Sambungan Momen Moment Connections

Gambar 2.3. Klasifikasi sambungan momen Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 Pada umumnya, kurva momen-rotasi dari sebuah sambungan dapat memberikan beberapa sifat atau karakteristik sebagai berikut Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 : 1. Kekakuan dari sebuah sambungan diidentifikasi dari kemiringan kurva. 2. Perilaku sambungan pada umumnya adalah non linier, dimana kekakuan menurun sedangkan rotasi meningkat. 3. Pada Gambar 2.3c, daktilitas meningkat seiring meningkatnya rotasi. Sebuah sambungan dapat dinyatakan ductile elastis jika memenuhi syarat bahwa rotasi yang terjadi lebih besar dari 0,03 radians. Pada Gambar 2.3a, sehubungan dengan kekuatan strength, sambungan diklasifikasikan menjadi full strength, partial strength, dan nominally pinned :  Sambungan full strength didefinisikan sebagai sambungan dengan moment resistancetahanan M sama atau lebih besar dari moment capacitykapasitasnya M ≥ Mcx. Kurva 1, 2, dan 4 menunjukkan sambungan full strength.  Sambungan partial strength didefinisikan sebagai sambungan moment resistancetahanan M sama atau kurang dari moment capacitykapasitasnya M ≤ Mcx. Kurva 3 dan 5 termasuk ke dalam klasifikasi partial strength.  Sedangkan nominally pinned adalah sambungan yang cukup fleksibel dengan momen resistancetahanan tidak lebih 25 dari moment capacitykapasitasnya. Kurva 6 menggambarkan sambungan tipe nominally pinned. Pada Gambar 2.3b, kekakuan rigidity sama dengan kekakuan rotasi dimana kurva 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan sambungan rigid. Sedangkan kurva 5 termasuk dalam klasifikasi sambungan semi-rigid. Dalam peraturan BS5950 dijelaskan bahwa garis putus-putus antara rigid dengan semi-rigid diperoleh dari rumus 2EIL. Pada Gambar 2.3c, kurva 2, 4, dan 5 adalah sambungan ductile elastis. Kurva 1 tidak elastis dan kurva 3 berada antara elastis dan tidak elastis. Kurva 6 merupakan jenis sambungan nominally pinned, sehingga merupakan sambungan sederhana. Pedoman mengenai sifat yang diperlukan untuk perencanaan sambungan pada rangka bangunan dari beberapa metode yang sedang populer pada saat sekarang ini, dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.2. Metode perencanaan rangka bangunan Perencanaan Sambungan Catatan Tipe Rangka Analisa Global Sifat Contoh Gambar 2.3 Metode Simple Sederhana Sendi Nominally pinned 6 Sambungan pada Konstruksi Sederhana Catatan 2 Metode ekonomi untuk perkuatan rangka bertingkat. Perencanaan sambungan dibuat untuk kekuatan geser saja. Continuous Menerus Catatan 1 Elastis Rigid 1,2,3,4 Bagian 2 Analisa elastis secara konvensional. Plastis Full strength 1,2,4 Bagian 2 Sendi plastis terbentuk pada komponen penyusun yang berdekatan, bukan pada sambungan. Terkenal untuk perencanaan rangka portal. Elastis-Plastis Full strength dan rigid 1,2,4 Bagian 2 Semi- continuous Semi-menerus Catatan 2 Elastis Semi-rigid 5,6 Tidak tercakup Sambungan dimodelkan sebagai rotasi pegas. Asumsi kekakuan sambungan sulit ditampilkan. Plastis Partial strength dan ductile 5,6 Bagian 3 Perencanaan momen- angin merupakan variasi dari metode ini. Elastis-Plastis Partial strength danatau semi- rigid Lainnya Tidak tercakup Sambungan bersifat penuh dimodelkan pada analisis ini. Merupakan alat penelitian bukannya metode perencanan praktis. Catatan 1 Catatan 2 BS 5950 mengacu pada metode perencanaan masing- masing sebagai “Kaku” dan “Semi-kaku” tetapi hal ini dapat membingungkan karena mencakup sifat-sifat selain kekakuan. Lihat pada referensi The Steel Construction Institute, and British Constructional Steelwork Association Ltd Joints in Simple Construction Sumber : Joints in Steel Construction, Moment Connections, 1995 Dimana :  Full strength connection sambungan kuat sepenuhnya, yaitu sambungan dimana momen tahanannya setidaknya sama dengan komponen yang disambung.  Partial strength connection sambungan kuat sebagian, yaitu sambungan dimana momen tahanannya lebih kecil dari komponen yang disambung.  Rigid connection sambungan kaku, yaitu sambungan yang kekakuannya cukup untuk menahan sifat fleksibel rangka bangunan akibat adanya momen lentur sehingga dapat diabaikan.  Semi-rigid connection sambungan semi-kaku, merupakan sambungan yang sangat fleksibel untuk dianggap bersifat kaku namun juga bukan bersifat sendi.  Nominally pinned connection sambungan sendi, yaitu sambungan yang cukup fleksibel dianggap sebagai sendi untuk tujuan analisis. Sambungan ini, secara defenisi, bukan merupakan sambungan momen melainkan sambungan partial strength yang mampu melawan kurang dari 25 M cx , sehingga dianggap sebagai sambungan sendi.  Ductile connection sambungan elastis, merupakan sambungan yang kapasitas rotasinya dianggap sebagai sendi plastis.  Simple design desain sederhana, merupakan metode pendesainan rangka yang sambungannya diasumsikan tidak terjadi momen yang mempengaruhi, baik sambungan itu sendiri maupun struktur secara keseluruhan.  Continuous design desain menerus, merupakan metode pendesainan rangka yang sifat sambungannya tidak dimodelkan dalam analisa rangkanya. Hal ini mencakup analisa elastis dimana sambungannya bersifat rigid, atau analisa plastis dimana sambungannya full strength.  Semi-continuous design desain semi-menerus, merupakan metode pendesainan rangka yang sifat sambungannya dimodelkan dalam analisa rangkanya. Hal ini mencakup analisa elastis dimana sambungan semi-kakunya dimodelkan sebagai rotasi pegas, atau analisa plastis dimana sambungannya kuat sebagian dan dimodelkan sebagai sendi plastis.

2.3.2 Sambungan Berdasarkan Karakteristik Kekakuan Rigidity

Selain Sambungan Momen di atas, menurut AISC-1.2 tentang perencanaan tegangan kerja working stress dan AISC-2.1 tentang perencanaan plastis, konstruksi baja dibedakan atas tiga kategori sesuai dengan jenis sambungan yang dipakai. Ketiga jenis ini adalah sebagai berikut Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995 : 1. Jenis 1 AISC. Sambungan portal kaku rigid connection, 2. Jenis 2 AISC. Sambungan kerangka sederhana simple framing, 3. Jenis 3 AISC. Sambungan kerangka semi-kaku semi-rigid connection . Gambar 2.4 memperlihatkan grafik persamaan garis balok dan kelakuan momen-rotasi dari sambungan Jenis 1, 2, dan 3. Sambungan kaku umumnya harus memikul momen ujung M 1 , yang sekitar 90 dari M Fa atau lebih; jadi derajat pengekangannya dapat dikatakan 90. Sambungan sederhana Jenis 2 hanya dapat menahan 20 dari momen M Fa atau kurang, seperti yang ditunjukkan oleh momen M 2 , sedangkan sambungan semi-kaku diperkirakan menahan momen sebesar M 3 , yang mungkin sekitar 50 dari momen primer M Fa . Gambar 2.4. Karakteristik momen-rotasi ketiga jenis sambungan AISC Sumber : Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995

2.3.2.1 Sambungan Kaku Rigid Connection

Sambungan ini memiliki kontinuitas penuh sehingga sudut pertemuan antara batang-batang tidak berubah, yakni pengekangan restraint rotasi sekitar 90 atau lebih dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Sambungan ini dipakai baik pada metode perencanaan tegangan kerja maupun perencanaan plastis Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1995. Gambar 2.5. Distribusi momen tahanan terhadap momen jepit sempurna pada sambungan kaku Sumber : Ervina Sari, 2003 Dalam LRFD-A2.2, sambungan ini disebut “Tipe FR” Fully Restrained terkekang penuh dan dalam ASD-A2.2 dikenal sebagai “Tipe 1”. Biasanya, sambungan jenis ini digunakan pada bangunan yang strukturnya direncanakan tahan terhadap angin dan gempa Jack C. McCormac, 2008 . Gambar 2.6. Sambungan rigid connection Sumber : Jack C. McCormac, 2008, dan Dian Sukma Arifwan, 2007 Menurut SNI 03-1729-2002, sambungan ini dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-komponen yang disambung. Flange Plates T - Sections Seated connection with stiffener angles θ1 = θ2 Ø ≈ θ

Dokumen yang terkait

Formulasi Tablet Effervesen Ekstrak Temulawak (Curcuma Zanthorrhizaroxb.)

5 108 64

Ekstraksi Multi Tahap Kurkumin Dari Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) Menggunakan Pelarut Etanol

9 86 80

Uji Aktivitas Anti Bakteri Dan Formulasi Dalam Sediaan Kapsul Dari Ekstrak Etanol Rimpang Tumbuhan Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza, Roxb) Terhadap Beberapa Bakteri

4 78 77

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol dan Air Rimpang Pacing (Costus spiralis) terhadap Bakteri Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Salmonella typhimurium, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus serta Fungi Candida albicans

3 17 79

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL RIMPANG LEMPUYANG PAHIT (Zingiber littorale Val) UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL RIMPANG LEMPUYANG PAHIT (Zingiber littorale Val) TERHADAP Staphylococcus aureus, Escherichia coli, DAN Candida albicans.

0 1 16

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Daya Antiinflamasi Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 2 13

PENDAHULUAN Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Terhadap Efek Ulserogenik Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 2 8

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorriza Roxb.) TERHADAP EFEK Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Terhadap Efek Ulserogenik Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 1 14

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAUN KARUK (Piper sarmentosum Roxb.) TERHADAP Streptococcus mutans DAN Candida albicans

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Formulasi Pasta Gigi Dari Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb) Dan Uji Aktivitas Antimikroba Terhadap Streptococcus Mutan Dan Candida Albicans

0 0 44