Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Yang Dirawat Di Unit Rawat Kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Pada Tahun 2011

(1)

PREVALENSI PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI PADA

PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF

YANG DIRAWAT DI UNIT RAWAT KARDIOVASKULAR

RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN 2011

Oleh:

MERDA WATY

090100072

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PREVALENSI PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI PADA

PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF

YANG DIRAWAT DI UNIT RAWAT KARDIOVASKULAR

RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

MERDA WATY

090100072

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif yang Dirawat di Unit Rawat Kardiovaskular RSUP H.Adam Malik pada Tahun 2011

Nama : Merda Waty

NIM : 090100072

Pembimbing Penguji I

Prof.dr.Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K)

NIP. 19560405 198303 1 004 NIP. 19540220 198011 1 001

Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH

Penguji II

NIP. 19700316 200212 1 002 dr.Farhat, Sp.THT-KL(K)

Medan, 8 Januari 2012 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Hipertensi berperan besar dalam perkembangan penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Perkembangan hipertensi umumnya diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri sebagai kompensasi terhadap peningkatan tekanan darah sistemik sehingga menyebabkan penyakit jantung hipertensi. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan gagal jantung kongestif. Menurut data Framingham, prevalensi hipertensi terus mengalami peningkatan sehingga kejadian penyakit jantung hipertensi yang akan menyebabkan gagal jantung kongestif juga semakin meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang. Populasi pada penelitian ini adalah pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia di atas 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik sampel acak dengan jenis acak sederhana yaitu sebanyak 200. Pengumpulan data menggunakan rekam medis. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan progam komputer SPSS.

Prevalensi penyakit jantung hipertensi pada gagal jantung kongestif dewasa (usia di atas 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 44,5%. Perlu dilakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin pada pasien - pasien hipertensi agar tidak sampai jatuh ke penyakit jantung hipertensi dan gagal jantung kongestif.

Kata Kunci: Hipertensi, Prevalensi, Penyakit Jantung Hipertensi, Gagal Jantung Kongestif


(5)

ABSTRACT

Hypertension plays a big role in the development of heart disease which is the leading cause of death in the world. The development of hypertension to congestive heart failure is generally preceded by left ventricular hypertrophy as a compensation for increased systemic blood pressure, which result in hypertensive heart disease. Finally, this condition will increase the workload of the heart and cause a congestive heart failure. According to Framingham’s data, the prevalence of hypertension keeps on increasing, as a result, the incidence of hypertensive heart disease which can cause congestive heart failure increases bigger as well. Therefore, the purpose of this research is to know the prevalence of hypertensive heart disease in congestive heart failure patients.

This research is a descriptive study with cross sectional research design. The population used in this research were congestive heart failure patients (above 20 years old) who were hospitalized at Cardiovascular Care Unit of RSUP H.Adam Malik Medan during the year of 2011. The samples of the research were selected by using probability sampling method with simple randomized sampling type as many as 200 samples. Data were retrieved from medical records and then were analyzed by using the SPSS programme.

The prevalence of hypertensive heart disease in congestive heart failure patients (above 20 years old) who were hospitalized at Cardiovascular Care Unit of RSUP H.Adam Malik Medan during the year of 2011 was still very high namely 44,5%. We need to do the monitoring of hypertensive patients’ blood pressure routinely so that they will not fall into hypertensive heart disease and congestive heart failure.

Keywords: Hypertension, Prevalence, Hypertensive Heart Disease, Congestive Heart Failure


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini berjudul “Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif yang Dirawat di Unit Rawat Kardiovaskular RSUP H.Adam Malik pada Tahun 2011”, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala rasa hormat penyusun ingin menyampaikan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH.

2. Dosen Pembimbing, Prof.dr.Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukan untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Dosen Penguji I, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH dan Dosen Penguji II, dr.Farhat, Sp.THT untuk setiap kritik dan saran yang membangun. 4. Dosen pembimbing Akademik, dr.Selvi Nafianti, Sp.A(K) yang telah membimbing selama menempuh pendidikan.

5. Semua staf pengajar Ilmu Kesehatan Kedokteran (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberi petunjuk dan bimbingan dalam mengerjakan karya tulis ilmiah ini

6. Semua pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu kelancaran dan terlaksananya penelitian ini.

6. Keluarga penulis yang telah banyak memberikan dukungan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai.


(7)

8. Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil dalam proses penelitian dan penyusunan karya tulis ini yang tak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penulis dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, 7 Desember 2012


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN……….….. i

ABSTRAK……….. ii

ABSTRACT……… iii

KATA PENGANTAR ….……….… iv

DAFTAR ISI ……….………... vi

DAFTAR TABEL………..……….. viii

DAFTAR GAMBAR……….…. ix

DAFTAR SINGKATAN………. x

DAFTAR LAMPIRAN………... xi

BAB 1 PENDAHULUAN…....…...…….….………... 1

1.1. Latar Belakang.………..… 1

1.2. Rumusan Masalah.………. 2

1.3. Tujuan Penelitian.……….…. 3

1.4. Manfaat Penelitian ……….…... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...……….……... 4

2.1. Jantung…...……….……….………….. 4

2.1.1. Anatomi Jantung………….……….………....….... 5

2.1.2. Fisiologi Jantung……….………. 6

2.2. Penyakit Jantung Hipertensi……….……….. 11

2.2.1. Definisi……….………... 11

2.2.2. Etiologi…...….………... 12

2.2.3. Patogenesis………... 12

2.2.4. Patofisiologi………..…... 13

2.2.5. Gejala Klinis………...………..… 14

2.2.6. Diagnosis………. 14

2.3. Gagal Jantung Kongestif………... 18

2.3.1. Definisi……….……….……... 18

2.3.2. Etiologi…...….……….………... 18

2.3.3. Klasifikasi………... 19

2.3.4. Patofisiologi………... 20

2.3.5. Gejala Klinis………..………….. 21

2.3.6. Diagnosis………. 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.…….... 23

3.1. Kerangka Konsep.……… 23


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN….……….………... 24

4.1. Rancangan Penelitian..………..……… 24

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.………... 24

4.1.1. Lokasi Penelitian………...…… 24

4.1.2. Waktu Penelitian………...……… 24

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ……….……….. 24

4.1.1. Populasi………..…….………...…….... 24

4.1.2. Besar Sampel……….….……… 25

4.1.1. Teknik Pengambilan Sampel.….………...….… 25

4.1.2. Kriteria Inklusi dan Ekslusi...….……… 26

4.4. Teknik Pengumpulan Data.………...……….. 26

4.5. Pengolahan dan Analisa Data.………. 26

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 27

5.1. Hasil Penelitian..………..……….……… 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………...…… 27

5.1.2. Hasil Analisa Penelitian..………...……… 27

5.2. Pembahasan.…………..………... 31

5.2.1. Karakteristik Sampel……..………...…… 31

5.2.2. Riwayat Hipertensi……….………...……… 32

5.2.3. Etiologi Gagal Jantung Kongestif….…….………...……… 33

5.2.4. Jenis Pemeriksaan…….……….………...……… 33

5.2.5. Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi dan Hipertensi…… 34

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….……….... 35

6.1. Kesimpulan..………....……… 35

6.2. Saran.………... 36

DAFTAR PUSTAKA…...……….………. 37 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 13 2.2 Kriteria Sokolow-Lyon untuk Diagnosis HVK pada EKG 17 2.3 Penyebab Gagal Jantung Kiri 19 2.4 Penyebab Gagal Jantung Kanan 20 2.5 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut New York Heart Association 20 2.6 Kriteria Framingham untuk Diagnosis Gagal Jantung Kongestif 23 5.1 Distribusi Frekuensi Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan 27

Jenis Kelamin

5.2 Distribusi Frekuensi Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan Usia 28 5.3 Distribusi Frekuensi Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan 28

Riwayat Hipertensi

5.4 Distribusi Frekuensi Etiologi Gagal Jantung Kongestif 29 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Pemeriksaan Gagal Jantung Kongestif 30


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur Anatomi Jantung Bagian Dalam 7 2.2 Faktor – faktor yang Meningkatkan Tekanan 11

Arteri Rata – rata

2.3 Skema Patofisiologi HVK pada Hipertensi 14 2.4 Determinan dari Curah Jantung 21 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 24


(12)

DAFTAR SINGKATAN

AV Atrioventrikular

CAD Coronary Artery Disease CTR Cardio Thoracic Ratio EKG Elektrokardiografi

HHD Hypertensive Heart Disease HVK Hipertrofi Ventrikel Kiri

JNC 7 The Seventh Report of the Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure LVID Left Ventricle Internal Dimension

LVIDd Left Ventricle Internal Dimension at Diastole LVMI Left Ventricle Mass Index

NYHA New York Heart Association PA Posterior Anterior

PWT Posterior Wall Thickness RAA Renin Angiotensin Aldosteron RHD Rheumatic Heart Disease RSUP Rumah Sakit Umum Pusat RWT Relative Wall Thickness SA Sinoatrium

SPSS Statistical Product and Service Solution SWT Septal Wall Thickness


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Lampiran 3 Surat Izin Studi Awal Penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan

Lampiran 5 Data Induk Penelitian Lampiran 6 Output SPSS


(14)

ABSTRAK

Hipertensi berperan besar dalam perkembangan penyakit jantung yang merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Perkembangan hipertensi umumnya diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri sebagai kompensasi terhadap peningkatan tekanan darah sistemik sehingga menyebabkan penyakit jantung hipertensi. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan gagal jantung kongestif. Menurut data Framingham, prevalensi hipertensi terus mengalami peningkatan sehingga kejadian penyakit jantung hipertensi yang akan menyebabkan gagal jantung kongestif juga semakin meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian potong lintang. Populasi pada penelitian ini adalah pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia di atas 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik sampel acak dengan jenis acak sederhana yaitu sebanyak 200. Pengumpulan data menggunakan rekam medis. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan progam komputer SPSS.

Prevalensi penyakit jantung hipertensi pada gagal jantung kongestif dewasa (usia di atas 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 44,5%. Perlu dilakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin pada pasien - pasien hipertensi agar tidak sampai jatuh ke penyakit jantung hipertensi dan gagal jantung kongestif.

Kata Kunci: Hipertensi, Prevalensi, Penyakit Jantung Hipertensi, Gagal Jantung Kongestif


(15)

ABSTRACT

Hypertension plays a big role in the development of heart disease which is the leading cause of death in the world. The development of hypertension to congestive heart failure is generally preceded by left ventricular hypertrophy as a compensation for increased systemic blood pressure, which result in hypertensive heart disease. Finally, this condition will increase the workload of the heart and cause a congestive heart failure. According to Framingham’s data, the prevalence of hypertension keeps on increasing, as a result, the incidence of hypertensive heart disease which can cause congestive heart failure increases bigger as well. Therefore, the purpose of this research is to know the prevalence of hypertensive heart disease in congestive heart failure patients.

This research is a descriptive study with cross sectional research design. The population used in this research were congestive heart failure patients (above 20 years old) who were hospitalized at Cardiovascular Care Unit of RSUP H.Adam Malik Medan during the year of 2011. The samples of the research were selected by using probability sampling method with simple randomized sampling type as many as 200 samples. Data were retrieved from medical records and then were analyzed by using the SPSS programme.

The prevalence of hypertensive heart disease in congestive heart failure patients (above 20 years old) who were hospitalized at Cardiovascular Care Unit of RSUP H.Adam Malik Medan during the year of 2011 was still very high namely 44,5%. We need to do the monitoring of hypertensive patients’ blood pressure routinely so that they will not fall into hypertensive heart disease and congestive heart failure.

Keywords: Hypertension, Prevalence, Hypertensive Heart Disease, Congestive Heart Failure


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan penyebab kematian paling umum di seluruh dunia. Sebelum tahun 1900, penyakit infeksi dan malnutrisi merupakan penyebab kematian terbanyak di seluruh dunia, dan penyakit kardiovaskular bertanggung jawab terhadap kurang dari 10% dari seluruh kematian. Sekarang penyakit kardiovaskular menyumbang hampir mendekati 40% kematian di negara maju dan sekitar 28% di negara miskin dan berkembang (Gaziano, 2008). Menurut data dari studi Framingham, 90% orang yang berumur diatas 55 tahun akan mengalami hipertensi selama masa hidupnya (Lilly, et al., 2007). Hal ini menggambarkan masalah kesehatan publik karena hipertensi dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, stroke iskemik dan stroke hemoragik, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer ( Kotchen, 2008).

Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5 - 10%. Sejumlah 85 - 90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung dimana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35% (Panggabean, 2006). Dalam kurun 20 tahun terakhir, angka kematian karena serangan jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008), oleh karena itu terjadi peningkatan penderita penyakit jantung hipertensi yang beresiko mengalami gagal jantung kongestif (Rodeheffer, 2007). Hal ini dapat dicegah bila hipertensi diobati karena dengan pengobatan yang adekuat akan menurunkan kejadian stroke 35 - 40%, penyakit jantung koroner 20 – 25%, dan gagal jantung kongestif diatas 50% (Pickering, 2008). Untuk kebanyakan pasien hipertensi, terapi farmakologis merupakan pilihan paling efektif untuk mencegah


(17)

komplikasi di masa akan datang, namun perubahan gaya hidup juga perlu diperhatikan (Lilly, et al., 2007). Meskipun terapi antihipertensi telah terbukti mampu menurunkan resiko penyakit jantung dan ginjal, sebagian besar penderita hipertensi ternyata tidak diobati atau diobati tetapi kurang adekuat (Kotchen, 2008).

Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang efektif, penderita hipertensi yang tidak diobati terbukti mengalami pemendekan masa kehidupan sekitar 10 – 20 tahun. Bahkan individu yang mengalami hipertensi ringan-tanpa adanya bukti kerusakan organ-jika tidak diobati selama 7 – 10 tahun beresiko tinggi mengalami komplikasi yaitu sekitar 30% terbukti mengalami aterosklerosis dan lebih dari 50% akan mengalami kerusakan organ yang berhubungan dengan hipertensi itu sendiri, seperti kardiomegali, gagal jantung kongestif, retinopati, masalah serebrovaskular, dan/atau insufisiensi ginjal. Oleh karena itu, walaupun bentuk ringan, hipertensi merupakan penyakit yang progresif dan letal jika tidak segera diobati (Fisher, 2005).

Melihat kondisi dan data – data yang dikemukakan di atas, yaitu meningkatnya prevalensi hipertensi sementara masih banyak pasien yang belum diobati ataupun yang sudah diobati namun belum adekuat, tingginya prevalensi penyakit jantung hipertensi, serta belum adanya data mengenai prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif di RSUP H.Adam Malik, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif yang Dirawat di Unit Rawat Kardiovaskular RSUP H.Adam Malik”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah berapakah prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik?


(18)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik pada tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui prevalensi hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif pada pasien dewasa (usia > 20 tahun).

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan, khususnya di RSUP H.Adam Malik, mengenai prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif yang dirawat di unit rawat kardiovaskular. b. Sebagai bahan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan pembaca

tentang penyakit jantung hipertensi dan gagal jantung kongestif.

c. Sebagai bahan acuan dan pedoman bagi peneliti lain untuk meneruskan penelitian sejenis.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jantung

2.1.1. Anatomi Jantung

Jantung terletak di rongga toraks di antara paru – paru. Lokasi ini dinamakan mediastinum (Scanlon, 2007). Jantung memiliki panjang kira-kira 12 cm (5 in.), lebar 9 cm (3,5 in.), dan tebal 6 cm (2,5 in.), dengan massa rata – rata 250 g pada wanita dewasa dan 300 g pada pria dewasa. Dua pertiga massa jantung berada di sebelah kiri dari garis tengah tubuh (Tortora, 2012). Pangkal jantung berada di bagian paling atas, di belakang sternum, dan semua pembuluh darah besar masuk dan keluar dari daerah ini (Scanlon, 2007). Apeks jantung yang dibentuk oleh ujung ventrikel kiri menunjuk ke arah anterior, inferior, dan kiri, serta berada di atas diafragma.

Membran yang membungkus dan melindungi jantung disebut perikardium.

Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di dalam mediastinum, namum tetap memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung yang cepat dan kuat. Perikardium terdiri dari dua bagian, yaitu perikardium fibrosa dan perikardium serosa. Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang kuat, padat, dan tidak elastis. Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih lembut dan membentuk dua lapisan mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari perikardium serosa bergabung dengan perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari perikardium serosa, disebut juga epikardium, melekat kuat pada permukaan jantung. Di antara perikardium parietal dan viseral terdapat cairan serosa yang diproduksi oleh sel perikardial. Cairan perikardial ini berfungsi untuk mengurangi gesekan antara lapisan – lapisan perikardium serosa saar jantung berdenyut. Rongga yang berisi cairan perikardial disebut sebagai kavitas perikardial.

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu epikardium (lapisan paling luar), miokardium (lapisan bagian tengah), dan endokardium (lapisan paling dalam). Seperti yang telah disebutkan di atas, lapisan epikardium merupakan lapisan viseral perikardium serosa yang disusun oleh mesotelium dan jaringan ikat


(20)

lunak, sehingga tekstur permukaan luar jantung terlihat lunak dan licin. Miokardium merupakan jaringan otot jantung yang menyusun hampir 95% dinding jantung. Miokardium bertanggung jawab untuk pemompaan jantung. Meskipun menyerupai otot rangka, otot jantung ini bekerja involunter seperti otot polos dan seratnya tersusun melingkari jantung. Lapisan terdalam dinding jantung, endokardium, merupakan lapisan tipis endotelium yang menutupi lapisan tipis jaringan ikat dan membungkus katup jantung.

Jantung mempunyai empat ruangan. Dua ruangan penerima di bagian superior adalah atrium, sedangkan dua ruangan pemompa di bagian inferior adalah ventrikel. Atrium kanan membentuk batas kanan dari jantung (Tortora, 2012) dan menerima darah dari vena kava superior di bagian posterior atas, vena kava inferior, dan sinus koroner di bagian lebih bawah (Ellis, 2006). Atrium kanan ini memiliki ketebalan sekitar 2 – 3 mm (0,08 – 0,12 in.). Dinding posterior dan anteriornya sangat berbeda, dinding posteriornya halus, sedangkan dinding anteriornya kasar karena adanya bubungan otot yang disebut pectinate muscles. Antara atrium kanan dan kiri ada sekat tipis yang dinamakan septum interatrial. Darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan melewati suatu katup yang dinamakan katup trikuspid atau katup atrioventrikular (AV) kanan.

Ventrikel kanan membentuk pemukaan anterior jantung dengan ketebalan sekitar 4 – 5 mm (0,16 – 0,2 in.) dan bagian dalamnya dijumpai bubungan - bubungan yang dibentuk oleh peninggian serat otot jantung yang disebut

trabeculae carneae. Ventrikel kanan dan ventrikel kiri dipisahkan oleh septum interventrikular. Darah mengalir dari ventrikel kanan melewati katup pulmonal ke arteri besar yang dinamakan trunkus pulmonal. Darah dari trunkus pulmonal kemudian dibawa ke paru – paru. Atrium kiri memiliki ketebalan yang hampir sama dengan atrium kanan dan membentuk hampir keseluruhan pangkal dari jantung. Darah dari atrium kiri mengalir ke ventrikel kiri melewati katup bikuspid (mitral) atau katup AV kiri. Ventrikel kiri merupakan bagian tertebal dari jantung, ketebalan sekitar 10 – 15 mm (0,4 – 0,6 in.) dan membentuk apeks dari jantung. Sama dengan ventrikel kanan, ventrikel kiri mempunyai trabeculae carneae dan


(21)

kiri ini akan melewati katup aorta ke ascending aorta. Sebagian darah akan mengalir ke arteri koroner dan membawa darah ke dinding jantung (Tortora, 2012).

Gambar 2.1. Struktur anatomi jantung bagian dalam

Sumber: Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. The Cardiovascular System: The Heart. In: Roesch, B., et al., eds. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons, 763

2.1.2. Fisiologi Jantung a. Siklus Jantung

Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi jantung.

Selama diastol ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan diastol. Karena aliran masuk darah yang kontinu dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume ventrikel perlahan – lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi.


(22)

Pada akhir diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA) mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar ke seluruh atrium dan menimbulkan kontraksi atrium. Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan tekanan yang terbalik inilah yang mendorong katup AV tertutup.

Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV sudah menutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat (Sherwood, 2001) sampai tekanan tersebut cukup untuk membuka katup semilunar (aorta dan pulmonal) (Guyton, 2006). Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukaan katup aorta. Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini. Interval ini disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik (Sherwood, 2001). Pada saat tekanan ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan ventrikel kanan melebihi 8 mmHg, katup semilunar akan terdorong dan membuka. Darah segera terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi ventrikel. Pada akhir sistolik, terjadi relaksasi ventrikel dan penurunan tekanan intraventrikular secara cepat. Peningkatan tekanan di arteri besar menyebabkan pendorongan darah kembali ke ventrikel sehingga terjadi penutupan katup semilunar (Guyton, 2006). Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini, namun katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari tekanan atrium. Dengan demikian, semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik.

b. Curah Jantung dan Kontrolnya

Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh tiap – tiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama satu periode waktu tertentu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru ekivalen dengan volume darah yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Dengan demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat


(23)

terjadi variasi minor. Dua faktor penentu curah jantung adalah kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut). Kecepatan denyut jantung rata – rata adalah 70 kali per menit, yang ditentukam oleh irama sinus SA, sedangkan volume sekuncup rata –rata adalah 70 ml per denyut, sehingga curah jantung rata – rata adalah 4.900 ml/menit atau mendekati 5 liter/menit.

Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah pemacu jantung karena memiliki kecepatan depolarisasi spontan tertinggi. Ketika nodus SA mencapai ambang, terbentuk potensial aksi yang menyebar ke seluruh jantung dan menginduksi jantung berkontraksi. Hal ini berlangsung sekitar 70 kali per menit, sehingga kecepatan denyut rata – rata adalah 70 kali per menit. Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung yaitu saraf vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan nodus atrioventrikel (AV). Pengaruh sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah menurunkan kecepatan denyut jantung, sedangkan pengaruhnya ke nodus AV adalah menurunkan eksitabilitas nodus tersebut dan memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel. Dengan demikian, di bawah pengaruh parasimpatis jantung akan berdenyut lebih lambat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel memanjang, dan kontraksi atrium melemah.

Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja jantung pada situasi – situasi darurat atau sewaktu berolahraga, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pemacu. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah meningkatkan keceptan depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai. Stimulasi simpatis pada nodus AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan meningkatkan kecepatan penghantaran. Selain itu, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial aksi di seluruh jalur penghantar khusus.

Komponen lain yang menentukan curah jantung adalah volume sekuncup. Terdapat dua jenis kontrol yang mempengaruhi volume sekuncup, yaitu kontrol intrinsik yang berkaitan dengan seberapa banyak aliran balik vena dan kontrol ekstrinsik yang berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung. Kedua


(24)

faktor ini meningkatkan volume sekuncup dengan meningkatkan kontraksi otot jantung. Hubungan langsung antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup membentuk kontrol intrinsik atas volume sekuncup, yang mengacu pada kemampuan inheren jantung untuk mengubah volume sekuncup. Semakin besar pengisian saat diastol, semakin besar volume diastolik akhir dan jantung semakin teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat, sehingga volume sekuncup menjadi lebih besar. Hubungan antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank-Starling pada jantung.

Secara sederhana, hukum Frank-Starling menyatakan bahwa jantung dalam keadaan normal memompa semua darah yang dikembalikan kepadanya, peningkatan aliran balik vena menyebabkan peningkatan volume sekuncup. Tingkat pengisian diastolik disebut sebagai preload, karena merupakan beban kerja yang diberikan ke jantung sebelum kontraksi mulai. Sedangkan tekanan darah di arteri yang harus diatasi ventrikel saat berkontraksi disebut sebagai

afterload karena merupakan beban kerja yang ditimpakan ke jantung setelah kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga menjadi subjek bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor – faktor yang berasal dari luar jantung, diantaranya adalah efek saraf simpatis jantung dan epinefrin (Sherwood, 2001).

c. Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan hidrostatik yang diakibatkan karena penekanan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah tertinggi yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah terendah yang dicapai arteri selama diastol (Tortora, 2012). Tekanan arteri rata – rata (mean arterial pressure) adalah tekanan rata – rata yang bertanggung jawab mendorong darah maju ke jaringan selama seluruh siklus jantung. Perkiraan tekanan arteri rata – rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:


(25)

Tekanan arteri rata – rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah sistolik – tekanan darah diastolik)

Pengaturan tekanan arteri rata – rata bergantung pada dua kontrol utamanya, yaitu curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung bergantung pada pengaturan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, sementara resistensi perifer total terutama ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteriol.

Pengaturan jangka pendek tekanan darah terutama dilakukan oleh reflex baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus – menerus memantau tekanan arteri rata – rata. Kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh ginjal ( Sherwood, 2001).

Gambar 2.2. Faktor – faktor yang meningkatkan tekanan arteri rata – rata Sumber: Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. The Cardiovascular System: Blood Vessels and Hemodynamics. In: Roesch, B., et al., eds. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons, 817

Pengukuran tekanan darah diindikasikan pada semua kondisi yang memerlukan penilaian fungsi kardiovaskular, termasuk untuk skrining. Alat yang


(26)

digunakan dalam pengukuran tekanan darah adalah stetoskop dan sfigmomanometer. Untuk persiapan sebelum memulai pemeriksaan, pemeriksa harus memastikan pasien tidak menggunakan tembakau, kafein, atau melakukan aktivitas fisik dalam 30 menit terakhir (Williams, et al., 2009).

Dalam Cardiovascular Health, Nutrition and Physical Activity Section

(2003), prosedur pengukuran tekanan darah adalah sebagai berikut: (1) Memeriksa kelengkapan alat, meletakkan manometer menghadap ke arah pemeriksa, lalu memilih ukuran cuff yang sesuai. (2) mempalpasi lokasi arteri brakialis, lalu melilitkan bagian bladder cuff di medial lengan atas, tepat di atas arteri brakialis, bagian bawah cuff berada 2,5 cm di atas fosa antekubiti, sejajar dengan jantung. Lengan pasien diletakkan di atas meja, diposisikan sedikit fleksi dengan bagian palmar menghadap ke atas. (3) Untuk estimasi tekanan sistol, pemeriksa memompa cuff sampai pulsasi arteri radialis menghilang. Kemudian cuff

dikempiskan secara perlahan sampai pulsasi kembali dirasakan. Kemudian, menunggu 15 – 30 detik sebelum dilakukan pengukuran selanjutnya. (4) Menghitung maximum inflation level (MIL) dengan menambahkan estimasi tekanan sistol dengan 30 mmHg. (5) Memasang stetoskop dan meletakkan bell

atau diafragma stetoskop di atas arteri brakialis. (6) Memompa cuff sampai level yang telah ditentukan pada poin 4. (7) Mengempiskan cuff secara perlahan dengan kecepatan 2 mmHg per detik. Ketika suara pertama kali terdengar, angka yang ditunjukkan sfigmomanometer adalah tekanan sistol. Sedangkan angka yang ditunjukkan ketika suara menghilang sempurna adalah tekanan diastol. (8) Mengempiskan cuff secara cepat dan sempurna, lalu mendokumentasikan hasil pengukuran tekanan darah.

2.2. Penyakit Jantung Hipertensi 2.2.1. Definisi

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu istilah yang digunakan secara umum untuk penyakit jantung yang disebabkan oleh efek peninggian tekanan darah kronis (Riaz, 2012).


(27)

2.2.2. Etiologi

Penyebab dari penyakit jantung hipertensi adalah hipertensi kronis; akan tetapi, penyebab dari hipertensi sangat bervariasi (Riaz, 2012). Hipertensi adalah peninggian tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik > 90 mmHg, atau sedang mengkonsumsi obat antihipertensi (Pickering, 2008).

Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peninggian tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2 (Yogiantoro, 2006).

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89 Hipertensi Derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99 Hipertensi Derajat 2 > 160 atau > 100

Sumber: The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), 2003.

2.2.3. Patogenesis

Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).

Rangsangan simpatis dan aktivitas sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik


(28)

ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (gangguan fungsi sistolik) (Panggabean, 2006).

2.2.4. Patofisiologi

HVK pada hipertensi sebenarnya merupakan fenomena yang kompleks, dimana tidak hanya melibatkan faktor hemodinamik, seperti beban tekanan, volume, denyut jantung yang berlebihan, dan peningkatatan kontraktilitas dan tahanan perifer, tetapi juga faktor non hemodinamik, seperti usia, kelamin, ras, obesitas, aktifitas fisik, kadar elektrolit, dan hormonal (Efendi, 2003).

Gambar 2.3. Skema Patofisiologi HVK pada hipertensi

Sumber: Efendi, D., 2003. Korelasi Dispersi QT dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Penderita Hipertensi, Universitas Sumatera Utara.

Hipertrofi dan dilatasi jantung ini membutuhkan suplai darah yang lebih banyak dan miokardium yang terlalu teregang justru akan menyebabkan kekuatan kontraksi menurun. Hal ini mengakibatkan suplai darah tidak mampu menyetarakan massa otot jantung yang meningkat, sehingga akan berujung pada komplikasi jantung lainnya, seperti penyakit infark miokardium yang diakhiri dengan gagal jantung. Jadi, dapat dilihat bahwa HVK yang disebabkan oleh


(29)

hipertensi akan mempermudah berbagai macam komplikasi jantung, termasuk gagal jantung kongestif, aritmia ventrikel, iskemia miokard, dan mati mendadak (Massie, 2002).

2.2.5. Gejala Klinis

Gejala dari penyakit jantung hipertensi tergantung dari durasi, keparahan, dan tipe dari penyakit itu (Riaz, 2012). Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan (Panggabean, 2006), oleh karena itu hipertensi dinamakan “The Silent Killer” (Riaz, 2012). Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:

a. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar - debar, rasa melayang (dizzy), dan impoten.

b. Penyakit jantung/hipertensi vaskular, seperti cepat capek, sesak nafas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, dan

transient cerebral ischemic.

c. Penyakit dasar pada hipertensi sekunder, seperti polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer, sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (Panggabean, 2006).

2.2.6. Diagnosis a. Anamnesis

Anamnesis mencakup durasi dari hipertensi, terapi sebelumnya (respon dan efek samping), riwayat keluarga menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskular, bukti adanya hipertensi sekunder, bukti adanya kerusakan organ target, dan faktor resiko lain, seperti perubahan berat badan, dislipidemia, merokok, diabetes, dan inaktivitas fisik (Kotchen, 2008).


(30)

Tanda fisik dari penyakit jantung hipertensi tergantung dari abnormalitas predomian dari jantung, durasi, dan keparahan dari penyakit jantung hipertensi itu. Pada tingkatan awal dari penyakit, pemeriksaan fisik mungkin berada dalam batas normal. Pulsasi arteri normal pada tingkatan awal penyakit jantung hipertensi. Tetapi pulsasi akan menurun pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. Tekanan darah sistolik dan/atau diastolik meningkat. Tekanan darah mungkin normal pada saat pemeriksaan jika pasien mendapatkan pengobatan antihipertensi yang adekuat atau jika pasien menderita disfungsi ventrikel kiri tingkat lanjut dan ventrikel kiri tidak mampu menghasilkan curah jantung dan volume sekuncup yang cukup untuk menaikkan tekanan darah (Riaz, 2012).

Pada auskultasi jantung, bunyi jantung S2 meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel kiri. Paru perlu diperhatikan apakah ada suara pernafasan tambahan, seperti ronki basah atau ronki kering/mengi.

Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal, dan asites. Auskultasi bising sekitar kiri dan kanan umbilikus menandakan adanya stenosis arteri renalis (Panggabean, 2006). Pada pemeriksaan fisik dapat dicurigai HVK dengan palpasi, didapatkan posisi apeks jantung yang melebar dan sedikit turun ke bawah, dan kadang – kadang disertai dengan pulsasi apeks yang kuat dan berlangsung lama bila penderita berada dalam posisi berbaring dan miring ke kiri (Efendi, 2003).

c. Radiologi

Menurut Purwohudoyo (2005), dari segi radiologi, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung (A+B) dan lebar dada (C) pada foto toraks Posterior-Anterior (PA) (Cardio-Thoracic Ratio = CTR). CTR = (A+B) ÷ C, (A = jarak jantung kanan terjauh dari garis tengah vertebratorakalis imajiner, B = jarak jantung kiri terjauh


(31)

dari garis tengah vertebratorakalis imajiner, C = garis imajiner yang menyinggung kupula diafragma kanan). Normalnya 35% < CTR < 50% dan dikatakan jantung membesar (kardiomegali) bila CTR > 50%. Pembesaran yang berasal dari ventrikel kiri dimanifestasikan dengan ekstensi ke arah inferior kiri dan posterior dari batas kiri bawah jantung. Pembesaran jantung yang terlihat dengan radiologi menandakan HVK sudah dalam tahap lanjut.

d. Elektrokardiografi

Elektrokardiografi (EKG) dapat mendeteksi HVK berdasarkan pembesaran ventrikel baik karena pertambahan tebal otot, dilatasi ruang ventrikel, atau keduanya. Penilaian HVK dengan EKG lebih sensitif dibanding dengan radiologi. Pertambahan voltase pada HVK disebabkan oleh pertambahan jumlah atau ukuran serabut otot. Banyak kriteria yang digunakan untuk menentukan HVK dengan EKG, namun biasanya digunakan kriteria Romhilt-Estes atau Sokolow-Lyton (Efendi, 2003).

Tabel 2.2. Kriteria Sokolow-Lyon untuk Diagnosis HVK pada EKG A. Kriteria sadapan anggota badan

RI + SIII > 25 mm RaVL > 11 mm RaVF > 20 mm B. Kriteria sadapan dada

SVI + RV5 atau RV6 > 35 mm R terbesar + S terbesar > 45 mm RV5 atau RV6 > 26 mm

Sumber: Efendi, D., 2003. Korelasi Dispersi QT dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada Penderita Hipertensi, Universitas Sumatera Utara.

e. Ekokardiografi

Ekokardiografi merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis HVK pada penyakit jantung hipertensi (Efendi, 2003). Ekokardiografi lebih sensitif dan spesifik daripada EKG dalam mendiagnosis HVK (57% untuk HVK ringan dan 98% untuk HVK berat). HVK pada penyakit jantung hipertensi simetris, sedangkan hipertrofi yang terjadi pada kardiomiopati asimetris (Riaz, 2012).


(32)

Sesuai dengan kesepakatan atau protokol dari American Society of Echocardiography, ada dua macam teknik pemeriksaan, yaitu teknik 2 dimensi dan teknik M mode. Teknik ekokardiografi ditentukan berdasarkan gelombang suara berfrekuensi tinggi (ultrasound) yang melalui struktur intrakardiak. Pantulan yang terjadi ditangkap dan diperagakan pada sebuah oscilloscope, sehingga ukuran atrium kiri, ventrikel kiri, ventrikel kanan, dan aorta dapat ditemukan, demikian pula ketebalan dan pergerakan ventrikel kiri dan septum interventrikuler.

Pada M Mode, suatu sinar tunggal terbatas dari ultrasound diarahkan menuju jantung dari sela iga keempat dan kelima di perbatasan parasternal kiri. Bayangan yang dihasilkan oleh pantulan ultrasound direkam pada kertas yang bergerak dengan kecepatan 50 mm/detik.

Ekokardiografi 2 dimensi bermanfaat untuk menggambarkan hubungan struktural yang kompleks, terutama pandangan jantung dari parasternal kiri dan posisi apeks (four chamber view). Waktu penggambaran struktural intrakardiak dengan teknik ini lebih sulit dilakukan daripada dengan teknik M mode (Efendi, 2003).

Pengukuran dimensi internal ventrikel kiri (Left Ventricle Internal Dimension/ LVID), tebal septum interventrikuler (Interventicular Septal Wall Thickness/ SWT) dan tebal dinding posterior (Posterior Wall Thickness/ PWT)

diperoleh dari diagram M-mode yang diambil dari posisi mid ventricular short-axis view pada sela iga IV dan V di parasternalis kiri. LVIDd (Left Ventricle Internal Dimension at Diastole) diambil antara sisi kiri septum interventrikuler dan endokardium posterior ventrikel kiri pada akhir diastolik.

Sesuai metode Devereux didapatkan rumus pengukuran Left Ventricle Mass Index/ LVMI ( g/m2) sebagai berikut:

LVMI = (1,04 [ (SWT + PWT+LVID)3 – (LVID)3] – 14)/BSA

Wt = Berat badan dalam kg, Ht = tinggi badan dalam cm (standar Dubois).

Dikategorikan LVH apabila LVMI >108 g/m2 untuk wanita dan LVMI >131 g/m2 untuk pria. Klasifikasi lebih jauh dari HVK berdasarkan tebal relatif dinding otot jantung (Relative Wall Thickness/ RWT) sesuai dengan kriteria


(33)

RWT >0,45 dan hipertrofi eksentrik jika RWT kurang dari 0,45. RWT diperoleh dari rumus berikut : RWT = [ (2xPWT)/LVIDd ] (Efendi, 2003).

2.3. Gagal Jantung Kongestif 2.3.1. Definisi

Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks yang merupakan hasil dari gangguan fungsional atau struktural jantung dimana terjadi gangguan pengisian ventrikel atau pemompaan darah (Figueroa, 2006).

Gangguan jantung ini dapat merupakan hasil langsung akibat disfungsi sistotik ventrikel kiri dan/atau disfungsi diastolik (Yturralde, 2005) ataupun dari bawaan yang menghasilkan sekumpulan gejala (dispnea dan lelah) dan tanda klinis (edema dan ronki paru) (Mann, 2008).

2.3.2. Etiologi

Tabel 2.3. Penyebab gagal jantung kiri Gangguan kontraktilitas

Infark miokardium

Transient myocardial ischemia

Beban volume: regurgitasi katup (mitral atau aorta) Kardiomiopati dilatasi

Peningkatan afterload (beban tekanan) Hipertensi sistemik

Obstruksi aliran: stenosis aorta Obstruksi pengisian ventrikel kiri Stenosis mitral

Konstriksi pericardial atau tamponade Gangguan relaksasi ventrikel

Hipertrofi ventrikel kiri Kardiomiopati hipertrofi Kardiomiopati restriktif

Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.

Pathophysiology of Heart Disease. 4th

Tabel 2.4. Penyebab gagal jantung kanan

ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 234

Penyebab jantung Gagal jantung kiri Stenosis katup pulmonal Infark ventrikel kanan Penyakit parenkim paru


(34)

Penyakit paru obstruksi kronis Penyakit paru interstisial

Adult respiratory distress syndrome

Infeksi paru kronis atau bronkiektasis Penyakit vaskular paru

Emboli paru

Hipertensi pulmonal primer

Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.

Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 235

2.3.3. Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi NYHA berdasarkan simptom pasien yang didapat dari anamnesis dan bukan berdasarkan pengukuran objektif.

Klasifikasi NYHA juga dapat memprediksi mortalitas. Menurut satu studi, tafsiran mortalitas satu tahun pada pasien gagal jantung kelas II, III, dan IV NYHA berturut – turut adalah 7%, 15%, dan 28% (Gopal, 2009).

Tabel 2.5. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association

Kelas Simptom

I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik

II Pembatasan ringan pada aktivitas fisik, dispnea dan kelelahan pada aktivitas fisik sedang, seperti menaiki tangga dengan cepat

III Pembatasan pada aktivitas fisik, dispnea muncul pada aktivitas fisik minimal

IV Pembatasan berat pada aktivitas fisik, simptom muncul bahkan pada saat istirahat

Sumber: Shah, R.V., Fifer,M. A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.

Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 242

2.3.4. Patofisiologi

Gagal jantung kongestif tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan aliran oksigen yang adekuat, tetapi juga merupakan suatu respon sistemik untuk mengkompensasi ketidakmampuan itu.


(35)

Determinan dari curah jantung adalah kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume sekuncup ditentukan oleh preload (volume yang masuk ke ventrikel kiri), kontraktilitas, dan afterload (impedansi aliran dari ventrikel kiri). Variabel ini penting dalam memahami patofisiologi dari gagal jantung.

Preload biasanya dinyatakan sebagai volume akhir diastolik dari ventrikel kiri dan secara klinis dapat dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Kontraktilitas menggambarkan pemompaan oleh otot jantung dan biasanya dinyatakan sebagai fraksi ejeksi.

Afterload adalah tahanan yang harus dilawan oleh jantung untuk memompa darah keluar, biasanya dinilai dengan mengukur tekanan arteri rata – rata. Gangguan jantung pada gagal jantung kongestif dapat dievaluasi dari variabel – variabel di atas. Jika curah jantung menurun, kecepatan denyut jantung atau volume sekuncup harus berubah untuk mempertahankan perfusi normal. Jika volume sekuncup tidak bisa dipertahankan, maka kecepatan denyut jantung harus meningkat untuk mempertahankan curah jantung (Figueroa, 2006).

Gambar 2.4. Determinan dari curah jantung

Sumber: Figueroa, M.S., Peters, J.I., 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care, University of Texas Health Science Center.

Akan tetapi, patofisiologi dari gagal jantung kongestif tidak hanya mencakup abnormalitas struktural jantung, tetapi juga mencakup respon kardiovaskular terhadap perfusi yang menurun dengan cara pengaktivasian dari sistem neurohumoral (Jessup, 2003). Sistem renin-angiotensin akan teraktivasi


(36)

untuk meningkatkan preload dengan cara menstimulasi retensi garam dan air, meningkatkan vasokonstriksi, dan memperbesar kontraksi jantung.

Pada awalnya, respon ini mencukupi kebutuhan, namun aktivasi berkepanjangan akan mengakibatkan kehilangan miosit dan perubahan pada miosit dan matriks ekstraselular yang masih ada. Miokardium yang tertekan akan mengalami perubahan bentuk dan dilatasi sebagai respon dari hal tersebut. Proses ini juga merusak fungsi paru, ginjal, otot, pembuluh darah, dan beberapa organ lainnya.

Perubahan bentuk jantung sebagai dekompensasi juga menyebabkan beberapa komplikasi, seperti regurgitasi mitral akibat peregangan dari anulus katup dan aritmia jantung akibat perubahan bentuk atrium. Pasien dengan peningkatan tekanan diastolik akhir akan mengalami edema paru dan dispnea (Figueroa, 2006).

2.3.5. Gejala Klinis

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatnya tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien menjadi sesak nafas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya menyebabkan kelemahan ventrikel kanan, seperti pada hipertensi pulmonal primer/ sekunder, tromboembli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan peningkatan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis (Panggabean, 2006).

Pada gagal jantung tahap akhir dapat ditemukan pola pernafasan hiperpnea dan apnea yang disebut sebagai pernafasan Cheyne-Stokes. Beberapa faktor yang menyebabkan pernafasan ini adalah hiperventilasi akibat kongesti paru dan hipoksia. Hiperventilasi menyebabkan kadar CO2 arteri menjadi rendah dan memicu apnea sentral (Gopal, 2009).

2.3.6. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler, dan kateterisasi. Kriteria


(37)

Framingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal kongestif (Panggabean, 2006).

Tabel 2.6. Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif Kriteria Mayor

Paroksismal nokturnal dispnea Distensi vena leher

Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3

Peningkatan tekanan vena jugularis ( > 16 cmH2

Refleks hepatojugular

O) Kriteria Minor

Edema ekstremitas Batuk malam hari Dyspnea d’ effort

Hepatomegali Efusi Pleura

Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal Takikardia ( > 120 kali/menit)

Mayor atau Minor

Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Sumber: Braunwald, E., 2005. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper, D.L et al., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill, 1371

Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan bila minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor (Braunwald, 2005).


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Definisi

a. Hipertensi adalah peninggian tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik > 90 mmHg, atau sedang mengkonsumsi obat antihipertensi.

b. Penyakit jantung hipertensi adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh efek hipertensi kronis dimana akan terjadi HVK sebagai kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi tersebut.

c. Gagal jantung kongestif adalah suatu sindroma klinis yang merupakan hasil dari gangguan fungsional atau struktural jantung dimana terjadi gangguan pengisian ventrikel atau pemompaan darah.

3.2.2. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah rekam medis.

3.2.3. Cara Ukur

Cara ukur dalam penelitian adalah dengan mengolah dan menganalisis data pada rekam medis.

3.2.4. Skala Pengukuran

Skala pengukuran dalam penelitian adalah nominal. Penyakit Jantung

Hipertensi

Gagal Jantung Kongestif Hipertensi


(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional (potong lintang). Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder pasien gagal jantung kongestif yang dirawat di unit rawat kardiovaskularRSUP H.Adam Malik pada tahun 2011.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP H.Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah pembangunan A yaitu Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

4.2.2. Waktu Penelitian

Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga September 2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan yang ada pada tahun 2011.

Berdasarkan data dari Bagian Rekam Medis RSUP H. Adam Malik, pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan yang ada pada tahun 2011 adalah 755 orang.


(40)

4.3.2. Besar Sampel

Dalam Wahyuni (2007), besar sampel untuk populasi finit (terbatas) dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu:

n = N . Z21- /2 . p . (1-p) (N-1) d2 + Z21- /2 . p . (1-p)

n = besar sampel minimum

Z21- /2 = nilai distribusi normal baku (table z) pada tertentu P = harga proporsi di populasi

d = kesalahan absolut yang dapat ditolerir N= jumlah di populasi

n = 755 . (1,645)2 (755-1) . (0,05)

. 0,5 . (1-0,5)

2

+ (1,645)2 = 755 . 2,706 . 0,25

. 0,5 . (1-0,5)

1,885 + 0,6765 = 510, 7575 2,5615 = 199,39

Dengan demikian, besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 200 orang.

4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik sampel acak (probability sampling) dengan jenis acak sederhana (simple random sampling). Pada metode ini, setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel penelitian sehingga sampel yang dipilih diharapkan dapat mewakili populasi atau dapat digeneralisasikan ke populasi.


(41)

4.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria inklusi penelitian ini adalah seluruh pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan yang ada pada tahun 2011.

b. Kriteria eksklusi adalah pasien gagal jantung kongestif yang tidak memiliki hasil pemeriksaan tambahan untuk menegakkan penyebab gagal jantung kongestif pada rekam medis.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder yaitu rekam medis pasien gagal jantung kongestif yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik pada tahun 2011. Data ini diperoleh dari bagian Rekam Medis RSUP H. Adam Malik Medan.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut: (1)

editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding,

data yang telah terkumpul dikoreksi, kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan ke dalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisis data (Wahyuni, 2007).

Data kemudian diolah dengan menggunakan progam komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) dan disajikan dalam bentuk tabel dengan perhitungan distribusi frekuensi sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui prevalensi penyakit jantung hipertensi pada pasien gagal jantung kongestif yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik.


(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan, RSUP H.Adam Malik juga ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Penelitian ini dilakukan di sub bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

5.1.2. Hasil Analisa Deskriptif a. Deskripsi Karakteristik Sampel

Penelitian dilakukan pada 200 rekam medis pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011. Karakteristik yang diamati terhadap sampel adalah jenis kelamin dan usia.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki - laki 135 67,5

Perempuan 65 32,5

Jumlah 200 100

Berdasarkan tabel 5.1. didapati bahwa pasien gagal jantung kongestif dengan jenis kelamin laki - laki merupakan sampel terbanyak, yaitu sebanyak 135 orang (67,5%) dan sampel perempuan hanya sebanyak 65 orang (32,5%).


(43)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan Usia Kelompok Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

20 – 29 2 1

30 – 39 40 – 49 50 – 59 60 – 69 70 – 79 > 80

11 32 74 50 28 3 5,5 16 37 25 14 1,5

Jumlah 200 100

Berdasarkan tabel 5.2. didapati bahwa pasien gagal jantung kongestif dengan kelompok usia 20 – 29 tahun merupakan sampel yang paling sedikit yaitu sebanyak 2 orang (1%), sedangkan sampel terbanyak berasal dari kelompok usia 50 – 59 tahun yaitu sebanyak 74 orang (37%).

Sampel dengan kelompok usia 30 – 39 tahun adalah sebanyak 11 orang (5,5%), kelompok usia 40 – 49 tahun adalah sebanyak 32 orang (16%), kelompok usia 60 – 69 tahun adalah sebanyak 50 orang (25%), kelompok usia 70 – 79 tahun adalah sebanyak 28 orang (14%), dan kelompok usia > 80 tahun adalah sebanyak 3 orang (1,5%).

b. Riwayat Hipertensi

Riwayat hipertensi sampel dilihat dari riwayat penyakit sampel yang tertulis dalam rekam medisnya.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan Riwayat Hipertensi

Riwayat Hipertensi Frekuensi (n) Persentase (%)

Ada 133 66,5

Tidak Ada 67 33,5

Jumlah 200 100

Berdasarkan tabel 5.3. didapati bahwa 133 orang (66,5%) penderita gagal jantung kongestif memiliki riwayat hipertensi, sedangkan penderita gagal jantung


(44)

kongestif yang tidak memiliki riwayat hipertensi hanya sebanyak 67 orang (33,5%).

c. Etiologi Gagal Jantung Kongestif

Dari pengamatan 200 rekam medis sampel, didapati kebanyakan sampel memiliki etiologi/ penyebab gagal jantung kongestif yang lebih dari satu. Pada penelitian ini, etiologi gagal jantung kongestif sampel dikelompokkan menjadi: a) HHD (Hypertensive Heart Disease), b) CAD (Coronary Artery Disease), c) VHD (Valve Heart Disease), d) RHD (Rheumatic Heart Disease), e) Kardiomiopati (Cardiomiopathy), dan f) HHD dan CAD.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Etiologi Gagal Jantung Kongestif

Etiologi Frekuensi (n) Persentase (%)

HHD 36 18

CAD VHD RHD

Cardiomiopathy HHD dan CAD

82 20 4 5 53 41 10 2 2,5 26,5

Jumlah 200 100

Berdasarkan tabel 5.4. didapati bahwa pasien gagal jantung kongestif terbanyak adalah pasien yang menderita CAD, yaitu sebanyak 82 orang (41%), sedangkan pasien dengan etiologi campuran HHD dan CAD adalah sebanyak 53 orang (26,5%). Kemudian, pasien dengan etiologi HHD adalah sebanyak 36 orang (18%) disusul VHD sebanyak 20 orang (10%), kardiomiopati sebanyak 5 orang (2,5%), dan terakhir RHD sebanyak 4 orang (2%).

d. Jenis Pemeriksaan

Dari 200 rekam medis yang diamati dilakukan pencatatan jenis pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis dari penyakit gagal jantung pasien, yaitu malalui EKG, ekokardiografi, dan foto toraks.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Jenis Pemeriksaan Gagal Jantung Kongestif


(45)

EKG, ekokardiografi, dan foto toraks 71 35,5 EKG dan ekokardiografi

EKG dan foto toraks

Ekokardiografi dan foto toraks EKG 20 93 2 14 10 46,5 1 7

Jumlah 200 100

Berdasarkan tabel 5.5. didapati bahwa 93 orang (46,5%) pasien gagal jantung kongestif melakukan pemeriksaan EKG dan foto toraks, sedangkan hanya 2 orang (1%) pasien gagal jantung kongestif yang melakukan pemeriksaan ekokardiografi dan foto toraks.

e. Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi dan Hipertensi

Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada dengan kondisi pada waktu tertentu dan penyebutnya adalah populasi total (Dorland, 2002).

Berdasarkan hasil penelitian pada 200 rekam medis pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 didapatkan pasien dengan etiologi HHD saja sebanyak 36 orang dan campuran HHD dan CAD sebanyak 53 orang. Sedangkan pasien dengan riwayat hipertensi sebanyak 133 orang. Dari data tersebut, dapat dihitung prevalensi penyakit jantung hipertensi (HHD) pada pasien gagal jantung kongestif dan prevalensi hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif.

Prevalensi HHD = Jumlah Kasus HHD Jumlah Gagal Jantung Kongestif

x 100%

= 36 200

x 100%

= 18%

Prevalensi HHD total = Jumlah Kasus HHD + Jumlah Kasus HHD dan CAD Jumlah Gagal Jantung Kongestif


(46)

= 36 + 53 200

x 100%

= 89 200

x 100%

= 44,5%

Prevalensi hipertensi = Jumlah pasien dengan Riwayat Hipertensi (+) Jumlah Gagal Jantung Kongestif

x 100%

= 133 200

x 100%

= 66,5%

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Sampel

Hasil penelitian terhadap jenis kelamin sampel berdasarkan tabel 5.1. didapati bahwa pasien gagal jantung kongestif terbanyak adalah yang berjenis kelamin laki – laki, yaitu sebanyak 135 orang (67,5%) sedangkan sampel yang berjenis kelamin perempuan hanya sebanyak 65 orang (32,5%).

Hal ini sesuai dengan Mann (2008) bahwa gagal jantung lebih sedikit terjadi pada perempuan daripada laki - laki. Hal ini juga didukung oleh data European Heart Failure Survey pada tahun 2000 – 2001, bahwa 53% pasien gagal jantung yang dirawat di rumah sakit adalah berjenis kelamin laki - laki (Cowie, 2008).

Berdasarkan tabel 5.2. didapati hasil penelitian pasien gagal jantung kongestif terhadap kelompok usia masing – masing adalah sebagai berikut: kelompok usia 20 – 29 sebanyak 2 orang (1%), kelompok usia 30 – 39 tahun sebanyak 11 orang (5,5%), dan kelompok usia 40 – 49 tahun sebanyak 32 orang (16%).

Kemudian dilanjutkan dengan kelompok usia 50 – 59 tahun yaitu sebanyak 74 orang (37%), kelompok usia 60 – 69 tahun sebanyak 50 orang (25%), kelompok usia 70 – 79 tahun sebanyak 28 orang (14%), dan kelompok usia > 80 tahun sebanyak 3 orang (1,5%).


(47)

Dalam Gopal (2009) dituliskan bahwa gagal jantung merupakan penyebab tersering rawat inap pada pasien berusia 65 tahun keatas. Dalam Cowie (2008) dan Mann (2008) juga dituliskan bahwa prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan pertambahan usia dan terutama mengenai pasien dengan usia di atas 65 tahun.

Namun dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa jumlah pasien gagal jantung kongestif sudah mulai meningkat pada usia yang lebih muda. Terbukti dari sampel terbanyak hasil penelitian berada pada kelompok usia 50 – 59 tahun yaitu sebanyak 74 orang. Jumlah sampel justru menurun seiring dengan pertambahan usia.

Hal ini berkaitan dengan usia harapan hidup yang berbeda antara negara maju dengan negara berkembang. Dalam hal ini, penelitian dilakukan di Indonesia sementara data epidemiologi dan prevalensi gagal jantung terutama berasal dari negara maju yang memiliki angka usia harapan hidup yang lebih tinggi.

5.2.2. Riwayat Hipertensi

Gagal jantung merupakan komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronis (Riaz, 2010). Berdasarkan tabel 5.3. didapati bahwa 133 orang (66,5%) pasien gagal jantung kongestif memiliki riwayat hipertensi. Menurut Riaz (2010), dalam beberapa penelitian didapatkan bahwa hipertensi merupakan penyebab berkembangnya gagal jantung pada 50 – 60% pasien.

Dalam Framingham study, hipertensi dijumpai sebagai perkembangan awal gagal jantung pada 91% kasus gagal jantung (Cowie, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa hipertensi memberikan kontribusi yang besar pada kejadian gagal jantung di kemudian hari.

5.3.3. Etiologi Gagal Jantung Kongestif

Dari hasil penelitian berdasarkan tabel 5.4. etiologi gagal jantung kongestif paling banyak dijumpai pada pasien yang menderita CAD, yaitu sebanyak 82 orang (41%), sedangkan pasien dengan etiologi campuran HHD dan CAD adalah


(48)

sebanyak 53 orang (26,5%). Kemudian, pasien dengan etiologi HHD adalah sebanyak 36 orang (18%) disusul VHD sebanyak 20 orang (10%), kardiomiopati sebanyak 5 orang (2,5%), dan RHD sebanyak 4 orang (2%).

Di negara – negara industri, CAD menjadi etiologi terbanyak gagal jantung kongestif pada pria dan wanita, yaitu sekitar 60 – 75%, kemudian disusul oleh hipertensi dan penyebab lainnya (Mann, 2008). Menurut Doughty dan White (2007), CAD merupakan penyebab terbanyak gagal jantung dan terjadi pada dua pertiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri. Banyak pasien dengan penyakit koroner juga mempunyai hipertensi karena hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya CAD. HHD sendiri juga dapat langsung menyebabkan gagal jantung tanpa memicu CAD karena penurunan kekuatan kontraksi akibat miokardium yang terlalu teregang.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa gagal jantung disebabkan paling banyak oleh CAD, disusul campuran antara HHD dan CAD, dan HHD. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat meskipun CAD memegang peranan penting dalam etiologi gagal jantung, namun keberadaan hipertensi di negara berkembang seperti Indonesia tetap berhubungan erat dengan kejadian gagal jantung (Cowie, 2008).

5.3.4. Jenis Pemeriksaan

Berdasarkan tabel 5.5. jenis pemeriksaan yang paling banyak dilakukan untuk menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif adalah campuran pemeriksaan EKG dan foto toraks, yaitu sebanyak 93 orang (46,5%). Sedangkan melalui EKG, ekokardiografi, dan foto toraks sebanyak 71 orang (35,5%), melalui EKG dan ekokardiografi sebanyak 20 orang (10%), dan melalui EKG saja sebanyak 14 orang (7%). Pemeriksaan yang paling sedikit dilakukan adalah campuran ekokardiografi dan foto toraks yaitu sebanyak 2 orang (1%).

Menurut Manurung (2007), penegakkan diagnosis gagal jantung selain berdasarkan gejala dan penilaian klinis, juga didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, dan ekokardiografi. Dalam European Heart Journal (2005) tentang petunjuk diagnosis gagal jantung, pemeriksaan EKG pada pasien gagal jantung jarang mendapatkan hasil normal. Namun, hasil abnormal


(49)

pada EKG belum dapat menegakkan penyebab pasti dari gagal jantung. Sedangkan gambaran kardiomegali pada pemeriksaan foto toraks dapat membantu penegakkan diagnosis adanya gagal jantung kronis. Ekokardiografi merupakan baku emas untuk penegakkan diagnosis gagal jantung namun biaya yang diperlukan cukup mahal.

Dari hasil penelitian, dapat terlihat bahwa penegakkan diagnosis gagal jantung di RSUP H.Adam Malik lebih banyak merupakan gabungan antara EKG dan foto toraks atau gabungan EKG, ekokardigrafi, dan foto toraks. Hal ini memberi kesan bahwa kesimpulan diagnosis yang diambil akurat.

5.3.5. Prevalensi Penyakit Jantung Hipertensi dan Hipertensi

Dari hasil penelitian, didapatkan prevalensi penyakit jantung hipertensi pada gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 adalah sebesar 44,5%. Dalam Panggabean (2006), dituliskan bahwa prevalensi penyakit jantung hipertensi semakin meningkat dari tahun ke tahun namun belum ada data pasti mengenai prevalensi penyakit jantung hipertensi di Indonesia.

Sedangkan prevalensi hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 adalah sebesar 66,5%. Hal ini sesuai dengan Riaz (2010), bahwa 68% gagal jantung disebabkan oleh hipertensi. Dengan adanya hipertensi, resiko gagal jantung meningkat dua kali pada pria dan tiga kali pada wanita.


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Prevalensi penyakit jantung hipertensi pada gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 adalah sebesar 44,5%.

2. Prevalensi hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 adalah sebesar 66,5%.

3. Pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 paling banyak berjenis kelamin laki – laki, yaitu sebanyak 135 orang (67,5%).

4. Pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 paling banyak berada pada kelompok usia 50 – 59 tahun yaitu sebanyak 74 orang (37%).

5. Pasien gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 yang memiliki riwayat hipertensi adalah sebanyak 133 orang (66,5%).

6. Etiologi terbanyak gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 merupakan CAD, yaitu sebanyak 82 orang (41%)

7. Jenis pemeriksaan yang paling banyak dilakukan untuk menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif dewasa (usia > 20 tahun) yang dirawat di unit rawat kardiovaskular RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011 adalah campuran pemeriksaan EKG dan foto toraks, yaitu sebanyak 93 orang (46,5%)


(51)

6.2. Saran

Dari seluruh proses dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Disarankan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak RSUP H.Adam Malik Medan, khususnya bagian kardiologi, guna mengambil langkah - langkah untuk mencegah dan menurunkan kejadian gagal jantung kongestif, seperti mengedukasi, mendeteksi dini, ataupun memberikan pengobatan yang adekuat kepada pasien yang berisiko untuk menderita gagal jantung kongestif.

2. Disarankan kepada pihak RSUP H.Adam Malik Medan, khususnya yang bertanggung jawab dalam kelengkapan data rekam medis, seperti dokter dan paramedis untuk melengkapi data rekam medis serta menulis dengan rapi dan jelas sehingga pembaca dapat memahami dengan benar dan tepat. 3. Disarankan kepada masyarakat untuk lebih mengerti dan mengetahui bahwa

hipertensi kronis dapat menyebabkan gagal jantung kongestif sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan dini terhadap hipertensi.

4. Disarankan kepada masyarakat untuk lebih memahami dan melakukan upaya pencegahan terhadap terjadinya CAD dan HHD, serta melakukan pemeriksaan EKG maupun foto toraks dini bagi yang memiliki risiko sehingga angka kejadian gagal jantung kongestif dapat diturunkan.

5. Bagi penelitian selanjutnya disarankan agar lebih memperluas cakupan penelitiannya, khususnya dalam jumlah sampel dan lokasi penelitian sehingga dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran dan kesehatan.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Bakri, S., Lawrence, G.S., 2008. Genetika Hipertensi. Dalam: Lubis, H.R., dkk., eds. 2008. Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH. Medan: USU Press, 19-31.

Braunwald, E., 2005. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper, D.L., et al., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill, 1371.

Cowie, M.R., Dar, Q., 2008. The Epidemiology and Diagnosis of Heart Failure. In: Fuster, V., et al., eds. Hurst’s the Heart. 12th ed. Volume 1. USA: McGraw-Hill, 713

Department of Health and Human Services. 2003. The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. The National Heart, Lung, and Blood Institute, The Executive Committee.

Department of Public Health. 2003. Cardiovascular Health, Nutrition, and Physical Activity Section. Michigan Association for Local Public Health. Available from: 20 Mei 2012].

Dorland, W.A., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doughty, R.M., White, H.D., 2007. Epidemiology of Heart Failure, University of

Auckland New Zealand. Available from: http://spinger.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/978184800


(53)

Efendi, D., 2003. Korelasi Dispersi QT dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri pada

penderita Hipertensi, Universitas Sumatera Utara. Available from:

Maret 2012].

Ellis, H., 2006. The Mediastinum. In: Sugden, M., ed. Clinical Anatomy. 11th ed. UK: Blackwell Publishing, 31.

European Health Journal. 2005. Guidelines for The Diagnosis of Heart Failure. The Task Force on Heart Failure of The European Society of Cardiology. Available from 2012].

Figueroa, M.S., Peters, J.I., 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care, University of Texas Health Science Center. Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. [Accessed 4 April 2012].

Fisher, N.D.L., Williams, G.H., 2005. Hypertensive Vascular Disease. In: Kasper, D.L., et al., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw-Hill, 1466.

Gaziano, T.A., Gaziano, J.M., 2008. Epidemiology of Cardiovascular Disease. In: Fauci, A.S., et al., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill, 1375.

Gopal, M., Karnath, B., 2009. Clinical Diagnosis of Heart Failure, University Boulevard. Available from:


(54)

white.com/memberfile.php?PubCode=hp_dec09_heart.pdf. [Accessed 4 April 2012].

Guyton, A.C., Hall, J.E., 2006. The Heart. In: Schmitt, W., Gruliow, R., eds.

Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 108.

Jessup, M., Brozena, S., 2003. Heart Failure, University of Pennsylvania.

Available from:

Kotchen, T.A., 2008. Hypertensive Vascular Disease. In: Fauci, A.S., et al., eds.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed. USA: McGraw-Hill, 1549-1558.

Lilly, L.S., Williams, G.H., Zamani, P., 2007. Hypertension. In: Lilly, L.S., ed.

Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 311-328.

Malouf, J.F., et al., 2008. Functional Anatomy of the Heart. In: Fuster, V., et al., eds. Hurst’s the Heart. 12th ed. Volume 1. USA: McGraw-Hill, 56 – 70.

Mann, D.L., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci, A.S., et al., eds.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed. USA: McGraw-Hill, 1443.

Manurung, D., 2007. Gagal Jantung Akut. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Setiadi, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 1506.


(55)

Massie, B.M., 2002. Hipertensi Sistemik. Dalam: Gofir, A., dkk., eds. Diagnosis dan Terapi Kedokteran. Jilid 1. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika, 379 – 388.

Panggabean, M.M., 2006. Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Setiadi, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 1639.

Panggabean, M.M., 2006. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Setiadi, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 1503-1504.

Purwohudoyo, S.S., 2005. Sistem Kardiovaskular. Dalam: Rasad, S., ed. Radiologi Diagnostik. Edisi II. Jakarta: Gaya Baru, 165-167.

Pickering, T.G., Ogedegbe, G., 2008. Epidemiology of Hypertension. In: Fuster, V., et al., eds. Hurst’s the Heart. Volume 2. 12th ed. USA: McGraw-Hill, 1551-1565.

Riaz, K., 2012. Hypertensive Heart Disease, Wright State University. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/162449-overview. [Accessed 22 Maret 2012].

Rodeheffer, R.J., Redfield, M.M., 2007. Heart Failure: Diagnosis & Evaluation.

In: Murphy, J.L., Lloyd, M.A., eds. Mayo Clinic Cardiology Concise Textbook. 3rd ed. Canada: Mayo Clinic Scientific Press, 1101-1102.

Scanlon, V.C., Sanders, T., 2007. The Heart. In: Deitch, L.B., Richman, I.H., Sorkowitz, A., eds. Essentials of Anatomy and Physiology. 5th ed. USA: F.A.Davis Company, 274.


(56)

Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 234-242.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons.

Wahyuni, A.R., 2007. Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS). Jakarta: Bamboedoea Communication.

Williams, J.S., Brown, S.M., Conlin, P.R., 2009. Blood-Pressure Measurement,

Massachusetts Medical Society. Available from:

Yogiantoro, M., 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Setiadi, S., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 599.

Yturralde, F.R., Gaasch, W.H., 2005. Diagnostic Criteria for Diastolic Heart

Failure, Department of Cardiovascular Medicine Lahey Clinic Medical

Center. Available from:

http://www.themostbeautifullest.com/smr/files/cards/Dx%20DHF%20-%20Gaasch%20-%20PCD%2047%205.pdf. [Accessed 4 April 2012].


(57)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Merda Waty

Tempat/ Tanggal lahir : Tebing Tinggi/ 31 Maret 1990

Agama : Buddha

Alamat : Jl.Bilal No.39 C, Medan, 20239

Riwayat Pendidikan : 1. TK F.Tandean, Tebing Tinggi (1994 – 1996) 2. SD F.Tandean, Tebing Tinggi (1996 – 2002) 3. SMP F.Tandean, Tebing Tinggi (2002 – 2005) 4. SMA F.Tandean, Tebing Tinggi (2005 – 2008) Riwayat Pelatihan : 1. Seminar dan Workshop Basic Life Support dan

Traumatologi

2. Seminar dan Workshop Terapi Cairan dan Manajemen Luka

Riwayat Organisasi : 1. Bakti Sosial Keluarga Mahasiswa Buddish USU tahun 2011

2. Penyambutan Mahasiswa Baru FK USU tahun 2012

3. Bakti Sosial Keluarga Mahasiswa Buddish USU tahun 2012


(58)

(59)

(60)

(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran 6

Output SPSS

a. Deskripsi Karakteristik Sampel

Statistics

Jenis kelamin

N Valid 200

Missing 0

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki - laki 135 67.5 67.5 67.5

Perempuan 65 32.5 32.5 100.0

Total 200 100.0 100.0

Statistics

Umur

N Valid 200

Missing 0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 20 - 29 2 1.0 1.0 1.0

30 - 39 11 5.5 5.5 6.5

40 - 49 32 16.0 16.0 22.5

50 - 59 74 37.0 37.0 59.5

60 - 69 50 25.0 25.0 84.5

70 - 79 28 14.0 14.0 98.5

80 3 1.5 1.5 100.0

Total 200 100.0 100.0


(5)

Riwayat Hipertensi

N Valid 200

Missing 0

Riwayat Hipertensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 133 66.5 66.5 66.5

Tidak ada 67 33.5 33.5 100.0

Total 200 100.0 100.0

c. Etiologi Gagal Jantung Kongestif

Statistics

Etiologi

N Valid 200

Missing 0

Etiologi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid HHD 36 18.0 18.0 18.0

CAD 82 41.0 41.0 59.0

VHD 20 10.0 10.0 69.0

RHD 4 2.0 2.0 71.0

HHD dan CAD 53 26.5 26.5 97.5

Cardiomiopathy 5 2.5 2.5 100.0

Total 200 100.0 100.0

d. Jenis Pemeriksaan


(6)

Pemeriksaan

N Valid 200

Missing 0

Pemeriksaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid EKG, ekokardiografi, dan foto toraks

71 35.5 35.5 35.5

EKG dan ekokardiografi 20 10.0 10.0 45.5

EKG dan foto toraks 93 46.5 46.5 92.0

Ekokardiografi dan foto toraks

2 1.0 1.0 93.0

EKG 14 7.0 7.0 100.0