Tahapan Analisa Sambungan Baut .1 Filosofi Pendesainan

P r3 = nilai minimal dari; [kapasitas barisan 3 sendiri] [kapasitas barisan 3+2 – P r2 ] [kapasitas barisan 3+2+1 –P r2 –P r1 ] Dan pola perhitungan yang sama untuk baris selanjutnya.  Langkah 1A : bengkokan pada end plate atau sayap kolom atau kelenturan baut Pengecekan ini dilakukan secara terpisah antara sayap kolom dan end plate. Potensi perlawanan pada tegangan sayap kolom atau end plate, P r merupakan nilai minimum yang diperoleh dari tiga persamaan berikut Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 : - Mode 1 : sayap melentur sempurna ………. 3.1 - Mode 2 : kegagalan baut dengan sayap melentur ∑ …. 3.2 - Mode 3 : kegagalan baut P r = ΣP t ’ ……….. 3.3 Dimana : Mp = kapasitas momen plastis sesuai penggambaran T- stub pada sayap kolom atau end plate = L eff = panjang efektif garis lentur sesuai T-stub t = tebal sayap kolom atau end plate P y = kekuatan rencana kolomend plate P r = kemampuan perlawanan dari barisan baut, atau kelompok baut P t ’ = kapasitas tegangan baut ΣP t ’ = jumlah kapasitas tegangan untuk semua baut dalam kelompok m = jarak dari pusat baut ke 20 dari jarak ke tepi kolom atau las end plate lihat Gambar 3.4 n = jarak ujung efektif lihat Gambar 3.4 Gambar 3.4. Geometri Sambungan Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 Untuk end plate 4 : - - Untuk sayap kolom 4 : - - Dimana : g = jarak horizontal antar pusat baut taksiran b p = lebar end plate B = lebar sayap kolom t b = tebal badan balok t c = tebal badan kolom s ww = panjang kaki las sudut pada badan balok s wf = panjang kaki las sudut pada sayap balok Ketentuan hanya untuk end plate 4 : m x = x – 0,8 s wf dimana : e x = jarak tepi, sama seperti penjelasan sebelumnya n x = nilai minimum antara e x dan 1,25 m x 4 The Steel Construction Institute, 1995, Joints in Steel Construction Moment Connections, Silwood Park.  Langkah 1B : tegangan pada badan balok atau kolom Kemampuan perlawanan terhadap tegangan pada badan untuk barisan atau kelompok baut ditentukan sebagai Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 : P t = L t x t w x P y ……………….. 3.4 Dimana : L t = panjang regangan efektif pada badan dengan asumsi pelebarannya 60 o dari baut ke pusat badan Gambar 3.5 t w = tebal badan kolom atau balok P y = kekuatan rencana baja pada kolom atau balok Gambar 3.5. Cek tipikal tegangan pada badan Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 b. Langkah 2  Langkah 2A : Cek tekanan pada kolom perlawanan badan kolom pada daerah tekanan Perlawanan pada daerah tekanan, P c diambil dari nilai paling kecil antara Persamaan 3.5 dan 3.6 di bawah Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995. Tekanan pada badan kolom Area asal perlawanan badan untuk tekanan dihitung pada panjang penyebaran kekuatan yang ditunjukkan dari Gambar 3.6 . Gambar 3.6. Penyebaran kekuatan untuk tekanan pada badan Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 P c = b 1 + n 2 x t c x p y ….…………….. 3.5 Dimana : b 1 = panjang penahan kekakuan berdasarkan 45 o penyebaran melalui end plate dari tepi las n 2 = perolehan panjang dari perbandingan 1 : 2,5 penyebaran melalui sayap kolom dan radius kaki t c = tebal badan kolom p yc = kekuatan rencana kolom t p = tebal end plate T c = tebal sayap kolom r = radius kaki kolom Tekuk pada badan kolom Area asal perlawanan badan untuk tekuk dihitung pada panjang badan yang ditunjukkan pada Gambar 3.7. Gambar 3.7. Panjang untuk tekuk pada badan Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 P c = b 1 + n 1 x t c x p c …………………. 3.6 Dimana : b 1 = panjang penahan kekakuan seperti penjelasan sebelumnya n 1 = perolehan panjang dari 45 o penyebaran melalui setengah dari tinggi penampang kolom = tinggi penampang kolom D c t c = tebal badan kolom p c = kuat tekan rencana badan kolom d = tinggi badan antara las  Langkah 2B : Cek tekanan pada balok perlawanan sayap dan badan balok pada daerah tekanan Tekanan pada sayap balok Kekuatan perlawanan dari sayap akibat tekanan diberikan sebagai Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 : P c = 1,4 x p yb x T b x B b …………… 3.7 Dimana : p yb = kekuatan rencana balok T b = tebal sayap balok B b = lebar sayap balok c. Langkah 3 : Perencanaan untuk gaya geser kolom perlawanan badan kolom terhadap gaya geser Perlawanan badan kolom tanpa pengaku terhadap gaya geser Gambar 3.8 adalah Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 : Gambar 3.8. Gaya geser lokal pada badan Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 P v = 0,6 x p yc x t c x D c ………………… 3.8 Dimana : p yc = kekuatan rencana kolom t c = tebal badan kolom D c = tinggi penampang kolom d. Langkah 4 : Perhitungan kapasitas momen Distribusi kekuatan Kekuatan barisan baut pada sambungan merupakan kekuatan perlawanan, berkurang jika diperlukan untuk memastikan keseimbangan pada arah horizontal. Gambar 3.9 menunjukkan kekuatan perlawanan P yang diwujudkan menjadi kekuatan barisan baut sebenarnya F. Keseimbangan tersebut terpenuhi jika Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 : ΣF ri + N = F c …………………… 3.9 Dimana : N = gaya aksial pada balok bernilai positif untuk tekanan F c = nilai terkecil dari : P ri + N; atau P c tekanan pada badan kolom; atau P c tekuk pada badan kolom; atau P c tekanan pada sayap balok Dan syarat pengaku geser pada badan kolom harus terpenuhi lihat Langkah 3. Untuk setiap barisan baut 4 : F ri ≤ P ri Dimana : P ri = kekuatan pada barisan baut i F ri = kekuatan akhir pada barisan baut i Jika terjadi kelebihan kapasitas pada baut dalam hal tegangan, kemudian kekuatannya harus dikurangi, mulailah dengan baris paling bawah dan secara bertahap ke atas hingga ketentuannya tercapai. Kapasitas momen Gambar 3.9. Perwujudan kekuatan perlawanan menjadi kekuatan barisan baut Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 Ketentuan dasar 4 : M c ≥ M atau M m jika dibatasi oleh gaya aksial Kapasitas momen dari sambungan adalah 4 : M c = Σ F ri x h i ……………….. 3.10 Dimana : h i = jarak dari pusat tekanan ke baris i e. Langkah 5 : Perencanaan untuk kekuatan geser vertikal Kapasitas untuk gaya geser vertikal dihitung menggunakan pengurangan nilai barisan baut yang berada di daerah tegangan, ditambah nilai geser penuh untuk baut yang diabaikan ketika menghitung kapasitas momen Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 . Gambar 3.10. Tegangan dan geser baut Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 Oleh karena itu diperlukan bahwa 4 : V ≤ n s x P ss + n t x P ts ………………… 3.11 Dimana : V = kekuatan geser rencana n s = jumlah baut yang tidak berada pada daerah tegangan n t = jumlah baut pada daerah tegangan P ss = kapasitas geser dari baut tunggal hanya pada daerah geser yang paling kecil dari : p s x A s untuk geser baut; atau d x t p x p b untuk baut penahan pada end plate; atau d x T f x p b untuk baut penahan pada sayap kolom P ts = kapasitas geser dari baut tunggal pada daerah tegangan yang paling kecil dari : 0,4 x p s x A s untuk geser baut; atau d x t p x p b untuk baut penahan pada end plate; atau d x T c x p b untuk baut penahan pada sayap kolom p s = kuat geser baut A s = daerah geser baut dianjurkan daerah ulir T c = tebal sayap kolom t p = tebal end plate p b = nilai minimum dari kuat tekan untuk kedua baut, p bb atau bagian sambungan, p bs f. Langkah 6 : Perencanaan tekanan stiffener kolom Perlawanan pada daerah tekanan, P c pada badan kolom diperkuat dengan stiffener yang penuh seperti ditunjukkan pada Gambar 3.11 dan merupakan nilai terkecil dari Persamaan 3.12 dan 3.13 di bawah. Nilai tersebut harus sebanding atau lebih besar dari kekuatan tekanan F c Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 . Dimana : b sg = lebar stiffener t s = tebal stiffener Gambar 3.11. Cek tahanan dan tekuk stiffener Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 Pada pengecekan tambahan selanjutnya harus dapat dipastikan bahwa stiffener sendiri bisa memikul dan menahan 80 dari kekuatan terapan, seperti Persamaan 3.14. Tekanan dan tekukan badan stiffenerkolom Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 : - P c buckling = A w + A sg x p c ……….. 3.12 - P c crushing = [A sn x p y ] + [b 1 + n 2 x t c x p y ] ……….. 3.13 - P c bearing = ………. 3.14 Dimana : A w = luas badan kolom yang diperkenankan untuk tekuk = 40 t c x t c maksimum A sg = luas kotor stiffener = 2 b sg x t s b sg ≤ 13 t s A sn = luas bersih stiffener yang berhubungan dengan sayap kolom = 2 b sn x t s p c = kuat tekan stiffener L = panjang stiffener D c – 2 T c r y = radius girasi dari daerah efektif p y = nilai kuat rencana terkecil dari stiffener atau kolom p ys = kuat rencana stiffener b 1 +n 2 = panjang efektif penahan sepanjang badan lihat Langkah 2

3.4.2 Analisa Kekuatan Penampang Balok

Suatu penampang balok bersifat elastis pada saat momen lentur dalam rentang beban layanan, seperti terlihat dalam Gambar 3.12 a. Kondisi elastis akan terjadi sampai tegangan pada serat terluar mencapai tegangan leleh fy, dan kekuatan tahanan nominalnya Mn, merupakan momen leleh My, seperti pada Gambar 3.12 b, dan dihitung sebagai 5 : Mn = My = Sx . fy ; dengan Sx = Ix cy S merupakan modulus penampang, yang didefinisikan sebagai momen inersia I dibagi dengan jarak c dari pusat berat ke serat terluar. Subskrip x dan y menunjukan momen inersia dan jarak c dihitung terhadap sumbu x atau terhadap sumbu y. 5 Reni Suryanita dan Alfian Kamaldi, 2003, Analisis Kekuatan Nominal Balok Lentur Baja dengan Metode Desain Faktor Beban dan Tahanan LRFD dan Metode Desain Tegangan Ijin ASD , Jurnal, diunduh http:teknikseruyan.files.wordpress.com2012071-analisis-kekuatan-nominal- balok-lentur-baja-dengan-metode-desain-faktor-beban-dan-tahanan-lrfd-dan-metode-desain- tegangan-ijin-asd1.pdf 23 Oktober 2014. Gambar 3.12. Distribusi tegangan pada level beban berbeda Sumber : Agus Setiawan, 2008 Bila serat memiliki regangan ε, yang sama atau lebih besar dari regangan leleh εy = fyEs, yang berada dalam rentang plastis, maka kekuatan momen nominal merupakan momen plastis, Mp, dan dihitung sebagai 5 : Mp = fy . ∫ A . y . dA = fy . Z dengan Z = ∫ y . dA merupakan modulus plastik. Apabila nantinya diperoleh sambungan dengan momen resistancetahanan M sama atau lebih besar dari moment capacity M ≥ Mcx , maka sambungan tersebut bersifat rigid. Namun, bila sambungan dengan moment resistancetahanan M sama atau kurang dari moment capacity M ≤ Mcx, maka sambungan tersebut bersifat semi-rigid Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 . b x M = M y M y M M p f = f y f = f y c y M h d f = f y f f y M M y M = M p a b c d plastis elastis plastis sepenuhnya plastis Gambar 3.13. Bagan metodologi perencanaan sambungan Analisis Sambungan Antara Rigid Connection Dan Semi-rigid Connection Pada Sambungan Balok - Kolom Portal Baja Permodelan Sambungan Perencanaan Data Sambungan Perhitungan Kekuatan Perlawanan Pada Daerah Tegangan Pada Bagian Kolom Kontrol Mc M rencana Perhitungan Momen Perlawanan Mc Sambungan Rigid Sambungan Semi-rigid Analisa Sambungan Perencanaan End Plate Cek Perlawanan Pada Daerah Tekanan Cek Perlawanan Pada Badan Kolom Terhadap Geser Perencanaan Kekuatan Geser Vertikal Cek Kategori Sambungan Ulangi Penyetelan Susunan Atau Kekakuan Daerah Tegangan NO

Dokumen yang terkait

Formulasi Tablet Effervesen Ekstrak Temulawak (Curcuma Zanthorrhizaroxb.)

5 108 64

Ekstraksi Multi Tahap Kurkumin Dari Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) Menggunakan Pelarut Etanol

9 86 80

Uji Aktivitas Anti Bakteri Dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul Dari Ekstrak Etanol Rimpang Tumbuhan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza, Roxb) Terhadap Beberapa Bakteri

4 78 77

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol dan Air Rimpang Pacing (Costus spiralis) terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Salmonella typhimurium, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus serta Fungi Candida albicans

3 17 79

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL RIMPANG LEMPUYANG PAHIT (Zingiber littorale Val) UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL RIMPANG LEMPUYANG PAHIT (Zingiber littorale Val) TERHADAP Staphylococcus aureus, Escherichia coli, DAN Candida albicans.

0 1 16

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Daya Antiinflamasi Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 2 13

PENDAHULUAN Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Terhadap Efek Ulserogenik Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 2 8

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) TERHADAP EFEK Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Terhadap Efek Ulserogenik Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 1 14

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAUN KARUK (Piper sarmentosum Roxb.) TERHADAP Streptococcus mutans DAN Candida albicans

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Formulasi Pasta Gigi Dari Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb) Dan Uji Aktivitas Antimikroba Terhadap Streptococcus Mutan Dan Candida Albicans

0 0 44