PENGARUH APLIKASI EFFLUENT SAPI EKS CHOPPER TERHADAP STABILITAS AGREGAT TANAH PADA LAHAN ULTISOL DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE TERBANGGI BESAR LAMPUNG TENGAH

ABSTRAK

PENGARUH APLIKASI EFFLUENT SAPI EKS CHOPPER TERHADAP
STABILITAS AGREGAT TANAH PADA LAHAN ULTISOL DI
PT GREAT GIANT PINEAPPLE TERBANGGI BESAR
LAMPUNG TENGAH
Oleh
SOLIHIN SIDIK

Degradasi lahan merupakan kajian yang penting dalam usaha pertanian.
Turunnya sifat-sifat tersebut berdampak pada turunnya kualitas tanah. Upaya
perbaikan tanah yang dapat dilakukan salah satunya dengan perbaikan sifat
tanahnya melalui pemberian bahan organik tanah. Effluent sapi adalah pupuk
organik tanah yang berasal dari limbah cair campuran kotoran sapi padat, urin, air
dan sisa kandang lainnya. Kandungan C-organik yang tinggi pada effluent sapi
diharapkan dapat meningkatkan sifat kimia, biologi dan fisik tanah, termasuk
stabilitas agregat tanah. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh aplikasi
effluent sapi eks chopper terhadap stabilitas agregat tanah pada lahan Ultisol di PT
Great Giant Pineapple Terbanggi Besar, Lampung Tengah.

Hipotesis yang


diajukan yaitu semakin tinggi dosis aplikasi effluent sapi eks chopper diharapkan
dapat meningkatkan nilai stabilitas agregat tanah pada lahan Ultisol di PT Great
Giant Pineapple Terbanggi Besar, Lampung Tengah.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 pada lahan Ultisol di PT Great
Giant Pineapple lokasi 35A.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode survei, dan data dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini memiliki 4 taraf
perlakuan yaitu E0: 0 l/ha, E1: 200.000 l/ha, E2: 300.000 l/ha, dan E3: 450.000
l/ha. Hasil penelitian menunjukan bahwa semua dosis aplikasi effluent sapi eks
chopper menurunkan nilai stabilitas agregat tanah pada lahan Ultisol di PT Great
Giant Pineapple Terbanggi Besar Lampung Tengah.

Kata kunci : chopper, effluent sapi, stabilitas agregat tanah, Ultisol.

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan sebagai anak ketiga dari delapan bersaudara dari pasangan
bapak (alm) Abdul Manan dan Ibu Yulinar, di Pekon Purajaya Kecamatan Kebun
Tebu, Kabuaten Lampung Barat tanggal 07 Januari 1986.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Purajaya tahun
1998, Madrasah Tsanawiyah Nurul Ulum Kecamatan Kebun Tebu pada tahun
2002, dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Bandarlampung pada tahun 2005. Pada
tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah dan sejak
2008 terintegrasi menjadi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung bersama dua jurusan lainnya. Melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB). Selama di Universitas penulis pernah menjadi Bendahara Umum
Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (LS MATA) Fakultas Pertanian Universitas
Lampung pada periode 2009- 2010. Penulis juga pernah menjadi anggota biasa
GAMATALA (Gabungan Mahasiswa Ilmu Tanah) dan anggota muda pada
lembaga kemahasiswaan Soil Expedition Team (SET) Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Kegiatan eksternal kampus, penulis pernah menjadi Sekretaris Umum di
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 2011-2012. Pada tahun 2011 penulis

melakukan Praktik Umum (PU) di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar,
Lampung Tengah.


Tanpa mengurangi rasa syukurku pada Allah SWT,
kupersembahkan karya kecilku untuk:

Keluargaku tercinta
Bapak (alm), Mamah, Kakak, Adik-adikku dan Sahabat-sahabatku yang selalu
mendoakan dan mengharapkan keberhasilanku atas kasih sayang, perhatian, dan
dorongan semangatnya takkan aku lupa.

Mulya Jayanti Putri, S.P., (Mee)

Serta
Almamater tercinta
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

“Pilihan hidup ada dua: memiliki rencana pribadi atau menjadi bagian dari
rencana orang lain”

“Lebih baik memantaskan diri di atas kemuliaan kita, daripada

memuliakan orang lain di atas kemuliaan kita”
(Alm Yogi Yogasara, S.P.)
Yakin Usaha Sampai

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan
HidayahNya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1.

Bapak (alm) dan mamah tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang serta
dukungan moril maupun material, serta kakak dan adik-adikku tersayang atas
semangat dan dukungannya.

2.

Dr. Ir. Afandi, M.P., selaku pembimbing pertama yang telah memberikan saran,
dukungan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.


3.

Ir. Didin Wiharso, M.Si., atas motivasi, gagasaan dan bimbingannnya serta
bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

4.

Prof. Dr. Ir. Karden E.S. Manik, M.S., selaku pembahas atas segala petunjuk,
saran, serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

5.

Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc., selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan kepada penulis selama masa perkuliahan.

6.

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


7.

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.

8.

Civitas akademika Agroteknologi Fakultas Pertanian pada umumnya yang telah
memberikan bantuan dan ilmu pengetahuan kepada penulis.

9.

Manager dan Staff PT Great Giant Pineapple, yang telah memberi kesempatan
dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

10. (alm) Yogi Yogasara, S.P., serta angkatan 2007 lainnya, (Viva. Soil, Solid)
terimakasih atas cara hidup, motivasi dan bantuan-bantuan lain yang telah ikhlas
diberikan kepada penulis.
11. Alumni serta kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Soil Expedition Team

(SET) dan Gabungan Mahasiswa Ilmu Tanah Unila (Gamatala) atas kesempatan
kebersamaan yang pastinya tidak akan penulis sanggup lupakan.
12. Angkatan 2008-2011 Fakultas Pertanian terutama kader Agropala dan Ragapala
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
13. Mulya Jayanti Putri, S.P., “if I told you how much I appreciate you, I would be
taking the rest of my life”.

Bandar Lampung, 20 Februari 2015

Solihin Sidik

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ....................................................................................

Halaman
i

DAFTAR GAMBAR ................................................................................


iii

I.

II.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah .....................................................

1

1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................

3

1.3 Kerangka Pemikiran ..................................................................

3

1.4 Hipotesis .....................................................................................


5

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) ...................................................

6

2.2 Iklim dan Jenis Tanah.................................................................

8

2.3 Ultisol. ........................................................................................

9

2.4 Pencacahan Tanaman Nanas (Chopper).....................................

10


2.5 Stabilitas Agregat Tanah.............................................................

11

III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................

14

3.2 Bahan dan Alat ...........................................................................

14

3.3 Metode Penelitian .......................................................................

14

3.4 Pelaksanaan Penelitian................................................................

15


3.4.1 Kekuatan Tanah Penetrometer.........................................
3.4.2 Pengambilan Contoh Tanah.............................................

15
16

3.5 Analisis Laboratorium ................................................................

16

3.5.1 Analisis Tanah ..................................................................
3.5.2 Stabilitas Agregat Tanah..................................................

16
16

3.6 Analisis Data...............................................................................

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian...........................................................................
4.1.1 Analisis Kimia Effluent Sapi.............................................
4.1.2 Stabilitas Agregat Tanah ..................................................
4.1.3 Rata-Rata Kekuatan Tanah………………………………
4.2 Pembahasan………………………………………………………
V.

22
22
22
23
24

KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................

29

5.2 Saran ..........................................................................................

29

PUSTAKA ACUAN ..................................................................................

30

LAMPIRAN...............................................................................................

33

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Perhitungan kemantapan agregat pada pengayakan kering. ...............

17

2. Perhitungan kemantapan agregat pada pengayakan basah. ................

19

3. Harkat kemantapan agregat.................................................................

21

4. Hasil analisa kimia effluent sapi. ........................................................

22

5. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 8 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

33

6. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 8 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

33

7. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 4,75 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

33

8. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 4,75 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

33

9. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 2,83 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

34

10. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 2,83 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

34

11. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 2 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

34

12. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 2 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

34

13. Data sebaran ayakan kering agregat lolos ayakan 0,5 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. ......................

35

14. Data sebaran ayakan basah agregat lolos ayakan 0,5 mm lahan
Ultisol PT GGP Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .......................

35

15. Data sebaran ayakan kering agregat < 2 mm lahan Ultisol PT GGP
Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .................................................

35

16. Data sebaran ayakan basah agregat < 2 mm lahan Ultisol PT GGP
Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .................................................

35

17. Data kekuatan tanah kedalaman 30 cm lahan Ultisol PT GGP
Terbanggi Besar, Lampung Tengah. .................................................

36

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Aplikasi chopper berti. .........................................................................

11

2. Pengambilan sampel tanah dengan metode diagonal. ..........................

15

3. Kriteria kekuatan tanah. .......................................................................

20

4. Nilai rata-rata stabilitas agregat tanah. .................................................

23

5. Rata-rata nilai kekuatan tanah. .............................................................

24

6. Proses kompos di PT GGP. ..................................................................

37

7. Tanah yang kurang ideal. .....................................................................

38

8. Tanah yang ideal. .................................................................................

38

9. Jarum pembaca pada alat penetrometer. ..............................................

39

10. Pengambilan data kekuatan tanah. .....................................................

39

11. Pengambilan contoh tanah Kedalaman 0-20. .....................................

40

12. Lahan Percobaan effluent sapi taraf 200.000 l/ha. .............................

40

13. Pengayakaan basah. ............................................................................

41

14. Pemisahan hasil ayakan basah. ..........................................................

41

15. Lokasi penelitian 35A PT GGP Terbanggi Besar, Lampung
Tengah. ...............................................................................................

42

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Pemadatan tanah merupakan salah satu bentuk dari degradasi sifat fisik tanah.
Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi
udara sangat rendah sehingga menghalangi aerasi serta menghambat penetrasi
akar dan drainase (Afandi et al., 1997). Faktor yang mengakibatkan terjadinya
degradasi lahan dapat berupa kesalahan dalam pengelolaan penyiapan lahan yang
berdampak pada turunnya kualitas lahan secara berangsur-angsur. Salah satu cara
untuk meminimalisir degradasi lahan yaitu dengan pengelolaan lahan secara baik
dan benar yang dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu contoh agar dapat
meningkatkan kualitas lahan yaitu dengan pemberian mulsa (pencacahan tanaman
nanas/chopper) pada tanah serta pemberian bahan organik tanah.

Aspek biologi, fisika dan kimia sangat penting bagi perbaikan kondisi lahan.
Pengelolaan kesuburan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persiapan kondisi lahan bagi tanaman. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan
kesuburan tanah yang baik dan dapat menjaga produktivitas tanah secara
berkelanjutan, sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal
dan dapat meningkatkan produktivitas tanaman itu sendiri. Salah satunya adalah
melakukan pengelolaan kesuburan tanah yang baik dengan menggunakan pupuk

2

organik yaitu kompos. Bahan dari pupuk kompos antara lain kotoran sapi,
bromelin, bambu yang dicacah, ampas singkong dan kulit singkong. Limbah sapi,
di dalamnya ada padatan dan cairan. Dalam proses pembuatan effluent sapi, di
dalamnya terdapat kotoran sapi cair dan padat serta air. Selanjutnya melalui
separator, kotoran sapi dipisahkan menjadi dua yaitu cairan (effluent) dan padatan
(solid manure). Effluent sapi merupakan pupuk organik cair yang dapat dijadikan
sebagai pupuk yang dapat diaplikasikan dalam meningkatkan kesuburan tanah.

Mulai tahun 2013, PT Great Giant Pineapple (PT GGP) membuat kebijakan baru
yaitu dengan mengaplikasikan effluent sapi pada lahan eks chopper sebelum
tanam untuk meningkatkan unsur hara pada tanah dan aktivitas mikrobiologi
tanah serta memperbaiki struktur tanah, karena diperkirakan stabilitas agregat
akan meningkat. Eks chopper adalah proses pencacahan menggunakan chopper
berti yang bertujuan untuk mempercepat proses penguraian sisa tanaman nanas
serta dapat berfungsi sebagai penutup permukaan tanah sehingga dapat
mengurangi proses evaporasi dan splash erotion akibat curah hujan yang tinggi.

Stabilitas agregat tanah adalah ketahanan agregat tanah terhadap daya
penghancuran yang diakibatkan oleh air dan manipulasi mekanik, misalnya
pengolahan tanah (Baver et al., 1972). Pada tanah dengan stabilitas agregat yang
tinggi, struktur tanah tidak mudah hancur sehingga proporsi ruang pori tetap
terjaga, sehingga akan lebih kondusif terhadap pertumbuhan tanaman. Tanah
dengan agregat yang tidak stabil mempunyai struktur yang peka terhadap daya
rusak air (dispersi) dan manipulasi mekanik atau kombinasinya (pengompakan).
Oleh karena kandungan C-organik yang cukup tinggi, maka penggunaan effluent

3

sapi diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, terutama stabilitas
agregat tanah. Stabilitas agregat tanah adalah kajian yang penting dalam
penyiapan kondisi lahan yang sesuai bagi tanaman.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh aplikasi effluent sapi eks
chopper terhadap stabilitas agregat tanah pada tanah Ultisol di PT Great Giant
Pineapple Terbangggi Besar, Lampung Tengah.

1.3 Kerangka Pemikiran

Agregat tanah yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk
perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan
daya menahan air. Apabila kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat
tanag tersebut akan mudah hancur. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya
perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate
Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap
kemantapan agregat tanah (Laksmita, 2008). Agregat stabil tahan air merupakan
agregat berukuran makro (> 0,25 mm), dapat dirinci lagi berdasarkan berbagai
ukuran agregat yaitu 0,25-0,5 mm, 0,5-8,0 mm,dan 2,0-8,0 mm. Agregat stabil
tahan air (ASA), MWD, dan indeks stabilitas agregat (ISA) digunakan sebagai
indikator kualitas agregasi tanah. Makin tinggi persentase ASA dan ISA serta
makin besar ukuran MWD, makin baik kualitas agregasi tanah (Nurida dan
Kurnia, 2009).

4

Menurut Prasetyo dan Suriadikarta (2006), pada tanah Ultisol perakaran sulit
menembus lapisan subsoil, karena lapisan tersebut merupakan horizon penimbun
liat yang dinamakan argillik/andik. Pemberian pupuk organik merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik
yang berupa pupuk organik dapat berfungsi sebagai buffer (penyangga) dan
penahan lengas tanah. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan kondisi tanah
dengan cara pemberian pupuk organik.

Menurut Carter (2001), bahan organik di dalam tanah sangat berperan dalam
proses kimia, fisika dan biologi. Ditinjau dari fisika tanah, bahan organik dapat
berperan dalam meningkatkan butir-butir tanah menjadi agregat-agregat, sehingga
mempertinggi kapasitas memegang air. Dengan demikian, daya menahan air dan
kation-kation meningkat sehingga pencucian oleh air hujan dan erosi dapat
dikurangi. Dari kimia tanah, bahan organik sangat penting karena dapat
meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) dalam tanah dan menyumbangkan
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Selain mengandung unsur hara makro,
bahan organik juga mengandung unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman.
Dari segi biologi tanah, bahan organik berperan sebagai sumber makanan bagi
jasad mikro sehingga dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah
(Sutedjo, 2002). Peran bahan organik yang paling besar dan penting berkaitan
dengan kesuburan fisik tanah adalah jika kandungan bahan organiknya semakin
sedikit maka tanah akan menjadi keras, kompak dan bergumpal sehingga tanah
menjadi tidak produktif. Salah satu peran bahan organik adalah sebagai bahan
perekat antar partikel tanah untuk menjadi agregat tanah (Stevenson, 1982).

5

Bahan organik dapat meningkatkan aerasi tanah, memperbaiki aerasi dan
perkolasi serta membuat struktur tanah menjadi remah dan mudah diolah (Subowo
et al., 1990). Pupuk organik juga merupakan bahan pembenah tanah yang paling
baik dibandingkan bahan pembenah lainnya dan pupuk yang ramah lingkungan,
serta tanah yang mengandung bahan organik cukup mempunyai kemampuan
mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah
(Sutanto, 2002). Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk
agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai perekat antar partikel tanah
menjadi agregat tanah. Kandungan bahan organik yang cukup di dalam tanah
dapat memperbaiki kondisi tanah agar tidak terlalu berat dan terlalu ringan dalam
pengolahan tanah. Berkaitan dengan pengolahan tanah, penambahan bahan
organik tanah akan meningkatkan kemampuannya untuk diolah pada lengas yang
rendah. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan untuk perbaikan
kesuburan tanah Ultisol adalah effluent sapi. Oleh karena itu, penting untuk
mengetahui pengaruh aplikasi effluent sapi eks chopper terhadap stabilitas agregat
tanah.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu semakin tinggi dosis aplikasi
effluent sapi eks chopper diharapkan dapat meningkatkan nilai stabilitas agregat
tanah pada lahan Ultisol di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar, Lampung
Tengah.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi)

Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus
menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan
menurunkan produksi tanaman. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan menurunkan penggunaan pupuk anorganik dan
mensubstitusikannya dengan pupuk organik. Pupuk organik adalah pupuk yang
sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari
tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk
padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Sebagai
sumber hara tanaman, juga untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Pupuk organik
ini tidak mengandung unsur hara dalam jumlah yang besar namun penambahan
bahan organik ke dalam tanah dapat menurunkan defisiensi Nitrogen pada
tanaman.

Pengolahan limbah ternak menjadi pupuk cair dapat menggunakan bahan yang
berasal dari urin dan kotoran ternak yang padat. Pupuk kandang cair merupakan
pupuk kandang berbentuk cair yang berasal dari kotoran hewan yang masih segar

7

yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air
dengan perbandingan tertentu.

Pupuk kandang cair selain dapat bekerja cepat, juga mengandung hormon tertentu
yang nyata dapat merangsang perkembangan tanaman. Dalam pupuk kandang
cair kandungan N dan K cukup besar, sedangkan dalam pupuk kandang padat
cukup kandungan Pnya, sehingga hasil campuran antara keduanya di dalam
kandang merupakan pupuk yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Sutedjo, 1999).

Pupuk organik cair lain yaitu effluent sapi, effluent sapi ialah cairan hasil
pemisahan oleh separator pada bak penampung yang di dalamnya terdapat
campuran kotoran padat, urin, air dan limbah lain yang terdapat pada kandang
sapi. PT. GGP membuat kebijakan baru yaitu dengan mengaplikasikan effluent
sapi pada saat sebelum tanam untuk meningkatkan unsur hara pada tanah dan
dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah serta memperbaiki struktur
tanah.

Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah terhadap peningkatan
porositas tanah. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir) akan
meningkatkan pori meso dan menurunkan pori makro, dengan demikian akan
meningkatkan kemampuan menahan air (Stevenson, 1994).

8

2.2 Iklim dan Jenis Tanah

Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Pertanian
Khusus (SMPK) PT. GGP memiliki rata-rata curah hujan antara 2.527 mm per
tahun (periode Januari 1984 s.d Juni 2005) dengan jumlah curah hujan antara
2.200 s.d 3000 mm per tahun. Jika digolongkan menurut klasifikasi Oldeman
yang dihitung berdasarkan data curah hujan 10 tahun terakhir (1995 s.d 2005)
areal perkebunan PT. GGP termasuk ke dalam zona agroklimat D2, dengan bulan
basah 3-4 bulan dan bulan kering 2-3 bulan. Lokasi perkebunan PT. GGP
memiliki rerata temperatur maksimum 33°C dan minimum 22°C dengan
kelembaban relatif antara 82 – 91 %. Areal perkebunan PT. GGP berada pada
ketinggian antara 40-60 m di atas permukaan laut, dengan kemiringan rata-rata 0,3
% yang termasuk kategori datar. Jenis tanah tergolong Ultisol dan Inceptisol.
Golongan ini meliputi tanah yang dulu dinamakan Podzolik Merah Kuning
(PMK) dengan ketebalan lapisan olah tanah disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman dan solum tanah sedang. Untuk jenis tanah Ultisol termasuk tanah yang
masih muda sehingga kandungan unsur haranya tergolong jelek, sedangkan jenis
tanah Inceptisol merupakan tanah yang satu kelas di atas tanah tertua dengan
kandungan unsur hara yang kurang untuk mencukupi kebutuhan tanaman, oleh
karena itu tanah jenis ini memerlukan penambahan unsur hara dan organik secara
periodik dan berkelanjutan.

Tanah di PT. GGP bertekstur lempung liat berpasir hingga liat berpasir dengan
warna tanah kemerahan hingga hingga kuning atau kekuning-kuningan,
konsistensinya gembur di bagian atas (top soil) dan keras di lapisan bawah tanah

9

(subsoil). Kandungan bahan organik di lapisan tanah atas antara 0,5 – 1 %
sehingga kesuburanya rendah. Untuk menambah kesuburan ditambahkan bahan
organik yaitu onggok, seresah tanaman nanas, kulit singkong dan pupuk organik.
Berat jenis tanah rata-rata antara 2,4 – 2,6 gr/cm3 sedangkan berat volume tanah
kerapatan isi (Bulk Density) sekitar 1,37 gr/cm3. Permeabilitas tanah sangat cepat
yaitu antara (1,00-3,46) cm/jam (Arsip PT. GGP 2006).

2.3 Ultisol

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang ada di Indonesia yang memiliki luas
mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan di Indonesia
(Subagyo et al., 2004). Ciri morfologi pada tanah Ultisol adalah adanya
peningkatan fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizon B (subsoil). Horizon
dengan peningkatan liat tersebut dikenal dengan horizon argillik. Oleh karena
horizon tersebut merupakan horizon penimbunan liat maksimum, maka horizon
argillik umumnya lebih padat dibandingkan lapisan-lapisan di atas maupun di
bawahnya. Lapisan-lapisan padat tersebut merupakan penghalang bagi akar untuk
melakukan penetrasi. Horizon argilik tersebut umumnya kaya akan Al sehingga
peka tehadap perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar tanaman
tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon argillik.

Menurut sistem klasifikasi tanah Soepraptohardjo (1961), Ultisol setara dengan
tanah Podsolik Merah Kuning ( PMK). Warna tanah pada horizon argillik sangat
bervariasi dengan hue dari 10 YR hingga 10 R, value 3-6 dan chrome 4-8
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Ultisol memiliki beberapa masalah lain jika
digunakan untuk kepentingan pertanian antara lain derajat kemasaman yang

10

tinggi, kadar bahan organik yang rendah, kekurangan unsur hara penting bagi
tanaman, seperti N, P, Ca, Mg dan Mo serta tingginya kelarutan Al, Fe dan Mn.
Menurut Research and Development PT. GGP 2005, tanah di perkebunan nanas
PT. GGP Terbanggi Besar Lampung Tengah termasuk tanah Ultisol.

2.4 Pencacahan Tanaman Nanas (Chopper)

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas agregat tanah antara lain pengolahan
tanah, aktivitas mikroorganisme tanah, dan penutupan tajuk tanaman pada
permukaan tanah yang dapat menaikkan kapasitas infiltrasi serta menghindari
splash erotion akibat curah hujan tinggi. Semakin mantap agregat tanah maka
semakin rendah kepekaannya terhadap erosi (Kemper dan Rosenau, 1986).
Pencacahan tanaman nanas adalah pengolahan tanah tahap pertama di lokasi
bekas tanaman nanas yang dinyatakan siap bongkar, dikerjakan menggunakan
traktor roda. Tujuan pencacahan nanas adalah agar tanaman nanas cepat terurai
menjadi humus. Dalam proses pencacahan tanaman nanas ini dilakukan dengan
kecepatan yang rendah sekitar 2,5 – 3 km/jam. Hal ini dilakukan agar semua
nanas dapat terpotong-potong menjadi potongan bonggol nanas yang kecil kecil
sehingga dapat cepat membusuk. Proses pencacahan nanas menggunakan
chopper berti yang ditarik dengan traktor John Deere 7220 atau 7520. Proses
pencacahan dapat dilihat pada Gambar 1.

11

Gambar 1. Aplikasi chopper berti

2.5 Stabilitas Agregat Tanah

Agregat tanah merupakan kesatuan partikel tanah yang melekat satu dengan
lainnya lebih kuat dibandingkan dengan partikel di sekitarnya (Kemper dan
Rosenau, 1986). Agregat tanah terbentuk apabila partikel-partikel tanah menyatu
membentuk unit-unit yang lebih besar. Peningkatan ukuran dan stabilitas agregat
akan berpengaruh positif terhadap sifat fisik tanah lainnya, diantaranya
meningkatkan kapasitas retensi air dan jumlah air tersedia, pori makro dan meso,
porositas total, aerasi tanah serta permeabilitas tanah maupun infiltrasi serta dapat
menurunkan kepekaan tanah terhadap erosi (Kurnia, 1996).

Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk
perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan
daya menahan air kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut

12

akan mudah hancur. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari
luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability
Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap
kemantapan agregat (Laksmita, 2008).

Agregat stabil tahan air merupakan agregat berukuran makro (> 0,25 mm), dapat
dirinci lagi berdasarkan berbagai ukuran agregat yaitu 0,25-0,5 mm, 0,5-8,0 mm,
dan 2,0-8,0 mm. Agregat stabil tahan air (ASA), MWD, dan indeks stabilitas
agregat (ISA) digunakan sebagai indikator kualitas agregasi tanah. Makin tinggi
persentase ASA dan ISA serta makin besar ukuran MWD, makin baik kualitas
agregasi tanah (Nurida dan Kurnia, 2009).

Menurut Martin et al (1955), proses awal pembentukkan agregat tanah adalah
flokulasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan
terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat. Dampak interaksi antar
partikel liat, maka akan mengakibatkan gaya tolak menolak dan tarik menarik akan
bekerja dan besarnya tergantung dari kondisi fisik-kimia. Jika gaya tolak menolak
merajai, maka partikel tanah akan terpisah satu dari lainnya. Dalam kondisi ini liat
dikatakan telah mengalami dispersi atau peptisasi. Jika gaya tarik menarik yang
bekerja, maka liat akan mengalami flokulasi, suatu gejala yang analog dan koagulasi
dari koloid organik, dimana partikel bergabung dalam satu paket atau floks (Afandi,
2005).

Jika liat terdispersi maka bila basah tanah dengan mudah menjadi lumpur dan jika
kering dengan cepat menjadi padat dan keras. Pemadatan menurunkan porositas
tanah dan infiltrasi, selanjutnya tanah mudah tererosi, menghambat aerasi yang

13

dibutuhkan oleh pertumbuhan akar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman. Tanah yang terdispersi menyumbat pori-pori
tanah, sehingga menurunkan laju infiltrasi dan mengakibatkan terjadinya aliran
permukaan sambil membawa koloid-koloid tanah dan unsur hara, termasuk N
(Syaifuddin dan Buhaerah, 2010).

Menurut Duiker (2004), tiga komponen dampak dari pemadatan tanah adalah
kerapatan isi (Bulk Density), ruang pori dan daya tahan penetrasi akar. Secara
umum pemadatan seperti yang terjadi pada permasalahan kesehatan tanah yaitu:
hilangnya/pecahnya agregat tanah, menghancurkan ruang pori aerasi, menurunkan
ruang pori tanah dan pengepakan partikel-partikel tanah. Tanah yang memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi dan berkembang dengan organisme tanah
lebih tahan terhadap pemadatan dan lebih baik dapat memulihkan diri dari
kerusakan pemadatan ringan. Cara untuk meningkatkan kandungan bahan
organik, mengembalikan sisa tanaman ke dalam tanah, menanam tanaman
penutup di musim off (pada saat tanah tidak ditanami/tanah diistirahatkan), dan
menggunakan kompos dan pupuk kandang. Untuk produktivitas maksimum
dengan mengoptimalkan masukan bahan organik di dalam tanah.

14

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2014 pada lahan Ultisol di
PT. Great Giant Pineapple Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Analisis
dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Jurusan Agroteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan adalah sampel tanah dan air. Sedangkan alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: Penetrometer, kamera digital, cangkul,
timbangan, oven, spidol, plastik, ayakan (8 mm, 4,75 mm, 2,83 mm, 2 mm, dan
0,5 mm), dan alat-alat labolatorium untuk analisis tanah.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei. Hasil analisis
data yang diperoleh dianalisis dan dibahas secara kualitatif. Pengambilan sampel
tanah dilakukan pada lokasi 35A lahan percobaan berukuran 3600 m2 dibagi
dalam 4 taraf perlakuan (E0: 0 l/ha, E1: 200.000 l/ha, E2: 300.000 l/ha, dan
E3: 450.000 l/ha) berukuran masing-masing 18 m x 50 m dan masing-masing
perlakuan diambil 3 ulangan. Penentuan titik pengambilan sampel tanah

15

dilakukan dengan metode diagonal pada kedalaman 0-20 cm. Pengambilan sampel
tanah secara metode diagonal dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengambilan sampel tanah dengan metode diagonal

Keterangan:
= Titik pengambilan sampel

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap, yaitu:
3.4.1 Kekuatan Tanah Penetrometer

Metode yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tanah dengan menggunakan
penetrometer. Analisis dilakukan di lapangan dengan prosedur kerja untuk
mengetahui kekuatan tanah adalah sebagai berikut:

1.

Penetrometer ditusukkan secara pelan dan tegak sampai ujung batang
penusuk masuk ke dalam sedalam cincin pembatas kedalaman.

16

2.

Selanjutnya angka yang ditunjukkan cincin pembaca pada penetrometer
dicatat.

3.4.2 Pengambilan Contoh Tanah.

Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul pada
kedalaman 0-20 cm.

3.5 Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium yang lakukan yaitu kemantapan agregat.

3.5.1 Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan dengan cara menganalisis contoh tanah yang telah
diambil. Kemudian dikering udarakan dan dianalisis di Laboratorium Fisika
tanah. Sifat fisik yang dianalisis adalah agregat (menggunakan metode ayakan
pada kondisi tanah kering dan basah).

3.5.2 Stabilitas Agregat Tanah

Metode yang digunakan untuk menentukan stabilitas agregat dengan metode
ayakan kering-basah. Metode ayakan kering-basah merupakan suatu cara untuk
menetapkan kemantapan agregat secara kuantitatif di laboratorium. Dasar metode
ini adalah mencari perbedaan rata-rata berat diameter agregat pada pengayakan
kering-basah.

17

1. Pengayakan Kering
Contoh tanah dengan agregat utuh dikering udarakan, lalu ditimbang kurang lebih
500 gram. Selanjutnya contoh tanah ditaruh di atas satu set ayakan bertingkat
dengan diameter berturut- turut dari atas ke bawah 8 mm; 4,75 mm; 2,83 mm; 2
mm; 1 mm; 0,5 mm. Berikutnya contoh tanah ditumbuk dengan anak lumpang
(alu kecil) sampai semua lolos ayakan 8 mm. Kemudian ayakan tersebut
diayunkan dengan tangan 5 kali. Masing-masing fraksi agregat di setiap ayakan
ditimbang, kemudian dinyatakan kedalam persen. Persentasi agregasi= 100% - %
agregat lebih kecil dari 2 mm.

Tabel 1. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan kering.
Agihan diameter
ayakan
(mm)
1
0,00--0,50
2
0,05- 1,00
3
1,00--2,00
4
2,00--2,83
5
2,83--4,76
6
4,76--8,00
Total (A + B + C + D + E + F)
Total (D + E + F)
No

Rerata
diameter
(mm)
0,25
0,75
1,5
2,4
3,8
6,4
=G
=H

Berat agregat
yang tertinggal
(g)
A
B
C
D
E
F

Persentase
(%)
(A/G) x 100
(B/G) x 100
(C/G) x 100
(D/G) x 100
(E/G) x 100
(F/G) x 100

1) Agihan (sebaran) Ukuran Agregat: Agihan agregat dapat dinyatakan dalam
persen berat, misal: agregat ukuran 6,40 mm = F/G x 100 % = ...%
2) Rerata Berat Diameter (RBD)
Nilai RBD menggambarkan dominansi agregat ukuran tertentu. RBD
dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, dengan urutan sebagai berikut:
a. Hitung persentase agregat ukuran > 2 mm:
D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.

18

b.

Hasil pada a dikalikan dengan rerata diameter dan dijumlahkan dan dibagi
dengan 100, seperti pada persamaan:
RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100

2.

Pengayakan Basah

Agregat-agregat yang diperoleh dari pengayakan kering, kecuali agregat lebih
kecil dari 2 mm, ditimbang dan masing-masing diletakan dalam mangkuk kecil
(cawan). Banyaknya disesuaikan dengan perbandingan ketiga fraksi agregat
tersebut dan totalnya harus 100 gram. Kemudian contoh tanah dibasahi
menggunakan pipet atau sprayer sampai pada kondisi kapasitas lapang dan
biarkan selama 1 malam. Kemudian tiap-tiap agregat dipindahkan dari mangkuk
(cawan) ke satu set ayakan bertingkat dengan diameter berturut-turut dari atas ke
bawah 4,76 mm; 2,83 mm; 2 mm; 1 mm; 0,5 mm; dan 0,279 mm sebagai berikut:

-

Agregat antara 8 mm dan 4,75 mm di atas ayakan 4,75 mm

-

Agregat antara 4,76 mm dan 2,83 mm di atas ayakan 2,83 mm

-

Agregat antara 2,83 mm dan 2 mm di atas ayakan 2 mm

Selanjutnya ayakan tersebut dipasang pada alat pengayak yang dihubungkan
dengan bejana (ember besar) berisi air. Pengayakan dilakukan selama 5 menit
(kurang lebih 35 ayunan tiap menit dengan amplitudo 3,75 cm). Tanah yang
tertampung pada setiap ayakan dipindahkan ke kaleng (koran), kemudian dioven
dengan suhu 130oC. Setelah kering, tanah pada masing-masing diameter ayakan
ditimbang.

19

Tabel 2. Perhitungan kemantapan agregat pada pengayakan basah.
Agihan diameter
No
ayakan
(mm)
1
0,00--0,50
2
0,05- 1,00
3
1,00--2,00
4
2,00--2,83
5
2,83--4,76
6
4,76--8,00
Total (A + B + C + D + E + F)
Total (D + E + F)

Rerata
diameter
(mm)
0,25
0,75
1,5
2,4
3,8
6,4
= G
= H

Berat agregat yang
tertinggal
(g)
A
B
C
D
E
F

Persentase
(%)
(A/G) x 100
(B/G) x 100
(C/G) x 100
(D/G) x 100
(E/G) x 100
(F/G) x 100

1) Agihan (sebaran) Ukuran Agregat: Agihan agregat dapat dinyatakan dalam
persen berat, misal agregat ukuran 6,40 mm = F/G x 100 % = ...%
2) Rerata Berat Diameter (RBD)
Nilai RBD menggambarkan dominansi agregat ukuran tertentu. RBD dihitung
hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, dengan urutan sebagai berikut:
a.

Hitung persentase agregat ukuran > 2 mm:
D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % = Z.

b.

Hasil pada a dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan dibagi
dengan 100 , seperti pada persamaan:
RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100 (Afandi, 2005).

Stabilitas Agregat

=

1
x 100%
(RBD kering-RBD basah)

20

3.6 Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari studi lapang selanjutnya diolah dan dianalisis.
Analisis data yang digunakan adalah menggunakan peniaian kriteria. Kriteria
yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.

Kriteria kekuatan tanah yang digunakan untuk membandingkan nilai
kekuatan tanah di lapangan.

Kriteria kekuatan tanah dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Kriteria kekuatan tanah (Gugino et al., 2009).

2.

Kriteria kemantapan agregat yang digunakan untuk membandingkan nilai
kemantapan agregat yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 3.

21

Tabel 3. Harkat kemantapan agregat.
Kemantapan Agregat
Sangat mantap sekali
Sangat mantap
Mantap
Agak mantap
Kurang mantap
Tidak mantap
Sumber: (Afandi, 2005).

Harkat
> 200
80 – 200
61 – 80
50 – 60
40 – 50
< 40

25

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semua dosis aplikasi effluent sapi
eks chopper menurunkan nilai stabilitas agregat tanah pada lahan Ultisol di PT
Great Giant Pineapple Terbanggi Besar Lampung Tengah.

5.2 Saran

Disarankan agar perlu adanya kajian sifat kimia dan biologi tanah mengenai
aplikasi effluent sapi yang dikombinasikan dengan berbagai kombinasi perlakuan
pengolahan lahan.

30

PUSTAKA ACUAN

Afandi. 2005. Fisika Tanah I. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Afandi. 2005. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Afandi, Indarto, Sugiatno, dan M. Utomo. 1997. Pemadatan Tanah pada
Pertanaman Tebu Lahan Kering Kekerasan Akibat Penerapan Beberapa
Cara Pengolahan Tanah dan Pemberian Mulsa Ampas Tebu pada saat
Penyiapan Lahan. Jurnal Tanah Tropika. 5 (4):89-93.
Baver, L.D., W.H. Gardner, and W.R. Gardner. 1972. Soil Physics. John Willey,
New York.
Carter, M.R. 2001. Critical Level of Soil Organic Matter: The Evidence for
England and Wales. Dalam: R.M. Rees et al., (eds) Sustainable
Management of Soil Organic Matter. CAB Int., Wallingford, UK. P 2 (7)
9-23.
Duiker, S.W. 2004. Effects of Soil Compaction. The Publications Distribution
Center, The Pennsylvania State University. Pennsylvania. US.
Gugino, B.K., O.J. Idowu., R.R. Schindelbeck., H.M. Van Es., D.W. Wolfe., B.N.
Moebius-Clune., J.E. Thies., and G.S. Abawi. 2009. Cornell Soil Health
Assessment Training Manual. 2nd Ed. Cornell University, Geneva, New
York.
Hasanah, U. 2009. Respon Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill)
pada awal Pertumbuhan Terhadap Keragaman Ukuran Agregat Entisol. J,
Agroland 16 (2): 103-109. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Tadulako. Palu.
Kemper, E.W., and R.C. Rosenau. 1986. Agregate Stability and Size
Distribution. P. 425-46. In A. Klute (ed) Method of Soil Analysis Part 1.
2nd Ed. ASA. Madison Wisconsin.

31

Kurnia, U. 1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan
Melestarikan Produktivitas Tanah. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana. IPB.
Bogor.
Laksmita, P.S. 2008. Peningkatan Kemantapan Agregat Tanah Mineral oleh
Bakteri Penghasil Eksopolisakarida. Menara Perkebunan 76 (2), 93-103.
Martin, J.P., W.P. Martin., J.B. Page., W.A. Raney., dan J.D. De Ment. 1955.
Soil Agregation. Adv. Agron. 7: 1-38.
Naldo, R.A. 2011. Sifat Fisika Ultisol Limau Manis Tiga Tahun Setelah
Pemberian Beberapa Jenis Pupuk Hijau. Universitas Andalas. Padang.
Nurida, N.L., dan U. Kurnia. 2009. Perubahan Agregat Tanah Pada Ultisols
Jasinga Terdegradasi Akibat Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan
Organik. Jurnal Tanah dan Iklim. 5 (30) 5-9.
Prasetyo, B.H., dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan
Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian
Lahan Kering di Indonesia. Jurnal litbang pertanian 25 (2) 7-11. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor
Sarkar, S., S.R. Singh, and R.P. Singh. 2003. The Effect of Organic and
Inorganic Fertilizers on Soil Physical Condition and The Productivity of a
Rice-Lentil Cropping Sequence in India. Journal of Agricultural Science. 3
(140): 419- 425.
Soepraptohardjo, M. 1961. Jenis-Jenis Tanah di Indonesia 1961. LPT. Bogor:
Stevenson, F.T. 1982. Humus Chemistry. John Willey and Sons. New York.
Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-Tanah Pertanian di
Indonesia. Bogor.
Subowo, J. Subaga, dan M. Sudjadi. 1990. Pengaruh Bahan Organik Terhadap
Pencucian Hara Tanah Ultisol Rangkasbitung, Jawa Barat. Pemberitaan
Penelitian Tanah dan Pupuk. 9: 26-31.
Suriadikarta, D.A., dan R.D.M. Simanungkalit. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Sutedjo, M. M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

32

Syaifuddin, dan Buhaerah. 2010. Pengaruh Urea Terhadap Dispersi Tanah
Ultisol Pada Regim Air yang Berbeda. Jurnal Agrisistem, Vol. 6 No. 2.
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa. Gowa.