Pada awalnya masyarakat di desa ini secara dominan mengusahakan tanaman jeruk sebagai sumber pendapatannya. Akan tetapi sejak 10 sepuluh tahun yang
lalu, tepatnya pada awal tahun 2007 , terjadi serangan hama penyakit yang secara berkesinambungan menyerang tanaman dan membutuhkan tenaga dan biaya yang
cukup besar. Akhirnya masyarakat mulai beralih ke tanaman kopi yang pada saat itu mengalami booming harga. Seperti pada umumnya petani karo yang ulet dan
persisten, maka teknologi budidaya kopi dapat dengan cepat mereka kuasai. Selama tujuh tahun terakhir, pengusahaan tanaman kopi cukup signifikan dapat
mengganti posisi tanaman sebelumnya yaitu jeruk sebagai sumber pendapatan utama. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa dari sejumlah 656 kepala
keluarga penduduk desa terdapat sekitar 73,13 persen 428 KK yang menggantungkan pendapatan dari usahatani kopi. Secara rata –rata setiap bulan
desa Guru Kinayan mampu memperoduksi sebanyak 16.808 Kg biji kopi dalam bentuk biji basah cerry red. Seberapa besar dampak erupsi Gunung Sinabung
terhadap pendapatan petani kopi di Desa Guru Kinayan diuraikan sebagai berikut
5.1.1 Kondisi Pendapatan Petani Kopi Sebelum Erupsi di Daerah Penelitian
Kondisi umum pertanian masyarakat secara umum diuraikan sebagai berikut. Pada umumnya lahan-lahan pertanian di desa Guru Kinayan didominasi tanaman
hortikultura tanaman sayuran. Banyak masyarakat mengusahakan tanaman kopi di ladang sebagai tanaman utama. Pola penanamannya adalah monokultur, tanpa ada
pengusahaan tanaman sela. Deskripsi budidaya kopi di Desa Guru kinayan diuraikan pada tabel 9 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 9. Deskripsi Pengusahan Tanaman Kopi di Daerah Penelitian, Tahun 2014
No Uraian
Rataan Std
Keterangan
1. Luas ha
0,74 0,34
Luasan Panen 2.
Produksipetani kg. 4.684,55
2.173 Dalam bentuk
cerry red buah segar
3. Produksitivitas kghathn
6.723,56 2.729
4. Umur Tanaman tahun
5 1,25
Sumber : Data primer diolah, Lampiran 14 Petani kopi di daerah penelitian mengusahakan tanaman kopi tidak secara intensif.
Artinya dalam pelaksanaan budidaya tanaman tersebut, petani kurang memenuhi seluruh rekomendasi teknis budidaya tanaman kopi. Dalam pengadaan bibit
tanaman kopi, petani menggunakan bibit yang berasal dari penangkar di luar desa. Dalam kegiatan pemeliharaan, petani jarang menggunakan pupuk kimiawi.
Mereka lebih banyak mengggunakan pupuk organik seperti serasah dari hutan.Biaya tanaman usahatani kopi didaerah penelitian disajikan pada tabel 10
berikut ini :
Tabel 10. Biaya Tanaman Usahatani Kopi Sebelum Erupsi per Hathn
No. Komponen Biaya
Jumlah Biaya Rp
Persentase
1. Bibit
806.127 8,58
2. Pupuk
1.137.710 12,11
3. Obat-obatan
55.737 0,59
4. Tenaga Kerja
6.391.960 68,05
5. Penyusutan
921.266 9,81
6. PBB
80.000 0,85
Total 9.392.800
100
Sumber : Data primer diolah, Lampiran 31 Dari tabel 10 dapat diinterpretasikan bahwa biaya pemeliharaan tanaman
menyerap sebesar 80,76 persen dari total biaya tanaman. Nilai pemeliharaan
Universitas Sumatera Utara
tersebut hanya sebesar 15,73 persen yang ditransaksikan untuk pembelian obat dan pupuk.
Kegiatan pasca panen, yaitu pelepasan kulit dari biji kopi dilakukan secara
mekanis. Pelepasan kulit pada saat sekarang ini sudah menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak. Berbeda halnya lima tahun yang lalu, dimana masih
banyak petani menggunakan mesin secara manual. Kegiatan ini akan memisahkan biji kopi dari kulitnya. Sebagian petani sampel memiliki mesin, akan tetapi ada
juga yang menggunakan jasa milik pihak ketiga. Ongkos pengolahan disepakati sebesar Rp.200 setiap kilogram hasil gilingan. Tingkat rendemen pengolahan dari
biji segar cerry red menjadi biji roasted bean adalah rata-rata sebesar 46,66 persen. Artinya jika petani menggiling sebesar 201.707 Kg biji segar, maka rata-
rata biji kopi roasted beans yang diperoleh adalah seberat 93,96 Kg. Dengan demikian jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani setiap kilogram biji kopi
roasted beans adalah sebesar Rp.3.137,- Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa setiap hektar lahan kopi masyarakat
mampu memberikan produktivitas sebesar 6.723 kilogram biji kopi segar setiap tahunnya. Artinya dengan frekuensi pemanenan sebanyak 10 sepuluh kali dalam
setahun, maka usahatani tersebut mampu memberikan hasil rata-rata sebesar 672 kilogram setiap kali panen. Jumlah produksi ini apabila diolah akan memberikan
hasil sebesar 313 kg biji kering roasted beans. Jumlah produksi ini, apabila dikalikan dengan harga rata-rata yang berlaku adalah sebesar Rp.24.900 akan
memberikan penerimaan sebesar Rp.7.793.700,- . Dengan biaya produksi rata-rata
Universitas Sumatera Utara
sebesar Rp.1.397,-, maka kegiatan panen tersebut akan memberikan pendapatan sebesar Rp.6.854.900,-
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa jumlah populasi petani kopi di desa
Guru Kinayan sebanyak 480 orang. Hal ini berarti setiap tahun kegiatan budidaya tanaman kopi dapat memberikan pendapatan sebesar Rp. 24.221.723.260,-.
Apabila dihubungkan dengan masa bencana selama 5 lima tahun, maka total kerugian masyarakat petani kopi mendekati angka Rp.100 milyar,-. Pada tabel 11
berikut ini disajikan produktivitas, penerimaan dan pendapatan petani kopi di daerah penelitian
Tabel 11. Produktivitas, Penerimaan dan Pendapatan Petani Kopi Sebelum Erupsi Gunung Sinabung di Daerah Penelitian, Tahun 2014
No. Uraian
Rataan per hathn Std
1. Luas Lahan ha
0,74 0,34
2. Produktivitas kg
6.723,56 cerry red 3.133,18 roasted beans
2.729,30 567,33
3. Biaya Produksi Rp
9.829.891 4.267.119
4. Penerimaan Rp
78.021.678 34.330.255
5. Pendapatan Rp
68.191.788 32.720.279
Sumber : Data primer diolah, Lampiran 34 dan Lampiran 37
5.1.2 Pendapatan Petani Kopi Setelah Erupsi Sinabung