2.1.4. Klasifikasi gagal Jantung
Tabel 2.2. Staging gagal jantung menurut ACCAHA staging gagal jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung
Tabel. 2.3. Staging gagal jantung berdasarkan NYHA severitas gejala gagal jantung berdasarkan aktivitas fisik
Stage A Resiko besar gagal jantung, tidak teridentifikasi abnormalitas
struktural dan fungsional, tidak ada gejala dan tanda gagal jantung. Stage B
Berkembangnya penyakit struktural jantung yang berhubungan erat dengan timbulnya gagal jantung, tapi tidak terdapat gejala dan tanda-
tanda gagal jantung. Stage C
Gejala gagal jantung berhubungan dengan perubahan strukural jantung
Stage D Terdapat kelainan struktural yang berat dan terdapat gejala gagal
jantung pada saat beristirahat.
Kelas 1 Tidak ada batasan saat melakukan aktivitas fisik. Kegiatan fisik
normal tidak menimbulkan fatig, palpitasi dan dispnea. Kelas 2
Sedikit limitasi pada aktivitas fisik. Timbul gejala seperti fatig, palpitasi dan dispnea ringan saat aktivitas fisik normal. Gejala hilang
saat beristirahat. Kelas 3
Aktivitas fisik sangat terbatas. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari biasanya sudah menimbulkan gejala, namun gejala hilang saat
beristirahat.
Universitas sumatera Utara
2.1.5. Patofisiologi Gagal Jantung
Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban hemodinamik berlebihan diberikan pada ventrikel normal, jantung akan
mengadakan sejumlah mikanisme adaptasi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah.
Beberapa mekanisme adaptif tersebut antara lain sekresi neurohormonal, aktivasi sistem renin angiotensin, aktivasi sistem saraf simpatik. peptida
natriuretik, ADH dan endothelin, makanisme frank starling, dan hipertropi miokard. Tiap mekanisme kompensasi jatung berikut memberikan manfaat
hemodinamik segera, namun dengan konsekuensi yang merugikan dalam jangka panjang, yang akan berperan dalam perkembangan menjadi gagal jantung kronis.
Misalnya, hipertrofi miokard akan meningkatkan massa elemen kontraktil dan memperbaiki kontraksi sistolik namun akan meningkatkan kekakuan dinding
ventikel dan fungsi diastolik. Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. Yogiantoro, 2006.
Aktivasi sistem saraf simpatis pada gagal jantung, melalui stimulasi baroreseptor, dapat mengingkatkan kecepatan detak jantung, vasokonstriksi
pembuluh darah akibat perangsangan reseptor alfa dan menghasilkan peningkatan kontraktilitas miokard pada awalnya. Refleks simpatis bekerja maksimal dalam
jangka waktu 30 detik. Guyton, 2007 Peningkatan kecepatan detak jantung dan kontraktilitas secara langsung meningkatan curah jantung. Vasokonstriksi
vaskular mangakibatkan peningkatan aliran balik darah ke jantung, sehingga meningkatkan beban awal dan meningkatkan stroke volume melalui mekanisme
frank starling. Konstriksi arteriol pada gagal jantung meningkatkan tahananan pembuluh perifer sehingga membantu memelihara tekanan darah. Adanya
Kelas 4 Gejala-gejala sudah ada sewaktu beristirahat, dan aktivitas fisik yang
ringan akan memperberat gejala.
Universitas sumatera Utara
distribusi regional reseptor-reseptor alfa sedemikian rupa menyebabkan aliran darah diredistribusikan ke alat-alat vital jantung dan otak dan dikurangi ke
organ-organ perifer seperti kulit, organ-organ splanknik dan ginjal. Namun pada aktivasi sistem RAA dan neurohormonal berikutnya menyebabkan peningkatan
tonus vena preload jantung dan arteri afterload jantung, meningkatkan norepinefrin plasma, retensi progresif natrium dan air.
Penurunan perfusi dari jantung akan menyebabkan stimulasi sistem renin angiotensin aldosteron RAA yang menyebabkan peningkatan kadar renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen ginjal yang menstimulasi pelepasan norepenefrin dari
ujung saraf simpatik, menghambat tonus vagal dan membatu pelepasan aldosteron dari adrenal, sehingga dapat menyebabkan retensi natrium dan air di dalam tubuh.
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem
endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau
penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik Gray, et al. 2005. ACE Angiotensin Converting Enzyme memegang peranan fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin diproduksi oleh ginjal akan diubah
menjadi angiotensin I dekapeptida yang tidak aktif. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oktapeptida yang sangat
aktif. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik ADH dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus kelenjar pituitari dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh antidiuresis sehingga urin
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan
Universitas sumatera Utara
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah. b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl garam
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah Gray, et al. 2005.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung dirasakan oleh baroreseptor yang berada sinus karotis dan arkus aorta sebagai suatu penurunan perfusi.
Reseptor- reseptor ini lalu menguragi laju pelepasan rangsang sebanding dengan penurunan tekanan darah. Sinyal tersebut akan dihantarkan melalui saraf kranial
IX dan X ke pusat pengendalian kardiovaskuler di medula oblongata. Perptida natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung, ginjal dan sistem
saraf pusat. Beberapa jenis peptida natriuretik seperti peptida natriuretik atrial Atrial Natriuretic Peptide ANP dilepaskan jantung sebagai respon peregangan,
menyebabkan natriuresis dan dilatasi. Selain itu juga akan dilepaskan peptida natriuretik otak brain natriuretic peptide BNP juga dilepaskan dari ventrikel
jantug dengan kerja yang serupa dengan ANP. Peptida natriuretik bekerja sebagai antagonis fisiologis terhadap efek angiotensin II, sekresi aldosteron dan reabsorbsi
natrium ginjal. Endothelin merupakan peptida vasokonstriktor poten yang disekresikan oleh
sel endothelial vaskular yang membantu retensi natrium di ginjal. Konstriksi vena sistemik dan retensi natrium kan meningkatkan tekanan serta volume akhir
diastolik ventrikel, pemanjangan sarkomer dan kontraksi miofibril diperkuat makanisme Frank Starling.
Universitas sumatera Utara
Retensi cairan oleh ginjal dan peningkatan volume darah terjadi selama beberapa jam atau hari. Normalnya ginjal menerima suplai darah sebanyak
1100ml menit atau sekitar 20 – 25 dari curah jantung. Tujuan utama dari tingginya aliran darah ke ginjal adalah untuk menyediakan cukup plasma untuk
mengimbangi laju filtrasi glomerulus yang tinggi yang dibutuhkan untuk pengaturan volume cairan tubuh dan konsentrasi suatu zat terlarut secara efektif.
Oleh karena itu penurunan darah ke ginjal akan menurunkan GRF Glomerular Filtration Rate. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya oligouria, yang berarti
menurunnya keluaran urin dibawah tingkat asupan air dan zat terlarut. Jika aliran darah ginjal sangat menurun, dapat terjadi penghentian total keluaran urin, yang
disebut anuria. Ginjal dapat mengkompensasi kekurangan aliran darah ginjal pada keadaan
aliran darah ginjal sekitar 20-25 keadaan normal. Ketika aliran darah ginjal menurun, maka GFR dan jumlah natrium klorida yang difiltrasi oleh glomerulus
akan ikut menurun termasuk penurunan filtrasi BUN.
Universitas sumatera Utara
Gbr. 2.1. Skema Patofisiologi Gagal Jantung
↑sekresi aldosteron
Perfusi ginjal ↓
Refleks baroreseptor Curah jantung
↓ FE 45 Kontraktilitas miokard
↓
↑aktivitas simpatis ↑pelepasan renin
↑angiotensin II
↑resistensi perifer
venokonstriksi ↑denyut
jantung vasokonstiksi
↑ Kontraksi otot jantung
↑volume darah
↑tekanan diastolik akhir ventikel kiri
preload ↑aliran
balik vena vasodilator
↑tekanan diastolik afterload
↑curah jantung kompensasi
remodelling jantung
Universitas sumatera Utara
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Gagal Jantung