Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani ubi kayu desa galuga kecamatan cibungbulang kabupaten Bogor

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI
UBI KAYU DESA GALUGA KECAMATAN CIBUNGBULANG
KABUPATEN BOGOR

LUQMAN ADDINIRWAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
dan Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Kayu Desa Galuga Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Luqman Addinirwan
NIM H34100089

ABSTRAK
LUQMAN ADDINIRWAN. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani
Ubi Kayu Desa Galuga Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing
oleh HARIANTO
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting di
Indonesia karena relatif mudah dibudidayakan dan juga mengandung karbohidrat
yang dapat digunakan sebagai pengganti beras. Desa Galuga dipilih sebagai lokasi
penelitian karena merupakan salah satu sentra produksi ubi kayu terbesar di
Kabupaten Bogor. Tujun penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaan, tingkat
pendapatan, serta efisiensi treknis usahatani ubi kayu di Desa Galuga. Keragaan
usahatani dianalisis secara deskriptif, pendapatan usahatani menggunakan rasio
R/C, serta efisiensi teknis dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dan MLE
(Maximum Like-lihood Estimated). Hasil analisis keragaan usahatani dalam hal
budidayanya masih perlu dibenahi pada tahap persiapan lahan, penanaman, dan

pemupukan. Pendapatan petani atas biaya tunai dan total bernilai positif. Rasio
R/C atas biaya tunai sebesar 12.35 dan atas biaya total 1.67. Sehingga dapat
dikatakan usahatani ubi kayu di Desa Galuga menguntungkan. Kemudian rata-rata
efisiensi teknis petani sebesar 65.5 persen. Oleh karena itu, usahatani ubi kayu di
Desa Galuga dapat dikatakan masih kurang efisien.
Kata kunci: Efisiensi Teknis, Frontier,MLE, Rasio R/C.

ABSTRACT
LUQMAN ADDINIRWAN. The Revenue Analysis and Technical Efficiency of
Cassava Farming in Galuga Village, Cibungbulang District, Bogor Regency.
Supervised by HARIANTO.
Cassava is one of the important food crops in Indonesia because it is
relatively easily cultivated and also contain carbohydrates that can be used as a
substitute for rice. Galuga village selected for the study because it is one of the
largest cassava production center in Bogor Regency. The purpose of this study
are to determine the Performance, level of income, as well as the technical
efficiency of cassava farming in the Galuga village. The performance farming
analyzed descriptively, farming income using the ratio of R/C, and technical
efficiency using OLS (Ordinary Least Square) and MLE (Maximum Like-lihood
Estimated). The analysis result of the performance farming in terms of cultivation

farming still needs to be addressed at the stage of land preparation, planting, and
fertilizing. Farmers' income over cash and total costs are positive. The ratio of
R/C on cash cost is 12.35 and the total cost is 1.67. So it can be said that
cassava farming in Galuga village is profitable. Then the average technical
efficiency of farmers is 65.5 percent. Therefore, cassava farming in the Galuga
village can be said is less efficient.
Keywords: Frontier, MLE, R/C Ratio, Technical Efficiency.

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI
UBI KAYU DESA GALUGA KECAMATAN CIBUNGBULANG
KABUPATEN BOGOR

LUQMAN ADDINIRWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah
usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Ubi
Kayu Desa Galuga Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Harianto, MS selaku
pembimbing, serta Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MS dan juga Ibu Dr Ir Netti
Tinaprilla, MM yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga dan teman seperjuangan,
seperti Andina Dyah Rahmadhani Aditya, Pui, Bagas, Budiman, Nastiti, Tika,
Pendi, Novita, Rivo, Dillah, Yoga, Fairus, Ivan, Bintang, Fauzi, Dica, serta semua
pihak yang turut membantu atas segala doa, semangat, dorongan dan kasih
sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Luqman Addinirwan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumuan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian


5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Gambaran Umum Komoditas Ubi Kayu

5

Studi Empiris Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani

6

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

7

7
14
15

Lokasi dan Waktu Penelitian

15

Jenis dan Sumber Data

16

Metode Pengumpulan Data

16

Metode Pengolahan dan Analisis Data

16


Definisi Operasional

22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

24

Profil Desa Galuga

24

Karakteristik Petani Responden

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

29


Keragaan Usahatani Ubi Kayu

29

Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu

36

Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

40

Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Ubi Kayu

40

SIMPULAN DAN SARAN

47


Simpulan

47

Saran

47

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN

50

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

58

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Laju perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu
Provinsi Jawa Barat terhadap Indonesia tahun 2011-2013
Produksi ubi kayu di lima kabupaten sentra ubi kayu Provinsi Jawa
Barat tahun 2010-2011
Sebaran jenis kelamin petani responden di Desa Galuga tahun 2013
Sebaran umur petani responden di Desa Galuga tahun 2013
Sebaran tingkat pendidikan petani responden di Desa Galuga tahun
2013
Sebaran luas lahan garapan petani responden di Desa Galuga tahun
2013
Sebaran status kepemilikan lahan petani responden di Desa Galuga
tahun 2013
Sebaran status usahatani petani responden di Desa Galuga tahun
2013
Keikutsertaan petani responden dalam kelompok tani di Desa Galuga
tahun 2013
Karakteristik petani responden di Desa Galuga berdasarkan
pengalaman berusahatani tahun 2013
Penyusutan peralatan per hektar per periode panen usahatani ubi
kayu di Desa Galuga tahun 2013
Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani ubi kayu petani responden
per hektar per periode panen di Desa Galuga tahun 2013
Rata-rata penerimaan usahatani ubi kayu petani responden per hektar
per periode panen di Desa Galuga tahun 2013
Rata-rata pengeluaran usahatani ubi kayu petani responden per
hektar per periode panen di Desa Galuga tahun 2013
Rata-rata pendapatan usahatani ubi kayu petani responden per hektar
per periode di Desa Galuga tahun 2013
Pendugaan model fungsi produksi dengan metode OLS
Pendugaan model fungsi produksi dengan metode MLE
Sebaran efisiensi teknis petani responden
Pendugaan parameter maximum–likelihood model inefisiensi teknis
usahatani ubi kayu Desa Galuga

2
3
25
25
26
26
27
28
28
29
35
36
37
38
39
41
42
44
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Kurva fungsi produksi stochastic frontier
Kurva fungsi produksi klasik
Kerangka pemikiran operasional usahatani ubi kayu Desa Galuga
Bibit ubi kayu varietas cimanggu

11
12
14
30

5 Pembuatan bedengan ubi kayu
6 Proses penanaman ubi kayu
7 Pemupukan sistem melingkar

31
32
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Contoh perhitungan pendapatan usahatani ubi kayu
Hasil output minitab fungsi produksi model 1
Hasil output minitab fungsi produksi model 2
Hasil output frontier 4.1 Usahatani Ubi Kayu

51
52
53
54

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang
penting di Indonesia setelah padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau,
yaitu sebagai bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan sumber karbohidrat dan
untuk substitusi beras. Ubi kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan dan
bahan baku industri baik hulu maupun hilir. Disamping itu, komoditas tersebut
merupakan tanaman dengan daya adaptasi yang luas, sehingga dapat membuka
lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan petani beserta keluarganya
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat 2012). Usahatani ubi kayu bersifat
labor intensif, dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 135 hari kerja setara pria
(HKP) per hektar per tahun (Zakaria 2000).
Sesungguhnya sektor pertanian, termasuk subsektor tanaman pangan seperti
ubi kayu memiliki potensi untuk ditingkatkan. Hal ini dapat diwujudkan apabila
para pelaku ekonomi berhasil mengatasi permasalahan, yaitu produktivitas yang
rendah, usahatani yang belum efisien, pengaruh konversi lahan pertanian,
keterbatasan sarana dan prasarana, serta sistem kredit yang kurang baik. Selain
itu, faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran air serta penurunan kualitas
tanah tentunya harus diminimalisir dampaknya.
Persoalan di atas dapat ditanggulangi dengan adanya revitalisasi pertanian
yang menyangkut empat langkah pokok diantaranya adalah pengamanan
ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, daya saing, dan nilai tambah.
Bidang pengamanan ketahanan pangan masih menghadapi masalah tingginya
ketergantungan masyarakat akan beras, termasuk di Jawa Barat. Dalam hal ini
Kementrian Pertanian Republik Indonesia membuat rencana strategis dalam upaya
peningkatan produksi ubi kayu pada tahun 2014 yaitu sebesar 2 578 134 ton.
(Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2009).
Jawa Barat sebagai salah satu provinsi dengan produksi ubi kayu terbesar di
Indonesia mampu memberikan peran signifikan terhadap produksi ubi kayu
nasional. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal ini Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Jawa Barat sangat mendukung usaha dalam peningkatan
produksi ubi kayu. Hal ini diimplementasikan melalui rencana strategis tahun
2013-2018, antara lain: peningkatan produksi dan produktivitas komoditas
pertanian, peningkatan kinerja sumber daya dan kelembagaan pertanian,
peningkatan kuantitas pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta
pengembangan usaha dan sarana prasarana pengolahan serta pemasaran produk
pertanian (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2013).
Kebijakan tersebut juga dibarengi dengan adanya kebijakan Kementerian
Pertanian dalam upaya perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian yang
mencakup: Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT); Jaringan Irigasi Desa
(JIDES); Tata Air Mikro (TAM); Jalan Usaha Tani (JUT), Jalan Produksi,
konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS), embung, sawah, sumur, dam parit, dan
konservasi lahan (Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2009). Adapun
perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu Provinsi Jawa
Barat terhadap nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

2
Tabel 1 Laju perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi ubi kayu
Provinsi Jawa Barat terhadap Indonesia tahun 2011-2013
Uraian

Luas Panen (Ha)
- Jawa Barat
- Indonesia
Produktivitas
(Ku/Ha)
- Jawa Barat
- Indonesia
Produksi (Ton)
- Jawa Barat
- Indonesia

2011

2013b

2012

Laju
pertumbuhan
rata-rata
tahun 20112013 (%)

103 244.00
1 184 696.00

100 159.00
1 129 688.00

99 635.00
1 13 7210.00

(1.76)
(2.65)

119.41
202.96

212.77
214.02

220.26
224.18

40.85
5.10

2 058 785.00
24 044 025.00

2 131 123.00
24 177 372.00

2 194 525.00
25 494 507.00

3.25
3.00

Sumber: Badan Pusat Statistik 2014 (diolah).; bAngka sementara1

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2014 pada Tabel 1, luas
panen ubi kayu di Jawa Barat pada tahun 2011-2013 rata-rata mengalami
penurunan sebesar 1.76 persen dibandingkan dengan Indonesia yang mencapai
2.65 persen. Hal ini dikarenakan banyak lahan ubi kayu yang dialihfungsikan ke
sektor lain. Meskipun demikian produksi ubi kayu Jawa Barat mengalami
peningkatan tiap tahunnya rata-rata 3.25 persen dibanding dengan Indonesia yang
hanya 3.00 persen. Jumlah produksi yang terus meningkat dikarenakan
produktivitasnya yang juga mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan rata-rata
produktivitas ubi kayu di Jawa Barat sangat signifikan yaitu 40.85 persen, padahal
produktivitas nasional hanya tumbuh sebesar 5.10 persen. Hal ini menjadikan
Jawa Barat sebagai wilayah produksi ubi kayu yang sangat potensial. Beberapa
daerah penghasil ubi kayu terbesar di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2.
Bila dilihat pada Tabel 2, Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra ubi
kayu di Jawa Barat produksinya tahun 2010-2011 menurun sebesar 1.07 persen.
Berbeda dengan di Sukabumi yang produksinya mengalami peningkatan sebesar
24.05 persen walaupun produksinya lebih kecil dibanding Kabupaten Garut yang
merupkan sentra ubi kayu terbesar di Jawa Barat, yaitu mencapai 534 217 ton
pada tahun 2011. Oleh karena itu, peningkatan produksi ubi kayu di Kabupaten
Bogor perlu ditingkatkan guna mendongkrak produksi ubi kayu nasional.
Daerah penghasil ubi kayu terbesar di Kabupaten Bogor tahun 2012 terletak
di Kecamatan Cibungbulang. Luas panen ubi kayu di Kecamatan Cibungbulang
pada tahun 2012 sebesar 941 hektar dengan produksi sebesar 19 813 ton dan
produktivitas 210.55 ku/ha. Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan
produksi pada tahun 2011 yang hanya 8 720 ton dengan luas panen 421 hektar dan
produktivitas 207.13 ku/ha. Peningkatan luas panen, produktivitas, dan produksi
ubi kayu pada tahun 2012 menjadikan Kecamatan Cibungbulang sebagai sentra
1

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Laju perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi
ubi kayu provinsi Jawa Barat terhadap Indonesia tahun 2011-2013 [internet]. [diunduh
tanggal 20 Maret 2014]. Tersedia pada: www.bps.go.id

3
ubi kayu terbesar dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor (Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor 2013).
Tabel 2 Produksi ubi kayu di lima kabupaten sentra ubi kayu Provinsi Jawa Barat
tahun 2010-2011
Produksi (Ton)
Laju pertumbuhan
No.
Kabupaten/kota
tahun 2010-2011
(%)
2010
2011
1. Garut
470 001
534 217
13.66
2. Tasikmalaya
335 298
309 541
(7.68)
17.85
3. Sumedang
152 525
179 753
4. Sukabumi
135 137
167 636
24.05
(1.07)
5. Bogor
169 112
167 295
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2012 (diolah)2

Kecamatan Cibungbulang sebagai sentra ubi kayu terbesar di Kabupaten
Bogor mampu menghasilkan produktivitas sebesar 210.55 ku/ha pada tahun 2012
(Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2013). Bila dibandingkan
dengan produktivitas rata-rata ubi kayu nasional pada tahun 2012 sebesar 214.02
ku/ha, tentunya masih dibawah rata-rata nasional (Badan Pusat Statistik 2014).
Hal ini menjadikan usahatani ubi kayu di Kabupaten Bogor masih perlu
ditingkatkan agar mampu bersaing dengan produktivitas nasional.
Desa Galuga merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar diantara 15 Desa
yang ada di Kecamatan Cibungbuang. Produki ubi kayu di Desa galuga sebesar 1
985.6 ton dengan luas panen 68 hektar dan produktivitasnya mencapai 29.2 ton/ha
(Program Pengembangan Kecamatan Cibungbulang 2013). Tingginya
produktivitas di Desa Galuga tentu jauh lebih besar bila dibandingkan dengan
produktivitas ubi kayu Kabupaten Bogor tahun 2011 sebesar 216.76 ku/ha (Badan
Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2012) dan produktivitas nasional tahun 2012
sebesar 214.02 ku/ha (Badan Pusat Statistik 2014). Hal ini membuktikan bahwa
Desa Galuga berpotensi besar untuk kegiatan budidaya ubi kayu.
Produktivitas ubi kayu yang tinggi di Desa Galuga menandakan minat
petani yang tinggi dalam mengusahakan usahatani ubi kayu. Minat petani yang
tinggi dalam budidaya ubi kayu perlu dibarengi dengan adanya efisiensi dalam
usahataninya. Tingkat efisiensi yang tinggi dalam usahatani dapat mempengaruhi
tingkat pendapatan, pengeluaran, serta penerimaan usahatani. Sehingga petani
menjadi sejahtera dan mampu meningkatkan perekonomian nasional.

Perumuan Masalah
Desa Galuga merupakan sentra produksi ubi kayu di Kecamatan
Cibungbulang. Tingginya produktivitas ubi kayu di Desa Galuga mampu
melampaui produktivitas ubi kayu Kabupaten Bogor bahkan nasional. Tetapi hal
2

[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2012. Produksi ubi kayu di lima kabupaten sentra ubi
kayu Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2011 [internet]. [diunduh tanggal 20 Maret 2014].
Tersedia pada: http://jabar.bps.go.id/

4
tersebut masih membuat petani kurang bergairah untuk mengusahakan usahatani
ubi kayu dikarenakan harga jual di tingkat petani yang masih rendah.
Produktivitas yang tinggi masih kurang bisa dimaanfaatkan dengan baik
oleh petani sebagai suatu peluang melakukan usahatani ubi kayu. Hal tersebut
dikarenakan tidak adanya kepastian harga jual ditingkat petani. Harga jual di
tingkat petani ditentukan oleh tengkulak. Rata-rata harga pembelian oleh
tengkulak sebesar Rp1 000/kg. Bukan hanya itu, luas kepemilikan lahan yang
rata-rata dimiliki petani belum mencukupi untuk dikatakan layak diusahakan.
Ditambah lagi, produksi yang kurang menentu menjadikan petani sulit
mendapatkan kepastian yang didapatkan.
Fluktuasi produksi usahatani ubi kayu dipicu oleh masalah yang beragam.
Masalah tersebut, diantaranya: tingkat penguasaan teknologi yang belum
memadai, tingkat pendidikan petani yang rendah, serta belum optimalnya
penggunaan faktor-faktor produksi. Efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor
produksi seperti penggunaan lahan, jumlah bibit, pupuk kandang, pupuk N, P, K,
dan tenaga kerja perlu ditingkatkan lagi. Sehingga petani harus mengeluarkan
biaya lebih untuk input produksinya.
Oleh karena itu, dengan adanya analisis tingkat pendapatan dan efisiensi
teknis usahatani ubi kayu dapat mengetahui biaya produksi yang dikeluarkan dan
tingkat efisiensinya. Hasil dari penelitian tersebut diharapkan dapat membantu
petani dalam proses pengembangan usahatani ubi kayu.
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan di atas, perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keragaan usahatani ubi kayu di Desa Galuga, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani ubi kayu di Desa Galuga, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan faktor-faktor produksi
usahatani ubi kayu di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Mengidentifikasi keragaan usahatani ubi kayu di Desa Galuga, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi kayu di Desa Galuga,
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan faktor-faktor produksi
usahatani ubi kayu di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor.

5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat, antara
lain:
1. Memberikan informasi kepada petani dalam mengusahakan usahatani ubi kayu
menjadi lebih baik, sehingga bisa meningkatkan pendapatannya.
2. Bagi penulis, penelitian ini dapat memperdalam teori yang telah dipelajari bila
dibandingkan fakta di lapangan.
3. Penelitian ini dapat membantu pemangku kebijakan dalam merumuskan
kebijakan yang tepat sasaran di masa mendatang.
4. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi atau sumber informasi
dalam penilitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dengan judul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani
Ubi Kayu Desa Galuga Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor ini dilakukan
untuk mengetahui pendapatan petani dan efisiensi teknis produksi ubi kayu.
Petani responden yang dijadikan objek penelitian adalah petani ubi kayu yang
melakukan usahataninya pada periode musim tanam 2013. Metode yang
digunakan dalam pengambilan data keragaan usahatani yaitu secara kualitatif
berdasarkan fakta di lapangan. Sedangkan data kuantitatif digunakan untuk
menganalisis pendapatan usahatani dan efisiensi teknis terhadap penggunaaan
faktor-faktor produksi serta kelayakannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Komoditas Ubi Kayu
Usahatani ubi kayu relatif mudah bila dibandingkan dengan jenis tanaman
pangan lainnya. Terdapat pedoman usahatani ubi kayu yang harus dipenuhi agar
usahatani ubi kayu berjalan dengan baik. Ubi kayu dapat tumbuh di daerah mana
saja, tetapi akan maksimal pada daerah beriklim tropis dengan suhu anatara 180350 C dan kelembaban udara 65 persen. Curah hujan yang dibutuhkan agar
mampu berproduksi optimum adalah 760-1015 mm per tahun (Suharno et al.
1999)
Sebelum melakukan penanaman perlu dipersiapkan bibit terlebih dahulu.
Bibit yang cocok untuk usahatani ubi kayu adalah stek batang bagian tengah yang
berumur 8-12 bulan dengan panjang 20-25 cm dan mata tunas minimal 10 mata.
Kemudian stek diperlakukan dengan menggunakan insektisida maupun fungisida
terlebih dahulu agar terhindar dari hama dan penyakit tanaman.
Penanaman dalam usahatani ubi kayu ada dua metode, yaitu teknik
monokultur dan tumpangsari. Teknik monokultur biasa digunakan dalam
usahatani komersil yang terbatas modal dengan jarak tanam 1m x 1m. Sedangkan
teknik tumpangsari jarak tanamnya baris ganda 0.5m x 0.5m x 4m yang diselanya
berjarak empat meter dapat ditanami dengan jagung, padi gogo, maupun kedelai.

6
Awal penanaman ubi kayu paling baik adalah pada saat musim hujan I pada tahun
tersebut.
Dalam kegiatan usahatani ubi kayu kegiatan pemeliharaan meliputi
pemupukan dengan dosis 100 kg urea + 50 kg KCl + 100 kg SP pada umur satu
bulan dan 100 kg urea + 50 kg KCl pada umur tiga bulan. Kegiatan selanjutnya
adalah penyulaman yang dilakukan paling lambat satu minggu setelah tanam.
Kemudian kegiatan penyiangan dilakukan pada awal musim tanam atau 5-10
minggu setelah tanam dan pembumbunan saat umur 2-4 bulan.
Kegiatan pemeliharaaan yang penting adalah pemberantasan hama dan
penyakit dilakukan apabila terjadi serangan. Hama yang biasa dijumpai pada
tanaman ubi kayu adalah hama tungau merah yang muncul pada musim kemarau.
Pemberantasan terhadap hama ini dilakukan dengan cara fumigasi menggunakan
larutan belerang dicampur dengan larutan sabun. Untuk penyakit yang biasa
dijumpai adalah Xanthomonas manihotis (jenis bakteri), gejala serangan: daun
mengalami bercak-bercak seperti terkena air panas. Pemberantasan dilakukan
dengan menggunakan bakterisida dan penyakit bercak daun (Cercospora
henningsii) yang sering dijumpai menyerang daun yang sudah tua.
Panen pada ubi kayu tergantung pada varietas yang digunakan. Pada
varietas genjah dilakukan pada umur 6-8 bulan sedangkan ubi kayu varietas
berumur dalam dipanen pada umur 9-12 bulan.

Studi Empiris Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani
Terdapat penelitian terdahulu yang relevan dengan topik “Analisis
Pendapatan Usahatani Ubi Kayu di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor”. Adapun penelitian yang terkait adalah sebagai berikut:
Herdiman (2010) meneliti tentang “Analisis Pendapatan Usahatani Jambu
kristal di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.” Dalam
penelitiannya Herdiman mengidentifikasi bagaimanakah keragaan usahatani
jambu kristal di Desa Gunung Malang, pendapatan usahataninya, serta
keuntungan parsial yang didapatkan petani jambu Kristal dengan sistem organik.
Hasil analisis biaya usahatani menunjukkan bahwa total biaya usahatani
jambu kristal per hektar sebesar Rp8 912 701.59, yang terdiri dari biaya tunai
sebesar Rp6 125 225.40 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp2 787 476.19. Dari
struktur biaya yang dikeluarkan petani responden dapat dilihat bahwa dalam
budidaya jambu kristal ini petani telah menjadikan jambu kristal sebagai usahatani
komersial dimana petani lebih banyak menggunakan faktor produksi yang yang
didapatkan secara tunai. Hasil analisis penerimaan usahatani menunjukkan total
penerimaan usahatani petani responden di Desa Gunung Malang untuk lahan
seluas satu hektar selama satu musim tanam sebesar Rp15 902 603.17, sehingga
pendapatan usahatani dari budidaya jambu kristal tersebut sebesar Rp9 777 377.78
atas biaya tunai dan Rp6 989 901.59 atas biaya total.
Dari hasil analisis pendapatan usahatani juga didapatkan kesimpulan bahwa
kegiatan usahatani jambu kristal petani responden di Desa Gunung Malang layak
untuk dijalankan karena menghasilkan nilai R/C yang cukup tinggi yaitu 2.60
untuk R/C atas biaya tunai, dan R/C atas biaya total sebesar 1.78. Hasil
perhitungan dan analisis anggaran keuntungan parsial menunjukkan bahwa

7
usahatani dengan upaya substitusi dengan pupuk kandang layak untuk dijalankan
karena menghasilkan keuntungan tambahan meskipun keuntungan yang diperoleh
tidak begitu besar yaitu Rp184 634.13.
Amri (2011) melakukan penelitian “Analisis Efisiensi produksi dan
Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan
Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Penelitian tersebut mempunyai
tiga tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pertama adalah untuk mengetahui pedoman
usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja. Tujuan kedua yaitu untuk mengetahui
pendapatan petani ubi kayu. Kemudian yang ketiga bertujuan menganalisis
efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.
Hasil yang dikemukakan Amri dalam penelitiannya yaitu petani ubi kayu di
Desa Pasirlaja masih belum menggunakan pedoman usahatani ubi kayu yang
benar. Hal itu dikarenakan petani masih belum menggunakan pupuk dan pola
tanam yang sesuai pedoman. Adapun R/C rasio atas biaya tunai usahatani ubi
kayu di Desa Pasirlaja sebesar 2.80 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1.59.
Kemudian penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani ubi kayu di Desa
Pasirlaja masih belum optimum. Kurang optimumnya ditunjukkan oleh nilai rasio
NPM-BKM yang tidak sama dengan satu.
Arya (2012) dalam penelitiannya tentang “Analisis Efisiensi Teknis dan
Pendapatan Usahatani Caisin: Pendekatan Stochastic Production Frontier (Kasus
di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)” menyatakan
bahwa unsur produksi yang berkorelasi positif dan nyata adalah lahan, benih,
pupuk kandang, obat-obatan, dan tenaga kerja. Sedangkan yang berkorelasi
negatif dan nyata adalah unsur N. Pada penelitian tersebut diketahui efisiensi
teknis deri petani responden sebesar 70 persen dari produksi maksimum. Sisa 30
persen masih belum efisien, sehingga usahatani caisin di Desa Ciaruteun Ilir bisa
dikatakan cukup efisien dan masih bisa ditingkatkan sebesar 30 persen lagi.
Puspitasari (2013) melakukan penelitian tentang “Analisis Efisiensi Teknis
dan Pendapatan Usahatani Paprika Hidroponik di Desa Pasirlangu Kecamatan
Cisarua Kabupaten Bandung Barat”. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan
bahwa penggunaan benih dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap
peningkatan produksi paprika hidroponik per satuan lahan. Sedangkan faktor
produksi seperti nutrisi, insektisida, dan fungisida tidak berpengaruh nyata dalam
peningkatan produksi paprika hidroponik.
Tingkat efisiensi teknis usahatani paprika hidroponik yang diteliti
Puspitasari (2013) sebesar 89.9 persen dari produktivitas maksimum dan 10.1
persen sisanya masih belum efisien. Hal ini menunjukkan usahatani paprika
hidroponik di Desa Pasirlangu tingkat efisiensi teknisnya sudah tinggi.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Ilmu usahatani dapat dianggap sebagai ilmu terapan, yang sangat tergantung
kepada struktur pertanian suatu wilayah, cara-cara beternak serta kondisi sosial

8
ekonominya. Walaupun ilmu usahatani adalah suaru art, tetapi tentu
menggunakan teori-teori yang bersifat universal, misalnya prinsip-prinsip
ekonomi, teori marjinal, anggaran, dan analisa-analisa lain untuk menggunakan
sumberdaya yang tersedia. Atas dasar pengertian diatas maka usahatani dapat
diartikan sebagai ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana
membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha
pertanian. Karena sifatnya adalah manajemen maka dapat pula diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada
suatu usaha pertanian untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh manajer
atau keluarga petani tersebut (Prawirokusumo 1990).
Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari
cara-cara
petani
menentukan,
mengorganisasikan
dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien
mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin.
Menurut Suratiyah (2011), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi
berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat
yang sebaik-baiknya.
Konsep Pendapatan Usahatani
Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima
dari penjualan produk usahatani. Penerimaan yang diperhitungkan adalah
peneriman yang mencakup nilai produk yang dikonsumsi rumah tangga petani,
digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk
pembayaran, disimpan atau berada di gudang pada akhir tahun. Penerimaan total
usahatani merupakan total dari penerimaan tunai usahatani ditambah dengan
penerimaan yang diperhitungkan (Soekartawi et al. 2011).
Pengeluaran tidak tetap (variable cost) didefinisikan sebagai pengeluaran
yang digunakan untuk tanaman tertentu dan jumlahnya berubah kira-kira
sebanding dengan besarnya produksi tanaman tersebut. Pengeluaran tetap (fixed
cost) adalah pengeluaran usahatani yang jumlahnya tetap tidak bergantung kepada
besarnya produksi. Komponen pengeluaran tetap antara lain: pajak tanah, pajak
air, penyusutan alat, pemeliharaan traktor, biaya kredit atau pinjaman.
Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh
pemakaian selama tahun pembukuan. Nilai penyusutan dapat dihitung dengan
metode garis lurus. Suratiyah (2011) menjelaskan bahwa metode garis lurus yaitu
suatu metode dimana biaya penyusutan yang dikeluarkan setiap tahunnya sama
hingga habis umur ekonomis dari alat tersebut. Metode tersebut diasumsikan
dengan nilai sisa dianggap nol.
Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Pengeluaran yang diperhitungkan
didefinisikan sebagai pengeluaran yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani
dalam menjalankan usahataninya, namun ikut diperhitungkan. Biaya tidak tunai
dari biaya tetap antara lain biaya sewa lahan milik sendiri, penyusutan alat-alat
pertanian, bunga kredit bank dan sebagainya, sedangkan biaya tidak tunai dari
biaya variabel antara lain biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga dalam
pengolahan tanah dan pemanenan. Sehingga pengeluaran total merupakan jumlah

9
dari pengeluaran tunai usahatani dan pengeluaran yang diperhitungkan
(Soekartawi et al. 2011).
Selisih antara penerimaan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani
disebut pendapatan bersih usahataani (net farm income). Pendapatan bersih
usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan
faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal
pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani. Oleh karena itu, pendapatan
bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat dipakai
untuk penampilan beberapa usahatani. Karena bunga modal tidak dihitung sebagai
pengeluaran, maka pembandingan tidak dikacaukan oleh perbedaan tingkat
hutang. Bagaimanapun juga, pendapatan bersih usahatani merupakan langkah
antara untuk menghitung ukuran-ukuran keuntungan lainnya yang mampu
memberikan penjelasan lebih banyak (Soekartawi et al. 2011).
Menurut Soeharjo dan Patong (1973) metode yang paling cocok
menganalisis keuntungan usahatani adalah dengan menggunakan R/C ratio.
Dimana R/C ratio menunjukkan besar penerimaan yang diperoleh dengan
pengeluaran per satuan biaya. Apabila nilai R/C < 1, maka tiap unit biaya yang
dikeluarkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Kemudian nilai R/C > 1,
menunjukkan penerimaan yang lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan.
Sedangkan apabila nilai R/C = 1, maka terjadi titik impas antara tiap unit biaya
yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diterima.
Konsep Fungsi Produksi
Fungsi produksi menurut Mubyarto (1994) didefinisikan sebagai suatu
fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan
faktor-faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi
produksi ini dituliskan seperti berikut:
dimana:
Y
X1....Xn

: hasil produksi fisik
: faktor-faktor produksi

Dalam produksi pertanian digunakan lebih dari satu faktor produksi. Agar
dapat menggambarkan fungsi produksi dan menganalisis peranan masing-masing
faktor produksi, maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor
produksi kita anggap variabel (berubah-ubah). Sedangkan faktor produksi lainnya
dianggap konstan.
Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil
yang berkurang (law of diminishing returns). Artinya setiap tambahan unit
masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin
kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah
unit tambahan masukan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang
(Soekartawi et al. 2011).
Produktivitas suatu produksi dapat diukur dengan menggunakan produk
marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu
satuan produksi atau hasil (output), yang diperoleh dengan penambahan satu
satuan input. Sedangkan produk rata-rata yaitu perbandingan antara output total

10
dengan input produksi (Mochtar 2004). Adapun PM dan PR digambarkan sebagai
berikut:


keterangan:
dY
: perubahan jumlah output yang diproduksi
dXi
: perubahan jumlah input ke-i yang digunakan
Y
: jumlah output
Xi
: jumlah input ke-i
Kosep Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Menurut Doll dan Orazem (1984) fungsi produksi frontier adalah fungsi
produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dicapai dalam suatu
proses produksi. Fungsi produksi frontier dapat diturunkan dengan penggabungan
titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Sehingga dapat
mewakili kombinasi input yang paling efisien secara teknis.
Sejak dikembangkannya Stochastic Frontier Production Function (SFPF)
oleh Aigner et al. (1977) dan Meeusen and van den Broeck (1977), evaluasi
terhadap efisiensi suatu usaha secara individual dan industri menjadi populer
untuk meningkatkan ketersediaan data dan kemampuan komputer untuk
menganalisisnya. Ekonometrik, merupakan pendekatan untuk mengestimasi SPFP
khususnya menentukan fungsi parameter produksi pada seluruh unit ekonomi dan
komponen stochastic dari dua bagian error. Coelli et al. (2005) menyatakan
bahwa fungsi stochastic frontier memiliki dua error term, yaitu random effects
(vi) dan inefisiensi teknis (ui). Secara matematis dituliskan sebagai berikut:

dimana:
Yi
Xi
β
Vi
Ui

: produksi yang dihasilkan pada waktu ke-i
: vektor input yang digunakan pada waktu ke-i
: vektor parameter yang akan diestimasi
: variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal
(iklim, hama) sebarannya simetris dan menyebar normal ( Vi ~ N
(0, σ v2) )
: variabel acak non negatif, diasumsikan mempengaruhi tingkat
inefisiensi teknis, berkaitan dengan faktor-faktor internal, dan
sebaran Ui bersifat setengah normal ( Ui ~ |N (0, σ v2)| )

Jika dalam suatu input yang digunakan untuk menggantikan input eksisting
yang sebelumnya telah digunakan, maka efisiensi input dapat digambarkan dalam
Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1, Sepanjang garis cembung (determinant production)
menunjukkan titik-titik efisien. Bila dalam analisis menunjukkan penggunaan
input Xi dan Xj menghasilkan produk yang berada di atas garis frontier ( Vi ); dan
di bawah garis frontier menunjukkan bahwa kedua input belum berada pada
titik efisiensi produksi. Ada variabel lain yang tidak teramati atau tidak tercantum
dalam fungsi sehingga menggambarkan perbedaan tersebut. Sejauh mana bisa

11
diketahui tingkat efisiensi produksi salah satunya dengan metode Stochastic
Frontier Production Function (Battese 1991).

Gambar 1 Kurva fungsi produksi stochastic frontier3
Konsep Elastisitas Produksi
Konsep elastisitas produksi digunakan untuk mengukur sampai berapa besar
tingkat perubahan relatif dalam jumlah unit barang yang diproduksi sebagai akibat
perubahan dari salah satu faktor yang mempengaruhinya (Firdaus 2009).
Elastisitas produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi. Dalam
persamaan matematis, elastisitas produksi digambarkan sebagai berikut:

dimana:
Ep
dY
dXi
Y
Xi
PM
PR

3

: elastisitas produksi
: perubahan output
: perubahan input ke-i
: jumlah output
: jumlah input ke-i
: produksi marjinal
: produksi rata-rata

Battese. 1991. Kurva Fungsi Produksi Stochastic Frontier [internet]. [diunduh tanggal 15 April
2014]. Tersedia pada:
http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=552:a
dopsi-teknologi-dan-efisiensi-usaha-ternak-&catid=53:artikel&Itemid=49

12
Seperti halnya elastisitas permintaan dan penawaran, elastisitas produksi
juga mempunyai lima jenis elastisitas, yaitu:
1) Inelastis (Ep < 1)
2) Elastis (Ep > 1)
3) Elastisitas uniter (Ep = 1)
4) Inelastis sempurna (Ep = 0)
5) Elastis sempurna (Ep = ~)
Menurut Doll dan Orazem (1984) nilai elastisitas berdasarkan fungsi
produksi klasik terbagi menjadi tiga daerah seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Kurva fungsi produksi klasik4
Daerah produksi I menggambarkan nilai Produk Marjinal (PM) lebih besar
dari Produk rata-rata (PR). Nilai elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti
bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan
penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih
belum tercapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan
faktor produksi dalam jumlah yang lebih banyak. Oleh karena itu daerah produksi
satu disebut daerah irrasional.
Pada daerah II, Produk Marginal menurun lebih kecil dari Produk Rata-rata,
namun besarnya masih lebih besar dari nol. Nilai elastisitas produksi pada daerah
ini bernilai antara nol dan satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi
sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu
persen dan paling rendah nol. Penggunaan faktor produksi pada tingkat tertentu
4

Doll dan Orazem. 1984. Kurva fungsi produksi klasik [internet]. [diunduh tanggal 4 April 2014].
Tersedia pada: http://dianmiracle.wordpress.com/2011/11/

13
dalam daerah ini akan dicapai keuntungan maksimum. Daerah ini disebut daerah
yang rasional.
Pada Daerah III, Produk Marjinal bernilai negatif. Daerah ini mempunyai
nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktorfaktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan.
Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang tidak
efisien. Daerah ini disebut daerah irrasional.
Konsep Efisiensi Skala Produksi
Ilmu ekonomi produksi mempelajari konsep efisiensi skala produksi.
Konsep tersebut digunakan untuk menentukan kenaikan hasil produksi dengan
laju yang menaik, konstan, atau bahkan menurun. Jika laju kenaikan produksi
menaik, maka peristiwa tersebut disebut efisiensi skala produksi yang menaik
(increasing return to scale). Apabila efisiensi skala kenaikan hasil produksi hanya
sebanding dengan hasil sebelumnya berarti efisiensi skala produksi adalah tetap
(constant return to scale). Sedangkan kenaikan hasil produksi menurun dari
sebelumnya disebut efisiensi skala produksi yang menurun (decreasing return to
scale). (Mubyarto 1994)
Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi
Usahatani yang efisien adalah usahatani yang dapat memaksimumkan laba.
Maksimisasi laba pada produksi usahatani dapat tercapi apabila petani
berproduksi di daerah II (1). Daerah II disebut daerah rasional, yaitu daerah
dimana manajer harus memilih input untuk menghasilkan keuntungan yang
maksimal. Menurut Doll dan Orazem (1984), keuntungan maksimum merupakan
turunan pertama dari fungsi produksi terhadap masing-masing faktor produksi
sama dengan nol. Secara matematis digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:
π
: pendapatan usahatani
Xi
: jumlah pemakaian faktor produksi ke-i
Py
: harga per unit output
Y
: hasil produksi
Pxi
: harga pembelian faktor produksi ke-i
Pada saat dY/dXi, maka dapat digantikan sebagai produk marjinal faktor
produksi ke-i (PMxi), seperti persamaan dibawah ini:
Ketika mengacu pada prinsip keseimbangan marjinal, (Py.PMxi) harus sama
dengan (Pxi) agar tercapainya keuntungan maksimum. Dimana (Py.PMxi) sisebut
nilai produk marjinal (NPM) dan (Pxi) sebagai biaya korbanan marjinal (BKM).
Secara umum, keuntungan maksimum dapat dirumuskan seperti berikut:

14
Keterangan:
NPMxi
BKMxi

: nilai produk marjinal faktor produksi ke-i
: biaya korbanan marjinal faktor produksi ke-i

Rasio antara NPM dan BKM yang lebih dari satu, akan menyebabkan
tambahan penerimaan lebih besar dari tambahan biaya, sehingga petani harus
menambah jumlah input agar sama dengan satu. Sedangkan saat rasio NPM dan
BKM kurang dari satu, maka penambahan biaya akan lebih besar dibanding
dengan tambahan penerimaan, sehingga petani harus mengurangi input agar sama
dengan satu.
Konsep Inefisiensi Produksi
Terdapat dua pendekatan alternatif untuk menguji sumber-sumber
inefisiensi. Pertama ialah dengan prosedur dua tahap. Tahap pertama terkait
dengan pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu
perusahaan. Tahap kedua, pendugaan terhadap regresi inefisiensi dugaan
dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang diasumsikan
mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua adalah efek inefisiensi dalam
stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan
dalam menjelaskan inefisiensi dalam proses produksi. (Coelli 2005)
Menurut Coelli (2005) dalam mengukur inefisiensi teknis digunakan
variabel Ui yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N
(μ , σ 2). Nilai parameter distribusi (μ ) efek inefisiensi teknis dapat diperoleh dari:
dimana δ adalah parameter skalar yang dicari, Zi merupakan variabel penjelas,
dan Wi adalah variabel acak.

Kerangka Pemikiran Operasional
Ubi kayu merupakan komoditas sub sektor tanaman pangan yang sudah
banyak dikenal masyarakat dan berpotensi untuk dikembangkan. Selain sebagai
bahan baku pangan pengganti beras, ubi kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri. Jumlah penawaran yang terus meningkat memaksa petani
untuk meningkatkan produktivitas dan produksinya.
Desa Galuga merupakan desa penghasil ubi kayu terbesar di Kecamatan
Cibungbulang, dimana Kecamatan Cibungbulang merupakan sentra terbesar di
Kabupaten Bogor. Dengan produktivitas yang besar melebihi produktivitas ratarata nasional, usahatani ubi kayu di Desa Galuga belum dimaksimalkan. Hal ini
dikarenakan belum efisiennya penggunaan fakor-faktor produksi usahatani seperti
luas lahan, jumlah bibit, pupuk kandang, pupuk N, pupuk P, pupuk K dan tenaga
kerja.
Analisis keragaan usahatani ubi kayu di Desa Galuga perlu dilakukan. Hal
ini untuk mengetahui gambaran umum usahatani ubi kayu. Analisis pendapatan
usahatani diperlukan untuk mengidentifikasi penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan petani, agar dapat diketahui pendapatan usahatani serta efisiensi
produksi ubi kayu di Desa Galuga. Adapun metode pengukuran tingkat kelayakan
usahatani dilakukan dengan menggunakan R/C ratio. R/C ratio juga dapat

15
digunakan sebagai alat perencanaan di masa mendatang. Pencarian model
produksi usahatani ubi kayu digunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Kemudian
digunakan fungsi produksi stochastic frontier untuk menduga efisiensi dan
inefisiensi produksinya. Sehingga dapat diberikan rekomendasi usahatani ubi
kayu yang efisien di Desa Galuga.
1. Produktivitas ubi kayu Desa Galuga tinggi
2. Faktor-faktor produksi usahatani yang berpengaruh: luas
lahan, jumlah bibit, pupuk kandang, pupuk N, pupuk P,
pupuk K dan tenaga kerja
3. Faktor inefisiensi: umur petani, pendidikan formal, umur
bibit, pengalaman berusahatani, umur panen, status
kepemilikan lahan, keikutsertaan dalam kelompok tani
dan status usahatani
Usahatani Ubi Kayu Desa Galuga

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis Efisiensi dan
Inefisiensi Teknis: Fungsi
Produksi Stochastic Frontier

Analisis R/C
Ratio

Rekomendasi Usahatani Ubi Kayu
Desa Galuga
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional usahatani ubi kayu Desa Galuga

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor. Lokasi penelitian dipilih di Kabupaten Bogor karena merupakan salah satu
daerah penghasil ubi kayu terbesar di Jawa Barat dan Desa Galuga adalah
penghasil ubi kayu terbesar di Kabupaten Bogor. Adapun pengambilan data
dilakukan bulan April 2014.

16
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder,
baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dengan
wawancara petani ubi kayu menggunakan alat bantu kuesioner yang telah
dipersiapkan sebelumnya serta pengamatan langsung usahatani responden. Data
yang diperoleh dari hasil wawancara merupakan data hasil usahatani pada periode
musim tanam 2013.
Data sekunder diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan komoditas
ubi kayu dan juga penelitian yang relevan dengan usahatani. Selain itu, data
sekunder juga diperoleh dari beberapa instansi yaitu : Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, BP4K
Kabupaten Bogor, dan lembaga lain yang terkait dengan penelitian ini serta media
elektronik (internet). Kedua data ini kemudian diolah agar dapat tercapai tujuan
dari penelitian ini.

Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan cara
menentuan responden yang dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari
Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Kecamatan Cibungbulan. Kemudian menuju
petani selanjutnya berdasarkan rekomendasi dari petani sebelumnya. Penelitian
dilakukan melalui wawancara langsung kepada petani ubi kayu dengan
menggunakan alat bantu kuesioner dan melakukan pengamatan langsung pada
kegiatan usahatani responden di lokasi penelitian.
Jumlah petani responden yang digunakan sebagai sampel sebanyak 40 orang
petani yang masih aktif melakukan kegiatan usahatani ubi kayu di Desa Galuga.
Penentuan responden sebanyak 40 orang dilakukan untuk memenuhi aturan umum
secara statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30 orang karena sudah
terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang
diteliti. Jumlah tersebut dianggap mewakili keragaman usahatani ubi kayu di Desa
Galuga.

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan sekunder yang
diperoleh dari hasil penelitian. Analisis kualitatif diuraikan secara deskriptif untuk
mengetahui gambaran mengenai aktivitas usahatani ubi kayu dan penggunaan
input produksi dalam usahatani ubi kayu di Desa Galuga, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan
usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C analysis), pendugaan
model produksi usahatani ubi kayu di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas serta fungsi
produksi stochastic frontier untuk mengetahui efisiensi dan inefisiensi produksi
ubi kayu. Data primer yang telah diperoleh dari hasil wawancara dengan petani

17
responden diolah dengan bantuan kalkulator dan komputer (program Microsoft
Excel, Minitab 15, dan Frontier 4.1). Hasil pengolahan data primer disajikan
dalam bentuk tabel yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk pembahasan.
Analisis Keragaan Usahatani
Keragaan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai
usahatani di suatu daerah. Keragaan usahatani dapat dilihat dengan cara
mengidentifikasi teknik budidaya dan output yang dihasilkan, serta penggunaan
faktor-faktor produksi dari usahatani ubi kayu yang dilakukan oleh petani
responden. Analisis sistem usahatani melihat keterkaitan antar subsistem dari
subsistem hulu hingga subsistem penunjang dalam usahatani (Nasution 2010).
Sistem usahatani merupakan subsistem dari sistem agribisnis yang melakukan
proses produksi. Sistem usahatani ubi kayu meliputi kegiatan persiapan lahan,
penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman (seperti penyiangan,
pembumbunan, serta pengendalian hama dan penyakit), dan pemanenan.
Sedangkan input produksi yang digunakan dalam suatu usahatani yaitu lahan,
bibit, pupuk kimia, pupuk kandang, obat-obatan (pestisida cair dan pestisida
padat), tenaga kerja (dalam dan luar keluarga), dan peralatan usahatani serta
modal.
Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara seluruh penerimaan
usahatani dan pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam. Analisis
pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani
ubi kayu. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk dari usahatani, yaitu hasil
perkalian antara total produksi dengan harga produk pada suatu periode tertentu.
Penerimaan usahatani ubi kayu terdiri dari penerimaan tunai dan tidak tunai.
Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah nilai semua masukan yang
habis dipakai di dalam produksi. Pengeluaran usahatani mencakup biaya tunai dan
biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah jumlah uang
yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya tunai
pada usahatani ubi kayu antara lain biaya bibit, pupuk kimia, pupuk kandang,
obat-obatan (pestisida cair d