Banyak perguruan tinggi dan universitas yang memiliki program studi etnomusikologi.
Berkaitan dengan penelitian ini yang mefokuskan perhatian kepada gaya bermain akordion Zulfan Effendi, maka sangatlah relevan untuk didekati dengan disiplin etnomusikologi. Zulfan Effendi adalah pemusik Melayu, yang memiliki keahlian khas sebagai pemain akordion. Permainan akordion ini memiliki latar belakang kebudayaan, khsusunya Melayu dan ditambah dengan unsur budaya Timur Tengah (Arab). Jadi kajian terhadap gaya permainan akordion Zulfan Effendi, berarti studi musik dalam kebudayaan.
(14)
Musik adalah ekspresi kultural, seperti halnya bahasa, humor, dan emosi merupakan hubungan antara musik dan kehidupan (Sinar 1990:1). Di dalamnya terdapat nilai dan norma yang terkandung di dalam kebudayaan pemilik kesenian tersebut. Begitu pula dengan kebudayaan musik Melayu. Secara umum musik Melayu terbagi kedalam 2 bagian, yaitu musik tradisional dan musik modern. Yang termasuk ke dalam musik tradisional Melayu antara lain: (1) musik pengaruh India: Persia dan Thailand atau Siam, seprti : nobat, menhora, makyong, dan rodat, (2) musik pengaruh Arab: gambus, kasidah, ghazal, zapin, dan hadrah; (3) nyanyian anak-anak; (4) musik vokal (lagu) yang berirama lembut seperti Tudung Periuk, Damak. Dondang Sayang dan ronggeng atau joget. Sedangkan musik modern adalah: (1) keroncong dan Istambul yang tumbuh dan berkembang awalnya di Indonesia; (2) lagu-lagu langgam; (3) lagu-lagu patriotik tentang tanah air, kegagahan, dan keberanian; (4) Lagu-lagu ultramodern yang kuat dipengaruhi oleh budaya Barat (Usman dalam Takari 2005: 161-162).
Masyarakat Melayu juga membuat klasifikasi alat musik yang dianggap tradisional, yaitu gendang panjang, rebab, gong, tawak-tawak, kesi, ceracap, dan suling. Alat musik tersebut dibawakan dalam setiap upacara adat Melayu. Pengaruh musik Barat menjadi musik populer Melayu yang kemudian diadopsi oleh masyarakat Melayu dan sampai saat ini selalu dipakai dalan setiap pertunjukkannya adalah biola dan akordion.
Akordion merupakan instrumen free-reed yang ditemukan pada awal abad ke-19. Alat musik ini memiliki 4 bagian antara lain, bellows, keyboard, treble registers,
(15)
bass registers dan bassis. Instrumen ini memiliki 12 bass2 dengan 20 keyboard3
Pada saat ini sudah sangat jarang ditemukan sajian musik populer Melayu tanpa suara akordion. Meskipun tidak selalu memakai akordion, tetapi alat musik
keyboard sering digunakan untuk memunculkan warna suara akordion tersebut.
Kedudukan akordion pada ensambel musik Melayu merupakan instrumen yang penting dan menjadi pembawa akord bahkan sering membawa melodi secara heterofoni dengan biola. Menurut Fauzi, akordion merupakan inovasi baru pada musik Melayu yang menjadikan musik tersebut menjadi lebih hidup dan berwarna.
sampai 160 bass dengan 45 keyboard. Tetapi ada juga desain yang lebih kecil atau lebih besar. Setiap bass pada akordion membunyikan akord yang berbeda. Sistem pengakordan ini merupakan interpretasi penyebutan nama akordion.
4
Perbedaan gaya permainan akordion juga ditemukan di antara seniman musik Melayu, misalnya Ahmad Setia dan Zulfan Effendi. Ahmad setia merupakan pemain akordion yang terkenal mahir memainkan akordion dalam mengiringi tari Serampang
Dua Belas, sedangkan Zulfan Effendi terkenal sebagai pemain akordion yang mahir
Meski merupakan alat musik yang diadopsi dari kebudayaan musik Barat, akordion pada musik Melayu mempresentasikan gaya musik Melayu. Teknik yang dipakai juga sesuai dengan konsep yang menjadi ciri musik Melayu, seperti sistem tangga nada, cengkok dan sebagainya. Perbedaan konsep budaya dengan alat musik yang sama ini merupakan hal yang menarik untuk dikaji.
2
Bass dimaksudkan kepada tombol pada accordion yang memainkan akord.
3
Keyboard dimaksudkan kepada tuts piano pada accordion.
4
(16)
memainkan akordion dalam mengiringi lagu-lagu. Perbedaan ini menjadi ciri khas pemusik tersebut dalam membawakan lagu-lagu pada akordion. Dalam kajian ini, Zulfan Effendi Lubis penulis pilih untuk menjadi narasumber pokok bagi penulis karena Zulfan memiliki gaya permainan yang sangat khas dan berbeda, bahkan memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pemain akordion yang lain.
Zulfan adalah seorang Batak Mandailing yang bermarga Lubis yang secara dominan melakukan adat istiadat Melayu dalam kehidupannya sehari-hari dan merupakan salah satu pemain akordion yang cukup handal dan sangat dikenal dalam musik Melayu khususnya di Sumatera Utara (wawancara dengan Takari September 2009). Zulfan Effendi Lubis pada awalnya mempelajari musik padang pasir5
Kelebihan lain yang dimiliki oleh Zulfan, antara lain mengkolaborasikan beberapa unsur musik dalam musik Melayu seperti musik Arab, musik Karo, musik
dengan alat musik harmonium dari ayahnya Zakaria Lubis dan pamannya Muhammad Nasir Nasution. Kemudian ia mulai mempelajari musik Melayu dan mulai berkarir sebagai pemain akordion sejak berusia 17 tahun sampai sekarang. Kemampuan memainkan musik padang pasir ini menjadi kelebihan dan ciri khas Zulfan Effendi Lubis yang tidak dimiliki oleh pemain akordion lainnya.
5
Di Sumatera Utara, yang dimaksud dengan irama padang pasir adalah merujuk kepada musik-musik yang berciri Arab, yang ditandai dengan penggunaan alat-alat musik seperti oudh (gambus), gendang marwas, nekara, dan lain-lainnya. Begitu juga dengabn melodi yang digarap berdasarkan maqamat dari Timur Tengah seperti nahawan, sikkah, ziharkah, husaini, bayati, dan lain-lainnya. Lagu-lagu yang digunaklan juga sebahagian besar memakai lirik berbahasa Arab dan sebahagiannya bahasa Melayu. Genre padang pasir ini dibawa oleh para ulama dan seniman yang menimba ilmu di Tanah Arab pada masa sebelum Indonesia merdeka sampai Indonesia meredeka. Di antara tokoh dan seniman irama padang pasir adalah Ahji Ahmaq Baqi, Mukhlis, Hajjah Nurasiah Jamil, dan lain-lainnya. Genre irama padang pasir ini mencapai zaman keemasannya pada dasawarsa 1960-an sampai 1970-an. Padang pasir sendiri merujuk kepada pengertian kawasan padang pasir yang umum terdapat di negara-negara di Timur Tengah.
(17)
Mandailing, Jawa, dan salah satu albumnya yang paling terkenal adalah album Dua
Dimensi.
Contoh melodi musik etnik Karo yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.
Contoh melodi musik etnik Mandailing yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.
Contoh melodi musik etnik Jawa yang dimainkan oleh Zulfan Effendi melalui alat musik akordion.
Ia merupakan murid kepercayaan dan “kesayangan” Ahmad Baqi, yaitu seorang pemusik dan pencipta lagu Melayu yang handal. Selain itu, Zulfan sering kali dipanggil sebagai pemain akordion di beberapa kegiatan kesenian, seperti Pesta Gendang Nusanatara di Melaka tahun 1996-1998 yang diadakan bersama Fadlin dan
(18)
grupnya di Malaysia, OPEC Second Summit bersama Sinar Budaya Grup (SBG) di Caracas, Venezuella pada bulan September Tahun 2001. Selain itu, ia juga berperan sebagai pemain accordion bersama Rinto Harahap dan penyanyi legendaris Melayu Nur ‘Ainun dalam rekaman album Enam Jam di Malaka karya Rizaldi Siagian di Jakarta. Zulfan juga membentuk dan membimbing grup sendiri yang ia beri nama Group As-Syabab Senandung Deli. Sebagian besar anggota group ini adalah keluarga Zulfan, seperti anak dan keponakannya.
Keistimewaan gaya permainan yang dimiliki Zulfan ini membuat penulis tertarik untuk menganalisisnya melalui sudut pandang etnomusikologis. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Gaya
Permainan Akordion untuk Lagu-lagu Melayu oleh Zulfan Effendi.
1.2 Pokok Permasalahan
Dalam penelitian ini, satu pokok permasalahan yang akan penulis kaji dalam adalah bagaimana gaya permainan akordion untuk lagu-lagu Melayu oleh Zulfan
Effendi? Pokok permasalahan ini dibuat sebagai bahan pertanyaan penelitian untuk
menguji validitas lapangan, yaitu bagaimana ciri atau gaya permainan Zulfan Effendi yang dianggap memiliki kelebihan-kelebihan teknis dan estetis oleh sesama seniman Melayu sendiri atau para penikmatnya. Untuk menjawab pokok permasalahan ini, maka kajian penelitian ini dibantu oleh deskripsi biografi Zulfan Effendi dan hal-hal sejenis, dalam konteks multidisiplin dan interdisplin ilmu.
(19)
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ciri gaya permainan akordion salah satu pemusik Melayu, yaitu Zulfan Effendi dan mendokumenta-sikannya sebagai bahan pembelajaran bagi masyarakat secara khusus di bidang seni.
1.3.2 Manfaat
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini, antara lain :
1. Menjadi media yang berusaha dapat mengkomunikasikan kebudayaan musik Melayu kepada masyarakat Melayu bahkan diluar Melayu.
2. Mengangkat seniman musik tradisi agar dapat dikenal dikalangan masyarakat umum.
3. Sebagai media pengembangan ilmu pengetahuan khususnya etnomusikologi agar dapat mempertahankan mahalnya kesenian daerah yang semakin menghilang.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
(20)
Konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala (Mely Tan dalam Kuentjaraningrat, 1991: 21). Konsep dimaksudkan untuk memberi definisi dan pembatasan pemahaman.
Gaya adalah ciri-ciri tertentu atau karakter yang dimiliki oleh suatu musik, seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain: (1) Bruno Nettl (1964:169) dalam bukunya Theory and Method in Etnomusicology, mengatakan bahwa gaya dapat diartikan sebagai kumpulan karakter yang dimiliki oleh satu komposisi musik (lagu), yang sama dengan karakter-karakter pada komposisi lainnya (lagu-lagu) di dalam kesatuan lingkungan budayanya. (2) Apel dalam bukunya Harvard Dictionary of
Music, mengatakan gaya dalam satu komposisi musik berhubungan dengan suatu cara
pengolahan semua unsur musik: bentuk, melodi dan ritme (dalam Jagar Lumbantoruan 1991), (3) Slobin (1984:5) dalam bukunya World of Music, mengatakan gaya diartikan sebagai ciri khas dari sebuah musik yang di dalamnya terdapat unsur-unsur musik yang saling berhubungan antara elemen nada, elemen waktu, dan elemen warna suara. Dengan demikian yang dimaksudkan gaya dalam komposisi ini adalah ciri atau karakter yang ditimbulkan dengan cara pengolahan unsur musikal (bentuk, melodi dan ritem) yang saling berhubungan dalam permainan akordion oleh Zulfan Effendi Lubis.
Akordion adalah instrumen musik Barat yang merupakan klasifikasi alat musik aerofon free-reed yang memiliki bass dan keyboard piano. Alat musik ini memiliki beberapa ukuran berdasarkan banyaknya jumlah bass dan keyboard. Ukuran yang paling kecil, yaitu 12 bass dengan 25 keyboard. Sedangkan ukuran yang paling besar, yaitu 160 bass dengan 41 keyboard (Midgley 1976:81). Tetapi kemungkinan
(21)
ada ukuran yang lebih kecil atau lebih besar lagi. Alat musik ini dimainkan dengan kedua tangan dengan bagian yang berbeda, secara umum tangan kanan memainkan
keyboard, dan tangan kiri memainkan bass. Akordion dimainkan dengan cara menarik
dan mendorong bagian belows agar mendapatkan sokongan udara sambil memainkan
bass, dan tangan kanan juga bergerak memainkan tuts piano secara bersamaan dengan
tangan kiri yang menarik dan mendorong akordion tersebut. Jika bagian bellows tidak ditarik, maka akordion tidak akan berbunyi karena tidak ada sokongan udara yang merupakan sumber bunyi pada akordion.
Beberapa lagu Melayu yang penulis maksudkan dalam tulisan ini, yaitu lagu-lagu pada tiga rentak Melayu dan satu sampel lagu-lagu padang pasir. Adapun lagu-lagu tersebut, antara lain, senandung dengan lagu Sri Mersing, mak inang dengan lagu Mak
Inang Pulau Kampai, lagu dua dengan lagu Tanjung Katung, dan genre padang pasir
dengan lagu Habibi.
Konsep kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat 1987:180). Maka kebudayaan Melayu merupakan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat Melayu yang menjadi milik bangsa Melayu dengan belajar. Kebudayaan Melayu penulis maksudkan kepada kebiasaan-kebiasaan atau hasil dari tingkah laku masyarakat Melayu yang ada di Medan. Dalam hal ini yang dibahas adalah mengenai tradisi musikalnya.
(22)
Zulfan Effendi adalah seorang pemusik akordion yang handal memainkan alat musik tersebut. Zulfan merupakan seorang yang bersuku Batak Mandailing, yaitu bermarga Lubis yang mengakui diri sebagai orang Melayu karena secara dominan mengikuti adat istiadat Melayu, berbahasa Melayu dan beragama Islam. Zulfan Effendi memandang dirinya sendiri dalam dwietnisitas yaitu sebagai orang melayu dan mandailing sekali gus. Begitu juga dengan isteri dan anak-anaknya, yang juga semuanya berkecimpung di bidang seni pertunjukan Melayu, khsususnya Melayu Deli.
1.4.2 Teori
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan beberapa teori yang berfungsi untuk menuntun peneliti dalam melakukan suatu pekerjaan lapangan seperti penelitian. Teori-teori tersebut menjadi acuan yang membantu penulis untuk menemukan tujuan penelitian.
Dalam menganalisi aspek gaya permainan akordion Melayu ini penulis menggunakan teori weighted scale yang dinyatakan oleh Malm (1977:8) bahwa dalam menganalisis karakter atau struktur suatu musik maka harus dikaji: tangga nada, nada dasar, wilayah nada, jumlah masing-masing nada, interval, pola kadensa, formula melodi, dan kontur. Karena dalam menganalisis suatu gaya permainan, maka diperlukan analisis musikalnya juga dan begitu pula sebaliknya.
Untuk melihat kehidupan Zulfan Effendi Lubis, penulis menggunakan teori biografi. Dalam buku Antologi Biografi Pengarang Sastrawan Indonesia (1999:3-4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang dipergunakan untuk
(23)
mendeskripsikan kehidupan pengarang atau sastrawan. Tulisan mengenai biografi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu biografi singkat dan panjang. Biografi singkat bisa hanya berjumlah beberapa baris kalimat saja, sedangkan biografi panjang bisa berjumlah satu buku atau lebih (dalam Siti Zulaikha Sitanggang 1998). Dalam tulisan ini, penulis memilih biografi singkat tentang Zulfan karena kajian terpenting dalam tulisan ini bukanlah mengenai biografi Zulfan Effendi Lubis, tetapi gaya permainan akordion yang disajikannya baik dalam pertunjukan maupun industri rekaman. Teori ini penulis maksudkan untuk melihat bagaimana kehidupan Zulfan sebelum dan sesudah ia menjadi orang Melayu sampai saat ini, serta eksistensinya dalam musik Melayu.
Dalam mengkaji sejarah alat musik akordion pada kebudayaan Melayu, penulis menggunakan teori yang selalu dipakai dalam kontak budaya,yaitu penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain. Dengan proses tersebut manusia mampu menghimpun penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat, dapat diteruskan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati gunanya. Hal ini juga berkaitan dengan teori yang diungkapkan oleh Herkovits bahwa perubahan-perubahan dapat dilihat dari 2 titik pandang, yaitu bagaimana yang terjadi pada masa lampau dan masa sekarang (dalam Johannes 2000). Bardasarkan titik pandang pertama sudah mempergunakannya dalam istilah difusi yang didefenisikan sebagai transmisi budaya dalam proses. Selain itu, perkembangan juga dapat dipandang dari bagaimana asal usul sesuatu dalam budaya karena faktor perubahan internal, ekternal lazim disebut akulturasi (1948: 525).
(24)
1.5 Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis mengacu kepada pendapat Nettl (1964: 62) yang mengatakan ada dua hal yang esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin etnomusikologi. Dua hal itu adalah kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work).
Penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu sebuah metodologi penelitian yang mencakup pandangan-pandangan falsafah mengenai disiplin inquiry dan mengenai realitas objek studi dalam ilmu-ilmu sosial dan tingkah laku (Sanapiah 1990:1). Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian kasus dan lapangan sangat tepat untuk menganalisa berbagai permasalahan, seperti memahami makna yang mendasari tingkah laku partisipan, eksplorasi untuk mengidentifikasi tipe-tipe informasi baru yang hendak dikumpulkan untuk memahami keadaan yang terbatas jumlahnya dengan folus yang mendalam dan terinci, dan mempersoalkan variable-variabel menurut pandangan dan defenisi partisipan.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Sebelum melakukan suatu penelitian diperlukan panduan yang merupakan suatu referensi bagi peneliti. Oleh karenanya, penulis melakukan pencarian bahan-bahan sebelum melakukan penelitian ke lapangan. Terlebih dahulu penulis melakukan studi kepustakaan, seperti bahan-bahan bacaan mengenai teori, konsep, bahkan
(25)
tulisan-tulisan lain yang berhubungan atau sedikitnya mempunyai kesamaan dengan judul penelitian ini. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Buku Budaya Musik Tari dan Sumatera Utara (2008) oleh Muhammad Takari dan Heristina Dewi. Dalam buku ini dimuat tentang sejarah budaya music dan tari Melayu dari era animism, Hindu, Budha, Islam, penjajahan Eropa, dan era globalisasi. Yang menarik dalam buku ini juga dibahas tentang akulturasi music Portugis dan Melayu yang terdapat dalam tarian joget atau branle Portugis. Dalam buku ini juga diuraikan secara singkat tentang kedudukan alat musik akordion, dan gaya music Melayu yang disebut dengan gerenek, cengkok, dan patah lagu.
(2) Buku Jatidiri Melayu (1995) oleh Luckman Sinar. Dalam buku ini dibahas tentang siapa itu orang Mlayu, baik dari perspektif orang-orang Eropa, penulis asing, maupun di kalangan orang Melayu sendiri. Buku ini sangat relevan dengan topic kajian ini, yaitu Zulfan Effendi Lubis merasa dirinya sebagai orang Melayu yang bernenek moyang orang Mandailing.
(3) Jurnal Etnomusikologi Vol 1 Nomor 2 oleh Muhammad Takari yang berjudul Komunikasi dalam Seni Pertunjukan Melayu. Dalam artike ini, Takari banyak menyoroti bagaimana seni pertunjukan (musik dan tari) Melayu dikomunikasikan dari para seniman kepada khalayak penontonnya. Kemudian ia mengkaji aspek bahasa verbal yang terdapat dalam genre-genre seni Melayu, seperti: ronggeng, nazam, gurindam, ahoi, dan lain-lain. Tulisan ini memberikan wawasan aspek komunikasi seni Melayu kepada saya.
(26)
(4) Penelusuran online (Wikipedia) yang berisi tentang sejarah dan jenis-jenis akordion. Termasuk akordion yang terdapat dalam kebudayaan Melayu.
(5) Selain itu, penulis juga mencari referensi dari beberapa skripsi mahasiswa etnomusikologi, seperti Siti Sitanggang yang membahas tentang biografi dan gaya melodis permainan akordion seorang pemusik Melayu yang bernama Ahmad Setia, dan Jagar Lumbantoruan yang membahas tentang Analisis Gaya Melodi Talempong.
1.5.2 Pengumpulan Data di Lapangan 1.5.2.1 Observasi
Dalam pengumpulan data di lapangan, penulis melakukan observasi atau melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian dan tempat diselenggarakannya pertunjukan musik yang diikuti narasumber penulis. Penulis juga mengunjungi beberapa pertunjukan musik Melayu untuk menambah wawasan penulis pada musik Melayu.
Dalam rangka observasi ini penulis mendatangi dan berkunjung secara berulang-ulang rumah kediaman Zulfan Effendi, untuk menciptakan suasana keakraban dengan beliau dan keluarganya. Selanjutnya observasi yang penulis lakukan adalah mengamati pola kegiatan hidup Zulfan Effendi dan keluarganya sebagai keluarga seniman. Beitu juga penulis mengobservasi bagaimana Zulfan Effendi
(27)
melakukan latihan akordion dan memainkan musik Melayu bersama keluarga dan seniman-seniman Melayu lainnya.
Penulis juga melakukan pengamatan terhadap Zulfan effendi dalam rangka memproduksi music-musik Melayu di studio yang disewa. Di dalam konteks ini, Zulfan Effendi biasanya bertindak sebagai seniman akordion Melayu. Kadangkala ia juga menyanyikan lagu-lagu Melayu. Biliau juga kadang mengisi musik rekaman yang dibuat kelompoknya dengan gesekan alat musik biola. Demikian sekilas kerja observasi yang penulis lakukan.
1.5.2.2 Wawancara
Dalam penelitian ini penulis juga melakukan teknik wawancara untuk mendaptkan informasi yang sedetail-detailnya dari informan-informan yang penulis pilih dalam penelitian ini. Adapun teknik wawancara yang penulis lakukan, yaitu wawancara terbuka dan tidak berstruktur (Moleong 2002: 137-139). Penulis tidak hanya selalu terfokus pada satu pokok masalah dalam wawancara. Hal ini dapat menyebabkan kejenuhan pada informan sehingga data yang diharapkan tidak dapat diperoleh dengan akurat. Maka dalam hail ini penulis memilih menggunakan wawancara terfokus dan wawancara bebas.
Dalam wawancara terbuka dan tidak berstruktur ini, penulis memfokuskan perhatian kepada dua aspek tujuan penelitian ini yaitu, untuk mengetahui sejauh apa gaya permainan akordion beliau. Yang kedua adalah memeperhatikan biografi ringkas hidupnya, bagaimana ia dapat diterima sebagai warga Melayu Deli dan bagaimana
(28)
proses dirinya menjadi seniman Melayu. Penulis juga mewawancarai orang-orang dekat beliau yaitu isteri dan anak-nakanya. Untuk mendapatkan bagaimana kedudukan sosiokultural Zulfan Effendi di dalam kebudayaan Melayu, maka penulis mewawancarai beberapa seniman Melayu yang mengutarakan bagaimana Zulfan Effendi ini, terutama kekhasan beliau dalam memainkan akordion gaya musik Melayu.
1.5.2.3 Rekaman
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan camera digital dan handphone untuk membantu merekam permainan akordion dan wawancara dengan informan penulis. Penulis menggunakan handphone merk Sony Ericson W 580i untuk merekan proses wawancara dengan informan penulis. Dan untuk merekam permainan akordion informan, penulis menggunakan camera digital merk Panasonic Lumix DMC-FX12.
Proses wawancara direkamkan kedalam bentuk audio dengan perangkat perekam handphone. Sedangkan perekaman permainan akordion penulis rekam kedalam bentuk audio visual, sehingga gambar dan suara terlihat dan didengar dengan jelas. Kemudian hasil rekaman wawancara dan lagu dipindahkan ke komputer untuk ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan ataupun notasi.
Selain rekaman langsung, penulis juga menggunakan kaset-kaset album rekaman Zulfan Effendi. Diantaranya, album Pucuk Pisang 1 dan album 3 Dimensi. Penulis memilih beberapa lagu dari album tersebut untuk mendapatkan gaya permainan kolaborasi unsur musik lain yang dimainkan beliau.
(29)
1.5.3 Kerja Laboratorium
Pada tahap yang terakhir, penulis melakukan kerja laboratorium untuk menganalsis data-data yang telah dikumpulkan di lapangan untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan. Semua data yang diperoleh baik dari kerja lapangan maupun studi kepustakaan dikumpulkan dalam kerja laboratorium untuk dianalisis
Data-data yang penulis dapatkan disusun dan diatur kembali untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan. Proses pengumpulan data dilakukan secara bertahap dengan melakukan beberapa kali pengamatan dan wawancara. Hasil dari pengumpulan data dilapangan, seperti wawancara dan rekaman lagu kemudian ditranskripsikan kedalam bentuk tulisan.
Sebelum mentranskripsikan lagu yang telah direkamkan, penulis terlebih dahulu mendengarkannya secara berulang-ulang. Kemudian penulis menghapal melodi akordion tersebut dan memainkannya di piano. Setelah itu melodi tersebut dituliskan kedalam bentuk notasi untuk dianalisis.
1.6 Lokasi Penelitian
Dalam pemilihan lokasi penelitian, penulis menetapkan lokasi di rumah narasumber, yaitu di Jl. Brigjen Katamso, Gang Merdeka yang berada di Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Penulis juga
(30)
mengikuti beberapa kegiatan kesenian di tempat-tempat lain yang menyajikan musik Melayu untuk menambah informasi yang dapat membantu penyelesaian tulisan ini.
Daerah lingkungan tempat tinggal narasumber merupakan daerah yang mayoritas didiami oleh masyarakat Melayu. Oleh karena itu, kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan Zulfan semakin dekat dengan budaya Melayu.
Di lingkungan kediamannya, Zulfan merupakan sosok yang ramah dan sangat dikenal. Hal ini terbukti ketika penulis pertama kali mencari keberadaan beliau di tempat kediaman yang ia sewa dulu. Tetangganya berbaik hati mengantarkan penulis ke rumah Zulfan dan mengatakan bahwa ia sangat mengenal Zulfan. Keadaannya yang masih belum memiliki rumah sendiri membuatnya harus berpindah-pindah dan membuatnya semakin dikenal. Sehingga ia dan grupnya sering dipanggil dalam acara-acara yang diadakan oleh masyarakat daerah tempat tinggalnya.
(31)
BIOGRAFI ZULFAN EFFENDI LUBIS DAN EKSISTENSINYA SEBAGAI PEMUSIK MELAYU
Meskipun dalam penelitian ini penulis menekankan perhatian kepada gaya bermain lagu-lagu Melayu pada akordion oleh Zulfan Effendi, namun di Bab II ini penulis akan mendeskripsikan secara ringkas hidup beliau sebagai seniman musik Melayu. Alasannya adalah bahwa gaya permainan akordion yang dihasilkan oleh Zulfan Effendi adalah dilatarbelakangi oleh faktor-faktor: bakat, lingkungan, pengalaman hidup, pendidikan, tujuan hidup di dunia, religi, dan tentu saja identitas kemelayuan dan dirinya sebagai seorang keturunan Mandailing yang bermarga Lubis. Berikut ini adalah deskripsi tentang biografi Zulfan Effendi.
2.1 Latar Belakang Kehidupan Zulfan Effendi Lubis
Zulfan Effendi yang terkenal sebagai seniman musik Melayu, sebenarnya memiliki pengalaman hidup yang menjadikannya seperti itu. Pengalaman ini diperoleh dari hasil pendidikan, lingkungan, dan interkasi sosialnya. Untuk lebih rincinya berikut ini diuraikan latar belakang kehidupannya, yang diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan beliau pada bulan Oktober 2010.
(32)
Zulfan Effendi Lubis lahir di Kota Medan, 21 September 1953. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Zakaria Lubis dan Nur Aini Lubis.6
6
Adat istiadat suku Mandailing melarang adanya perkawinan semarga. Orang Mandailing menganut sistem klen eksogamus, artinya adalah kawin dianjurkan untuk yang berlainan marga, bukan satu marga yang ditarik dari garis keturunan ayah (patrilineal). Namun apabila sudah terlanjur, maka yang melanggar biasanya pergi jauh dari kampung halamannya. Namun demikian, dalam agama Islam hal tersebut diterima dan disahkan.
Zulfan memiliki sembilan saudara, yaitu: Bustani, Zahara, Arfa, Nur Aida, Nur Sam, Zaini, Indriani, Umi Kalsum, dan Masita. Empat dari sembilan saudaranya meninggal pada usia yang sangat muda, yaitu usia 1 hari sampai usia 6 tahun. Ayahnya merupakan orang Mandailing yang sudah lama tinggal di Kota Medan, tepatnya di Jalan Brigjen Katamso yang secara mayoritas dihuni oleh masyarakat Melayu. Keluarga Zulfan sudah tinggal di daerah ini sejak 4 generasi yang lampau, yaitu mulai dari kakek ayahnya yang hijrah ke Medan dari daerah Tapanuli Selatan dan menikah dengan orang Melayu yang bernama Siti Fatimah. Dari garis keturunan itu, Zulfan Effendi berdarah Melayu dan sekali gus juga Mandailing. Dalam aktivitasnya sehari-hari, karena lingkungan beliau adalah masyarakat yang berkebudayaan Melayu, maka adat istiadat yang digunakan Zulfan Effendi beserta keluarga besarnya adalah budaya Melayu. Namun Zulfan Effendi juga tidak meninggalkan kebudayaan Mandailing. Ia tetap merasa sebagai keturunan Mandailing. Apalagi dalam kebudayaan Melayu, seorang yang menjadi atau masuk Melayu, selain menggunakan kebudayaan Melayu, diperkenankan juga menggunakan kebudayaan etnik asalnya. Ini tidak menghalangi Zulfan Effendi untuk menggunakan dua kebudayaan sekali gus yaitu Melayu dan Mandailing.
(33)
Walau menggunakan dwietnisitas, keluarga Zulfan lebih dominan melakukan adat istiadat Melayu dan memelayukan diri. Bahkan adat Mandailing yang sebenarnya melarang perkawinan semarga telah dilanggar oleh ayah Zulfan yang menikah dengan wanita yang bergaris keturunan Lubis juga.
Nenek ayah Zulfan merupakan seorang bidan pertama di Istana Maimun yang membantu setiap persalinan istri Sultan Deli, yaitu Sultan Makmun El-Rasyid, dan merawat anak-anak Sultan sampai remaja. Ia merupakan orang yang terpandang di daerah itu. Sehingga masyarakat di sekitarnya menjadikan nama lorong (gang) dengan nama “Gang Bidan.”
Dari keenam saudara Zulfan yang masih hidup, hanya dua orang yang mahir bermain musik, yaitu Zulfan dan Zaini adik laki-lakinya. Zaini mahir bermain gitar dan merupakan seorang penyanyi, tetapi yang paling berbakat dan yang sampai sekarang berprofesi sebagai pemusik dari semuanya hanyalah Zulfan Effendi. Sedangkan saudaranya yang lain berprofesi sebagai pedagang.
Zulfan sering diajak bermain musik oleh ayah dan pamannya di beberapa acara bersama grup As-Syabab Senandung Deli. Dalam grup ini Zulfan sering bertemu kepada seorang penyanyi yang merupakan putri dari pamannya. Kecantikan dan suara indah yang dimiliki gadis ini, membuat Zulfan tertarik kepadanya Ahmad Effendi yang merupakan ayah gadis ini pun melihat kedekatan Zulfan kepada putrinya. Rasa kagum pamannya kepada Zulfan, membuat ia berniat menjodohkan Zulfan dengan putrinya tersebut. Kemudian Zulfan sangat senang dengan perjodohan itu, dan menikahi Zakiah pada tahun 1973, seperti yang ia katakan sebagai berikut:
(34)
Di grup As-Syabab inilah bapak jumpa dengan ibu. Ibu penyanyi pulak di grup ini kan. Udah cantik, bagus pulak suaranya. Bapak pun tertariklah sama dia kan. Nah, uwak bapak yang juga ayahnya ibu ini rupanya tau kalau bapak dekat sama anaknya. Dijodohkanlah kami sama ayah dan uwak bapak itu. Bapak pun senaglah, orang bapak suka. Jadi, nikahlah kami tahun 1973. (Wawancara penulis dengan Zulfan Effendi Oktober 2009).
Dari pernikahan tersebut, Zulfan dan istrinya dikaruniai tiga orang anak, yaitu satu orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki. Putri pertamanya diberi nama Zuhaini Lubis, putra keduanya bernama Zuhri Lubis, dan putra bungsunya bernama Harun Lubis. Zuhaini merupakan seorang penyanyi Melayu. Zuhri merupakan pemain keyboard, dan Harun yang saat ini masih duduk di bangku SMA juga berbakat memainkan keyboard. Ketiga anaknya ini juga ia ajari musik Melayu sejak masih kecil. Zulfan berharap anak-anaknya dapat meneruskan kemampuan ayahnya dalam bermusik, khususnya musik Melayu.
Gambar 2.1:
Zulfan Effendi Lubis dan Istri
Dari ketiga anaknya, ia memperoleh delapan orang cucu. Cucu dari anak pertamanya hanya satu orang laki-laki yang bernama Fahrojan Chaniago. Dari anak
(35)
keduanya ia memiliki tujuh orang cucu, yaitu Zehan, Zaidi, Fitri, Maulana, Ulia, Ahmad Zedan, dan Zipni Mereka semua tinggal berdekatan. Zulfan dan istrinya sering datang kerumah putri sulungnya untuk beristirahat dan bersantai di siang hari, dan sore harinya Zulfan dan istrinya kembali pulang ke rumah.
Zulfan Effendi merupakan ayah yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Demi mendapatkan uang untuk membiayai keluarganya, ia rela pergi menerima tawaran bermain musik ke Malaysia selama kira-kira tiga bulan saat istrinya akan melahirkan putri pertamanya. Dengan hati cemas ia tetap melakukan pekerjaannya dengan baik, dan pada akhirnya Zulfan tidak dapat menyaksikan kelahiran putri pertamanya tersebut. Ia tetap bersyukur dan mendoakan keselamatan dan kesehatan istri dan putrinya dari kejauhan, dan ia segera pulang ke rumah setelah pekerjaannya selesai dengan membawa uang hasil bermain musiknya.
Zakiah merupakan seorang istri yang sangat baik dan pengertian di mata Zulfan. Ia selalu mendukung pekerjaan apapun yang dilakukan Zulfan. Bahkan ia rela ditinggal berhari-hari, bahkan berbulan-bulan oleh Zulfan keluar kota maupun ke luar negeri, demi kebutuhan hidup keluarga mereka. Zakiah tidak pernah marah atau menuntut Zulfan ketika panggilan bermain musik sepi. Ia juga turut membantu keuangan keluarga dengan cara mencari tambahan menyanyi dengan grup-grup nasyid. Bahkan sampai saat ini mereka masih mengontrak rumah dan berpindah-pindah tempat tinggal.
(36)
Untuk tingkat sekolah dasar, tahun 1960 Zulfan sekolah di Sekolah Rakyat Negeri Sukaraja yang terletak di dekat daerah tempat tinggalnya di Medan. Saat itu ia berusia 7 tahun, kemudian ia menyelesaikan sekolah dasarnya pada usia 13 tahun. Pada saat duduk di bangku kelas 4 Sekolah Rakyat, Zulfan mengikuti festival musik di Radio Republik Indonesia (RRI) Nusantara 1 sebagai pemain suling bersama grup keluarganya Ia melanjutkan sekolahnya ke tingkat sekolah menengah pertama pada tahun 1966, di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dwi Warna Medan yang sampai saat ini masih ada. Zulfan sudah menempuh pendidikan di sekolah itu saat bangunannya masih sangat sederhana. Ia melakukan studinya selama tiga tahun dengan prestasi yang cukup baik.
Pada tahun 1968, ayahnya berhenti bekerja dari Garuda Airlines Polonia Medan. Oleh sebab itu, Zulfan tidak mempunyai uang untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah menegah atas. Hingga sampai kini, Zulfan Effendi adalah seorang tamatan Sekolah Menengah Tingakt Pertama seja dalam sekolah formalnya. Namun demikian, ia tidak merasa rendah diri. Ia merasa memiliki kelebihan bakat di bidang seni musik dibandingkan orang-orang kebanyakan. Oleh karena itu, ia rajin terus belajar musik secara informal kepada berbagai seniman musik di Sumatera Utara. Misalnya ia belajar dengan Haji Ahmad Baqi, Rizaldi Siagian, Ahmad Setia secara melihat langsung dalam tradisi lisan. Dengan cara belajar seperti ini, Zulfan Effendi, dalam kebudayaan musik Melayu, menduduki peran utama sebagai seniman akordion Melayu dengan berbagai kelebihan-kelebihan virtuoso dan filsafat Melayu yang diamalkannya.
(37)
2.2 Eksistensi Zulfan Effendi Lubis dalam Musik Melayu 2.2.1 Latar Belakang Kepemusikan
Pada usia 6 tahun tepatnya kelas 2 Sekolah Rakyat (SR), Zulfan mempelajari musik Padang Pasir kepada ayah dan pamannya yang bernama Muhammad Nasir dengan alat musik harmonium. Ia lebih banyak belajar kepada Muhammad Nasir yang merupakan pemain harmonium dan akordion yang handal pada masa itu, dan juga seorang pencipta lagu yang lagunya sangat dikenal sampai saat ini. Ia juga membentuk grup musik Melayu yang ia namakan Grup Permai, yang dianggotai oleh sahabat-sahabat dan keluarga Nasir termasuk Zakaria Lubis ayah Zulfan yang merupakan sepupu Nasir dari ibunya. Ini merupakan grup pertama yang diikuti Zulfan. Ia bertindak sebagai pemain suling dalam grup ini. Setelah grup ini bubar, Ahmad Effendi yang merupakan paman dan menjadi mertua Zulfan, membentuk grup baru, yakni As-Syabab Senandung Deli. Zulfan juga bergabung dengan grup musik ini dan sampai sekarang grup ini diteruskan dan dipimpin sendiri oleh Zulfan Effendi.
Pada tahun 1958, ayahnya membelikannya harmonium bekas, buatan Jerman dengan harga Rp 60. Ini merupakan harmonium pertama yang dimiliki Zulfan. Lagu pertama yang dipelajari oleh Zulfan adalah lagu ciptaan M. Nasir yang berjudul
Rintihan Teruna. Ia sering membawakan lagu ini ketika gurunya di Sekolah Rakyat
menyuruhnya bernyanyi di depan kelas. Zulfan mulai belajar akodion pada usia sepuluh tahun dan masih dengan lagu yang sama. Kemudian ayahnya membelikannya akordion baru merk hohner 32 bass dengan harga kira-kira Rp.100 lebih saat itu.
(38)
Sejak masih kecil, Zulfan Effendi sering melihat kelompok musik Melayu pada saat mereka latihan, dan menontonnya saat pertunjukan. Inilah awal mulanya ia bertemu dengan Ahmad Baqi yang merupakan seorang profesor musik Padang Pasir yang menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar di Kairo. Sekitar tahun 60-an, Ahmad Baqi memiliki sanggar musik di daerah dekat rumah Zulfan. Grup musik ini Ahmad namakan Grup “Sebernafis” yang merupakan akronim dari istilah yang terdiri dari tiga kata, yaitu seni bernafaskan Islam.
Kemudian Zulfan sering datang ke tempat itu dan sering diajari main akordion secara otodidak oleh Ahmad Baqi. Zulfan cepat menyerap pelajaran yang diberikan gurunya tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses belajar 1 lagu dia lakukan dalam waktu kurang dari satu hari. Ia tidak pernah belajar dengan menggunakan notasi apapun. Zulfan hanya belajar dengan cara mempraktekkan secara langsung apa yang ia dengar melalui gurunya ataupun melalui kaset. Saat ini, ia hanya membutuhkan beberapa jam saja untuk mempelajari satu lagu. Kemudian sampai saat ini ia merupakan seorang pemain akordion yang handal.
2.2.2 Zulfan Effendi sebagai Lubis Pemusik Melayu
Pekerjaan tetap yang digeluti Zulfan Effendi sampai saat ini adalah sebagai seorang pemain musik, khususnya musik Melayu. Ia merupakan seorang pemain akordion dan biola yang handal, bahkan ia juga bisa menyanyikan lagu-lagu Melayu dengan cengkok Melayu dengan tepat, tetapi ia lebih dikenal sebagai seorang pemain akordion yang mahir dengan ciri musik padang pasirnya.
(39)
Sejak masih kecil, Zulfan bergabung dengan grup As-Syabab Senandung Deli yang dibentuk oleh ayah dan pamannya. Ia sering dipakai sebagai pemain akordion untuk menggantikan pamannya M. Nasir Nasution. Ia juga kadang-kadang bermain biola atau bertindak sebagai penyanyi dalam grup ini. Kemudian grup ini bubar saat Zulfan berusia 17 tahun. Di samping bermain musik bersama grup As-Syabab Senandung Deli, Zulfan juga dulu pernah bekerja di bagian pengangkatan barang di Garuda Airlines Polonia dengan rekomendasi ayahnya yang dulu juga bekerja di perusahaan penerbangan ini. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan tetap yang digeluti Zulfan pada masa itu, dan bermain musik merupakan pekerjaan sampingan baginya. Sampai akhirnya grup ini bubar, Zulfan tetap bekerja di perusahaan penerbangan ini.
Kemudian pada tahun 1970-an Zulfan Effendi bergabung dengan grup musik El-Surayya. Grup ini merupakan grup yang dipimpin oleh Prof. Ahmad Baqi Dalimunthe yang banyak menciptakan lagu-lagu bernuansa padang pasir. Zulfan merupakan satu-satunya murid penerus Ahmad Baqi yang bisa memainkan musik padang pasir pada akordion dan biola yang dianggap sebahagian besar seniman pang pasir “mirip” dengan beliau. Oleh karena itu tidak aneh jika Zulfan merupakan murid kesayangan Ahmad Baqi.
Tawaran bermain musik yang diterima grup El-Surayya ini bukan hanya di kota Medan, tetapi juga di luar kota, seperti Aceh, Padang, Riau, bahkan sampai ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. Tawaran bermain akordion yang pertama sekali membawa Zulfan ke Malaysia adalah bersama grup ini. Mereka juga membuat rekaman lagu Melayu dengan piringan hitam tahun 1970-an di Malaysia. Satu
(40)
piringan hitam mereka jual dengan harga 8 ringgit atau kira-kira Rp 800. Banyaknya tawaran pekerjaan yang diterima Zulfan mengakibatkan ia sering meninggalkan tanggung jawabnya pada pekerjaan tetapnya di Garuda Indonesia Airways (GIA) sampai berbulan-bulan, sehingga pihak pengelola tidak dapat lagi memperkerjakan Zulfan dan langsung memecatnya sebagai karyawan tetap. Meskipun demikian, Zulfan masih bisa bekerja sebagai pegawai serabutan yang mengharapkan honor dari penumpang pesawat.
Banyak tawaran bermain musik yang diterima Zulfan bersama grup El-Surayya ini. Mereka sering kali mendapat tawaran bermain musik di Aceh. Hampir semua daerah Aceh pernah mereka jalani, baik untuk acara kunjungan yang diadakan walikota, maupun konser musik yang menggunakan tiket sekalipun sering mereka lakukan. Oleh karena itu, Zulfan pernah menerima tawaran untuk menjadi seorang pegawai negeri sipil oleh walikota Sabang yang bernama Yusuf Walat, pada tahun 1980. Ia mendapatkan surat keputusan dari menteri pendidikan dengan nomor induk pegawai (NIP) 01. Zulfan kemudian mengajak istrinya untuk pindah ke Sabang, Aceh, karena istrinya juga diterima sebagai pegawai negeri sipil di kota yang sama. Selama di Sabang, Zulfan membentuk Orkes Melayu Pemda Sabang dan mereka selalu dipakai dalam setiap acara pertunjukan musik di Melayu di kota tersebut.
Gambar 2.2:
(41)
di Sabang, Aceh
Selama tiga tahun Zulfan dan istrinya bekerja di Pemda Sabang. Kemudian terjadi suatu kasus yang menimpa walikota Sabang yang mengakibatkan beliau harus menerima hukuman penjara. Hal itu mengakibatkan Zulfan dan istrinya tidak nyaman lagi bekerja karena mereka termasuk orang yang dekat dan sangat menghormati walikota tersebut. Selain itu mereka juga tidak tega meninggalkan anak-anaknya terlalu lama di Medan. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti bekerja dan kembali ke Medan.
Sesampainya di Medan, Zulfan kembali bergabung dengan grup El Surayya. Mereka kembali menerima tawaran manggung ke luar kota dan sampai ke luar negeri dengan jadwal yang semakin padat. Grup ini merupakan grup yang paling terkenal sejak tahun 60-an. Karena jadwal yang begitu padat, Zulfan merasa sudah tidak
(42)
sanggup mengikuti setiap kegiatan yang diikuti grup ini. Akhirnya pada tahun 1996, Zulfan memutuskan untuk keluar dari grup yang dipimpin Ahmad Baqi ini, dan kembali meneruskan grup AS-Syabab Senandung Deli yaitu grup yang pernah dibentuk oleh anggota keluarganya. Ia mengatakan:
Dulu ngeri kali jadwal latihan kami sama pak Ahmad Baqi ini. Sampai berbulan-bulan mau di Malaysia, satu hari mau dua acara kami, belum lagi latihannya dari pagi. Selama di sana, mau minta pulang ajalah awak terus. Sampai si Zulhaini pun lahir tak bapak liat. Jadi bapak bilanglah sama pak Ahmad Baqi, pak saya enggak sanggup lagilah ikut bapak. Cari ajalah pengganti saya ya pak, saya keluarlah dari grup ini.
Gambar 2.3:
Bersama Ahmad Baqi pada Acara Penyerahan Bintang Mas dari Raja Kinabalo kepada Ahmad Baqi tahun 1996
(43)
Pada tahun 1996, Ahmad Baqi meninggal dunia dan akhirnya grup inipun bubar. Beberapa tahun kemudian, Menteri Sabah yang sejak kecil sering menonton grup El-Surayya ini, ternyata memiliki kerinduan untuk mendengar sajian musik yang dibawakan uleh grup ini. Oleh karena itu, ia mencari informasi tentang grup ini dan mengundang mereka untuk kembali mengisi acara di Sabah. Kemudian beberapa dari anggota grup yang telah bubar ini menerima tawaran dan bersepakat untuk bertemu di Malaysia untuk memenuhi undangan menteri tersebut. Dengan dibantu beberapa pemain musik diluar grup El-Surayya, mereka mengisi acara musik Melayu di Sabah, Malaysia.
Kemudian kira-kira tahun 1996, Zulfan bergabung dengan Sinar Budaya Grup yang dipimpin oleh Luckman Sinar. Grup ini secara rutin mengikuti acara Pesta Gendang Nusantara di Malaysia yang diadakan setiap tahun. Selain itu, banyak kegiatan-kegiatan kesenian lain yang diikuti grup ini dan bukan hanya musik Melayu,
(44)
tetapi juga musik Sumatera lain, seperti Batak Toba, Karo, Mandailing, Pakpak. Dalam grup ini Zulfan bukanlah anggota tetap, melainkan pemain cabutan, sehingga penulis tidak mendapatkan informasi yang jelas tentang waktu bergabungnya Zulfan dengan grup ini, dan kapan keluarnya.
Gambar 2.4:
Bersama beberapa anggota grup El-Surayya Pada acara kerajaan Pahang, Malaysia
Gambar 2.5:
Bersama Sinar Budaya Group di caracas,Venezuela dalam rangka OPEC Second Summit
(45)
2.4 Prestasi dan Kegiatan yang diikuti Zulfan Effendi Lubis
Prestasi yang dilakukan Zulfan Effendi bukan hanya terdapat dari kemahirannya menainkan lagu-lagu Melayu pada akordion. Saat ini ia dikenal sebagai pemain akordion dan merupakan penggubah lagu Melayu yang handal. Ia banyak menggubah lagu Melayu dengan nuansa yang berbeda dan banyak disukai oleh masyarakat pencinta musik Melayu. Ia membuat karya mengkolaborasikan unsur musik lain, seperti Padang Pasir, Karo, Pakpak ke dalam musik Melayu.
Awalnya Zulfan sangat sulit mencari penyanyi yang akan membawakan karyanya ini. Ia menunjuk Syaiful Amri sebagai penyanyi laki-laki, dan Layla Hasyim sebagai penyanyi wanitanya. Layla Hasyim tidak menyetujui tawaran ini pada awalnya. Ia khawatir akan banyak masyarakat Melayu yang marah dan menolak karena tidak suka lagunya diubah-ubah. Layla takut kaset yang akan mereka produksi
(46)
tidak akan laku di pasaran. Namunn demikian, Zulfan selalu meyakinkan kedua penyanyinya ini untuk bekerja sama dengannya, dan usahanyapun tidak sia-sia.
Tahun 95-an lah itu bapak niat mau rekamkan lagu-lagu Melayu yang bapak gubah itu kan. Waktu itu payah kali saya cari orang yang mau diajak nyanyikan lagu ini untuk direkam. Bapak tanyalah si Laiyla Hasim sama si Syaiful Amri waktu itu, eh si Layla bilang enggak berani karena dia takut marah pulak nanti orang Melayu kalau kita bawa lagunya kayak gitu.
Baru teruslah saya yakinkan dia kan, enggak usah takutlah, Enggak mungkin marahlah, orang bukannya yang jelek kita buat. Kalau si Amri mau aja dia. Baru tahun 1997 lah kami rekaman.
Kemudian pada tahun1997, mereka merekamkan lagu-lagu mereka dalam bentuk kaset di studio rekaman SN Record dengan judul album Dua Dimensi. Mereka memproduksi kaset album ini sebanyak 500.000 kaset, dan habis tiap minggunya sebanyak 5000 kaset. Zulfan dan grup musiknya ini kembali membuat 2 album baru yang berjudul Melayu 3 in 1 Ujung Sirih dan album Melayu 3 dimensi Pucuk
Pisang 2.
Dari setiap penjualan 1 kaset, Zulfan menerima Rp. 200. Semua album kasetnya diproduksi sebanyak 800.000 kaset, sehingga ia memperoleh Rp. 160.000.000 dari hasil penjualan kaset tersebut. Namun kaset tersebut kabarnya banyak dibajak oleh para pembajak kaset.
Sampai saat ini, Zulfan tidak pernah menerima kabar kasetnya dicetak ulang lagi. Ketika ia berada di Riau, ia menemukan kasetnya di toko kaset yang ada di Riau. Bahkan saat ia berada di Malaysia untuk bermain akordion pada suatu acara, ia mendengarkan kasetnya sedang diputar di mobil yang ditumpanginya. Zulfan kecewa dengan keadaan ini, ia mengetahui bahwa karyanya telah dibajak oleh orang lain dan
(47)
dicetak ulang tanpa sepengetahannya. Sedangkan ia hanya mengetahui bahwa master lagu-lagu ini dipegang oleh Layla Hasyim yang merupakan orang yang mendanai produksi kaset ini. Tetapi Zulfan tidak ingin berprasangka buruk kepada rekan kerja yang juga merupakan temannya ini. Ia menganggap ini semua adalah pekerjaan orang-orang usil yang ingin mencari keuntungan dari orang-orang lain.
Bersama temannya Syaiful Amri, Zulfan pernah melaporkan pembajakan kaset ini ke Polisi Daerah (Polda) Sumut. Kasus ini diusut sampai ke Kejaksaan kota Medan. Para pembajak kaset akhirnya di tangkap dan denda sebanyak Rp. 20.000.000 atas pelanggaran undang-undang pembajakan kaset tanpa izin. Tetapi masalah ini masih berlanjut sampai saat ini. Zulfan pernah menemukan karyanya dalam bentuk VCD dengan video klip pemandangan-pemandangan alam atau tempat-tempat wisata. Padahal ia tidak pernah syuting video klip sebelumnya. Zulfan benar-benar merasa kecewa dengan keadaan ini, seperti yang dikatakannya sebagai berikut:
Memang payah seniman maju di negara kita ini. Adapun undang-undang tetap ajanya dilanggar orang-orang itu. Macam inilah kaset saya, saya tengok di Riau pun ada, di Pekan Baru, Jambi, Padang pun ada, sampai waktu saya ke Malaysia ngikuti acara di situ, dipasanglah kaset itu di mobil yang kami tumpangi. Kan waktu itu ada kawan yang jemput kami di situ naik mobil. Terkejutlah saya kan, mak ngeri kali orang ini padahal udah lama kali enggak pernah lagi dicetak kaset itu. Yang paling parahnya lagi, ada VCD bapak liat, diambilnyalah lagu kaset itu kan, ha abis itu dimasukkannya gambar-gambar pemandangan sama tempat-tempat sejarah kayak istana maimun, ke dalam VCD itu. Heranlah bapak, kapan pulaklah saya pernah syuting ini.
Selain merupakan seorang pemain akordion yang handal, Zulfan juga memiliki beberapa murid yang ia ajari bermain akordion, seperti Jamal (pemain musik yang saat
(48)
ini memiliki grup sendiri), Ahrai (Tentara Nasional Indonesia), Khairus Syahri, dan lain-lain. Mereka juga ia ajari akordion secara oral dan otodidak. Salah satu diantaranya adalah Khairus Syahri. Pria yang berusia 32 tahun ini merupakan muridnya Zulfan yang saat ini berprofesi sebagai pemain musik khususnya akordion dan keyboard. Khairus sudah sejak lama mengagumi permainan akordion Zulfan. Ia mengatakan bahwa ia sudah lama sering melihat Zufan memainkan akordion dalam beberapa acara di TVRI dan di beberapa pentas kesenian Melayu. Kemudian pada satu kesempatan Khairus bertindak sebagai pemain keyboard di TVRI dalam acara yang juga diikuti Zulfan Effendi pada tahun 1998. Dari pertemuan inilah Khairus berkenalan dan sering berkunjung ke rumah Zulfan untuk belajar akordion langsung kepadanya.
Kalau tau orangnya sih, saya udah lama kali, tapi kalau ketemu langsung dengan bapak Fendi ini kira-kira tahun 1998. Waktu itu saya masih kuliah semester 2. Saya sudah lama melihat bapak ini main akordion, saya piker kok hebat kalilah bapak ini. Mainnya kok bisa gitu ya, saya pikr kan.
… Terus itu kan pas ada acara main live di TVRI, pas bapak itu main akordion, saya yang main keyboard. Senang kalilah saya kan, terus cerita-ceritalah saya sama bapak itu minta diajarin, disuruhlah saya dating kerumahnya.
Sistem belajar yang diberikan Zulfan kepada muridnya bukan seperti kursus musik formal. Zulfan mengajari dengan cara memainkan lagu pada akordion terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh muridnya. Keuletan dan kerja keras Khairus dan murid-murid Zulfan tentu saja membuat mereka cepat menerima pelajaran yang diberikan. Ditambah dengan pengetahuan musik yang sudah dimiliki Khairus, ia menjadi lebih mudah mempraktekkan secara langsung lagu yang dicontohkan Zulfan.
(49)
Zulfan merupakan guru yang sangat dikagumi murid-muridnya dan juga merupakan seorang guru yang sabar dalam mengajar. Ia tidak pernah memaksakan jadwal belajar sesuai dengan keinginannya. Bahkan disela-sela kesibukannya, ia mampu membagi waktu untuk mengajarkan orang yang sangat ingin belajar dengannya.
Melihat kemampuan Khairus yang semakin bagus, Zulfan sering mengajaknya ikut bersama grup As-Syabab yang dipimpinnya. Khairus sering menggantikannya bermain akordion, sementara Zulfan memainkan biola. Perjalanan paling jauh yang diikuti Khairus bersama grup ini yaitu ke Malaysia. Saat itu mereka diundang oleh kerajaan Pahang untuk memainkan lagu-lagu Melayu dan Padang Pasir. Sampai tahun 2003 Khairus bergabung bersama grup ini, tetapi kemudian ia keluar tidak sepenuhnya. Ia masih sering ikut pada beberapa acara, tetapi tidak lagi rutin, seperti pada acara Festival Lagu Melayu 2 Dimensi yang diadakan di Helvetia, Medan, Februari 2011. Kebanyakan murid Zulfan sudah memiliki grup sendiri dan menetap diluar kota Medan, sehingga penulis mendapatkan kesulitan untuk menghubunginya.
Selain sebagai pemain musik dan guru, Zulfan juga sering ditunjuk sebagai juri dan pelatih pada beberapa perlombaan musik, seperti perlombaan nasyid dan festival musik Melayu. Salah satu festival yang diikutinya, yaitu Festival Melayu 2 Dimensi pada tanggal 3-5 Februari 2011. Zulfan Effendi bertindak sebagai juri dalam perlombaan ini. Festival ini diadakan di Lapangan Nanda Putra Daulay, Jalan Veteran, Halvetia, Labuan Deli-Deli Serdang. Perlombaan ini merupakan perlombaan vokal solo lagu-lagu Melayu yang diadakan setiap tahun oleh Bupati Deli Serdang
(50)
Gambar 2.6:
Para juri pada Festival Lagu Melayu 2 Dimensi Tahun 2011 di Kab. Deli Serdang
Gambar 2.7:
(51)
Gambar 2.8:
Pada Saat dikontrak di Hotel Danau Toba, Medan
Gambar2. 9:
(52)
BAB III
SEJARAH AKORDION DAN KEBERADAANNYA
DALAM MUSIK MELAYU
Setelah pada Bab II diuraikan mengenai biografi (musikal) Zulfan Effendi, maka pada Bab III ini akan dideskripsikan pula tentang sejarah dan keberadaan alat musik akordion dalam budaya Melayu. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran bahwa alat musik ini memiliki kedudukan dan peran penting dalam budaya musik Melayu. Sementara Zulfan Effendi lazim dipandang sebagai pemain akordion lagu-lagu Melayu yang baik. Pada bahagian sejarah ini, penulis mengambil data sebahagian besarnya dari situs internet
3.1 Sejarah Akordion
Bentuk dasar akordion diyakini telah ditemukan di Berlin tahun 1822 oleh Christian Friedrich Ludwiq Buschmann. Akordion merupakan salah satu dari beberapa penemuan Eropa pada awal abad ke-19. Alat musik ini pertama kali dipatenkan pada tahun 1829 oleh Cyrill Deminan, yaitu seorang yang merupakan keturunan Armenia, di Wina. Awalnya akordion hanya memiliki bagian buttons pada tangan kiri, dan tangan kanan hanya mengoperasikan bellowsnya. Satu keistimewaan yang dicari Demian dari alat musik ini adalah munculnya bunyi akord dengan hanya menekan satu tombol saja pada bagian buttons. Setiap tombol memiliki akord-akord yang berbeda pula.
(53)
Akordion piano dimainkan pertama kali di Jerman, dan kemudian di seluruh Eropa. Akordion ini ditemukan tahun 1822, tetapi mulai benar-benar dimainkan tahun 1826. Kemudian akordion berkembang dari sana. Pada tahun 1831, akordion mulai muncul di Inggris dan ditulis dalam The News (surat kabar Inggris) yang memberitakan bahwa akordion merupakan satu tontonan baru bagi orang Inggris yang akan segera populer.
`Akordion merupakan alat musik yang berbentuk kotak yang memiliki bagian
bellows sebagai penyokong udara. Akordion juga merupakan alat musik klasifikasi free reed aerofon.
3.1.1 Komponen Akordion
Akordion terdiri dari beberapa komponen, antara lain sebagai berikut. a. Bellows
Bellows adalah bagian yang paling dikenal dalam akordion. Hampir sama
dengan bow biola, suara yang dihasilkan akordion berhubungan dengan gerakan pemainnya. Bellows terletak diantara kotak kanan dan kiri, terbuat dari lipatan lapisan kain dan karton dengan ditambah bahan kulit dan logam. Bahan tersebut digunakan untuk menciptakan tekanan dan kekosongan ruang agar udara disokong kedalam reed, sehingga bunyi dapat dihasilkan oleh getaran reed tersebut.
Sentuhan tuts sama sekali tidak mempengaruhi dinamika. Semua ekspresi dinamika dipengaruhi oleh bellows. Beberapa efek bellows, antara lain:
(54)
1. Bellows figunsksn untuk mengontrol volume.
2. Berulang mengubah arah (tarik/dorong).
3. Bellows tetap bergerak bersamaan dengan kedua tangan yang memainkan
tuts/bass.
4. Bellows tetap bergerak untuk menghasilkan bunyi yang jelas dengan tanpa
resonansi.
5. Menggunakan bellows dengan tombol udara diam, memberikan bunyi udara yang bergerak yang kadang-kadang dipakai dalam komposisi kontemporer.
b.Badan
Badan akordion terdiri dari dua buah kotak terbuat dari kayu yang bersatu dengan bagian bellows. Masing-masing kotak memiliki terali yang memfasilitasi transmisi udara yang masuk dan keluar untuk memungkinkan hasil suara yang lebih baik. Terali pada kotak sebelah kanan biasanya lebih besar dan sering dibentuk untuk tujuan dekoratif. Tangan kanan biasanya untuk memainkan melodi, sedangkan tangan kiri untuk memainkan iringan atau bass.
Berat dan ukuran akordion bervariasi tergantung pada jenis dan situasi jangkauan pemain. Ukuran yang paling kecil hanya memiliki 1-2 baris bass (12 bass)
(55)
dengan 1 oktaf tuts, ukuran standard 120 bass, sedangkan yang paling besar terdiri dari 160 bass.
c. Palet
Berikut ini adalah sebuah ilustrasi mekanisme palet pada piano akordion. Gambar 3.1:
Ilustrasi Mekanisme Palet Akordion
Sumber: Wikipedia.org
Akordion dimainkan dengan cara menekan atau memperluas bagian bellows sementara kedua tangan memainkan tombol dan tutsnya, sehingga bagian katup atau yang disebut pallats, terbuka dan memungkunkan udara mengalir masuk ke bagian
(56)
memainkan bagian tuts piano , tangan kiri memainkan bagian buttons yang terdiri dari tombol chord dan bass yang telah otomatis..
3.1.2 Penggunaan Akordion
Akordion secara turun-temurun digunakan dalam pertunjukan musik rakyat atau musik etnis, musik populer, dan pada musik klasik dan opera. Saat ini akordion kadang-kadang di dengar dalam gaya musik pop kontemporer, seperti pop-rock, rock, dan lain-lain. Akordion sering digunakan dalam musik rakyat di Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan, serta di kebanyakan wilayah yang pernah didatangi bangsa Inggris, seperti Indonesia.
3.1.3 Beberapa Jenis Akordion
a. Akordion Tombol Kromatis (Chromatic Buttons Accordion)
Sebuah akordion tombol kromatis adalah jenis akordion yang berbentuk tombol dimana baris-baris tombol sebelah kanan tersebut diatur secara kromatis. Mereka terdiri dari tiga sampai lima (beberapa akordion Serbia memiliki 6) baris secara diagonal. Setiap baris dapat memainkan nada kromatis secara berturut-turut. Akordion jenis ini kebanyakan populer di Eropa dan di Rusia. Di Rusia, alat musik ini biasanya disebut “bayan”.
(57)
Gambar 3.2:
Akordion Tombol Kromatik
Sumber: www.wikipedia.com
b. Akordion Tombol Diatonis
Akordion ini adalah jenis akordion tombol dimana keyboard sebelah kana hanya memiliki nada-nada pada tangganada diatonic dan bass sebelah kiri biasanya berisi akord utama pada alat musik ini Akordion jenis ini hanya memiliki beberapa tombol dan biasanya tidak bisa dimainkan secara aksidental. Biasanya akordion ini hanya dapat dimainkan pada musik rakyat atau musik klasik yang tidak memiliki tehnik aksidental atau perubahan tanda kunci.
(58)
Gambar 3.3:
Akordion Tombol Diatonis
Sumber: www.wikipedia.com c. Akordion Piano
Tangan kanan pada akordion piano ini dimainkan sama dengan cara memainkan piano, yaitu dengan tehnik penjarian yang sama. Semua jari dapat dimainkan, termasuk ibu jari pada tuts akordion ini. Pada ukuran standard, jarak
keyboard dimulai dari nada “F” dibawah “C” tengah, sampai nada “A”ketiga diatas
(59)
Gambar 3.4: Akordion Piano
Sumber: www.wikipedia.com
Gambar 3.5:
Keyboard pada Akordion Piano
Sumber: www.wikipedia.com 3.2 Akordion Dalam Musik Melayu
Masyarakat Melayu mendiami wilayah kultural yang sangat luas dan bukan ditarik berdasar genealogis saja. Di antaranya berada di Sian Selatan, Malaysia Barat, Singapura, Brunei dan di Malaysia Timur, serta di Indonesia. Di Indonesia mereka
(60)
menjangkau wilayah sepanjang pesisir timur Sumatera dari Temiang (Aceh Timur), pesisir Sumatera Utara, Provinsi Riau, dan pesisir Jambi serta di Kalimantan Barat. Karena wilayahnya yang berada pada jalur lalu lintas ramai yaitu Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu, maka masyarakat Melayu paling banyak mendapat pengaruh bangsa-bangsa lain, seperti Cina, Siam, Arab, India Selatan, Persia, Portugis dan dari suku-suku yang bertetangga seperti Batak, Jawa dan lain-lain. Pengaruh bangsa-bangsa lain tersebut sangat mempengaruhi kesenian Melayu, seperti alat musik, lagu-lagu dan tarian Melayu.
Beberapa di antara masyarakat Melayu mengelompokkan musik Melayu ke dalam 3 bagian, seperti musik asli, musik tradisional, dan musik modern. Musik modern merupakan musik yang menggunakan alat-alat musik Barat meskipun dimainkan dengan lagu Melayu asli dan begitu juga dengan tari yang mengiringinya.
Budaya Melayu telah banyak mengalami perubahan melalui proses akulturasi dan aimilasi dengan peradaban Hindu, Islam, dan Barat. Terutama setelah datangnya pengaruh Barat, kebudayaan Melayu dengan pesatnya di Istana mulai lemah. Sedangkan budaya dari kalangan rakyat biasa berbeda dengan peradaban di Istana (kraton), namun peradaban Istana mempunyai hubungan dengan budaya populer yang berkembang di kalangan rakyat, keduanya saling mempengaruhi terutama di pertemuan di Bandar-bandar. Orang Melayu tidak menerima unsur dari luar secara keseluruhan, tetapi disesuaikan dengan kehendak masyarakat setempat.
Budaya Barat masuk ke dalam kehidupan etnik Melayu sejak Portugis menaklukkan Melaka tahun 1511. Sejak saat itu, masyarakat Melayu mengadopsi
(61)
berbagai unsur kebudayaan Barat, seperti alat musik akordion, saksofon, drum trup set, gitar akustik, ukulele, dan alat musik elektronik (keyboard, piano elektrik, gitar elektrik, biola elektrik dan lainnya). Budamenuntut ilmu dari ya Barat pada saat ini menjadi begitu kuat pengaruhnya di seluruh dunia, terutama di bidang sains dan teknologi. Oleh sebab itu oleh masyarakat rumpun Melayu menuntut ilmu dan teknologi dari budaya Barat menjadi tantangan tersendiri untuk memajukan budayanya (Goldsworthy 1979).
Musik Melayu juga dapat digolongkan sebagai musik akulturasi. Koentjaraningrat menyatakan bahwa akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Penyesuaian diri budaya asing yang dikawinkan dengan unsur budaya lokal ini akan membentuk pembauran budaya dan diterima oleh masyarakat pendukungnya secara tidak sadar menjadi musik tradisi budaya setempat (Ben Ambo 2009). Kenyataan ini dapat dilihat pada pemakaian instrumen musik Barat yang terdapat pada musik Melayu. Kehadiran biola, akordion, gitar, merupakan produk instrumen budaya asing yang berbaur dengan kesenian Melayu. Pembauran lain dapat juga dilihat dari pemakaian tangga nada pada lagu Melayu dengan menggunakan sistem tangga nada diatonic yang merupakan produk budaya Barat.
Kehadiran alat musik Barat selalu kita temukan dalam pertunjukan musik Melayu. Alat musik yang paling umum digunakan, yaitu biola, dan keyboard.
(62)
Sedangkan akordion tidak selalu ada karena pemain akordion tidak begitu banyak dan juga karena alas an ekonomi, tetapi bunyinya digantikan oleh alat musik keyboard. Grup musik yang memiliki pemain akordion biasanya lebih mahal dan dipakai untuk acara kalangan menengah keatas.
Akordion dan biola bukan merupakan alat musik melodis pertama yang tersebar pada kebudayaan Melayu. Sebelum adanya akordion, masyarakat Melayu menggunakan harmonium yang merupakan alat musik India. Tehnik permainan harmonium yang cukup rumit dan mengharuskan pemain duduk, membuat pemusik Melayu lebih memilih akordion. Hal tersebut dikarenakan akordion lebih sederhana dan mudah dibawa karena akordion dapat dimainkan dengan posisi berdiri atau sambil berjalan. Oleh sebab itu, sampai saat ini akordion lebih sering ditemui dalam pertunjukan musik Melayu dibandingkan dengan alat musik harmonium. Bahkan harmonium hampir tidak pernah dipakai dalam musik Melayu.
3.2.1 Akordion dalam Ensambel Musik Melayu
Akordion saat ini selalu dipakai dalam sajian ensambel musik Melayu terutama musik populer Melayu, meskipun terkadang kehadiran suara akordion diambil dari program keyboard (bukan akordion asli). Suara akordion ini sering kali mempresentasikan musik Melayu, sehingga ensambel musik Melayu tanpa akordion
(63)
akan terlihat asing dan bukan merupakan ciri musik Melayu karena akordion sangat erat dengan nuansa musik Melayu.
Dalam ensambel musik Melayu, akordion bertugas sebagai pembawa melodi. Oleh karena itu, akord pada akordion tidak harus selalu dimainkan seperti halnya alat musik pengiring. Tombol akord pada akordion hanya dimainkan sesekali untuk mempertegas bunyi akordion saja bukan sebagai fundasi lagu. Melodi suatu lagu biasanya dimainkan secara heterofoni oleh akordion dan biola, yang ditambah dengan variasi-variasi kedua instrument tersebut.
3.2.2 Beberapa Pemain Akordion Melayu Sumatera Utara 3.2.2.1 Ahmad Setia
Ahmad Setia lahir di Perbaungan, 12 Desember 1939. Ia merupakan seorang pemusik Melayu yang dapat memainkan gendang, tari, akordion. Ia sudah berkarya selama 40 tahun dalam musik Melayu. Kemahirannya dalam memainkan akordion pada musik Melayu sudah tidak disangsikan lagi. Keahlian utama Ahmad Setia atau yang sering disebut Ahmad Kidal adalah mengiringi tarian Melayu. Musik pengiring tari yang paling sulit sekalipun ia mampu memainkannya, seperti Tari Serampang Dua Belas. Tari ini merupakan tarian yang memiliki 12 bentuk gerakan dan setiap gerak memiliki bentuk musik yang berbeda pula. Ahmad merupakan satu-satunya pemain akordion yang mampu memainkan musik iringan tari ini.
Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa pemusik Melayu, Ahmad Setia merupakan pemain akordion yang tertua saat ini. Pengalaman bermain musik yang
(64)
sudah cukup lama, dan keahliannya dalam mengiringi tari Serampang Dua Belas, membuatnya selalu menjadi pemusik kepercayaan untuk mengiringi tarian tersebut. Oleh sebab itu, meskipun sudah sangat tua ia tetap dipanggil untuk mengiringi tari sampai saat ini.
Ahmad Setia juga sering diajak Zulfan Effendi menjadi pemain akordion dalam grup As-Shabab Senandung Deli yang dipimpinnya, dalam acara yang mengharuskan mereka untuk mengiringi tarian. Zulfan Effendi melakukan hal tersebut dikarenakan ia merupakan pemain akordion yang mahir dalam mengiringi lagu dan tidak terlalu mahir dalam mengiringi tarian, terutama Tari Serampang Dua Belas. Hal tersebut diakui oleh Ahmad Setia, seperti hasil wawancara berikut:
Zulfan itu kan paling jago main akordion untuk ngiringi lagu. Semua lagu bisa diiringinya, apalagi lagu-lagu Padang Pasir. Semua melodi Arabnya itu bisa dapat dia. Pokoknya pas kalilah sama musik Padang Pasir. Tapi kalo pas ada ngiringi tari kayak Serampang Dua Belas, sayalah sering dipanggilnya main sama grupnya itu. Dia di situ main keyboard lah kan, kadang main biola juga.
3.2.2.2 Nasrulsyah Nasution
Nasrulsyah Lubis merupakan salah satu pemain akordion grup Sri Indera Ratu (SIR), sejak tahun. Ia merupakan anak dari pencipta lagu Melayu, Muhammad Nasir Nasution. Nasrul mempelajari alat musik biola pada awalnya dengan notasi Barat. Kemudian ia mempelajari akordion dari ayahnya yang juga merupakan guru Zulfan Effendi.
Selain bermain dengan grup SIR, Nasrul juga bekerja di RRI, yaitu Orkes Studio Medan. Grup ini memiliki kelompok orchestra Melayu dan sering mengisi
(1)
istirahat (rest) saat memainkan akordion, sehingga hampir semua ketukan (tasktus) dipenuhi oleh melodi-melodi.
Gaya permainan akordion Zulfan sangat dipengaruhi oleh unsur musik Padang Pasir. Hal ini dapat dilihat dari improvisasi melodi lagu-lagu yang dimainkannya, lebih cenderung mirip melodi-melodi Padang Pasir, seperti nada-nada C-Cis-E-F-G-Gis-B-C’. Melodi-melodi ini sangat sering dijumpai dalam gaya permainan Zulfan Effendi.
Dalam lingkungan masyarakat Melayu, Zulfan dikenal sebagai pemusik yang mampu memainkan beberapa alat musik: seperti akordion, biola, keyboard, bahkan juga merupakan seorang penyanyi Melayu. Kemampuan ini membuatnya tidak hanya dipakai sebagai pemain akordion, melainkan sering berkolaborasi dengan pemain akordion yang lain dan bertindak sebagai pemain akordion atau keyboard. Selain itu, ia juga dipercaya untuk menjadi juri pada festival-festival musik Melayu di Sumatera Utara.
Sebagai seorang pemain akordion terbaik di kota Medan untuk mengiringi lagu, Zulfan telah banyak mendapat penghargaan dan berhasil melanglangbuana sebagai pemain musik di kawasan Melayu, seperti Malaysia: mecakup daerah Malaka, Pahang, Kedah, Pulau Pinang, Kinabalo, Singapura, bahkan sampai di Caracas, Venezuella. Selain di kawasan Melayu, ia juga seirng kali diundang sebagai pemusik di daerah Aceh secara keseluruhan dan medapat penghargaan dari walikota Sabang, Aceh, yang mengangkatnya sebagai seorang pegawai negeri sipil di kota Sabang, Aceh.
(2)
Melihat kemampuan seorang Zulfan Effendi dalam kesenian Melayu, sangat bertolak belakang dengan keberadaannya saat ini. Seorang pemusik yang selayaknya bisa mendapatkan kecukupan material, justru “sangat berkekurangan.” Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian masyarakat maupun pemerintah terhadap pemusik-pemusik tradisi. Bahkan karya-karya Zulfan lebih dihargai di daerah luar Indonesia.
Meskipun demikian, Zulfan tetap menuangkan ide-ide kreatifnya pada musik Melayu (khususnya musik populer Melayu), untuk memajukan dan mengembangkan kesenian Melayu dikalangan masyarakat. Melalui grupnya As-Syabab Senandung Deli, ia menuangkan karyanya mengkolaborasikan musik Melayu dengan unsur musik lain, dan saat ini mereka merekamkan karya terbarunya dalam bentuk kaset.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, penulis medapatkan kenyataan bahwa kebanyakan dari pemusik Melayu yang memiliki nama besar dan kemampuan yang handal bukanlah berdarah keturunan Melayu asli. Melainkan mereka yang bergaris keturunan lain, seperti Jawa, Mandailing, dan Batak. Beberapa contohnya, yaitu Ahmad Baqi Dali Munte (Mandailing), Zulfan Effendi Lubis, Yusuf Wibisono (Jawa), Muhammad Nasir Nasution, Syaiful Amri Nasution, dan Rizaldi Siagian. Mereka banyak menuangkan karya dalam kebudayaan musik Melayu dan tidak hanya bisa bermain musik, tetapi juga menciptakan musik Melayu.
5.2 Saran
Kebudayaan musik Melayu banyak menghasilkan musisi-musisi yang berbakat untuk memajukan dan menjaga kesenian Melayu. Dalam tulisan ini, penulis berusaha
(3)
medokumentasikan seorang pemusik Melayu yang dianggap mampu untuk mengembangkan kesenian Melayu, yaitu Zulfan Effendi.
Harapan penulis terhadap pembaca, khususnya masyarakat Melayu pada umumnya dan pemerintah untuk memperhatikan keberadaan dan kesejahteraan pemusik-pemusik yang memang sangat berbakat dan penting dalam pengembangan musik tradisi. Hendaknya mereka diberi penghargaan yang layak atas kepeduliaannya serta kreatifitasnya yang tinggi terhadap musik tradisi
Terhadap para pemusik Melayu, penulis berharap agar setiap pemusik Melayu dapat terus berkreasi dan menuangkan ide-ide baru dalam musik tradisi, sehingga musik tradisi selalu diminati oleh kalangan masyarakat luas. Dengan demikian kesenian Melayu akan terus berkembang dan pemusik itu sendiri memiliki nilai yang lebih tinggi.
Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi informasi yang membantu setiap orang yang ingin meneliti lebih jauh tentang gaya permainan Zulfan Effendi, sehingga tulisan ini dapat dijadikan sebagai perbandingan dan acuan bagi mereka yang memerlukannya.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat, 1986. “Pengantar Ilmu Antropologi”, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Lumbantoruan, Jagar, 1991. “Analisis Gaya Melodi Talempong”, Skripsi S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Malm, William P, “Music Cultures of Pasific Music, The Near East and Asia”. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Midgley, Ruth, 1976. “Musical Instruments of The World”. New York: Facts on File Inc.
Mang, Tom, 1991. “The Music Kit” (Terjemahan Mauly Purba).
Nettl, Bruno, 1964. “Theory and Method in Etnomusicology”. New York: The Free Press.
Sanapiah, Faisal, 1990. “Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasi”, Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
Sinar, Luckman, 1994. “Jatidiri Melayu”, Medan: Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu.
Sinar, Luckman, 1994. “Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan: Perwira.
Sinar, Luckman, 1996. “Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu”, Medan: Perwira.
Sitanggang, Siti, 2007. “Ahmad Setia Pemusik Melayu Utara: Biografi dan Gaya Melodis Permainan Akordion”.
Slobin, Mark, 1984. “World of Music”, London: Collier Macmillan.
Syafri, Syaiful, dkk, 2009. “Mengenal Nusantara Provinsi Sumatera Utara”, Jatiwaringin, Bekasi: Sari Ilmu Pratama.
Takari, M, 2004. “Interelasi Budaya Musik Batak dan Melayu di Sumatera Utara”. Dalam Pluralitas Musik Etnik, Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nomensen. Takari, M, 2005. “Komunikasi dalam Seni Pertunjukan Melayu”. Dalam
Etnomusikologi-Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Seni, vol 1 no 2. ISSN 1858-4721.Medan: Departemen Etnomusikologi, FS-USU. Takari, Muhammand dan Heristina Dewi, 2008. “Budaya Musik dan Tari Sumatera Utara”, Medan: USU Press.
Penelusuran Online
(5)
DAFTAR INFORMAN
Nama : Zulfan Effendi LubisUmur : 58 Tahun Pekerjaan : Pemusik
Alamat : JL Brigjen Katamso Gang Merdeka, Medan Nama : Zakiah Lubis (istri)
Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Penyanyi
Alamat : JL Brigjen Katamso Gang Merdeka, Medan Nama : Zuhri (Anak)
Umur : 37 Tahun Pekerjaan : Pemusik
Alamat : JL Brigjen Katamso, Medan Nama : Khairus Syahri
Umur : 32 Tahun Pekerjaan : Pemusik
Alamat : Tanjung Morawa
Nama : Ahmad Setia Umur : 72 Tahun Pekerjaan : Pemusik Alamat : Medan
Nama : Nasrulsyah Nasution Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Pemusik
Alamat : Jl. Brigjen Katamso, Medan Nama : Heri Nasution
Umur : 26 Tahun Pekerjaan : Pemusik
Alamat : Jl. Brigjen Katamso, Medan
Nama : Syaiful Amri Umur : 52 Tahun Pekerjaan : Penyanyi Alamat : Jl. PWS, Medan
(6)
Nama : Dra. Tengku Liza Nelita Umur :48 Tahun
Pekerjaan :Wiraswasta