Kesiapan Siswa Dalam Menghadapi Dunia Kerja
Hasil sebaran angket, responden mengungkapkan sebesar 60,435 siswa belum mengetahui tentang lapangan pekerjaan yang sebenarnya dan apa yang
harus dilakukan, sedangkan hanya 29,565 siswa yang mengetahui kondisi lapangan pekerjaan yang ada di Industri. Sebanyak 67,977 siswa yang tidak
mengetahui kondisi pekerjaan yang dihadapi atau yang dikerjakan, sehingga siswa akan menjadi kebingungan apa yang harus dilakukan ketika mendapatkan suatu
kondisi pekerjaan. Sebanyak 67,958 siswa kurang mengetahui tentang tuntutan yang harus dipenuhi di Industri sehingga responden berpendapat bahwa kondisi
pekerjaan yang ada di Industri kurang di sosialisasikan dan di jelaskan oleh pihak sekolah kepada para siswa yang menyebabkan rendahnya pengetahuan siswa
tentang lapangan pekerjaan, kondisi pekerjaan dan tuntutan dari Industri. Sebanyak 53,629 siswa kurang memahami mengenai pemeliharaan motor dan
komponen-komponenya, dimana ini mengindikasikan bahwa adanya ketidak sesuaian kompetensi yang diterima di sekolah dengan kompetensi yang ada di
Industri, sehingga perlu adanya kerja sama yang lebih intensif antara sekolah dan pihak Industri, misalnya agar kekurangan-kekurangan yang ada di sekolah bisa di
kurangi. Hasil temuan ini di dukung oleh pendapat Djumhur dan Moh Surya 1996:
80 yang menyatakan: “Memperoleh informasi tentang dunia pekerjaan, dengan demikian murid
dapat membuat penyesuaian antara pemahaman tentang dirinya dengan pekerjaan. Murid akan mempunyai pilihan dan disesuaikan dengan
pemahaman mereka terhadap bakat, sikap, minat dan kecakapan mereka. Murid akan mempunyai cita-cita yang didasarkan pada kemampuan diri
dan kemungkinan yang tersedia”.
Selain itu Dirwanto menyatakan: “7 faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja pada siswa SMK. Faktor-
faktor tersebut adalah 1 faktor kemampuan, 2 faktor citra diri, 3 faktor pendukung, 4 faktor akademis, 5 faktor dasarbawaan, 6 faktor
perilaku, serta 7 faktor cita-cita dan potensi diri”. Berdasarkan hal di atas, bisa dikatakan siswa belum mampu memenuhi
kriteria dari kesiapan kerja, sebagian siswa mereka menyatakan prakerin yang mereka laksanakan hanyalah melakukan pekerjaan ringan yang sifatnya
membantu mekanik saja, dengan kata lain siswa belum memahami apa saja yang harus dilakukan agar tercipta pada diri siswa untuk siap bekerja, yang mungkin
bisa disebabkan oleh rendahnya motivasi, minat, kemampuan, usaha belajar dari siswa, pengajar yang kurang kreatif dalam proses pembelajaran, kondisi
psikologis siswa dan lingkungan. Rendahnya kesiapan siswa dalam kreatifitas pada kriteria istimewa,
diduga karena rendahnya kesungguhan mereka untuk menggali informasi teknologi di industri yang mana menuntut kreasi mereka untuk berinovasi,
rendahnya partisipasi mereka pada program keahlian dan setiap kegiatanaktivitas yang erat kaitannya dengan kreasi di industri. Selain itu, karena mereka hanya
merespon stimulus yang sesuai dengan mereka. Hal ini senada dengan peniyataan Bimo Walgito 1987: 57 yang mengatakan bahwa: ...tidak
semua stimulus akan direspon oleh individu, respon diberikan terhadap stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik individu.
Melihat beragamnya sikap bekerja yang dimiliki siswa, diduga karena tiap siswa melakukan aktivitaspekerjaan yang sama, sehingaa akan
timbul rasa sukasenang terhadap bidang pekerjaan yang menghasilkan sikap yang hampir sama pula. Hal ini senada pula dengan salah satu komponen
yang diungkapkan oleh Marat 1984: 13 bahwa, sikap memiliki Komponen Konasi yaitu Komponen ini memungkinkan individu memiliki kecenderungan
untuk berprilaku terhadap obyek sikap, cenderung mendekati, memuji atau bertindak positif terhadap suatu obyek. Sebaliknya, individu yang memiliki sifat
negatif terhadap suatu obyek cenderung menjauhi, menolak atau menentangnya.