Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Pemasaran Ubi Kayu di Kabupaten Lampung Tengah

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF TECHNICAL EFFICIENCY, INCOME AND MARKETING OF CASSAVA IN THE MIDDLE LAMPUNG REGENCY

By

Fadhlina Sosiawati

This study aimed to analyze : (1) technical efficiency of cassava farming, (2) determine the factors that influenced technical efficiency, (3) determine the amount of cassava farming, (4) marketing efficiency of cassava, (5) Supply chain management of cassava in the Lampung Province. The research was carried out in the Middle Lampung Regency in June - in July 2014. The location of the research was carried out in the Subdistrict of Bandar Mataram and Subdistrict of Terusan Nyunyai that were taken deliberately as production centres of cassava in the Middle Lampung Regency. The total of respondents of 99 cassava farmers were selected using simple random sampling. The sample of the trader was obtained by using the technique snowball sampling. The first purpose was answered by using frontier production function, the second purpose using multiple linear regressing analysis and the third purpose was answered by using income analysis, the fourth purpose marketing efficiency, the fifth purpose the analysis of the supply chain management. Results of the research showed that (1) Cassava farming in Middle Lampung Regency was not technically efficient with the technical efficiency of 72.6 %, (2) the factors that significantly influence the technical efficiency of cassava farming in Middle Lampung Regency were cassava farming the age, the area of the land, and the experience farming, (3) cassava farming in Middle Lampung Regency was profitable with the R/C value of 2.09 and income of Rp. 11.745.714,33/ha, (4) cassava marketing system in Middle Lampung Regency has transmission elasticity of 0,96 (ET < 1), that the structure of the market of cassava in Middle Lampung Regency is formed is not perfectly competitive, that there is a power marketing system so oligopsoni manioc in Middle Lampung Regency lasts is inefficient. (5) the management of the chain of the supplier of cassava in the Middle Lampung Regency has been good, was seen from the perpetrators of the chain of the supplier that played a role that is the cassava farmer and the tapioca factory who had partnership relations with the chain channel of the supplier that was short that is the cassava farmer that immediately sold to the tapioca factory.


(2)

ABSTRAK

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, PENDAPATAN DAN PEMASARAN UBI KAYU DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

Fadhlina Sosiawati

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) efisiensi teknis usahatani ubi kayu, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis, (3) pendapatan usahatani ubi kayu, (4) efisiensi pemasaran ubi kayu, (5) manajemen rantai pasok ubi kayu di Provinsi Lampung. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Juni - Juli 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bandar Mataram dan Kecamatan Terusan Nyunyai yang diambil secara sengaja sebagai sentra produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Jumlah sampel adalah 99 petani yang diambil secara acak sederhana. Sampel pedagang didapatkan dengan menggunakan tehnik snowball sampling. Data dianalisis dengan menggunakan fungsi produksi frontier, regresi linier berganda, analisis pendapatan, efisiensi pemasaran, dan analisis manajemen rantai pasok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tingkat efisiensi teknis ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah rata-rata sebesar 72,6 %, (2) faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis usahatani ubi kayu adalah umur, luas lahan, dan

pengalaman berusahatani (3) Keuntungan total yang diperoleh sebesar Rp 11.745.714,33 per hektar atau nisbah R/C sebesar 2,09, (4) sistem pemasaran

ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah mempunyai nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,96 (ET <1), bahwa struktur pasar ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah yang terbentuk adalah bersaing tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan oligopsoni sehingga sistem pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah berlangsung secara tidak efisien, (5) manajemen rantai pasok ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah sudah baik, dilihat dari pelaku rantai pasok yang berperan yaitu petani ubi kayu dan pabrik tapioka yang mempunyai hubungan kemitraan dengan saluran rantai pasok yang pendek yaitu petani ubi kayu yang langsung menjual ke pabrik tapioka.


(3)

(4)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, PENDAPATAN DAN PEMASARAN UBI KAYU DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Tesis)

Oleh Fadhlina Sosiawati

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 17 Desember 1989, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Edy Sariffudin A.Ma.T dan Ibu Hj. Dra. Ida Yulisnawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi Bandar Lampung pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Rawalaut Bandar Lampung lulus pada tahun 2001, pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan menegah pertama di SMP Al-Kautsar, dan menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMAN 10 Bandar Lampung pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Universitas Lampung sebagai Mahasiswa program studi Hortikultura jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian melalui jalur PKAB yang kemudian pada tahun 2008 diintegrasikan program studi ke agroteknologi dan menyelesaikan kuliah pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan kuliah kembali di Pascasarjana Magister


(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Kupersembahkan karya sederhana penuh perjuangan dan kesabaran ini sebagai ungkapan sayangku dan baktiku kepada :

Ayah tercinta dan ibu tersayang yang selalu mencurahkan rasa sayang tanpa henti, yang selalu mengajari bagaimana menjadi manusia yang berbakti, serta dalam doa dan sujud selalu menantikan keberhasilanku

dengan sabar dan pengertian.

Kakak dan adik-adik tersayang serta semua keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian, pengorbanan dan dorongan semangat yang tulus, serta persaudaraan yang tak tergantikan.


(10)

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan karunia, rahmat, dan nikmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan Tesis berjudul “Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan, dan Pemasaran Ubi Kayu Di Kabupaten Lampung Tengah”.

Dalam penyelesaian Tesis ini Penulis mendapatkan banyak bantuan, saran dan motivasi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S., selaku Dosen Pembimbing utama dan Ketua Jurusan Pascasarjana Magister Agribisnis yang selalu bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan berbagai sumbangan pemikiran kepada Penulis.

2. Dr. Ir. Fembriarti Erry Pramatiwi, M.S., selaku Dosen Pembimbing II, yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan berbagai sumbangan pemikiran kepada Penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Pembahas dan Dekan Fakultas Pertanian yang telah memberikan semangat, saran dan nasehat yang telah diberikan kepada Penulis.

4. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala saran dan nasehat yang diberikan kepada Penulis.


(11)

6. Ayah dan ibu tercinta, kakak Pipit, Olan, Oca dan keponakan tersayang Nugie dan semua keluarga besarku atas rasa sayang, doa, perhatian, pengertian, pengorbanan, dan dorongan semangat yang tulus, serta persaudaraan yang tak tergantikan.

7. Abimanyu Pramudya Putra, S.Pi yang selalu meluangkan waktu, memberikan perhatian, rasa sayang, pengertian, doa, dan dorongan semangat.

8. Teman-teman Pascasarjana Magister Agribisnis 12 : Pak Suarno Sadar, Pak Desmon, Kak Erfano, Kak Rio, Mbak Ine, Mbak Yanti, Mbak Siska, Mbak Lidya, Mbak Dina, Mbak Hilmi, Mbak Ari, Mbak Lia, Mbak Dyah, Mbak Dian, Mbak Eka, atas semangat dan doanya selama penyelesaian penelitian. 9. Ir. Kus Hendarto, M.S., Annisa Ayu Fitri, S.P., Suvy Ethikasari, S.P.,

Hasyiatun Yulia, S.P., Fabyan Tusya Ariel, S.P., dan Reksa yang telah membantu dan memberi semangat serta dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini.

10. Keluarga besar Pascasarjana Magister Agribisnis, mbak Ayi, mbak Iin, mas Boim, mas Bukhori dan seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian selama ini.

Bandar Lampung, 9 Januari 2015


(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 12

2.1 Tinjauan Pustaka ... 12

2.1.1 Ubikayu ... 12

2.1.2 Agroindustri ubikayu ... 15

2.1.3 Teori Produksi ... 17

2.1.4 Konsep efisiensi produksi ... 23

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis ... 30

2.1.6 Teori usahatani ... 32

2.1.7 Konsep pendapatan usahatani ... 33

2.1.8 Konsep efisiensi pemasaran ... 36

2.1.9 Rantai pasok ... 38

2.2 Kajian Penelitian Terdahulu ... 44

2.3 Kerangka Pemikiran ... 47


(13)

ii

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 50

3.1 Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 50

3.2 Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 56

3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 58

3.4 Metode Analisis Data ... 59

3.4.1 Analisis efisiensi teknis ... 59

3.4.2 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis ... 61

3.4.3 Analisis pendapatan usahatani ubikayu ... 64

3.4.4 Analisis pemasaran... 65

3.4.4.1 Pangsa pasar ... 66

3.4.4.2 Margin pemasaran dan ratio profit margin ... 67

3.4.4.3 Analisis koefisien korelasi harga ... 68

3.4.4.4 Elastisitas transmisi harga ... 68

3.4.4.5 Saluran pemasaran ... 70

3.4.5 Analisis manajemen rantai pasok ... 70

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 74

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah ... 74

4.1.1 Letak geografi dan luas wilayah ... 74

4.1.2 Keadaan penduduk ... 75

4.1.3 Luas lahan dan potensi lahan ... 76

4.2 Keadaan Umum Kecamatan Bandar Mataram dan Kecamatan Terusan Nyunyai ... 79

4.2.1 Letak geografi dan luas wilayah ... 79

4.2.2 Luas lahan dan potensi ... 80

4.2.3 Sarana dan Prasarana ... 87

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 90

5.1 Keadaan Umum Responden ... 90

5.1.1 Umur petani responden ... 90

5.1.2 Tingkat pendidikan petani responden ... 91

5.1.3 Jumlah tanggungan keluarga ... 92

5.1.4 Pengalam berusahatani ... 92


(14)

iii

5.1.6 Luas lahan dan status penguasaan lahan ... 94

5.1.7 Permodalan petani responden ... 94

5.2 Keragaan Usahatani ... 95

5.2.1 Pola tanam ... 95

5.2.2 Budidaya ubikayu ... 96

5.3 Penggunaan sarana produksi ... 98

5.3.1 Penggunaan bibit ... 98

5.3.2 Penggunaan pupuk ... 99

5.3.3 Penggunaan obat-obatan ... 100

5.4 Penggunaan tenaga kerja ... 100

5.5 Penggunaan peralatan ... 101

5.6 Produksi usahatani ubikayu ... 102

5.7 Efisiensi produksi usahatani ubikayu ... 103

5.7.1 Hasil pendugaan fungsi produksi frontier ... 103

5.7.2 Efisiensi teknis usahatani ubikayu ... 105

5.7.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis .... 107

5.8 Analisis biaya dan pendapatan usahatani ubikayu ... 112

5.9 Efisiensi pemasaran ... 114

5.9.1 Pangsa produsen ... 117

5.9.2 Marjin pemasaran dan rasio profit marjin (RPM) ... 118

5.9.3 Analisis koefisien korelasi harga ... 119

5.9.4 Analisis elastisitas transmisi harga ... 120

5.9.5 Saluran pemasaran ... 121

5.10 Analisis manajemen rantai pasok ... 123

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 125

6.1 Kesimpulan ... 125

6.2 Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127


(15)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu

di Indonesia, 2012 ... 2 2 Produksi tanaman ubi kayu menurut Kabupaten/Kota ... 3 3 Harga rata-rata bulanan komoditas ubi kayu di Kabupaten

Lampung Tengah ... 5 4 Varietas/klon ubi kayu unggulan ... 13 5 Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten

Lampung Tengah ... 76 6 Luas lahan munurut penggunaan ... 77 7 Luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu

di Kabupaten Lampung Tengah ... 78 8 Luas lahan, pertanian bukan sawah menurut jenis lahan

di Kecamatan Bandar Mataram ... 81 9 Potensi lahan pertanian di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 82 10 Keadaan wilayah di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 83 11 Luas tanam, luas panen, dan produksi ubi kayu

di Kecamatan Bandar Mataram ... 84 12 Luas tanam, luas panen, dan produksi ubi kayu

di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 85 13 Komoditas utama pertanian tanaman pangan dan hortikultura

Di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 86 14 Direktori industri besar dan sedang di Kecamatan


(16)

v

15 Jumlah sarana dan prasarana kelembagaan penunjang di

Kecamatan Terusan Nyunyai ... 88

16 Direktori industri besar dan sedang di Kecamatan Terusan Nyunyai ... 89

17 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan umur produktif secara ekonomi ... 90

18 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan tingkat pendidikan ... 91

19 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan jumlah tanggungan keluarga ... 92

20 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan pengalaman berusahatani ... 93

21 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan pekerjaan sampingan ... 93

22 Sebaran petani responden ubi kayu berdasarkan luas lahan ... 94

23 Rata-rata penggunaan bibit per usahatani dan per hektar... 98

24 Rata-rata penggunaan pupuk per usahatani dan per hektar dalam satu kali musim tanam ... 99

25 Penggunaan tenaga kerja rata-rata per usahatani dan per hektar dalam satu musim tanam usahatani ubi kayu ... 101

26 Rata-rata nilai penyusutan peralatan untuk usahatani ubi kayu ... 102

27 Sebaran produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung tengah ... 103

28 Hasil pendugaan koefisien regresi fungsi produksi frontier ... 104

29 Sebaran tingkat efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 106

30 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 107

31 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 108

32 Analisis pendapatan usahatani ubi kayu ... 113

33 Analisis marjin pemasaran ubi kayu ... 119


(17)

vi

35 Identitas petani ubi kayu ... 130

36 Penyusutan alat pertanian ... 132

37 Sarana dan prasarana usahatani ubi kayu ... 140

38 Rata-rata penggunaan tenaga kerja ... 160

39 Keuntungan usahatani ubi kayu ... 166

40 Pendapatan usahatani ubi kayu ... 172

41 Analisis pendapatan usahatani ubi kayu ... 173

42 Data olahan analisis efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 175

43 Analisis efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 177

44 Hasil T-test efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 180

45 Hasil output analisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu ... 181

46 Hasil uji White Heteroskedastisitas ... 194

47 Analisis regresi dan korelasi harga ubi kayu ... 195

48 Data olahan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis ... 196


(18)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Persentase produksi ubi kayu per kabupaten/kota ... 2

2 Agroindustri ubi kayu ... 16

3 Hubungan antara produksi total (PT), produksi marginal (PM), produksi rata-rata (PR), dan elatisitas produksi (EP) ... 20

4 Ukuran efisiensi menurut Farrel ... 24

5 Fungsi produksi frontier ... 26

6 Senjang produktivitas model Gomez ... 31

7 Direct Supply Chain ... 40

8 Extended Supply Chain ... 40

9 Ultimate Supply Chain ... 40

10 Kerangka Pemikiran ... 49

11 Pola tanam ubi kayu ... 96


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan, ubi kayu merupakan penyangga pangan yang andal. Dalam sistem ketahanan pangan, ubi kayu tidak hanya berperan sebagai penyangga pangan tetapi juga sebagai sumber pendapatan rumah tangga petani. Menurut Direktorat Jendral Tanaman Pangan (2014) menyatakan bahwa sebanyak 2,5 milyar penduduk di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menggunakan ubi kayu sebagai bahan pangan, pakan, industri dan sumber pendapatan, terutama yang berpendapatan rendah.

Menurut BPS (2012), lima sentra produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun 2012 yaitu Provinsi Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatra Utara. Provinsi Lampung merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di

Indonesia, karena didukung oleh iklim dan ketersediaan faktor produksi terutama lahan yang masih sangat besar di Provinsi Lampung. Di tahun 2012, produksi ubi kayu di Provinsi Lampung mencapai 8.387.351 ton atau setara dengan 34,69% dari total produksi ubi kayu Indonesia (Tabel 1).


(20)

Tabel 1. Luas panen, produktivitas dan produksi ubi kayu di Indonesia, 2012 Provinsi Luas Panen

(ha) Produktivitas (ku/ha) Produksi (ton) Kontribusi Nasional (%)

Lampung 324.749 258,27 8.387.351 34,69

Jawa Timur 189.982 223,50 4.246.028 17,56 Jawa Tengah 176.849 217,61 3.848.462 15,92 Jawa Barat 100.159 212,77 2.131.123 8,81 Sumatera Utara 38.749 302,34 1.171.520 4,85 Provinsi Lainnya 299.200 146,82 4.392.888 18,17

Indonesia 1.129.688 214,02 24.177.372 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012

Menurut BPS (2012), sentra produksi ubi kayu di Provinsi Lampung terletak di Kabupaten Lampung Tengah. Produksi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah 3,37 juta ton atau setara dengan 40,20% dari total produksi ubi kayu Provinsi Lampung. Daerah lainnya yang berpotensi dalam pengembangan ubi kayu adalah Lampung Utara (1,36 juta ton), dan Lampung Timur (1,24 juta ton). Persentase produksi ubi kayu per kabupaten/kota di Provinsi Lampung 2012 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Persentase produksi ubi kayu per kabupaten/kota di Provinsi Lampung (BPS, 2012) Lampung Selatan 2,56% Lampung Timur 14,75% Lampung Tengah; 40.20% Lampung Utara; 16.18% Way Kanan 4,46% Tulang Bawang 6,35% Tulang Bawang Barat 12,62% Kab/Kota Lainnya 2,89%


(21)

Menurut BPS (2012), produksi ubi kayu di Provinsi Lampung setiap tahun mengalami fluktuasi. Produksi ubi kayu tertinggi dicapai pada tahun 2011 yaitu sebesar 9.193.676 ton dan tahun 2012 produksi mengalami penurunan sebesar 8,8% menjadi 8.387.351 ton ubi kayu. Artinya pada tahun 2012 dengan produksi sebesar 8.387.351 ton ubi kayu dengan luas lahan 324.749 ha, produktivitas ubi kayu di Provinsi Lampung sebesar 25,8 ton/ha. Produksi tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2008 - 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota (ton) (2008-2012)

No Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012

01 Lampung Barat 9.946 13.298 13.298 14.863 13.680 02 Tanggamus 35.360 19.206 19.206 16.396 12.270 03 Lampung Selatan 126.972 136.602 138.416 283.225 214.730 04 Lampung Timur 932.307 897.411 1.058.097 1.360.303 1.236.925

05 Lampung Tengah 2.766.611 2.793.383 3.287.511 3.183.153 3.371.618

06 Lampung Utara 1.209.858 1.231.960 1.293.039 1.281.005 1.357.275 07 Way Kanan 324.188 389.868 384.706 388.290 373.832 08 Tulang Bawang 2.253.182 2.023.958 844.058 847.575 532.395 09 Pesawaran 55.485 43.460 53.976 76.833 71.001

10 Pringsewu 0 0 26.882 19.125 12.850

11 Mesuji 0 0 322.629 301.219 126.661

12 Tulang Bawang Barat 0 0 1.189.859 1.416.060 1.058.194 13 Bandar Lampung 3.986 3.802 3.802 3.579 3.390

14 Metro 3.987 2.115 2.115 2.050 2.530

Provinsi Lampung 7.721.882 7.555.063 8.637.594 9.193.676 8.387.351


(22)

Kabupaten Lampung Tengah sebagai sentra produksi ubi kayu terbesar

mempunyai peran yang cukup besar dalam perekonomian Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung dan Nasional. Perekonomian yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan distribusi pemasaran. Saluran pemasaran yang baik dapat menjamin ketersediaan produk yang dibutuhkan masyarakat. Tanpa adanya distribusi, produsen akan mengalami kesulitan untuk memasarkan produknya dan konsumen harus berusaha keras mendapatkan produsen untuk menikmati

produknya. Produksi ubi kayu terbesar yang dihasilkan di Kabupaten Lampung Tengah belum diikuti dengan pengelolaan distribusi pemasaran yang baik sehingga penyampaian produk dari produsen ke konsumen belum efektif dan efisien. Distribusi pemasaran harus dikelola dengan baik untuk memudahkan penyampaian produk dari produsen kepada konsumen secara efektif dan efisien (Hasyim. 2012).

Peningkatan perbaikan distribusi pemasaran sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Distribusi pemasaran yang baik dapat membantu petani dalam mendorong perkembangan produk dan mengurangi biaya exchange layanan, penyimpanan dan transportasi, dengan demikian mengurangi gap antara petani dan harga konsumen untuk keuntungan dari pihak lain (Tabel 3). Perbedaan harga di tingkat petani, pengumpul dan konsumen menandakan bahwa distribusi pemasaran masih belum efektif dan efisien sehingga penyampaian produk dari produsen kepada konsumen masih sulit dipasarkan dan harga tiap tingkat pelaku pemasaran berfluktuatif.


(23)

Tabel 3. Harga rata-rata bulanan komoditi ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah

Bulan Harga Tingkat (Rp/Kg)

Petani Pengumpul Konsumen

Januari 467 528 613

Februari 510 570 655

Maret 578 643 728

April - - -

Mei - - -

Juni 775 780 785

Juli 771 776 781

Agustus 766 785 796

September 780 795 810

Oktober 775 788 803

November 772 780 800

Desember 780 800 808

Rata-rata 689 708 758

Sumber. Ditjen PPHP, Tahun 2011

Di Indonesia, sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Kemampuan sektor pertanian berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB), dalam penyerapan tenaga kerja dan penciptaan kesempatan kerja/usaha dalam peningkatan pendapatan masyarakat, serta sebagai sumber perolehan devisa. Sektor pertanian seyogyanya tidak lagi hanya berperan sebagai aktor pembantu bagi pembangunan nasional, tetapi harus menjadi pemeran utama yang sejajar dengan sektor industri dan lainnya (Lokollo.2012).

Petani ubi kayu di Lampung Tengah masih belum jelas dalam memasarkan produknya. Hasil panen dipasarkan melalui pedagang pengumpul maupun eceran sehingga penyampaian produk tidak dapat langsung diterima oleh konsumen dan pendapatan dari hasil penjualan masih kurang memuaskan, Apabila dilihat dari tingkat harga di tingkat petani, pengumpul hingga konsumen, petani hanya


(24)

konsep Supply Chain Management dalam memenuhi permintaan konsumen akan produk pertanian, baik permintaan sebagai bahan baku untuk agroindustri maupun permintaan produk segar yang langsung dikonsumsi. Penerapan aplikasi Supply Chain Management dalam pertanian akan meningkatkan efisiensi di setiap lini dan rantai, sehingga para pelaku rantai pasok dapat memperoleh manfaat mulai dari hulu sampai ke hilir atau konsumen akhir.

Manajemen rantai pasok atau Supply Chain Management (SCM) penting untuk diterapkan agar keberlangsungan produksi ubi kayu dapat tercapai sehingga pada akhirnya dapat turut serta berkontribusi dalam menunjang ketahanan pangan. Melalui pengaturan rantai pasok ubi kayu yang baik, diharapkan pasokan ubi kayu dapat terjamin sehingga kontinuitas produksi dapat berlangsung dan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.

Penerapan SCM pada rangkaian pasokan berbagai produk dapat memiliki strategi yang berbeda-beda demi memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumennya. Supply Chain Management bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan/surplus keseluruhan rantai pasokan. Semakin besar keuntungan yang diperoleh pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah rantai pasokan secara keseluruhan, semakin sukses pula rantai pasokan tersebut (Zahra. 2011). Diharapkan penerapan SCM dapat meningkatkan pendapatan para petani ubi kayu, dan juga meningkatkan pendapatan para pihak yang terkait sepanjang rantai pasokan.


(25)

Rantai pasokan yang telah ada perlu dianalisa dan dilakukan dengan baik dalam upaya memperbaiki rantai pasok ubi kayu. Perbaikan rantai pasok yang ada diawali dengan kegiatan penentuan strategi rantai pasok. Pengidentifikasian pihak-pihak yang terlibat sepanjang rantai pasok perlu dilakukan agar struktur rantai pasok ubi kayu dapat disusun.

1.2 Perumusan Masalah

Ubi kayu merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang

potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kabupaten Lampung Tengah sebagai salah satu sentra produksi ubi kayu seharusnya mampu memberikan keuntungan bagi petani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Permasalahan umum dalam usahatani ubi kayu adalah produktivitas dan pendapatan yang rendah.

Produktivitas ubi kayu setiap tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 produktivitas ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah mengalami penurunan. Produktivitas ubi kayu tahun 2012 hanya sebesar 24,71 ton/ha, sedangkan menurut BPTP (2008) ubi kayu yang ditanam dengan jarak tanam double row mampu menghasilkan ubi kayu 50-60 ton/ha. Hasil produksi ubi kayu yang dihasilkan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012 menunjukkan bahwa produktivitas ubi kayu Provinsi Lampung dibandingkan produktivitas potensial ubi kayu belum maksimal.

Rendahnya produktivitas ubi kayu belum dapat memberikan pendapatan yang sesuai bagi petani ubi kayu. Tingkat produksi ubi kayu yang rendah sebagai indikator usahatani ubi kayu belum efisien. Dalam budidaya ubi kayu,


(26)

faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu merupakan hal penting yang harus

diperhatikan. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana efisiensi produksi usahatani ubi kayu dan apa faktor-faktor yang mempemgaruhinya.

Rendahnya produktivitas akan mengakibatkan pendapatan yang diterima petani rendah. Faktor yang mempengaruhi pendapatan petani adalah harga penjualan ubi kayu tiap tahunnya berfluktuatif. Pembentukkan harga ubi kayu ditentukan oleh penjual dan pembeli melalui proses negoisasi sehingga terjadi harga yang sangat berfluktuatif dan merupakan ketidakpastiaan yang harus dihadapi pada saat panen (Hasyim. 2012). Hal ini disebabkan oleh karakteristik ubi kayu yang tidak tahan lama sehingga mendorong petani untuk segera menjualnya yang berakibat posisi tawar petani menjadi rendah dan belum efisiensinya pemasaran. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji pendapatan usahatani ubi kayu.

Kendala dalam pengembangan pemasaran ubi kayu adalah ketidakpastian pasokan ubi kayu sebagai bahan baku untuk agroindustri maupun permintaan produk segar yang langsung dikonsumsi. Disamping itu permasalahan pasar ubi kayu yang belum jelas menjadi salah satu kendala pengembangan usahatani ubi kayu. Rantai tata niaga ubi kayu yang selama ini ada lebih menguntungkan bagi beberpa pihak yang terlibat di dalamnya, dan seringkali para petani penanam ubi kayu justru mengalami kerugian. Harga ubi kayu seringkali berfluktuasi, sehingga harganya jatuh dan posisi tawar yang rendah yang membuat para petani tetap harus menjualnya walaupun dengan harga yang rendah.


(27)

Permasalahan rendahnya harga jual petani diperlukan penerapan rantai pasok yang baik dan tepat sangat diharapkan untuk dianalisa agar hasil produksi ubi kayu jelas pemasarannya dan harga yang diterima petani memuaskan. Rantai pasokan ubi kayu yang ada selama ini belum terorganisasi dengan baik., sehingga

menguntungkan pihak tertentu saja. Informasi harga jual, karakteristik bahan baku ubi kayu, bahan setengah jadi perlu digali sebagai salah satu dasar saat melakukan perbaikan rancangan rantai pasokan ubi kayu.

Rancangan rantai pasok perlu diperbaiki untuk memaksimalkan keuntungan keseluruhan rantai pasokan. Diharapkan penerapan rantai pasok dapat meningkatkan pendapatan para petani ubi kayu, dan juga meningkatkan pendapatan para pihak yang terkait sepanjang rantai pasokan. Selain itu, rancangan rantai pasok penting untuk diterapkan agar keberlangsungan

agroindustri ubi kayu dapat tercapai dan melalui pengaturan rantai pasok ubi kayu yang baik, pasokan bahan baku, bahan setengah jadi dan bahan jadi dalam

agroindustri ini dapat terjamin sehingga kontinuitas produksi dapat berlangsung dan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi.

Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian, mengenai aspek produksi, pendapatan usahatani, dan manajemen rantai pasok , sehingga akan didapatkan suatu gambaran menyeluruh mengenai keragaan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah. Dengan demikian petani diharapkan akan mempunyai motivasi dan tingkat teknologi produksi yang optimal dalam upaya memperbaiki usahatani ubi kayu yang lebih baik. Akhirnya sasaran dalam rangka pengembangan tanaman ubi kayu di Kabupaten Lampung


(28)

Tengah, baik untuk tujuan pendayagunaan petani dan pelaku tataniaga ubi kayu, serta untuk tujuan peningkatan pendapatan daerah tercapai.

Berdasarkan uraian diatas dapat diidentifikasikan beberapa masalah, yaitu :

1) Apakah penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah telah efisien secara teknis ?

2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah ?

3) Bagaimana pendapatan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah ? 4) Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung

Tengah?

5) Bagaimana manajemen rantai pasok ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menganalisis tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah,

2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah,

3) Menganalisis pendapatan usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah, 4) Menganalisis efisiensi pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah, 5) Mengkaji manajemen rantai pasok ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah.


(29)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1) Petani, sebagai bahan masukan dalam pengelolaan usahatani ubi kayu. 2) Dinas atau instansi terkait yaitu sebagai bahan informasi dalam merumuskan

kebijakan sebagai usaha peningkatan produksi dan pengembangan usahatani tanaman ubi kayu.

3) Peneliti lainnya sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk peneliti sejenis.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Ubi kayu

Ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat tumbuh dan

berproduksi pada lingkungan dimana tanaman pangan yang lain seperti padi dan jagung tidak dapat. Meskipun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan menghasilkan umbi dengan baik, ubi kayu menghendaki kondisi lingkungan tertentu, baik kondisi lingkungan di atas permukaan tanah (iklim) maupun di bawah permukaan tanah.

Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan maupun bahan dasar berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi kayu harus disesuaikan untuk peruntukannya. Di daerah dimana ubi kayu dikonsumsi secara langsung untuk bahan pangan diperlukan varietas ubi kayu yang rasanya enak dan pulen dan

kandungan HCN rendah. Berdasarkan kandungan HCN ubi kayu dibedakan menjadi ubi kayu manis/tidak pahit, dengan kandungan HCN < 40 mg/kg umbi segar, dan ubi kayu pahit dengan kadar HCN ≥ 50 mg/kg umbi segar. Kandungan HCN yang tinggi dapat menyebabkan keracunan bagi manusia maupun hewan, sehingga tidak

dianjurkan untuk konsumsi segar. Untuk bahan tape (peuyem) para pengrajin suka umbi ubi kayu yang tidak pahit, rasanya enak dan daging umbi berwarna kekuningan seperti varietas lokal Krentil, Mentega, atau Adira-1. Tetapi untuk industri pangan


(31)

yang berbasis tepung atau pati ubi kayu, diperlukan ubi kayu yang umbinya berwarna putih dan mempunyai kadar bahan kering dan pati yang tinggi. Untuk keperluan industri tepung tapioka, umbi dengan kadar HCN tinggi tidak menjadi masalah karena bahan racun tersebut akan hilang selama pemrosesan menjadi tepung dan pati,

misalnya UJ-3, UJ-5, MLG-4, MLG-6 atau Adira-4 (Sundari, 2010).

Teknologi budidaya ubi kayu yang harus diperhatikan antara lain bahan tanam atau penggunaan bibit unggul, sistem tanam, dan pemupukan. Tanaman ubi kayu sebagian besar dikembangkan secara vegetatif yakni dengan setek. Hasil kajian BPTP

Lampung bahwa penggunaan varietas UJ-5 mampu berproduksi tinggi dan juga memiliki kadar pati yang tinggi. Beberapa varietas atau klon ubi kayu yang banyak di tanam antara lain dapat dilhat pada Tabel 4.

Tabel 4. Varietas/klon ubi kayu unggulan

Varietas/Klon Umur (bulan)

Kadar Pati (%)

Produktivitas

(ton/ha) Sistem Tanam

UJ-3

(Thailand) 8 – 10 25 -30 35 -40 Rapat (70x80 cm) UJ-5

(Cassesart) 10 – 12 39 -36 45 – 60 Double row Malang-6 9 -10 25 -32 35 -38 Rapat (70x80 cm)

Barokah

(Lokal) 9 -10 25 -30 35 -40 Double row


(32)

Sistem tanam ubi kayu double row dapat menggunakan bibit lebih sedikit yakni 11.700 tanaman dibandingkan dengan sistem tanaman petani biasa dengan jumlah bibit 17.800 tanaman. Rata-rata produktivitas ubi kayu yang ditanam dengan jarak tanam rapat dapat menghasilkan produktivitas sebesar 18-22 ton/ha dan dengan sistem double row mampu menghasilkan ubi kayu sebesar 45-55 ton/ha.

Menurut BPTP (2008) dosis pemupukan an-organik per ha yang dianjurkan adalah 200 kg urea + 150 kg SP36 + 100 kg KCl dan 5 ton pupuk kandang. Pada musim tanam berikutnya dosis pupuk kandang dikurangi menjadi 3 ton/ha. Pemupukan urea dilakukan 2 kali yakni pada umur 1 bulan dan 3 bulan, sedangkan SP36 dan KCl diberikan 1 kali pada umur 1 bulan setelah tanam. Pemberian pupuk kandang dilakukan pada sekitar perakaran pada umur 2 minggu setelah tanam.

Secara umum pengolahan pascapanen ubi kayu digunakan untuk membuat tepung tapioka, tepung kasava, kue, mie, dan lain-lain. Dari produk antara berupa tepung dan pati ubi kayu dapat dikembangkan berbagai produk industri baik melalui proses dehidrasi, hidrolisis, maupun fermentasi. Sebagai bahan baku industri, jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil tinggi, kadar bahan kering dan kadar pati tinggi, dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Secara umum, jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil dan kadar pati tinggi, dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Sebagai bahan baku industri, kadar HCN yang tinggi tidak menjadi masalah karena sebagian besar HCN akan hilang pada proses pencucian, pemanasan maupun pengeringan.


(33)

2.1.2 Agroindustri ubi kayu

Agroindustri adalah kegiatan yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Ubi kayu saat ini sudah digunakan sebagai komoditas agroindustri, seperti produk tepung tapioka, industri fermentasi, dan berbagai industri makanan. Menurut Rukmana (1997) Pasar potensial tepung tapioka antara lain Jepang dan Amerika Serikat. Tiap tahun kedua Negara tersebut mengimpor + 1 juta ton produk tepung, terdiri atas 750.000 ton tepung tapioka dan 250.000 ton tepung lainnya. Di samping tepung tapioka, produk gaplek, chips, dan pelet juga berpeluang untuk diekspor. Produk gaplek dapat diolah menjadi chips dan pellet. Kedua jenis produk olahan ubi kayu tersebut potensial dijadikan komoditas ekspor.

Ubi kayu sebagai bahan baku industri, umbi ubi kayu juga dapat diolah menjadi berbagai produk antara lain tapioka, glukosa, fruktosa, sorbitol, high fructose syrup (HFS), dektrin, alcohol, etanol, asam sitrat dan monosodium glutamate. Selain itu, ampas tepung tapioka dijadikan sebagai bahan baku untuk obat nyamuk bakar.

Pengolahan sebagai salah satu subsistem dalam agribisnis merupakan suatu alternatif terbaik untuk dikembangkan. Dengan kata lain, pengembangan industri pengolahan diperlukan guna terciptanya keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri. Industri pengolahan (agroindustri) akan mempunyai kemampuan yang baik jika kedua sektor tersebut diatas memiliki keterkaitan yang sangat erat baik keterkaitan kedepan (forward linkage) maupun kebelakang (backward linkage) (Soekartawi, 1991).


(34)

Gambar 2 . Agroindustri ubi kayu (BPTP, 2008)

Pertanian Agroindustri Konsumen

UBI KAYU

UBI KAYU

Daging

Industri Pakan Ternak Tapioka Onggok Ellot Dextrin Gula Glukosa Gula Fruktosa

Industri Makanan dll

Industri Pakan Ternak Industri Obat Nyamuk Industri Tekstil, farmasi Industri Makanan Industri Makanan Industri Kimia Industri Makanan Industri Kimia Industri Makanan Industri Pakan Ternak

Industri Pakan Ternak Industri Makanan Industri Makanan Ethanol Asam Organik Senyawa Kimia Lain Gaplek Sawut Tape Pelet Tepung Kasava


(35)

2.1.3 Teori produksi

Menurut Mubyarto (1989), produksi merupakan suatu proses merubah faktor produksi (input) menjadi barang (output). Produksi diartikan sebagai suatu proses pengkombinasian penggunaan input, faktor produksi, sumber daya untuk

menghasilkan suatu bentuk barang atau jasa. Faktor produksi dalam usaha pertanian mencakup tanah, modal, dan tenaga kerja (Daniel. 2004). Menurut Beattie dan Taylor (1985) produksi merupakan kombinasi dan koordinasi

beberapa material dan beberapa kekuatan (berupa input, faktor, sumber daya atau jasa produksi) untuk menciptakan suatu barang atau jasa.

Fungsi produksi menurut Beattie dan Taylor (1985) merupakan gambaran secara matematis dari berbagai kemungkinan produksi secara teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Menurut Arifin (1995) fungsi produksi adalah suatu bentuk hubungan sebab-akibat antara penggunaan input untuk menghasilkan suatu ouput pada tingkat teknologi tertentu. Menurut Arief (1996), fungsi produksi

menunjukkan suatu kombinasi faktor yang secara teknis diperlukan untuk memproduksi satu unit barang tertentu dengan menggunakan teknologi tertentu. Secara matematis fungsi produksi dinyatakan sebagai berikut :

Y = f ( X1, X2, X3, …,Xn)

Dimana :

Y = jumlah produksi yang dihasilkan

X1,2,3…Xn = jumlah input ke1,2,3,… n yang digunakan

f = fungsi produksi yang menunjukkan hubungan dari perubahan input menjadi output.


(36)

Dengan fungsi produksi, maka dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, serta mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Model umum fungsi produksi seperti diatas belum dapat menerangkan hubungan input dan ouput secara kuantitatif. Oleh sebab itu fungsi produksi harus dinyatakan dalam bentuk fungsi yang spesifik, yaitu seperti fungsi linier, kuadratik, polinominal, akar pangkat dua atau Cobb Douglas.

Menurut Arifin (1995), Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output karena persentase perubahan input. Elastisitas produksi juga mengukur tingkat respon suatu fungsi produksi terhadap perubahan penggunaan input. Secara matematis, elastisitas produksi dituliskan sebagai berikut ( Soekartawi. 2003) :

Ep =

Ep =

EP = PM . 1/PR EP = PM / PR

Keterangan :

PM = Produksi marjinal PR = Produk rata-rata

y = Jumlah output yang dihasilkan x = Jumlah input yang digunakan


(37)

Jika Ep > 1, hal itu berarti bahwa output sangat responsif terhadap perubahan input, 0 < Ep < 1 menandakan bahwa output sebenarnya responsif terhadap perubahan penggunaan output, tetapi tingkat responnya mengecil seiring dengan nilai Ep. Sedangkan Ep < 0 berimplikasi bahwa pertambahan penggunaan input justru menurunkan output.

Berdasarkan hubungan antara PT, PM, PR , dan elastisitas produksi (Ep) dapat ditentukan batas daerah produksi. Pada tahapan increasing rate, Ep > 1 bila PT menaik dan PR juga menaik di daerah I, artinya dalam daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan input yang lebih besar dari satu persen, berarti produksi masih bisa ditingkatkan, daerah ini disebut

daerah irasional. Nilai 0 < Ep < 1 yang terjadi di daerah II (daerah rasional), pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang tidak proposional (deminishing rate) namun, pada suatu tingkat tertentu penggunaan input akan memberikan keuntungan yang maksimum, yang berarti penggunaan input sudah optimum. Daerah III (daerah irasional) dengan nilai Ep < 0, PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan menurun, menyebabkan penambahan input akan menyebabkan

penurunan jumlah output yang dihasilkan, daerah ini mencerminkan penggunaan input yang tidak efisien, pada daerah ini setiap upaya penambahan input tetap akan merugikan petani (Gambar 3).


(38)

Y

PT

Daerah I Daerah II Daerah III (Ep > 1) (0<Ep<1) (Ep < 0)

PR

0 Ep = 1 Ep = 0 PM X

Gambar 3. Hubungan antara produk total (PT), produk marjinal (PM), produk rata-rata (PR) , dan elastisitas produksi (Ep).

Daerah I dan daerah III adalah disebut sebagai daerah irasional, pada daerah ini produsen tidak akan memproduksi, karena pada daerah I walaupun penambahan input akan menambah output (increasing return to scale) tetapi pada titik tertentu produk marjinal (PM) yang dihasilkan akan terus menurun (deminishing return to scale), sedangkan pada daerah III penambahan satu-satuan input akan

menurunkan output (decreasing return to scale) (Debertin, 2002).

Memilih fungsi produksi yang akan digunakan dalam suatu penelitian diperlukan banyak pertimbangan. Masing-masing fungsi produksi memiliki keunggulan dan keterbatasan. Selain disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, jenis data yang digunakan dan tujuan analisis, Soekartawi (2003) menganjurkan tindakan berikut dalam memilih model atau bentuk fungsi produksi yaitu (1) identifikasi masalah


(39)

secara jelas, variabel-variabel apa saja yang berfungsi sebagai penjelas dan apa variabel yang dijelaskan, (2) mencari studi pustaka untuk melihat apakah identifikasi masalah sesuai dengan teori yang direkomendasikan dengan

pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3) melakukan trial and error untuk menguatkan model yang dipakai.

Konsep fungsi produksi ada dua yaitu fungsi produksi frontier dan fungsi

produksi rata-rata. Fungsi produksi frontier menunjukkan produk maksimum yang dapat diperoleh dari kombinasi faktor produksi tertentu pada tingkat teknologi tertentu. Faktor produksi rata-rata menunjukkan bahwa usahatani yang

berproduksi pada tingkat produksi tertentu belum tentu yang efisien.

Soekartawi (1994) menjelaskan bahwa fungsi produksi frontier adalah fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Karena fungsi produksi adalah hubungan fisik antara faktor produksi dan produksi, maka fungsi produksi frontier adalah hubungan fisik faktor produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis isoquant.

Menurut Soekartawi (1994) fungsi produksi frontier Cobb-Douglas untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Farrell pada tahun 1957, melalui artikelnya yang berjudul The Measurement of Productive Efficiency. Artikel tersebut dimuat di majalah ilmiah Journal of The Royal Statistical Society, seri A, Part 3, No 120 halaman 253-281.


(40)

Farrell dalam Ngatindriatun 2011 menyatakan bahwa Technical efficiency

merefleksikan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan output maksimum dari satu set input yang tersedia.

Untuk persamaan yang menggunakan tiga variabel atau lebih disarankan untuk menggunakan fungsi Cobb-Douglas, karena lebih sesuai untuk analisis usahatani. Secara sistematis fungsi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = bo X1b1 X2b2 X3b3……….. Xnbn eu Keterangan :

b0 = intersep

b1 = koefisien regresi penduga variabel ke-i (elastisitas produksi) n = jumlah faktor produksi

Y = produksi yang dihasilkan Xi = faktor produksi yang digunakan e = 2.7182 (bilangan natural)

untuk memudahkan analisis, maka fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk logaritma linier sebagai berikut :

Ln Y = ln bo + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + …….. + bnlnXn+ μ

Keterangan :

Y = produksi yang dihasilkan b0 = titik potong

b1 = koefisien regresi penduga variabel ke-i (elastisitas produksi) Xi = faktor produksi yang digunakan

n = jumlah faktor produksi (1,2,3,….n)


(41)

Menurut Soekartawi (1991), penggunaan fungsi Cobb-Douglas mempunyai kelebihan, yaitu :

1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, misalnya fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah

ditransfer ke dalam bentuk linier.

2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas. 3) Besaran elastisitas tersebut juga menunjukkan besaran return to scale.

Kesulitan umum yang dijumpai dalam fungsi Cobb-Douglas dan sekaligus kelemahannya adalah (1) spesifikasi variabel keliru, (2) kesalahan pengukuran variabel, (3) bias terhadap variabel manajemen, (4) multikolinieritas.

2.1.4 Konsep efisiensi produksi

Prasmatiwi dkk (2005), Efisiensi diartikan sebagai suatu tindakan untuk menghasilkan output tertentu digunakan input minimum (minimisasi) atau menggunakan input tertentu untuk menghasilkan output maksimum

(maksimisasi). Menurut Mubyarto (1989) efisiensi produksi yaitu banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi input.

Suatu penggunaan faktor produksi dapat dikatakan efisien secara teknis apabila faktor produksi yang dipakai menghasilkan produk yang maksimal, pada saat PR mencapai maksimum atau pada saat elastisitas produksi (Ep) besarnya adalah 1. Dikatakan efisiensi harga apabila nilai produk marjinalnya sama dengan faktor


(42)

produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi apabila usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis sekaligus mencapai efisiensi harga (Prasmatiwi dkk, 2005). Efisiensi ekonomi tercapai pada saat produksi optimum, sedangkan produksi optimum tercapai pada saat keuntungan maksimum.

Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu dari sisi alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Dikemukakan oleh Farrell (1957) dalam Rinaldi (2013), pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi output yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa

mengubah jumlah input yang digunakan. Ukuran efisiensi menurut Fareell (Gambar 4).

X2/Y

P’ U’ C B A

D U

0 P X1/Y


(43)

Pada Gambar 4, garis lengkung UU’ adalaha garis isokuan yang menggambarkan

tempat kedudukan titik-titik kombinasi penggunaan input X1 dan X2 terhadap produksi Y. Titik C dan titik-titik lainnya yang posisinya di bagian luar dari garis

UU’ adalah tingkat teknologi dari masing-masing individu pengamatan (Soekartawi, 1994). Titik C berada diatas kurva isoquant, sedangkan titik B menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara teknis efisien. Titik C mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan output titik B, tetapi dengan jumlah input yang lebih banyak. Maka inefisiensi teknis dari perusahaan adalah ditunjukkan oleh jarak BC, yang

merupakan jumlah dimana seluruh input dapat secara proposional dikurangi tanpa penurunan output. Titik B mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan output C, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio 0B/0C menunjukkan efisiensi teknis (ET) perusahaan, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada C diturunkan, rasio input per output konstan, sedangkan output tetap.

Menurut Soekartawi (1994), optimasi merupakan suatu usaha pencapaian target atau keuntungan tertentu. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai output tertentu dengan menggunakan input yang paling sedikit. Prinsip optimasi penggunaan fungsi produksi adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan output yang sebesar-besarnya. Pengertian efisiensi dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu (1) efisiensi teknis, yang artinya penggunaan fungsi produksi yang menghasilkan produksi maksimum, (2) efisiensi alokatif atau harga , yaitu jika nilai dari produk marjinal


(44)

sama dengan harga produksi yang bersangkutan, dan (3) efisiensi ekonomi, adalah jika usaha tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Efisiensi teknis dapat dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan kombinasi input yang paling kecil, yang diukur dalam satuan fisik dan tergantung pada teknologi yang ada. Efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata-rata maksimum.

Menurut Widodo (1989), fungsi produksi frontier adalah suatu fungsi produksi yang secara teknis adalah yang paling efisien, dalam arti terletak pada kurva kemungkinan produksi dan tidak ada kemungkinan untuk memperoleh produksi lebih banyak, tanpa menambah input yang digunakan.

Produksi

C

B Fungsi Produksi Frontier

O A Input


(45)

Keadaan efisiensi teknis yaitu berada pada AB/AC (Gambar 5). Efisiensi teknis adalah perbandingan antara kedua produksi aktual dan produksi potensial. Efisiensi produksi atau teknis diukur berdasarkan produksi potensialnya yang merupakan isokuan dari fungsi produksi frontier. Fungsi produksi frontier adalah suatu fungsi produksi yang dipakai untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Karena fungsi produksi adalah hubungan fisik antara faktor produksi dan produksi yang posisinya terletak pada garis isokuan. Garis isokuan adalah tempat kedudukan titik-titik yang menunjukkan titik kombinasi penggunaan produksi yang optimal (Soekartawi, 1994).

Untuk menduga fungsi produksi frontier, maka dapat digunakan satu metode estimasi dari frontier dengan menggunakan linier programming sebagai berikut :

………… (1) i= 1,2,3, ….. n j = 1,2,3, …… m

Atau dalam bentuk logaritma sebagai berikut :

Yi = bo + ∑j=1 bj Xij+ ei ………. (2) Keterangan :

Yi = log Yi Xj = log Xj Ei = log Ei

Yi = output usahatani ke-i

b^j = elastisitas produksi untuk output ke-j

Xij = kuantitas penggunaan input ke-j untuk usahatani ke-i Ei = error


(46)

Produksi frontier merupakan produksi potensial suatu usahatani, maka besarnya produksi frontier lebih besar atau sama dengan produksi aktual. Misalnya produksi aktual adalah Yi maka :

Yi > Ŷi ………… (3)

Atau :

bo + ∑ j bj Xij = Yi > Ŷi ………(4)

Apabila Ei pada persamaan 2 diberikan batasan Ei > 0, maka pertidaksamaan (4) dapat ditulis sebagai berikut :

bo + ∑ j bj Xij– êi = Yi ………(5)

karena ada n usahatani, maka persamaan (5) dapat ditulis sebagai berikut :

Ei = n bo + ∑i j bj Xnj - Yin ……….. (6) Apabila persamaan ini dibagi dengan n, maka diperoleh :

……….. (7)

Keterangan :

X^j = rerata penggunaan input ke-j

Ŷ i = rerata output aktual

Karena n dan Yi adalah suatu konstanta, maka dapat dihilangkan dari formula program linier yang digunakan. Tehnik yang digunakan untuk meminimalkan persamaan (7) adalah linier programing sebagai berikut :


(47)

Minimalkan : b0+ ∑ j bj Xj……….. (8)

Dengan syarat :

b0+ ∑ j bj X1j > Y1 b0+ ∑ j bj X2j > Y2

………. ……….

b0+ ∑ j bj Xnj > Yn

Seluruh variabel ditransformasikan kedalam bentuk logaritma. Output frontier diperoleh dengan cara memasukkan penggunaan input-input ke dalam fungsi produksi frontier :

Yf = ao + αiXi

Efisiensi teknis masing-masing dihitung dengan rumus (Widodo, 1989) :

ETi = 100%

Keterangan :

ET = tingkat efisiensi teknis

Yi = besarnya produksi aktual (output ke-i)

Ŷi = besarnya produksi potensial/frontier usahatani ke-i

Fungsi produksi frontier oleh beberapa penulis diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas, dimana menurut Teken dan Asnawi (1983) dikemukakan bahwa apabila peubah-peubah yang terdapat dalam fungsi Cobb-Douglas dinyatakan dalam bentuk logaritma, maka fungsi tersebut akan menjadi fungsi linear additive.


(48)

Debertin (1986) mengemukakan bahwa fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang bisa dicapai dengan mengkombinasikan berbagai jumlah input. Fungsi produksi frontier, digunakan untuk lebih menekankan kepada kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan dalam proses produksi. Hal yang membedakan antara fungsi produksi tradisional dengan fungsi produksi frontier stokastik terletak pada error term-nya. Untuk fungsi produksi tradisional error term tunggal (dampak faktor eksternal dan inefisiensi tidak dapat dibedakan peubah acak yang tidak dapat dikendalikan berkaitan dengan faktor eksternal (perubahan cuaca atau iklim, serangan OPT) dan error term yang dapat dikendalikan yang berkaitan dengan ketidakefisienan teknis (berkaitan dengan kapabilitas manajeral petani).

Dengan demikian untuk mengukur tingkat efisiensi usahatani ubi kayu dalam penelitian ini digunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil karena lebih sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk linier.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis

Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani ubi kayu antara lain : lahan, bibit, pupuk, dan tenaga kerja. Pengguna faktor produksi yang bervariasi mengakibatkan tingkat produksi yang dihasilkan bervariasi. Barker 1997, Herdt dan Wickham 1978 dalam Widodo (1989) menunjukkan bahwa potensi produksi yang ditunjukkan oleh fungsi produksi frontier selalu lebih tinggi atau sama dengan dengan produksi aktual yang dihasilkan oleh petani sering menjadi masalah pertanian yang disebut dengan senjang produktivitas (yield gap).


(49)

Teknologi yang tidak dapat dipindahkan karena

perbedaan lingkungan

Batasan biologi :  Varietas, hama dan

penyakit, tanaman penggangu, masalah tanah dan kesuburan tanah

Batasan sosial ekonomi :

 Biaya dan penerimaan usahatani, kredit, harga produk, kebiasaan dan sikap, pengetahuan, ketidakpastiaan, dan resiko

Gomez dalam Widodo (1989) menyatakan bahwa ada dua macam senjang produktivitas, yaitu :

1. Senjang produktivitas I, disebabkan oleh adanya faktor yang sulit diatasi petani seperti adanya teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan lingkungan, sehingga menyebabkan senjang produktivitas dari hasil percobaan dengan potensial suatu usahatani.

2. Senjang produksivitas II adalah perbedaan produktivitas dari suatu potensial usahatani dengan yang dihasilkan oleh petani. Faktor penyebabnya berkaitan dengan batasan biologis dan sosial ekonomi. Batasan biologi ini meliputi penggunaan varietas, serangan hama dan penyakit, dan kesuburan tanah. Sedangkan batasan sosial ekonomi meliputi biaya dan penerimaan usahatani, harga produk, pengetahuan dan pendidikan petani, faktor ketidakpastiaan, dan resiko usahatani. Model senjang produktivitas pada Gambar 6.

Kesenjangan I

Kesenjangan II

Balai penelitian Produksi potensial Produksi Aktual


(50)

Faktor-faktor yang mempengaruhi untuk mencapai tingkat efisiensi dapat diketahui dengan analisis regresi :

Yi = a + biXi

Keterangan :

Yi = tingkat efisiensi teknis usahatani a =intercept

bi = koefisien regresi

Xi = faktor-faktor ke-I yang mempengaruhi efisiensi

2.1.6 Teori usahatani

Menurut Soekartawi (1995) ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang

mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Mubyarto (1989) menyatakan bahwa usahatani yang berhasil adalah usahatani yang efisien. Prawirokusumo dalam Suratiyah (2009) ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu pertanian. Suratiyah menyimpulkan bahwa dengan melalui produksi pertanian yang berlebih maka diharapkan memperoleh pendapatan yang tinggi dimulai dengan perencanaan untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pada waktu yang akan data secara efisien.

Usahatani yang efisien apabila memiliki produktivitas tinggi. Soekartawi (1991) menyatakan efisiensi usahatani ditunjukkan dengan besarnya ratio antara


(51)

Tiga variabel yang perlu diketahui dalam analisis usahatani. Tiga variabel tersebut adalah penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani. Analisis tiga variabel ini disebut analisis anggaran arus uang tunai (Soekartawi, 1995).

2.1.7 Konsep pendapatan usahatani

Analisis pendapatan digunakan untuk melihat keuntungan dari suatu usaha, sehingga dapat dinilai tingkat kelayakan usaha tersebut. Kriteria analisis pendapatan bertitik tolak pada prinsip bahwa efisiensi suatu usaha sangat dipengaruhi oleh nilai input yang digunakan dalam niali output yang dihasilkan dengan proses produksi.

Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Sedangkan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Analisis pendapatan usahatani sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan dari usahatani. Soeharjo dan Patong (1997) menyebutkan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi dimana dua tujuan utama dari analisis pendapatan adalah (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usahatani, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usahatani.

Dua cara untuk mengukur pendapatan (Soekartawi, 1995) yaitu pendapatan bersih usahatani dan pendapatan tunai usahatani. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih aantara penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani.


(52)

Penerimaan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dan penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan dalam usahatani.

Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang telah dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan tunai dan pendapatan total. Secara matematis pendapatan petani sebagai berikut :

I = TR – TC atau I = ( Yi.Pyi ) – ( Xi.Pxi ) Keterangan :

I = pendapatan (income) TR = total revenue (penerimaan) TC = total cost (total biaya) TR = total Penerimaan

Yi = produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (kg) Pyi = harga output Y (Rp/kg)

Xi = jumlah input dalam suatu ushaatani (kg) Pxi = harga input X (Rp/kg)


(53)

Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu input dapat diperoleh oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi atau yang biasa dikenal dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya atau analisis R/C rasio. Perhitungan R/C dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995) :

Keterangan :

Y = total produksi Py = harga produk BT = biaya tunai

BD = biaya diperhitungkan

Kriteria pada pengukuran ini adalah sebagai berikut (Soekartawi, 1995):

1) jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, karena penerimaan lebih besar dari biaya total.

2) jika R/C < 1, maka usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan, karena penerimaan lebih kecil dari biaya total.

3) jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan tidak rugi maupun untung, karena penerimaan sama besar dengan biaya total.


(54)

2.1.8 Konsep efisiensi pemasaran

Menurut Hasyim (2012), pemasaran atau tataniaga pertanian adalah kegiatan menyalurkan produk-produk pertanian dan atau sarana produksi pertanian dari titik produksi sampai ke titik konsumsi disertai penciptaan kegunaan waktu, tempat, bentuk, dan pengalihan hak milik oleh lembaga-leembaga tataniaga dengan melakukan satu atau lebih fungsi-fungsi tataniaga. Sedangkan menurut Tobing (1986) dalam Susanto (2007), tataniaga atau pemasaran adalah proses pertukaran yang mencangkup serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan melibatkan pihak produsen, konsumen, dan lembaga pemasaran dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di satu pihak dan kepuasan di pihak lain.

Semua kegiatan ekonomi tidak terkecuali pemasaran juga menghendaki adanya efisiensi. Menurut Mubyarto (1989), sistem pemasaran dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya serendah mungkin.

2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta didalam kegiatan produksi dan kegiatan pemasaran komoditas tersebut.

Pengertian adil disini adalah perbandingan antara pengorbanan yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh setiap komponen pemasaran berada dalam


(55)

Menurut Hasyim (2012), pengukuran efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan melalui teknik S-C-P, yaitu market structure, market conduct, market perfomance, dan konsep input output rasio sebagai berikut:

1) Struktur pasar (market structure) adalah konsep diskriptif mengenai tingkat persaingan pasar, meliputi penjelasan dari definisi perusahaan dan industri, jumlah perusahaan dalam pasar, distribusinya, deskripsi mengenai produk dan keragamanya, serta syarat-syaratkeluar masuk pasar.

2) Perilaku pasar (market conduct) adalah prilaku pedagang atau perusahaan dalam struktur pasar tertentu, terutama yang berhubungan dengan keputusan yang diambil seorang manajer dalam menghadapi struktur pasar yang berbeda.

3) Keragaan pasar (market perfomance) adalah suatu keadaan sebagai akibat dari pengaruh struktur pasar dan prilaku pasar yang biasanya diukur dengan variabel harga, biaya, dan volume produksi suatu perusahaan atau usahatani.

4) Konsep input output rasio adalah konsep yang mendefinisikan pemasaran sebagai optimasi input output rasio.

Menurut Saefuddin (1983) dalam Susanto (2007), indikator efisiensi pemasaran ada empat macam, yaitu (1) marjin pemasaran, (2) harga pada tingkat konsumen, (3) tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan (4) tingkat atau intesitas persaingan pasar. Kriteria marjin pemasaran lebih sering digunakan dalam analisis mengenai efisiensi pemasaran, karena melalui analisis ini dapat diketahui efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis dari suatu pemasaran komoditas.


(56)

2.1.9 Rantai pasok

Supply Chain atau rantai pasok adalah semua kegiatan atau usaha yang

melibatkan semua pihak baik yang memproduksi dan/atau menghasilkan barang atau jasa, mulai dari produsen dan/atau supplier bahan baku sampai pada

konsumen akhir sedangkan Supply Chain Management atau Manajemen rantai pasok adalah kegiatan mengelola penawaran dan permintaan, termasuk di dalamnya pengadaan bahan baku, input produksi, kegiatan atau proses produksi dan perakitan, kegiatan penyimpanan hasil produksi dan pengelolaan inventory, proses pengiriman dan penanganannya, serta distribusi sampai kepada delivery ke konsumen akhir (Lakollo, 2012).

Indrajit & Djokopranoto (2002) menyatakan bahwa Supply Chain Management (SCM) atau rantai pengadaan adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggan. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yang sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang. Sebuah rantai pasokan terdiri dari seluruh pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen.

Mentzer et al 2001 dalam Wisudawati 2010, mendefinisikan rantai pasok sebagai serangkaian entitas yang terdiri dari tiga atau lebih entitas (baik individu maupun organisasi) yang terlibat secara langsung dari hulu ke hilir dalam aliran produk, jasa, keuangan, dan/atau informasi dari sumber kepada pelanggan.


(57)

Mentzer et al (2001) juga mengkategorikan rantai pasok menjadi tiga macam berdasarkan tingkat komplektisitasnya, yaitu :

1) Direct Supply Chain

Direct Supply Chain terdiri dari satu perusahaan, satu pemasok, dan satu pelanggan yang terlibat dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan, dan/atau informasi (Gambar 7).

2) Extended Supply Chain

Extended Supply Chain meliputi beberapa pemasok dari pemasok penghubung dan beberapa pelanggan dari pelanggan penghubung, semuanya terlibat di dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan, dan/atau informasi (Gambar 8).

3) Ultimate Supply Chain

Ultimate Supply Chain meliputi semua organisasi yang terlibat di dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan, dan/atau informasi. Kategori rantai pasok ini merupakan kategori yang paling rumit yang berlaku pada rantai pasok yang kompleks. Pada Gambar 9 dapat dilihat peran pihak ketiga, yaitu penyedia jasa finansial yang mengurusi segala urusan finansial, mengasumsikan resiko, dan memberikan saran finansial;

penyedia jasa logistik yang megurusi aktivitas-aktivitas logistik antara dua perusahaan; dan perusahaan penyedia jasa riset pasar yang menyediakan informasi tentang pelanggan terakhir kepada perusahaan untuk


(58)

TIPE – TIPE RANTAI PASOK

Enam hal pokok yang perlu diperhatikan dalam manajemen rantai pasok yaitu :

1) Aktivitas yang dilakukan apakah menghasilkan nilai tambah atau tidak, 2) Bagaimana atau dimana peranan servis atau jasa di setiap titik simpul atau

mata rantai,

3) Apa dan siapa saja yang menentukan harga, 4) Hubungan kesepadanan di antara tiap pelaku,

5) Bagaimana sampai nilai tambah di tiap simpul itu ada, 6) Siapa saja pameran utama atau penentu

Gambar 7. Direct Supply Chain

Gambar 8. Extended Supply


(59)

Saluran distribusi produk pertanian berbeda dengan produk barang dan jasa lainnya, Produk pertanian mempunyai beberapa karakteristik antara lain produk pertanian bersifat musiman, mudah rusak, umumnya bermasa besar, mutu produk yang beragam, transmisi harga yang rendah, struktur pasar yang monopsonis atau oligopsonis yang menjadi determinan penting dalam memahami proses tataniaga komoditas pertanian.

Adanya kendala tataniaga pertaniaan dari sisi pedagang antara lain yaitu pertama, kendala dalam penetapan harga dan cara pembayaran oleh pelaku tataniaga yang umumnya dilakukan dengan cara sesuai harga yang berlaku, tawar-menawar, dan borongan. Kedua, kendala dalam panjangnya saluran tataniaga yang sering

menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang, Hal tersebut cenderung memperkecil bagian yang diterima petani dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Ketiga, Proses tataniaga yang tidak efisien, hal ini dikarenakan adanya suatu kesepakatan dalam suatu jaringan tataniaga yang ada antara pedagang di tingkat bawah dan pedagang diatasnya melalui penyediaan modal, waktu pembelian dan penyerahan barang, penentuan kualitas dan lain-lain. Keempat, terbatasnya kemampuan para pedagang perantara dalam melakukan negoisasi dengan mitra dagang dan mitra usaha yang bertaraf modern. Kelima, adanya pungutan-pungutan yang tidak jelas yang sebagian besar ditransmisikan ke produsen/petani.


(60)

Saluran distribusi barang konsumsi, terdapat lima jenis saluran yang dapat digunakan antara lain (Kotler dalam Hasyim 2012) :

a. Produsen – Konsumen

Saluran ini disebut saluran distribusi langsung. Produsen dapat menjual barang dihasilkan melalui media pos, internet, dan lain-lain atau langsung mendatangi rumah konsumen.

b. Produsen – Pengecer – Konsumen

Saluran ini termasuk saluran distribusi langsung. Komoditas yang dipasarkan oleh produsen sebelum sampai pada konsumen hanya melalui satu perantara saja yaitu pengecer. Alternatif lain, ada sebagian produsen yang mempunyai took pengecer untuk melayani konsumen secara langsung, tetapi bentuk distribusi seperti ini tidak lazim dipakai.

c. Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen

Saluran ini produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja dan tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer hanya dilayani pedagang besar, dan pembeli oleh konsumen dilayani pengecer saja.


(61)

d. Produsen – Pengumpul – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen

Saluran ini produsen memilih pedagang pengumpul sebagai penyalur. Kadang-kadang pedagang pengumpul disebut juga sebagai agen. Pedagang pengumpul

menjalankan penjualannya kepada pedagang besar. Sasaran penjualan pedagang besar terutama ditujukan untuk melayani pengecer besar. Kemudian pengecer melayani penjual ke konsumen.

e. Produsen – Pengempul – Pengolahan - Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen

Saluran ini diawali dengan menggunakan pedagang pengumpul sebagai perantara untuk menyalurkan barangnya ke pedagang di atasnya sekaligus merangkap sebagai pemilik fasilitas pengolahan. Fasilitas pengolahan berperan menjalankan kegunaan bentuk seperti penggilingan pada padi, gradding, standarisasi,

pengemasan, dan lain-lain. Hasil pengolahan kemudian dijual kepedagang besar, selanjutnya untuk melayani pengecer, dan terakhir ke konsumen.


(62)

2.2 Kajian Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang menjadi dasar dan referensi dalam tesis ini. Penelitian tersebut diantaranya mengenai efisiensi produksi dan rantai pasok pemasaran.

No. Peneliti, Judul,

Lokasi, dan Tahun

Metode

Analisis Kesimpulan

1. Anggraini, Nuni. Hasyim dan Situmorang Judul : Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi kayu di Provinsi Lampung

Lokasi : Provinsi Lampung Tahun : 2013

Analisis menggunakan model S-C-P (Structure, conduct, dan Performance)

 Struktur pasar mendekati pasar bersaing sempurna yaitu oligopsonistik.

 Perilaku pasar, petani produsen ubi kayu tidak mengalami kesulitan dalam pemasaran dan harga ditentukan oleh pembeli/pabrik.  Margin pemasaran dan RPM relatif

kecil, yaitu margin pemasaran sebesar 13,32% terhadap harga produsen dan RPM sebesar 0,39, mengindikasikan sistem pemasaran ubi kayu relatif sudah efisien.  Koefisien korelasi harga ubi kayu

adalah 0,995, yang berarti ada hubungan yang sangat erat antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir.  Elastisitas transmisi harga yang

diperoleh adalah 0,911, yang menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah pasar persaingan oligopsonistik yang hampir bersaing sempurna dan sistem pemasaran yang terjadi hamper efisien. 2. Amri, Alfian Nur

Judul : Analisis Efisiensi Produksi Pendapatan Usahatani Ubi kayu (studi kasus desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor). Lokasi :Bogor Tahun : 2011

Analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta analisis skala usaha.

 Penggunaan input pada usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja belum optimal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu.

 Terdapat ketidaksesuaian antara hasil analisis denga literature, dalam hal penggunaan input optimal untuk pupuk urea dan pupuk kandang.


(63)

3. Zahra, Nisa

Judul : Analisa Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi Jalar Lokasi : Desa Cikarawang, Bogor, Jawa Barat

Tahun : 2011

Menganalisis sistem rantai pasok tepung ubi jalar. Meliputi penugasan peran fasilitas, penentuan lokasi, penyimpanan, dan alokasi kapasitas serta pasar.

 Pada umumnya industri tepung ubi jalar didirikan tidak jauh dari sumber bahan baku dan peran pemerintah baik pusat maupun lokal sangat berperan penting bagi pengembangan agroindustri.

 Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan sebagai upaya perbaikan terhadap rancangan rantai pasokan yang telah ada, strategi rantai pasokan untuk tepung ubi jalar yang dianjurkan adalah strategi efisiensi rantai pasokan dengan optimasi minimisasi total biaya rantai pasokan. Dengan bahan baku 2 ton ubi jalar per hari, maka diperoleh besaran total biaya rantai pasokan tepung ubi jalar sebesar Rp 2 752 534.00.

4. Awoyinka Judul : Cassava Marketing : Option for Sustainable

Agricultural Development in Nigeria.

Lokasi : Nigeria Tahun : 2009

Kebijakan Pemasaran

pemasaran dapat mengurangi biaya exchange layanan, penyimpanan dan trasportasi, dengan demikian

mengurangi GAP antara pertanian dan harga konsumen. Pemasaran perlu membuat institusi-institusi pemerintah yang lebih professional dalam fungsi berorientasi pasar. Butuh pelatihan staf dengan profesional di bidang ekonomi dan pemasaran pertanian, sehingga mereka akan kreatif terlibat dalam mendorong peningkatan produksi dan pemasaran pertanian yang lebih efisien.

5. Saptana

Judul : Analisis Efisiensi Teknis Produksi Usahatani Cabai Merah Besar dan Perilkau petani dalam menghadapi Risiko Lokasi :

Tahun : 2010

Fungsi produksi dengan pendekatan Stochastic Production Frontier diestimasi dengan menggunakan baik metode Maximum Likelihood (ML) maupun (COLS)

Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap ketidakefisienan teknis yaitu rasio pendapatan rumah tangga terhadap pendapatan total rumah tangga, rasio luas garapan terhadap total lahan garapan, pendidikan KK rumah tangga, pengalaman KK rumah tangga petani.


(64)

6. Pradika, Angginesa. Hasyim dan

Situmorang Judul : Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar Di Kabupaten Lampung Tengah Lokasi : Lampung Tengah

Tahun : 2013

Analisis menggunakan model S-C-P (Structure, conduct, dan Performance)

 Struktur pasar (market structure) yang terbentuk adalah oligopsoni.  Perilaku pasar (market conduct)

petani, yaitu sistem pembayaran dilalukan secara tunai dan melalui proses tawar-menawar.

 Keragaan pasar (market

performance), yaitu terdapat empat saluran pemasaran ubi jalar, marjin pemasaran dan Ratio Profit Margin (RPM) penyebarannya tidak merata, serta elastisitas transmisi harga (Et) bernilai 0,695 (Et < 1) yang

menunjukkan bahwa pasar yang terjadi adalah tidak bersaing sempurna, namun untuk pangsa produsen pada saluran pemasaran di Kabupaten Lampung Tengah menunjukkan bahwa share petani cukup tinggi yaitu 70,54 persen artinya semakin tinggi pangsa produsen merupakan indikator bahwa pemasaran semakin efisien. 7. Asriani, Putri Suci

Judul : Analisis Integrasi Pasar dan Permintaan Ubi kayu Indonesia di Pasar Dunia

Lokasi : Indonesia Tahun : 2010

Analisis integrasi pasar menggunakan pendekatan model kointegrasi, analisis kausalitas menggunakan pendekatan model persamaan dinamis kausalitas, dan analisis transmisi harga menggunakan pendekatan model dinamis dan model I-ECM

 Terjadi integrasi jangka panjang antara harga ekspor/impor Indonesia terhadap harga di pasar Negara eksportir dan importir utamanya.  Perilaku harga ubi kayu Indonesia

terhadap harga di Negara eksportir dan importir utamanya menunjukkan hubungan kausalitas.

 Terjadi transmisi harga asimetris untuk komoditas ubi kayu di pasar Indonesia terhadap harga di pasar Negara importir utamanya.

 Kuantitas ekspor ubi kayu Indonesia ke negara-negara impotir utamanya dipengaruhi oleh variabel


(1)

89

Tabel 16. Direktori industri besar dan sedang di Kecamatan Terusan Nyunyai, 2012

Nama Perusahaan Alamat Jumlah

Tenaga Kerja Hasil Produksi 1. PT. Budi Acid Jaya Terusan Nyunyai 200 Tapioka

2. PT. Budi Acid Jaya Terusan Nyunyai 203 Tapioka 3. PT. Teguh Wibawa Bhakti Terusan Nyunyai 77 Tapioka 4. PT. Gunung Madu Plant Terusan Nyunyai 7.938 Gula pasir 5. PT. Budi British Bahan Png Terusan Nyunyai 115 Glukosa

6. PT. Dinamika Maju B II Terusan Nyunyai 897 Bahan kayu lapis 7. PT. Budi Acid Jaya Terusan Nyunyai 165 Asam sitrat


(2)

125

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Tingkat efisiensi teknis ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah rata-rata sebesar 72,6 %.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah yaitu umur, luas lahan, dan pengalaman berusahatani.

3) Keuntungan total usahatani ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp 11.745.714,33 per hektar atau nisbah R/C per hektar sebesar 2,09.

4) Sistem pemasaran ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah mempunyai nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,96 (ET <1), bahwa struktur pasar ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah yang terbentuk adalah bersaing tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan oligopsoni sehingga sistem pemasaran ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah berlangsung secara tidak efisien

5) Manajemen rantai pasok ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah sudah baik, karena petani ubikayu dan pabrik tapioka yang mempunyai hubungan

kemitraan dan mempunya saluran rantai pasok yang pendek yaitu petani ubikayu yang langsung menjual ke pabrik tapioka.


(3)

126

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah :

1) Dalam usaha meningkatkan efisiensi teknis usahatani ubi kayu petani lebih meningkatkan penggunaan faktor produksi seperti penggunaan bibit dan pupuk sesuai yang dianjurkan jumlah dan waktu aplikasi yang tepat. 2) Bagi peneliti diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

efisiensi ekonomi sehingga dapat menentukan dosis optimal untuk usahatani ubi kayu.

3) Mengingat Kabupaten Lampung Tengah merupakan penghasil ubikayu terbesar di Lampung diharapkan pemerintah dapat memberikan kemudahan dalam pemasaran dengan menetapkan harga yang tepat untuk penjualan ubi kayu yang dapat membantu petani mengetahui harga dasar ubikayu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Alfian Nur. 2011. Analisis Efisiensi Produksi Dan Pendapatan Usahatani Ubikayu. Departemen Ekonomi Sumberdaya Dan Lingkungan. IPB. Bogor Anggraini, Nuni. Hasyim, Ali Ibrahim. Situmorang, Suriaty. 2013. Analisis

Efisiensi Pemasaran Ubi Kayu Di Provinsi Lampung. Jurnal JIIA Vol.1 No.1 Januari 2013. Universitas Lampung. Lampung.

Arief, Sritua. 1996. Teori Ekonomi Mikro dan Makro Lanjutan. PT. RajaGrafindo Persada. 348 hlm. Jakarta.

Arifin, Bustanul. 1995. Ekonomi Produksi Pertanian. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung.

Asogwa B C, Ezihe J A C, and Ater P I. 2013. Sosio-economic Analysis of

Cassava Marketing in Benue State, Nigeria. International Journal of

Innovation and Applied Studie Vol.2 No.4 April 2013. http://www.issr-journals.org/ijias/.

Asriani, Putri S. 2010. Analisis Integrasi Pasar dan Permintaan Ubikayu Indonesia di Pasar Dunia. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Awoyinka, Yisa Akanfe. 2009. Cassava Marketing : Option for Sustainable

Agricultural Development in Nigeria. Ozean journal of Applied Science

2(2). University of Ibadan. Nigeria.

Asnawi, Robert. Arief Ratna Wylis. 2008. Teknologi Budidaya Ubikayu. Agro Inovasi. BPTP Bogor.

Beattie, Bruce R, Taylor C Robert. 1994. Ekonomi Produksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Boediono. 2002. Pengantar Ilmu Ekonomi No.1 Ekonomi Mikro. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 2008. Teknologi Budidaya Ubi kayu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian


(5)

BPS. Produksi Tanaman Palawija Provinsi Lampung 2008 – 2012.

http://lampung.bps.go.id/publikasi//buku/palawija2013/index.html#/34/zoo med

BPS. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubikayu di

Kecamatan Bandar Mataram. http://lampungtengahkab.bps.go.id/publikasi/ publikasi2013/kda2013/bmda /index.html.

BPS. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubikayu di

Kecamatan Terusan Nyunyai. http://lampungtengahkab.bps.go.id/publikasi/ publikasi2013/kda2013/tnda/index.html.

Daniel, Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Bumi Aksara. Jakarta. Debertin, David L. 2002. Agricultural Production Economics Second Edition.

Universitas of Kentucky.

Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2011. Informasi Data Statistik Nasional Perkembangan Harga Komoditi Pertanian.

https://www.google.co.id.Diakses tgl 03/06/2014

Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Buletin Ubikayu. http://pusdatin.setjen. deptan.go.id/ditjentp/files/buletin_ ubikayu.pdf. Diakses tgl 27/02/2014 Haryono, Dwi dkk. 2011. Teori Ekonomi Mikro. Buku Ajar. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung. Lampung.

Hasyim, Ali Ibrahim. 2012. Tataniaga Pertanian. Universitas Lampung. Lampung. Indrajit, RE, Djokopranoto R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain : Cara

Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. PT. Grasindo. Jakarta Lakollo, Erna Maria. 2012. Bunga Rampai Rantai Pasok Komoditas Pertanian

Indonesia. IPB Press. Bogor.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Ngadzima, Fauzan. 2009. Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran Usahatani Ubikayu di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.

Prasetyo, Suseno Budi. 2008. Analisis Efisiensi Distribusi Pemasaran Produksi Dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Penelitian Ilmu Teknik Vol.8 No.2 Desember 2008 : 120-128.

Pradika, Angginesa. Hasyim, Ali Ibrahim. Soelaiman, Achdiansyah. 2013. Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar di Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal JII Vol. 1 No.1 Januari. Universitas Lampung. Lampung


(6)

Prasmatiwi, F.E. 1995. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Intensifikasi di Kabupaten Lampung Utara. Jurnal Sosio Ekonomika Vol.1. No.2. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Rukmana. 1997. Ubikayu : Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Jakarta Saptana. Daryanto, Arief. Kontjoro. 2010. Analisis Efisiensi Teknis Produksi

Usahatani Cabai Merah Besar dan Perilaku Petani Dalam MEnghadapi Risiko. Jurnal Agro Ekonomi. Vol.28 No.2. Oktober 2010. IPB Bogor. Saputra, Arie. 2012. Desain Rantai Pasok Agroindustri Kopi Organik di Aceh

Tengah Untuk Optimalisasi Balancing Risk. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soeharjo,A. dan D. Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Usahatani. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi, dkk. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.

Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.

Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sundari, Titik. 2010. Pengenalan Varietas Unggul dan Teknik Budiday Ubikayu.

Balai Penelitian Kacang Kacangan dan umbi-umbian. Malang Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susanto, Ari. 2007. Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran Jagung di

Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Lampung.

Tekken, I.B. dan Asnawi, S. 1983. Teori Ekonomi Mikro. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Widodo, Sri. 1989. Production Efficiency Of Rice Farmers in Java Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Zahra,Nisa. 2011. Analisa Rantai Pasokan Agroindustri Tepung Ubi Jalar. Tesis Institut Pertanian Bogor. Bogor.