PENGUJIAN KEAKURATAN MODEL ALTMAN DAN MODEL ZMIJEWSKI DALAM MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN DELISTING DARI BURSA EFEK INDONESIA

(1)

PENGUJIAN KEAKURATAN MODEL ALTMAN DAN MODEL ZMIJEWSKI DALAM MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA

PERUSAHAANDELISTINGDARI BURSA EFEK INDONESIA

Oleh:

Noferawati Sidabalok

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model Altman dan model Zmijewski dapat memprediksi delisting, serta untuk mengetahui model prediksi kebangkrutan yang terakurat. Data yang digunakan berupa laporan keuangan periode 2009 sampai dengan tahun 2013 atau dua tahun sebelum perusahaan tersebut delisting dari Bursa Efek Indonesia. Sampel penelitian ini adalah perusahaan yang telah dikeluarkan dari daftar perdagangan saham (delisting) tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 yang memenuhi kriteria purposive sampling, dengan total sampel yang didapat sebanyak 14 perusahaan yaitu 7 perusahaan delisting dan 7 perusahaan listing sebagai sampel pembanding. Penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik dengan bantuan SPSS 16.0 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Altman dan model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting. Serta model Altman menjadi model prediksi delisting terbaik dengan tingkat akurasi sebesar 85,71% sedangkan model Zmijewski hanya sebesar 28,57%.


(2)

Oleh

NOFERAWATI SIDABALOK

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI BISNIS

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG 2016


(3)

(Skripsi)

Oleh

NOFERAWATI SIDABALOK

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG 2016


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan Rasio-Rasio Keuangan Model Altman Z-score ... -2. Perhitungan Rasio-Rasio Keuangan Model Zmijewski X-score ... -3. Perhitungan Z-scoreModel Altman ... -4. Perhitungan X-scoreModel Zmijewski ... -5. Analisis Regresi Logistik Model Altman ... -6. Analisis Regresi Logistik Model Zmijewski ...


(6)

-DAFTAR RUMUS

Rumus Halaman

2.1. Z-score ... 34

2.2. X-score ... 37

3.1. Modal kerja/total aset ... 56

3.2. Laba ditahan/total aset ... 56

3.3. Laba sebelum bunga dan pajak ... 56

3.4. Nilai buku ekuitas/nilai buku total hutang ... 57

3.5. Penjualan/total aset ... 57

3.6. ROA ... 57

3.7. Leverage ... 58

3.8. Likuiditas ... 58

3.9. Tingkat akurasi ... 60

3.10. TipeerrorI ... 61

3.11. Tipe error II ... 61


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. MappingPenelitian Terdahulu ... 39

3.1. Sampel Penelitian ... 48

3.2. Ringkasan Definisi Operasional ... 54

4.1. Sampel penelitian perusahaandelisting... 65

4.2. Sampel penelitian perusahaanlisting... 69

4.3. Rasio keuangan model Altman pada perusahaandelisting... 74

4.4. Rasio keuangan model Altman pada perusahaanlisting ... 74

4.5. Rasio keuangan model Zmijewski pada perusahaandelisting ... 91

4.6. Rasio keuangan model Zmijewski pada perusahaanlisting ... 91

4.7. Hasil perhitungan nilai skor model Altman perusahaandelisting .... 100

4.8. Hasil perhitungan nilai skor model Altman perusahaanlisting... 101

4.9. Hasil perhitungan nilai skor model Zmijewski perusahaandelisting 104 4.10. Hasil perhitungan nilai skor model Zmijewski perusahaanlisting... 104

4.11. Klasifikasi perusahaandelisting(bangkrut) model Altman ... 107

4.12. Hasil keakuratan model Altman pada perusahaandelisting ... 108

4.13. Klasifikasi perusahaanlisting(bangkrut) model Altman ... 108

4.14. Hasil keakuratan model Altman pada perusahaanlisting... 108

4.15. Klasifikasi perusahaan delisting(bangkrut) model Zmijewski ... 112

4.16. Hasil keakuratan model Zmijewski pada perusahaandelisting ... 112

4.17. Klasifikasi perusahaanlistingmodel Zmijewski ... 113

4.18. Hasil keakuratan model Zmijewski pada perusahaanlisting ... 113

4.19. Hasil analisis regresi logistik ... 117


(8)

(9)

(10)

Jauhkan pikiranmu dari kataTIDAK BISA. (Filipi 4:13)

RancanganMu yang terbaik. Tuntun langkahku ya Bapa, aku mencintaiMu.

(Anonim)

Never regret. If it's good, it's wonderful. If it's bad, it's experience.

(Victoria Holt)

Apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan kamu akan menerimanya.


(11)

(12)

Tuhan Yesus Kristus

sebagai sumber kekuatanku, penolongku, penyelamatku

yang selalu menuntun dan menyertai setiap langkahku.

Thanks God.

Bapak dan Mama

sebagai wujud tanda baktiku dan cintaku kepada kalian

serta terima kasih untuk setiap doa, kasih sayang,

nasehat, motivasi, dan pengorbanan yang selalu kalian

berikan kepadaku.

adik-adikku

Eben, Kartika, Rafael

Semua Keluarga, Sahabat, dan Teman-Teman yang selalu

mendoakan, memotivasi, menemani, dan mendukung

dalam berbagai hal.


(13)

Penulis bernama Noferawati Sidabalok, lahir di Sidodadi, 26 November 1993. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan terhebat Bapak A Sidabalok dan Ibu P Simamora. Memiliki 3 saudara terkasih yaitu Eben Haezer Sidabalok, Trikartika Sidabalok, dan Rafael Oloan Sidabalok.

Penulis pernah bersekolah di SDN 5 Sidorejo lulus pada tahun 2005, di SMPN 1 Sidomulyo lulus pada tahun 2008, dan di SMAN 1 Sidomulyo lulus pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN tulis, dengan Program S1 jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Selama mengikuti perkuliahan di Universitas Lampung, penulis juga aktif di organisasi fakultas dan universitas. Pada tahun 2015, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pakuan Baru Kecamatan Pakuan Ratu Kabupaten Way Kanan. Dan pada tahun 2016 penulis menyelesaikan studinya di Universitas Lampung dengan judul skripsi Pengujian Keakuratan Model Altman dan Model Zmijewski dalam Memprediksi Kebangkrutan pada Perusahaan Delisting dari Bursa Efek Indonesia.


(14)

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, anugerah, dan kebaikan-Nya yang selalu menyertai setiap langkahku sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi dengan judul “pengujian keakuratan model altman dan model zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting dari bursa efek indonesia” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Bisnis pada Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis di Universitas Lampung.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus;

2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan FISIP Unila;

3. Bapak Drs. A. Effendi, M.M., selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama FISIP Unila;


(15)

waktunya untuk membimbing, memberikan saran, arahan, dan ilmu yang sangat membantu saya selama proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Dr. Suripto, S.Sos., M.A.B., selaku Penguji Utama. Terima kasih telah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca skripsi saya, menyampaikan masukan, kritik dan saran kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini;

6. Ibu Damayanti, S.A.N., M.A.B., selaku Pembimbing Akademik. Terimakasih atas bimbingan, motivasi dan arahan ibu selama penulis menjadi mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung;

7. Seluruh Bapak/Ibu dosen Ilmu Administrasi Bisnis FISIP Unila, terimakasih atas segenap pengetahuan, bantuan dan bimbingannya selama penulis menjadi Mahasiswa Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Lampung;

8. Ibu Mertayana selaku staf Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis FISIP Unila. Terima kasih banyak atas bantuan ibu dalam pengurusan berkas kuliah selama ini;

9. Kedua orangtuaku tercinta, Bapak A Sidabalok dan Ibu P Simamora. Terimakasih buat bapak dan mamak atas kasih sayang, doa, dukungan, perhatian, semangat, dan segalanya yang selalu diberikan kepadaku. Terimakasih telah menjadi orang tua terhebat, yang rela berkorban demi kesuksesan dan kebahagiaan anak-anaknya. Berapapun banyak kata terima kasih tidak akan cukup membalas semua kebaikan dan pengorbanan kalian.


(16)

doa, motivasi, semangat dan dukungan yang kalian berikan kepada kakakmu yang cantik ini. Kalian luar biasa diks;

11. Keluarga Besarku terimakasih untuk semuanya atas semangat, doa, dukungan dalam hal materi maupun nonmateri. Mauliate godang;

12. Sahabat-sahabatku yang sudah seperti saudara, Rida Lidiawati Marbun, Zahra Nur Aprilia, Lestarida Sormin, Anisa Anggraini, dan Viyana Sihotang. Terimakasih sudah mau menjadi teman cerita, teman menggosip, teman berbagi canda tawa, suka duka selama ini, terutama buat Rida dan Atun alias Zahra yang telah menemani dari semester satu hingga saat ini. Maafkan atas segala salah dan khilafku selama ini sobat. Semangat gapai cita dan cinta sahabat-sahabat tercintahku. Sukses buat kita semua cantik. Tuhan memberkati;

13. Teman-teman seperjuangan ABI 2012. Ika Nofiyanti, Huda Rempis, Disty, Ani, Abdul, Fitri Aningsih, Puput, Wiwin, Putri, Nona cyin, Umi Anjar, Nani, Mak Eka, Yulia, Riza, Vina, Ika Aprilia, Nila, Dian, Nita, Launa, Rani, Dewi, Safitri, Sule, Mahpudin, dll yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas bantuan dan dukungan kalian selama ini. Semangat gapai cita dan cinta teman-teman.Success for all;

14. Terimakasih sahabat SMA-ku, nia, hani, desi, fifi, anggi, dian. Kalian sahabat yang luar biasa, reunian terus yuks. Terimakasih untuk selalu memotivasi, dan menyemangatiku. Sukses buat kitagirls;


(17)

pengalaman-pengalaman berharganya. Terimakasih untuk doa, dukungan, dan semangatnya. Semoga Tuhan Yesus senantiasa menyertai PDO FISIP Unila;

16. Keluarga KKN Desa Pakuan Baru Kecamatan Pakuan Ratu Kabupaten Way Kanan, Kak Dias, Kak Husen, Kak Aris, Mba Marie, Mba Nining, dan Septi. Terimakasih untuk segala keceriaannya, kebersamaannya selama 40 hari, senang mengenal kalian semua;

17. Almamaterku tercinta Universitas Lampung;

18. Semua teman-teman yang telah membantu dalam kelancaran pembuatan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 11 Januari 2016


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR RUMUS ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Kebangkrutan ... 11

2.2. Delisting ... 18

2.3. Laporan Keuangan ... 24

2.4. Analisis Rasio Keuangan ... 29

2.5. Model Prediksi Kebangkrutan ... 34

2.5.1 Model Altman ... 34

2.5.2 Model Zmijewski ... 37

2.6. Penelitian Terdahulu ... 39

2.7. Kerangka Pikir ... 40

2.8. Hipotesis ... 42

III. METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 46

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.4. Populasi dan Sampel ... 47

3.5. Definisi Konseptual ... 49

3.6. Definisi Operasional ... 50

3.6.1 Variabel Independen ... 51

3.6.2 Variabel Dependen ... 53


(19)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1. Deskripsi data penelitian ... 64

4.2. Gambaran umum perusahaan ... 65

4.2.1 Perusahaan Delisting ... 65

4.2.2 Perusahaan Listing ... 68

4.3. Hasil analisis data ... 72

4.3.1 Penghitungan Rasio Keuangan ... 72

4.3.2 Penghitungan Nilai Skor Masing-masing Model ... 100

4.3.3 Tingkat Keakuratan Hasil Prediksi ... 107

4.3.4 Uji Kelayakan Model ... 116

4.4. Pembahasan ... 119

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 130

5.1. Kesimpulan ... 130

5.2. Saran ... 131

5.3. Keterbatasan penelitian ... 132 DAFTAR PUSTAKA


(20)

1.1 Latar Belakang

Perkembangan zaman yang diikuti dengan perubahan siklus ekonomi menyebabkan dunia usaha terus mengalami perubahan. Perubahan ini berdampak pada persaingan ketat yang dialami oleh semua kalangan pelaku bisnis sehingga menuntut sebuah perusahaan mempunyai daya saing yang kuat. Perusahaan diharapkan mampu beradaptasi dengan keadaan, ditengah perubahan yang terus terjadi. Perusahaan yang tidak mampu bersaing lambat laun akan tersingkir dari lingkungan industrinya dan akhirnya membawa pengaruh buruk bagi perusahaan tersebut.

Suatu kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan, tentulah memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai. Salah satunya adalah menghasilkan keuntungan yang optimal atas usaha yang dijalankan sehingga mampu untuk bertahan dan berkembang dalam jangka waktu yang tak terbatas. Namun apabila perusahaan mengalami kegagalan dalam menjalankan usahanya kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan sangat kecil. Dengan adanya kegagalan untuk memperoleh keuntungan dikhawatirkan perusahaan tidak dapat menjalankan usahanya karena ketidakcukupan dana. Jika hal tersebut terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kebangkrutan pada perusahaan.


(21)

Kebangkrutan merupakan masalah yang dapat terjadi dalam sebuah perusahaan apabila perusahaan tersebut mengalami kondisi kesulitan. Setyaningsih dkk (2008) menilai bahwa kebangkrutan adalah fenomena yang selalu dihindari oleh perusahaan, karena hal tersebut dapat menunjukkan ketidakmampuan perusahaan dalam mengalokasikan dana secara tepat dan efisien. Mengingat pentingnya untuk mampu mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang, manajer akan senantiasa berusaha meminimalkan faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan atau kebangkrutan perusahaan khususnya dibidang keuangan.

Ketidakstabilan ekonomi yang terjadi disuatu negara akan semakin mempercepat kondisi kesulitan keuangan sebuah perusahaan. Hal ini tidak hanya berdampak pada kemungkinan terjadi kebangkrutan tetapi terganggunya kepercayaan publik, dan hal yang ditakuti para investor yaitu kemungkinan kehilangan modal yang diinvestasikan. Investor yang memilih berinvestasi dalam saham pasti dihadapkan pada berbagai risiko, seperti kemungkinan kehilangan modal yang diinvestasikannya. Investor tentunya menyukai perusahaan yang memiliki kinerja yang baik dan menghindari perusahaan yang memiliki kinerja yang buruk, mengalami kesulitan keuangan, terlebih lagi perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Untuk itu, sebelum investor mengambil keputusan untuk menginvestasikan dananya dalam saham, terlebih dahulu investor harus memperhatikan dan menganalisa prospek dari bisnis tersebut. Kesalahan dalam memprediksi kelangsungan operasional suatu perusahaan akan berakibat fatal bagi perusahaan.


(22)

Kondisi investasi disuatu negara berkaitan erat dengan pasar modal. Anoraga dan Pakarti (2008) mengungkapkan bahwa pasar modal merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dananya. Seperti yang dinyatakan P3E Semarang (1989) dalam Anoraga dan Pakarti (2008) bahwa pasar modal adalah sarana yang mempertemukan antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus fund) dengan pihak yang kekurangan dana (defisit fund), dimana dana yang diperdagangkan merupakan dana jangka panjang. Jadi, jika para pemegang saham yang ada tidak mampu menyediakan dana jangka panjang maka pilihan paling tepat bagi perusahaan adalah berpaling ke pasar modal.

Umumnya keberadaan pasar modal dimanfaatkan perusahaan go public sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana atau alternatif pembiayaan. Adanya pasar modal dapat dijadikan sebagai alat untuk merefleksikan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan. Pasar akan merespon positif melalui peningkatan harga saham perusahaan jika kondisi keuangan dan kinerja perusahaan bagus. Para investor dan kreditur sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan akan selalu melihat terlebih dahulu kondisi keuangan perusahaan tersebut apakah mengalami kesulitan keuangan atau tidak (Atmini, 2005). Oleh karena itu, analisis dan prediksi atas kondisi keuangan suatu perusahaan sangat penting dilakukan.

Salah satu indikator perusahaan bangkrut di pasar modal adalah perusahaan delisting (Fatmawati, 2012). Perusahaan delisting adalah perusahaan yang dihapuskan atau dikeluarkan dari daftar perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek dan efek tersebut dilarang diperdagangkan di bursa.


(23)

Ketentuan ini diatur dalam Keputusan Direksi PT BEJ No. Kep.01/BEJ/1992, tanggal 17 Februari 1992 (www.minerba.esdm.go.id, diakses pada tanggal 23 September 2015). Perusahaan yang telah dihapuskan atau dikeluarkan dari bursa tidak dapat lagi menerbitkan laporan keuangan. Semua kewajiban yang semula melekat akan terhapus, termasuk kewajiban untuk menerbitkan laporan keuangan perusahaan. Perusahaan delisting sering dianggap bangkrut, karena para investor sudah tidak dapat lagi berinvestasi di perusahaan tersebut. Pada dasarnya sebuah perusahaan yang telah delisting masih beroperasi namun tidak dapat lagi diakses oleh publik. Delisting dapat dilakukan baik atas permintaan perusahaan maupun keputusan bursa. Delisting atas perintah bursa biasanya karena perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban dan aturan yang telah ditetapkan salah satunya adalah berturut-turut menderita rugi (bangkrut).

Kebangkrutan berhubungan dengan biaya dan risiko yang besar. Jadi setiap perusahaan harus mewaspadai adanya potensi kebangkrutan. Karena banyak pihak yang akan dirugikan apabila perusahaan mengalami kebangkrutan terutama bagi perusahaan terbuka (go public). Pihak-pihak yang dirugikan tersebut diantaranya investor yang berinvestasi, kreditur yang dirugikan karena terjadinya gagal bayar, karyawan perusahaan tersebut karena terjadi pemutusan hubungan kerja serta manajemen perusahaan itu sendiri. Apabila suatu perusahaan sudah mengalami kesulitan keuangan, maka perusahaan tersebut harus benar-benar waspada terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi, termasuk mengalami kebangkrutan atau kegagalan dalam usahanya. Untuk itu perusahaan harus sedini mungkin mendeteksi kemungkinan kebangkrutan yang akan dihadapi.


(24)

Prediksi kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan. Semakin awal tanda kebangkrutan diketahui, tentunya semakin baik bagi perusahaan. Dengan itu perusahaan dapat melakukan persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan buruk dengan melakukan perbaikan-perbaikan dan membuat strategi jika kebangkrutan tersebut benar-benar terjadi pada perusahaan. Seperti yang dinyatakan Kartikasari dkk (2014) bahwa perusahaan dikatakan bangkrut jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada kreditur. Sehingga diperlukan analisis prediksi kebangkrutan untuk mengantisipasi terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya ditahun berikutnya. Hanafi dan Abdul (2009) menyatakan bahwa tanda-tanda kebangkrutan tersebut dapat dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi.

Risiko kebangkrutan dapat diantisipasi serta dihindari dengan melakukan prediksi potensi kebangkrutan. Untuk meminimalisir risiko kebangkrutan, diperlukan suatu alat atau model prediksi yang dapat digunakan untuk memprediksi ada atau tidaknya potensi kebangkrutan perusahaan (Zakkiyah dkk, 2014). Puryati dan Savitri (2012) menyatakan bahwa prediksi kondisi kebangkrutan dapat dianalisis dari laporan keuangan perusahaan melalui perkembangan analisis rasio-rasio keuangan perusahaan yang bersangkutan. Anggraeni dkk (2014) menjelaskan bahwa perhitungan dari rasio-rasio keuangan dapat menunjukkan kondisi keuangan perusahaan dari tahun ke tahun, yang sedang mengalami kenaikan atau penurunan kinerja. Apabila perusahaan terus mengalami penurunan kinerja, maka hal tersebut dapat mengakibatkan kebangkrutan perusahaan.


(25)

Analisis rasio pada perkembangannya mempunyai kendala dan keterbatasan dimana setiap rasio diuji secara terpisah. Pengaruh kombinasi beberapa rasio hanya berdasarkan pertimbangan para analis keuangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa peneliti mengembangkan suatu model prediksi sebagai kombinasi dari berbagai rasio guna menjawab kekurangan dari analisis rasio (Weston dan Thomas, 1995). Banyak model prediksi yang bermunculan untuk memprediksi kebangkrutan, diantaranya model Altman dan model Zmijewski. Menurut Peter dan Yoseph (2011) model Altman dan Zmijewski termasuk model yang mudah dalam penggunaannya dan prediksi kebangkrutannya pun cukup akurat.

Model Altman dan model Zmijewski memiliki perbedaan yang signifikan yaitu dimulai dari teknik analisisnya, jumlah rasio keuangan yang digunakan hingga jumlah perusahaan yang diteliti. Altman (1968) menggunakan lima jenis rasio keuangan dalam model analisis multiple discriminant pada 66 perusahaan yang terdiri dari 33 perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang masih bertahan. Kelima rasio tersebut yaitu rasio modal kerja terhadap total aset, rasio laba ditahan terhadap total aset, rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aset, nilai buku ekuitas terhadap nilai buku total hutang, dan rasio penjualan terhadap total aset. Sedangkan Zmijewski (1984) dalam Hadi dan Anggraeni (2008) menggunakan analisis yang mengukur kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio yang mengukur kinerja (ROA), leverage, dan likuiditas suatu perusahaan pada 40 perusahaan bangkrut dan 800 perusahaan yang masih bertahan.


(26)

Penelitian mengenai model prediksi kebangkrutan telah banyak dilakukan. Prabowo dan Wibowo (2015) melakukan penelitian yang membandingkan model Altman Z-score, model Zmijewski, dan model Springate dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan delisting. Hasil penelitian menemukan bahwa model prediksi Altman merupakan prediktor terbaik diantara ketiga model yang dianalisa. Penelitian Savitri (2014) menemukan bahwa model Altman Z-score terbukti dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting dan menjadi prediktordelistingterbaik diantara model Zmijewski dan Springate.

Fatmawati (2012) meneliti tentang penggunaanThe Zmijewski Model, The Altman Model, dan The Springate Model sebagai prediktor delisting. Hasil penelitian menemukan bahwa dari ketiga model prediktor delisting yang digunakan model Zmijewski lebih akurat dalam memprediksi perusahaan delistingdibanding model Altman dan Springate. Kemudian Zakkiyah dkk (2014) melakukan penelitian tentang analisis penggunaan model Zmijewski dan Altman untuk memprediksi potensi kebangkrutan. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan antara model Zmijewski dan Altman dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Melihat banyaknya penelitian tentang kebangkrutan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. Akan tetapi masih terbatasnya penelitian tentang perusahaan delisting dan perbandingan model prediksi kebangkrutan. Penulis akan menggunakan sampel perusahaan delisting sebanyak 7 perusahaan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 (kecuali perusahaan sektor keuangan dan perbankan) yang mengalami delisting karena masalah keuangan bukan karena voluntary delisting


(27)

dan bukan karena akuisisi ataupun merger serta sampel perusahaan listing sebanyak 7 perusahaan pada periode tahun yang sama, dengan jumlah yang sama dan pada bidang usaha sejenis sebagai sampel pembanding, kemudian penulis akan menggunakan model Altman dan model Zmijewski sebagai model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan delisting dan menentukan prediktor delistingterbaik diantara kedua model tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui keakuratan masing-masing model dalam memprediksi delisting serta mengetahui model prediksi delisting terbaik antara model kebangkrutan Altman dan Zmijewski. Dengan demikian penulis akan melakukan penelitian yang berjudul“Pengujian Keakuratan Model Altman dan Model Zmijewski dalam

Memprediksi Kebangkrutan pada Perusahaan Delisting dari Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan pada penelitian ini adalah: 1. Apakah model Altman dapat digunakan untuk memprediksi perusahaan

delisting?

2. Apakah model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi perusahaan delisting?

3. Model prediksi manakah yang paling akurat antara model Altman dan model Zmijewski dalam memprediksi perusahaandelisting?


(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Membuktikan bahwa model Altman dapat digunakan untuk memprediksi perusahaandelisting.

2. Membuktikan bahwa model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi perusahaandelisting.

3. Mengetahui model prediksi mana yang paling akurat antara model Altman dan model Zmijewski dalam memprediksi perusahaandelisting.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berikut ini: 1. Bagi investor

Adanya informasi tentang model prediksi delisting diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor dalam mengambil keputusan ketika akan berinvestasi. Selain itu, investor juga penting mengetahui apakah perusahaan yang menerima dana mereka adalah perusahaan yang sehat dan dapat memberikan return optimal dari investasi yang mereka tanam sehingga investor tidak mengalami kerugian.

2. Bagi manajemen

Penelitian ini diharapkan dapat membantu manajemen mendeteksi sejak dini indikasi kebangkrutan sehingga manajemen dapat mengambil


(29)

tindakan pencegahan lebih awal guna menyelamatkan perusahaan dan penghapusan pencatatan saham (delisting) dari bursa dapat dihindari. 3. Bagi dunia akademis

Penelitian ini tidak hanya bermanfaat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Bisnis di Fakultas ISIP Universitas Lampung, tetapi juga diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya yang mengambil tema yang sama dengan penelitian ini.


(30)

2.1 Kebangkrutan

2.1.1 Pengertian Kebangkrutan

Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana dalam menjalankan usahanya. Biasanya kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Peter dan Yoseph (2011) kebangkrutan sebagai suatu kegagalan didefinisikan dalam beberapa pengertian yaitu:

1. Kegagalan ekonomi (economic distressed)

Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak mampu menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan.

2. Kegagalan keuangan (financial distressed)

Mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak


(31)

terkena financial distress. Kegagalan keuangan dapat juga diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu insolvensi teknis dan insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Insolvensi teknis yaitu perusahaan dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Sedangkan insolvensi dalam pengertian kebangkrutan yaitu kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.

Menurut Undang-Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998, debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan yang berwenang, baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. Adnan dan Kurniasih (2000) menyatakan bahwa kebangkrutan suatu perusahaan ditandai dengan kesulitan keuangan yaitu keadaan dimana perusahan lemah dalam menghasilkan laba atau perusahaan cenderung mengalami defisit. Kebangkrutan juga sering disebut likuiditas perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas.

Kesulitan usaha merupakan kondisi kontinum mulai dari kesulitan keuangan yang ringan (seperti masalah likuiditas), sampai pada kesulitan yang lebih serius, yaitu tidak solvabel (utang lebih besar dibandingkan dengan aset). Pada kondisi tersebut perusahaan praktis dapat dikatakan sudah bangkrut (Hanafi, 2011). Perusahaan dikatakan bangkrut jika perusahaan tersebut tidak mampu membayar


(32)

kewajibannya pada kreditur. Sehingga diperlukan analisis prediksi kebangkrutan untuk mengantisipasi terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya di tahun berikutnya (Kartikasari dkk, 2014). Seperti yang dinyatakan Hanafi (2011) bahwa kebangkrutan merupakan persoalan yang serius, dan memakan biaya, maka apabila ada early warning system yang dapat mendeteksi potensi kebangkrutan sejak awal, manajemen akan sangat terbantu. Manajemen dapat melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sedini mungkin untuk menghindari kebangkrutan.

Kebangkrutan disimpulkan sebagai suatu situasi atau keadaan dimana perusahaan tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan yaitu keuntungan tidak tercapai atau tidak terpenuhi. Pada situasi itu, perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan. Jika tidak diselesaikan dengan benar, kesulitan kecil dapat berkembang menjadi lebih besar dan akan sampai pada kebangkrutan.

2.1.2 Penyebab Kebangkrutan

Darsono dan Ashari (2005) dalam Kartikasari dkk (2014) mendeskripsikan bahwa secara garis besar penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bagian internal manajemen perusahaan. Sedangkan faktor eksternal dapat berasal dari faktor luar yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan atau faktor perekonomian secara makro. Darsono dan Ashari (2005) dalam Kartikasari


(33)

dkk (2014) pun menjelaskan beberapa faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan diantaranya:

1. Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan, dan keahlian manajemen.

2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah hutang piutang yang dimiliki. Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan dapat menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.

3. Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dapat mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan perusahaan. Kecurangan ini dapat berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang dapat mengakibatkan kebangkrutan (Darsono dan Ashari, 2005 dalam Kartikasari dkk, 2014) adalah sebagai berikut:

1. Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan. Untuk menjaga


(34)

hal tersebut perusahaan harus selalu mengantisipasi kebutuhan pelanggan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. 2. Kesulitan bahan baku karenasuppliertidak dapat memasok lagi kebutuhan

bahan baku yang digunakan untuk produksi. Untuk mengantispasi hal tersebut perusahaan harus selalu menjalin hubungan baik dengan supplier dan tidak menggantungkan kebutuhan bahan baku pada satu pemasok sehingga risiko kekurangan bahan baku dapat diatasi.

3. Faktor debitur juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitur tidak melakukan kecurangan dalam mengembalikan hutang. Terlalu banyak piutang yang diberikan pada debitur dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva yang menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus selalu memonitor piutang yang dimiliki dan keadaan debitur supaya dapat melakukan perlindungan dini terhadap aktiva perusahaan.

4. Hubungan yang tidak harmonis dengan debitur juga dapat berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Seperti tertera dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, kreditur dapat memailitkan perusahaan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan harus dapat mengelola hutangnya dengan baik dan juga membina hubungan baik dengan kreditur.

5. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri seperti selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi pelanggan sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.


(35)

6. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Dengan semakin terpadunya perekonomian dengan negara-negara lain, perkembangan perekonomian global juga harus diantisipasi oleh perusahaan.

2.1.3 Indikator-Indikator Prediksi Kebangkrutan

Sebelum terjadi kebangkrutan, biasanya muncul berbagai indikator yang dapat dilihat khususnya terkait dengan efektivitas operasi. Indikator-indikator tersebut digunakan untuk melihat tanda-tanda akan munculnya kegagalan (kebangkrutan). Menurut Teng (2002) dalam Wakhidah dkk (2014) indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut.

1. Profitabilitas yang negatif atau menurun. Barometer suatu perusahan yang rapuh dapat ditunjukkan dengan profitabilitas negatif atau menurun.

2. Merosotnya posisi pasar. Kemerosotan posisi pasar dapat dilihat melalui hilangnya pangsa pasar bagi perusahaan, menurunnya jumlah distributor. 3. Posisi kas yang buruk atau negatif/ketidakmampuan melunasi

kewajiban-kewajiban kas.

4. Tingginya perputaran karyawan atau rendahnya moral.

5. Penurunan volume penjualan, karena adanya perubahan selera atau permintaan konsumen.

6. Ketergantungan terhadap utang, bagi perusahaan yang mengandalkan kegiatan operasinya maupun investasinya berdasarkan sumber pinjaman, akan mendapat kesulitan dalam menyelesaikan kewajibannya.


(36)

8. Penurunan nilai penjualan, dapat terjadi karena turunnya market share yang diikuti dengan kenaikan tarif relatif harga jual yang mungkin dipengaruhi oleh tingkat inflasi.

2.1.4 Manfaat Informasi Kebangkrutan

Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak yang berkepentingan tentang kinerja keuangan perusahaan. Semakin awal tanda kebangkrutan diketahui, tentunya semakin baik bagi perusahaan. Dengan itu perusahaan dapat melakukan perbaikan-perbaikan dan membuat strategi untuk menghadapi jika kebangkrutan tersebut benar-benar terjadi pada perusahaan. Menurut Hanafi dan Abdul (2009) informasi prediksi kebangkrutan sangat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya:

1. Pemberi pinjaman

Informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.

2. Investor

Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.


(37)

3. Pihak pemerintah

Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengatasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.

4. Akuntan

Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern (kelangsungan hidup) suatu perusahaan.

5. Manajemen

Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-langkah preventif (pencegahan) sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari atau dapat diminimilisir.

2.2Delisting

Delisting adalah penghapusan pencatatan dari daftar saham di bursa yang dikarenakan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan di bursa tersebut. Pada saat perusahaan melakukan go private, hal tersebut pada umumnya diikuti dengan tindakan delisting oleh bursa. Delisting disebut juga perpindahan perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar di bursa efek karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak mematuhi aturan-aturan yang berlaku atau keadaan keuangannya jauh dibawah standar yang berlaku secara umum (Hermuningsih, 2012). Menurut Darmadji dan Hendy (2011) delisting adalah penghapusan efek dari daftar efek yang tercatat pada bursa. Dan saham yang telah mengalami delisting dapat tercatat kembali di


(38)

bursa atau yang dikenal dengan istilah relisting.Bursa Efek Indonesia mengatur ketentuan mengenai delisting dan relisting melalui Peraturan Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting) Saham di Bursa yang mulai efektif berlaku sejak tanggal 19 Juli 2004.

Hermuningsih (2012) menjelaskan bahwa pada dasarnya delisting merupakan akibat dari wanprestasinya emiten atau tidak dipenuhinya isi, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian atau kontrak yang dibuat dan diwajibkan oleh bursa efek. Delisting merupakan tindakan yang membawa akibat hukum dengan tidak memperbolehkan efek emiten yang bersangkutan diperdagangkan lagi di bursa. Hukuman dalam bentuk delisting tersebut yang dijatuhkan oleh otoritas bursa hanya akan diambil oleh bursa efek, setelah memperhatikan dan mempertimbangkan ketidakmampuan dari emiten sebagai perseroan untuk memenuhi kriteria yang dapat menyebabkan terjadinya delisting. Penghapusan pencatatan saham perusahaan tercatat dari daftar efek yang tercatat di bursa dapat terjadi karena:

a. Permohonan penghapusan pencatatan saham yang diajukan oleh perusahaan tercatat sendiri, yang biasanya disebutvoluntary delisting. b. Dihapus pencatatannya oleh bursa sesuai dengan ketentuan bursa karena

tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh bursa, yang bisanya disebut denganforced delisting.

Hermuningsih (2012) juga menjelaskan bahwa hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinyadelistingpada perusahaan di bursa dapat berbeda-beda antara satu bursa dengan bursa yang lain. Penyebab delisting tersebut diantaranya, harga dibawah


(39)

minimum, nilai kapitalisasi pasar dibawah minimum, dimana nilai kapitalisasi merupakan total nilai dari harga pasar saham dikali seluruh jumlah saham yang beredar, kemudiannett incomedibawah minimum serta kepailitan perusahaan.

2.2.1 KriteriaDelisting

Ahmad (1996) menjelaskan beberapa kriteria delisting yang telah diatur dalam Keputusan Direksi PT BEJ No.Kep.01/BEJ/1992, tanggal 17 Februari 1992, yaitu: a. Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten maupun diputuskan oleh bursa. Dalam hal delistingdiputuskan oleh bursa, terlebih dahulu wajib mendengar pendapat dari Komisi Pencatatan Efek.

b. Delisting atas permohonan emiten hanya dapat dilaksanakan apabila hal tersebut telah diputuskan oleh RUPS dan emiten yang bersangkutan telah menyelesaikan semua kewajibannya terhadap bursa.

c. Delisting atas permohonan emiten diajukan dua bulan sebelum tanggal delisting diberlakukan dengan mengemukakan alasannya serta melampirkan berita secara RUPS sebagaimana dimaksud pada poin diatas. d. Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, berupa wajib mengumumkan

rencana delisting tersebut sekurang-kurangnya 30 hari sebelum tanggal delistingdiberlakukan.

e. Emiten yang efeknya tercatat di bursa yang mengalami salah satu kondisi tersebut di bawah ini, dipertimbangkan untuk dikenakandelisting:

1. Selama tiga tahun berturut-turut menderita rugi atau terdapat selisih rugi sebesar 50% atau lebih dari modal disetor dalam neraca perusahaan pada tahun terakhir.


(40)

2. Selama tiga tahun berturut-turut tidak membayar dividen tunai (untuk saham). Melakukan tiga kali cidera janji (untuk obligasi). 3. Jumlah modal sendiri kurang dari Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar

rupiah).

4. Jumlah pemegang saham kurang dari 100 pemodal (perorang) selama tiga bulan berturut-turut berdasarkan laporan bulanan emiten/Biro Administrasi Efek.

5. Selama enam bulan berturut-turut tidak terjadi transaksi.

6. Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam. 7. Melanggar ketentuan bursa pada khususnya dan ketentuan pasar

modal pada umumnya.

8. Melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kepentingan umum berdasarkan keputusan instansi yang berwenang.

9. Emiten dilikuidasi karena merger, penggabungan, bangkrut, dibubarkan (reksadana) atau alasan lainnya.

10. Emiten dinyatakan pailit oleh pengadilan.

11. Emiten menghadapi gugatan/perkara/peristiwa yang secara material mempengaruhi kondisi dan kelangsungan hidup perusahaan.

12. Khusus untuk emiten reksadana, nilai kekayaan bersih (net asset value) turun menjdai kurang dari 50% dari nilai perdana yang disebabkan oleh kerugian operasi.


(41)

2.2.2 ProsedurDelisting

Ahmad (1996) menjelaskan pula beberapa prosedur delisting yang telah diatur dalam Keputusan Direksi PT BEJ No.Kep.01/BEJ/1992, tanggal 17 Februari 1992, yaitu:

a. Kemungkinan delisting disampaikan secara tertulis oleh bursa kepada emiten dengan menjelaskan kriteria yang menjadi dasar pertimbangan. Tembusan surat pemberitahuan disampaikan kepada Ketua Bapepam oleh Komite Pencatatan Efek.

b. Pemberitahuan sebagaimana maksud pada poin pertama diatas juga menjelaskan bahwa emiten berhak meminta diselenggarakannya dengar pendapat sebelum keputusandelistingdiambil oleh bursa.

c. Permintaan dengar pendapat dari emiten disampaikan kepada bursa selambat-lambatnya sepuluh hari bursa setelah diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada poin pertama dan kedua diatas. Tembusan surat disampaikan kepada Ketua Bapepam dan Komite Pencatatan Efek. d. Bursa menetapkan waktu dan acara dengar pendapat. Acara dan waktu

yang telah ditetapkan disampaikan secara tertulis kepada emiten selambat-lambatnya sepuluh hari bursa sebelum dengar pendapat dilaksanakan. Tembusan surat disampaikan kepada Ketua Bapepam dan Komite Pencatatan Efek.

e. Pada saat dengar pendapat, emiten maupun bursa dapat mengajukan bukti, kesaksian dan argumentasinya masing-masing, kedua belah pihak dapat mengajukan saksi, dan terhadap saksi dapat dilakukan pengujian silang. Forum dapat pula meminta pendapat berbagai ahli.


(42)

f. Bursa wajib mengambil keputusan selambat-lambatnya lima hari bursa setelah dengar pendapat.

g. Dalam hal emiten tidak mengajukan permintaan dengar pendapat, bursa dapat langsung mengambil keputusan.

h. Keputusan bursa dapat berbentuk:

1. Mempertahankan pencatatan efek yang bersangkutan di bursa, atau 2. Menghentikan sementara (suspensi) perdagangan efek yang

bersangkutan di bursa; atau

3. Menghapus efek yang bersangkutan dari daftar efek yang tercatat di bursa.

i. Dalam mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada poin f di atas, bursa terlebih dahulu mendengar pertimbangan Komite Pencatatan Efek. Dalam hal anggota Komite Pencatatan Efek mempunyai kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam emiten yang sedang dipertimbangkan untuk dikenakan delisting, maka anggota komite yang bersangkutan dilarang menggunakan haknya dalam pengambilan keputusan pada kasus tersebut.

j. Keputusan sebagaimana dimaksud pada poin f di atas disampaikan secara tertulis kepada emiten dengan tembusan kepada Ketua Bapepam dan diumumkan di bursa pada hari bursa berikutnya.

k. Dalam hal suspensi, bursa menetapkan waktu berlakunya penghentian perdagangan.


(43)

l. Setelah masa suspensi berakhir, bursa dapat mengambil keputusan apakah akan mempertahankan pencatatan saham yang bersangkutan atau menghapusnya dari daftar efek yang tercatat di bursa.

m. Keputusan sebagaimana dimaksud poin l di atas disampaikan secara tertulis kepada emiten dengan tembusan kepada Ketua Bapepam dan diumumkan pada bursa hari berikutnya.

n. Emiten yang mengalami suspensi tetap untuk menyampaikan dan mengumumkan laporan berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku. o. Apabila suatu emiten dipertimbangkan untuk dikenakan delisting, maka

semua jenis efek emiten tersebut yang tercatat di bursa termasuk dalam pertimbangan ini.

p. Emiten yang efeknya diputuskan untuk dikenakan delisting, mengajukan keberatan kepada Ketua Bapepam dan keputusan Bapepam bersifat final.

2.3 Laporan Keuangan

2.3.1 Pengertian Laporan Keuangan

Analisis keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan diharapkan dapat memberi informasi mengenai perusahaan, yang digabung dengan informasi lain, seperti informasi industri, kondisi perekonomian, pangsa pasar perusahaan, kualitas manajemen, kemudian laporan keuangan diharapkan juga dapat memberikan gambaran yang lebih baik mengenai prospek dan risiko perusahaan (Hanafi dan Abdul, 2009). Menurut Harahap (2006) laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.


(44)

Bagi para analis, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan. Pada tahap pertama seorang analis tidak akan mampu melakukan pengamatan langsung ke suatu perusahaan. Oleh karena itu yang paling penting adalah media laporan keuangan. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan sarana informasi bagi analis dalam proses pengambilan keputusan. Brigham dan Joel (2001) menjelaskan bahwa laporan keuangan melaporkan baik posisi perusahaan pada suatu waktu tertentu maupun operasinya selama beberapa periode yang lalu. Nilai ril dari laporan keuangan adalah fakta bahwa laporan keuangan dapat digunakan untuk membantu memprediksi laba dan dividen masa depan.

2.3.2 Tujuan Laporan Keuangan

Banyak sumber yang menjelaskan mengenai tujuan laporan keuangan. Menurut SAK dalam Harahap (2006) tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan menurut Prinsip Akuntansi Indonesia (1984) dalam Harahap (2006) tujuan laporan keuangan adalah:

1. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.


(45)

2. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.

3. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan didalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. 4. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam

aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai aktivitas pembiayaan dan investasi.

5. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan.

2.4.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan

Terdapat tiga jenis laporan keuangan yang lazim digunakan (Hanafi dan Abdul, 2009) yaitu:

1. Neraca

Neraca meringkaskan posisi keuangan suatu perusahaan pada tanggal tertentu. Neraca menampilkan sumber daya ekonomis (aset), kewajiban ekonomis (utang), modal saham, dan hubungan antar item tersebut. Neraca tidak memberikan informasi nilai perusahaan secara langsung, tetapi informasi tersebut dapat dilihat dengan mempelajari neraca digabung dengan laporan keuangan yang lain. Secara lebih spesifik, neraca dimaksudkan membantu pihak eksternal untuk menganalisis likuiditas


(46)

perusahaan, fleksibilitas perusahaan, kemampuan operasional, dan kemampuan menghasilkan pendapatan selama periode tertentu.

2. Laporan laba rugi

Laporan laba rugi meringkaskan hasil dari kegiatan perusahaan selama periode akuntansi tertentu. Sumbangan laporan laba rugi terhadap penyampaian informasi akan meningkat apabila laporan laba rugi dapat memberi informasi mengenai prestasi mengenai operasional perusahaan, informasi ROI, biaya, feedbackterhadap evaluasi prediksi pendapatan dan komponen-komponennya.

3. Laporan aliran kas

Laporan aliran kas dipakai untuk menganalisis aliran kas masuk dan keluar perusahaan. Laporan aliran kas bertujuan untuk melihat efek kas dari kegiatan operasional, investasi, dan pendanaan suatu perusahaan selama periode tertentu.

2.4.4 Pengguna Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para penggunanya dalam dunia bisnis yang menghasilkan keuntungan. Berikut beberapa pengguna laporan keuangan (Harahap, 2006):

1) Pemegang saham

Pemegang saham ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan, aset, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Pemegang saham juga ingin melihat prestasi perusahaan, mengetahui perkembangan perusahaan dari waktu ke


(47)

waktu, perbandingan dengan usaha sejenis, dan perusahaan lainnya. Dari informasi tersebut pemegang saham dapat mengambil keputusan apakah ia akan mempertahankan sahamnya, menjual, atau menambahnya. Semua tergantung pada kesimpulan yang diambil dari informasi yang terdapat dalam laporan keuangan atau informasi tambahan lainnya.

2) Investor

Investor dalam hal tertentu juga sama seperti pemegang saham. Bagi investor, potensial melihat kemungkinan potensi keuntungan yang akan diperoleh dari perusahaan yang dilaporkan.

3) Analis pasar modal

Analis pasar modal ingin mengetahui nilai perusahaan, kekuatan dan posisi keuangan perusahaan. Apakah layak disarankan untuk dibeli sahamnya, dijual atau dipertahankan. Informasi ini akan disampaikan kepada langganannya berupa investor baik individual maupun lembaga. 4) Manajer

Manajer ingin mengetahui situasi ekonomis perusahaan yang dipimpinnya. Seorang manajer selalu dihadapkan pada masalah yang memerlukan keputusan cepat dan setiap saat. Untuk sampai pada keputusan yang tepat, manajer harus mengetahui selengkap-lengkapnya kondisi keuangan perusahaan.

5) Karyawan dan serikat pekerja

Karyawan perlu mengetahui kondisi keuangan perusahaan untuk menetapkan apakah ia masih akan terus bekerja di perusahaan tersebut


(48)

atau pindah. Karyawan juga perlu mengetahui hasil usaha perusahaan supaya dapat menilai apakah penghasilan yang diterimanya adil atau tidak. 6) Instansi pajak

Semua kewajiban pajak tergambar dalam laporan keuangan, dengan demikian instansi pajak dapat menggunakan laporan keuangan sebagai dasar menentukan kebenaran perhitungan pajak, pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan juga untuk dasar penindakan.

7) Kreditur

Sama seperti pemegang saham investor, lender seperti bank, investment fund, perusahaanleasing, juga ingin mengetahui informasi tentang situasi dan kondisi perusahaan baik yang sudah diberi pinjaman maupun yang akan diberi pinjaman. Bagi perusahaan calon debitur laporan keuangan dapat menjadi sumber informasi untuk menilai kelayakan perusahaan untuk menerima kredit yang akan diluncurkan.

8) Supplier

Supplier hampir sama dengan kreditur. Laporan keuangan dapat menjadi informasi untuk mengetahui apakah perusahaan layak diberikan fasilitas kredit, seberapa lama akan diberikan, dan sejauh mana potensi risiko yang dimiliki perusahaan.

2.4 Analisis Rasio Keuangan

2.4.1 Pengertian Rasio Keuangan

Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan


(49)

dan signifikan. Rasio ini akan menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan tersebut hubungan antara pos dapat dinilai secara cepat dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga kita dapat memperoleh informasi dan memberikan penilaian (Harahap, 2006).

Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan. Menurut Wild dkk (2005) analisis rasio merupakan salah satu alat analisis keuangan yang paling populer dan banyak digunakan. Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio. Sartono (2001) menjelaskan bahwa analisis rasio keuangan dapat dilakukan dengan cara membandingkan prestasi satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga diketahui adanya kecenderungan periode tertentu. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan perusahaan sejenis dalam industri itu sehingga dapat diketahui bagaimana posisi perusahaan dalam industri. Penggunaan analisis rasio keuangan ini sangat bervariasi dan tergantung oleh pihak yang memerlukan.

Hasil rasio keuangan akan digunakan untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode apakah mencapai target seperti yang telah ditetapkan. Kemudian juga untuk menilai kemampuan manajemen dalam memberdayakan sumber daya perusahaan secara efektif. Dari kinerja yang dihasilkan juga dapat dijadikan sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan ke depan agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau dipertahankan sesuai dengan target perusahaan.


(50)

Hanafi (2011) menjelaskan beberapa jenis rasio keuangan yang sering digunakan: 1. Rasio likuiditas

Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek. Ada beberapa rasio likuiditas yaitu rasio lancar dan rasio quick.

2. Rasio aktivitas

Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menggunakan asetnya dengan efisien. Ada beberapa rasio aktivitas yang sering dipergunakan, diantaranya rata-rata umur piutang, perputaran persediaan, perputaran aktiva tetap, dan perputaran total aktiva.

3. Rasio utang/leverage/solvabilitas

Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi total kewajibannya. Jenis rasio solvabilitas yang sering digunakan yaitu rasio utang terhadap total aset, rasio times interest earned, dan rasio fixed charge coverage.

4. Rasio keuntungan/profitabilitas

Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas). Jenis rasio profitabilitas yang sering digunakan, yaitu profit margin,Return On Assets(ROA), danReturn On Equity(ROE). 5. Rasio pasar

Rasio yang mengukur harga pasar saham perusahaan, relatif terhadap nilai bukunya. Ada beberapa rasio yang dapat dihitung yaitu PER (Price Earning Ratio),dividend yield, dan pembayaran dividen.


(51)

2.4.2 Penggolongan Angka Rasio

Pada dasarnya jumlah angka rasio sangat banyak karena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Menurut Djahidin (1982) angka rasio pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan sumber data dan tujuan penganalisa. Berdasarkan sumber datanya angka rasio digolongkan sebagai berikut:

1. Rasio neraca (balance sheet) yaitu semua rasio yang datanya diambil dari neraca. Contohnyacurrent ratio, acid test ratio, working capital ratio. 2. Rasio laporan rugi laba (income statement) yaitu semua yang datanya

diambil dari laporan rugi laba. Contohnya gross profit margin, net operating margin, operating ratio, dan sebagainya.

3. Rasio antar laporan (interstatement ratios) yaitu semua rasio yang datanya diambil dari neraca dan laporan rugi laba. Contohnya inventory turnover (tingkat perputaran persediaan), account receivable turnover (tingkat perputaran piutang),sales to inventory, sales to fixed assets, dan lain-lain.

Sedangkan berdasarkan tujuan analisa, Djahidin (1982) menjelaskan bahwa sebagai penganalisa atas laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) pada umumnya mempunyai tiga tujuan utama yaitu untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan, untuk mengetahui tingkat solvabilitas, untuk mengetahui kemampuan perusahaan memperoleh laba (rentabilitas). Tujuan-tujuan tersebut berhubungan dengan kemampuan penganalisa untuk menyajikan hasil analisanya kepada pihak-pihak yang memerlukan data (informasi) tentang perusahaan yang bersangkutan, sehingga pihak-pihak tersebut dapat mengambil keputusan tentang kebijaksanaan atau langkah apa yang akan diambil.


(52)

2.4.3 Keterbatasan Rasio Keuangan

Dalam praktiknya rasio keuangan yang digunakan memiliki fungsi dan kegunaan yang cukup banyak bagi perusahaan dalam mengambil keputusan, namun bukan berarti rasio keuangan yang dibuat sudah menjamin 100% kondisi dan posisi keuangan yang sesungguhnya (Kasmir, 2014). Beberapa keterbatasan analisis rasio yang harus diketahui agar tidak salah dalam penggunaannya (Harahap, 2006):

1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.

2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik seperti:

a. Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau subjektif.

b. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan bukan harga pasar.

c. Klasifikasi dalam laporan keuangan dapat berdampak pada angka rasio.

d. Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi dapat ditetapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.

3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio.


(53)

5. Pada saat dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan dapat menimbulkan kesalahan.

2.5 Model Prediksi Kebangkrutan

2.5.1 Model Altman

Menurut Wild dkk (2005) salah satu model kebangkrutan yang paling terkenal adalah Altman Z-score. Altman Z-score menggunakan berbagai rasio untuk menciptakan alat prediksi kebangkrutan. Altman Z-score menggunakan teknik analisis diskriminan multipel (multiple discriminant analysis). Alat prediksi ini menggolongkan atau memprediksi kemungkinan bangkrut atau tidak bangkrutnya perusahaan dengan menggunakan lima jenis rasio keuangan. Lima rasio keuangan yang digunakan yaitu modal kerja/total aset (X1), laba ditahan/total aset (X2), laba

sebelum bunga dan pajak/total aset (X3), nilai buku ekuitas/nilai buku total hutang

(X4), dan penjualan/total aset (X5). Dapat dilihat bahwa X1, X2, X3, X4, dan X5

masing-masing mencerminkan (1) likuiditas, (2) usia perusahaan dan profitabilitas kumulatif, (3) profitabilitas, (4) struktur keuangan, dan (5) rasio perputaran modal. Model Altman Z-scoredihitung sebagai berikut:

Z = 0,717 X1+ 0,847 X2+ 3,107 X3+ 0,42 X4+ 0,998 X5 ... 2.1

Sumber: Hanafi dan Abdul (2009)

Keterangan:

X1= Modal Kerja/Total Aset


(54)

X3= Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset

X4= Nilai Buku Ekuitas/Nilai Buku Total Hutang

X5= Penjualan/Total Aset

Altman (1968) menggunakan nilai cut offsebagai dasar pengambilan kesimpulan bahwa perusahaan yang diteliti mengalami bangkrut atau tidak. Nilai cut off tersebut adalah sebagai berikut:

1. Skor Z < 1,20 : perusahaan diperkirakan akan mengalami kebangkrutan tinggi.

2. Skor Z 1,20–2,90 : perusahaan diperkirakan sedang berada di posisi grey area, dimana perusahaan harus melakukan perbaikan yang berarti. Jika tidak perusahaan akan rawan bangkrut.

3. Skor Z > 2,90 : perusahaan diperkirakan berada dalam kondisi kebangkrutan yang rendah.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, model Altman menggunakan lima rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Kelima rasio tersebut dijelaskan oleh Hanafi dan Abdul (2009) sebagai berikut:

a. Modal Kerja/Total Aset (X1)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar


(55)

akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya.

b. Laba Ditahan/Total Aset (X2)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham.

c. Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset (X3)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak.

d. Nilai Buku Ekuitas/Nilai Buku Total Hutang (X4)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai buku ekuitas. Nilai buku ekuitas diperoleh dari seluruh jumlah ekuitas. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.

e. Penjualan/Total Aset (X5)

Rasio ini mencerminkan efisiensi atau kemampuan manajemen dalam menggunakan atau mengelola keseluruhan aset perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba.


(56)

2.5.2 Model Zmijewski

Prihanthini dan Maria (2013) menjelaskan bahwa model Zmijewski merupakan model prediksi kebangkrutan yang dikembangkan oleh asisten professor akuntansi di State University of New York, Mark E. Zmijewski. Zmijewski menggunakan analisis yang mengukur kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan. Dalam penelitiannya, sampel yang digunakan Zmijewski berjumlah 840 perusahaan, terdiri dari 40 perusahaan yang telah bangkrut dan 800 yang masih bertahan pada saat itu. Data diperoleh dari Compustat Annual Industrial File dari tahun 1972-1978. Model yang dikembangkan Zmijewski adalah sebagai berikut:

X-score= -4.3–4.5 X1+ 5.7 X20.004 X3... 2.2

Sumber: Prihanthini dan Maria (2013)

Keterangan:

X1=Return On Assets(Laba Bersih/Total Aset)

X2=Leverage(Total Hutang/Total Aset)

X3= Likuiditas (Aset Lancar/Hutang Lancar)

Adapun nilaicut offmodel Zmijewski adalah 0. Jika perusahaan memperoleh skor lebih dari 0 maka diprediksi mengalami kebangkrutan. Begitupun sebaliknya jika skor lebih kecil dari 0 maka diprediksi perusahaan tidak mengalami kebangkrutan. Kriteria penilaian dari model Zmijewski yaitu semakin rendah skor, maka semakin sehat secara finansial perusahaan tersebut. Semakin tinggi skor, maka semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut akan cenderung mengalami


(57)

kebangkrutan sehingga dalam analisis model Zmijewski jika bernilai negatif maka perusahaan tersebut tidak berpotensi bangkrut.

Model Zmijewski menggunakan tiga rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan. Berikut penjelasan mengenai rasio-rasio yang digunakan oleh model Zmijewski dalam memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan (Prihanthini dan Maria, 2013).

a. ROA (X1)

Variabel ini merupakan variabel yang mengukur profitabilitas perusahaan. Indeks atau angka perbandingan antara penghasilan bersih sebelum biaya bunga dengan total aset. Dengan kata lain perbandingan antara laba perusahaan terhadap asetnya.

b. Leverage(X2)

Variabel ini merupakan variabel yang mengukur likuiditas perusahaan secara total. Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dari hutang. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).

c. Likuiditas (X3)

Variabel ini merupakan variabel yang mengukur likuiditas perusahaan. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan.


(58)

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1.MappingPenelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1. Fatmawati

(2012)

PenggunaanThe

Zmijewski Model, The Altman Model, dan The Springate Modelsebagai PrediktorDelisting

a. Model Zmijewsi b. Model Altman c. Model

Springate

Model Zmijewski lebih akurat dalam

memprediksi perusahaandelisting

dibanding model Altman dan model Springate. 2. Savitri (2014) Analisis Prediktor Kebangkrutan Terbaik dengan Menggunakan Metode Altman, Springate dan Zmijewski pada PerusahaanDelisting

dari Bursa Efek Indonesia Tahun 2012.

a. Model Altman b. Model

Springate c. Model

Zmijewski

Model Altman Z-score terbukti dapat

memprediksi kebangkrutan pada perusahaandelisting

dan menjadi prediktor

delistingterbaik diantara model Zmijewski dan Springate. 3. Zakkiyah, dkk (2014) Analisis Penggunaan Model Zmijewski (X-Score) dan Altman (Z-Score) untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan (Studi pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2012)

a. Model Altman b. Model Zmijewski Terdapat perbedaan antara model Zmijewski dan Altman dalam memprediksi kebangkrutan. 4. Prabowo dan Wibowo (2015) Analisis Perbandingan model Altman Z-score, Zmijewski, dan Springate dalam Memprediksi Kebangkrutan PerusahaanDelisting Periode 2008-2013

a. Model Altman b. Model

Zmijewski c. Model

Springate

1. Terdapat perbedaan hasil pengujian prediksidelisting perusahaan antara model Altman, model Zmijewski, dan model Springate. 2. Model Altman

merupakan prediktor

delistingterbaik diantara model Zmijewski dan model Springate.


(59)

Studi-studi yang meneliti tentang kemampuan model prediksi kebangkrutan serta meneliti tentang perbandingan beberapa model prediksi kebangkrutan diantaranya adalah Prabowo dan Wibowo (2015) yang membandingkan model Altman Z-score, model Zmijewski, dan model Springate dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan delisting di BEI periode 2008-2013. Hasil penelitian tersebut adalah model Altman Z-score menjadi prediktor delisting terbaik diantara ketiga model yang dianalisa. Penelitian Savitri (2014) menemukan bahwa model Altman Z-scoreterbukti dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaandelistingdengan tingkat ketepatan sebesar 100% dan menjadi prediktor delisting terbaik diantara model Zmijewski dan Springate.

Penelitian lain dilakukan oleh Fatmawati (2012) yang melakukan penelitian penggunaan the zmijewski model, the altman model, dan the springate model sebagai prediktor delisting. Hasilnya model Zmijewski lebih akurat dalam memprediksi perusahaan delistingdibanding model Altman dan model Springate, dengan tingkat ketepatan prediksi sebesar 83%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Zakkiyah dkk (2014) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan antara model Zmijewski dan Altman dalam memprediksi kebangkrutan. Penelitian tentang model prediksi kebangkrutan seperti diatas tertera pada tabel 2.1.

2.7 Kerangka Pikir

Laporan keuangan adalah media informasi yang merangkum semua aktivitas perusahaan. Salah satu tujuan dari laporan keuangan adalah untuk membantu memprediksi laba dan dividen masa depan. Rasio keuangan yang terdapat di


(60)

dalam laporan keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan. Analisis rasio keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap kebangkrutan.

Indikasi awal perusahaan yang bangkrut adalah dilakukannya penghapusan pencatatan saham (delisting) dari bursa. Apabila perusahaan pengeluar saham yang tercatat di bursa mengalami penurunan kinerja sehingga tidak memenuhi persyaratan pencatatan, maka saham tersebut dapat dikeluarkan dari bursa. Oleh karena itu, kebangkrutan dapat dijadikan acuan untuk meneliti tentang kemampuan model prediksi kebangkrutan dalam memprediksi delisting. Karena delisting akan terjadi setelah emiten mengalami kondisi salah satu diantaranya yaitu emiten dilikuidasi karena merger, penghapusan, bangkrut, dibubarkan (reksadana) atau alasan lainnya, seperti yang tertera dalam Keputusan Direksi PT BEJ No.Kep.01/BEJ/1992, tanggal 17 Februari 1992 (www.minerba.esdm.go.id, diakses pada tanggal 23 September 2015)

Model yang digunakan untuk memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan pada penelitian ini adalah model Altman dan model Zmijewski. Rasio-rasio keuangan dari masing-masing model prediksi kebangkrutan akan menghasilkan skor kebangkrutan dari masing-masing model prediksi kebangkrutan. Dapat disimpulkan bahwa jika salah satu dari dua model tersebut (model Altman dan model Zmijewski) menunjukkan hasil yang terakurat maka dapat menghasilkan prediktor delisting terbaik diantara kedua model tersebut. Kerangka pikir dapat dilihat pada gambar 2.1.


(61)

2.8 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2013) hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti, selanjutnya akan dibuktikan kebenarannya secara empiris berdasarkan analisis data yang relevan dan akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat tiga hipotesis yang diajukan, beberapa hipotesis tersebut dijelaskan pada paragraf selanjutnya.

Gambar 2.1. Kerangka pikir

2.8.1 Prediksi Kebangkrutan Model Altman

Model Altman merupakan satu model persamaan analisis diskriminan yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan melalui lima jenis rasio keuangan yaitu rasio modal kerja terhadap total aktiva, rasio saldo laba terhadap total aktiva, rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva,

Analisis Rasio Keuangan

Model Altman Z-score

Model Zmijewski X-score

PrediktorDelisting Terakurat

Laporan Keuangan Perusahaan


(62)

rasio nilai buku ekuitas terhadap nilai buku total hutang, dan rasio penjualan terhadap total aktiva. Hasil penelitian Savitri (2014) menunjukkan bahwa model Altman Z-score terbukti dapat memprediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting dengan tingkat ketepatan sebesar 100% dan menjadi prediktor delisting terbaik diantara model Zmijewski dan Springate. Prabowo dan Wibowo (2015) menemukan bahwa model Altman Z-score dapat digunakan untuk memprediksi delistingdan merupakan prediktor delistingterbaik diantara ketiga prediktor yang dianalisa (model Altman, model Zmijewski, dan model Springate).

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1: Model Altman dapat digunakan untuk memprediksi perusahaandelisting.

2.8.2 Prediksi Kebangkrutan Model Zmijewski

Model Zmijewski merupakan salah satu model kebangkrutan yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan melalui rasio yang mengukur kinerja, leverage, dan likuiditas suatu perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2012) menemukan bahwa model Zmijewski lebih akurat dalam memprediksi perusahaan delisting dibanding model Altman dan model Springate, dengan tingkat ketepatan prediksi sebesar 83%. Hasil penelitian Zakkiyah dkk (2014) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan antara model Zmijewski dan Altman dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H2: Model Zmijewski dapat digunakan untuk memprediksi perusahaan delisting.


(63)

2.8.3 Model Altman atau Model Zmijewski yang Terakurat

Model Altman dan model Zmijewski merupakan dua model analisis kebangkrutan yang dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Terdapat perbedaan ketepatan prediksi diantara kedua model kebangkrutan tersebut. Hasil penelitian Prabowo dan Wibowo (2015) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil pengujian prediksidelisting antara model Altman, model Zmijewski, dan model Springate. Model Altman Z-score menjadi prediktor delisting terbaik dengan tingkat ketepatan sebesar 100%. Sedangkan dalam penelitian Fatmawati (2012) model Zmijewskiyang lebih akurat dalam memprediksi perusahaan delisting dibanding model Altman dan model Springate dengan tingkat

ketepatan sebesar 83 persen. Selanjutnya hasil penelitian Zakkiyah dkk (2014) juga mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan antara model Zmijewski dan Altman dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan rasio keuangan yang digunakan. Altman mengggunakan lima jenis rasio keuangan yaitu (1) rasio modal kerja terhadap total aset, (2) rasio laba ditahan terhadap total aset, (3) rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aset, (4) rasio nilai buku ekuitas terhadap nilai buku total hutang, dan (5) rasio penjualan terhadap total aset. Sedangkan Zmijewski memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan melalui rasio yang mengukur (1) kinerja (ROA), (2) leverage, dan (3) likuiditas. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah:


(64)

H3: Model Altman memiliki tingkat keakuratan prediksi kebangkrutan tertinggi dibanding model Zmijewski dalam memprediksi perusahaan delisting.


(65)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research). Menurut Zulganef (2013) penelitian explanatory adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan/membuktikan hubungan atau pengaruh antar variabel. Penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang dirumuskan.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang bersumber dari hasil laporan publikasi Bursa Efek Indonesia dan sumber-sumber lain yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram, gambar, dan sebagainya, sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain (Umar, 2003).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau


(1)

131

dikatakan fit atau dengan kata lain model Altman dapat digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting. Maka dapat disimpulkan H2 diterima. Dilihat juga dari nilai Negelkerke R-Square sebesar 1,000 artinya variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen model Zmijewski sebesar 100% sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.

3. Tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan pada perusahaan delisting di Bursa Efek Indonesia dengan mengunakan model Altman lebih tinggi sebesar 85,71% dibanding model Zmijewski sebesar 42,85%. Untuk itu, model Altman yang menjadi prediktor kebangkrutan terbaik pada perusahaandelistingdibandingkan model Zmijewski.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan keseluruhan penelitian ini, peneliti menyarankan: 1. Bagi investor dan kreditur yang akan melakukan investasi dananya

hendaknya memilih perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik untuk mengurangi tingkat risiko yang ada.

2. Bagi perusahaan publik untuk menerapkan model Altman ini untuk memprediksikan kebangkrutan perusahaan yang bersangkutan. Karena model ini telah terbukti cukup efektif untuk memprediksikan kesulitan keuangan yang akan dihadapi oleh perusahaan hanya dengan melihat beberapa rasio keuangan yang sederhana. Sehingga dengan mengetahui prediksi tentang kebangkrutan tersebut sedini mungkin diharapkan


(2)

132

perusahaan dapat mengambil tindakan antisipasi yang diperlukan untuk mengatasi hal tersebut.

3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mengambil sampel yang lebih banyak lagi untuk mendapat hasil yang lebih akurat dan utamakan untuk memilih sampel yang lebih spesifik. Kemudian tambahan variabel sangat dianjurkan juga karena masih banyak model-model prediksi kebangkrutan lainnya seperti model Springate, model Ohlson, model Beaver, dan lain-lain.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sampel yang hanya 7 perusahaan delisting dan 7 perusahaan listing dalam kurun waktu dua tahun sebelum kebangrutan dan hanya membandingkan dua model saja yaitu antara model Altman dan model Zmijewski. Kemudian dalam penelitian ini, tidak membentuk model prediksi baru.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M.A. dan Kurniasih, E. 2000. Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan pada Pendekatan Altman (Kasus pada Sepuluh Perusahaan di Indonesia), Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, 4(2).

Ahmad, Komaruddin. 1996. Dasar-Dasar Manajemen Investasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Altman, E.I. 1968. Financial Ratio, Discriminant Analysis and the Prediction of Corporate Bankruptcy.Journal of Finance. Pp 589-609.

Anggraeni, Retno Dewi, Sri Mangesti Rahayu, dan Topowijono. 2014.Penerapan Model Multiple Discriminant Analysis untuk Memprediksi Financial Distress (Studi pada Sektor Industri Barang Konsumsi yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2012). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 8 No. 2 Maret.

Anoraga, Pandji dan Pakarti Piji. 2008. Pengantar Pasar Modal. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Atmini, S dan Wuryan A. 2005. Manfaat Laba dan Arus Kas Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Textile Products yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VII. Solo.

Brigham, Eugene F dan Joel F Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga.

Darmadji, Tjiptono dan Hendy M Fakhruddin. 2011. Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.


(4)

Fatmawati, Mila. 2012. Penggunaan The Zmijewski Model, The Altman Model, dan The Springate Model Sebagai Prediktor Delisting. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 16, No. 1 Januari. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Metro.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hadi, Syamsul, dan Anggraeni, Atika. 2008. Pemilihan Prediktor Delisting Terbaik (Perbandingan antara The Zmijewski, The Altman Model dan The Springate Model. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Vol. 12 No. 2. Pontianak.

Hanafi, Mamduh M dan Abdul Halim. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Hanafi, Mamduh M. 2011.Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.

Harahap, Sofyan Syafri. 2006. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hermuningsih, Sri. 2012. Pengantar Pasar Modal Indonesia. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 1999.Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntasi dan Manajemen.Yogyakarta: BPFE.

Kasmir. 2014.Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.

Kartikasari, Fitria, Topowijono, dan Devi Farah Azizah. 2014. Prediksi Kebangkrutan Berdasarkan Analisis Z-score Altman (Studi pada Kelompok Perusahaan Textile and Garment yang Terdaftar di BEI Selama Tahun 2008-2012). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 9 No. 1. April. Universitas Brawijaya. Malang.

Nazir, Muhammad. 1988.Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Peter dan Yoseph. 2011. Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate Dan Zmijewski Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005-2009. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi No. 04 Tahun ke-2 Januari-April.

Prabowo, Reza dan Wibowo. 2015. Analisis Perbandingan Model Altman Z-score, Zmijewski, dan Springate dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Delisting di BEI Periode 2008-2013. Jurnal Akuntansi, Keuangan, dan Perbankan Vol. 1 No. 3 Juni. Politeknik Negeri Jakarta.


(5)

Prihanthini, Ni Made Evi Dwi dan Maria M Ratna Sari. 2013. Prediksi Kebangkrutan dengan model Grover, model Altman, model Springate, dan model Zmijewski pada Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia.E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.2.

Profil perusahaan terbuka (www. investasi.kontan.co.id, diakses pada tanggal 23 November 2015).

Profil perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (www.economy.okezone.com, diakses pada tanggal 23 November 2015). Profil perusahaan-perusahaan di Indonesia (www.britama.com, diakses pada

tanggal 23 November 2015).

Puryati, Dwi dan Savitri. 2012. Analisis Financial Distress vs Altman Z-score:Analisa Perbandingan Prediksi Kebangkrutan di Industri yang Terdaftar di BEI Periode 2004-2008. Finance and Accounting Journal Vol. 1 No. 2 September.

Sartono, R Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPFE.

Savitri, Dita Wisnu. 2014. Analisis Prediktor Kebangkrutan Terbaik dengan Menggunakan Metode Altman, Springate dan Zmijewski pada Perusahaan Delisting dari Bursa Efek Indonesia Tahun 2012. Jurnal Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika. Universitas Telkom.

Setyaningsih, Erwin Dyah Astawinetu, I Made Surya Nurraja. 2008. Analisis Potensi Kesulitan Keuangan Perusahaan Manufaktur Makanan dan Minuman di Bursa Efek Jakarta. DIE Jurnal Ilmu Ekonomi dan Manajemen Vol. 4 No. 4 Juli. Surabaya.

Sugiyono. 2006.Statistika untuk Penelitian.Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2013.Metode Penelitian Bisnis.Bandung: Alfabeta.

Supranto, J. 1984.Ekonometrik.Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Umar, Husein. 2003.Metode Riset Akuntansi Terapan.Jakarta: Ghalia Indonesia. Undang-Undang 04 Tahun 1998-Penetapan PERPU 1 Tahun 1998 tentang PER

(http://www.minerba.esdm.go.id, diakses tanggal 23 September 2015). Wakhidah, Siti Rohmatul, Sri Mangesti Rahayu, dan Topowijono. 2014.

Penerapan Analisis Diskriminan sebagai Alat untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 15 No. 1 Oktober. Universitas Brawijaya.


(6)

Weston, J Fred dan Thomas E Copeland. 1995. Manajemen Keuangan. Jakarta: Binarupa Aksara.

Wild, John J., K R Subramanyam dan Robert F Halsey. 2005.Financial Statement Analysis.Jakarta: Salemba Empat.

Zakkiyah, Ufi Zuhriyatuz, Topo Wijono, dan M. G Wi Endang NP. 2014.Analisis Penggunaan Model Zmijewski (X-Score) dan Altman (Z-Score) untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan (Studi pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di (BEI) Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2012). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 12 No 2 Juli 2014. Universitas Brawijaya. Malang.

Zulganef. 2013.Metode Penelitian Sosial dan Bisnis.Yogyakarta: Graha Ilmu. Zmijewski. M. E. 1984. Methodological Issues Related to the Estimation of

Financial Distress Prediction Models. Journal of Accounting Research 24 (Supplement).


Dokumen yang terkait

Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z”-Score, Grover, Springate, Dan Zmijewski Pada Perusahaan Tekstil Dan Garmen Di Bursa Efek Indonesia

15 202 99

Pengaruh Rasio Keuangan Model Altman dan Ukuran Perusahaan dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 63 93

The Zmijewski Model, The Altman Model, The Ohlson Model, dan The Springate Model Sebagai Prediktor Perusahaan yang Delisting pada Bursa Efek Indonesia.

0 0 11

Analisis ketepatan model altman, springate, dan zmijewski dalam memprediksi perusahaan yang delisting di bursa efek indonesia periode 2009-2013.

2 9 106

The Zmijewski Model, The Altman Model, The Ohlson Model, dan The Springate Model Sebagai Prediktor Perusahaan yang Delisting pada Bursa Efek Indonesia - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

The Zmijewski Model, The Altman Model, The Ohlson Model, dan The Springate Model Sebagai Prediktor Perusahaan yang Delisting pada Bursa Efek Indonesia - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

The Zmijewski Model, The Altman Model, The Ohlson Model, dan The Springate Model Sebagai Prediktor Perusahaan yang Delisting pada Bursa Efek Indonesia - Repositori Universitas Andalas

0 0 9

View of PREDIKSI KEBANGKRUTAN DENGAN METODE ALTMAN Z-SCORE, SPRINGATE DAN ZMIJEWSKI PADA PERUSAHAAN DELISTING DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

0 0 8

Analisis Keakuratan Model Ohlson dalam Memprediksi Kebangkrutan (Delisting) Perusahaan yang Terdaftar di BEI

8 77 9

Perbandingan Model Altman Z-Score, Zmijewski, Springate, dan Grover Dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Perbankan

0 0 12