5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lapisan Tanah Dasar Perkerasan Subgrade
Subgrade adalah tanah dasar di bagian bawah lapis perkerasan jalan. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik
atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi
dan lain lain.
Gambar 2.1. Susunan Jenis Lapisan Perkerasan Jalan Raya
Pada prosedur pekerjaan lapisan subgrade, sebelum kegiatan penghamparan perkerasan dilakukan, bagian lapisan subgrade harus sudah dalam keadaan siap
kuat, padat, bersih dan dibentuk sesuai rencana. Adapun langkah-langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Apabila tanah eksisting lebih tinggi dari elevasi rencana, maka dilakukan pekerjaan galian. Sedangkan apabila tanah eksisting lebih rendah dari elevasi
rencana, maka dilakukan pekerjaan timbunan. Pada pekerjaan galian, tanah dasar dibentuk permukaan tanahnya dengan cara mengupas dengan cangkul.
Universitas Sumatera Utara
6 Pekerjaan galian dimaksudkan untuk mendapatkan bagian tanah dasar
subgrade yang akan menentukan kekuatan dari susunan perkerasan di atasnya yang sesuai dengan rencana struktur.
Pada pekerjaan timbunan, bagian-bagian yang harus ditimbun sampai mencapai ketinggian yang ditentukan, harus ditimbun menggunakan tanah
timbunan yang cukup baik, bebas dari sisa rumputakar-akar lain-lainya. Penimbunan harus dilakukan lapis demi lapis. Tebal maksimal hamparan 30
cm setiap lapisan. Kemudian tanah tersebut dilembabkan sebelum dilakukan pemadatan.
2. Pemadatan lapisan subgrade menggunakan Vibrator Roller atau Static Roller sambil diberi air secukupnya untuk mencapai kadar air optimum.
3. Setelah pemadatan tanah dasar selesai, lalu dilakukan perataan menggunakan Motor Grader.
2.2. PemeriksaanPengujian Material Subgrade
Secara umum ada lima pemeriksaan di laboratorium terhadap material subgrade sebelum melaksanakan pengujian Kompaksi Bowles, J.E., 1993, yaitu
pemeriksaan Kadar Air Water Content Test, Berat Jenis Specific Gravity Test, Konsistensi Atterberg Atterberg Limit Test dan Analisa Saringan Sieve Analysis
Test serta Klasifikasi Tanah USCS dan AASHTO:
A. Pemeriksaan Kadar Air Water Content Test
Pemeriksaan ini dilakukan mengacu pada ASTM D 2216-92, Test Method for Laboratory Determination of Water Mois
ture Content of Soil and Rock” untuk
Universitas Sumatera Utara
7 mendapatkan besaran kadar air w. Kadar air tanah w didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat air Ww dengan berat butiran Ws dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air tanah w dapat dinyatakan dalam
persamaan: =
�
�
�
�
. Cara memperolehnya, contoh tanah basah mula-mula ditimbang, kemudian
dikeringkan di dalam oven pada suhu 230° F 110° C hingga mencapai berat konstan. Berat contoh setelah dikeringkan adalah berat partikel solid. Perubahan
berat yang terjadi selama proses pengeringan setara dengan berat air. Untuk tanah organik, terkadang disarankan untuk menurunkan suhu pengeringan hingga
mencapai 140° F 60° C. Kadar Air w diperlukan untuk menentukan properties tanah dan dapat dikorelasikan dengan parameter-parameter lainnya.
B. Pemeriksaan Berat Jenis Specific Gravity Test
Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan ASTM D 854- 92, “Standard Test
Method for Specific Gravity of Soils”. Metoda ini digunakan pada contoh tanah
dengan komposisi ukuran partikel lebih kecil daripada saringan No. 4 4.75 mm. Untuk partikel dengan ukuran lebih besar dari saringan tersebut, prosedur
pelaksanaan mengacu pada “Test Method Specific Gravity and Absorptionof
Coarse Aggregate ASTM C 127- 88”.
Berat jenis tanah Gs, didefinisikan sebagai perbandingan massa volume partikel tanah di udara dengan massa volume air pada suhu kamar umumnya 68°F
{=20°C}. Berat jenis tanah dapat dinyatakan dalam persamaan:
Universitas Sumatera Utara
8 Gs =
w − w w
′
− w − w − w . dimana:
Gs = Berat jenis tanah
w1 = Berat piknometer kosong
w2 = Berat piknometer + sampel tanah kering
w3 = Berat piknometer + sampel tanah + air suling
w4 = Berat piknometer + air suling
w4’ = w4 x factor koreksi suhu [k]
Berat jenis tanah Gs ditentukan berdasarkan jumlah dari pycnometer yang sudah dikalibrasi, dimana massa dan suhu dari contoh tanah deaerasiair distilasi
diukur. Specific gravity dari tanah diperlukan untuk menentukan hubungan antara
berat dan volume tanah, dan digunakan untuk perhitungan test Laboratorium lainnya.
C. Pemeriksaan Konsistensi Atterberg Atterberg Limit Test
Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan ASTM D 4318- 95, ”Test Method
for Liquid Limit, Plastic
Limit and Plasticity Index of Soils”. Kadar air pada saat Batas Cair Liquid Limit=LL diperoleh dengan cara
meletakkan pasta tanah dalam mangkuk kuningan kemudian digores tepat ditengahnya dengan alat penggores standar. Kemudian engkol pemutar digerakkan,
sehingga mangkuk naik turun dari ketinggian 0.4 inci 10 mm dengan kecepatan 2 dropdetik. Liquid limit dinyatakan sebagai kadar air dari tanah yang dibutuhkan
Universitas Sumatera Utara
9 untuk menutup goresan yang berjarak 0.5 inci 13 mm sepanjang dasar contoh
tanah dalam mangkuk sesudah 25 pukulan.
Kadar air pada saat Batas Plastis Plastic Limit=PL ditentukan dengan mengetahui secara pasti kadar air terkecil, dimana pasta tanah dapat digulung
hingga diameter 0.125 inci 3.2 mm tanpa mengalami keretakan. Sedangkan Indeks Plastisitas Plasticity Index=PI diperoleh dari selisih nilai kadar air pada
saat Batas Cair LL dengan nilai kadar air pada saat Batas Plastis PL.
D. Pemeriksaan Analisa Saringan Shieve Analysis Test
Prosedur pelaksanaan pemeriksaan ini mengacu pada ASTM C 136- 95a,
”Method for Shieve Analysis of Fine and Coarse Aggregates”. Pengujian ini dilakukan dengan cara menyaring sejumlah sampel tanah
dengan satu unit saringan berukuran 4,75mm no.4 hingga 0,0075 no.200. Saringan tersebut lalu digetarkan dengan menggunakan shieve shaker machine.
Setelah itu, berat sampel yang tertahan pada tiap-tiap saringan ditimbang beratnya. Lalu akan didapatkan persentase butiran yang lolos dari tiap-tiap saringan.
E. Pemeriksaan Klasifikasi Tanah USCS dan AASHTO
Dari uji index properties tanah, grain size analysis dan atterberg limit dapat digunakan dalam mengklasifikasikan tanah. Sistem klasifikasi tanah yang
digunakan dalam penelitiaan ini adalah AASHTO American Association of State Highway Transportation Official dan USCS Unified Soil Classification System.
AASHTO American Association of Highway and Transportation Officials memberikan standar kriteria tanah subgrade sebagaimana pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
10
Tabel 2.1. Karakteristik tanah subgrade oleh AASHTO
Sumber :
Bowles, J.E., 1993 Sistem AASHTO American Association of State Highway Transportation
Official berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan jalan subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7
kelompok, A-1 sampai dengan A-7 seperti terlihat pada Tabel 2.2. Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus
empiris. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas- batas Atterberg.
Characteristics of the subgrade soil used in the AASHTO Road Test
Universitas Sumatera Utara
11
Tabel 2.2. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
Sumber : Bowles, J.E., 1993
Pada Unified Soil Clasification System USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar kerikil dan pasir jika kurang dari 50 lolos saringan
nomor 200 dan diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus lanau dan lempung jika lebih dari 50 lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan
dalam sistem klasifikasi ini diantaranya: kerikil gravelG, pasir sandS, lempung clayC, lanau siltM, lanau atau lempung organic organic silt or clayO,
bergradasi baik well-gradedW, bergradasi buruk poor-gradedP, plastisitas rendah low-plasticityL, plastisitas tinggi high-plasticityH, sebagaimana terlihat
pada Tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
12
Tabel 2.3. Klasifikasi Tanah Unified Soil Classification System
Sumber :
Bowles, J.E., 1993
2.3 Pemadatan Tanah